Sei sulla pagina 1di 26

LAPORAN PENDAHULUAN

REUMATOID ARTHRITIS

Disusun Oleh:
Sinta Nuraeni
214120068

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang disebabkan

karena adanya peradangan atau inflamasi yang dapat menyebabkan

kerusakan sendi dan nyeri. Nyeri dapat muncul apabila adanya suatu

rangsangan yang mengenai reseptor nyeri. Penyebab arthritis rheumatoid

belum diketahui secara pasti, biasanya hanya kombinasi dari genetic,

lingkungan, hormonal, dan faktor system reproduksi. Keberhasilan

pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil positif di

berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, terutama di bidang

medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan kualitas

kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia,

akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah

cenderung lebih cepat (Zakir, 2014). Jumlah penduduk yang bertambah dan

usia harapan hidup lansia akan menimbulkan berbagai masalah antara lain

masalah kesehatan, psikologis, dan sosial ekonomi.

Permasalahan pada lansia sebagian besar adalah masalah kesehatan

akibat proses penuaan, ditambah permasalahan lain seperti masalah

keuangan, kesepian, merasa tidak berguna, dan tidak produktif. Banyaknya

permasalahan yang dihadapi lansia, maka masalah kesehatanlah yang jadi 2


peran pertama dalam kehidupan lansia seperti munculnya penyakit-penyakit

yang sering terjadi pada lansia (BKKBN, 2012). Penduduk lansia pada

umumnya banyak mengalami penurunan akibat proses alamiah yaitu proses

menua (Aging) dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun

sosial yang saling berinteraksi. Permasalahan yang berkembang memiliki

keterkaitan dengan perubahan kondisi fisik yang menyertai lansia.

Perubahan kondisi fisik pada lansia diantaranya adalah menurunnya

kemampuan muskuloskeletal kearah yang lebih buruk (Nugroho, 2010).

Penduduk lansia (usia 60 tahun keatas) di dunia tumbuh dengan sangat cepat

bahkan tercepat di bidang kelompok usia lainnya. Penduduk lansia

mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2015, jumlah penduduk

lansia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20,547,541 pada

tahun 2016 (Bureau, 2016). Penderita arthritis rheumatoid pada lansia

diseluruh dunia telah mencapai angka 355 juta jiwa, artinya 1 dari 6 lansia

didunia ini menderita reumatik. Diperkirakan angka ini terus meningkat

hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami

kelumpuhan.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20%

penduduk dunia terserang penyakit arthritis rheumatoid,dimana 5-10%

adalah merekayang berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55

tahun (WHO, 2012). Di Indonesia reumatik mencapai 23,6% hingga 31,3%.

Angka ini menunjukkan bahwa tingginya angka kejadian reumatik.

Peningkatan jumlah populasi lansia yang mengalami penyakit reumatik juga


terjadi di Jawa Timur, berdasarkan data statistik Indonesia (2016), di Jawa

Timur jumlah lansia pada 3 tahun 2015 adalah 173.606 orang, dengan status

kesehatan baik 64.818 orang, cukup baik 72.705 orang dan status kesehatan

kurang baik 36.083 orang. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo

didapatkan jumlah 10 penyakit terbesar di Kabupaten Ponorogo pada tahun

2016 yang pertama adalah penyakit reumatik (16,76%), kemudian diikuti

hipertensi (14,96%), ISPA (13,15%), Maag (12,17%), Alergi (10.73%) dan

yang terakhir adalah mata (3,38%). Di Puskesmas Kecamatan Bungkal

dalam dua bulan terakhir juga menunjukkan bahwa mayoritas lansia

mengalami penyakit reumatik yaitu berjumlah 180 orang, adapun secara

keseluruhan angka kesakitan penyakit reumatik Puskesmas se Kabupaten

Ponorogo yaitu 3.047 orang (Dinkes, 2016).

B. Tujuan

1. Mengetahui konsep peyakit rheumatoid arthtritis

2. Mengetahui konsep keperawatan keluarga

3. Mengetahui konsep asuhan keperawatan keluarga


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Reumatoid Arthtritis


1. Definisi Reumatoid Arthritis
Menurut Suarjana (2009), Rhematoid Arthritis adalah penyakit
autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitas erosif simetrik
yang terutama mengenai jaringan persendian, sering kali juga
melibatkan ogan tubuh lainnya. Pasien dengan gejala penyakit kronik
apabila tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan
persendian dan deformitas sendi yang progresif disabilitas bahkan
kematian.Rhematoid Arthritis merupakan penyakit autoimun, dimana
target dari sistem imun adalah jaringan yang melapisi sendi sehingga
mengakibatkan pembengkakan, peradangan dan kerusakan pada sendi
(The Arthritis Society, 2015).
Rhematoid Arthritis menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan
banyak mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi
dampaksosial dan ekonomi yang besar. Diagnosa dini sering
menghadapi kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan
gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan
waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang
adekuat (Febriana, 2015).
Menurut pengertian dari ketiga diatas, Rhematoid Arthritis
merupakan penyakit autoimun yang mengenai jaringan persendian,
banyak mengenasi penduduk pada usia produktif. Penyakit Rhematoid
Arthritis apabila tidak diobati dapat menyebabkan kematian. (Husna,
2017).
Dapat disimpulkan bahwa rheumathoid Arthritis merupakan
penyakit autoimun yang menyerang sendi yang mengakibatkan
pembengkakan , peradangan, dan kerusakan pada sendi.
2. Etiologi
Beberapa analisis genomik menunjukkan bahwa etiologi
rheumatoid arthritis dipengaruhi faktor regulasi imun yang menjadi
predisposisi penyakit ini, seperti seleksi sel T, presentasi antigen, atau
perubahan dalam afinitas peptida, yang secara autoreaktif memicu
respon imun adaptif. Salah satu faktor imunologi yang telah lama
diketahui adalah adanya human leukocyte antigen (HLA)-DRB1 yang
ditemukan pada pasien dengan temuan faktor rheumatoid atau ACPA
positif.
Terdapat beberapa faktor risiko yang telah diketahui berhubungan
dengan etiologi rheumatoid arthritis, seperti:
a) Genetik
Kerentanan terhadap rheumatoid arthritis berkaitan dengan
hipervariabilitas alel DRβ1, yang dikenal sebagai kerentanan
epitope. Selain itu, 70% pasien memiliki korelasi genetika pada
HLADR4 dibandingkan kelompok kontrol dengan peningkatan
risiko rheumatoid arthritis sebesar 4 hingga 5 kali lipat. Gen lain
yang terlibat dalam perjalanan penyakit ini adalah protein tyrosine
phosphatase 22 (PTPN 22) lokus TRAF1/C5, 6q23, 4q27, CD40,
dan CCL21 pada populasi Kaukasia, serta  peptidyl
arginasedeiminase (PADI-4), FCRL3, dan SLC22A4 yang
meningkatkan risiko timbulnya rheumatoid arthritis dua kali lipat
terutama pada populasi Asia.
b) Infeksi
Agen infeksius seperti virus Epstein-Barr,
sitomegalovirus, Proteus sp., dan Escherichia coliberkaitan dengan
risiko timbulnya rheumatoid arthritis secara langsung serta melalui
produknya seperti heat-shock proteins. Salah satu mekanisme yang
diduga terlibat adalah terjadinya induksi faktor rheumatoid, yang
merupakan autoantibodi berafinitas tinggi yang melawan Fc pada
imunoglobulin.Secara khusus, rheumatoid arthritis berhubungan
dengan penyakit periodontal melalui ekspresi PADI-4
oleh Porphyromonas gingivalis yang dapat memicu sitrulinisasi
protein.
c) Usia dan Jenis kelamin
Risiko rheumatoid arthritis lebih besar dua hingga tiga kali lipat
pada wanita dibandingkan pria serta ditemukan pada usia lanjut
dengan rata-rata usia awal 43 tahun. Keadaan ini berhubungan
dengan kondisi hormonal seperti titer dehidroepoandrosteron,
estradiol, dan testosteron.
d) Lingkungan
Merokok menimbulkan interaksi gen-lingkungan dengan HLA-DR
pada rheumatoid arthritis dengan faktor rheumatoid dan anti-
sitrulinasi positif (salah satunya dengan cara meningkatkan protein
sitrulin modifikasi pada paru). Paparan terhadap rokok, dan
beberapa faktor lingkungan lainnya, dapat memicu mekanisme
yang mempercepat deaminisasi arginin menjadi sitrulin pada
autoantigen yang terdapat dalam paru melalui up-
regulation aktivitas peptidylarginine–deiminase makrofag yang
diaktifkan saat apoptosis.
Pada reumatoid artritis dengan ACPA negatif, obesitas
meningkatkan risiko insiden melalui pengaruh adipokin sebagai
agen pro-inflamasi. Sebagai contoh, visfatin mengaktivasi leukosit
dan melindunginya dari apoptosis. Obesitas juga meningkatkan
kerusakan struktural sendi pada pasien dengan rheumatoid arthritis
serta menurunkan respon terapi dengan agen anti-TNF.
3. Tanda dan Gejala

Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung


pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang,
penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini
tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan
pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun.
Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada
umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh)
ataupun gejala kembali (Reeves, Roux & Lockhart, 2001).

Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan,


kehilangan energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah,
nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya
paling sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis
rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan
stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas,
eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik
untuk rheumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik
dari rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi,
berat badan menurun, anemia (Long, 1996).

Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada


persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif
mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki,
tulang belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya
akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak,
kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum. Jika ditinjau dari
stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

a) Stadium sinovitis Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada


jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti,
nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
b) Destruksi Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan
sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya
kontraksi tendon.
c) Deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan
berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada
penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika
terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut.
Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan
dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan
imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan
kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas
dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika
sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga
sendi (Smeltzer & Bare, 2002).

Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius
terjadi pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa
kaku pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut,
bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai
terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa
hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak
tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.

4. Patofisiologi dan Pathway


1. Patofisiologi
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan
sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses
fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim
tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadiedema, proliferasi
membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.
Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut
otot akan mengalami perubahan degeneratifdengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare,
2002). Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang
ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan.
Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan
selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil
individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan
sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long,
1996).

2. Pathway

Infeksi dengan kecenderungan virus

Nyeri Reaksi peradangan

< informasi tentang Sinovial menebal

Proses penyakit
Pannus Nodul Deformitas sendi
Infiltrasi ke dalam

Os. Subcondria

5. Penatalaksanaan
a. Pencegahan

Etiologi untuk penyakit RA ini belum diketahui secara pasti,


namun berdasarkan penelitan-penelitian sebelumnya, ada beberapa
hal yang dapat dilakukan untuk menekan faktor risiko:

1) Membiasakan berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk


mengurangi risiko peradangan oleh RA. Oleh penelitian Nurses
Health Study AS yang menggunakan 1.314 wanita penderita RA
didapatkan mengalami perbaikan klinis setelah rutin berjemur di
bawah sina UV-B.
2) Melakukan peregangan setiap pagi untuk memperkuat otot
sendi. Gerakan-gerakan yang dapat dilakukan antara lain,
jongkok-bangun, menarik kaki ke belekang pantat, ataupun
gerakan untuk melatih otot lainnya. Bila mungkin, aerobik juga
dapat dilakukan atau senam taichi.
3) Menjaga berat badan. Jika orang semakin gemuk, lutut akan
bekerja lebih berat untuk menyangga tubuh. Mengontrol berat
badan dengan diet makanan dan olahraga dapat mengurangi
risiko terjadinya radang pada sendi.
4) Mengonsumsi makanan kaya kalsium seperti almond, kacang
polong, jeruk, bayam, buncis, sarden, yougurt, dan susu skim.
Selain itu vitamin A,C,D,E juga sebagai antioksidan yang
mampun mencegah inflamasi akibat radikal bebas.
5) Memenuhi kebutuhan air tubuh. Cairan synovial atau cairan
pelumas pada senddi juga terdiri dari air. Dengan demikian
diharapkan mengkonsumsi air dalam jumlah yang cukup dapat
memaksimalkan sistem bantalan sendi yang melumasi antar
sendi, sehingga gesekan bisa terhindarkan. Konsumsi air yang
disarankan adalah 8 gelas setiap hari. (Candra, 2013)
6) Berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa
merokok merupakan faktor risiko terjadinya RA. Sehingga salah
satu upaya pencegahan RA yang bisa dilakukan masyarakat
ialah tidak menjadi perokok aktif maupun pasif. (Febriana,
2015)
b. Penanganan
Penatalaksaan pada RA mencakup terapi farmakologi,
rehabilitasi dan pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada
pasien dan keluarga. Tujuan pengobatan adalah menghilangkan
inflamasi, mencegah deformitas, mengembalikan fungsi sendi, dan
mencegah destruksi jaringan lebih lanjut. (Kapita Selekta, 2014)
a. NSAID (Nonsteroid Anti-Inflammatory Drug)
Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat
inflamasi. NSAID yang dapat diberikan antara lain : aspirin,
ibuprofen, naproksen, piroksikam, dikofenak, dan sebagainya.
Namun NSAID tidak melindungi kerusakan tulang rawan sendi
dari proses destruksi.
b. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)
Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari
proses destruksi oleh Rheumatoid Arthritis. Contoh obat
DMARD yaitu: hidroksiklorokuin, metotreksat, sulfasalazine,
garam emas, penisilamin, dan asatioprin. DMARD dapat
diberikan tunggal maupun kombinasi (Putra dkk,2013).
c. Kortikosteroid
Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-
7,5mg/hari sebagai “bridge” terapi untuk mengurangi keluhan
pasien sambil menunggu efek DMARDs yang baru muncul
setelah 4-16 minggu.

d. Rehabilitasi
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Caranya dapat dengan mengistirahatkan sendi yang
terlibat melalui pemakaian tongkat, pemasangan bidai, latihan,
dan sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat mulai dilakukan
fisioterapi.
e. Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang
diharapkan, maka dapat dipertimbangkan pembedahan yang
bersifat ortopedi, contohnya sinovektomi, arthrodesis, total hip
replacement, dan sebagainya. (Kapita Selekta,2014)

OBAT ONSET DOSIS KETERANGAN


Sulfasalazin 1-2 bulan 1x500mg/hari/io Digunakan sebagai
ditingkatkan lini pertama
setiap minggu
hingga
4x500mg/hari
Metotreksat 1-2 bulan Dosis awal 7,5- Diberikan pada
10 mg/ kasus lanjut dan
minggu/IV atau berat. Efek samping
peroral 12,5- : rentan infeksi,
17,5 mg/ minggu intoleransi GIT,
dalam 8-12 gangguan fungsi
minggu hati dan
hematologik
Hidroksiklorokuin 2-4 bulan 400 mg/hari Efek samping:
penurunan tajam
penglihatan, mual,
diare, anemia
hemolitik
Asatioprin 2-3 bulan 50-150 mg/hari Efek samping :
gangguan hari,
gejala GIT,
peningkatan TFH
D-penisilamin 3-6 bulan 250-750mg/hari Efek samping :
stomatitis,
proteinuria, rash
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Kimia klinik
c) urinalisis
2. Pemeriksaan Radiologi
3. LED : Umumnya meningkat pesat (80-100mm/h). Mungkin
kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat.
4. Protein C-kreaktif : Positif selama masa eksaserbasi
5. SDP : Meningkat pada waktu timbul proses imflamasi
6. JDL : Umumnya menunjukan anemia sedang
7. Ig (IgM dan IgD) : Peningkatan besar menunjukan proses
autoimun sebagai penyebab AR
8. Sinar X dari sendi yang sakit : Menunjukan pembekakan pada
jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
9. Scan radionuklida : Identifikasi peradangan sinovium
10. Artoskopi langsung : Visualisasi dari area yang menunjukan
iregularis/degenerasi tulang pada sendi.
11. Aspirasi cairan sinovial : Mungkin menunjukan volume yang
lebih besar dari normal, buram, berkabut, munvulnya warna
kuning (respon imflamasi, perdarahan, produk-produk
pembuangan degeneratif), elevasi SDF dan leukosit, penurunan
viskositas dan komplemen (C3 dab C4).
12. Biopsi membran sinovial : Menunjukan perubahan imflamasi
dan perkembangan panas.
B. Konsep Dasar Keluarga
1. Definisi
Perawatan kesehatan keluarga (Family Health Nursing) adalah
tingkat perawatan masyarakat dan ditujukan atau dipusatkan pada
keluarga sebagai unit atau satu kesatuan yang dirawat dengan sehat
sebagai tujuannya dan melalui perawatan sebagai sarananya (Salvicio
G. Bailon dan Araceli S. Maglaya, 1989 : 2)
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung
karena hubungan darah. Hubungan perkawainan atau pengangkatan dan
mereka hidup dalam satu rumah tangga berinteraksi satu sama lain di
dalam perannnya masing-masing menciptakan dan mempertahankan
suatu kebudayaan.
(Salvicion G. Bailon dan Aracelli S. Maglaya. 1989 : 2)
Keluarga resiko tinggi adalah keluarga yang rentan terhadap
kemungkinan timbulnya masalah kesehatan dan keluarga yang
mempunyai individu bermasalah (Dinkes Daerah TK I Jawa Barat,
1993 : 4)

Tugas Kesehatan Keluarga


Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga
mempunyai peran dan tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami
dan dilakukan yang meliputi:

2. Mengenal masalah kesehatan


Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh
diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak berarti dan
karena kesehatanlah seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga
habis. Orang tua perlu mengenal keadaan sehat dan perubahan-
perubahan yang dialami anggota keluarganya. Perubahan sekecil
apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung akan
menjadi perhatian dari orang tua atau pengambil keputusan dalam
keluarga (Suprajitno, 2004). Mengenal menurut Notoadmojo (2003)
diartikan sebagai pengingat sesuatu yang sudah dipelajari atau
diketahui sebelumnya. Sesuatu tersebut adalah sesuatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Dalam mengenal masalah kesehatan keluarga haruslah mampu
mengetahui tentang sakit yang dialami pasien.
3. Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
Peran ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai keputusan
untuk memutuskan tindakan yang tepat (Suprajitno, 2004). Friedman,
1998 menyatakan kontak keluarga dengan sistem akan melibatkan
lembaga kesehatan profesional ataupun praktisi lokal (Dukun) dan
sangat bergantung pada:
a. Apakah masalah dirasakan oleh keluarga ?
b. Apakah kepala keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang
dihadapi salah satu anggota keluarga ?
c. Apakah kepala keluarga takut akibat dari terapi yang dilakukan
terhadap salah satu anggota keluarganya ?
d. Apakah kepala keluarga percaya terhadap petugas kesehatan?
e. Apakah keluarga mempunyai kemampuan untuk menjangkau
fasilitas kesehatan?
4. Memberikan perawatan terhadap keluarga yang sakit
Beberapa keluarga akan membebaskan orang yang sakit dari peran
atau tangung jawabnya secara penuh, Pemberian perawatan secara fisik
merupakan beban paling berat yang dirasakan keluarga (Friedman,
1998). Suprajitno (2004) menyatakan bahwa keluarga memiliki
keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan keluarga. Dirumah
keluarga memiliki kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama.
Untuk mengetahui dapat dikaji yaitu :
a. Apakah keluarga aktif dalam ikut merawat pasien?
b. Bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang
perawatan yang diperlukan pasien ?
c. Bagaimana sikap keluarga terhadap pasien? (Aktif mencari
informasi tentang perawatan terhadap pasien)
5. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan
keluarga
1) Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki disekitar
lingkungan rumah
2) Pengetahuan tentang pentingnya sanitasi lingkungan dan
manfaatnya.
3) Kebersamaan dalam meningkatkan dan memelihara lingkungan
rumah yang menunjang kesehatan.
6. Menggunakan pelayanan kesehatan
Menurut Effendy (1998), pada keluarga tertentu bila ada anggota
keluarga yang sakit jarang dibawa ke puskesmas tapi ke mantri atau
dukun. Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam memanfaatkan
sarana kesehatan perlu dikaji tentang:
1) Pengetahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat
dijangkau keluarga
2) Keuntungan dari adanya fasilitas kesehatan
3) Kepercayaan keluarga terhadap fasilitas kesehatan yang ada
4) Apakah fasilitas kesehatan dapat terjangkau oleh keluarga.
Tenaga kesehatan dapat menjadi hambatan dalam usaha keluarga
dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. Hambatan yang dapat
muncul terutama kamunikasi (Bahasa) yang kurang dimengerti oleh
petugas kesehatan. Pengalaman yang kurang menyenangkan dari keluarga
ketika berhadapan dengan petugas kesehatan ketika berhadapan dengan
petugas kesehatan.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga


Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara
sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah keperawatan dan
keperawatan keluarga. Melaksanakan asuhan keperawatan dan
melaksanakan intervensi keperawatan terhadap keluarga sesuai dengan
rencana yang telah disusun dengan mengevaluasi melalui hasil asuhan
keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga (Nasrul Effendi, 1998 :
46).
Proses keperawatan adalah kerangka kerja dalam melaksanakan
tindakan yang diguanakan agar proes pertolongan yang diberikan kepada
keluarga menjadi sistematis (S.G balion dan Araceli Maglaya 1989 : 23 )
Dasar dari proses keperawatan adalah menggunakan cara-cara ilmiah
dalam manganalisa data sehingga mencapai kesimpulan yang logis dalam
menyelesaikan maslah secara rasional dan masuk akal.
Tahap-tahap proses keperawatan, meliputi:
1. Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan perawat
untuk mengukur keadaan klien (keluarga) dengan memakai norma-
norma kesehatan keluarga maupun sosial, yang terintegrasi dan
kesanggupan keluarga untuk mengatasinya. (Bailon dan Maglaya ;
1989 : 30)
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien,
agar dapat mengidentifikasikan mengenai masalah-masalah, kebutuhan
kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan (Nasrul Effensi, 1995 : 18).
Yang termasuk dalam tahap ini, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data dapat dikumpulkan melalui cara :
1) Wawancara :Tanya jawab berhubungan dengan hal yang perlu
diketahui, baik aspek fisik, mental, sosial, budaya, ekonomi,
kebiasaan lingkungan dan sebagainya.

2) Pengamatan: Pengamatan terhadap hal yang tidak perlu


ditanyakan, karena sudah cukup melalui pengamatan saja
diantaranya yang berkaitan dengan lingkungan fisik, misalnya
ventilasi, penerangan, kebersihan dan sebagainya.
3) Studi dokumentasi :Studi berkaitan dengan kartu keluarga dan
catatan-catatan kesehatan keluarga
4) Pemeriksaan fisik :Dilakukan terhadap anggota keluarga yang
mempunyai masalah kesehatan dan keperawatan, berkaitan
dengan keadaan fisik, misalnya : kehamilan kelainan organ
tubuh dan tanda-tanda penyakit.
Berikut data dasar yang dapat digunakan dalam mengumpulkan
data, dalam praktek keperawatan keluarga :
1) Struktur dan sifat keluarga
a) Anggota keluarga dan hubungannya dengan kepala
keluarga :
b) Data demografi
c) Tempat tinggal anggota keluarga
d) Macam struktur keluarga
e) Anggota keluarga yang menonjol dalam pengambilan
keputusan
f) Hubungan antar anggota keluarga
g) Kebiasaan sehari-hari
2) Faktor sosial, ekonomi, budaya
a) Pendapatan dan pengeluaran
b) Pendidikan setiap anggota keluarga
c) Suku dan agama
d) Peran anggota keluarga dalam keluarga dan masyarakat
3) Faktor lingkungan
a) Perumahan
b) Lokasi tempat tinggal
c) Sarana dan sanitasi lingkungan
d) Fasilitas sosial dan kesehatan
e) Fasilitas transportasi dan komunikasi
4) Riwayat kesehatan keluarga
a) Riwayat kesehatan masa lalu anggota keluarga
b) Riwayat kesehatan sekarang anggota keluarga
c) Nilai pencegahan penyakit (imunisasi dan cara hidup)
d) Sumber pelayanan kesehatan
e) Harapan keluarga terhadap petugas kesehatan
f) Pengalaman keluarga terhadap kesehatan
2. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan untuk meningkatkan dan
menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki
sehingga dapat diketahui kesenjangan atau masalah keperawatan.
(Nasrul Effendy, 1998 : 97).
Ada 3 norma yang perlu diperhatikan dalam melihat perkembangan
kesehatan keluarga, yaitu :
a. Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga
b. Keadaan rumah dan sanitasi lingkungan
c. Karakteriktis keluarga
1) Perumusan masalah
Prinsip dalam menyusun Typologi masalah kesehatan adalah
menggunakan 5 tugas kesehatan, alasan untuk memakai 5 tugas
kesehatan sebagai kerangka dari typologi adalah karena dalam
perawatan kesehatan masyarakat, perawat sebagian besar akan
mengurus masalah-masalah yang berhubungan dengan tingkah laku
manusia.

2) Tahap penjajakan satu :

a) Adanya ancaman kesehatan adalah keadaan-keadaan yang dapat


memungkinkan penyakit kecelakaan / kegagalan dalam mencapai
potensi kesehatan
b) Kurang / tidak sehat adalah kegagalan dalam memantapkan
kesehatan
c) Krisis adalah saat-saat keadaan menuntut terlampau banyak dari
individu / keluarga dalam hal penyesuain maupun dalam hal
sumber daya mereka.
3) Tahap penjajakan dua :

a) Ketidaksanggupan mengenai masalah disebabkan karena


 Ketidaktahuan tentang fakta
 Rasa takut akibat dari masalah yang diketahui
 Sifat dan falsafah hidup
b) Ketidaksanggupan mengambil keputusan mengenai tindakan
kesehatan yang tepat.
c) Ketidakmampuan merawat / menolong anggota keluarga yang sakit
dipengaruhi kesehatan dan pengembangan dimasyarakat guna
pemeliharaan kesehatan
d) Ketidakmampuan memelihara lingkungan rumah yang bisa
mempengaruhi kesehatan dan pengembangan pribadi anggota
keluarga
e) Ketidakmampuan menggunakan sumber dimasyarakat guna
pemeliharaan kesehatan.
3. Masalah Keperawatan
Setelah data dianalisa akan ditemukan beberapa masalah kesehatan
dan keperawatan keluarga, yang tidak dapat ditangani seklaligus. Maka
untuk menangani masalah ini, perawat dapat menyusun masalah yang
telah diidentifikasikan sesuai dengan prioritasnya.
Tabel 2.2.
Skala Untuk Menyusun Masalah Kesehatan Keluarga Dengan Prioritas

No Kriteria Nilai Bobot

1 Sifat masalah : - Ancaman kesehatan 2 1

- Tidak / kurang sehat 3


- Krisis
1

2 Kemungkinan masalah dapat diubah : - Mudah 2 2

- Sebagian 0
- Rendah
1

3 Potensi masalah untuk dicegah : - Mudah 3 1

- Sebagian 2
- Rendah
1

4 Menonjolnya masalah : - Masalah berat harus 2 1


segera ditangani

- Adanya masalah tapi


tidak perlu segera
ditangani 1
- Masalah tidak
0
dirasakan
Sumber : Perawatan kesehatan keluarga, S.G. Bailon dan Aracelli
Magalaya. Depkes RI, 1989 : S1
Tentukan skor untuk setiap kriteria dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan
dengan bobot:

Jumlah skor untuk semua kriteria adalah 5 sama dengan jumlah seluruh
bobot.

4. Rencana Keperawatan
a. Perencanaan
Rencana perawatan keluarga adalah kumpulan tindakan yang di
tentukan oleh perawat untuk dilaksanakan untuk memecahkan
masalah kesehatan dan masalah perawatan yang telah
diidentifikasikan (Bailon dan Maglaya, 1989 : 72)
Proses dalam pengembangan rencana perawatan keluarga
menyangkut metode pemecahan masalah. Pada umumnya metode
ini terdiri dari beberapa bagian
1) Penentuan masalah
2) Sasaran dan tujuan perawatan
3) Rencana tindakan
4) Rencana untuk mengevaluasi perawatan
5. Intervensi atau pelaksanaan
Merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan bersama keluarga untuk memecahkan masalah sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. (Bailon dan Maglaya; 1989:
75).
6. Implementasi
Merupakan realisasi rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan bersama dengan kelompok (Nasrul Effendy, 1998 : 87)
a. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan terhadap keluarga:

1) Sumber daya keluarga (keuangan)


2) Tingkat pendidikan keluarga
3) Adat istiadat yang berlaku
4) Respon dan penerimaan keluarga
5) Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga
b. Rancangan kegiatan:
1) Metode
2) Media dan alat
3) Waktu dan tempat
7. Evaluasi
Merupakan tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai / tidak
evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan. Evaluasi sebagai suatu proses
dapat diputuskan pada lain dimensi, yaitu :
1) Keberhasilan tindakan yang dikaitkan dengan tujuan
2) Untuk menambah ketepatgunaan dari tindakan perawat
3) Sebagai bukti hasil dari tindakan perawatan serta alasan mengapa
biaya pelayanan perawatan tinggi

Untuk mengembangkan dan menyempurnakan praktek keperawatan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang disebabkan
karena adanya peradangan atau inflamasi yang dapat menyebabkan
kerusakan sendi dan nyeri. Nyeri dapat muncul apabila adanya suatu
rangsangan yang mengenai reseptor nyeri. Penyebab arthritis rheumatoid
belum diketahui secara pasti, biasanya hanya kombinasi dari genetic,
lingkungan, hormonal, dan faktor system reproduksi.
Rhematoid Arthritis menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan
banyak mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi
dampaksosial dan ekonomi yang besar. Diagnosa dini sering menghadapi
kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan gambaran
karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan waktu dimana
sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat (Febriana,
2015).
Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara
sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah keperawatan dan
keperawatan keluarga. Melaksanakan asuhan keperawatan dan
melaksanakan intervensi keperawatan terhadap keluarga sesuai dengan
rencana yang telah disusun dengan mengevaluasi melalui hasil asuhan
keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga

B. Saran
Pelayanan Kesehatan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai pengetahuan terapi modalitas pada pasien rhemathoid atritis.

DAFTAR PUSTAKA

Bailon,G Maglaya (1978). Perawatan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Pusat


Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan

Chris tanto, et al., (2014), Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media
Aeskulapius.

Febriana R., (2015), Studi Penggunaan Obat Pada Pasien Rheumatoid Arthritis
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya tahun 2010, Skripsi, Fakultas Farmasi,
Universitas Airlangga, Surabaya.

Friedman, M.M, (1998). Keperawatan Keluarga Teori Dan Praktek. Edisi : 3,


Alih Bahasa: Debora R. L & Asy. Y Jakarta: EGC

Husna, Ulviani. Y. (2017). Evaluasi Terapi OAINS Dan DMARD Pada Pasien
Rheumatoid Arthritis Di Instalasi Rawat Jalan RSUP DR. Soradji
Tirtonegoro Klaten Tahun 2015 – 2016. Publikasi Ilmiah. Universitas
Muhamadiyah Surakarta.

Nasrul Effendy, (1998) Dasar-Dasar Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

The Arthritis Society, (2015), Rheumatoid Arthritis Causes Symptoms and


Treatments, Arthritis CA, pp. 4-5

Potrebbero piacerti anche