Sei sulla pagina 1di 9

UPAYA GURU PAI UNTUK MENANGANI DEKADENSI MORAL SISWA DALAM

PERGAULAN DI MTs MA’ARIF NU TUBAN

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH

M. SIRAJUDDIN
NIM. 12201193356

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
OKTOBER 2021
UPAYA GURU PAI UNTUK MENANGANI DEKANDENSI MORAL SISWA
DALAM PERGAULAN DI MTs MA’ARIF NU TUBAN

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Kepada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas


Tarbiyah dan Ilmu keguruan Universitas Islam Negeri Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung Guna Menyusun Skripsi

OLEH

M. SIRAJUDDIN
NIM. 12201193356

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
OKTOBER 2021
A. Konteks Penelitian
Moral berasal dari kata Latin Mores, yang berarti tata cara, kebiasaan, dan adat.1 Moral
adalah ajaran tentang baik dan buruk suatu perbuatan,dan kelakuan. Akhlak, kewajiban, dan
sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari.
Moral berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membedakan perbuatan benar dan
salah.2Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Perilaku
moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Perilaku moral
dikendalikan konsep-konsep moral peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi
anggota suatu budaya dan yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari seluruh
anggota kelompok.3 Suatu komunitas moral bisa dipahami hanya sebagai umat yang berada di
bawah perintah Illahi, yakni suatu umat Allah, dan komunitas ini sesungguhnya berada di
bawah hukum-hukum kebajikan.4 Ada suatu aspek umum yang terdapat pada semua perilaku
yang biasa kita sebut perilaku moral. Semua perilaku semacam itu selalu sesuai dengan kaidah-
kaidah yang sudah ada. Bertindak secara moral berarti menaati suatu norma, yang menetapkan
perilaku apa yang harus diambil pada suatu saat tertentu, bahkan sebelum kita dituntut untuk
bertindak. Ruang lingkup moralitas adalah ruang lingkup kewajiban. Dan kewajiban adalah
perilaku yang telah ditetapkan lebih dahulu. 5 Konsep-konsep moralitas banyak terdapat dalam
kehidupan keagaamaan. Karena kita adalah umat banyak terdapat dalam kehidupan keagamaan.
Karena kita adalah umat beragam, maka kita tidak bisa meninggalkan konsep-konsep, aturan-
aturan, ataupun kaidah-kaidah agama dalam kehidupan kita masig-masing.6
Bagi remaja akhir yang agresif, moral dan etis dipakai sebagai dasar atau pokok dalam
menilai tatanan yang tidak memuaskan berupa kritik atau kecaman karena bertentangan dengan
norma dan etik yang ideal. 7 Suatu ironi yang aneh: bergenerasi-generasi yang lalu, kaum remaja
harus berjuang dengan pembatasan-pembatasan moral yang berat yang dipaksakan oleh
keluarga-keluarga mereka dan tentu juga dipaksakan oleh orang-orang yang datang dari luar

1
Elizabeth B.Hurlock, Perkembangan Anak, terj. Meitosari Tjandrasa (Jakarta: erlangga, 1999), hal. 74
2 Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik) (Bandung : Pustaka Setia, 1006), hal.
120
3
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan…., hal. 74.
4
S.P. Lili Tjahjadi, Hukum Moral, Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan Imperatif Kategoris (Jakarta: Gunung
Muia, 1991),hal. 59.
5
Durkheim, Pendidikan Moral : Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosisologi Pendidikan, terj. Lukas Ginting
(Jakarta : Erlangga, 1961), hal. 17
6
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan (Jakarta : Gunung Mulia, 1999),hal. 55.
7
Sri Rumini dan Siti Sundari, Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hal. 76
rumah. Zaman sekarang banyak kaum remaja memiliki orang tua yang lebih berminat pada
psikologi daripada penyelidikan moral dan masyarakat sekuler itu sangat relativistis dalam
pandangan moralnya.8
Cara-cara kekerasan dalam mendisiplinkan anak atau menunjukkan kekuasaan dan
kekuatan orang tua hanya akan mengembangkan moralitas eksternal yang membuat anak
sekedar takut pada hukuman orang tua. Sehingga ketika telah berada di luar rumah yang jauh
dari pengawasan orang tua, anak akan berbuat semaunya, seperti pacaran dengan teman lawan
jenisnya, berkata-kata kotor, dan lain sebagainya, serta inilah realitas moral yang buruk. 9
Realitas di atas adalah masalah yang penting untuk diteliti, karena bagaimanapun juga
kemajuan suatu bangsa dan negara sangat tergantung kepada generasi mudahnya. Apabila
moral generasi mudanya buruk, tentu akan buruk pula yang akan terjadi di masa mendatang.
Untuk itu penelitian ini mencoba mencari jawaban tentang usaha-usaha apakah yang dilakukan
oleh guru PAI di MTs MA’ARIF NU Tuban dalam rangka meningkatan moralitas siswa-
siswinya.
Dari hasil wawancara dengan guru PAI di MTs MA’ARIF NU Tuban telah diperoleh
informasi bahwa guru PAI khususnya mata pelajaran akidah akhlaq mengajari dan memberi
bimbingan perilaku bermoral kepada siswa selama pembelajaran di dalam kelas,
memperlakukan siswanya secara adil selama pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas,
sholat Dhuha bersama untuk yang mendapat jam pelajaran Akidah Akhlaq pagi (jam pertama)
dan sholah Dhuhur berjama’ah untuk yang mendapat jam pelajaran Akidah Akhlaq terakhir di
Musholla MTs MA’ARIF NU Tuban
Berangkat dari latar belakang masalah seperti yang diuraikan di atas, maka judul
penelitian ini adalah “UPAYA GURU PAI UNTUK MENANGANI DEKADENSI MORAL
SISWA DALAM PERGAULAN DI MTs MA’ARIF NU TUBAN”.

B. Fokus Masalah
1. Apakah pengertian dekadensi moral siswa?
2. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya dekadensi moral siswa dalam pergaulan di
MTs MA’ARIF NU Tuban?

8 Robert Cales, Menumbuhkan Kecerdasan Moral pada Anak, terj. T. Hermaya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2000), 167.
9 Abdul Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak (Bandung: Mizan Pustaka, 2005), hal. 109
3. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan guru PAI untuk menanggulangi kemerosotan
moral siswa dalam pergaulan di MTs MA’ARIF NU Tuban?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pengertian dekadensi moral siswa
2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya
dekadensi moral siswa dalam pergaulan di MTs MA’ARIF NU Tuban.
3. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan guru PAI
untuk menanggulangi dekadensi moral siswa dalam pergaulan di MTs MA’ARIF
NU Tuban.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis
Dari hasil penelitian ini akan ditemukan pola guru PAI dalam menanggulangi
dekadensi moral siswa dalam pergaulan di MTs MA’ARIF NU Tuban.
2. Secara praktis
a. Bagi perpustakaan UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
Hasil penelitian ini bagi perpustakaan UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
untuk menambah literatur di bidang pendidikan terutama yang berkaitan dengan
dekadensi moral siswa dalam pergaulan SMP/MTs/ sederajat.
b. Pendidik, akan lebih memberikan banyak kesempatan untuk menyerahkan anak-
anak didik mereka pada moralitas dalam pergaulan yang baik.
c. Peserta didik, akan lebih berhati-hati dalam memilih pergaulan serta menjunjung
tinggi moral yang baik.
d. Bagi penulis
Bagi penulis agar dapat memperoleh informasi dan wawasan yang lebih mendalam
tentang pentingnya menangani dekadensi moral dalam pergaulan di
SMP/MTs/sederajat.

E. Kerangka Teori
1. Pengertian dekadensi
Dekadensi terdiri dari dua kata, yaitu dekadensi dan moral. Dekadensi berasal dari
bahasa Inggris descend yang artinya penurunan, dan dalam bahasa Indonesia dekadensi artinya
kemunduran, kemerosotan kebudayaan, kesenian dan sebagainya. Sedangkan moral itu sendiri
seperti yang telah disebutkan di latar belakang masalah, yaitu ajaran tentang baik dan buruk
suatu perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya.10 Jadi, dapat disimpulkan
pengertian dekadensi moral sebagai suatu kemerosotan tata cara/kebiasaan dalam perbuatan,
kelakukan, akhlak dan sebagainya dalam kehidupan sehari-hari. Banyak faktor yang menjadi
penyebab terjadinya dekadensi moral siswa.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa perkembangan anak pada masa ini sangat
labil karena masa ini merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak untuk mulai memasuki
dunia dewasa. Di mana setiap peralihan pasti menimbulkan gejolak. 11 Sebuah lingkungan
dimana bermacam kejahatan terjadi. Akan menyebabkan si anak meniru perbuatan-perbuatan
itu, walaupun kadang-kadang tidak disadarinya. Tidak jarang seorang remaja yang alim
berubah menjadi berandalan karena pergaulannya dengan ramaja berandalan lainnya.12 Dan
tantangan moral yang cukup berat bagi guru khususnya guru PAI atas semua realita dekandesi
moral siswa dewasa ini. Guru sebenarnya adalah tokoh ideal, pembawa norma dan nilai-nilai
kehidupan masyarakat dan sekaligus pembawa cahaya terang bagi anak didik dalam kehidupan
ilmu pengetahuan.13
Guru bukan hanya menerima amanat dari orang tua untuk mendidik, tapi juga dari setiap orang
yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya. Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung
jawab atas amanat yang diserhkan kepadanya.
Allah SWT menjelaskan :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pelajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. An-Nisa’ : 58).

Ada sekelompok masyarakat yang menganggap pekerjaan mendidik atau jabatan sebagai
guru adalah yang rendah jika dibandingkan dengan pekerjaan lain. Ini disebabkan karena
pandangan masyarakat bersifat materialistik yang mempertuhankan harta benda. Tapi kalau
dilihat secara mendalam bahwa pekerjaan sebagai guru adalah suatu pekerjaan yang luhur dan

10
Enung Fatimah, Psikologi …., hal. 120
11 Endang Poerwanti dan Nurwidodo, Perkembangan Peserta Didik (Malang: UMM Press, 2002), hal .45.
12
Kartini Kartono, Bimbingan bagi Anak dan Remaja yang bermasalah (Jakarta : Rajawali: Press, 1991),
hal. 117.
13
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), hal. 119
mulia, baik ditinjau dari sudut masyarakat, negara dan dari sudut keagamaan.14 Keutamaan dan
tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri, naja sudah
pasti agama Islam memuliakan seorang pendidik. Guru hendaklah berusaha menjalankan tugas
kewajiban sebaik-baiknya sehingga dengan demikian masyarakat menginsafi sunguh-sungguh
betapa berat dan mulianya pekerjaan guru. Tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi juga
mendidik. Maka, untuk melakukan tugas sebagai guru, tidak sembarang orang dapat
menjalankannya. Sebagai guru yang baik harus memenuhi syarat-syarat yang di dalam undang-
undang no. 12 tahun 1954 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk
seluruh Indonesia, pada pasal 15 dinyatakan tentang guru yang dapat disimpulkan bahwa
syarat-syarat untuk menjadi guru antara lain : berijazah, sehat jasmani dan rohani, takwa
kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.15 Untuk
menjadi seorang pendidik yang baik haruslah memiliki ijazah yang diperlukan. Itulah bukti
bahwa yang bersangkutan telah mempunyai wewenang, telah dipercayai oleh negara dan
masyarakat untuk menjalankan tugasnya sebagai guru. Kesehatan merupakan syarat utama
bagi guru, sebagai orang yang setiap hari bekerja dan bergaul dengan dan diantara anak-anak.
Selain tugasnya sebagai guru di sekolah, guru pun merupakan anggota masyarakat, yang
mempunyai tugas-tugas dan kewajiban lain, sehingga tidak boleh pula dilupakan tanggung
jawabnya. Untuk menanamkan jiwa nasional itu memerlukan orang-orang yang
berjiwanasional sehingga guru harus berjiwa nasional merupakan syarat yang penting untuk
mendidik anak-anak sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah digariskan
oleh MPR.16 Sikap dan sifat-sifat guru yang baik antara lain adil, percaya dan suka kepada
murid-muridnya, sabar dan rela berkorban, memiliki perbawa (gezag) terhadap anak-anak,
penggembira, bersikap baik terhadap guru lainnya, bersikap baik terhadap masyarakat, benar-
benar menguasai mata pelajarannya, suka kepada mata pelajaran yang diberikannya dan
berpengetahuan luas.17
Secara konseptual, guru yang diharapkan adala sosok guru yang ideal yang diterima oleh
setiap pihak yang terkait. Dari sudut pandang siswa, guru ideal adalah guru yang memiliki
penampilan sedemikian rupa sebagai sumber motivasi belajar yang menyenangkan. Pada
umumnya siswa mengidamkan gurunya memiliki sifat-sifat yang ideal sebagai sumber
keteladanan, bersikap ramah dan penuh kasih sayang, penyabar, menguasai materi ajar, mampu

14
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kolam Mulia, 2002), hal. 60-61.
15 M.Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan: Teoritis Praktis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hal. 135.
16
Ibid, hal.140-142
17
Djam’an Satori, dkk. Profesi Keguruan 9Jakarta : Universitas Terbuka, 2007),hal. 2.2.
mengajar dengan suasana menyenangkan. Dari sudut pandang orang tua murid, guru yang
diharapkan adalah guru yang dapat menjadi mitra pendidik bagi anak-anak yang dititipkan
untuk dididik. Orang tua sangat mengharapkan agar guru itu menjadi orang tua di sekolah
sehingga dapat melengkapi, menambah, memperbaiki pola-pola pendidikan dalam keluarga.
Dari sudut padang pemerintah, menginginkan agar guru itu mampu berperan secara profesional
sebagai unsur penunjang dalam kebijakan program pemerintah terutama di bidang pendidikan.
Dari sudut pandang budaya, guru merupakan subyek yang berperan dalam pewarisan budaya
dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam pelestarian nilai-nilai budaya. Sedangkan dari
sudut pandang guru sendiri, mereka sangat mengharapkan ada pengakuan terhadap keberadaan
dirinya sebagai pribadi insan pendidikan dan diberikan peluang untuk mewujudkan otonomi
pedagogisnya secara profesional. Dalam mewujudkan otonomi pedagogisnya, guru
mengharapkan agar memperoleh kesempatan untuk mewujudkan kinerja pribadi dan
profesional melalui pemberdayaan diri secara kreatif. 18 Guru yang profesional tidak hanya
mengethui, tetapi betul-betul melaksanakan apa-apa yang menjadi tugas dan pernananya.19

2. Kompetensi Guru
Bentuk keteladanan terhadap guru erat kaitannya dengan kompetensi guru baik
sebagai pribadi dalam hal ini dikenal dengan kompetensi kepribadian maupun sebagai anggota
masyarakat yang dikenal dengan kompetensi sosial serta kompetensi profesional yang lebih
mengarah pada dunia profesi yang digelutinya. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial
merupakan kecakapan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam menjalankan profesinya
dimasyarakat baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat, kompetensi
profesional menyiratkan adanya suatu keharusan yang memiliki kompetensi agar profesi itu
berfungsi dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian guru dituntut untuk memahami lebih jauh
mengenai kompetensi profesional di bidang pendidikan.20
Kompetensi kepribadian yang perlu dimiliki guru antara lain sebagai berikut :
menembangkan kepribadian yang meliputi : bertakwa kepada Allah SWT, berperan dalam
masyarakat sebagai warga negara yang baik, dan mengembangkan sifat-sifat terpuji;
berinteraksi dan berkomunikasi, profesional, dan berinteraksi dengan masyarakat untuk untuk
penunaian misi pendidikan, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, yang meliputi : siswa

18
M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003),
hal. 82
19
Ibid.,
20
Djam’an Satori, dkk. Profesi …..,hal. 2.2.
yang berkelainan dan berbakat khusus; melaksanakan administrasi sekolah, yang meliputi :
mengenal pengadministrasian keiatan sekolah dan melaksanakan kegiatan administrasi sekolah
: melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran yang meiputi mengkaji
21
konsep dasar penelitian ilmiah dan melaksanakan penelitian sederhana. Kompetensi
profesional yang perlu dimiliki oleh guru adalah : menguasai landasan pendidikan, yang
meliputi : mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam
proses belajar mengajar; menguasai bahan pengajaran, yang meliputi menguasai bahan
pengajaran kurkulum pendidikan dasr dan menengah, dan menguasai bahan pengayaan;
menyusun program pengajaran, yang meliputi menetapkan tujuan pembelajaran, memilih dan
mengembangkan bahan pembelajaran, memilih dan mengembangkan strategi belajar
mengajar, memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai dan memilih dan
memanfaatkan sumber belajar, melaksanakan program pembelajaran, yang meliputi
menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat, mengatur ruangan belajar, mengelola interaksi
belajar mengajar, menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, yang
meliputi menilai siswa untuk kepentingan pengajaran, menilai proses belajar mengajar yang
telah dilaksanakan. 22
Adapun ruang lingkup kompetensi sosial guru menurut Ceck Wijaya sebagaimana yang
dikutip oleh Dja’an Satori, dkk antara lain : terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan
orang tua peserta didik, bersikap simpatik, dapat bekerja sama dengan Dewan
Pendidikan/Komite Sekolah; Pandai bergaul dengan kawan sekserja dan mitra pendidkan; dan
memahami dunia sekitarnya (lingkungan).23

21
Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Ponorogo: STAIN PO PRESS, 2007),
hal. 113.
22 Ibid, hal.114.
23 Djam’an Satori, dkk., Profesi……, hal. 2.17-2.19.

Potrebbero piacerti anche