Sei sulla pagina 1di 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE) DI RUANG ZAM-ZAM 2

RSI SULTAN HADLIRIN JEPARA

Disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners

Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh :

HERU SETYO PURNOMO

NIM

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN AKADEMIK 2022


CHF

A. PENGERTIAN
Pengertian gagal jantung kongestif menurut Aspiani (2015), gagal jantung
kongestif atau Congestive Heart Failure merupakan suatu kondisi ketika jantung
tidak mampu memompa cukup darah guna memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan tubuh.
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana
jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini
mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah
lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot
jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk
waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons
dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan
dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya
sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2014).

B. ETIOLOGI
Etiologi gagal jantung kongestif menurut Brunner & Suddarth (2013) yaitu:
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung yang paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
yang menyebabkan menurunnya kontraktilitas pada jantung. Kondisi ini yang
mendasari penyebab fungsi otot ateroklerosis coroner hipertensi arterial dan
penyakit degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan terjadinya disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadinya hipoksia dan asidosis (akibat dari
penumpukan asam laktat). Infark miokard (kematian sel jantung) yang
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Peningkatan afterload akibat dari hipertensi sistemik maupun pulmonal dapat
mengakibatkan beban kerja jantung meningkat dan hipertrofi otot jantung.
Efek dari hipertrofi miokard yang dapat dianggap sebagai penyebab
mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung,
tetapi pada akhirnya hipertrofi otot jantung tadi lama – kelamaan akan tidak
berfungsi secara normal dan akan menyebabkan terjadinya gagal jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung dimana kondisi ini secara langsung dapat
merusak serabut jantung yang menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat dari penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung dapat mempengaruhi jantung. Mekanisme
yang biasa terlibat dapat mencakup gangguan aliran darah yang melalui
jantung (stenosis katup semilunar), dimana ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade pericardium, pericarditis konstriktif), pengosongan
jantung abnormal (inesfisiensi katup AV), peningkatan yang mendadak
afterload akibat dari meningkatnya tekanan darah sistemik dapat
menyebabkan
gagal jantung.
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor sistemik yang sangat berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme,
hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat
menimbulkan penurunan suplai oksigen ke jantung. Penyebab lain seperti
asidosis (respiratorik atau metabolic) dan abnormalitas elektrolit juga dapat
menyebabkan turunya kontraktilitas jantung.

Menurut Wajan Juni Udjianti (2014) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect
(ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

Klasifikasi

1. Gagal jantung akut-kronik


a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan
penurunan kardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat
mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
b. Gagal jantung kronik terjadi secara perlahan ditandai dengan penyakit
jantung iskemik, penyakit paru kronis. Gagal jantung kronik terjadi
retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan
hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
2. Gagal jantung kanan-kiri
a. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah
secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi
dan kelainan pada katub aorta/mitral.
b. Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat
gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan
yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites,
hepatomegali, efusi pleura.
3. Gagal jantung sistolik-diastolik
a. Sistolik karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah akibat kardiak output menurun dan
ventrikel hipertrofi.
b. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah
akibat stroke volume cardiac output turun.

New York Heart Assosiation (NYHA) mengklasifikasikan gagal jantung


sebagai berikut:

Kelas Gejala
1 Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik pada penderita. Aktivitas fisik
biasa tidak menimbulkan keluhan fatigue/kelelahan, dyspnea/seak
nafas dan palpitasi/berdebar.
2 Sedikit keterbatasan aktivitas fisik, merasa nyaman bila istirahat,
tetapi aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan fatigue,
dyspnea atau palpitasi.
3 Keterbatsan yang nyata pada aktivitas fisik, merasa nyaman saat
istirahat, namun gejala akan muncul saat melakukan aktivitas fisik
yang lebih ringan dari yang biasa.
4 Rasa tidak nyaman saat melakukan aktivitas fisik apapun. Gejala
sudah muncul bahkan saat istirahat dan semakin parah ketika
melakukan aktivitas fisik.

C. TANDA DAN GEJALA


Menurut Nurarif & Kusuma (2015), klasifikasi gagal jantung menurut letaknya
yaitu:
1. Gagal jantung kiri
Kongestif paru menonjol pada gagal ventrikel kirikarena vetrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru, sehingga
peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke
jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi pada gagal jantung kiri yaitu:
a. Dispnea
b. Batuk
c. Mudah lelah
d. Insomnia
e. Kegelisahan dan kecemasan
2. Gagal jantung kanan
Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kananjantung
tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak
dapat mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari
sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu:
a. Edema ekstremitas bawah
b. Distensi vena leher dan escites
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar.
d. Anorexia dan mual
e. Kelemahan
Selain itu, terdapat kriteria mayor dan minor dari gagal jantung yaitu:
Kriteria mayor gagal jantung:
 dipsnea noktural paroksismal atau orthopnea
 peningkatan tekanan vena jugularis
 ronkhi basah dan nyaring
 kardiomegali
 edema paru akut
 irama S3
 peningkatan tekanan vena
 refluk hepatojugular
Kriteria minor:
 edema pergelangan kaki
 batuk malam hari
 dipsnea de’effort
 hepatomegali
 effuse pleura
 takikardia

D. PATOFISIOLOGI
Kekuatan jantung untuk merespon stres tidak mencukupi dalam
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan
tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal
jantung. Pada tingkat awal disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan
kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan
respon fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung. Semua respon ini
menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon
primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban
awal akibat aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-
mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan
normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas
jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung
normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat
frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini
gagal, maka volume sekuncup yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup
adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh
tiga faktor yaitu preload (jumlah darah yang mengisi jantung), kontraktilitas
(perubahan kekuatankontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium), dan
afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol).
Apabila salah satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu
alirannya darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung. Efek (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai
mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami
kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal
jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru
akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah
satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
E. PATHWAYS

Sumber : (WOC) dengan menggunakan Standar Diganosa Keperawatan Indonesia


dalam (PPNI,2017)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab
gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk
bentuk disfunsi jantung lainnya
2. Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal
3. Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan
dengan azotemia prerenal
4. Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin
5. Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk
mendeteksi tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi
6. Pemeriksaan EKG
7. Radiografi dada
8. Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan
memungkinkan analisis gerakan dinding regional
9. Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus
luas yang terkena.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Koreksi sebab–sebab yang dapat diperbaiki, penyebab–penyebab utama
yang dapat diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia,
depresi miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output
tinggi.
2. Diet dan aktivitas, pasien–pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium
atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas,
tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratur
3. Terapi diuretic
4. penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosteron
5. Terapi beta blocker
6. terapi glikosida digitalis
7. terapi vasodilator
8. Obat inotropik positif generasi baru
9. Penghambat kanal kalsium
10. Atikoagulan
11. Terapi antiaritmia
12. Revaskularisasi koroner
13. Transplantasi jantung
14. Kardoimioplasti

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa dan Identitas
Anamnesa terkait keluhan pasien seperti nyeri padadada, kesulitan saat
bernapas atau adanya bengkak pada kaki. Untuk Identitas pasien
sangat penting dikaji seperti : Nama, usia, jenis kelamin, status, agama,
alamat, tanggal MRS, diagnosa masuk. pendidikan dan pekerjaan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung di kaji dengan menanyakan
apakah sebelumya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi,
iskemia miokardium. Infark miokardium, diabetes mellitus dan
hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di minum oleh klien
pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini
obat-obatan ini meliputi obat diuretic, nitrat,penghambat beta,serta
antihipertensi.catat adanya efek samping yang terjadi di masa
lalu,alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien
menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama di lakukan
dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik
klien secara PQRST, yaitu:
 Provoking incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat,sesua derajat gangguan pada
jantung (lihat klasifikasi gagal jantung)
 Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam
melakukan aktifitas yang di rasakan atau di gambarkan
klien biasanya tetap beraktivitas klien merasakan sesak nafas
(dengan menggunakan alat atau otot bantu pernafasan).
 Region : radiation,relif : apakah kelemahan fisik bersifat
lokal atau memengaruhi keseluruhan system otot rangka
dan apakah di sertai ketidakmampuan dalam melakukan
pergerakan.
 Severity (scale) of pain: kaji rentang kemampuan klien
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan
klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan
perfusi yang di alami organ.
 Time: sifat mula timbulnya (onset) keluhan kelemahan
beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi)
kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat
istirahat maupun saat beraktifitas.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami oleh
keluarga anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif dan penyebab kematianya. Penyakit jantung iskemik pada
orang tua yangtimbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko
utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunanya.
d. Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga. Bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab
kematian juga perlu ditanyakan. Peyakit jantung iskemik pada orang tua
yang timbul pada usia muda merupakan faktor resiko utama untuk
penyakit jantung iskemik bagi keturunanya.
e. Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stres akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa
jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah
jantung dapat disertai insomnia atau kebingungan.

3. Pengkajian Survey Primer


a. Airway
Keadaan jalan nafas : tingkat kesadaran, pernafasan, upaya
bernafas , benda asing di jalan nafas, bunyi nafas, hembusan nafas,
Bersihan jalan napas klien bisa terganggu karena produksi sputum
pada gagal jantung kiri
b. Breathing
Fungsi pernafasan: jenis pernafasan, frekwensi pernafasan, retraksi otot
bantu nafas, kelainan dinding thoraks (simetris, perlukaan, jejas trauma),
bunyi nafas, hembusan nafas, kongesti vaskuler pulmonal
 Dispnea dikarakteristikan dengan pernapasan cepat,dangkal
dan keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit
mendapatkan udara yang cukup,yang menekan klien.terkadang
klien mengeluh adanya insomnia,gelisah,atau kelemahan yang
di sebabkan oleh dispnea.
 Ortopnea yaitu ketidakmampuan untuk berbaring
datar karena dispnea,adalah keluhan umum lain dari
gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti
vaskuler pulmonal.perawat harus menentukan apakah ortopnea
benar – benar berhubungan dengan penyakit jantung atau
apakah peninggian kepala saat tidur adalah kebiasaan klien
belaka.sebagai contoh,bila klien menyatakan bahw ia terbiasa
me nggunakan tiga bantal saat tidur.tetapi,perawat harus
menanyakan alasan klien tidur dengan menggunakan tiga
bantal. Bila klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena
menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah di lakukan
sejak sebelum mempunyai gejala gangguan jantung, kondisi
ini tidak tepat di anggap sebagai ortopnea.
 Dispnea nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang di
kenal baik oleh klien yaitu klien biasanya terbangun di
tengah malam karena mengalami napas pendek yang hebat.
Dispnea nocturnal paroksismal di perkirakan di sebabkan oleh
perpindahan cairan dari jaringan ke dalam kompartemen
intravaskuler sebagai akibat dari posisi telentang. Pada siang
hari, saat klien melakukan aktivitas, tekanan hidrostatisk vena
meningkat, khususnya pada bagian bawah tubuh karena adanya
gravitasi, peningkatan volume cairan dan peningkatan tonus
sismpatetik. Denganpeningkatan tekanan hidrostatik ini sejumlah
cairan keluar masuk ke area jaringan secara normal. Namun
dengan posisi telentang. Tekanan pada kapiler– kapiler
dependen menurun dan cairan di serap kembalike dalam
sirkulasi. Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan
memberikan sejulmlah tambahan drah yang di alirkan ke
jantung untuk di pompa tiap menit (peningkatan beban
awal) dan memberikan beban tambahan pada dasar
vaskuler pulmonal yang telah mengalami kongesti. Mengingat
bahwa DNP terjadi bukan hanya pada malam hari tetapi dapat
terjadi kapan saja. Klien harus di berikan tirah baring selama
perawatan akut di rumah sakit
 Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler
pulmonal yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat
merupakan gejala dominan batuk ini dapat produktif tetapi
biasanya kering dan batuk pendek. Gejala ini di hubungkan
dengan kongesti mukosa bronchial dan berhubungan dengan
peningkatan produksi mucus.
 Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling
bervariasi di hubungkan dengan kongesti vaskuler pulmonal.
Edema pulmonal akut ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal
melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di
dalam saluran vaskuler (kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan
ini, akan terjadi transduksi cairan ke dalam alveoli. Namun
sebaliknya tekanan ini akan menurunkan tersedianya area untuk
transport normal oksigen dan karbon dioksida dari darah dalam
kapiler pulmonal.
 Edema pulmonal akut dicirikan oleh dyspnea hebat, batuk,
ortopnea, ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi
pernapasan dan sangat sering nyeri dada dan sputum
berwarna merah muda, berbusa yang keluar dari mulut. Ini
memerlukan kedaruratan medis dan harus di tangani dengan
cepat dan tepat.
c. Circulation
Keadaan sirkulasi: tingkat kesadaran, perdarahan (internal/eksternal),
kapilari refill, nadi radial/carotis, akral perifer.
1) B2 ( Blood )
 Inspeksi: Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan
kelemahan fisik dan adanya edema ekstremitas
 Palpasi: Denyut nadi periver melemah. Thrill biasanya di
temukan.
 Auskultasi: Tekanan darah biasanya menurun akibat
penurunan volume sekuncup. bunyi jantung tambahan akibat
kelainan katup biasanya di temukan apabila penyebab gagal
jantung adalah kelainan katup.
 Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang
menunjukkan adanya hipertrofi ( kardiomegali )
2) Penuranan curah jantung
Selain gejala – gejala yang di akibatkan gagal ventrikel kiri dan
kongesti vaskuler pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga di
hubungkan dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan
dengan penurunan curah jantung. klien dapat mengeluh lemah,
mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan berkonsentrasi, defisit memori,
atau penurunan toleransi latihan. Gejala ini mungkin timbul pada
tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama
klien. Namun, gejala ini tidak spesifik dan sering di anggap sebagai
depresi, neurosis, atau keluhan fungsional. Oleh karena itu, kondisi
ini secara potensial merupakan indicator penting
penyimpangan fungsi pompa yang sering tidak di perhatikan dank
lien juga di beri keyakinan yang tidak tepat atau di beri tranquilizer
atau sediaan yang dapat meningkatkan suasana hati ( mood ).
Sebaiknya di ingat, adanya gejala tidak spesifik dari curah jantung
yang rendah memerlukan pengkajian yang lebih lanjut dan tepat
terhadap jantung dan pemeiksaan psikologis klien yang
akan memberikan informasi untuk menentukan penatalaksanaan
yang tepat
3) Bunyi jantung dan crackle
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang
dapat di kenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung
ke tiga dankeempat (S3,S4 ) dan crackles pada paru – paru . s4
atau gallop atrium,di hubungkan dengan dan mengikuti kontraksi
atrium dan terdengar paling baik dengan bell stet oskop yang di
tempelkan dengan tepat pada apeks jantung. Klien di minta untuk
berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan bunyi. Bunyi
S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung pertama (S1) dan tidak
selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongesti,tetapi dapat
menunjukan adanya penurunan komplians (peningkatan kekakuan)
miokardium. Hal ini mungkin merupakan indikasi awal (premonitori)
menuju kegagalan. Bunyi S4 umumnya di temukan pada klien
dengan infark miokardium akut dan mumgkin tidak mempunyai
proknosis bermakna tetapi mungkin menunjukkan kegagalan yang
baru terjadi S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari
gagal ventrikel kiri dan pada orang dewasa hamper tidak pernah
di temukankecuali jika ada penyakit jantung si gnifikan. Kebanyakan
dokter akan setuju bahwa tindakan intervensi terhadap gagal
kongestif di indikasikan dengan adanya tanda ini. S3 terdengar
pada awal diastolik setelah bunyi jantung ke dua (S2) dan
berkaitan dengan periode pengisian ventrikel pasif yang cepat.
Suara ini juga terkenal paling baik dengan bell stetoskop yang di
letakkan tepat di apeks akan lebih baik dengan posisi klien
berbaring miring kiri, dan pada akhir ekspirasi.
Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada
dasar posterior paru dan sering di kenali sebagai bukti gagal
ventrikel kiri dan memang demikian sesungguhnya. Sebelum
crackles di tetakan sebagai kegagalan pompa jantung klien harus
di instruksikan untuk batuk dalam yang bertujuan membuka
alveoli basilaris yang mungkin mengalami kompresi karena
berada di bawah diafragma. Crackles yang tidak
menghilang setelah batuk (pasca – batuk rejan) perlu di evaluasi
sedangkan yang hilang setelah batuk mungkin secara klinis
tidak penting. Perawat harus segera memberikan perhatian pada
klien yang mungkin mempunyai bukti bahwa gagal ventrikel kiri
terjadi atau adanya S3 pada apeks dan belum mempunyai area
paru yang cukup bersih. Jangan menunggu memberikan terapi
bila tidak di temukan bunyi crackles pada paru – paru.
4) Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung
terhadap stress, sinus takikardia mungkin di curigai dan sering di
temukan pada pemeriksaan klien dengan k egagalan pompa
jantung. Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa
meliputi kontraksi atrium prematur, takikardia atrium paroksismal dan
denyut ventrikel prematu. Kapanpun abnormalitas irama terdeteksi
seseorang harus berupaya untuk menemukan mekanisme dasar
patofisiologisnya. Kemudian terapi dapat di rencanakan dan di
berikan dengan tepat.
5) Ditensi vena jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap
kegagalan ventrikel kiri, akan terjadi di latasi dari ruang ventrikel,
peningkatan volume dan tekanan pada diastolik akhir ventrikel
kanan,tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut
pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan di
teruskan ke hulu vena kava dan dapat di ketahui dengan
peningkatan pada tekanan vena jugularis. Seseorang dapat
mengevaluasi peningkatan vena jugularis dengan melihat pada
vena – vena di leher dan memerhatikan ketinggian kolom
darah. Klien di instruksikan untuk berbaring di tempat tidur dan
kepala tempat tidur dan kepala di tempat tidur di tinggikan antara
30-60 derajat, kolom darah di vena – vena jugularis eksternal
akan meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di
atas batas klavikula. Namun, pada klien dengan gagal ventrikel
kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar antara 1-2 cm.
6) Kulit dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel
kiri menimbulkan tanda–tanda yang menunjukkan berkurangnya
perfusi ke organ–organ. Karena darah di alihkan dari organ-organ
nonvital ke organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk
mempertahankan perfusinya, maka manifestasi paling awal dari
gagal ke depan yang lebih lanjut adalah berkurangnya perfusi
organ – organ seperti kulit dan otot – otot rangka. Kulit tampak
pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer mengalami
vasokontriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat.
Sehingga akan terjadi sianosis.
7) Perubahan nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan
denyut yang cepat dan lemah
 Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan
respons terhadap perangsangan saraf simpatik.
 Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan
adanya vasokontriksi perifer akan mengurangi tekanan nadi
(perbedaan antara tekanan sis tolik dan diastolik) dan
menghasilkan denyut yang lemah atau thread pulse.
 Hipotensi sistolik di temukan pada gagal jantung yang lebih
berat.
 Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat dapat
timbul pulsus altenans atau gangguan pulsasi, suatu
perubahan dari kekuatan denyt arteri. Pulsus alternans
menunjukkan gangguan fungus mekanis yang berat
dengan berulangnya variasi denyut ke denyut pada volume
sekuncup.
d. Disability
Pemeriksaan Neurologis: GCS, reflex fisiologis, reflex patologis,
kekuatan otot.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress,
sikap dan tingkah laku pasien
b. Tanda-tanda vital:
1) Tekanan darah
Nilai rata-rata sistolik: 110-140 mmhg
Nilai rata-rata diastolic: 80-90 mmhg
2) Nadi
Nilai normalnya: frekuensi 60-100x/menit (bradikardi/takikardi)
3) Pernapasan
Nilai normalnya: frekuensi 16-20x/menit
4) Suhu badan
Metabolisme menurun, suhu menurun
c. Head to toe examination
1) Kepala: bentuk, kesimetrisan
2) Mata: konjungtiva anemis, ikterik/tidak
3) Mulut: apakah ada tanda infeksi
4) Telinga: kotor/tidak, ada serumen/tidak, kesimetrisan
5) Muka: ekspresi, pucat
6) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid/limfe
7) Dada: Gerakan dada, deformitas
8) Abdomen: terdapat ascites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
9) Ekstremitas: lengan tangan; reflek, warna dan tekstur kulit, edema,
clubbing, bandingkan arteri radialis kiri dan kanan
10)Pemeriksaan khusus jantung:
a) Inspeksi: vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis
(normal: ICS ke 5)
b) Palpasi: PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau hipertrofi
ventrikel
c) Perkusi: batas jantung normal pada orang dewasa
Kanan atas: SIC II Linea para sternalis dextra
Kanan bawah: SIC IV Linea para sternalis dextra
Kiri atas: SIC II Linea para sternalis sinistra
Kiri bawah: SIC IV Linea medio clavicularis sinistra
d) Auskultasi: bunyi jantung I dan II
BJ I: terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventricular
yang terjadi pada saat kontraksi simetris dari bilik pada
permulaan systole
BJ II: terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan arteri
pulmonalis pada dinding toraks, ini terjadi kira-kira pada
permulaan diastole. (BJ II normal selalu lebih lemah dari pada BJ
I)

B. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler-alveoli d/d
dyspnea, sianosis (D.0003)
2) Pola nafas tak efektif b/d hambatan upaya nafas d/d dyspnea, ortopnea,
penggunaan otot bantu pernafasan (D.0005)
3) Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas, perubahan
preload/afterload d/d bradikardia/takikardia, ortopnea, bunyi jantung s3
(D.0008).
4) Nyeri akut b/d agen pencidera fisiologis d/d mengeluh nyeri, tampak
meringis (D.0077)
5) Hipervolemia b/d gangguan aliran balik vena d/d edema anasarka dan
edema perifer, oliguria (D.0022)
6) Perfusi perifer tak efektif b/d penurunan aliran arteri/vena d/d warna kulit
pucat, pengisian kapiler >3 detik (D.0009).
7) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen d/d merasa lemah, dyspnea saat/setelah
beraktivitas, mengeluh lelah (D.0056).
8) Ansietas b/d kurang terpapar informasi d/d merasa khawatir dengan
kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, frekuensi nadi meningkat,
frekuensi nafas meningkat, tekanan darah meningkat (D.0080)
9) Resiko gangguan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi,
kekurangan/kelebihan volume cairan d/d nyeri, perdarahan, kemerahan,
hematoma, kerusakan jaringan/lapisan kulit (D.0139)

C. Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
gas b/d perubahan tindakan keperawatan (I.01014)
membrane kapiler- diharapkan pertukaran Observasi
alveoli d/d dyspnea, gas meningkat dengan 1. Monitor frekuensi,
siaonosi (D.0003) kriteria hasil (L.01003: kedalaman irama
1. Dyspnea menurun dan upaya nafas.
2. Bunyi nafas 2. Monitor pola nafas
tambahan menurun 3. Monitor kemampuan
3. Pola nafas batuk efektif
membaik 4. Monitor nilai AGD
4. PCO2 dan O2 5. Monitor saturasi
membaik oksigen
6. Auskultasi bunyi
nafas
7. Monitor adanya
produksi sputum
8. Monitor adanya
sumbatan jalan
nafas
Terapeutik
1. Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
Pola nafas tak efektif b/d Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
hambatan upaya nafas tindakan keperawatan (I.01011)
d/d dyspnea, ortopnea, diharapkan pola nafas Observasi
penggunaan otot bantu membaik dengan 1. Monitor pola nafas
pernafasan (D.0005) kriteria hasil (frekuensi,
(L.01004) : kedalaman, usaha
1. Frekuensi nafas nafas)
dalam rentang 2. Monitor bunyi nafas
normal. tambahan (gargling,
2. Tidak ada mengi, wheezing,
penggunaan otot ronkhi)
bantu pernafasan. 3. Monitor sputum
3. Pasien tidak (jumlah, aroma,
menunjukkan tanda warna)
dyspnea. Terapeutik
1. Posisikan semi
fowler/fowler
2. Berikan minum
hangat
3. Lakukan fisioterapi
dada, bila perlu
4. Berikan oksigen, bila
perlu
Edukasi
1. Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan curah
jantung b/d perubahan tindakan keperawatan jantung (I.02075)
kontraktilitas, perubahan diharapkan curah 1. Identifikasi tanda
preload/afterload d/d jantung meningkat dan gejala primer
bradikardia/takikardia, (L.02008) dengan penurunan curah
ortopnea, bunyi jantung kriteria hasil : jantung
s3 (D.0008) 1. Tanda vital dalam 2. Identifikasi tanda
rentang normal dan gejala sekunder
2. Kekuatan nadi penurunan curah
perifer meningkat jantung
3. Tidak ada edema 3. Monitor intake dan
output cairan
4. Monitor keluhan
nyeri dada
5. Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stress,
jika perlu
6. Anjurkan beraktifitas
fisik sesuai toleransi
7. Anjurkan beraktifitas
fisik secara bertahap
8. Kolaborasi
pemberian
antiaritmia, jika perlu
Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri
pencidera fisiologis d/d tindakan keperawatan (I.08238)
mengeluh nyeri, tampak diharapkan tingkat 1. Identifikasi lokasi,
meringis (D.0077) nyeri menurun karakteristik nyeri,
(L.08066) dengan durasi, frekuensi,
kriteria hasil : intensitas nyeri.
1. Pasien mengatakan 2. Identifiasi skala
nyeri berkurang dari nyeri.
skala 7 menjadi 2 3. Identifikasi faktor
2. Pasien yang memperberat
menunjukkan dan memperingan
eskpresi wajah nyeri
tenang 4. Berikan terapi non
3. Pasien dapat farmakologis untuk
beristirahat dengan mengurangi nyeri
nayaman 5. Control lingkungan
yang memperberat
ras nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
6. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
7. Ajarkan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
8. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
Hipervolemia b/d Setelah dilakukan Manajemen
gangguan aliran balik tindakan keperawatan hypervolemia (I.03114)
vena d/d edema diharapkan 1. Periksa tanda dan
anasarka dan edema keseimbangan cairan gejala hypervolemia
perifer, oliguria (D.0022) meningkat (L.03020) (mis: ortopnea,
dengan kriteria hasil : edema, JVP
1. Terbebas dari meningkat, suara
edema nafas tambahan)
2. Haluaran urin 2. Monitot intake dan
meningkat output cairan
3. Mampu mengontrol 3. Monitor efek
asupan cairan samping diuretic
(hipotensi ortostatik,
hypokalemia,
hiponatremia,
hypovolemia)
4. Batsi asupan cairan
dan garam
5. Anjurkan melapor
haluaran urin
Perfusi perifer tak efektif Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi
b/d penurunan aliran tindakan keperawatan (I.02079)
arteri/vena d/d warna diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi
kulit pucat, pengisian perifer meningkat perifer (nadi perifer,
kapiler >3 detik (D.0009) (L.02011) dengan edema, pengisian
kriteria hasil : kapiler, warna, suhu)
1. Nadi perifer teraba 2. Identifikasi faktor
kuat resiko gangguan
2. Akral teraba hangat sirkulasi
3. Warna kulit tidak 3. Lakukan hidrasi
pucat 4. Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah, antikoagulan
dan penurun
kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum
obat pengontrol
tekanan darah
secara teratur
6. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan
Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan Manajemen energy
ketidakseimbangan tindakan keperawatan (I.050178)
antara suplai dengan diharapkan toleransi 1. Monitor kelelahan
kebutuhan oksigen d/d aktifitas meningkat fisik dan emosional
merasa lemah, dyspnea (L.05047) dengan 2. Monitor pola dan jam
saat/setelah beraktivitas, kriteria hasil : tidur
mengeluh lelah (D.0056) 1. Kemampuan 3. Berikan aktifitas
melakukan aktifitas distraksi yang
sehari-hari menenangkan
meningkat 4. Anjurkan tirah baring
2. Pasien mampu 5. Anjurkan melakukan
berpindah dengan aktifitas secara
atau tanpa bantuan bertahap
3. Pasien mengatakan 6. Kolaborasi dengan
dyspnea saat ahli gizi tentang cara
dan/atau setelah meningkatkan
aktifitas menurun asupan makanan
Ansietas b/d kurang Setelah dilakukan Terapi reduksi (I.09314)
terpapar informasi d/d tindakan keperawatan 1. Identifikasi saat
merasa khawatir dengan diharapkan tingkat tingkat ansietas
kondisi yang dihadapi, ansietas menurun berubah
tampak gelisah, (L.09093) dengan 2. Pahami situasi yang
frekuensi nadi kriteria hasil : membuat ansietas
meningkat, frekuensi 1. Pasien mengatakan 3. Dengarkan dengan
nafas meningkat, telah memahami penuh perhatian
tekanan darah penyakitnya 4. Gunakan
meningkat (D.0080) 2. Pasien tampak pendekatan yang
tenang tenang dan
3. Pasien dapat meyakinkan
beristirahat dengan 5. Informasikan secara
nyaman factual mengenai
diagnosis,
pengobatan dan
prognosis
6. Anjurkan keluarga
untuk tetap
menemani pasien,
jika perlu
7. Anjurkan
mengungkapkan
perasaaan dan
persepsi
Resiko gangguan Setelah dilakukan Edukasi edema
integritas kulit b/d tindakan keperawatan (I.12370)
perubahan sirkulasi, diharapkan integritas 1. Identifikasi
kekurangan/kelebihan kulit dan jaringan kemampuan pasien
volume cairan d/d nyeri, meningkat (L.14125) dan keluarga
perdarahan, kemerahan, dengan kriteria hasil : menerima informasi
hematoma, kerusakan 1. Resiko kerusakan 2. Persiapkan materi
jaringan/lapisan kulit jaringan integritas dan media edukasi
(D.0139) kulit menurun 3. Berikan kesempatan
2. Tidak ada tanda pasien dan keluarga
kemerahan bertanya
3. Tidak ada keluhan 4. Jelaskan tentang
nyeri pada daerah definisi, tanda dan
edema gejala edema
5. Jelaskan cara
penanganan dan
pencegahan edema
6. Instruksikan pasien
dan keluarga untuk
menjelaskan kembali
definisi, penyebab,
gejala dan tanda,
penanganan dan
pencegahan edema

DAFTAR PUSTAKA

Kasron. (2012). Kelainan dan Penyakit Jantung dan Pencegahan Serta


Pengobatannya. Yogyakarta: Nuha Medika
Smeltzer, S.C., Bare, B. G., (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:
EGC.
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
2. Jakarta EGC
Udjianti, Wajan. Juni. (2014). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba
Medika.
Aspiani, RY. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan
Kardiovaskuler: aplikasi nic&noc. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Potrebbero piacerti anche