Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Dosen Pengampu :
Dr. Kamiel Roesman Bachtiar, M.si
Disusun Oleh :
NAMA : RIZKI MAULANA
NIM : 2204010027
1
1. Mahasiswa mampu menganalisa biokimia saliva yang meliputi
pengukuran pH, viskositas, buffer, reaksi reduksi gula, aktivitas enzim
amylase dan garam Ca.
2. Setelah mahasiswa melakukan analisa maka diharapkan mahasiwa mampu
menjelaskan proses biokimia yang terjadi pada saliva saat melakukan
fungsinya berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap hasil
percobaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.1 Tinjauan Pustaka
A. Viskositas Saliva
Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh
susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama
ditentukan oleh susunan bikarbonat, karena susunan bikarbonat sangat
konstan dalam saliva dan berasal dari kelenjar saliva. Derajat keasaman
saliva dalam keadaan normal antara 5,6–7,0 dengan rata-rata pH 6,7.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada pH saliva
antara lain rata-rata kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut,
dan kapasitas buffer saliva. Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk
pertumbuhan bakteri 6,5–7,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah
antara 4,5–5,5 akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti
Streptococcus mutans dan Lactobacillus (repository.usu.ac.id).
Saliva diproduksi oleh kelenjar saliva mayor dan minor. Kelenjar
saliva mayor merupakan kelenjar saliva utama yang terdiri dari kelenjar
parotid, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Kelenjar parotid
adalah kelenjar yang murni serus pada manusia dewasa, walaupun kadang-
kadang sel mukus ditemukan pada anak-anak. Kelenjar parotid bermuara
pada duktus Stensens. Kelenjar submandibular merupakan campuran, tapi
yang lebih dominan adalah serus dan bermuara pada duktus Whartoni.
Kelenjar sublingual merupakan campuran tapi yang lebih dominan adalah
mukus. Pada kelenjar ini ditemukan sedikit acini serus dan bermuara pada
duktus Bartholin. Sel serus menghasilkan saliva yang encer sehingga
viskositasnya menjadi lebih rendah sedangkan sel mukus menghasilkan
saliva yang kental sehingga viskositas lebih tinggi (repository.usu.ac.id).
Kelenjar saliva minor ditemukan di sepanjang mukosa rongga
mulut. Kelenjar lingual ditemukan bilateral dan terbagi ke dalam beberapa
kelompok. Kelenjar lingual anterior terdapat pada permukaan anterior
lidah dekat ujung lidah dan terbagi atas kelenjar mukus anterior dan
campuran pada posterior. Kelenjar lingual posterior terdapat pada
gabungan dengan lingual tonsil dan permukaan lateral lidah. Merupakan
kelenjar mukus murni. Kelenjar serus (von ebner) mengalir ke dalam
3
saluran-saluran di sekeliling papilla circumvallata. Kelenjar bukal dan
labial ditemukan pada pipi dan bibir. Unit terminal secretory mengandung
sekresi mukus dan serus. Kelenjar palatinal merupakan murni mukus dan
ditemukan pada palatum lunak dan uvula, dan di dalam regio
posterolateral dari palatum keras. Kelenjar glossopalatina merupakan
mukus murni yang berlokasi di lipatan glossopalatina
(repository.usu.ac.id).
Pada kondisi istirahat rata-rata aliran saliva berkisar 0,3 ml/menit,
nilai dibawah 0,1 ml/menit disebut hiposalivasi sedangkan nilai diantara
0,1-0,25 ml/menit rendah, dan meningkat hingga sekitar 2,5-5 ml/menit
bila ada stimulasi. Nilai normal untuk laju aliran saliva yang ditimulasi
adalah 1,0-3,0 ml/menit. Nilai dibawah 0,7 ml/menit disebut hiposalivasi
dan nilai 0,7-1,0 ml/menit dikatakan rendah. Kelenjar saliva terdiri dari
dua kelenjar sekresi utama yaitu sel serus dan sel mukus. Sel serus dan
mukus berbeda dalam struktur yang dapat dilihat secara histologi dengan
menggunakan mikroskop elektron, dan tipe dari komponen
makromolekular yang dihasilkan dan disekresikan. Umumnya sel serus
menghasilkan protein dan glikoprotein, sejumlah enzim, anti mikoba,
ikatan kalsium, dan lainnya. Produk utama dari sel mukus adalah mucin.
Walaupun mucin juga merupakan glikoprotein tetapi berbeda dari
glikoprotein sel serus dalam struktur proteinnya. Mucin menyebabkan
saliva kental sehingga viskositasnya lebih tinggi. Molekular tinggi mucin
(MG1) dan molekular rendah mucin (MG2) telah diisolasi dari
karakteristik biokimia merupakan glikpoprotein. MG1 dan MG2 adalah
mucin yang dominan di dalam saliva, memberikan perlindungan sebagai
pelumas dan anti mikroba jaringan mulut. MG1 terdapat pada acini mukus
kelenjar submandibular, sublingual, labial dan palatinal. Tempat sintesis
MG2 kontroversial di dalam acini mukus kelenjar submandibular dan
labial, dan acini serus di kelenjar submandibular, sublingual, labial, dan
palatinal (Amerongan, 1991)
Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu
cairan, kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan
4
hambatan untuk mengalir. Viskositas sangat dipengaruhi oleh suhu,
viskositas akan turun dengan naiknya suhu, konsentrasi dari suatu larutan
juga mempengaruhi viskositas, semakin tinggi konsentrasi larutan maka
viskositas semakin tinggi. Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan
berapa daya tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan.
Kebanyakan viskometer mengukur suatu kecepatan dari suatu cairan
mengalir melalui pipa gelas (gelas kapiler), bila cairan itu mengalir cepat,
maka berarti viskositas dari cairan itu rendah (misalnya air). Dan cairan itu
mengalir lambat, maka cairan itu memiliki viskositas tinggi (misalnya
madu). Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang
melalui tabung berbentuk silinder (repository.usu.ac.id).
Aksi saliva sebagai pelumas sangat penting untuk kesehatan
rongga mulut, yang memfasilitasi pergerakan lidah dan bibir selama proses
menelan dan makan, dan juga penting untuk memperjelas bicara. Peran
saliva sebagai pelumas yang melapisi mukosa dan membantu melindungi
jaringan mulut terhadap gesekan mekanis, panas dan iritasi kimia. Nilai
viskositas normal saliva manusia adalah 2,75-15,51 centipoise. Ada
sekelompok besar bahan (seperti polimer, emulsi, dan suspensi) dan
biomaterial, seperti saliva yang tidak dapat dijelaskan dengan sederhana
viskositasnya. Viskositas saliva tergantung pada laju geser dan waktu alir,
sehingga saliva dapat digolongkan sebagai fluida non-Newtonian. Cairan
non-Newton adalah salah satu di mana viskositas adalah fungsi beberapa
variabel mekanis seperti tegangan geser atau waktu alir. Cairan non-
Newton merupakan cairan yang berubah seiring waktu. Sifat-sifat saliva
manusia disebabkan oleh glikoprotein saliva, terutama mucin dengan berat
molekul yang tinggi (MG1) yang disekresikan oleh kelenjar sublingual,
submandibular, dan palatal. Perbedaan viskositas antara kelenjar
sublingual dan submandibular tidak disebabkan oleh perbedaan
konsentrasi mucin yang dihasilkan oleh masing-masing kelenjar melainkan
jenis mucin yang dihasilkan. Mucin memiliki peran multifungsi di dalam
mulut yaitu sebagai pelumas permukaan, perlindungan jaringan keras dan
5
lunak serta lingkungan eksternal, membantu dalam pengunyahan, bicara
dan menelan (Amerongan, 1991).
Pentingnya viskositas saliva pada umumnya telah menjadi subyek
dari banyak penelitian dalam odontologi. Penurunan viskositas saliva
berhubungan dengan penurunan karies gigi, walaupun sulit untuk
memeriksa laju aliran dan viskositas secara independen satu dari yang
lain.1 Hal ini sering diasumsikan bahwa viskositas saliva terkait langsung
dengan faktor-faktor seperti berat padatan kering, protein atau kandungan
mucin, glikoprotein, dan komposisi protein yang kaya prolin
(repository.usu.ac.id).
B. Buffer Saliva
Salah satu fungsi dari saliva adalah saliva berfungsi sebagai buffer.
Buffer adalah suatu sistem kimiawi yang mencegah perubahan konsentrasi
zat kimia yang lain (Dorland, 2002). Buffer saliva berfungsi untuk
mempertahankan pH didalam rongga mulut agar tetap stabil jika
ditambahkan sejumlah asam atau basa. Di dalam saliva terdapat
kandungan anorganik seperti bikarbonat yang berfungsi sebagai buffer
utama didalam saliva. Selain itu juga yang berfungsi sebagai buffer adalah
fosfat, urea, dan protein. Bikarbonat memiliki peran utama karena
membantu melindungi jaringan keras dan lunak terhadap kerusakan kimia
oleh asam yang dihasilkan oleh bakteri (repository.usu.ac.id). Faktor yang
mempengaruhi pH dan kapasitas buffer dalam saliva antara lain
(digilib.unimus.ac.id ):
1. Irama siang dan malam
Terjadi perubahan pH dan kapasitas buffer pada keadaan:
a. Setelah bangun tidur ( setelah istirahat ) akan tinggi tetapi
kemudian cepat turun.
b. Seperempat jam setelah makan ( stimulasi mekanik ) akan tinggi
tetapi setelah 30 – 60 menit turun lagi.
c. Naik sampai malam tetapi setelah itu turun.
2. Diet
6
Diet juga mempengaruhi kapasitas buffer saliva, diet yang kaya
karbohidrat akan menurunkan kapasitas buffer, sedangkan diet kaya
sayuran dan diet kaya protein menaikkan pH saliva. Diet karbohidrat
akan menaikkan metabolisme produksi asam oleh bakteri dalam mulut,
sedangkan protein sebagai sumber makanan bakteri membangkitkan
pengeluaran zat – zat basa seperti amoniak.
3. Perangsangan kecepatan sekresi
7
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai
katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi)
dalam suatu reaksi kimia organik (Smith et al, 1997). Zat-zat yang
diuraikan oleh reaksi disebut substrat, dan yang baru terbentuk dari reaksi
disebut produk. Spesifisitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya, dan
enzim mempercepat reaksi kimia spesifik tanpa pembentukan produk
samping. Enzim ini bekerja dalam cairan larutan encer, suhu, dan pH yang
sesuai dengan kondisi fisiologis biologis. Aktivitas enzim disebut juga
sebagai kinetik enzim. Kinetik enzim adalah kemampuan enzim dalam
membantu reaksi kimia.
Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang
tersebar di berbagai bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim
yang terdapat dalam saliva adalah enzim amilase. Saliva yang disekresikan
oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung
99,5% air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada
waktu mengunyah dan menelan makanan. Amilase adalah suatu enzim dari
golongan hidrolase yang mengkalatalisis peristiwa hidrolisis ikatan α-1,4-
glucosidic dalam polisakarida, secara sederhana amilase memecah ikatan
pati menjadi bentuk yang lebih sederhana disakarida maupun
monosakarida (Dorland, 2002). Amilase terutama diproduksi dalam
Parotis, tetapi juga dalam SM (± 20%). Protein ludah Parotis terdiri atas
25% amilase. Amilase dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu
(Winarno, 1986):
a. α-amilase, yang memecah pati secara acak dari tengah atau dari
bagian dalam molekul, karenanya disebut endoamilase.
b. β-amilase, yang menghidrolisis unit-unit gula dari ujung molekul pati,
karenanya disebut eksoamilase.
c. Glukoamilase, yang dapat memisahkan glukosa dari terminal gula
nonpereduksi substrat pati.
8
Bagan 1. Pengaruh enzim α-Amylase
(http://www.bem.fmipa.its.ac.id)
9
4. Konsentrasi atau jumlah enzim mempengaruhi karena konsentrasi
enzim berbanding lurus dengan efektivitas kerja enzim. Semakin
tinggi konsentrasi maka kerja enzim akan semakin baik dan cepat.
5. Suhu – Seperti juga pH. Semua enzim mempunyai kisaran suhu
optimum untuk kerjanya.
6. Produk Akhir – Reaksi enzimatis selalu melibatkan 2 hal, yaitu
substrat dan produk akhir. Dalam beberapa hal produk akhir ternyata
dapat menurunkan produktivitas kerja enzim.
10
1 pH indikator universal
Beker Glass
2
Tabung reaksi
3
4 Gelas ukur
Piring porselen
5
Bunsen
6
11
B. Bahan
No Nama Bahan Gambar
2 HCl 1 n
3 NaOH 1 n
4 Larutan K-oksalat
5 Larutan kanji 1%
12
6 Larutan Yodium
7 Larutan Benedict
8 Akuades
9 Kasa
10 Saliva
13
2.3 Cara Kerja
A. Viskositas Saliva
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Pilih satu orang untuk menjadi probandus
3. Probandus diminta untuk berkumur dengan akuades beberapa kali
4. Selanjutnya probandus diminta untuk mengunyah-ngunyah kasa dengan
tujuan untuk memacu keluarnya saliva
5. Kumpulkan ludah yang keluar dalam gelas kecil yang tersedia
6. Tuangkan ludah ke dalam gelas ukur sambil diamati viskositasnya dan
untuk menyiapkan takaran ludah untuk percobaan selanjutnya
7. Gunakan ph indikator untuk mengetahui tingkat keasaman ludah
tersebut dengan mencelupkan bagian berwarna dari ph indikator ke
dalam ludah tadi
8. Tunggu beberapa detik lalu cocokkan perubahan warnanya dengan tabel
indikator warna pH
B. Buffer Saliva
1. Ambil 5 ml ludah dan masukkan kedalam tabung reaksi yang bersih.
2. Tambahkan 2 tetes larutan asam cuka kedalam tabung.
3. Tambahkan lagi 3 tetes larutan asam cuka pada menit kedua karena
belum terjadi endapan.
4. Amati proses prepitisasi yang terjadi.
5. Tuangkan ludah yang sudah diberi larutan asam cuka kedalam tabung
reaksi yang lain.
6. Perhatikan perubahan viskositas yang ada.
14
4. Menetralkan dengan 1 tetes NaOH, kemudian ujilah untuk reaksi
reduksi gula dengan menambahkan ke dalam tabung reaksi tersebut
sebanyak 10 ml larutan benedic dan panasi untuk beberapa menit.
5. Mengamati perubahan warna yang terjadi dalam tabung tersebut.
15
d. Mengulangi percobaan dengan interval 1 menit sampai reaksi
yodium dan kanji menjadi negatif.
e. Mengambil sebanyak 5 ml campuran ludah-kanji dan masukkan ke
dalam tabung reaksi yang bersih.
f. Menambahkan sebanyak 10 ml dan panasi untuk beberapa menit.
Mengamati perubahan warna yang terjadi dalam tabung reaksi
tersebut.
E. Garam Ca pada Saliva
Uji untuk menunjukkan adanya garam Ca dalam ludah segar dapat
dikerjakan dengan cara sebagai berikut:
1. Ambillah 5ml ludah segar dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang
bersih.
2. Tambahkan kemudian ke dalam tabung reaksi tersebut dua tetes asam
cuka dan dua tetes larutan K-oksalat.
3. Amati perubahan yang terjadi dalam tabung reaksi tersebut.
B. Buffer Saliva
Pada percobaan didapatkan perubahan viscositas pada saliva yang
telah diberi asam cuka. Viscositas saliva yang sebelumnya serous berubah
menjadi mucus setelah ditetesi dengan asam cuka. Ketika saliva ditetesi
dengan larutan asam cuka sebanyak 2 tetes, masih belum terlihat adanya
presipitasi (pengendapan) protein pada saliva, sehingga diberi 3 tetes lagi
16
larutan asam cuka, maka akan terlihat butiran – butiran yang berwarna
putih pada saliva meskipun tidak begitu jelas.
17
Gambar 3. Reaksi reduksi gula pada saliva
D. Aktivitas Enzim Amilase Saliva
1. Aktivitas enzim amilase saliva dengan pemanasan.
5 tetes campuran ludah-kanji pada piringan porselen setelah di
tambahkan 1 tetes yodium pada menit pertama warnanya berubah
menjadi biru tua. Setelah terus di lakukan penetesan yodium dengan
interval 1 menit selama 5 menit warnanya tetap biru tua tidak berubah.
18
Gambar 5. Amilase dengan pemanasan saliva menit 2
19
Gambar 7. Aktivitas enzim amylase
pada menit kelima
20
yang telah diberi asam cuka dan larutan K-oksalat warnanya sama dengan
sebelumnya. Satu hal yang berubah adalah pembentukkan endapan garam
berwarna putih yang tampak pada bagian dasar dari tabung reaksi dengan
jumlah yang sangat sedikit. Banyaknya endapan dapat dipengaruhi oleh
banyaknya asam cuka yang dipakai untuk menguji dan juga kandungan
makanan yang dikonsumsi oleh probandus. Pada praktikum garam Ca kali
ini , kelompok kami hanya menggunakan dua tetes asam cuka sehingga
garam yang terbentuk sedikit.
21
pada dasar tabung reaksi
2.5 Analisa
A. Viskositas Saliva
Pada percobaan saliva, viskositas yang didapat adalah serous. Hal
tersebut terjadi karena dengan stimulus mekanis, kelenjar yang aktif
bekerja adalah kelenjar parotis yang menghasilkan sekret bersifat serous.
Berbeda halnya jika tidak mendapatkan stimulus, maka kelenjar yang aktif
adalah kelenjar submandibula yang menghasilkan sekret serous dan
mukus, tetapi lebih ke serous. Derajat keasaman saliva dalam keadaan
normal antara 5,6–7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Namun, hasil yang di dapat
adalah pH saliva 8 atau basa. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya perubahan pada pH saliva antara lain rata-
rata kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas
buffer saliva.
B. Buffer Saliva
Pada percobaan saliva berfungsi sebagai buffer karena kandungan
yang terdapat dalam saliva ( fosfat, bikarbonat ) akan berikatan dengan
larutan asam cuka ( CH3COOH ) yang merupakan asam lemah, sehingga
nanti akan terbentuk suatu protein yang nantinya akan terpresipitasi atau
mengendap pada dasar tabung reaksi.
HO
denaturasi
C = O + Asam Pengumpalan protein ( presipitasi )
R – HC
NH2
Bagan 1. Skema uji presipitasi (Patong, 2007)
22
Saat saliva diberi asam cuka, secara otomatis keadaan pH akan
terpengaruh secara tiba-tiba dan mempengaruhi kinerja dari enzim
tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya denaturasi enzim di mana sifat
enzimatik dan biologis dari enzim mengalami gangguan, sehingga
mengakibatkan terjadinya presipitasi protein yang akhirnya
mempengaruhi konsistensi atau viskositas dari saliva menjadi lebih kental
(mucous)
23
bahwa enzim memiliki kondisi khusus agar dapat bekerja, pada suhu
ruangan (tempat dilakukannya percobaan) merupakan suhu yang sesuai
bagi amilase untuk tetap dapat memecah pati menjadi disakarida
maupun monosakarida terbukti dengan warna yang biru bening setelah
ditetesi iodium.
Pada uji kandungan gula pereduksi menggunakan reagent benedict,
seharusnya dengan pencampuran reagent dan dpanaskan menunjukan
tampilan warna jingga. Namun pada saat dilakukannya percobaan tidak
menunjukkan hal tersebut, ini berarti dalam saliva dan larutan kanji 1%
tersebut tidak terdapat glukosa. Bisa juga hal tersebut disebabkan
kesalahan praktikan, karena pemanasan dilakukan diatas Bunsen,
seharusnya pengujian gula pereduski oleh reagent benedict
menggunakan pemanasan waterbath sehingga pemanasan terjadi secara
perlahan keseluruh bagian dengan kecepatan panas yang terkontrol.
2. Aktivitas enzim amilase saliva dengan pemanasan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan mengenai pengujian
aktivitas enzim amilase dengan menggunakan reagent iodium dengan
perlakuan tanpa pemanasan saliva membuktikan bahwa enzim amilase
bekerja pada kondisi suhu tertentu. Penetesan dilakukan secara berulang
setiap satu menit sekali, sebenarnya disini suhu merupakan salah satu
faktor penentu efesiensifitas kerja enzim , enzim pada dasarnya adalah
senyawa biomolekular kompleks yang salah satu komponennya adalah
protein yang akan mengalami perubahan struktur dan fungsi jika diberi
perlakuan pemanasan. Sebaliknya suhu yang rendah mampu
mengganggu kerja enzim, hal ini dikarenakan semua reaksi kimia
khususnya yang berlangsung didalam tubuh memerlukan suhu optimum
yang dipersyaratkan untuk terjadinya reaksi , karena suhu optimum ini
akan membuat partikel-partikel atau molekul molekul substrat atau
reaktan menjadi lebih cepat sehingga banyak terjadi tumbukan antar
molekul substrat yang menghasikan produk, dan kerja enzim didalam
reaksi biokimiawi adalah menurunkan energi aktivasi yang diperlukan
oleh suatu substrat untuk mencapai keadaan transisional. Jika suhu naik,
24
maka benturan antara molekul bertambah, sehingga reaksi kimia akan
meningkat, dan sebaliknya. Bila diberi perlakuan termal berlebihan
dapat menyebabkan denaturasi koenzim (kompenen enzim yang berupa
protein). Denaturasi adalah kerusakan struktural dari sebuah
makromolekul (enzim amilase) yang disebabkan beberapa faktor
sehingga tidak dapat mengubah amilum menjadi maltosa dengan
produk antara berupa dekstrin. Akibatnya, amilum yang bereaksi
dengan indikator warna, larutan iodium, tetap menghasilkan warna biru
tua meskipun didiamkan dalam waktu yang lama. Dalam saliva yang
tidak dipanaskan, dihasilkan warna biru tua yang makin lama makin
jernih. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu optimum, enzim amilase
dapat menjalankan fungsinya, mengubah amilum menjadi maltosa.
Pada percobaan kali ini dapat dilihat campuran ludah-kanji yg
sudah di tetesi yodium tidak berubah warna tetap biru tua, ini
menandakan bahwa enzim amilase tidak bekerja. Jadi karena
pemanasan yang berlebihan yaitu sampai suhu air mendidih pada saliva
menyebabkan fungsi katalitik enzim musnah juga kerusakan struktural
enzim yg dalam hal ini adalah enzim amilase.
25
lebih besar dari saliva parotis dengan kecepatan aliran yang tinggi. Saliva
parotis hanya mempunyai konsentrasi kalsium setengah dari yang ada
pada saliva submandibula (denticha.multiply.com).
Endapan garam Ca yang terdapat pada dasar tabung reaksi
disebakan oleh Ion Ca+ yang menggeser ion K+ yang pada kalium oksalat.
Peningkatan konsentrasi kalsium dapat menyebabkan terbentuknya
kalkulus. Kalkulus yang dahulu disebut tartar atau calcareous deposits
terdiri atas deposit plak yang termineralisasi , yang keras yang menempel
pada gigi. (Ogston dan F.J Harty, 1995). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa saliva mengandung kalsium. Kalsium pada saliva berfungsi untuk
remineralisasi enamel. Namun, pada keadaan tertentu, apabila konsentrasi
kalsium terlalu banyak, maka dapat menyebabkan terjadinya kalkulus
terutama di sisi lingual gigi insisivus bawah.
26
BAB III
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
Nolte WA. 1982. Oral microbiology with basic microbiology and immunology.
4th ed. Saint Louis: Mosby
Ogston R dan F.J Harty. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
http://denticha.multiply.com/journal/item/1
Diakses pada tanggal 30 April 2011
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20097/3/Chapter%20II.pdf
Diakses pada tanggal 30 April 2011
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-suwantoa2a-5186-3-
bab2.pdf
Diakses pada tanggal 30 April 2011
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/8585/1/000600052.pdf
Diakses pada tanggal 30 April 2011
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/45830361?extension=pdf&ft
=1304100697<=1304104307&uahk=ndw3Oz7l6wspGzYqWd3cuLe26IE
28
Diakses pada tanggal 30 April 2011
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19073/4/Chapter%20II.pdf
Diakses pada tanggal 30 April 2011
29