Sei sulla pagina 1di 465

CLINICAL SCIENCE STUDY

Substance-Related and Addictive Disorders


and Neurocognitive Disorders
Dibuat Oleh:
Vincensius Ferdinand (1815051) Jason Enrico F. D. (1815013)
Simon Siringoringo (1815043) Febriana Miko F. (1815030)
Feliana (1815010) Chintya Gusyuanasari P. W. (1815002)
Priscilia Agatha (1815058) Erina Angelia (1815005)

Pembimbing:
dr. Andy Soemara, Sp.KJ
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Maranatha
RS Immanuel Bandung
2019
Gangguan Terkait Penggunaan
Zat dan Adiksi
10 Jenis zat
- Alkohol
- Kafein
- Kanabis
- Zat-zat halusinogen
- Inhalan
- Opioids
- Sedatif, hypnotik, dan ansiolitik
- Stimulan
- Tembakau
- Zat lainnya
• Dikonsumsi berlebih > aktivasi sistem brain reward > penguatan
tindakan dan produksi dari ingatan.
2 Kelompok
1. Kelainan pengguna zat

2. Kelainan induksi zat (intoksikasi, withdrawal,


gangguan mental diinduksi zat : bipolar,
depresi, cemas, obsesif kompulsif, disfungsi
sex, delirium, gg neurokognitif)
GANGGUAN PENGGUNAAN ZAT
Gejala
• Kognitif
Gangguan memori, konsentrasi, dll
• Behavioral
Keinginan intens untuk menggunakan zat
• Fisiologikal
Jejas penggunaan berulang jarum suntik,
septum nasal perforasi, pupil konstriksi pada
pasien intoksikasi
Diagnosis Gangguan Penggunaan Zat

• Kriteria A :
– Gangguan kontrol
– Gangguan sosial
– Penggunaan berisiko
– Kriteria farmakologis
Kriteria Gangguan Kontrol
• 1 : penggunaan zat makin lama makin
banyak/lebih lama dari yang dibayangkan
• 2 : ingin mengurangi/menghentikan
penggunaan narkoba tetapi tidak bisa
• 3 : menghabiskan banyak waktu untuk
memperoleh bahan, menggunakan, atau pulih
dari efeknya
• 4 : ketagihan. Nafsu keinginan mendesak
Kriteria Gangguan Sosial
• 5 : kegagalan memenuhi kewajiban peran
utama di tempat kerja, sekolah, rumah
• 6 : tetap meneruskan penggunaan, meski
hubungan/relasi dengan orang sekitar menjadi
bermasalah karenanya
• 7 : tidak lagi melakukan kewajiban utama
social, okupasional ataub rekreasional karena
penggunaan
Penggunaan Berisiko
• 8 : Terus menggunakan zat, lagi dan lagi,
meski tahu akan bahayanya
• 9 : Melanjutkan penggunaan, meski ada
masalah fisik dan psikologik yang diakibatkan
atau diperburuk oleh penggunaan zat
Kriteria Farmakologis
• 10 : Meningkatkan jumlah pemakaian untuk
mendapatkan efek yang sama dengan
sebelumnya (toleransi)
• 11 : Simptom putus zat, yang akan dapat
diatasi dengan penggunaan zat yang makin
banyak.
Tingkat Keparahan dan Penentu
• Gangguan terkait penggunaan zat :
– Ringan : 2-3 gejala
– Sedang : 4-5 gejala
– Berat : >6 gejala

• Hal-hal penentu pada gangguan terkait penggunaan zat:


– “remisi awal”
– “remisi yang tengah dijaga”
– “terapi yang tengah dijalankan”
– “pada lingkungan yang dikontrol”.
Gangguan Terkait Induksi Zat
• Intoksikasi
• Putus zat
• Gangguan mental terkait zat / medikasi
lainnya
INTOKSIKASI DAN PUTUS ZAT
• Intoksikasi : dapat terjadi kapan saja ketika suatu zat
terdeteksi di tubuh. Hal ini karena efek sistem pusat
syaraf, penyembuhan membutuhkan waktu lama
dibanding untuk mengeliminasi zat
• Intoksikasi : gangguan persepsi, terus terjaga ,
perhatian, pemikiran, penilaian, tindakan
psikomotorik, dan tindakan interpersonal.
• Putus zat : perkembangan dari perubahan
permasalahan perilaku & kognitif terkait zat spesifik
yang disebabkan oleh konsumsi zat yang baru saja
terjadi
• Putus zat : berkeinginan kembali menggunakan zat
untuk mengurangi gejala-gejala yang timbul.
Jalur Administrasi dan Kecepatan dari Efek
Zat
• Penyerapan yang lebih cepat dan efisien
dalam darah = intoksikasi > intens dan
meningkatkan kebutuhan peningkatan zat
yang memicu kepada putus zat.
Durasi Efek
• Zat yang beraksi cepat = berpotensi tinggi
putus zat
• Lebih lama durasi aksi = lebih lama terjadi
penghentian dan serangan gejala putus zat,
dan lebih lama durasi putus zat.
• Waktu putus zat akut yang lebih lama = gejala
kurang intens.
Penemuan Laboratorium Terkait
• Analisa sample darah dan urin  membantu
untuk menentukan penggunaan terkini dan
zat spesifik apa yang terlibat.
GANGGUAN MENTAL TERKAIT
INDUKSI ZAT
Karakteristik gangguan terkait induksi zat
A. Gangguan merepresentasikan gejala signifikan dan menandakan gangguan
mental terkait.
B. Terdapat bukti dari riwayat pasien, hasil PF, hasil lab dengan kondisi:
1. Gangguan mengalami perkembangan selama 1 bulan terjadinya
intoksikasi /putus zat / konsumsi obat tertentu
2. Zat/medikasi terkait dapat menyebabkan gangguan mental.
C. Bukti-bukti dari gangguan mental :
1. Terjadi gangguan sebelum terjadinya serangan intoksikasi / putus zat
/konsumsi obat tertentu
2. Gangguan mental secara penuh terjadi berulang pada suatu jangka waktu
tertentu (misalnya setidaknya 1 bulan) setelah penghentian putus zat secara
akut atau intoksikasi parah ataupun penggunaan medikasi.
D. Gangguan tidak muncul hanya pada keadaan delirium.
E. Menyebabkan gangguan sosial dan area fungsional penting lainnya.
Fitur
• Obat sedatif (sedatif, hipnotik, ansiolitik dan alkohol)
Intoksikasi gangguan depresif
Putus zat  kecemasan
• Obat stimulan (Amphetamines, kokain)
Intoksikasi  gangguan psikotik & kecemasan
• Gejala dari gangguan mental induksi dapat bersifat identik
dengan gangguan mental independen (Delusi, halusinasi,
episode depresif berat, ingin bunuh diri, kecemasan)
• Kebanyakan gangguan mental induksi dapat membaik
dengan melakukan pantangan selama beberapa hari/minggu
Gangguan Terkait Alkohol
Gangguan penggunaan Alkohol
Intoksikasi Alkohol
putus/penghentian Alkohol
Gangguan yang diinduksi Alkohol lainnya
Gangguan terkait Alkohol yang tidak tergolongkan
GANGGUAN PENGGUNAAN
ALKOHOL
Kriteria Diagnosis Gangguan Penggunaan
Alkohol

1. Alkohol digunakan dalam jumlah > besar/waktu > lama dibanding yang
telah ditentukan sebelumnya.
2. Terdapat keinginan berulang atau upaya gagal mengontrol penggunaan
alkohol.
3. Banyak waktu yang digunakan untuk beraktivitas yang Terkait
mendapatkan alkohol, menggunakan alkohol, atau memulihkan dari efek-
efeknya.
4. Keinginan kuat menggunakan alkohol.
5. Penggunaan alkohol berulang menyebabkan kegagalan dalam memenuhi
kewajiban di dalam pekerjaan, sekolah, atau rumah. school, or home.
6. Meneruskan penggunaan alkohol meskipun telah mengalami
permasalahan sosial atau interpersonal yang berulang yang diakibatkan oleh
alkohol.
7. Aktivitas penting terkait sosial pekerjaan atau rekreasi menjadi
tertinggal atau berkutang dikarenakan penggunaan alkohol.
8. Penggunaan alkohol berulang dalam situasi yang secara fisik berbahaya.
9. Meneruskan penggunaan alkohol meskipun telah mengetahui terjadi
permasalahan fisk dan psikologi secara berulang yang diakibatkan atau
diperparah oleh alkohol.

10. Toleransi, didefinisikan sebagai berikut ini:


A .Kebutuhan untuk meningkatkan jumlah penggunaan alkohol untuk
mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan.
B.Menghilangkan efek dengan terus menggunakan jumlah alkohol yang
sama.

11. Putus obat , dimanifestasikan sebagai berikut ini:


A. Karakteristik sindrom putus alkohol ( merujuk pada Kriteria A dan B dari
pengelompokan kriteria untuk putus alkohol
B. Alkohol (atau zat-zat yang berkaitan, seperti benzodiazepine) digunakan
untuk meringankan atau mencegah gejala putus.
• Ditentukan apabila:
• Pada awal remisi: Setelah kriteria gangguan penggunaan alkohol
secara keseluruhan telah terpenuhi, tetapi selama 3 bulan atau
kurang dari 12 bulan tidak ada kriteria gangguan penggunaan
alkohol yang terpenuhi (dengan pengecualiaan Kriteria A4,
“Keinginan kuat untuk menggunakan alkohol”, mungkin dapat
terjadi).
• Pada remisi berkelanjutan: Setelah kriteria gangguan penggunaan
alkohol secara keseluruhan telah terpenuhi, tidak ada kriteria
gangguan penggunaan alkohol yang terpenuhi selama 12 bulan
atau lebih (dengan pengecualiaan Kriteria A4, “Keinginan kuat
untuk menggunakan alkohol”, mungkin dapat terjadi).
• ditentukan apabila:
• Dalam lingkungan yang terkontrol: penentuan ini dipakai jika
individu berada di dalam lingkungan dimana akses terhadap
alkohol dilarang.
Faktor Risiko dan Prognosis
• Lingkungan.
– Budaya terhadap meminum alkohol dan intoksikasi, keberadaan
alkohol (termasuk harga), pengalaman personal dengan alkohol, serta
tingkat stress.
– Melebih-lebihkan ekspektasi positif mengenai efek alkohol
– Cara yang suboptimis dalam menghadapi stres.

• Genetik and fisiologis.


– 40-60% dipengaruhi genetis.
– 3-4x > tinggi dengan keluarga yang memiliki gangguan penggunaan
alkohol
– Tingkat gangguan penggunaan alkohol pada kembar monozygot >
kembar dizygot
• Masalah diagnosis Terkait Gender
– Laki-laki > wanita.
– Wanita : lemak >, air <, metabolisme alkohol < di esofagus
dan perut, wanita menghasilkan tingkat alkohol di dalam
darah > laki-laki per-minuman yang dikonsumsi.
– Wanita yang mengonsumsi alkohol secara berat lebih
rentan terhadap penyakit fisik terkait alkohol
Tes Lab
• Salah satu indikator laboratorium sensitif dari minum
berat :
– GGT >35U
– 70% individu dengan tingkat GGT >>  peminum berat (cth. 8/>>
minuman tiap harinya).
– Tingkat sensitivitas dan spesifisitas carbohydrate-deficient
transferrin (CDT) >20 U  menentukan individu yang secara
reguler mengonsumsi 8/>> minuman beralkohol.
– Tes tambahan lain : mean corpuscular volume (MCV), yang dapat
meningkat pada peminum berat - perubahan terjadi dikarenakan
efek racun dari alkohol pada erythropoiesis.
– Tes fungsi liver : menunjukan kerusakan liver yang merupakan
konsekuensi dari konsumsi alkohol berat.
– Peningkatan level kolestrol darah serta tingkat asam urat
Gejala
• Dispepsia, mual-mual dan kembung.
• Hepatomegali, varises esofagus, hemorroid
• Tremor, cara berjalan tidak stabil, insomnia, disfungsi ereksi.
• Laki-laki : penurunan ukuran testis, efek feminisasi dengan
berkurangnya level testosterone.
• Wanita : menstruasi tidak teratur, aborsi mendadak selama hamil
• Individu dengan epilepsi atau trauma kepala berat rentan
terhadap kejang terkait alkohol.
• Putus alkohol : mual-mual, muntah, gastritis, hematemesis, mulut
kering, kulit bengkak & timbul bercak, serta oedem perifer ringan.
Konsekuensi Fungsional dari Gangguan
Penggunaan Alkohol
• Peningkatan risiko kecelakaan, kekerasan, dan bunuh diri.
• 1 dari unit perawatan intensif di berbagai RS berhubungan
dengan alkohol dan 40% individu di A.S pernah mengalami
episode merugikan terkait alkohol, dengan kecelakaan
pengendara sebesar 55% yang terkait konsumsi alkohol.
• Gangguan penggunaan alkohol parah, terutama dengan
individu yang memiliki gangguan antisosial, diasosiasikan
dengan tindakan kriminal, terutama pembunuhan.
• Gangguan penggunaan alkohol yang parah juga dapat
menyebabkan perasaan sedih dan sikap cepat marah yang
dapat mempengaruhi kepada tindakan percobaan bunuh diri.
Diagnosis Banding
• Penggunaan alkohol non - patologis
• Gangguan penggunaan zat sedatif, hipnotik,
atau ansiolitik
• Gangguan konduksi pada anak dan dewasa
• Gangguan kepribadian antisosial
Komorbiditas
• Gangguan bipolar, skizofrenia, dan gangguan
kepribadian antisosial ditandai dengan
peningkatan gangguan penggunaan alkohol
dan beberapa gangguan kecemasan dan
depresi dapat berhubungan dengan gangguan
tersebut.
INTOKSIKASI ALKOHOL
Kriteria Diagnosis Intoksikasi alkohol :
A. Konsumsi alkohol yang baru-baru dilakukan.
B. Perubahan signifikan dalam behavioral dan psikologis(cth. Tindakan seksual yang
tidak pantas atau tindakan agresif, suasana hati yang labil, gangguan penilaian)
yang berkembang selama atau sesudah konsumsi alkohol.
C. Satu (atau lebih) tanda atau gejala yang berkembang selama atau setelah
penggunaan alkohol:
1. Berbicara tidak jelas
2. Inkoordinasi
3. Cara berjalan tidak stabil
4. Nystagmus
5. Gangguan perhatian atau memori
6. Stupor atau coma
D. Tanda atau gejala yang tidak disebabkan oleh kondisi medis lainnya sebaiknya
tidak dijelaskan oleh gangguan mental lainnya, termasuk intoksikasi dengan zat
lain.
Fitur diagnosis Elemen utama dalam intoksikasi alkohol adalah
keberadaan perubahan klinis yang signifikan dalam tingkah laku dan
psikologis (cth. Tindakan seksual yang tidak pantas atau tindakan
agresif, suasana hati yang labil, gangguan penilaian, gangguan fungsi
sosial dan pekerjaan) yang berkembang selama atau setelah
konsumi alkohol (Kriteria B). Perubahan ini diiringi oleh bukti
kerusakan fungsi dan penilaian, dan jika intoksikasi bersifat intens,
dapat menyebabkan koma yang membahayakan nyawa. Gejala-
gejala tersebut tidak bisa disebabkan oleh kondisi medis lainnya (cth.
Diabetic ketoacidosis) dan bukan merupakan refleksi atas kondisi
seperti delirium, dan tidak berkaitan dengan intoksikasi obat-obatan
depresan lainnya (cth. Benzodiazepines) (Kriteria D). Tingkat
inkoordinasi dapat berpengaruh terhadap kemampuan menyetir dan
kinerja aktivitas yang dapat menyebabkan kecelakaan. Bukti
konsumsi alkohol dapat dilihat dengan mencium bau alkohol dari
nafas individu,
• Intoksikasi alkohol sering kali diasosiasikan dengan amnesia pada saat episode intoksikasi
terjadi (“blackout”).
• Fenomena ini mungkin berkaitan dengan tingginya tingkat alkohol di dalam darah.
• Selama intoksikasi alkohol ringan, Gejala yang berbeda dapat diobservasi pada titik waktu
yang berbeda-beda.
• Bukti dari intoksikasi alkohol ringan dapat dilihat pada mayoritas individu rata-rata pada 2
minuman (tiap standar minuman kurang lebih 10-12 gram ethanol dan konsentrasi alkohol
dalam darah kira-kira 20 mg/dL).
• Pada periode waktu awal konsumsi, ketika tingkat alkohol dalam darah meningkat, gejala
yang terjadi diantaranya seperti banyak bicara, sensasi kesegaran, dan suasana hati yang
cerah. Setelah itu, ketika level alkohol dalam darah menurun, individu cenderung secara
progresif akan lebih depresi, menarik diri, dan mengalami gangguan kognitif.
• Pada tingkat alkohol dalam darah yang sangat tinggi (cth. 200-300 mg/dL), individu yang
belum mengembangkan toleransinya terhadap alkohol kemungkinan akan tertidur dan
memasuki tahap pertama dari anesthesia.
• Tingkat alkohol dalam darah yang lebih tinggi (cth. Melebihi 300-400 mg/dL) dapat
menyebabkan hambatan pernafasan dan denyut nadi bahkan kematian bagi individu yang
tidak toleran.
• Durasi intoksikasi bergantung pada berapa banyak alkohol yang dikonsumsi pada periode
waktu tertentu. Secara umum, tubuh dapat melakukan metabolisme sekitar 1 minum per
jam, maka tingkat alkohol dalam darah secara umum akan menurun pada 15-20 mg/dL
per jam nya.
Prevalensi dan Epidemiologi
• Prevalensi Mayoritas konsumen alkohol cenderung pernah
terintoksikasi selama hidupnya. Sebagai contoh, pada tahun 2010
sekitar 44% pelajar kelas 12 mengakui pernah “mabuk” sebelumnya,
dengan persentasi 70% mahasiswa melaporkan hal yang sama.
• Perkembangan dan Tindakan Intoksikasi biasanya terjadi dan
berkembang selama menit dan jam, biasanya bertahan selama
beberapa jam. Di A.S. umur rata-rata intoksikasi pertama merupakan
15 tahun, dengan tingkat prevalensi tertinggi pada rata-rata 18-25
tahun. Frekuensi dan intensitas biasanya menurun dengan
bertambahnya umur. Intoksikasi reguler sebelumnya memiliki
kecenderungan lebih bahwa individu akan terus mengembangkan
gangguan penggunaan alkohol.
PUTUS ALKOHOL
Kriteria Diagnosis

A. Penghentian (atau pengurangan) dalam konsumsi alkohol yang sebelumnya bersifat


berat dan berkepanjangan.
B. 2 atau lebih gejala yang berkembang dalam beberapa jam atau hari setelah
penghentian (atau pengurangan) konsumsi alkohol sebagaimana yang dijelaskan
pada Kriteria A: 1. Otomatisasi hiperaktivasi (e.g., berkeringat atau denyut nadi
meningkat hingga lebih 100 bpm). 2. Peningkatan tremor tangan. 3. Insomnia. 4.
Mual-mual atau muntah. 5. Halusinasi atau ilusi visual, taktil atau auditori yang
bersifat sementara. 6. Agitasi psikomotor. 7. Kecemasan. 8. Kejang tonic-clonic yang
umum.
C. Tanda atau gejala dari Kriteria B dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan klinis
yang signifikan dalam sosial, pekerjaan, atau area fungsional penting lainnya.
D. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lainnya dan tidak boleh
dijelaskan oleh gangguan mental lainnya, termasuk intoksikasi atau Putus dari zat
lainnya.
• Fitur diagnosis utama dari Putus alkohol adalah keberadaan karakteristik gejalanya yang
berkembang dalam beberapa jam hingga beberapa hari setelah penghentian (atau
pengurangan) penggunaan alkohol dari yang sebelumnya berat dan berkepanjangan
(Kriteria A dan B). Gejala Putus melibatkan 2 atau lebih gejala yang merefleksikan
otomatisasi hiperaktivitas dan kecemasan yang tercantum pada Kriteria B, bersamaan
dengan gejala gastrointestinal.
• Gejala Putus alkohol dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan klinis yang signifikan
dalam sosial, pekerjaan, atau area fungsional penting lainnya (Kriteria C).
• Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lainnya dan tidak boleh
dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (cth. Gangguan kecemasan yang umum),
termasuk intoksikasi atau Putus dari zat lainnya (cth. Putus zat sedatif, hipnotik, or
anksiolitik) (Kriteria D).
• Gejala dapat diringankan dengan menggunaka alkohol atau benzodiazepines (cth.
Diazepam). Gejala-gejala Putus zat biasanya mulai ketika konsentrasi darah menolak
alkohol secara tajam (cth. Dalam waktu 4-12 jam) setelah penggunaan alkohol telah
dihentikan atau dikurangi. Merefleksikan metabolisme dari alkohol yang cukup cepat,
gejala Putus alkohol biasanya intensitasnya memuncak pada hari kedua dari pantangan
dan kemungkinan akan meningkat tajam pada hari ke-4 atau ke-5.
• Pada Putus yang akut, gejala kecemasan, insomnia, autonomic dysfunction dapat terjadi
hingga 3-6 bulan pada saat intensitas tingkat yang lebih rendah. Kurang dari 10%
individu yang mengembangkan Putus alkohol dapat mengembangkan gejala yang lebih
dramatis (cth. autonomic hyperactivity yang parah, tremor, dan Putus alkohol tanpa
delirium). Kejang tonic-clonic terjadi kurang dari 3% individu.
Prevalensi
• Prevalensi Diperkirakan sekitar 50% dari kaum
menengah keatas, yakni individu yang
fungsional pernah mengalami gejala Putus
alkohol total. Diantara individu dengan
gangguan penggunaan alkohol yang dirawat di
rumah sakit atau tuna wisma, tingkatan Putus
alkohol dapat lebih besar dari 80%. Kurang
dari 10% individu dalam Putus pernah
mengalami Putus delirium atau kejang.
GANGGUAN TERKAIT INDUKSI ALKOHOL LAINNYA
Gangguan terkait Induksi Alkohol dibawah ini dijelaskan
di bab lain dengan gangguan yang memiliki kesamaan
fenomenologi (lihat bagian gangguan mental terkait
induksi zat/medikasi pada bab ini): gangguan psikotik
terkait induksi alkohol (''Skizofrenia Spectrum dan
Gangguan Psikotik Lainnya"); gangguan bipolar terkait
induksi alkohol (“Bipolar dan gangguan terkait lainnya”);
gangguan depresi terkait induksi alkohol (“gangguan
depresi”); gangguan kecemasan terkait induksi alkohol
(“Gangguan Kecemasan”); gangguan tidur terkait induksi
alkohol (“Gangguan Bangun-tidur”); disfungsi seksual
terkait induksi alkohol “Disfungsi Seksual”); dan
gangguan neurokognitif ringan atau berat terkait induksi
alkohol (“Gangguan Neurokognitif”).
• Fitur Profil gejala untuk gangguan terkait induksi
alkohol menyerupai gangguan mental sebagaimana
yang dijelaskan dalam DSM-5. Akan tetapi, gangguan
terkait induksi alkohol bersifat sementara dan
diobservasi setelah terjadi intoksikasi dan atau Putus
alkohol yang parah. Pada saat gejala dapat bersifat
identik dengan gangguan mental (cth. Psikosis,
gangguan depresi berat), dan walau keduanya sama-
sama memiliki konsekuensi berat (cth. Percobaan
bunuh diri), gangguan terkait induksi alkohol
cenderung akan membaik tampak diberikan perawatan
dormal pada waktu beberapa hari atau minggu setelah
penghentian intoksikasi berat dan atau Putus.
• Gangguan terkait induksi alkohol telah berkembang dalam konteks
intoksikasi berat dan atau Putus dari zat yang dapat menghasilkan gangguan
mental. Sebagai tambahan, harus ada bukti bahwa gangguan tersebut
tengah diobservasi dan sebaiknya tidak dijelaskan oleh gangguan mental
yang tidak terkait induksi alkohol lainnya. Selanjutnya akan memungkinkan
jika gangguan mental muncul sebelum intoksikasi berat dan atau Putus dari
zat. Ketika gejala diobservasi hanya pada saat delirium, harus
dipertimbangkan bagian delirium dan tidak didiagnosis secara terpisah,
sebanyak gejala-gejala (termasuk gangguan pada suasana hati, kecemasan
dan pengujian realita) secara umum terlihat pada kondisi yang gelisah dan
kebingungan. Gangguan terkait induksi alkohol harus relevan secara klinis,
menyebabkan gangguan atau kerusakan fungsional yang signifikan.
• Fitur ini dihubungkan dengan tiap gangguan mental berat yang relevan (cth.
Episode psikosis, gangguan depresi berat) yang mirip ketika diobservasi pada
keadaan independen ataupun terkait induksi alkohol. Meskipun, individu
dengan gangguan terkait induksi alkohol kemungkinan dapat mengalami
fitur yang sebagaimana terlihat pada gangguan penggunaan alkohol.
• Gejalanya memiliki kemiripan dengan gejala-gejala gangguan mental
independen (cth. Psikosi, gangguan depresi berat), serta keduanya dapat
menyebabkan konsekuensi berat (cth. Percobaan bunuh diri), seluruh
gejala induksi alkohol selain gangguan neurokognitif terkait induksi alkohol
yaitu, amnestic confabulatory (gangguan amnestic berulang terkait induksi
alkohol). Bagaimana pun tingkat keparah gejala, cenderung akan membaik
dengan cepat dan tidak akan bermasalah secara klinis lebih dari 1 bulan
setelah penghentian dari intoksikasi berat dan atau Putus zat.
• Gangguan terkait induksi alkohol merupakan bagian penting untuk
membedakan kondisi mental independen. Skizofrenia idependen,
gangguan depresi berat, gangguan bipolar, gangguan kecemasan, seperti
gangguan kepanikan, cenderung dihubungkan dengan gejala yang
berlangsung pada periode yang lama dan sering kali membutuhkan
pengobatan dalam jangka waktu panjang untuk meningkatkan probabilitas
kesembuhan. Kondisi terkait induksi alkohol di sisi lain, cenderung memiliki
durasi yang lebih pendek dan akan menghilang dalam waktu beberapa hari
hingga 1 bulan setelah penghentian dari intoksikasi berat dan atau Putus
zat, bahkan tanpa medikasi psikotropik.
GANGGUAN TERKAIT ALKOHOL YANG BELUM
DIGOLONGKAN 291.9 (F10.99)
Kategori ini juga berlaku pada karakteristik
gejala dari gangguan terkait alkohol yang
dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan
klinis yang signifikan dalam sosial, pekerjaan,
atau area fungsional penting lainnya yang
menonjol tetapi tidak memenuhi kriteria
penuh untuk gangguan terkait alkohol yang
spesifik mana pun ataupun gangguan terkait
penggunaan zat dan diagnosis kelas gangguan
adiktif mana pun.
Gangguan Terkait Kafein

Intoksikasi kafein
Putus kafein
Gangguan yang diinduksi kafein lainnya
Gangguan terkait kafein yang tidak tergolongkan
INTOKSIKASI KAFEIN 305.90
(F15.929)
Kriteria Diagnosis
A. Konsumsi kafein yang baru-baru dilakukan (biasanya dalam dosis tinggi
melebihi 250 mg)
B. 5 atau lebih gejala yang berkembang selama, atau setelah penggunaan kafein:
1. Gelisah. 2. Gugup. 3. Kegembiraan. 4. Insomnia. 5. Muka memerah. 6.
Diuresis. 7. Gangguan gastrointestinal. 8. Otot yang berkedut. 9. Cara berpikir
dan bicara yang tidak teratur. 10. Tachycardia atau cardiac arrhythmia. 11.
Periode waktu dimana tidak merasa letih-letih. 12. Agitasi psikomotor.
C. Gejala pada Kriteria C dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan klinis
yang signifikan dalam sosial, pekerjaan, atau area fungsional penting lainnya.
D. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lainnya dan tidak boleh
dijelaskan sebagai gangguan mental lainnya dan tidak boleh dijelaskan
sebagai gangguan mental lainnya, termasuk intoksikasi oleh zat lain.
• Kafein dapat dikonsumsi dari berbagai sumber
berbeda, termasuk kopi, teh, minuman soda
berkafein, minuman berenergi, obat-obat
analgesik dan pilek tanpa resep, energy aids,
weight-loss aids dan coklat. Kafein juga menjadi
lebih sering digunakan pada vitamin aditif dan
produk-produk makanan. Lebih dari 85% anak-
anak dan orang dewasa mengonsumsi kafein
secara reguler. Beberapa pengguna kafein
menunjukan gejala yang konsisten terhadap
penggunaan yang bermasalah, termasuk
toleransi dan Putus.
• Fitur utama dari intoksikasi kafein adalah konsumsi kafein yang baru
dilakukan dan 5 atau lebih gejala yang berkembang selama atau setelah
penggunaan kafein (Kriteria A dan B).
• Gejala tersebut diantaranya kegelisahan, kegugupan, kegembiraan,
insomnia, muka memerah, diuresis, dan gangguan gastrointestinal, yang
dapat muncul pada dosis rendah (cth. 200 mg) dalam individu yang rentan
seperti anak-anak, orang tuaa, dan individu yang belum pernah terekspos
pada kafein sebelumnya. Gejala yang muncul pada tingkatan lebih dari 1 gr
per hari termasuk otot yang berkedut, cara berpikir dan bicara yang tidak
teratur, tachycardia atau cardiac arrhythmia, periode waktu dimana tidak
merasa letih-letih, agitasi psikomotor. Intoksikasi kafein bisa saja tidak
terjadi meskipun penggunaan dalam jumlah banyak, yang disebabkan oleh
perkembangan toleransi.
• Tanda atau gejala dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan klinis yang
signifikan dalam sosial, pekerjaan, atau area fungsional penting lainnya
(Kriteria C). Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lainnya
dan tidak boleh dijelaskan sebagai gangguan mental lainnya (cth.gangguan
kecemasan) atau intoksikasi dari zat lain.
Fitur Terkait yang Mendukung Diagnosis
Gangguan sensory ringan (cth. Telinga yang berdenging dan
kilatan cahaya) dapat muncul pada dosis kafein yang tinggi.
Walaupun dosis kafein tinggi dapat meningkatkan detak
jantung, dosis yang lebih kecil dapat melambatkan detak
jantung. Mengenai apakah penggunaan kafein yang berlebih
dapat menyebabkan sakit kepala belum jelas. Dalam pengujian
fisik, agitasi, kegelisahan, berkeringat, tachycardia, muka
memerah dan peningkatan motilitas usus dapat terjadi. Tingkat
kafein dalam darah dapat menunjukan informasi penting untuk
diagnosis, terutama ketika individu memiliki riwayat yang
buruk, walaupun tingkatan ini tidak didiagnosa sendiri dalam
konteks variasi respon individu terhadap kafein.
• Gejala intoksikasi kafein biasanya berkurang pada hari
pertama dan lebih, atau diketahui tidak memiliki
konsekuensi yang cukup lama. Akan tetapi, individu yang
mengonsumsi dosis kafein tinggi (cth. 5-10 g) dapat
membutuhkan perhatian medis dikarenakan dosis tersebut
dapat mematikan. Dengan pertumbuhan usia, indvidu
cenderung meningkatkan reaksi intens terhadap kafein,
dengan komplain yaang lebih banyak yang berkaitan dengan
gangguan tidur atau perasaan hyperarousal. Intoksikasi
kafein pada individu yang lebih muda setelah mengonsumsi
produk berkafein, termasuk minuman berenergi telah
diobservasi. Anak-anak dan remaja memiliki kerentanan
pada risiko intoksikasi kafein yang disebabkan berat badan
rena, kurangnya toleransi dan kurangnya pengetahuan
mengenai efek farmalogis dari kafein.
Prevalensi
• Prevalensi Prevalensi of intoksikasi kafein pada
populasi umum masih belum jelas. Di A.S.,
kira-kira sebanyak 7% individu dari populasi
pernah mengalami 5 atau lebih gejala yang
diiringi oleh gangguan fungsional yang
merujuk pada diagnosis intoksikasi kafein.
Faktor Risiko dan Prognosis Environmental

• Intoksikasi kafein sering terlihat pada individu yang


mengonsumsi lebih sedikit dibandingkan dengan yang
meningkatkan konsumsi kafein pada jumlah yang besar. Secara
lebih lanjut, kontrasepsi oral secara signifikan mengurangi
eliminasi kafein secara signifikan dan berisiko meningkatkan
intoksikasi. Genetik and fisiologis. Faktor genetik dapat
berdampak pada risiko intoksikasi kafein.
• Gangguan atau kerusakan oleh intoksikasi kafein dapat
menyebabkan konsekuensi serius, termasuk disfungsi di
sekolah, tindakan yang tidak bijak dalam aspek sosial, atau
kegagalan dalam memenuhi kewajiban. Terlebih, dosis kafein
berjumlah ekstrem dapat berisiko fatal.
PUTUS KAFEIN KRITERIA
DIAGNOSIS 292.0 (F15.93)
Kriteria Diagnosis
A. Penggunaan kafein rutin berkepanjangan.
B. Penghentian atau oengurana konsumsi kafein yang mendadak,
diikuti dengan 3 atau lebih gejala yang muncul dalam 24 jam: 1.
Sakit kepala. 2. Kelelahan dan mengantuk yang menonjol 3.
Suasana hati dysphoric, suasana hati depresif atau cepat marah.
4. Kesulitan berkonsentrasi. 5. Gejala seperti Flu (mual-mual,
muntah, or sakit otot/kaku).
C. Gejala dalam Kriteria B menyebabkan gangguan atau kerusakan
klinis yang signifikan dalam sosial, pekerjaan, atau area fungsional
penting lainnya.
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lainnya (cth. Migrain,
penyakit virus). dan tidak boleh dijelaskan sebagai gangguan
mental lainnya termasuk Putus dari zat lain.
Fitur Diagnosis
• Elemen utama dalam Putus kafein adalah kemunculan karakteristik yang
berkembang setelah penghentian mendadak atau (pengurangan dalam
jumlah besar) dalam konsumsi kafein tinggi jangka panjang (Kriteria B).
Gejala Putus kafein diindikasikan oleh 3 atau lebih gejala (Kriteria B): sakit
kepala; kelelahan dan mengantuk yang menonjol; suasana hati dysphoric,
suasana hati depresif atau cepat marah; kesulitan berkonsentrasi; gejala
seperti Flu (mual-mual, muntah, or sakit otot/kaku).
• Gejala Putus kafein dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan klinis
yang signifikan dalam sosial, pekerjaan, atau area fungsional penting
lainnya (Kriteria C).
• Gejala tidak disebabkan dengan dampak fisiologis oleh kondisi medis
lainnya dan tidak boleh dijelaskan sebagai gangguan mental lainnya
(Kriteria D).
• Sakit kepala menandakan fitur dari Putus kafein dan dapat tersebar
secara perlahan dalam perkembangannya, secara berdenyut-denyut,
bersifat parah dan membuat sensitif untuk bergerak. Tetapi, gejala
Putus kafein bisa muncul tanpa keadaan kafein. Kafein merupakan
obat-obatan behavioral yang paling aktif digunakan dan tersebar di
berbagai tipe minuman (cth. Kopi, teh , minuman bersoda, minuman
berenergi), makanan, energy aid, medikasi, dan suplemen asupan.
Dikarenakan konsumsi kafein sering kali diintegrasikan terhadap
kebiasaan sosial dan ritual seharihari (cth. Coffee break, tea time),
beberapa konsumen kafein mungkin tidak menyadari adanya
ketergantungan tubuh terhadap kafein. Maka, gejala Putus kafein
dapat dianggap disebabkan oleh sebab lain (cth. Flu, migraine).
Lebih lanjut, gejala Putus kafein dapat muncul ketikaa individu
diharuskan melakukan pantangan dari makanan dan minuman
terkait prosedur medis atau ketika dosis kafein biasa ditinggalkan
karena adanya perubahan rutinitas. (cth. Selama perjalanan, akhir
pekan).
Prevalensi
• Prevalensi Lebih dari 85% orang dewasa dan anak-anak di A.S secara reguler
mengonsumsi kafein, dengan jumalh yang dikonsumsi orang dewas sebesar 280
mg/hari rata-ratanya. Di A.S., sakit kepala dapat muncul kira-kira sebesar 50%
pada kasus pantangan kafein. Dalam upaya untuk menghentikan penggunaan
kafein secara permanen, lebih dari 70% individu dapat mengalami setidaknya 1
gejala Putus kafein (47% dapat mengalami sakit kepala), dan 24% lainnya dapat
mengalami sakit kepala dengan tambahan 1 atau lebih gejala serta gangguan
fungsional yang disebabkan dengan Putus. Diantara individu yang menghentikan
penggunaan kafein setidaknya selama 24 jam tetapi tidak secara permanen
menghentikannya, sekitar 11% dapat mengalami sakit kepala ditambah 1 atau
lebih gejala serta gangguan fungsional. Konsumen kafein dapat menurunkan
insidensi Putus kafein dengan menggunakan kafein setiap hari atau secara tidak
rutin (cth. Tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Penurunan kafein bertahap
dalam periode waktu beberapa hari atau minggu dapat mengurangi insidensi
dan tingkat keparahan Putus kafein.
Faktor Risiko dan Prognosis Temperamental
• Penggunaan kafein berat telah diobservasi pada individu dengan
gangguan mental, termasuk gangguan makan; perokok; tahanan
penjara; dan pengguna obat-obatan dan alkohol yang
disalahgunakan. Maka individu-individu ini memiliki risiko yang lebih
tinggi terhadap Putus kafein atas pantangan kafein akut. Ketika kafein
bersifat legal dan biasanya tersedia secara luas, terdapat kondisi-
kondisi dimana penggunaan kafein dapat dilarang, contohnya seperti
pada prosedur medis, kehamilan, perawatan inap rumah sakit,
observasi religius, pada saat perang, perjalaanan, dan partisipasi
riset. Kondisi lingkungan eksternal ini dapat menimbulkan gejala
Putus bagi individu yang rentan. Faktor genetik dan fisiologis. Faktor
genetik dapat meningkatkan kerentanan terhadap Putus kafein, tetapi
tidak ada gen spesifik yang telah diidentifikasi.
GANGGUAN TERKAIT KAFEIN YANG TIDAK
DAPAT DIGOLONGKAN 292.9 (F15.99)
• Kategori ini berlaku pada karakteristik gejala
terkait kafein yang dapat menyebabkan
gangguan atau kerusakan klinis yang signifikan
dalam sosial, pekerjaan, atau area fungsional
penting lainnya tetapi tidak memenuhi kriteria
penuh dari gangguan terkait kafein spesifik
mana pun atau ataupun gangguan terkait
penggunaan zat dan diagnosis kelas gangguan
adiktif mana pun.
Gangguan Terkait Kanabis
Gangguan Penggunaan Kanabis
Intoksikasi Kanabis
Putus penggunaan Kanabis
Gangguan Akibat Kanabis Lainnya
Gangguan Terkait Kanabis yang Tidak Spesifik
GANGGUAN PENGGUNAAN
KANABIS
Kriteria Diagnosis
A. Pola penggunaan kanabis yang bermasalah menyebabkan gangguan yang signifikan secara klinis,
sebagaimana yang dimanifestasikan oleh setidaknya dua hal berikut, dan terjadi dalam periode 12
bulan: 1. Kanabis sering digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau lebih lama dari yang
direncanakan. 2. Ada keinginan yang kuat atau usaha yang tidak berhasil untuk mengurangi atau
mengontrol penggunaan kanabis. 3. Banyak waktu dihabiskan untuk kegiatan yang diperlukan untuk
mendapatkan kanabis, menggunakan kanabis, atau pulih dari dampaknya. 4. Keinginan yang kuat atau
dorongan untuk menggunakan kanabis. 5. Penggunaan kanabis berulang yang mengakibatkan
kegagalan untuk memenuhi kewajiban utama di tempat kerja,sekolah, atau rumah. 6. Terus
menggunakan kanabis meskipun memiliki permasalahan sosial atau interpersonal yang berulang yang
disebabkan atau diperparah oleh efek kanabis. 7. Kegiatan sosial, pekerjaan, atau rekreasi yang
penting dihentikan atau dikurangi karena penggunaan kanabis. 8. Penggunaan kanabis berulang dalam
situasi yang secara fisik berbahaya. 9. Penggunaan kanabis dilanjutkan meskipun mengetahui memiliki
masalah fisik atau psikologis yang berulang yang mungkin disebabkan atau diperburuk oleh kanabis.
10. Toleransi, sebagaimana didefinisikan oleh salah satu dari yang berikut: a.Kebutuhan untuk
meningkatan jumlah kanabis yang signifikan untuk mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan. b.
Efek berkurang secara signifikan dengan penggunaan jumlah kanabis yang sama secara terus menerus.
11. Putus, seperti yang dimanifestasikan oleh salah satu dari yang berikut: a. Gejala karakteristik Putus
kanabis (lihat Kriteria A dan B kriteria yang ditetapkan untuk Putus kanabis, hal. 517-518)
B. Kanabis (atau zat yang berkaitan erat) digunakan untuk menghilangkan atau menghindari gejala Putus.
• ditentukan apabila:
– Dalam remisi awal: Setelah kriteria lengkap untuk
gangguan penggunaan kanabis sebelumnya terpenuhi,
tidak ada kriteria untuk gangguan penggunaan kanabis
yang telah terpenuhi setidaknya selama 3 bulan tetapi
kurang dari 12 bulan (dengan pengecualian bahwa Kriteria
A4, “Keinginan yang kuat atau desakan untuk
menggunakan kanabis, ”mungkin muncul).
– Dalam remisi berkelanjutan; Setelah kriteria lengkap untuk
gangguan penggunaan kanabis sebelumnya terpenuhi,
tidak ada kriteria untuk gangguan penggunaan kanabis
yang terpenuhi selama jangka waktu 12 bulan atau lebih
(dengan pengecualian bahwa Kriteria A4, “Keinginan yang
kuat atau desakan untuk menggunakan kanabis, ”mungkin
muncul).
• ditentukan apabila:
– Dalam lingkungan yang terkontrol: Penentu tambahan ini digunakan jika individu berada
dalam suatu lingkungan di mana akses terhadap kanabis dibatasi.
• Kode berdasarkan tingkat keparahan saat ini: Catatan untuk kode ICD-10-CM: Jika
intoksikasi kanabis, Putus kanabis, atau gangguan mental terkait induksi kanabis
lainnya juga muncul, jangan gunakan kode di bawah ini untuk gangguan
penggunaan kanabis. Sebaliknya, gangguan penggunaan kanabis komorbid
diindikasikan pada karakter ke-4 dari kode gangguan terkait induksi kanabis (lihat
catatan pengkodean) untuk intoksikasi kanabis, Putus kanabis, atau gangguan
mental terkait induksi kanabis). Misalnya, jika terdapat gangguan kecemasan
terkait induksi kanabis yang komorbid, hanya kode gangguan kecemasan terkait
induksi kanabis yang diberikan,dengan karakter ke-4 menunjukkan apakah
gangguan penggunaan kanabis komorbid bertingkat ringan, sedang, atau berat:
F12.180 untuk gangguan penggunaan kanabis ringan dengan gangguan
kecemasan terkait induksi kanabis atau F12.280 untuk gangguan penggunaan
kanabis yang sedang atau berat dengan gangguan kecemasan terkait induksi
kanabis.
• Menentukan Tingkat Keparahan yang terjadi: 305.20 (F12.10) Ringan:
Kemunculan 2-3 gejala. 304.30 (F12.20) Sedang: Kemunculan 4-5 gejala. 304.30
(F12.20) Parah: Kemunculan 6 atau lebih gejala.
Fitur Diagnosis
• Gangguan penggunaan kanabis dan gangguan kanabis lainnya termasuk masalah yang
terkait dengan zat yang berasal dari tanaman kanabis dan senyawa kimia sintetis yang
menyerupai. Seiring bertambahnya waktu, bahan tanaman ini telah mengumpulkan
banyak nama (misalnya, gulma, pot, herba, rumput, reefer, mary jane, dagga, dope,
bhang, sigung, boom, gangster, kif, dan kanabis). Ekstraksi yang telah terkonsentrasi
dari tanaman kanabis yang juga umum digunakan adalah hashish. Kanabis atau
kanabis adalah istilah ilmiah yang paling umum dan mungkin yang paling tepat untuk
zat psikoaktif berasal dari tanaman, dan dalam manual ini digunakan untuk merujuk
ke semua bentuk zat seperti kanabis, termasuk senyawa cannabinoid sintetis.
• Formulasi oral sintetis (pil / kapsul) delta-9-tetrahydrocannabinol (delta-9- THC)
tersedia dengan resep untuk sejumlah indikasi medis yang disetujui (misalnya, untuk
mual dan muntah yang disebabkan oleh kemoterapi; untuk anoreksia dan penurunan
berat badan pada individu dengan AIDS). Senyawa cannabinoid sintetis lainnya telah
diproduksi dan didistribusikan untuk penggunaan nonmedis dalam bentuk bahan
tanaman yang telah disemprot dengan formulasi cannabinoid (misalnya, K2, Rempah,
JWH-018, JWH-073).
Fitur Terkait yang Mendukung Diagnosis
• Individu yang secara teratur menggunakan kanabis sering melaporkan bahwa kanabis
digunakan untuk mengatasi suasana hati, tidur, sakit, atau masalah fisiologis atau
psikologis lainnya, dan bagi yang didiagnosis dengan gangguan penggunaan kanabis
sering kali memiliki gangguan mental lainnya secara bersamaan. Dalam penilaian yang
seksama, biasanya mengungkapkan laporan penggunaan kanabis memperparah gejala
yang sama, serta alasan lain untuk penggunaan yang sering (misalnya, mengalami
euforia, untuk melupakan masalah, sebagai tanggapan atas kemarahan, sebagai
kegiatan sosial yang menyenangkan). Terkait dengan isu ini, beberapa individu yang
menggunakan kanabis beberapa kali per hari untuk yang alasan disebutkan sebelumnya
tidak menganggap diri mereka sebagai (dan tidak melaporkan) menghabiskan jumlah
waktu berlebih di bawah pengaruh atau pemulihan dari efek kanabis, meskipun
demikian mabuk kanabis atau turun dari itu efeknya secara rutin. Sebuah penanda
penting dari diagnosis gangguan penggunaan zat, terutama dalam tingkatan kasus yang
ringan adalah meneruskan penggnaan kanabis meskipun terdapat risiko dan
konsekuensi negatif terhadap kegiatan yang penting atau hubungan lainnya (cth.
sekolah, kerja, aktivitas olahraga, hubungan pasangan atau orang tua).
• Karena beberapa pengguna kanabis termotivasi untuk
meminimalkan jumlah atau frekuensi merekagunakan,
penting untuk menyadari tanda-tanda umum dan gejala
penggunaan kanabis dan intoksikasi sehingga dapat lebih
baik menilai tingkat penggunaan. Seperti halnya zat lain,
pengguna kanabis berpengalaman mengembangkan
toleransi behavioral dan farmakologi sehingga sulit untuk
mendeteksi ketika sedang berada di bawah pengaruh.
Tanda-tanda penggunaan akut dan kronis termasuk mata
merah(injeksi konjungtiva), bau kanabis pada pakaian,
menguningnya ujung jari (dari merokok joint), batuk kronis,
membakar dupa (untuk menyembunyikan bau), dan
keinginan berlebihan dan impuls untuk makanan tertentu,
kadang-kadang pada waktu yang tidak biasa di siang atau
malam hari.
Prevalensi
• Prevalensi Kanabinoid, terutama kanabis, adalah zat psikoaktif terlarang yang
paling banyak digunakan di Amerika Serikat. Prevalensi penggunaan kanabis
selama 12 bulan (DSM-IV tingkat penyalahgunaan dan ketergantungan
digabungkan) sekitar 3,4% di antara anak usia 12-17 tahun dan 1,5% orang
dewasa usia 18 tahun dan lebih. Tingkat gangguan penggunaan kanabis lebih
besar di antara pria dewasa (2,2%) daripada di antara wanita dewasa (0,8%)
dan di antara 12-17 tahun laki-laki (3,8%) dibandingkan perempuan usia 12 -17
tahun (3,0%). Prevalensi tingkat gangguan penggunaan kanabis pada 12 bulan
di kalangan orang dewasa berkurang dengan usia, dengan tingkat tertinggi di
antara 18 -29 tahun (4,4%) dan terendah di antara individu usia 65 tahun dan
lebih (0,01%).
• Prevalensi tinggi gangguan penggunaan kanabis mungkin mencerminkan
penggunaan kanabis menyebar luas terhadap penggunaan obat terlarang lain
dibandingkan potensi adiktif yang lebih besar. Perbedaan etnis dan ras dalam
prevalensi bersifat moderat. Prevalensi dalam 12 bulan pada gangguan
penggunaan kanabis sangat bervariasi di seluruh subkelompok etnis-ras di
Amerika Serikat.
• Untuk usia 12 -17 tahun, nilai tertinggi diperoleh oleh Native Amerika
dan Alaska (7,1%) dibandingkan dengan Hispanik (4,1%), kulit putih
(3,4%), Afrika Amerika (2,7%), dan orang Amerika Asia dan Kepulauan
Pasifik (0,9%). Di antara orang dewasa, prevalensi gangguan penggunaan
kanabis tertinggi pada berada pada Native Amerika dan Native Alaska
(3,4%) relatif untuk tingkat di antara Afrika Amerika (1,8%), kulit putih
(1,4%), Hispanik (1,2%), dan Asia dan Kepulauan Pasifik
• (1,2%). Selama dekade terakhir prevalensi gangguan penggunaan
kanabis telah meningkat di kalangan orang dewasa dan remaja.
Perbedaan gender dalam gangguan penggunaan kanabis umumnya
serupa dengan gangguan penggunaan zat lainnya. Gangguan
penggunaan kanabis lebih sering dilakukan oleh laki-laki, meskipun
besarnya perbedaannya kurang mencolok di kalangan remaja.
Perkembangan dan Tindakan Permulaan
• Gangguan penggunaan kanabis dapat terjadi kapan saja selama atau
setelah masa remaja, tetapi serangan ini paling sering terjadi selama masa
remaja atau dewasa awal. Meski jauh lebih sedikit , serangan gangguan
penggunaan kanabis di tahun-tahun praremaja atau di akhir 20-an atau
lebih dapat terjadi. Penerimaan terbaru oleh beberapa penggunaan dan
ketersediaan "mariyuana medis" dapat meningkatkan tingkat serangan
gangguan penggunaan kanabis di antara orang dewasa yang lebih tua.
Umumnya, gangguan penggunaan kanabis berkembang dalam jangka
waktu yang panjang, meskipun perkembangannya tampak lebih cepat pada
remaja, terutama yang lebih mudah menyebar. Kebanyakan orang yang
mengembangkan gangguan penggunaan kanabis biasanya membentuk
pola penggunaan kanabis yang secara bertahap meningkat pada frekuensi
dan jumlahnya. Kanabis bersama dengan tembakau dan alkohol, secara
tradisional adalah zat pertama yang dicoba remaja.
• Banyak yang menganggap kanabis lebih tidak berbahaya
daripada penggunaan alkohol atau tembakau, dan
persepsi ini kemungkinan berkontribusi terhadap
peningkatan penggunaan. Selain itu, intoksikasi kanabis
tidak biasanya menghasilkan disfungsi perilaku dan
kognitif yang parah seperti halnya keracunan alkohol yang
signifikan, yang dapat meningkatkan kemungkinan lebih
sering digunakan dalam situasi yang lebih beragam
dibandingkan dengan alkohol. Faktor-faktor ini
berkontribusi pada potensi transisi yang cepat dari
penggunaan kanabis menuju gangguan penggunaan
kanabis di antara beberapa remaja, dan pola penggunaan
umum yang dilakukan sepanjang hari biasa dapat diamati
bagi yang memiliki gangguan penggunaan kanabis berat.
• Dengan pengguna remaja, perubahan stabilitas suasana hati, tingkat energi,
dan pola makan umum diamati. Tanda-tanda dan gejala ini kemungkinan
disebabkan oleh efek langsung dari kanabis yang digunakan (intoksikasi) dan
efek berikutnya setelah keracunan akut (coming down), serta upaya untuk
menyembunyikan penggunaan dari orang lain. Masalah terkait sekolah
biasanya terjadi terkait dengan gangguan penggunaan kanabis pada remaja,
khususnya penurunan nilai yang dramatis di kelas, pembolosan, dan
penurunan minat dalam kegiatan di sekolah. Gangguan penggunaan kanabis di
kalangan orang dewasa biasanya melibatkan pola penggunaan kanabis sehari-
hari yang terus berlanjut meskipun muncul masalah psikososial atau medis
yang jelas. Banyak orang dewasa telah mengalami keinginan berulang untuk
berhenti atau penghentian yang gagal. Pada kasus pada tingkat yang lebih
ringan pada orang dewasa kasus-kasus mungkin menyerupai kasus-kasus
penggunaan kanabis bagi remaja yang tidak terlalu sering atau berat tetapi
berkelanjutan, meskipun ada konsekuensi signifikan dari penggunaannya.
Tingkat penggunaan di antara orang dewasa paruh baya dan yang lebih tua
tampaknya meningkat, kemungkinan dikarenakan efek Cohort yang
mengakibat tingginya prevalensi penggunaan kanabis pada akhir 1960-an dan
1970-an.
• Permulaan dini semacam ini kemungkinan
terjadi bersamaan lainnya masalah
eksternalisasi, terutama dengan gejala
gangguan . Namun, permulaan awal juga
merupakan prediktor masalah internalisasi
dan karena itu mungkin mencerminkan faktor
risiko umum untuk pengembangan gangguan
kesehatan mental.
Faktor Risiko dan Prognosis
• Temperamental Riwayat gangguan perilaku di masa kanak-
kanak atau remaja dan gangguan kepribadian antisosial
merupakan faktor risiko untuk pengembangan beberapa
gangguan terkait penggunaan zat , termasuk gangguan
terkait kanabis. Faktor-faktor risiko lain termasuk
eksternalisasi atau menginternalisasi gangguan selama masa
kanak-kanak atau remaja. Remaja dengan skor disinhibition
perilaku yang tinggi menunjukkan gangguan penggunaan zat
yang dini, termasuk gangguan penggunaan kanabis,
berkaitan dengan zat-zat lainnya, dan masalah perilaku awal.
• Lingkungan. Faktor risiko termasuk kegagalan akademik,
merokok tembakau, situasi keluarga tidak stabil atau terdapat
kekerasan, penggunaan kanabis di antara anggota keluarga
dekat, riwayat keluarga dari gangguan penggunaan zat, dan
status sosial ekonomi rendah, kemudahan ketersediaan zat
merupakan faktor risiko; kanabis relatif mudah diperoleh di
sebagian besar budaya, sehingga meningkatkan risiko
memicu gangguan penggunaan kanabis.
• Genetik dan Fisiologis
Pengaruh genetik berkontribusi pada pengembangan
gangguan penggunaan kanabis. Faktor yang menurun
sebesar 30% dan 80% dari total varian dalam risiko gangguan
penggunaan kanabis. Perlu dicatat bahwa genetika umum
berbagi pengaruh lingkungan antara kanabis dan gangguan
penggunaan zat lainnya, menyiratkan bahwa genetik
merupakan dasar yang umum bagi permasalahan
penggunaan zat pada remaja.
• Masalah Diagnosis terkait Budaya
• Kanabis mungkin adalah zat terlarang yang paling sering
digunakan di dunia. Keberadaan gangguan penggunaan
kanabis di seluruh negara tidak diketahui, tetapi tingkat
prevalensinya cenderung sama di antara negara-negara
maju. Kanabis sering kali menjadi salah satu obat
eksperimentasi pertama (biasanya pada remaja) dari
semua kelompok budaya di Amerika Serikat. Penerimaan
kanabis untuk tujuan medis sangat bervariasi di seluruh
dan di dalam budaya. Faktor budaya (penerimaan dan
status hukum) yang mungkin berdampak pada diagnosis
yang berhubungan dengan konsekuensi perbedaan lintas
budaya untuk mendeteksi penggunaan (penangkapan,
skorsing sekolah,atau suspensi kerja).
• Pemeriksaan Penunjang
• Tes biologis untuk metabolit kanabis berguna
untuk menentukan apakah seseorang memiliki
kanabis yang baru saja digunakan. Tes semacam
itu sangat membantu dalam membuat diagnosis,
khususnya pada kasus ringan jika seseorang
menyangkal menggunakan sementara yang lain
(keluarga, pekerjaan, sekolah) menyatakan
keprihatinantentang masalah penggunaan zat.
Pengujian ahli pada metode tes urin diperlukan
untuk menginterpretasikan hasil dengan dapat
dipertanggungjawabkan.
• Konsekuensi Fungsional dari Gangguan penggunaan Kanabis
• Konsekuensi fungsional dari gangguan penggunaan kanabis adalah bagian dari kriteria
Diagnosis. Banyak bidang fungsi psikososial, kognitif, dan kesehatan dapat dibahayakan
dalam terkait gangguan penggunaan kanabis. Fungsi kognitif, khususnya fungsi eksekutif
yang lebih tinggi, dapat dibahayakan dalam pengguna kanabis, dan hubungan ini
tampaknya tergantung pada dosis (baik secara akut maupun kronis). Ini dapat
menyebabkan peningkatan kesulitan pada sekolah atau kerja. Penggunaan kanabis telah
dikaitkan dengan pengurangan aktivitas prososial, yang beberapa orang telah melabelkan
sindrom tersebut sebagai amotivasi, yang memanifestasikan dirinya dalam keadaan kinerja
sekolah dan pekerjaan yang buruk. Masalah-masalah ini mungkin terkait dengan intoksikasi
yang menyebar atau pemulihan dari efek intoksikasi. Demikian pula, masalah terkait
kanabis pada hubungan sosial biasanya dilaporkan oleh orang yang memiliki gangguan
penggunaan kanabis. Kecelakaan dalam perilaku yang berpotensi berbahaya saat berada di
bawah pengaruh (misalnya, aktivitas mengemudi, olahraga, rekreasi atau pekerjaan) juga
menjadi kekhawatiran. Asap kanabis mengandung senyawa karsinogenik tingkat tinggi yang
menempatkan pengguna kronis lebih
• berisiko untuk terserang penyakit pernapasan yang mirip dengan yang gejala yang dialami
oleh perokok tembakau. Penggunaan kanabis kronis dapat menyebabkan serangan atau
memperparah gangguan mental lainnya. Secara khusus, kekhawatiran tentang penggunaan
kanabis sebagai faktor penyebab skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya telah diangkat.
Penggunaan kanabis dapat berkontribusi pada timbulnya perostiwa psikotik akut yang
dapat memperburuk beberapa gejala, dan dapat mempengaruhi pengobatan penyakit
psikotik utama.
Diagnosis Banding
• Penggunaan kanabis tidak bermasalah. Perbedaan antara penggunaan kanabis
dan penggunaan kanabis tidak bermasalah dapat sulit dilakukan karena masalah
sosial, perilaku, atau psikologis mungkin sulit untuk dikaitkan dengan zat, terutama
dalam konteks penggunaan zat lain. Juga, penolakan penggunaan kanabis berat dan
atribusi bahwa kanabis berkaitan dengan atau menyebabkan masalah substansial,
hal tersebut umum terjadi di antara individu yang dirujuk ke pengobatan oleh orang
lain (yaitu sekolah, keluarga, majikan, sistem peradilan pidana).
• Gangguan mental lainnya. Gangguan terkait induksi canabis dapat
dikarakteristikan oleh gejala (cth, kecemasan) yang menyerupai gangguan mental
primer (misalnya, gangguan kecemasan umum vs gangguan kecemasan terkait
induksi kanabis, dengan kecemasan umum, dengan serangan selama intoksikasi).
Asupan kanabis kronis dapat menghasilkan kurangnya motivasi yang menyerupai
gangguan depresi persisten (dysthymia). Reaksi buruk yang akut terhadap kanabis
harus dibedakan dengan gejala gangguan kepanikan, gangguan depresi berat,
gangguan delusional, gangguan bipolar, atau skizofrenia, tipe paranoid.
Pemeriksaan fisik akan menunjukkan peningkatan denyut nadi dan injeksi
konjungtiva. Tes toksikologi urin dapat membantu dalam membuat diagnosis.
• Komorbiditas
• Kanabis sering dianggap sebagai obat "gateway" karena individu
yang sering menggunakan kanabis memiliki probabilitas seumur
hidup yang jauh lebih besar daripada non-pengguna yang
menggunakan zat yang biasanya dianggap lebih berbahaya,
seperti opioid atau kokain. Penggunaan kanabis dan gangguan
penggunaan kanabis sangat komorbid dengan gangguan
penggunaan zat lainnya. Kondisi mental yang terjadi bersamaan
umum terjadi dalam gangguan penggunaan kanabis.
Penggunaan kanabis telah dikaitkan dengan kepuasan hidup
yang lebih buruk; peningkatan perawatan kesehatan mental
dan perawatan inap di rumah sakit; dan tingkat depresi yang
lebih tinggi, gangguan kecemasan, percobaan bunuh diri, dan
gangguan perilaku. Individu dengan gangguan penggunaan
kanabis pada masa lalu atau seumur hidup memiliki tingkat
gangguan penggunaan alkohol yang lebih tinggi (lebih dari 50%)
dan gangguan penggunaan tembakau (53%).
• Individu dengan diagnosa gangguan penggunaan kanabis pada masa lalu
atau seumur hidup juga memiliki tingkat gangguan mental yang tinggi
bersamaan selain dengan gangguan penggunaan zat. Gangguan depresi
berat(11%), gangguan kecemasan apa pun (24%), dan gangguan bipolar I
(13%) cukup umum di antara individu dengan diagnosis gangguan
penggunaan kanabis pada masa lalu, seperti juga antisosial (30%), obsesif.-
kompulsif, (19%), dan paranoid (18%), gangguan kepribadian. Sekitar 33%
remaja dengan gangguan penggunaan kanabis memiliki gangguan
internalisasi (cth, kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma), dan
60% memiliki gangguan eksternalisasi (cth, gangguan perilaku, defisit
perhatian / gangguan hiperaktif).
• Meskipun penggunaan kanabis dapat memengaruhi berbagai aspek fungsi
manusia normal, termasuk sistem kardiovaskular, kekebalan, neuromuskular,
okular, reproduksi, dan pernapasan, serta nafsu makan dan kognisi /
persepsi, ada beberapa kondisi medis yang jelas yang umumnya terjadi
bersamaan dengan . gangguan penggunaan kanabis. Efek kesehatan yang
paling signifikan dari kanabis melibatkan sistem pernapasan, dan perokok
kanabis kronis menunjukkan tingkat gejala pernapasan dari bronkitis yang
tinggi, produksi sputum, sesak napas, dan suara yang mengi.
INTOKSIKASI KANABIS
Kriteria Diagnosis
A. Penggunaan kanabis baru-baru ini.
B. Perubahan perilaku atau psikologis bermasalah yang secara klinis yang
signifikan (misalnya, gangguan koordinasi motorik, euforia, kecemasan, sensasi
waktu melambat, gangguan penilaian, putus sosial) yang berkembang selama,
atau segera setelah, penggunaan kanabis.
C. Dua (atau lebih) dari tanda-tanda atau gejala berikut berkembang dalam 2
jam setelah penggunaan kanabis:
1. Injeksi konjungtiva.
2. Meningkatnya nafsu makan.
3. Mulut kering.
4. Takikardia.
D. Tanda-tanda atau gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh kondisi medis lain
dan lebih baik tidak dijelaskan oleh gangguan mental lainnya, termasuk
intoksikasi dengan zat lain.
ditentukan Apabila:
• Dengan gangguan persepsi: Halusinasi dengan pengujian realitas utuh atau
ilusi auditori, visual, atau taktil terjadi tanpa adanya delirium.Catatan
pengkodean: Kode untuk ICD-9-CM adalah 292,89. Kode untuk ICD-10-CM
tergantung pada apakah ada atau tidak ada gangguan penggunaan kanabis
komorbid dan apakah ada gangguan persepsinya atau tidak. Untuk intoksikasi
kanabis, tanpa gangguan persepsi: Jika gangguan penggunaan kanabis ringan
bersifat komorbid, kode untuk ICD- 10-CM adalah F12.129, dan jika gangguan
penggunaan kanabis sedang atau berat komorbid, kode untuk ICD-10-CM
adalah F12.229. Jika tidak ada gangguan penggunaan kanabis komorbid, maka
kode untuk ICD-10-CM adalah F12.929. Untuk intoksikasi kanabis, dengan
gangguan persepsi: Jika gangguan penggunaan kanabis ringan bersifat
komorbid, kode ICD-10-CM adalah FI 2.122, dan jika gangguan penggunaan
kanabis sedang atau berat komorbid, kode ICD-10-CM adalah FI2. 222. Jika
tidak ada gangguan penggunaan kanabis komorbid, maka kode ICD-10-CM
adalah FI 2.922.
Penentu
• Ketika halusinasi terjadi tanpa adanya
pengujian realitas utuh, diagnosisgangguan
psikotik terkait induksi zat/medikasi harus
dipertimbangkan.
Fitur Diagnosis
• Fitur utama dari intoksikasi kanabis adalah adanya perubahan perilaku atau psikologis
bermasalah yang signifikan yang berkembang selama, atau setelah penggunaan kanabis
(Kriteria B). Intoksikasi biasanya dimulai dengan perasaan '' tinggi 'diikuti dengan gejala yang
mencakup euforia dengan tawa dan grandiositas yang tidak tepat, sedasi, kelesuan, gangguan
dalam memori jangka pendek, kesulitan melakukan proses mental yang kompleks, gangguan
penilaian, persepsi sensorik terdistorsi, gangguan kinerja motorik, dan sensasi bahwa waktu
berlalu perlahan-lahan. Kadang- kadang, kecemasan (yang bisa parah), dysphoria, atau putus
sosial terjadi. Efek psikoaktif ini disertai dengan 2atau lebih dari tanda-tanda berikut,
berkembang dalam waktu 2 jam penggunaan kanabis: injeksi konjungtiva, peningkatan nafsu
makan, mulut kering, dan takikardia (Kriteria C).
• Intoksikasi berkembang dalam beberapa menit jika kanabis dihisap tetapi mungkin
memerlukan beberapa jam untuk berkembang jika kanabis dicerna secara oral. Efek biasanya
berlangsung 3-4 jam, dengan durasi yang agak lama ketika zat dicerna secara oral. Besarnya
perubahan behavioral dan fisiologis tergantung pada dosis, metode administrasi, dan
karakteristik individu menggunakan substansi, seperti tingkat penyerapan, toleransi, dan
kepekaan terhadap efek substansi. Karena sebagian besar cannabinoids, termasuk delta-9-
tetrahydrocannabinol (delta-9-THC), larut dalam lemak, efek dari kanabis atau kanabis
kadang-kadang dapat bertahan atau berulang selama 12-24 jam karena pelepasan lambat zat
psikoaktif dari jaringan lemak atau untuk sirkulasi enterohepatic.
Prevalensi
• Prevalensi episode aktual intoksikasi kanabis
di populasi umum tidak diketahui. Namun, ada
kemungkinan bahwa sebagian besar pengguna
kanabis pada suatu waktu akan memenuhi
kriteria untuk intoksikasi kanabis. Mengingat
hal ini, prevalensi pengguna kanabis dan
prevalensi orang yang mengalami intoksikasi
kanabis cenderung sama.
Konsekuensi Fungsional dari Intoksikasi
Kanabis
• Gangguan dari intoksikasi canabis mungkin
memiliki konsekuensi serius, termasuk
disfungsi di tempat kerja atau sekolah,
kecerobohan sosial, kegagalan untuk
memenuhi kewajiban peran, kecelakaan lalu
lintas, dan berhubungan seks tanpa
perlindungan. Dalam kasus yang jarang terjadi,
intoksikasi kanabis dapat memicu psikosis
yang dapat bervariasi dalam durasi.
Diagnosis Banding
• Perhatikan bahwa jika presentasi klinis termasuk halusinasi dalam ketiadaan
pengujian realitas utuh, diagnosis gangguan psikotik terkait induksi zat/
medikasiharus dipertimbangkan.
Intoksikasi zat lainnya. Intoksikasi kanabis bisa menyerupai intoksikasi
jenis zat lainnya. Namun, berbeda dengan intoksikasi cannabis, keracunan alkohol
dan obat penenang, hipnosis, atau intoksikasi anxiolytic sering menurunkan nafsu
makan, meningkatkan perilaku agresif, dan menghasilkan nystagmus atau ataksia.
Halusinogen dalam dosis rendah dapat menyebabkan kondisi klinis yang menyerupai
intoksikasi cannabis. Phencyclidine, seperti ganja, dapat dihisap dan juga
menyebabkan perubahan persepsi, tetapi intoksikasi phencyclidine jauh lebih
mungkin menyebabkan ataksia dan perilaku agresif.
• Gangguan terkait induksi kanabis lainnya. Intoksikasi ganja dibedakan dari gangguan
terkait induksi kanabis lainnya (cth, gangguan kecemasan terkait induksi kanabis,
dengan serangan selama intoksikasi) karena gejala pada gangguan selanjutnya
mendominasi presentasi klinis dan cukup parah untuk membutuhkan perhatian klinis
independen.
PUTUS KANABIS
Kriteria Diagnosis 292.0 (F12.288)
• A. Penghentian penggunaan kanabis yang telah berat dan berkepanjangan (yaitu, biasanya
setiap hari atau
penggunaan hampir setiap hari selama setidaknya beberapa bulan).
B. Tiga (atau lebih) dari tanda dan gejala berikut berkembang dalam waktu sekitar 1 minggu
setelah Kriteria A:
• 1. Iritabilitas, kemarahan, atau agresi.
2. Gugup atau kecemasan.
3. Kesulitan tidur (misalnya, insomnia, mimpi yang mengganggu).
4. Nafsu makan menurun atau penurunan berat badan.
5. Gelisah.
6. Suasana hati depresi.
7. Setidaknya satu dari gejala-gejala fisik berikut ini menyebabkan ketidaknyamanan yang C.
Tanda-tanda atau gejala-gejala dalam Kriteria B menyebabkan tekanan atau kerusakan yang
signifikan secara klinis di bidang fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.D. Tanda-
tanda atau gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan lebih baik tidak
dijelaskan oleh gangguan mental lainnya, termasuk keracunan atau putus dari zat lain. Catatan
pengkodean: Kode ICD-9-CM adalah 292.0. Kode ICD-10-CM untuk putuskanabis
• adalah F12.288. Perhatikan bahwa kode ICD-10-CM menunjukkan keberadaan komorbid dari
gangguan penggunaan kanabis sedang atau parah, yang mencerminkan fakta bahwa
putuskanabis hanya dapat terjadi jika ada gangguan penggunaan kanabis sedang atau berat.
Tidak diperbolehkan untuk memberi kode gangguan penggunaan kanabis ringan komorbid
Fitur Diagnosis
Fitur penting dari putus kanabis adalah adanya karakteristik gejala putus yang berkembang
setelah penghentian atau pengurangan dalam jumlah banyak dalam penggunaan kanabis
yang berat dan berkepanjangan. Selain gejala-gejala dalam Kriteria B, hal-hal berikut mungkin
juga diamati setelah penghentian: kelelahan, menguap, kesulitan berkonsentrasi, dan periode
rebound dari peningkatan nafsu makan dan hipersomnia yang mengikuti periode awal
hilangnya nafsu makan dan insomnia. Untuk diagnosis, gejala putus harus menyebabkan
gangguan atau kerusakan yang signifikan secara klinis di bidang fungsi sosial, pekerjaan, atau
area penting lainnya (Kriteria C). Banyak pengguna kanabis melaporkan merokok kanabis atau
mengambil zat-zat lain untuk membantu meredakan gejala-gejala putus, dan banyak laporan
yang menyatakan bahwa gejala-gejala putus membuat berhenti sulit atau telah menyebabkan
kambuh. Gejala biasanya tidak cukup parah untuk memerlukan perhatian medis, tetapi obat
atau strategi perilaku dapat membantu meringankan gejala dan meningkatkan prognosis
pada mereka yang mencoba berhenti menggunakan kanabis. putus kanabis biasanya diamati
pada individu yang mencari pengobatan untuk penggunaan kanabis serta pengguna kanabis
berat yang tidak mencari pengobatan. Di antara individu yang telah menggunakan kanabis
secara teratur selama beberapa periode hidup mereka, hingga laporan ketiga setelah
mengalami putus kanabis. Di antara orang dewasa dan remaja yang terdaftar dalam
perawatan atau pengguna berat kanabis, 50% - 95% melaporkan putus kanabis. Temuan-
temuan ini menunjukkan bahwa putus kanabis terjadi di antara sebagian besar pengguna
kanabis reguler yang mencoba berhenti.
Perkembangan dan Tindakan
• Jumlah, durasi, dan frekuensi merokok kanabis yang
diperlukan untuk menghasilkan gangguan putus kanabis
terkait selama upaya berhenti tidak diketahui. Sebagian besar
gejala memiliki serangan dalam 24-72 jam pertama
penghentian, puncaknya terjadi dalam minggu pertama, dan
terakhir sekitar 1-2 minggu. Kesulitan tidur dapat berlangsung
lebih dari 30 hari. putus kanabis telah didokumentasikan di
kalangan remaja dan orang dewasa. putus kanabis cenderung
lebih umum dan parah di kalangan orang dewasa,
kemungkinan besar terkait dengan frekuensi dan kuantitas
penggunaan yang lebih persisten dan lebih besar di kalangan
orang dewasa.
Faktor Risiko dan Prognosis
• Lingkungan. Kemungkinan besar, prevalensi dan keparahan putus kanabis
lebih besar pada pengguna ganja yang lebih berat, dan terutama di antara mereka
yang mencari pengobatan untuk gangguan penggunaan ganja. Keparahan putus juga
tampaknya berhubungan secara positif dengan tingkat keparahan gejala gangguan
mental komorbid . Konsekuensi Fungsional dari putus Kanabis. Pengguna ganja
melaporkan menggunakan ganja untuk meringankan gejala putus, menunjukkan
bahwa putus mungkin berkontribusi untuk ekspresi berkelanjutan dari gangguan
penggunaan kanabis. Hasil yang buruk mungkin berkaitan dengan putus yang lebih
besar. Sebagian besar orang dewasa dan remaja dalam pengobatan untuk gangguan
penggunaan ganja moderat hingga berat mengetahui gejala putus dari tingkat sedang
hingga berat, dan banyak yang mengeluh bahwa gejala ini membuat penghentian
menjadi lebih sulit. Pengguna ganja melaporkan mengalami kekambuhan pada
penggunaan kanabis atau memulai penggunaan obat lain (misalnya obat penenang)
untuk memberikan bantuan dari gejala putus ganja. Terakhir, individu yang hidup
dengan pengguna kanabis diobservasi dan mengalami efek putus yang signifikan,
menunjukkan bahwa gejala seperti itu mengganggu kehidupan sehari-hari.
Diagnosis Banding
• Karena banyak gejala putus kanabis juga gejala
sindrom putus zat lain atau gangguan depresi
atau bipolar, harus lebih fokus dalam
mengevaluasi dan memastikan bahwa gejala
tidak lebih baik dijelaskan dengan
penghentian dari zat lain (cth, tembakau atau
putus alkohol), gangguan mental lainnya
(gangguan kecemasan umum, gangguan
depresi berat), atau kondisi medis lainnya.
GANGGUAN TERKAIT INDUKSI
KANABIS LAINNYA
• Gangguan terkait induksi kanabis berikut dijelaskan dalam
bab-bab lain dari manual dengan gangguan-gangguan
yang memiliki kesamaan fenomenologi (lihat gangguan
mental terkait induksi zat / obat dalam bab-bab ini):
gangguan psikotik terkait induksi cannabis ("Skizofrenia
Spektrum dan Gangguan Psikotik Lainnya" ); Gangguan
kecemasan terkait induksi cannabis ('' Gangguan
Kecemasan '), dan gangguan tidur terkait induksi kanabis
("Gangguan Tidur-Bangun") .Untuk intoksikasi kanabis
delirium, lihat kriteria dan diskusi tentang delirium dalam
bab "Gangguan Neurokognitif." Gangguan terkait induksi
kanabis didiagnosis, dibandingkan sebagai intoksikasi
cannabis atau putus kanabis ketika gejalanya cukup parah
untuk membutuhkan perhatian klinis independen.
GANGGUAN TERKAIT KANABIS YANG TIDAK
DAPAT DITENTUKAN 292.9 (F12.99)
• Kategori ini berlaku untuk presentasi di mana
gejala karakteristik ganja terkait gangguan
yang menyebabkan distress signifikan secara
klinis atau gangguan di bidang sosial,
pekerjaan, atau aspek fungsional penting
lainnya mendominasi tetapi tidak memenuhi
kriteria lengkap untuk setiap gangguan terkait
ganja spesifik atau salah satu dari gangguan di
kelas Diagnosis gangguan terkait- zat dan
adiktif.
Gangguan Terkait Halusinogen

Gangguan Penggunaan Phencyclidine


Gangguan Penggunaan Halusinogen Lainnya
Intoksikasi Phencyclidine
Intoksikasi Halusinogen Lainnya
Gangguan Persepsi Halusinogen yang Berlangsung Lama Gangguan lain yang disebabkan oleh
Phencyclidine Gangguan lain terkait induksi Halusinogen
Gangguan terkait Phencyclidine yang tidak dapat di Golongkan
Gangguan terkait Halusinogen yang tidak dapat di Golongkan
GANGGUAN PENGGUNAAN
PHENCYCLIDINE
Kriteria Diagnosis
A. Pola penggunaan phencyclidine (atau zat yang mirip secara farmakologi) yang mengarah ke
gangguan atau distres yang signifikan secara klinis, yang gejalanya dimanifestasikan oleh
setidaknya dua hal berikut, terjadi dalam periode 12 bulan:
1. Phencyclidine sering diambil dalam jumlah yang lebih besar atau lebih lama dari yang
direncanakan.
2. Ada keinginan yang gigih atau usaha yang tidak berhasil untuk mengurangi atau
mengontrol penggunaan phencyclidine.
3. Banyak waktu dihabiskan dalam kegiatan yang diperlukan untuk memperoleh
phencyclidine, menggunakan phencyclidine, atau pulih dari dampaknya.
4. Keinginan, atau kemauan yang kuat atau dorongan untuk menggunakan phencyclidine.
5. Penggunaan phencyclidine berulang mengakibatkan kegagalan untuk memenuhi kewajiban
peran utama di kerja, sekolah, atau rumah (misalnya, absen berulang dari pekerjaan atau
kinerja kerja yang buruk terkait dengan penggunaan phencyclidine; absensi, suspensi, atau
pengusiran terkait phencyclidine dari sekolah; mengabaikan anak-anak atau rumah tangga).
6. Penggunaan phencyclidine lanjutan meskipun memiliki masalah sosial atau interpersonal
yang berulang yang disebabkan atau diperparah oleh efek dari phencyclidine (cth. argumen
dengan pasangan tentang konsekuensi intoksikasi; perkelahian fisik).
7. Kegiatan sosial, pekerjaan, atau rekreasi yang penting ditinggalkan atau
dikurangi dikarenakan penggunaan phencyclidine.
8. Penggunaan phencyclidine berulang dalam situasi yang berbahaya
secara fisik (misalnya, mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin
ketika dalam pengaruh oleh phencyclidine).
9. Penggunaan Phencyclidine dilanjutkan meskipun pengetahuan memiliki
masalah fisik atau psikologis yang berulang yang mungkin telah
disebabkan atau diperparah oleh phencyclidine.
10. Toleransi, sebagaimana didefinisikan oleh salah satu dari yang berikut:
a. Kebutuhan akan peningkatan jumlah penggunaan phencyclidine untuk
mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan.
b. Efek yang menjadi berkurang dengan terus menerus menggunakan
phencyclidine dalam jumlah yang sama.
Catatan: putus gejala dan tanda tidak ditetapkan untuk phencyclidines,
sehingga kriteria ini tidak berlaku. (putus dari phencyclidines telah
dilaporkan pada hewan tetapi tidak didokumentasikan pada pengguna
manusia).
ditentukan Apabila
Pada remisi awal: Setelah kriteria lengkap untuk gangguan
penggunaan phencyclidine sebelumnya terpenuhi, tidak ada kriteria
untuk gangguan penggunaan phencyclidine telah terpenuhi
setidaknya selama 3 bulan tetapi kurang dari 12 bulan (dengan
pengecualian bahwa Kriteria A4, "Keinginan, atau kemauan yang
kuat atau dorongan untuk menggunakan phencyclidine, "dapat
terjadi).
Pada remisi berkelanjutan: Setelah kriteria lengkap untuk gangguan
penggunaan phencyclidine sebelumnya terpenuhi, tidak ada kriteria
untuk gangguan penggunaan phencyclidine telah dipenuhi setiap
saat selama jangka waktu 12 bulan atau lebih lama (dengan
pengecualian bahwa Kriteria A4, "Keinginan, atau kemauan kuat
atau dorongan untuk menggunakan phencyclidine, "dapat terjadi).
Di tentukan Apabila
Di dalam Lingkungan yang Terkontrol Penentu tambahan ini digunakan jika individu
berada dalam lingkungan di mana akses untuk phencyclidines dibatasi. Pengkodean
berdasarkan tingkat keparahan saat ini: Catatan untuk kode ICD-10-CM: Jika
intoksikasi phencyclidine atau gangguan mental lain yang disebabkan phencyclidine
juga muncul, jangan gunakan kode di bawah ini untuk gangguan penggunaan
phencyclidine. Sebagai gantinya, gangguan penggunaan komorbid diindikasikan pada
karakter ke-4 dari kode gangguan terkait induksi phencyclidine (lihat catatan
pengkodean untuk intoksikasi phencyclidine atau gangguan mental yang ditimbulkan
phencyclidine tertentu). Sebagai contoh, jika ada gangguan psikotik yang terkait
induksi phencyclidine yang komorbid, hanya kode gangguan psikotik yang terkait
induksi phencyclidine yang diberikan, dengan karakter ke-4 yang menunjukkan
apakah gangguan penggunaan phencyclidine komorbid bersifat ringan, sedang, atau
berat: F16.159 untuk gangguan penggunaan phencyclidine ringan dengan
gangguanpsikotik terkait induksi oleh phencyclidine atau F16.259 untuk gangguan
penggunaan phencyclidine sedang atau berat dengan gangguanpsikotik terkait
induksi oleh phencyclidine.
Penentu Tingkat Keparahan:
• 305.90 (F16.10) Ringan: Kemunculan 2-3
gejala.
• 304.60 (F16.20) Sedang: Kemunculan 4-5
gejala.
• 304.60 (F16.20) Parah: Kemunculan 6 atau
lebih gejala.
Penentu
• "Dalam lingkungan yang terkendali" berlaku
sebagai penentu remisilebih lanjut jika individu
tersebut baik dalam remisi dan dalam lingkungan
yang terkontrol (yaitu, Pada saat remisi awal
dalam lingkungan yang terkontrol atau dalam
remisi berkelanjutan dalam lingkungan yang
terkontrol). Contoh dari lingkungan ini diawasi
dengan penjara bebas zat yang ketat, komunitas
terapeutik, dan unit rumah sakit yang tertutup.
Fitur Diagnosis
• The phencyclidines (atau zat seperti phencyclidine) termasuk phencyclidine
(misalnya, PCP, "angel dust") dan senyawa-senyawa yang kurang kuat tetapi bekerja
seperti ketamine, cyclohexamine, dan
• dizocilpine. Zat-zat ini pertama kali dikembangkan sebagai anestesi disosiatif pada
1950-an dan menjadi narkoba jalanan pada 1960-an. Mereka menghasilkan
perasaan terpisah dari pikiran dan tubuh (karenanya "disosiatif") dalam dosis
rendah, dan pada dosis tinggi, pingsan dan koma dapat terjadi. Zat-zat ini paling
sering dihisap atau diambil secara lisan, tetapi mereka juga bisa didengus atau
disuntikkan. Meskipun efek psikoaktif utama PCP berlangsung selama beberapa
jam, tingkat eliminasi total obat ini dari tubuh biasanya terjadi selama 8 hari atau
lebih. Efek halusinogen pada individu yang rentan dapat berlangsung selama
berminggu-minggu dan dapat memicu episode psikotik persisten yang menyerupai
skizofrenia. Ketamin telah diamati memiliki utilitas dalam pengobatan gangguan
depresi berat. Gejala putus belum jelas pada manusia, dan karena itu kriteria putus
tidak termasuk dalam diagnosis gangguan penggunaan phencyclidine.
Fitur Terkait yang Mendukung Diagnosis
• Phencyclidine dapat dideteksi dalam urin hingga 8 hari atau
bahkan lebih lama pada dosis yang sangat tinggi. Selain tes
laboratorium untuk mendeteksi keberadaannya, gejala
karakteristik yang dihasilkan dari intoksikasi dengan
phencyclidine atau zat terkait dapat membantu dalam
diagnosisnya. Phencyclidine cenderung menghasilkan gejala
disosiatif, analgesia, nistagmus, dan hipertensi, dengan risiko
hipotensi dan syok. Perilaku kekerasan juga dapat terjadi
dengan penggunaan phencyclidine, karena orang yang
terintoksasi dapat percaya bahwa mereka diserang. Gejala
sisa setelah penggunaan dapat menyerupai skizofrenia.
Prevalensi
• Prevalensi gangguan penggunaan phencyclidine belum
diketahui. Terdapat sekitar 2,5% dari laporan populasi yang
pernah menggunakan phencyclidine. Proporsi pengguna
meningkat seiring bertambahnya usia, dari 0,3% anak usia 12-
17 tahun, menjadi 1,3% dari 18-25 tahun, menjadi 2,9% dari
mereka yang berusia 26 tahun dan pelaporan yang lebih lama
yang pernah menggunakan phencyclidine. Tampaknya ada
peningkatan di antara siswa kelas 12 di kedua yang pernah
digunakan (menjadi 2,3% dari 1,8%) dan penggunaan tahun lalu
(menjadi 1,3% dari 1,0%) dari phencyclidine. Penggunaan
ketamin di masa lalu tampaknya relatif stabil di antara siswa
kelas 12 (1,6% -1,7% selama 3 tahun terakhir).
Faktor Risiko dan Prognosis
• Hanya terdapat informasi yang sedikit mengenai
faktor risiko untuk gangguan penggunaan
phencyclidine. Di antara individu yang melakukan
perawatan penyalahgunaan zat, bagi yang
menggunakan phencyclidine adalah zat utama
biasanya berusia lebih muda dibandingkan yang
mengaku menggunakan zat lain, memiliki tingkat
pendidikan yang lebih rendah, dan lebih mungkin
untuk berada di wilayah Barat dan Timur Laut Amerika
Serikat, dibandingkan dengan penerimaan lain.
Masalah Diagnosis Terkait Budaya
• Penggunaan ketamine pada remaja usia 16-23
tahun telah dilaporkan lebih umum digunakan
oleh orang kulit putih (0,5%) dibandingkan
kelompok etnis lainnya (kisaran 0% -0,3%). Di
antara individu yang dirawat dengan
perlakuan penyalahgunaan zat, mereka yang
phencyclidine adalah zat utama yang
didominasi ras Afrika (49%) atau Hispanik
(29%).
Masalah Diagnosis Terkait Gender
• Laki-laki diobservasi menempati sekitar tiga
perempat kunjungan ruang gawat darurat
terkait phencyclidine.
Pemeriksaan Penunjang
Pengujian laboratorium mungkin berguna,
karena phencyclidine muncul di dalam urin
pada individu yang terintoksikasi sampai 8 hari
setelah konsumsi. Riwayat individu, bersama
dengan tanda-tanda fisik tertentu, seperti
nistagmus, analgesia dan hipertensi yang
menonjol, dapat membantu dalam
membedakan gambaran klinis phencyclidine
dari halusinogen lain.
Konsekuensi Fungsional dari Gangguan
Penggunaan Phencyclidine
• Pada individu dengan gangguan penggunaan phencyclidine,
mungkin ada bukti fisik cedera dari kecelakaan,
perkelahian, dan jatuh. Penggunaan phencyclidine kronis
dapat menyebabkan defisit dalam memori, ucapan, dan
kognisi yang dapat berlangsung selama berbulan-bulan.
Toksisitas kardiovaskular dan neurologis (misalnya, kejang,
distonia, diskinesia, katalepsi, hipotermia atau hipertermia)
dapat terjadi akibat intoksikasi dengan phencyclidine.
Konsekuensi lainnya termasuk perdarahan intrakranial,
rhabdomyolysis, masalah pernapasan, dan (kadang-
kadang) serangan jantung.
Diagnosis Banding
• Gangguan penggunaan zat lain. Membedakan efek dari phencyclidine dari
merekazat-zat lain sangatlah penting, karena memungkinkan merupakan
aditif umum untuk zat lain (misalnya, ganja, kokain).
Skizofernia dan gangguan mental lainnya. Beberapa efek dari
phencyclidine dan penggunaan zat terkait mungkin menyerupai gejala
gangguan kejiwaan lainnya, seperti psikosis (skizofrenia), suasana hati
rendah (gangguan depresi berat), perilaku agresif kekerasan (perilaku
gangguan, gangguan kepribadian antisosial). Membedakan apakah
perilaku ini terjadi sebelum asupan obat sangat penting dalam
membedakan efek obat akut dari gangguan mental yang sudah ada
sebelumnya. Gangguan psikotik terkait induksi oleh phencyclidine harus
dipertimbangkan ketika ada gangguan pengujian realitas pada individu
yang mengalami gangguan dalam persepsi yang dihasilkan dari konsumsi
phencyclidine.
GANGGUAN PENGGUNAAN
HALUSINOGEN LAINNYA
Kriteria Diagnosis
A. Pola permasalahan dari penggunaan halusinogen (selain dari phencyclidine) yang
mengarah pada gangguan atau distres yang signifikan secara klinis, seperti gejala berikut
setidaknya dua gejala yang terjadi dalam periode 12 bulan :
1. Halusinogen sering digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau lebih lama dari
yang dianjurkan;
2. Ada keinginan kuat atau usaha yang tidak berhasil untuk mengurangi atau
mengontrol penggunaan halusinogen;
3. Banyak waktu dihabiskan untuk kegiatan yang diperlukan untuk memperoleh
halusinogen, penggunaan yang halusinogen, atau pulih dari dampaknya;
4. Keinginan, atau keinginan yang kuat atau dorongan untuk menggunakan
halusinogen;
5. Penggunaan halusinogen berulang mengakibatkan kegagalan untuk memenuhi kewajiban
utama di kantor, sekolah, atau rumah (misalnya, absen dari pekerjaan atau kinerja kerja yang
buruk terkait dengan penggunaan halusinogen; ketidakhadiran yang berhubungan dengan
halusinogen, atau pengusiran dari sekolah; mengabaikan keluarga atau rumah tangga).

6. Penggunaan halusinogen tetap berjalan meskipun memiliki masalah sosial atau interpersonal
yang disebabkan atau diperparah oleh efek dari halusinogen (misalnya, argumen dengan
pasangan tentang konsekuensi intoksikasi; perkelahian fisik).

7. Meninggalkan atau mengurangi kegiatan-kegiatan penting karena penggunaan halusinogen.

8. Penggunaan halusinogen berulang dalam situasi di mana secara fisik berbahaya (misalnya,
mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin ketika terpengaruholeh halusinogen).

9. Penggunaan halusinogen dilanjutkan meskipun tahu dapat menyebakan masalah fisik atau
psikologis persisten atau berulang yang disebabkan atau diperparah oleh halusinogen.
10. Toleransi, sebagaimana didefinisikan oleh salah

satu dari yang berikut:


a) Kebutuhan untuk peningkatan jumlah halusinogen

untuk mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan.

b) Efek yang menjadi berkurang dengan terus

menggunakan jumlah halusinogen yang sama.

Catatan : Gejala-gejala dan tanda-tanda putus tidak ditetapkan untuk halusinogen, sehingga kriteria ini tidak

berlaku.
Penentuan Hallucinogen Tertentu
• ditentukan apabila:
– Pada remisi awal : Setelah lengkap memenuhi kriteria gangguan penggunaan halusinogen lainnya,

tidak ada kriteria untuk gangguan penggunaan halusinogen lainnya telah terpenuhi setidaknya

selama 3 bulan tetapi kurang dari 12 bulan (dengan pengecualian bahwa Kriteria A4, “Keinginan,

atau kemauan yang kuat). atau mendesak untuk menggunakan halusinogen, "dapat muncul).

– Pada remisi berkelanjutan : Setelah kriteria lengkap untuk gangguan penggunaan halusinogen

lainnya adalah sebelumnya telah terpenuhi, tidak ada kriteria untuk gangguan penggunaan

halusinogen lainnya telah terpenuhi kapan saja selama jangka waktu 12 bulan atau lebih (dengan

pengecualian bahwa Kriteria A4, “Keinginan, atau kemauan yang kuat atau dorongan untuk

menggunakan halusinogen,” dapat muncul).


Ditentukan Apabila
• Di dalam Lingkungan yang Terkontrol : Penentu tambahan ini digunakan jika individu berada dalam lingkungan

di mana akses ke halusinogen dibatasi.

• Pengkodean berdasarkan tingkat keparahan saat ini : Catatan untuk kode ICD-10-CM : Jika intoksikasi

halusinogen atau gangguan mental terkait induksi halusinogen lain juga muncul , jangan gunakan kode di

bawah ini untuk gangguan penggunaan halusinogen. Sebaliknya, gangguan penggunaan halusinogenik

komorbid diindikasikan pada karakter ke-4 dari kode gangguan terkait induksi halusinogen (lihat catatan

pengkodean untuk intoksikasi halusinogen atau gangguan mental terkait induksi halusinogen). Misalnya, jika

ada gangguan psikotik dan gangguan penggunaan halusinogen terkait induksi hallucinogen, hanya kode

gangguan psikotik terkait induksi halusinogen yang diberikan, dengan karakter ke-4 yang menunjukkan apakah

gangguan penggunaan halusinogen komorbid ringan, sedang, atau berat: F16.159 untuk gangguan penggunaan

halusinogen ringan dengan gangguan psikotik terkait induksi hallucinogen atau F16.259 untuk gangguan

penggunaan halusinogen sedang atau berat dengan gangguan psikotik terkait induksi oleh halusinogen.
Penentu Tingkat Keparahan:

• 305.30 (FI 6.10) Ringan : Kemunculan 2-3 gejala.

• 304.50 (F16.20) Sedang : Kemunculan 4-5


gejala.
• 304.50 (F16.20) berat : Kemunculan 6 atau lebih
gejala.
Penentu

"Dalam lingkungan yang terkendali” berlaku sebagai penentu

remisi lebih lanjut jika individu tersebut baik dalam remisi dan

dalam lingkungan yang terkontrol (yaitu, Pada saat remisi awal

dalam lingkungan yang terkontrol atau dalam remisi

berkelanjutan dalam lingkungan yang terkontrol).

Contoh dari lingkungan ini diawasi dengan penjara bebas zat yang

ketat, komunitas terapeutik, dan unit rumah sakit yang tertutup.


Fitur Diagnosis
• Hallucinogens terdiri dari beragam kelompok zat yang meskipun memiliki struktur kimia, mekanisme molekuler

berbeda, namun menghasilkan perubahan persepsi, suasana hati, dan kognisi yang sama.

• Halusinogen termasuk diantaranya adalah phenylalkylamines (misalnya, mescaline, DOM [2,5-dimethoxy-4-

methylamphetamine], dan MDMA [3,4-methylenedioxymethamphetamine; juga disebut "ekstasy"]);

indoleamines, termasuk psilocybin (yaitu, psilocin) dan dimethyltryptamine (DMT); dan ergolines, seperti LSD

(lysergic acid diethylamide) dan biji morning glory. Selain itu, berbagai senyawa ethnobotanical lainnya

diklasifikasikan sebagai "halusinogen," di mana Salvia divinorum dan jimsonweed adalah contohnya. Yang tidak

termasuk ke dalam kelompok halusinogen adalah ganja dan senyawa aktifnya, delta-9 tetrahydrocannabinol (THC)

(lihat bagian "Gangguan Terkait Ganja"). Zat ini dapat memiliki efek halusinogen tetapi didiagnosis secara terpisah

karena perbedaan signifikan dalam efek psikologis dan perilaku.

• Halusinogen biasanya digunakan secara oral , meskipun beberapa bentuk dihirup (misalnya, DMT,salvia) atau

(jarang) diambil secara intranasal atau dengan suntikan (misalnya, ekstasi).


• Jenis-jenis halusinogen memiliki efek yang bervariasi. Beberapa zat ini (yaitu, LSD,

MDMA) memiliki waktu paruh yang panjang dan durasi yang diperpanjang sehingga

pengguna dapat menghabiskan berjam-jam untuk berhari-hari menggunakan

dan/atau memulihkan diri dari efek obat-obatan ini. Namun, obat halusinogen

lainnya (misalnya, DMT, salvia) adalah zat yang beraksi dalam waktu pendek.

Toleransi terhadap halusinogen berkembang dengan penggunaan berulang dan

telah dilaporkan memiliki efek otonom dan psikologis. Toleransi silang ada antara

LSD dan halusinogen lainnya (cth., Psilocybin, mescaline) tetapi tidak meluas

kekategori obat lain seperti amfetamin dan kanabis.

• MDMA/ekstasi sebagai halusinogen mungkin memiliki efek khas yang disebabkan

oleh sifat halusinogen dan stimulansnya. Masalah psikologis dan fisik telah sering

dilaporkan sebagai masalah putus.


Fitur Terkait yang Mendukung Diagnosis

• Fitur gejala karakteristik dari beberapa halusinogen dapat


membantu dalam diagnosis jika hasil urin atau toksikologi
darah tidak tersedia.
• Sebagai contoh, individu yang menggunakan LSD cenderung
mengalami halusinasi visual yang dapat menakutkan.
Individu yang terintoksikasi halusinogen dapat menunjukkan
peningkatan bunuh diri secara sementara.
Prevalensi
Dari semua gangguan penggunaan zat, gangguan penggunaan halusinogen lainnya adalah salah

satu yang paling langka.

Dari prevalensi 12-bulan diperkirakan 0,5% di antaranya berusia 12 sampai 17 tahun

0,1% di antaranya merupakan orang dewasa yang berusia 18 tahun dan lebih di Amerika Serikat.

Tingkatnya menjadi lebih tinggi pada pria dewasa (0,2%) dibandingkan dengan wanita (0,1%),

tetapi sebaliknya diamati pada sampel remaja usia 12-17, di mana tingkat 12 bulan sedikit lebih

tinggi pada wanita (0,6%) dibandingkan pada pria (0,4%).


• Di antara individu yang saat ini menggunakan halusinogen dalam

populasi umum, 7,8% (dewasa) hingga 17% (remaja) memiliki

pola penggunaan yang bermasalah yang memenuhi kriteria

untuk gangguan penggunaan halusinogen di masa lalu lainnya.

• Di antara kelompok-kelompok individu tertentu yang

menggunakan halusinogen (misalnya, penggunaan ekstasi berat

baru-baru ini), 73,5% orang dewasa dan 77% remaja memiliki

pola penggunaan yang bermasalah yang dapat memenuhi

kriteria gangguan penggunaan halusinogen lainnya.


Perkembangan dan Tindakan
• pola konsumsi obat telah ditemukan berbeda terkait usia permulaan, pada

pengguna ekstasi yang lebih awal cenderung berpotensi untuk menjadi

pengguna polydrug daripada rekan-rekan mereka di kemudian hari.

• Mungkin terdapat pengaruh yang tidak proporsional dari penggunaan

halusinogen tertentu pada risiko mengembangkan gangguan penggunaan

halusinogen lainnya, dengan penggunaan ekstasi / MDMA yang

meningkatkan risiko gangguan relatif terhadap penggunaan halusinogen

lainnya.
• Belum banyak yang diketahui tentang gangguan
penggunaan halusinogen lainnya, tetapi umumnya
diduga memiliki tingkat insiden rendah,
persistensi rendah, dan tingkat pemulihan yang
tinggi. Remaja terutamanya berisiko untuk
menggunakan obat-obatan ini, dan diperkirakan
bahwa 2,7% anak muda berusia 12-17 tahun.
Faktor Risiko dan Prognosis
• Emosional. Pada remaja tetapi tidak selalu terjadi pada orang dewasa, penggunaan MDMA dikaitkan dengan tingkat

peningkatan gangguan penggunaan halusinogen lainnya.

• Gangguan penggunaan zat lainnya, terutama alkohol, tembakau, dan ganja, dan gangguan depresi utama dikaitkan dengan

peningkatan tingkat gangguan penggunaan halusinogen lainnya.

• Gangguan kepribadian antisosial dapat meningkat di antara individu yang menggunakan lebih dari dua obat lain selain

halusinogen, dibandingkan dengan rekan-rekan mereka dengan riwayat penggunaan yang kurang beragam.

• Penggunaan halusinogen spesifik (misalnya, salvia) sangat menonjol di antara individu yang berusia 18-25 tahun dengan

perilaku lebih mengambil risiko .dan tindakan ilegal.

• Penggunaan ganja juga telah terlibat sebagai awal dari inisiasi penggunaan halusinogen (misalnya, ekstasi), bersama dengan

penggunaan awal alkohol dan tembakau. Penggunaan narkoba yang lebih tinggi oleh teman sebaya dan untuk mencari

sensasi tinggi juga dikaitkan dengan tingginya tingkat penggunaan ekstasi. Penggunaan MDMA / ekstasi dapat menandakan

sekelompok pengguna halusinogen yang lebih parah.

• Genetik dan Fisiologis. Di antara anak laki-laki kembat, total varian karena genetika aditif telah diperkirakan berkisar antara

26% hingga 79%, dengan bukti yang tidak konsisten pada pengaruh lingkungan bersama.
Masalah Diagnosis Terkait Budaya
• Menurut sejarah, halusinogen telah digunakan sebagai bagian
dari praktik keagamaan, seperti penggunaan peyote di Gereja
Native Amerika dan di Meksiko.

• Penggunaan ritual oleh penduduk asli psilocybin yang diperoleh


dari beberapa jenis jamur terjadi di Amerika Selatan, Meksiko,
dan beberapa daerah di Amerika Serikat, atau darj ayahuasca
dalam Santo Daime dan sekte Uniao de Vegetal.
Masalah Diagnosis Terkait Gender

• Pada remaja, perempuan lebih mungkin


dibandingkan laki-laki untuk mengalami
'penggunaan berbahaya', dan jenis kelamin
perempuan dapat dikaitkan dengan
peningkatan kemungkinan gangguan
penggunaan halusinogen lainnya.
Pemeriksaan Penunjang
• Pengujian laboratorium dapat berguna dalam
membedakan antara halusinogen yang
berbeda.Namun, karena beberapa agen (misalnya,
LSD) begitu kuat sehingga sedikitnya 75 mikrogram
dapat menghasilkan reaksi yang parah, pemeriksaan
toksikologi yang tipikal tidak akan selalu dapat
mengungkapkan zat mana yang telah digunakan.
Konsekuensi Fungsional dari Gangguan
Halusinogen lainnya
• Ada bukti untuk efek racun neuro jangka panjang dari
penggunaan MDMA/ekstasi, termasuk gangguan dalam
memori, fungsi psikologis, dan fungsi neuroendokrin;
disfungsi sistem serotonin; dan gangguan tidur; serta efek
buruk pada mikrovaskulatur otak, pematangan materi putih,
dan kerusakan akson. Penggunaan MDMA/ekstasi dapat
mengurangi konektivitas fungsional antar wilayah otak.
Diagnosis Banding
• Gangguan penggunaan zat lain. Efek dari halusinogen harus dibedakan dari zat lain

(misalnya, amfetamin), terutama karena kontaminasi halusinogen dengan obat lain relatif

umum terjadi.

• Skizofrenia. Skizofrenia juga harus dikesampingkan, karena beberapa individu yang terkena

(misalnya, individu dengan skizofrenia yang menunjukkan paranoia) mungkin salah

mengaitkan gejala mereka dengan penggunaan halusinogen.

• Gangguan Mental atau Kondisi Medis lainnya. Gangguan atau kondisi potensial lainnya

yang perlu dipertimbangkan termasuk gangguan panik, depresi dan gangguan bipolar,

putus alkohol atau penenang, hipoglikemia dan kondisi metabolik lainnya, gangguan

kejang, stroke, gangguan oftalmologi, dan tumor sistem saraf pusat.


Komorbiditas
• Remaja yang menggunakan MDMA/ekstasi dan halusinogen lainnya, serta orang dewasa yang baru-baru

ini menggunakan ekstasi, memiliki Prevalensi yang lebih tinggi dari gangguan penggunaan zat lainnya

dibandingkan dengan pengguna zat non-halusinogen.

• Individu yang menggunakan halusinogen menunjukkan peningkatan gangguan mental non-zat (terutama

kecemasan, depresi, dan gangguan bipolar), terutama dengan penggunaan ekstasi dan salvia.

• Tingkat gangguan kepribadian antisosial (tetapi bukan gangguan perilaku) secara signifikan meningkat di

antara individu dengan gangguan penggunaan halusinogen lainnya, seperti tingkat perilaku antisosial

dewasa.

• Baik orang dewasa maupun remaja yang menggunakan ekstasi cenderung lebih rentan daripada pengguna

narkoba lain untuk menjadi pengguna polydrug dan memiliki gangguan penggunaan narkoba lainnya.
INTOKSIKASI PHENCYCLIDINE
Kriteria Diagnosis
A. Penggunaan terkini dari phencyclidine (atau zat yang mirip secara farmakologi).

B. Perubahan perilaku bermasalah yang secara klinis signifikan (misalnya, agresif,

menyerang, impulsif, tidak dapat diprediksi, agitasi psikomotor, gangguan penilaian) itu

dikembangkan selama, atau segera setelah, penggunaan phencyclidine.

C. Dalam 1 jam, dua (atau lebih) dari tanda-tanda atau gejala berikut:

Catatan: Ketika obat dihisap, atau digunakan secara intravena, serangannya mungkin sangat cepat.

1. Nistagmus vertikal atau horizontal.

2. Hipertensi atau takikardia

3. Mati rasa atau berkurangnya respons terhadap rasa sakit.

4. Ataxia.
1. Disartria.

2. Kekakuan otot.

3. Kejang atau koma.

4. Hiperakusis.

D. Tanda-tanda atau gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan lebih baik

tidak dijelaskan oleh gangguan mental lainnya, termasuk Intoksikasi dengan zat lain.
• Catatan pengkodean: Kode untuk ICD-9-CM adalah 292,89. Kode ICD-10-CM
tergantung pada apakah ada gangguan penggunaan phencyclidine yang
komorbid. Jika gangguan penggunaan

• phencyclidine ringan bersifat komorbid, kode untukICD-10-CM adalah F16.129,


dan jika gangguan penggunaan phencyclidine sedang atau berat komorbid,
kode untuk ICD-10-CM adalah F16.229. Jika tidak ada gangguan penggunaan
phencyclidine komorbid, maka kode ICD-10-CM adalah F16.929. Note: Sebagai
tambahan dari "Konsekuensi Fungsional dari Gangguan Intoksikasi
Phencyclidine," lihat bagian terkait pada gangguan penggunaan phencyclidine.
Fitur Diagnosis
Intoksikasi phencyclidine mencerminkan perubahan perilaku klinis yang
signifikan yang terjadi tak lama setelah konsumsi zat ini (atau zat yang mirip
secara farmakologi).

Presentasi klinis yang paling umum dari intoksikasi phencyclidine termasuk


disorientasi, kebingungan tanpa halusinasi, halusinasi atau delusi, sindrom
seperti katatonik, dan koma dengan berbagai tingkat keparahan. Intoksikasi
biasanya berlangsung selama beberapa jam tetapi, tergantung pada jenis
presentasi klinis dan apakah obat lain selain phencyclidine dikonsumsi, dan
dapat berlangsung selama beberapa hari atau lebih.
Prevalensi
• Penggunaan phencyclidine atau zat terkait dapat diambil sebagai perkiraan
prevalensi intoksikasi. Terdapat sekitar 2,5% dari laporan populasi yang
pernah menggunakan phencyclidine. Di antara siswa sekolah menengah,
2,3% dari siswa kelas 12 melaporkan menggunakan phencyclidine, dengan
57% telah digunakan dalam 12 bulan terakhir. Ini merupakan peningkatan
dari sebelum 2011. Penggunaan ketamine tahun lalu, yang dinilai secara
terpisah dari zat lain, tetap stabil dari waktu ke waktu, dengan sekitar 1,7%
penggunaan pelaporan individu pada kelas 12.
Pemeriksaan Penunjang
• Pengujian laboratorium mungkin berguna, karena
phencyclidine terdeteksi dalam urin hingga 8 hari
setelah penggunaan, meskipun levelnya hanya terkait
secara lemah dengan presentasi klinis individu dan
oleh karena itu tidak berguna untuk manajemen
kasus. Kadar creatine phosphokinase dan aspartate
aminotransferase mungkin dapat meningkat.
Konsekuensi Fungsional dari Gangguan
Intoksikasi Phencyclidine

• Intoksikasi Phencyclidine menghasilkan


toksisitas kardiovaskular dan neurologis yang
luas (misalnya, kejang, dystonias, dyskinesias,
katalepsi, hipotermia atau hipertermia).
Diagnosis Banding
• Intoksikasi terkait zat lainnya. Intoksikasi Phencyclidine harus

dibedakan dari intoksikasi terkait zat lain, termasuk halusinogen

lainnya; amfetamin, kokain, atau stimulan lainnya; dan antikolinergik,

serta putus dari benzodiazepin. Nistagamus ciri khasnya.

• Kondisi lainnya. Kondisi lain yang harus dipertimbangkan termasuk

skizofrenia, depresi, putus dari obat lain (misalnya, obat penenang,

alkohol), gangguan metabolisme tertentu seperti hipoglikemia dan

hiponatremia, tumor sistem saraf pusat, gangguan kejang, sepsis,

sindrom ganas neuroleptik, dan penghinaan vaskular.


INTOKSIKASI HALUSINOGEN
LAINNYA
Kriteria Diagnosis
A. Penggunaan terkini dari halusinogen (selain phencyclidine).

B. Perubahan perilaku atau psikologis yang bermasalah secara klinis yang


signifikan (misalnya, ditandai dengan kecemasan atau depresi, ide referensi,
ketakutan akan "kehilangan pikiran," ideologi paranoid, gangguan penilaian)
yang berkembang selama, atau segera setelah, penggunaan halusinogen.

C. Perubahan persepsi yang terjadi dalam keadaan terjaga penuh dan


kewaspadaan (misalnya, subjektif intensifikasi persepsi, depersonalisasi,
derealisasi, ilusi, halusinasi, synesthesias) yang berkembang selama, atau
segera setelah, penggunaan halusinogen.
D. Dua (atau lebih) dari tanda-tanda berikut berkembang selama, atau segera

setelah, halusinogen menggunakan:


1. Pelebaran pupil

2. Takikardia

3. Berkeringat

4. Palpitasi

5. Pandangan kabur

6. Tremor

7. Inkoordinasi

E. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan lebih baik tidak

dijelaskan oleh gangguan mental lain, termasuk keracunan dengan zat lain.
• Catatan pengkodean: Kode untuk ICD-9-CM adalah 292,89. Kode ICD-
10-CM tergantung pada apakah ada gangguan penggunaan
hallucinogen komorbid. Jika gangguan penggunaan halusinogen ringan
komorbid, kode untuk ICD-10-CM adalah FI 6.129, dan jika gangguan
penggunaan halusinogenik sedang atau berat komorbid, kode untuk
ICD-10-CM adalah F16.229. Jika tidak ada gangguan penggunaan
hallucinogen komorbid, maka kode untuk ICD-10-CM adalah F16.929.

• Note; Untuk informasi tambahan pada Fitur Terkait yang Mendukung


Diagnosis andIsu Diagnosis terkait Budaya, lihat bagian terkait pada
gangguan penggunaan halusinogen lainnya.
Prevalensi
• Prevalensi 12 bulan untuk penggunaan halusinogen lebih sering terjadi

pada laki-laki (2,4%) dibandingkan pada perempuan (1,2%), dan bahkan

lebih tinggi di antara remaja berusia 18 hingga 25 tahun (9,2% untuk laki-

laki vs 5,0% untuk perempuan).

• Sebaliknya, di antara individu usia 12-17 tahun, tidak ada perbedaan

jenis kelamin (3,1% untuk kedua jenis kelamin). Angka-angka ini dapat

digunakan sebagai perkiraan perkiraan untuk perbedaan terkait gender

dalam prevalensi intoksikasi halusinogen lainnya.


Konsekuensi Fungsional dari
Gangguan Intoksikasi Halusinogen
• Intoksikasi halusinogen lainnya dapat memiliki konsekuensi
serius. Gangguan perseptual dan gangguan penilaian yang
terkait dengan intoksikasi halusinogen lainnya dapat
menyebabkan cedera atau kematian akibat kecelakaan mobil,
perkelahian fisik, atau self injury yang tidak disengaja.
Diagnosis Banding
• Intoksikasi terkait zat lainnya. Keracunan halusinogen lainnya harus dibedakan

dari intoksikasi dengan amfetamin, kokain, atau stimulan lainnya; antikolinergik;

inhalansia; dan phencyclidine. Uji toksikologi berguna dalam menunjukan

perbedaan ini, dan menentukan rute administrasi.

• Kondisi lainnya. Gangguan dan kondisi lain yang perlu dipertimbangkan termasuk

skizofrenia, depresi, putus dari obat lain (misalnya, obat penenang, alkohol),

gangguan metabolisme tertentu (misalnya, hipoglikemia), gangguan kejang,

tumor sistem saraf pusat, dan vascular insult. Gangguan persepi halusinogen yang

berulang.
GANGGUAN PERSEPI
HALUSINOGEN YANG BERULANG
Kriteria Diagnosis 292.89 (F16.983)
A. Setelah penghentian penggunaan halusinogen, individu dapat mengalami kembali satu atau

lebih gejala perseptual yang dialami saat intoksikasi dengan halusinogen (misalnya, halusinasi

geometrik, persepsi palsu gerakan di bidang visual periferal, kilatan warna, intensifkasi warna,

jejak gambar objek bergerak, afterimages positif, lingkaran cahaya di sekitar objek, macropsia

dan micropsia).

B. Gejala-gejala dalam Kriteria A menyebabkan gangguan atau kerusakan yang signifikan secara

klinis di bidang fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.

C. Gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya, lesi anatomis dan infeksi

otak, epilepsi visual) dan tidak lebih baik dijelaskan dengan oleh gangguan mental lain

(misalnya, delirium, gangguan neurokognitif utama, skizofrenia) atau halusinasi hipnopompik.


Fitur Terkait yang Mendukung Diagnosis

• Pengujian realitas tetap utuh pada individu dengan


gangguan persepsi persisten halusinogen (individu
menyadari bahwa gangguan terkait dengan efek obat).
• Jika ini tidak terjadi, gangguan lain mungkin lebih
dapat menjelaskan persepsi abnormal secara lebih
baik.
Prevalensi

• Perkiraan prevalensi gangguan persepsi


persisten halusinogen  belum diketahui
• Perkiraan prevalensi awal gangguan pada
individu yang menggunakan halusinogen 
±4,2%.
Perkembangan dan Tindakan
• Masih sedikit informasi
• Diperkirakaan  berminggu-minggu s.d
bertahun-tahun
Risiko
• Dicurigai  kerentanan genetik terhadap
efek LSD
Konsekuensi Fungsional dari Gangguan
Persepsi Halusinoge Persisten
• Dapat terjadi gangguan persepsi akan tetapi dalam
beberapa kasus dapat tidak terjadi gangguan apa-apa
Diagnosis Banding
• Diagnosis yang harus disampingkan
– Skizofrenia
– efek obat lain
– gangguan neurodegeneratif
– Stroke
– tumor otak
– Infeksi
– trauma kepala.

• Hasil neuroimaging pada kasus gangguan persepsi halusinogen persisten


biasanya negatif.
Komorbiditas

• Gangguan mental umum


– gangguan kepanikan
– gangguan penggunaan alkohol

– gangguan depresi berat.


GANGGUAN TERKAIT INDUKSI
PHENCYCLIDINE LAINNYA
• Gangguan psikotik yang diinduksi phencyclidine
(Skizofrenia Spectrum dan Gangguan Psikotik Lainnya)
• Gangguan bipolar yang dipicu oleh phencyclidine
(Bipolar and Related Disorders)
• Gangguan depresi yang dipicu phencyclidine
(Gangguan Depresif)
• Gangguan kecemasan yang dipicu oleh phencyclidine
(Anxiety Disorders).
GANGGUAN LAIN YANG DIINDUKSI
HALUSINOGEN
• Gangguan psikotik lain yang diinduksi halusinogen ("Skizofrenia
Spectrum dan Psikotik Lainnya Gangguan ")

• Gangguan bipolar halusinogen lainnya ("Bipolar dan Gangguan


Terkait")

• Gangguan depresi induksi halusinogen lainnya ("Gangguan Depresi")

• Gangguan kecemasan lain yang diinduksi halusinogen ("Anxiety


Disorders").

• Gangguan induksi halusinogen ini didiagnosis sebagai ganti dari


intoksikasi halusinogen lainnya hanya jika gejalanya cukup parah
untuk mendapatkan perhatian klinis independen.
Kode

• 292.9 (F16.99) Gangguan terkait


Phencyclidine yang tidak tergolongkan
• 292.9 (F16.99) Gangguan terkait Halusinogen
yang tidak tergolongkan
Gangguan Terkait Inhalasi

Gangguan Penggunaan inhalan


Intoksikasi Inhalan
Gangguan inhalan-Induced Lainnya
Gangguan Terkait Inhalasi yang tidak tergolongkan
GANGGUAN PENGGUNAAN
INHALAN
Kriteria Diagnosis

A. Pola penggunaan zat inhalan berbasis hidrokarbon yang


bermasalah yang mengarah ke gangguan atau distres yang
signifikan secara klinis, sebagaimana dimanifestasikan oleh
setidaknya dua hal berikut, terjadi dalam periode 12 bulan:
1. Zat inhalan yang digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau
lebih lama dari periode sebelumnya direncanakan.

2. Ada keinginan kuat atau usaha yang tidak berhasil untuk


mengurangi atau mengontrol penggunaan zat inhalasia.
3. Banyak waktu dihabiskan dalam kegiatan yang diperlukan untuk
mendapatkan zatinhalan, menggunakannya, atau pulih dari
efeknya.
4. Keinginan, atau kemauan yang kuat atau dorongan untuk
menggunakan substansi inhalan.
5. Penggunaan berulang dari zat inhalan yang mengakibatkan
kegagalan untuk memenuhi kewajiban peran utama di tempat
kerja, sekolah, atau di rumah.
6. Terus menggunakan zat inhalasi meskipun memiliki masalah
sosial yang disebabkan atau diperparah oleh efek
penggunaannya.
7. Kegiatan sosial, pekerjaan penting ditinggalkan
atau dikurangi karena penggunaan zat inhalan.
8. Penggunaan berulang zat inhalan dalam situasi
secara fisik berbahaya.
9. Penggunaan substansi inhalasi dilanjutkan
meskipun mengetahui telah memiliki masalah
fisik atau psikologis berulang yang mungkin terjadi
disebabkan atau diperparah oleh substansi.
10. Toleransi, sebagaimana didefinisikan oleh salah satu
dari yang berikut:
a) Kebutuhan akan peningkatan jumlah substansi inhalasi yang
nyata untuk dicapai intoksikasi atau efek yang diinginkan.
b) Efek yang sangat berkurang dengan terus menggunakan
jumlah inhalan yang sama zat.

Penentuan inhalan tertentu: Jika memungkinkan, zat tertentu yang terlibat harus
diberi nama (misalnya, "gangguan penggunaan pelarut").
ditentukan apabila:
• Pada remisi awal: Setelah kriteria lengkap untuk gangguan penggunaan inhalan
sebelumnya bertemu,tidak ada kriteria untuk gangguan penggunaan inhalan yang
telah dipenuhi setidaknya selama 3 bulankurang dari 12 bulan (dengan
pengecualian bahwa Kriteria A4, "Keinginan, atau keinginan kuat atau keinginan
untuk menggunakan substansi inhalan," mungkin muncul).
• Pada remisi berkelanjutan: Setelah kriteria lengkap untuk gangguan penggunaan
inhalasi sebelumnyaterpenuhi, tidak ada kriteria untuk gangguan penggunaan
inhalan yang telah dipenuhi setiap saat selama ajangka waktu 12 bulan atau lebih
(dengan pengecualian bahwa Kriteria A4, “Keinginan, atau keinginan kuat atau
dorongan untuk menggunakan substansi inhalan, ”dapat muncul).
• Di dalam Lingkungan yang Terkontrol: Penentu tambahan ini digunakan jika
individu berada dalam suatu lingkungan di mana akses ke substansi inhalasi
dibatasi.
Pengkodean berdasarkan tingkat keparahan saat ini:

• Catatan untuk kode ICD-10-CM: Jika keracunan inhalan atau gangguan mental yang

diinduksi lainnya juga muncul, jangan gunakan kode di bawah ini untuk gangguan

penggunaan inhalan. Sebaliknya, gangguan penggunaan inhalan komorbid diindikasikan

pada karakter ke-4 dari kode gangguan yang diinduksi inhalan (lihat catatan pengkodean

untuk intoksikasi inhalan atau gangguan mental yang diinduksi inhalan spesifik). Sebagai

contoh, jika ada gangguan terkait induksi inhalan dan gangguan penggunaan inhalan,

hanya kode gangguan depresi yang diinduksi inhalasia yang diberikan, dengan karakter ke-

4 menunjukkan apakah gangguan penggunaan inhalan komorbid dalam tingkat ringan,

sedang, atau berat: F18.14 untuk gangguan penggunaan inhalan ringan dengan gangguan

depresi yang diinduksi inhalasi atau FI 8.24 untuk gangguan penggunaan inhalan sedang

atau berat dengan gangguan depresi terkait induksi inhalan.


Penentu Tingkat Keparahan:

• 305.90 (F18.10) Ringan: Kemunculan 2-3 gejala.


• 304.60 (F18.20) Sedang: Kemunculan 4-5
gejala.
• 304.60 (FI 8.20) Berat : Kemunculan 6 atau
lebih gejala.
Fitur Terkait yang Mendukung Diagnosis

• Episode intoksikasi yang berulang dengan hasil negatif pada layar obat
standar (yang tidak mendeteksi inhalan)

• kepemilikan, atau bau yang bertahan lama, zat inhalan

• Iritasi peri-oral atau peri-nasal "lem sniffer's rash“

• hubungan dengan individu lain yang diketahui menggunakan inhalan

• keanggotaan dalam kelompok dengan penggunaan inhalan yang lazim


(misalnya, beberapa komunitas pribumi atau penduduk asli, anak-anak
tunawisma di geng jalanan)
• akses mudah ke zat inhalan tertentu
• perlengkapan kepemilikan
• kehadiran komplikasi medis karakteristik gangguan
(misalnya, patologi materi putih otak, rhabdomyolysis
• adanya gangguan penggunaan berbagai zat.
• Penggunaan inhalasi dan gangguan penggunaan inhalan
diasosiakan dengan upaya bunuh diri sebelumnya, terutama
di kalangan orang dewasa yang melaporkan episode
sebelumnya dari suasana hati buruk atau anhedonia.
Prevalensi

• Sekitar 0,4% orang Amerika usia 12-17 tahun


memiliki pola penggunaan yang memenuhi
kriteria untuk gangguan penggunaan inhalan
dalam 12 bulan terakhir.
Perkembangan dan Tindakan
• Sekitar 10% anak berusia 13 tahun di Amerika dilaporkan
telah menggunakan inhalan setidaknya satu kali; persentase
tersebut tetap stabil hingga anak berumur 17 tahun.
• Diantara anak berumur 12 hingga 17 tahun yang
menggunakan inhalan, semakin banyak zat atau bahan yang
digunakan seperti lem, semir sepatu, atau toluena; bensin
atau cairan sejenis yang lebih ringan; atau pilox.
Faktor Risiko dan Prognosis

• Emosional

• Lingkungan

• Genetik dan fisiologis


Permasalahan Diagnosis yang Terkait
Budaya

• Beberapa penduduk asli atau komunitas


pribumi telah mengalami prevelansi gangguan
inhalasia yang tinggi. Lalu, di beberapa negara,
sekelompok anak-anak jalanan memiliki
permasalahan yang berkelanjutan dalam
penggunaan inhalan.
Permasalahan Diagnosis yang Terkait
Gender

• Prevelansi dari gangguan penggunaan inhalan


seringkali indentik pada remaja laki-laki dan
perempuan, gangguan tersebut sangat jarang
terjadi pada perempuan dewasa.
Tes Deteksi Penggunaan Inhalan
• Tes urin
• Nafas
• Air liur
Konsekuensi Fungsional dari Gangguan
Penggunaan Inhalan
• Aritmia Jantung
• Kerusakan fungsi • TBC
neurobehavioral • HIV/AIDS
• Gangguan neurologis • STD
• Gangguan traktus digestif • Depresi
• Gangguan kardiovaskular • Kecemasan
• Gangguan paru (Bronkitis,
• Kematian
Asma, Sinusitis, dll)
Diagnosis Banding
• Penghirupan inhalan (tidak disengaja) • Gangguan yang disebabkan oleh inhalasia

dari kecelakaan baik secara industrial • Gangguan penggunaan zat-zat lainnya,

atau yang lainnnya. terutama yang melibatkan zat penenang

(Contohnya, alkohol, benzodiazepines,


• Penggunaan inhalan (disengaja),
barbiturates)
tanpa memenuhi kriteria gangguan
• Gangguan racun, metabolik, traumatik,
penggunaan inhalan.
neoplastik, atau infeksi lainnya yang
• intoksikasi inhalan, tanpa memenuhi
merusak pusat atau fungsi sistem saraf
kriteria gangguan penggunaan perifer
inhalan.
Komorbiditas
• Individu dengan gangguan penggunaan inhalan yang menerima perawatan

klinis sering memiliki beberapa gangguan penggunaan zat-zat lainnya.

• Gangguan penggunaan inhalan umumnya terjadi bersamaan dengan

gangguan perilaku remaja atau gangguan kepribadian anti-sosial pada

orang dewasa.

• Penggunaan inhalan oleh orang dewasa dan gangguan penggunaan inhalan

memiliki keterkaitan yang tinggi dengan dilakukannya upaya-upaya bunuh

diri.
INTOKSIKASI INHALAN
Kriteria Diagnosis
A. Baru dilakukan secara sengaja atau tidak C. Dua (atau lebih) dari tanda atau gejala
sengaja dalam jangka pendek, penghirupan dibawah ini yang berkembang pada saat,
inhalan dengan dosis tinggi, termasuk atau tidak lama setelah, penggunaan atau
hidrokarbon yang mudah menguap seperti
penghirupan inhalan:
toluene atau bensin.
1. Rasa pusing.
B. Perubahan psikologis atau perilaku 2. Nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol pada
problematis yang signifikan secara klinis mata).
(Contohnya sifat agresif, kasar, ketidakacuhan, 3. Inkoordinasi gerakan otot.
dan ganguan pengambilan keputusan) yang 4. Berbicara Cadel.
berkembang pada saat, atau tidak lama 5. Gaya berjalan yang tidak stabil.
setalah, penghirupan inhalan. 6. Pemalasan.
7. Gerakan refleks yang D. Tanda-tanda atau gejala
tertekan.
tersebut tidak disebabkan
8. Retardasi psikomotor.
oleh kondisi medis yang
9. Tremor.
lainnya, dan tidak
10. Lemahnya otot secara
umum. dijeaskan secara lebih baik
11. Penglihata kabur atau oleh gangguan mental
diplopia.
lainnya, seperti intoksikasi
12. Stupor atau koma.
oleh zat-zat lainnya.
13. Euforia.
Kode
• Kode dari ICD-9-CM adalah 292.89.
• Kode ICD-10-CM bergantung pada apakah ada gangguan
penggunaan inhalan komorbid.
– Gangguan penggunaan inhalan sedang adalah komorbid
(F18.129)
– Gangguan penggunaan inhalan moderat atau parah (F18.229)
– Jika tidak ada gangguan penggunaan inhalan komorbid (FI 8.929 )
Diagnosis
• Intoksikasi Inhalan  gangguan mental yang signifikan
secara klinis dan Terkait inhalasi, yang berkembang pada
saat, atau langsung setelah, penghirupan zat hidrokarbon
yang mudah menguap, baik secara sengaja maupun tidak.
• Zat hidrokarbon yang mudah menguap  gas beracun
dari lem, bahan bakar, cat, dan senyawa violatil lainnya
Fitur Terkait Lainnya yang Mendukung
Diagnosis
• intoksikasi inhalan dapat diindikasikan dengan bukti
kepemilikan, atau bau yang menempel, dari zat inhalan
(Contohnya lem, cat, tiner, bensin, pemantik butana)
• intoksikasi terlihat jelas terjadi pada orang-orang berusia 12-17
tahun, yang memiliki prevalansi tertinggi akan gangguan
penggunaan inhalan
• intoksikasi dengan hasil negatif dari lapisan obat-obatan standar
yang biasanya gagal mengidentifikasi inhalasia.
Prevalensi

• Pada tahun 2009 dan 2010, dilaporkan terdapat


sebesar 0.8% penggunaan inhalan oleh orang Amerika
yang berusia lebih dari 12 tahun; prevalansi tersebut
merupakan yang terbesar diantara orang yang masih
muda (3.6% pada individu berusia 12-17 tahun, dan
sebesar 1.7% pada individu berusia 18-25 tahun).
Permasalahan Diagnosis yang terkait
Gender

• Perbedaan gender dalam prevalensi


intoksikasi inhalan dalam masyarakat umum
masih belum diketahui
Diagnosis Banding
• Penghirupan inhalan, tanpa memenuhi kriteria gangguan
intoksikasi inhalan.
• Intoksikasi dan gangguan yang disebabkan oleh zat/obat lain dari
zat-zat lainnya, terutama dari zat penenang (Contohnya Alkohol,
benzodiazepine, baribiturat).
• Gangguan terkait inhalasia lainnya.

• Gangguan racun, metabolik, traumatik, neoplastik, atau infeksi


lainnya yang merusak fungsi otak dan kognitif.
GANGGUAN LAINNYA YANG
DISEBABKAN OLEH INHALAN
GANGGUAN TERKAIT DENGAN INHALAN YANG
TIDAK TERGOLONGKAN 292.9 (F18.99)
Kategori ini berlaku untuk menunjukan karakteristik
gejala gangguan terkait inhalan yang menyebabkan
gangguan yang signifikan baik secara klinis atau dalam
kehidupan sosial atau hal penting lainnya, tetapi tidak
memenuhi kriteria secara lengkap dari gangguan
terkait inhalan tertentu atau gangguan gangguan
terkait-zat dan adiktif lainnya.
Gangguan Terkait Opioid

Gangguan Penggunaan Opioid


Intoksikasi Opioid
putus zat Opioid
Ganguan lainnya yang disebabkan oleh Opioid
Gangguan terkait Opioid yang belum tergolongkan
GANGGUAN PENGGUNAAN OPIOID
Kriteria Diagnosis

A. Pola penggunaan opioid yang bermasalah dan mengarah pada gangguan atau

menimbulkan rasa tertekan yang signifikan secara klinis, seperti yang dimanifestasikan

oleh setidaknya dua hal berikut, yang terjadi dalam periode 12 bulan:
1. Opioid sering diambil dalam jumlah yang lebih besar atau lebih lama dari yang dimaksudkan.

2. Ada keinginan yang kuat atau usaha yang tidak berhasil untuk mengurangi atau mengontrol

penggunaan opioid.

3. Banyak waktu yang dihabiskan dalam kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan opioid,

menggunakan opioid, atau untuk pulih dari dampaknya.

4. Keinginan atau dorongan yang kuat untuk menggunakan opioid.

5. Penggunaan opioid berulang yang mengakibatkan kegagalan dlam memenuhi kewajiban di

tempat kerja, sekolah, atau rumah.


6. Penggunaan opioid berkelanjutan meskipun menyebabkan permasalah sosial

atau interpersonal.

7. Kurangnya aktivitas sosial karena penggunaan opioid.

8. Penggunaan opioid berulang dalam situasi yang secara fisik berbahaya.

9. Penggunaan opioid berkelanjutan meskipun mengetahui adanya masalah fisik

atau psikologis yang persisten atau berulang, yang mungkin disebabkan atau

justru diperparah oleh zat tersebut.

10. Daya tahan, sebagaimana didefinisikan oleh hal-hal berikut:


a) Kebutuhan akan peningkatan jumlah opioid yang nyata untuk mencapai

b) Efek yang berkurang secara nyata dengan terus menggunakan jumlah opioid yang

sama.
11. putus zat, seperti yang dimanifestasikan oleh

hal-hal sebagai berikut:


a) Karakteristik sindrom putus zat opioid (lihat

Kriteria A dan B dari kriteria yang ditetapkan untuk

putus zat opioid)

b) Opioid (atau zat terkait) diambil untuk mengurangi

atau menghindari gejala putus zat.


Penentuan jika:
• Pada awal remisi: Setelah kriteria • Dalam remisi berkelanjutan: Setelah

lengkap sdari gangguan penggunaan seluruh kriteria untuk gangguan

opioid terpenuhi, tidak ada kriteria penggunaan opioid telah terpenuhi,

gangguan penggunaan opioid yang tidak ada kriteria untuk gangguan

terpenuhi selama setidaknya 3 bulan penggunaan opioid yang telah terpenuhi

tetapi kurang dari 12 bulan (dengan selama periode 12 bulan atau lebih lama

pengecualian bahwa Kriteria A4, (dengan pengecualian bahwa Kriteria A4,

"Keinginan, atau dorongan kuat untuk


"Keinginan, atau dorongan kuat untuk
menggunakan opioid,” dapat dipenuhi).
menggunakan opioid,” dapat dipenuhi).
• Pada terapi pengobatan: penentu tambahan ini

digunakan jika individu mengambil obat agonis


• Dalam lingkungan yang
yang telah diresepkan, seperti metadone atau
terkendali: penentu
buprenorfin, dan tidak ada kriteria gangguan

penggunaan opioid telah dipenuhi pada saat tambahan ini digunakan


kelas pengobatan (kecuali daya tahan pada,

atau putus zat, agonis). Kategori ini juga berlaku jika individu berada dalam
untuk Individu yang sedang dalam masa

pengobatan dari agonis parsial, agonis /


lingkungan di mana akses
antagonis, atau antagonis penuh seperti
terhadap opioid dibatasi.
naltrexone oral atau depot naltrexone.
Pengkodean berdasarkan tingkat keparahan

• 305.50 (F11.10) Ringan: terdapat 2-3 gejala.

• 304.00 (F11.20) Sedang: terdapat 4-5 gejala.

• 304.00 (F11.20) Parah: terdapat lebih dari 6


gejala.
Prevalensi
• Prevalensi penggunaan gangguan opioid selama 12 bulan

dalam populasi masyarakat diperkirakan sejumlah 0,37% di

antara orang dewasa berusia 18 tahun dan lebih tua.

• Presentasi pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan (0,49%

dan 0,26%), dengan rasio perbandingan laki-laki dan

perempuan biasanya 1,5: 1 untuk opioid selain heroin (yaitu,

yang tersedia dengan resep) dan 3: 1 untuk heroin.


• Di antara individu di Amerika Serikat yang berusia 12-17 tahun, prevalensi selama
12 bulan terhadap gangguan opioid dalam populasi masyarakat secara
keseluruhan adalah sekitar 1,0%, tetapi prevalensi gangguan penggunaan heroin
kurang dari 0,1%. Sebaliknya, gangguan penggunaan analgesik lazim berada
disekitar sekitar 1,0% dari mereka yang berusia 12-17 tahun, dengan pentingnya
opioid analgesik sebagai kelompok zat dengan konsekuensi kesehatan yang
signifikan.
Faktor Risiko dan Prognosis

• Genetik dan fisiologis


Diagnosis Banding
• Gangguan mental yang disebabkan oleh
opioid.
• Intoksikasi zat lainnya
• Gangguan putus zat lainnya
Komorbiditas
• Kondisi medis yang • Berisiko mengalami
paling umum pengembangan depresi
– Virus (HIV, Hepatitis, dsb) ringan hingga sedang
 suntikan • Insomnia
– Infeksi Bakteri  suntikan • Gangguan kepribadian
• Tembakau antisosial
• Alkohol • Gangguan stres pasca-
trauma
• Kanabis
• Riwayat gangguan perilaku
• Stimulan pada masa kanak-kanak
• Benzodiazepin atau remaja
INTOKSIKASI OPIOID
Kriteria Diagnosis
A. Penggunaan opioid
B. Perubahan perilaku atau psikologis bermasalah
yang signifikan (misalnya, euforia yang diikuti
oleh apati, dysphoria, agitasi psikomotor atau
keterbelakangan, gangguan penilaian) yang
berkembang selama, atau segera setelah,
penggunaan opioid
C. Konstriksi pupil (atau dilatasi pupil karena
anoxia akibat overdosis) dan satu (atau lebih)
Tanda-tanda atau gejala berikut yang muncul
selama, atau setelah, penggunaan opioid:
1. Mengantuk atau koma.
2. Berbicara cadel.
3. Gangguan dalam perhatian atau memori.
D. Tanda atau gejala yang tidak disebabkan oleh
kondisi medis lain dan tidak lebih baik dijelaskan
oleh gangguan mental lainnya, termasuk
Intoksikasi zat lain.
• Kode ICD-9-CM adalah 292,89. Kode ICD-10-CM tergantung pada ada atau
tidaknya gangguan penggunaan opioid komorbid dan apakah ada
gangguan perseptual atau tidak.
• Untuk intoksikasi opioid tanpa gangguan persepsi: Jika gangguan
penggunaan opioid ringan bersifat komorbid, kode ICD-10-CM adalah
F11.129, dan jika gangguan penggunaan opioid sedang atau berat adalah
komorbid, kode ICD-10-CM adalah F11. 229. Jika tidak ada kelainan
penggunaan opioid komorbid, maka kode ICD-10-CM adalah F11.929.
• Untuk intoksikasi opioid dengan gangguan perseptif: Jika gangguan
penggunaan opioid ringan bersifat komorbid, kode ICD-10-CM adalah
F11.122, dan jika gangguan penggunaan opioid sedang atau berat
komorbid, kode ICD-10-CM adalah F11. 222. Jika tidak ada kelainan
penggunaan opioid komorbid, maka kode ICD-10-CM adalah F11.922.
Diagnosis Banding
Intoksikasi zat lainnya. Intoksikasi alkohol dan
intoksikasi sedatif-hipnotik dapat menyebabkan
gambaran klinis yang menyerupai Intoksikasi opioid.
Diagnosis dari alkohol atau Intoksikasi zat sedative-
hipnotik biasanya dapat dibuat berdasarkan tidak
adanya konstriksi pupil atau kurangnya respon
terhadap tantangan nalokson. Dalam beberapa
kasus, Intoksikasi bisa jadi disebabkan oleh opioid
dan alkohol atau obat penenang lainnya.
PUTUS ZAT OPIOID 292.0 (F11.23)
Kriteria Diagnosis
A. Kemunculan salah satu dari berikut;
1. putus zat (atau pengurangan) penggunaan opioid yang telah
berat dan penggunaannya dalam waktu lama (yaitu,
beberapa minggu atau lebih lama).
2. Pemberian opioid antagonis setelah periode penggunaan
opioid.

B. Tiga (atau lebih) dari yang hal-hal berikut ini yang


berkembang dalam beberapa menit hingga beberapa hari
setelah Kriteria A:
1. Dysphoric mood.
2. Mual atau muntah.
3. Nyeri otot.
4. Lacrimation atau rhinorrhea.
5. Pelebaran pupil, piloereksi, atau berkeringat.
6. Diare.
7. Menguap.
8. Demam.
9. Insomnia.
C. Tanda atau gejala dalam Kriteria B menyebabkan
tekanan atau kerusakan yang signifikan secara klinis
di bidang fungsi sosial atau area penting lainnya.
D. Tanda-tanda atau gejala-gejalanya tidak disebabkan
oleh kondisi medis lain dan tidak lebih baik dijelaskan
oleh gangguan mental lainnya, termasuk Intoksikasi
atau putus zat lain.
• Kode ICD-9-CM adalah 292.0.
• Kode ICD-10-CM untuk putus zat opioid adalah
F11.23.
• Kode ICD-10-CM menunjukkan keberadaan komorbid
dari gangguan penggunaan opioid sedang atau berat,
yang mencerminkan fakta bahwa putus zat opioid
hanya dapat terjadi jika ada gangguan penggunaan
opioid sedang atau berat. Tidak diperbolehkan
mengkode gangguan penggunaan opioid ringan
komorbid dengan putus zat opioid.
Prevalensi
Prevalensi diantaranya individual dari berbagai
pengaturan klinis, putus zat opioid terjadi pada 60%
individu yang telah menggunakan heroin setidaknya
sekali dalam 12 bulan sebelumnya.
Diagnosis Banding
Putus zat opioid juga disertai dengan
rhinorrhea, lakrimasi, dan dilatasi pupil, yang
tidak terlihat pada putus zat tipe obat
penenang.
• Intoksikasi zat lainnya
• Gangguan opioid-induced lainnya
GANGGUAN LAINNYA YANG
DISEBABKAN OLEH OPIOID
Gangguan depresi yang disebabkan opioid ("Gangguan
Depresif"); gangguan kecemasan yang disebabkan
opioid ("Anxiety Disorders"); gangguan tidur yang
disebabkan opioid ("Sleep-Wake Disorders"); dan
disfungsi seksual yang disebabkan opioid ("Disfungsi
Seksual").
Untuk delirium intoksikasi opioid dan delirium putus zat
opioid, lihat kriteria dan diskusi tentang delirium
dalam bab "Gangguan Neurokognitif." Gangguan
yang disebabkan opioid ini didiagnosis, tidak seperti
Intoksikasi opioid atau putus zat opioid yang baru
menarik perhatian klinis ketika gejala-gejalanya
sudah cukup parah.
GANGGUAN TERKAIT OPIOID YANG
BELUM TERGOLONGKAN 292.9 (F11.99)
Kategori ini berlaku untuk penyajian di mana
karakteristik gejala dari gangguan terkait
opioid yang menyebabkan tekanan signifikan
secara klinis atau gangguan di bidang sosial
dan area penting lainnya, tetapi tidak
memenuhi kriteria lengkap untuk setiap
gangguan terkait opioid spesifik atau salah
satu dari gangguan terkait zat adiktif dan kelas
diagnostic dari gangguan zat adiktif.
Gangguan terkait Zat Sedatif-,
hipnotik-, Atau terkait Ansiolitik
Gangguan zat Sedatif, Hipnotik, atau Penggunaan Ansiolitik
Intoksikasi zat Sedatif, hipnotik, atau Ansiolitik
putus zat Sedatif, hipnotik, atau Ansiolitik
Gangguan yang disebabkan oleh Zat Sedatif Lain, hipnotik, atau Ansiolitik
Gangguan Sedatif, hipnotik, atau terkait Ansiolitik yang belum tergolongkan
GANGGUAN PENGGUNAAN ZAT
SEDATIF, HIPNOTIK, ATAU ANSIOLITIK
Kriteria Diagnosis
A. Pola problematik dari penggunaan obat penenang,
hipnotik, atau ansiolitik (pereda kecemasan) yang
mengarah pada gangguan atau tekanan yang signifikan
secara klinis, seperti yang dimanifestasikan oleh setidaknya
dua hal berikut, terjadi dalam periode 12 bulan:
1. Zat Sedatif, hipnotik, atau ansiolitik sering diambil dalam
jumlah yang lebih besar atau lebih lama dari yang
dimaksudkan.
2. Ada keinginan yang kuat atau usaha yang tidak berhasil
untuk mengurangi atau mengontrol obat penenang,
hipnotik, atau penggunaan ansiolitik.
3. Banyak waktu yang dihabiskan dalam kegiatan yang
diperlukan untuk mendapatkan obat penenang, hipnotik,
atau ansiolitik; menggunakan obat penenang, hipnotik,
atau ansiolitik; atau pulih dari dampaknya.
4. Keinginan, atau keinginan yang kuat atau dorongan untuk
menggunakan obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik.
5. Penggunaan obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik yang
mengakibatkan kegagalan untuk memenuhi kewajiban
utama di tempat kerja, sekolah, atau rumah (misalnya
absen berulang dari pekerjaan atau kinerja kerja yang
buruk yang disebabkan oleh obat penenang, hipnotik, atau
penggunaan ansiolitik; atau pengusiran dari sekolah,
mengabaikan anak-anak atau rumah tangga).
6. Penggunaan obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik
lanjutan meskipun memiliki masalah sosial atau
interpersonal yang persisten atau berulang yang
disebabkan atau diperburuk oleh efek obat penenang,
hipnotik, atau ansiolitik (misalnya, argumen dengan
pasangan tentang konsekuensi Intoksikasi; perkelahian
fisik).
7. Kurangnya melakukan aktivitas sosial karena penggunaan
obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik.
8. Penggunaan obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik
rekuren dalam situasi yang berbahaya secara fisik
(Contohnya, Mengendarai mobil atau mengoperasikan
mesin bila terganggu oleh penggunaan obat penenang,
hipnotik, atau ansiolitik).
9. Obat penenang, hipnotik, atau penggunaan ansiolitik
dilanjutkan meskipun memiliki masalah fisik atau
psikologis yang persisten atau berulang yang mungkin
telah disebabkan atau diperburuk oleh obat
penenang, hipnotik, atau ansiolitik.
10. Daya tahan, sebagaimana didefinisikan oleh salah
satu dari berikut ini;
a. Kebutuhan akan peningkatan jumlah obat penenang,
hipnotik, atau ansiolitik yang nyata untuk mencapai
intoksikasi atau efek yang diinginkan.
b. Efek yang berkurang dengan penggunaan jumlah
obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik yang sama
secara terus-menerus
11. putus zat, seperti yang dimanifestasikan oleh salah
satu dari yang berikut:
a. Sindrom putus zat karakteristik untuk sedatif, hipnotik,
atau ansiolitik (lihat Kriteria A dan B dari kriteria yang
ditetapkan untuk sedatif, hipnotik, atau putus zat
anxiolytic).
b. Obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik (atau zat yang
terkait erat, seperti alkohol) diambil untuk
menghilangkan atau menghindari gejala putus zat.
Catatan: Kriteria ini tidak dianggap terpenuhi untuk
individu yang menggunakan obat penenang, hipnotik,
atau anxiolytics di bawah pengawasan medis.
• kode ICD-10-CM: Jika intoksikasi obat penenang, hipnotis, atau ansiolitik; putus
zat obat penenang, hipnotik, atau anxiolytic; atau gangguan mental lain yang
bersifat sedatif-, hipnotis-, atau ansiolitik yang disebabkan juga ada, jangan
gunakan kode-kode di bawah ini untuk gangguan penggunaan obat penenang,
hipnotik, atau ansiolitik. Sebaliknya gangguan komorbiditas sedatif, hipnotik,
atau ansiolitik diindikasikan pada karakter ke-4 dari gangguan penenang-,
hipnotik-, atau ansiolitik yang disebabkan (lihat catatan pengkodean untuk
sedatif, hipnotik, atau intoksikasi anxiolytic; putus zat obat penenang, hipnotik,
atau ansiolitik; atau gangguan mental tertentu, hipnotis, atau ansiolitik yang
disebabkan). Sebagai contoh, jika ada gangguan komorbid sedatif, hipnotik,
atau depresi yang disebabkan oleh gangguan ansiolitik dan sedatif, hipnotik,
atau gangguan penggunaan ansiolitik, hanya kode gejala depresi depresif,
hipnotis, atau ansiolitik yang disebabkan diberikan dengan karakter ke-4
menunjukkan apakah gangguan penggunaan komorbid, hipnotik, atau
ansiolitik ringan, sedang, atau berat: F13.14 untuk sedatif ringan, hipnotik, atau
ansiolitik: gunakan gangguan dengan sedatif-, hipnotik-, atau gangguan depresi
yang disebabkan oleh anxiolytic atau F13.24 untuk gangguan penggunaan obat
penenang yang sedang atau berat, hipnotik, atau ansiolitik dengan gangguan
depresi penenang, hipnotis, atau ansiolitik yang disebabkan.
Penentuan Keparahan:
• 305.40 (F13.10) Ringan: Terdapat 2-3 gejala.
• 304.10 (F13.20) Sedang: Terdapat 4-5 gejala.
• 304.10 (FI 3.20) Parah: Terdapat lebih dari 6
gejala.
Perkembangan dan Tindakan
Gangguan akbiat penggunaan obat penenang, hipnotik, atau
ansiolitik biasanya melibatkan individu di usia remaja atau umur
20-an, yang terlihat dari peningkatan penggunaan obat penenang,
hipnotik, atau ansiolitik ke titik di mana mereka menunjukan
masalah yang memenuhi kriteria untuk dilakukannya diagnosis.
Pola ini dapat terjadi pada individu yang memiliki gangguan
penggunaan zat lain (misalnya, alkohol, opioid, stimulan). Pola
awal penggunaan berselang secara sosial (misalnya, di pesta)
dapat menjadikannya penggunaan sehari-hari dan tingkat daya
tahan yang tinggi. Setelah hal ini terjadi, peningkatan tingkat
kesulitan interpersonal, serta semakin parahnya terjadinya
episode disfungsi kognitif dan putus zat fisiologis, dapat terjadi.
Tindakan klinis kedua yang lebih jarang diamati dimulai
dengan seorang individu yang awalnya memperoleh
pengobatan dengan resep dari dokter, biasanya untuk
pengobatan kecemasan, insomnia, atau keluhan somatik.
Baik daya tahan atau kebutuhan untuk dosis yang lebih
tinggi berkembang, ada peningkatan yang bertahap dalam
dosis dan frekuensi pengobatan oleh sendiri. Individu akan
cenderung terus membenarkan penggunaan dosis atas
dasar gejala kecemasan atau insomnia yang terjadi, tetapi
perilaku pencarian-zat (substance seeking) menjadi lebih
terlihat, dan individu dapat mencari beberapa dokter
untuk mendapatkan persediaan obat yang cukup. Daya
tahan dapat mencapai tingkat tinggi, dan putus zat
(termasuk kejang dan putus zat delirium) dapat terjadi.
Seperti gangguan penggunaan zat lainnya, gangguan
penggunan zat sedatif, hipnotik, atau gangguan penggunaan
anxiolytic umumnya mengalami seragan selama masa remaja
atau pada awal kedewasaan. Terdapat peningkatan risiko dari
penyalahgunaan dan permasalahan zat psikoaktif saat
individu bertambah usia. Secara khusus, penurunan kognitif
meningkat sebagai efek samping dari usia, dan metabolisme
dari zat sedative, hipnotik, atau anxiolytics menurun pada
individu dengan usia yang lebih tua. Efek toksik akut dan
kronis dari zat-zat ini, terutama efek pada kognisi, memori,
dan koordinasi motorik, cenderung meningkat seiring usia
sebagai bentuk konsekuensi dari perubahan farmakodinamik
dan farmakokinetik terkait usia. Individu dengan gangguan
neurokognitif mayor (demensia) lebih mungkin untuk terkena
intoksikasi dan gangguan fungsi fisiologis pada dosis yang
lebih rendah.
Intoksikasi yang disengaja untuk mencapai
keadaan '' tinggi '' paling sering diamati pada
remaja dan individu di usia 20-an. Masalah
yang terkait dengan sedatif, hipnotik, atau
anxiolytics juga terlihat pada individu di usia
40-an dan lebih tua yang meningkatkan dosis
obat yang telah diresepkan. Pada individu
yang lebih tua, Intoksikasi bisa menyerupai
demensia progresif.
Faktor Risiko dan Prognosis
• Tempramental
• Lingkungan
• Genetik dan fisiologis
• Pengubah tindakan
• Masalah Diagnosis Terkait Budaya
Terdapat variasi yang ditandai dalam pola
resep (dan ketersediaan) dari kelas zat ini di
berbagai negara, yang dapat menyebabkan
variasi prevalensi pada gangguan penggunaan
obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik.
• Masalah Diagnosis Terkait Gender
Perempuan dapat memiliki risiko yang lebih
tinggi daripada laki-laki dalam
penyalahgunaan obat resep obat penenang,
hipnotik, atau zat ansiolitik.
Pemeriksaan Penunjang
Hampir seluruh zat penenang, hipnotik, atau
ansiolitik dapat diidentifikasi melalui evaluasi
laboratorium dari urin atau darah (yang dapat
mengukur jumlah perantara dalam tubuh). Tes
urin kemungkinan akan tetap positif hingga
sekitar 1 minggu setelah penggunaan zat
bekerja dalam waktu yang panjang, seperti
diazepam atau flurazepam.
Konsekuensi Fungsional dari Gangguan
Penggunaan Zat Sedatif, Hipnotik, atau Anxioiytic
Konsekuensi sosial dan interpersonal dari gangguan penggunaan
obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik serupa dengan konsekuensi
dari gangguan penggunaan alkohol. Kecelakaan, kesulitan
interpersonal (seperti argumen atau perkelahian), dan gangguan
pada kinerja kerja atau sekolah adalah hasil yang umum terjadi.
Pemeriksaan fisik kemungkinan akan memperlihatkan bukti
penurunan ringan pada sebagian besar aspek fungsi sistem saraf
otonom, termasuk denyut nadi yang melambat, laju pernapasan
yang sedikit menurun, dan sedikit penurunan pada tekanan darah
(kemungkinan besar terjadi dengan perubahan postural). Pada dosis
tinggi, obat penenang, hipnotik, atau zat ansiolitik dapat
mematikan, terutama ketika dicampur dengan alkohol, meskipun
dosis yang mematikan bervariasi di antara zat-zat tertentu.
Overdosis dapat dikaitkan dengan penurunan
tanda-tanda vital yang menandakan keadaan
darurat secara medis (misalnya, gangguan
pernafasan dari barbiturat). Kemungkinan
terdapat konsekuensi trauma (misalnya,
perdarahan internal atau hematoma subdural)
dari kecelakaan yang terjadi saat
teruntiksinasi. Penggunaan zat-zat ini dengan
cara suntikan dapat mengakibatkan komplikasi
medis terkait penggunaan jarum yang
terkontaminasi (misalnya, hepatitis dan HIV).
Intoksikasi akut dapat menyebabkan kecelakaan.
Bagi individu lanjut usia, bahkan penggunaan jangka
pendek dari obat penenang ini pada dosis yang
ditentukan dapat dikaitkan dengan peningkatan
risiko untuk masalah kognitif dan terjatuh. Efek
disinhibitor dari perantara tersebut, seperti alkohol,
berpotensi dalam mempengengaruhi perilaku
agresif, dengan masalah interpersonal dan
permasalahan hukum. Overdosis yang terjadi secara
kebetulan atau disengaja dapat terjadi, serupa
dengan yang diamati untuk gangguan penggunaan
alkohol atau Intoksikasi alkohol secara berulang.
Berbeda dengan batas keamanan yang luas ketika
digunakan sendiri, benzodiazepin yang
dikombinasikan dengan alkohol dapat menjadi
sangat berbahaya, dan overdosis secara tidak
sengaja secara umum sering dilaporkan. Overdosis
yang terjadi secara kebetulan juga pernah
dilaporkan secara individual, yang dengan sengaja
menyalahgunakan barbiturat dan obat penenang
nonbenzodiazepine lainnya (misalnya,
methaqualone), tetapi karena perantara ini jauh
lebih sedikit tersedia daripada benzodiazepin, di
sebagian besar pengaturan frekuensi overdosis
masih rendah.
Diagnosis Banding
• Gangguan mental atau kondisi medis lainnya
• Gangguan penggunaan alkohol
• Penggunaan obat penenang, hipnotik, atau
ansiolitik yang sesuai secara klinis
INTOKSIKASI ZAT SEDATIF,
HYPNOTIK, ATAU ANXIOLYTIC
Kriteria Diagnosis
A. Penggunaan obat penenang, hipnotik, atau
ansiolitik.
B. Perubahan perilaku atau psikis maladaptive
yang signifikan secara klinis (misalnya, perilaku
seksual atau agresif yang tidak sesuai, mood
lability, gangguan pengambilan keputusan)
yang berkembang selama, atau tidak lama
setelah itu, penggunaan obat penenang,
hipnotik, atau ansiolitik.
C. Satu (atau lebih) dari tanda atau gejala berikut berkembang selama,
atau tak lama setelah penggunaan obat penenang, hipnotik, atau
anxiolytic:
1. Berbicara cadel.
2. Inkoordinasi gerakan otot.
3. Gaya berjalan yang tidak stabil.
4. Nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol pada mata).
5. Penurunan kognisi (misalnya, perhatian, memori).
6. Stupor atau koma.
D. Tanda atau gejalanya tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan
tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lainnya, termasuk
Intoksikasi dengan zat lain.
Diagnosis Banding
• Gangguan penggunaan alkohol
• Intoksikasi alkohol
• Gangguan sedatif, hipnotik, atau ansiolitik
lainnya
• Gangguan neurokognitif
PUTUS ZAT SEDATIF, HYPNOTIK,
ATAU ANXIOLYTIK
Kriteria Diagnosis
A. Penghentian (atau pengurangan) obat penenang, liypnotic, atau penggunaan
ansiolitik yang telah berlangsung lama.
B. Dua (atau lebih) dari hal-hal dibawah ini, yang berkembang dalam beberapa jam
sampai beberapa hari setelah penghentian (atau pengurangan) obat penenang,
hipnotik, atau penggunaan ansiolitik yang dijelaskan dalam Kriteria A:
1. Hiperaktivitas otonom (misalnya, berkeringat atau denyut nadi lebih dari 100
bpm).
2. Tremor tangan.
3. Insomnia.
4. Mual atau muntah.
5. Halusinasi atau ilusi vMasalahal, sentuhan, atau pendengaran.
6. Agitasi psikomotor.
7. Kecemasan.
8. Grand mal seizure.
C. Tanda atau gejala dalam Kriteria B menyebabkan tekanan
atau kerusakan yang signifikan secara klinis di bidang fungsi
sosial atau area penting lainnya.
D. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain
dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental
lainnya, termasuk Intoksikasi atau putus zat lain.
• Penentuan jika:
Dengan gangguan persepsi: Penentu ini dapat dicatat ketika
halusinasi dengan pengujian realitas utuh atau
pendengaran, vMasalahal, atau ilusi taktil terjadi tanpa
adanya delirium.
Prevalensi
Prevalensi putus zat sedatif, hipnotik, atau
anxiolytic masih tidak jelas.
Pemeriksaan Penunjang
Kejang dan ketidakstabilan otonom dalam
pengaturan riwayat paparan yang
berkepanjangan untuk penenang, hipnotik,
atau ansiolitik
Diagnosis Banding
• Gangguan medis lainnya
• Tremor esensial
• Pelepasan alkohol
• Gangguan lainnya yang disebabkan oleh zat
sedatif, hipnotik, atau ansiolitik
• Gangguan kecemasan
GANGGUAN LAINNYA YANG DISEBABKAN OLEH
ZAT SEDATIF-, HIPNOTIK-, ATAU ANXIOLITIK
Gangguan yang disebabkan oleh zat sedatif-, hipnotik-, atau psikotik
anxiolytic (''Spektrum Skizofrenia dan Gangguan Psikotik Lain”); gangguan
bipolar yang disebabkan oleh zat sedatif-, hipnotik-, atau anxiolitik
("Bipolar dan Gangguan Terkait lainnya"); gangguan depresi yang
disebabkan oleh zat sedatif-, hipnotik-, atau ansiolitik ("Gangguan
Depresif"); gangguan kecemasan yang disebabkan oleh zat sedatif-,
hipnotik-, atau ansiolitik ("Gangguan Kecemasan"); gangguan tidur yang
yang disebabkan oleh zat sedatif-, hipnotik-, atau ansiolitik- ("Gangguan
tidur"); disfungsi seksual yang disebabkan oleh zat sedatif-, hipnotik- , atau
ansiolitik ("Disfungsi Seksual"); dan gangguan neurokognitif mayor atau
hipoksik yang disebabkan oleh yang disebabkan oleh zat sedatif-, hipnotik,
atau ansiolitik ("Gangguan Neurokognitif"). Untuk Intoksikasi zat sedatif,
hipnotik, atau anxiolytic intoxication delirium dan putus zat sedatif,
hipnotik, atau anxiolitik, lihat kriteria dan diskusi tentang delirium dalam
bab "Gangguan Neurokognitif." Gangguan yang disebabkan sedatif-,
hipnotik-, atau ansiolitik ini didiagnosis, tidak seperti Intoksikasi zat sedatif,
hipnotik, anxiolytic atau putus zat sedatif, hipnotik, anxiolytic yang hanya
ketika gejalanya cukup parah baru akan mendapatkan perhatian klinis.
Gangguan Terkait Stimulan
Gangguan Penggunaan Stimulan
Intoksikasi Stimulan
putus Zat Stimulan
Gangguan lainnya yang Disebabkan oleh Stimulan
Gangguan terkait Stimulan yang belum digolongkan
GANGGUAN PENGGUNAAN
STIMULAN
Kriteria Diagnosis
A. Pola zat bertipe amphetamine, kokain, atau penggunaan stimulan
lainnya yang mengarah pada gangguan atau tekanan yang signifikan
secara klinis, seperti yang dimanifestasikan oleh setidaknya dua hal
berikut, yang terjadi dalam periode 12 bulan:
1. Stimulan sering diambil dalam jumlah yang lebih besar atau lebih
lama dari semestinya.
2. Ada keinginan yang kuat atau usaha yang tidak berhasil dalam
mengurangi atau mengontrol penggunaan stimulan.
3. Banyak waktu yang dihabiskan dalam kegiatan untuk memperoleh
stimulan, menggunakan stimulan, atau pulih dari dampaknya.
4. Keinginan atau dorongan yang kuat untuk menggunakan stimulan.
5. Penggunaan stimulan berulang yang mengakibatkan kegagalan untuk
memenuhi kewajiban dari peran utamanya, baik di tempat kerja,
sekolah, atau rumah.
6. Penggunaan stimulan secara lanjut meskipun
memiliki masalah sosial atau interpersonal yang
disebabkan atau diperparah oleh efek stimulan.
7. Menyerah dari melakukan aktivitas sosial,
bekerja, atau kegiatan lainnya karena penggunaan
stimulan.
8. Penggunaan stimulan berulang dalam situasi yang
secara fisik berbahaya.
9. Penggunaan stimulasi dilanjutkan meskipun
pengetahuan memiliki masalah fisik atau psikologis
yang persisten atau berulang yang mungkin telah
disebabkan atau diperburuk oleh stimulan
10. Daya tahan, sebagaimana didefinisikan oleh salah
satu dari yang berikut:
a. Kebutuhan akan peningkatan jumlah stimulan yang
nyata untuk mencapai intoksikasi atau efek yang
diinginkan.
b. Efek yang jelas berkurang dengan terus menggunakan
jumlah stimulan yang sama.

Catatan: Kriteria ini tidak dianggap terpenuhi bagi


mereka yang memakai obat stimulan hanya di bawah
pengawasan medis yang tepat, seperti obat-obatan
untuk gangguan attention-deficit, hyperactivity atau
narkolepsi.
11. Penarikan zat, seperti yang dimanifestasikan oleh hal
berikut:
A. Karakteristik dari sindrom penarikan zat untuk
stimulan (lihat Kriteria A dan B dari kriteria yang
ditetapkan untuk penarikan zat stimulan, hal. 569).
B. Stimulan (atau zat yang terkait) digunakan untuk
menghindari atau mengurangi gejala penarikan zat.

Catatan: Kriteria ini tidak dianggap terpenuhi bagi mereka


yang memakai obat stimulan hanya di bawah pengawasan
medis yang tepat, seperti obat untuk gangguan attention-
deficit, hyperactivity atau narkolepsi.
Penentuan jika:
• Dalam remisi awal: Setelah kriteria lengkap dari gangguan
penggunaan stimulan sebelumnya terpenuhi, tidak ada
kriteria dari gangguan penggunaan stimulan yang terpenuhi
setidaknya selama 3 bulan dan kurang dari 12 bulan (dengan
pengecualian bahwa Kriteria A4, "Keinginan atau dorongan
yang kuat untuk menggunakan stimulan, " dapat terpenuhi).
• Dalam remisi berkelanjutan: Setelah kriteria lengkap untuk
gangguan penggunaan stimulan sebelumnya terpenuhi,
tidak ada kriteria dari gangguan penggunaan stimulan yang
terpenuhi dalam jangka waktu 12 bulan atau lebih lama
(dengan pengecualian bahwa Kriteria A4, "Keinginan atau
dorongan yang kuat untuk menggunakan stimulan, " dapat
terpenuhi).
• Penentuan jika:
• Dalam lingkungan yang terkendali
– Digunakan jika individu berada dalam lingkungan di mana akses
terhadap stimulan dibatasi.
• Pengkodean berdasarkan tingkat keparahan
– Catatan untuk kode ICD-10-CM: Jika intoksikasi amfetamin,
penarikan zat amphetamine, atau gangguan mental yang disebabkan
amfetamin lain juga ada, jangan gunakan kode di bawah ini untuk
gangguan penggunaan amfetamin.
– Sebaliknya, gangguan penggunaan komorbid amfetamin ditunjukkan
pada karakter ke-4 dari kode gangguan yang disebabkan amfetamin
(lihat catatan pengkodean untuk intoksikasi amphetamine, penarikan
zat amfetamin, atau gangguan mental yang disebabkan amfetamin).
– FI 5.14 untuk tipe amfetamin ringan atau gangguan penggunaan
stimulan lainnya dengan tipe amfetamin atau gangguan depresi yang
disebabkan oleh stimulan lainnya,
– FI5.24 untuk tipe amfetamin sedang atau berat atau
gangguan penggunaan stimulasi lainnya dengan tipe
amfetamin atau gangguan depresi lainnya yang
disebabkan oleh Stimulan. Demikian pula, jika ada
komorbid gangguan depresi yang disebabkan oleh
kokain dan gangguan penggunaan kokain, hanya
diberikan kode gangguan depresi yang disebabkan
kokain, dengan karakter ke-4 yang menunjukkan
apakah gangguan penggunaan kokain komorbid
ringan, sedang, atau berat
– FI4.14 untuk gangguan penggunaan kokain ringan
beserta gangguan depresi yang disebabkan oleh
kokain atau FI4.24 untuk gangguan penggunaan
kokain yang sedang atau berat beserta gangguan
depresi yang disebabkan oleh kokain.
• Penentuan berdasarkan tingkat keparahan:
• Ringan: Terdapat 2-3 gejala.
– 305.70 (FI 5.10) Zat jenis amfetamin
– 305.60 (FI 4.10) Kokain
– 305.70 (F I5.10) Stimulan lainnya atau belum ditentukan
• Sedang: Terdapat 4-5 gejala.
– 304.40 (FI 5.20) Zat jenis amfetamin
– 304.20 (FI 4.20) Kokain
– 304.40 (F15.20) Stimulan lainnya atau belum ditentukan
• Parah: Terdapat lebih dari 6 gejala.
– 304.40 (FI 5.20) Zat jenis amfetamin
– 304.20 (FI 4.20) Kokain
– 304.40 (FI 5.20) Stimulan lainnya atau belum ditentukan
Prevalensi
• Gangguan penggunaan stimulasi: stimulan tipe
amphetamine
– Perkiraan prevalensi selama 12 bulan di Amerika Serikat
terhadap gangguan penggunaan stimulasi tipe amphetamine
sebesar 0,2% di antara remaja berusia 12 hingga 17 tahun dan
sebesar 0,2% di antara individu berusia 18 tahun ke atas.
• Gangguan penggunaan stimulan: kokain
– Perkiraan prevalensi selama 12 bulan di Amerika Serikat
terhadap gangguan penggunaan kokain sebesar 0,2% pada
individu berusia 12 hingga 17 tahun dan 0,3% pada individu
berusia 18 tahun dan lebih tua. Presentase lebih tinggi di
antara laki-laki (0,4%) dibandingkan perempuan (0,1%).
Pemeriksaan Penunjang

• Benzoylecgonine, metabolit kokain, biasanya tetap


berada dalam urin selama 1-3 hari setelah
penggunaan dosis tunggal
• Tes fungsi hati  pada pengguna kokain dan alkohol
• Tes pada pengguna amphetamine setelah 1-3 hari
penggunaan
• Sampel rambut pada amphetamine bertahan 90 hari
• Penurunan berat badan, malnutrisi, kebersihan yang
buruk pada pengguna amphetamine dan kokain
Konsekuensi Fungsional Gangguan
Penggunaan Stimulan

• Pengguna intranasal  sinusitis, iritasi,


perdarahan mukosa hidung, dan septum hidung
berlubang.
• Individu yang melakukan suntikan memiliki
tanda tusukan dan "jejak," paling sering di
lengan bawah mereka.
• Nyeri dada dan kejang-kejang sering terjadi pada
intoksikasi stimulan.
• Gejala neurokognitif sering terjadi pada
pengguna metamfetamin
Diagnosis Banding
• Gangguan mental primer
• Intoksikasi Phencyclidine
• Intoksikasi dan putus zat stimulasi
Komordibitas

• Sering bersamaan dengan penggunaan obat


penenang
• Pengguna kokain sering menggunakan alkohol,
sementara pengguna stimulan tipe
amphetamine sering menggunakan kanabis.
• Berhubungan dengan gangguan stres pasca-
trauma, gangguan kepribadian antisosial,
gangguan attention-deficit/hyperactivity, dan
gambling disorder
• Masalah kardio-pulmoner sering ditemukan
INTOKSIKASI STIMULAN
A.
Kriteria Diagnosis
Penggunaan dari zat tipe amphetamine, kokain, atau stimulan lainnya.
B. Perubahan perilaku atau psikologis yang bermasalah yang signifikan
yang dikembangkan selama, atau segera setelah, penggunaan dari
stimulan.
C. Dua (atau lebih) tanda-tanda atau gejala-gejala berikut, berkembang
selama, atau segera setelahnya, penggunaan stimulan:
1. Tachycardia atau bradycardia.
2. Dilatasi pupil.
3. Peningkatan atau penurunan tekanan darah.
4. Keringat atau kedinginan.
5. Mual atau muntah.
6. Penurunan berat badan.
7. psikomotor atau keterbelakangan.
8. Perlemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada,
atau aritmia jantung.
9. Kebingungan, kejang, dyskinesias, dystonias, atau koma.
D. Tanda atau gejala-gejala tersebut
tidak disebabkan oleh kondisi medis
lain dan tidak akan lebih baik
dijelaskan oleh gangguan mental
lainnya, termasuk intoksikasi
dengan zat lain.
Diagnosis Banding
• Gangguan yang disebabkan oleh stimulan.
• Gangguan mental lainnya.
PUTUS ZAT STIMULAN
Kriteria Diagnosis
A. Penghentian (atau pengurangan) zat tipe amphetamine, kokain,
atau penggunaan stimulan lainnya yang berkepanjangan.
B. Dysphoric mood dan dua (atau lebih) dari perubahan fisiologis
berikut, yang berkembang dalam beberapa jam hingga beberapa
hari setelah Kriteria A:
• 1. Kelelahan.
• 2. Mimpi yang tidak menyenangkan yang terasa nyata.
• 3. Insomnia atau hypersomnia.
• 4. Meningkatnya nafsu makan.
• 5. Retardasi psikomotor atau agitasi.
C. Tanda atau gejala dalam Kriteria B menyebabkan tekanan atau
kerusakan yang signifikan secara klinis di bidang fungsi sosial.
D. Tanda atau gejala tersebut tidak disebabkan oleh kondisi medis
lain dan tidak akan lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental
lainnya, termasuk intoksikasi atau putus dari zat lain.
Diagnosis Banding
• Gangguan penggunaan stimulan dan
gangguan lainnya yang disebabkan oleh
stimulan
• Gangguan Stimulan Lainnya
• Gangguan terkait Stimulan yang belum
tergolongkan
Gangguan Terkait Tembakau

Gangguan Penggunaan Tembakau


Pelepasan Tembakau
Gangguan lain yang disebabkan oleh Tembakau
Gangguan oleh Tembakau yang belum tergolongkan
GANGGUAN PENGGUNAAN
TEMBAKAU
Kriteria Diagnosis
A. Pola penggunaan tembakau yang bermasalah dapat menyebabkan
gangguan atau tekanan yang signifikan secara klinis, seperti yang
ditunjukkan oleh setidaknya dua dari hal berikut, yang terjadi dalam
periode 12 bulan:
1. Tembakau sering digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau
digunakan lebih lama dari yang dimaksudkan.
2. Ada keinginan ayng kuat atau usaha yang tidak berhasil dalam
mengurangi atau mengendalikan penggunaan tembakau.
3. Banyak waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan dan
mengonsumsi tembakau.
4. Keinginan atau dorongan yang kuat mengonsumsi tembakau.
5. Penggunaan tembakau secara berulang yang mengakibatkan
kegagalan dalam memenuhi kewajiban dan peran sosialnya
(misalnya, gangguan dalam pekerjaan dan rumah tangga).
6. Terus mengonsumsi tembakau meskipun memiliki masalah
sosial atau interpersonal yang yang justru disebabkan atau
diperburuk oleh efek tembakau (misalnya, adu argumen dengan
orang lain tentang penggunaan tembakau).
7. Pengurangan aktivitas sosial karena penggunaan tembakau.
8 . Penggunaan tembakau yang berulang-ulang dalam situasi
dimana berbahaya secara fisik (misalnya merokok di tempat tidur).
9. Penggunaan tembakau berkelanjutan meskipun terjadi
permasalahan fisik atau psikologis yang persisten, yang disebabkan
atau diperburuk oleh tembakau.
10. Daya tahan tubuh, sebagaimana didefinisikan oleh hal berikut:
a. Kebutuhan akan peningkatan jumlah tembakau yang
signifikan untuk mencapai efek yang diinginkan.
b. Efek yang berkurang secara nyata walau menggunakan jumlah
tembakau yang sama dari biasanya.
11. putus zat, seperti yang dimanifestasikan oleh hal-hal berikut:
a. Karakteristik sindrom putus tembakau (lihat Kriteria A
dan B dalam kriteria yang ditetapkan untuk putus tembakau).
b. Tembakau (atau zat terkait, seperti nikotin) diambil
untuk menghilangkan atau menghindari gejala putus.
Prevalensi
• Rokok adalah produk tembakau yang paling umum
digunakan, mewakili lebih dari 90% penggunaan
tembakau/nikotin.
• Di Amerika Serikat, 57% orang dewasa belum pernah
merokok, 22% adalah mantan perokok, dan 21% adalah
perokok.
• Sekitar 20% dari perokok AS saat ini adalah perokok aktif.
• Prevalensi penggunaan tembakau tanpa asap adalah
kurang dari 5%, dan prevalensi penggunaan tembakau
dalam pipa dan cerutu kurang dari 1%.
Faktor Risiko dan Prognosis
• Tempramental
• Lingkungan
• Genetik dan fisiologis.
Pemeriksaan Penunjang
• Karbon monoksida yang ada didalam nafas,
serta nikotin dan metabolitnya cotinine yang
ada di dalam darah, air liur, atau air kencing,
dapat digunakan untuk mengukur tingkat
penggunaan tembakau atau nikotin;
• Namun, hal ini tidak terlalu terkait dengan
gangguan penggunaan tembakau.
Komorbiditas
• paling umum terjadi dari merokok adalah penyakit
kardiovaskular, penyakit paru-paru obstruktif kronik,
dan kanker.
• Merokok dapat meningkatkan masalah kandungan,
seperti berat bayi yang rendah saat baru lahir dan
bahkan keguguran.
• Komorbiditas psikiatri yang paling umum terjadi
adalah gangguan alkohol/penggunaan zat, depresi,
bipolar, kecemasan, kepribadian, dan gangguan
attention-deficit/hyper-activity.
PUTUS TEMBAKAU 292.0 (F17.203)
Kriteria Diagnosis
A. Penggunaan tembakau setiap hari dalam beberapa minggu.
B. Penghentian penggunaan tembakau secara tiba-tiba, atau
pengurangan jumlah tembakau yang digunakan, diikuti dalam
24 jam dengan empat (atau lebih) tanda atau gejala berikut:
1. Iritabilitas, frustrasi, atau kemarahan.
2. Kecemasan.
3. Kesulitan berkonsentrasi.
4. Meningkatnya nafsu makan.
5. Gelisah.
6. Suasana hati depresi.
7. Insomnia.
C. Tanda atau gejala dalam Kriteria B
menyebabkan tekanan atau kerusakan yang
signifikan secara klinis di bidang fungsi sosial
atau area penting lainnya.
D. Tanda atau gejala tidak dikaitkan dengan
kondisi medis lain dan tidak akan lebih baik
dijelaskan oleh gangguan mental lain, termasuk
intoksikasi atau putus dari zat lain.
Prevalensi
Sekitar 50% pengguna tembakau yang
berhenti selama 2 hari atau lebih akan
memiliki gejala yang memenuhi kriteria putus
tembakau. Tanda dan gejala yang paling sering
terjadi adalah kecemasan, iritabilitas, dan
kesulitan berkonsentrasi. Gejala yang jarang
terjadi adalah depresi dan insomnia.
Perjalanan Gejala
• putus penggunaan tembakau biasanya dimulai
dalam waktu 24 jam dari penghentian atau
pengurangan penggunaan tembakau, dan
memuncak pada 2-3 hari setelah berhenti, yang
akan berlangsung selama 2-3 minggu.
• Gejala putus tembakau dapat terjadi di antara
pengguna tembakau yang masih remaja, bahkan
sebelum penggunaan tembakau secara rutin. Gejala
berkepanjangan yang terjadi diatas satu bulan
jarang terjadi.
Faktor Risiko dan Prognosis
• Tempramental
– Perokok dengan gangguan depresif, gangguan
bipolar, gangguan kecemasan, gangguan
attention-deficit/hyperactivity, dan gangguan
penggunaan zat lainnya memiliki putus zat yang
lebih parah
• Genetik dan fisiologis
– Genotype dapat mempengaruhi probabilitas putus
saat sedang tidak berhenti merokok.
Diagnosis Banding
• Gejala putus tembakau tumpang tindih dengan
sindrom penarikan zat lain (misalnya, penghentian
penggunaan alkohol, zat atau obat sedatif, hipnotik,
atau anxiolytic; putus stimulan; kafein; opioid)
• Penghentian merokok secara sukarela dapat
menyebabkan gejala putus yang meniru,
mengintensifkan, atau menyamarkan gangguan lain
atau adanya efek buruk dari obat-obatan yang
digunakan untuk mengobati gangguan mental
GANGGUAN TEMBAKAU LAINNYA
Gangguan tidur yang disebabkan oleh tembakau akan
dibahas dalam bab "Sleep-Wake Disorders" (lihat
"Gangguan Tidur Zat / induksi oleh Obat ").
GANGGUAN TERKAIT TEMBAKAU YANG BELUM
TERGOLONGKAN 292.9 (F17.209)
Kategori ini berlaku untuk pemaparan karakteristik
gejala dari gangguan terkait tembakau yang
menyebabkan gangguan atau kerusakan yang
signifikan secara klinis di bidang sosial atau area
penting lainnya, yang berfungsi sebagai predominan
tetapi tidak memenuhi kriteria lengkap untuk setiap
gangguan terkait tembakau tertentu atau dari
gangguan terkait-zat dan adiktif pada kelas diagnosis.
Gangguan Lain (atau tidak
diketahui) yang terkait dengan Zat
Gangguan Lain (atau tidak diketahui) dari Penggunaan Zat
Intoksikasi Zat Lainnya (atau tidak diketahui)
putus Zat Lain (atau tidak diketahui)
Gangguan Lain yang Disebabkan oleh Zat Lain (atau tidak
diketahui)
GANGGUAN LAIN (ATAU TIDAK DIKETAHUI) DARI
PENGGUNAAN ZAT
Kriteria Diagnosis

A. Pola penggunaan zat intoksikasi yang bermasalah


tidak dapat diklasifikasikan dengan alkohol; kafein;
ganja; halusinogen (phencyclidine dan lain-lain);
inhalan; opioid; obat penenang, hipnotis, atau
ansiolitik; perangsang; atau kategori tembakau dan
mengarah pada gangguan atau tekanan yang
signifikan secara klinis, seperti yang dimanifestasikan
oleh setidaknya dua hal berikut, yang terjadi dalam
periode 12 bulan:
1. Zat sering digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau lebih lama
dari yang dimaksudkan.
2. Terdapat keinginan yang gigih atau usaha yang tidak berhasil untuk
mengurangi atau mengontrol penggunaan zat.

Banyak waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan zat, menggunakan

zat, atau pulih dari dampaknya.


3. Keinginan atau dorongan yang kuat untuk menggunakan zat.
4. Penggunaan zat secara berulang sehingga mengakibatkan kegagalan
untuk memenuhi kewajiban dari peran sosial di tempat kerja, sekolah,
atau rumah.
5. Terus menggunakan zat-zat tertentu meskipun memiliki masalah sosial
atau interpersonal disebabkan atau diperburuk oleh efek dari
penggunaan zat-zat tersebut.
6. Pengurangan aktivitas sosial karena pengaruh penggunaan zat.
7. Penggunaan berulang zat dalam situasi yang berbahaya secara fisik.
8. Penggunaan zat yang berkelanjutan meskipun pengetamemiliki masalah
fisik atau psikologis yang kemungkinan disebabkan atau diperparah oleh zat.
9. Daya tahan tubuh, sebagaimana didefinisikan oleh hal-hal berikut:
• Kebutuhan akan peningkatan nyata dari zat untuk mencapai intoksikasi
atau efek yang diinginkan.
• Efek yang berkurang dengan terus menggunakan jumlah zat yang sama
10. putus zat, seperti yang dimanifestasikan oleh hal berikut:
• Karakteristik sindrom putus zat lain (atau tidak diketahui) (lihat Kriteria A
dan B dari kriteria yang ditetapkan untuk penarikan zat lainnya [atau
tidak diketahui]).
• Zat (atau zat terkait) digunakan untuk mengurangi atau menghindari
gejala putus.
Penentuan Tingkat Keparahan
• Ringan: Adanya 2-3 gejala.
• Sedang: Adanya 4-5 gejala.
• Parah: Adanya 6 atau lebih gejala.
Prevalensi
• Berdasarkan data yang sangat terbatas,
prevalensi gangguan penggunaan zat lain
(atau zat yang tidak diketahui) kemungkinan
lebih rendah daripada gangguan penggunaan
yang melibatkan sembilan kelas zat dalam bab
ini.
Pengembangan dan Tindakan
• Tidak ada satu pun pola perkembangan atau
tindakan yang membedakan gangguan
penggunaan zat lain yang bersifat
farmakologis (atau zat yang tidak diketahui).
Sering kali gangguan penggunaan zat yang
tidak diketahui tersebut akan direklasifikasi
ketika substansi yang tidak diketahui akhirnya
diidentifikasi.
Faktor Risiko dan Prognosis
• Gangguan penggunaan zat lain (atau zat yang tidak
diketahui) dianggap sama dengan kebanyakan
gangguan penggunaan zat, serta termasuk adanya
gangguan penggunaan zat lain, gangguan perilaku,
atau gangguan kepribadian antisosial pada individu
atau keluarga individu tersebut; serangan awal
terkait masalah zat; ketersediaan zat yang mudah
didapatkan di sekitar lingkungan individu;
penganiayaan anak atau trauma; dan bukti kontrol
diri dan behavioural disinhibition.
Masalah Diagnosis Terkait Budaya
• Beberapa kebudayaan dapat dikaitkan dengan
gangguan penggunaan zat lain (atau zat yang
tidak diketahui) yang melibatkan zat asli
tertentu di dalam kawasan budaya tersebut
Pemeriksaan Penunjang
• Tes urine, napas, atau air liur dapat secara
tepat mengidentifikasi zat yang umum
digunakan yang secara keliru dijual sebagai
produk baru. Namun, tes klinis rutin biasanya
tidak dapat mengidentifikasi zat yang baru,
yang mungkin memerlukan pengujian di
laboratorium khusus.
Diagnosis Banding
• Penggunaan zat lain atau zat yang tidak
diketahui tanpa memenuhi kriteria untuk
gangguan penggunaan zat lain (atau tidak
diketahui)
• Gangguan penggunaan zat
• Gangguan lain (atau yang tidak diketahui) yang
disebabkan oleh zat atau obat
• Kondisi medis lainnya
Komorbiditas
• Gangguan penggunaan zat, termasuk
gangguan penggunaan zat lain (atau zat yang
tidak diketahui), biasanya komorbid satu sama
lain, dengan gangguan perilaku pada remaja
dan gangguan kepribadian antisosial pada
dewasa, dan dengan upaya bunuh diri.
INTOKSIKASI ZAT LAIN (ATAU ZAT
YANG TIDAK DIKETAHUI)
Kriteria Diagnosis
A. Perkembangan sindrom zat-spesifik yang reversibel yang
disebabkan oleh suntikan (atau pemaparan) suatu zat yang tidak
terdaftar atau memang belum diketahui.
B. Perubahan perilaku atau psikologis yang bermasalah signifikan
secara klinis, yang disebabkan oleh efek zat pada sistem saraf pusat
(misalnya, koordinasi motorik terganggu, agitasi psikomotor atau
keterbelakangan, euforia, kecemasan, agresif, mood lability, gangguan
kognitif, gangguan pengambilan keputusan, penarikan sosial) dan
berkembang selama, atau segera setelah, penggunaan zat tersebut.
C. Tanda atau gejalanya tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan
tidak akan lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, termasuk
intoksikasi zat lain.
Fitur Diagnosis
• intoksikasi zat lain (atau zat yang tidak diketahui)
adalah gangguan mental yang signifikan secara klinis
dan akan berkembang selama, atau segera setelah,
penggunaan, baik:
a) Suatu zat tidak disebutkan dalam bab ini (yaitu,
alkohol; kafein; kanabis; phencyclidine dan halusinogen
lainnya; inhalan; opioid, obat penenang, hipnotik, atau
ansiolitik, stimulan, atau tembakau), atau
b) Zat yang tidak diketahui. Jika zat tersebut diketahui,
harus terdapat dalam pengkodean nama gangguan.
Prevalensi dan Perkembangan
• Prevalensi untuk intoksikasi zat lain (atau zat yang
tidak diketahui) masih belum diketahui.
• Intoksikasi biasanya muncul dan mencapai puncaknya
dalam hitungan menit hingga hitungan jam setelah
penggunaan zat, tetapi serangan dan tindakannya
bervariasi. Umumnya, zat yang digunakan oleh
inhalasi paru dan penyuntikan memiliki serangan yang
paling cepat, sedangkan yang tertelan melalui mulut
dan yang membutuhkan metabolisme untuk produk
yang aktif jauh lebih lambat.
KONSEKUENSI FUNGSIONAL DARI INTOKSIKASI
ZAT LAIN (ATAU ZAT YANG TIDAK DIKETAHUI)
Gangguan dari intoksikasi dengan zat apa
pun dapat menimbulkan konsekuensi
serius, termasuk disfungsi, kecerobohan
sosial, masalah dalam hubungan
interpersonal, kegagalan memenuhi
kewajiban peran sosial, kecelakaan lalu
lintas, perkelahian, perilaku berisiko tinggi
(mis., Berhubungan seks tanpa pengaman),
dan overdosis obat atau zat-zat tertentu.
Pola konsekuensinya akan bervariasi
dengan zat-zat tertentu.
Diagnosis Banding

• Penggunaan zat lain atau zat yang tidak


diketahui, tanpa memenuhi kriteria untuk
intoksikasi zat lain (atau tidak diketahui)
• Gangguan Intoksikasi zat atau obat-obatan
lainnya
• Berbagai jenis gangguan terkait zat lain (atau
zat yang tidak diketahui)
• Gangguan beracun, metabolik, traumatik,
neoplastik, vaskular, atau infeksi lainnya yang
merusak fungsi otak dan kognisi
Komorbiditas
• Seperti semua gangguan terkait zat, gangguan
pada perilaku remaja, gangguan kepribadian
antisosial pada orang dewasa, dan gangguan
penggunaan zat lainnya cenderung terjadi
bersamaan dengan intoksikasi zat lainnya
(atau zat yang tidak diketahui).
PUTUS ZAT LAINNYA (ATAU ZAT
YANG TIDAK DIKETAHUI)
Kriteria Diagnosis
A. Penghentian (atau pengurangan) penggunaan suatu zat yang berat
dan berkepanjangan.
B. Perkembangan sindrom spesifik zat, sesaat setelah penghentian
penggunaan zat tersebut (atau reduksi).
C. Sindrom zat spesifik menyebabkan tekanan atau gangguan yang
signifikan secara klinis di bidang fungsi sosial atau area penting lainnya.
D. Gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak
akan lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, termasuk putus
zat lain.
E. Zat yang terlibat tidak dapat diklasifikasikan dalam kategori zat lain
(alkohol, kafein, kanabis, opioid, obat penenang, hipnotik, atau
ansiolitik, stimulan, atau tembakau) atau zat lain yang tidak diketahui.
Prevalensi dan Perkembangan
• Prevalensi penarikan zat lain (atau zat yang tidak diketahui) masih
belum diketahui.
• Tanda-tanda putus zat biasanya muncul beberapa jam setelah
penggunaan zat diakhiri, tetapi serangan dan tindakan bervariasi,
tergantung pada dosis yang biasanya digunakan oleh orang tersebut
dan bergantung pada tingkat eliminasi zat spesifik dari dalam tubuh.
Pada puncak keparahan, gejala putus zat dari beberapa zat hanya
melibatkan tingkat ketidaknyamanan yang moderat, sedangkan
penarikan dari zat lain dapat berakibat fatal. Dysphoria yang terkait
dengan putus sering menyebabkan kambuhnya pada penggunaan
zat. Gejala putus zat perlahan-lahan mereda selama beberapa hari,
minggu, atau bulan, tergantung pada obat dan dosis tertentu.
Konsekuensi Fungsional dari Zat Lain (atau
Zat yang Tidak diketahui)
• putus dari setiap zat dapat memiliki konsekuensi serius,
termasuk tanda dan gejala pada fisik (misalnya, malaise,
perubahan tanda vital, abdomen distress, sakit kepala),
keinginan menggunakan obat yang kuat, kecemasan, depresi,
agitasi, psikotik gejala, atau gangguan kognitif. Konsekuensi ini
dapat menyebabkan masalah seperti disfungsi, masalah dalam
hubungan interpersonal, kegagalan untuk memenuhi
kewajiban peran sosial, kecelakaan lalu lintas, berkelahi,
perilaku berisiko tinggi (misalnya, berhubungan seks tanpa
pengaman), upaya bunuh diri, dan overdosis zat atau obat
tertentu. Pola konsekuensinya akan bervariasi pada zat
tertentu.
Diagnosis Banding

• Pengurangan dosis setelah pemberian dosis


yang labih lama, tetapi tidak memenuhi
kriteria untuk penarikan zat lain (atau tidak
diketahui)
• Berbagai jenis gangguan terkait zat lainnya
(atau zat yang tidak diketahui)
• Gangguan beracun, metabolik, traumatik,
neoplastik, vaskular, atau infeksi lainnya
yang merusak fungsi otak dan fungsi kognitif
Komorbiditas
• Seperti semua gangguan yang berhubungan
dengan zat, gangguan perilaku pada remaja,
gangguan kepribadian antisosial dewasa, dan
gangguan penggunaan zat lainnya
kemungkinan terjadi bersamaan dengan putus
zat lain (atau zat tidak diketahui).
GANGGUAN YANG DISEBABKAN OLEH ZAT
LAINNYA (ATAU ZAT YANG TIDAK DIKETAHUI)
Gangguan Terkait Non-Zat

Gangguan Perjudian (Gambling


Disorder)
Kriteria Diagnosis

A. Perilaku perjudian yang bermasalah secara terus-menerus dan berulang yang


mengarah pada gangguan atau distres yang signifikan secara klinis, seperti
tanda-tanda perilaku yang ditunjukkan oleh individu yang menunjukkan
empat (atau lebih) dari yang berikut dalam periode 12 bulan:

1. Kebutuhan untuk berjudi dengan meningkatnya jumlah uang untuk mencapai


kegembiraan yang diinginkan.
2. Menjadi gelisah atau mudah tersinggung ketika mencoba untuk mengurangi
atau menghentikan perjudian.
3. Telah berulang kali melakukan upaya yang tidak berhasil untuk
mengendalikan, mengurangi, atau menghentikan perjudian.
4. Sering disibukkan dengan perjudian (misalnya, memiliki pemikiran yang
terus-menerus tentang menghidupkan kembali pengalaman perjudian di masa
lalu, mengganggu atau merencanakan usaha berikutnya, memikirkan cara
mendapatkan uang untuk berjudi).
5. Sering berjudi ketika merasa tertekan (misalnya, tidak
berdaya, bersalah, cemas, depresi).
6. Setelah kehilangan uang judi, sering mengembalikan
satu hari lagi untuk membalas (“mengejar” kerugian
seseorang).
7. Berbohong untuk menyembunyikan sejauh mana
keterlibatan dengan perjudian.
8. Telah membahayakan atau kehilangan hubungan yang
signifikan, pekerjaan, atau kesempatan pendidikan atau
karir karena perjudian.
9. Mengandalkan orang lain untuk memberikan uang
untuk mengatasi situasi keuangan yang putus asa yang
disebabkan oleh perjudian.
Faktor Penentu
• Derajat beratnya gangguan ditentukan oleh banyaknya
kriteria yang terpenuhi
– Gambling disorder ringan : 4-5 kriteria
– Gambling disorder sedang : 6-7 kriteria
– Gambling disorder berat : 8-9 kriteria
• Pasien dengan gangguan adiksi judi berat akan sering
mengorbankan relasi ataupun kesempatan dalam berkarir
hingga mengandalkan orang lain untuk mendapatkan
uang
• Umumnya individu dengan gangguan adiksi judi sedang-
berat lah yang butuh mendapatkan terapi
Kriteria Diagnosis
• Perjudian merupakan tindakan merisikokan sesuatu yang
dianggap bernilai dengan harapan akan mendapatkan sesuatu
yang lebih bernilai sebagai gantinya.
• Dalam banyak budaya, orang umum berjudi/bertaruh dalam
suatu permainan atau acara, dan tidak menimbulkan masalah.
• Namun bagi individu tertentu, berjudi dapat menjadi suatu
masalah gangguan perilaku.
• Gambaran esensial gangguan adiksi judi adalah
perilaku berjudi maladaptif yang bersifat
persisten atau rekuren yang mengganggu :
– Relasi personal
– Keluarga
– Pekerjaan
• Gangguan adiksi judi didefinisikan sebagai
kumpulan 4 atau lebih gejala (Criterion A) yang
terjadi dalam periode 12 bulan.
• Seorang dengan gambling disorder akan memiliki pola perilaku yang
berusaha mengejar kekalahannya (chasing one’s losses), yaitu:
Suatu kebutuhan yang mendesak untuk berjudi lagi (sering dengan
taruhan/risiko yang lebih besar) sebagai usaha untuk menutupi
kekalahannya sebelumnya.
• Individu tersebut bahkan sampai tidak memikirkan strateginya dan
berusaha untuk menebus kekalahan-kekalahan sebelumnya dalam satu
kali bertaruh. Perilaku ini dapat terjadi sebentar maupun berulang
dalam waktu panjang.
• Individu dengan gangguan adiksi judi juga dapat membentuk perilaku
“bail-out” yaitu:
Ketika keadaan mulai mendesak, ia akan meminta bantuan finansial pada
orang-orang terdekatnya
• Orang dengan gangguan adiksi judi juga akan mengalami
distorsi berpikir seperti:
– Denial (penyangkalan)
– Overconfidence (percaya diri berlebihan)
– Perasaan berkuasa dan memiliki kontrol akan suatu hal saat hasil
bertaruh mereka menguntungkan
– Sering merasa uang adalah penyebab maupun solusi dari masalah
mereka
• Impulsif, energik, kompetitif, murah hati secara berlebihan saat
menang, sering merasa bersalah dan kesepian.
• Hampir 50 % orang dengan gangguan adiksi ini memiliki ide
bunuh diri dan 17 % diantaranya benar-benar bunuh diri.
Prevalensi
• 0,2-03 % dari populasi umum
• Laki-laki > Perempuan
– Prevalensi seumur hidup laki-laki : 0,6 % dan
perempuan 0,2%
• Prevalensi seumur hidup gangguan adiksi judi
pada:
– African-American : 0,9%
– Kaukasian : 0,4%
– Hispanik : 0,3%
Perkembangan Gangguan Perilaku
• Gangguan perilaku ini dapat muncul pada usia
remaja dan dewasa muda, namun dapat juga muncul
pada oarng yang lebih tua.
• Gangguan ini biasanya terbentuk dalam beberapa
tahun, dan biasanya lebih progreif pada wanita
dibanding laki-laki.
• Sebagian besar individu yang mengembangkan
gangguan perjudian membuktikan pola perjudian
yang secara bertahap meningkatkan frekuensi dan
jumlah taruhan.
• Pria lebih cenderung mulai berjudi pada awal kehidupan
dan memiliki usia yang lebih muda saat serangan
gangguan judi dibandingkan wanita
• Wanita juga memiliki usia lanjut saat serangan gangguan
dan mencari pengobatan lebih cepat, meskipun tingkat
pencarian pengobatan rendah (<10%) di antara individu
dengan gangguan perjudian tanpa memandang jenis
kelamin.
Faktor Risiko dan Prognosis
• Tempramental
• Genetik dan fisiologis
• Pengubah tindakan
Masalah Diagnosis Terkait Budaya
• Individu dari budaya dan ras / etnis tertentu lebih
mungkin untuk berpartisipasi dalam beberapa jenis
kegiatan perjudian daripada yang lain (misalnya, pai
gow, cockfights, blackjack, pacuan kuda).
• Tingkat prevalensi gangguan perjudian lebih tinggi di
antara orang Amerika Afrika daripada di antara orang
Amerika Eropa, dengan tingkat untuk Hispanik
Amerika yang mirip dengan orang Amerika Eropa.
• Native Amerika memiliki tingkat prevalensi gangguan
perjudian yang tinggi.
Masalah Diagnosis Terkait Gender
• Laki-laki mengembangkan gangguan perjudian pada
tingkat yang lebih tinggi daripada perempuan,
meskipun kesenjangan gender ini mungkin
menyempit.
• Laki-laki cenderung bertaruh pada berbagai bentuk
perjudian dibandingkan perempuan, dengan kartu,
olahraga, dan pacuan kuda yang lebih umum di
antara laki-laki,
• Mesin slot dan perjudian bingo lebih umum di
kalangan perempuan.
Konsekuensi Fungsional dari Gambling
Disorder
• Beberapa hal seperti psikososial, kesehatan, dan
kesehatan mental kemungkinan terganggu oleh gambling
disorder sebagai penyebabnya. Secara spesifik, individu
yang menderita gambling disorder dapat membahayakan
bahkan kehilangan suatu hubungan yang penting dengan
keluarga, atau teman.
• Problema tersebut disebabkan oleh kebohongan terus
menerus yang dilontarkan untuk menutupi keberadaan
mengenai aktivitas judi tersebut, atau menjadi alasan
untuk meminjam uang yang digunakan untuk membayar
utang judi.
Diagnosis Banding
• Non disordered gambling
• Manic episode.
• Personality disorder
• Kondisi medis lainnya
Komorbiditas
• Gambling disorder terkadang diasosiasikan dengan kesehatan fisik yang
buruk, seperti tachycardia dan angina, merupakan yang umum terjadi
pada individu dengan gambling disorder dibanding dengan penderita
gangguan lainnya.
• Individu dengan gambling disorder, biasanya disertai dengan gangguan
lainnya seperti ketergantungan, depresi, gangguan kecemasan, dan
gangguan kepribadian.
• Dalam kasus lainnya, individu yang menderita gambling disorder,
gangguan mental lainnya mungkin muncul terlebih dahulu atau sama
sekali menghilang bahkan muncul secara bersamaan saat manifestasi
gambling disorder. Gambling disorder juga dapat terjadi karena hadirnya
gangguan mental seperti gangguan kecemasan dan ketergantungan.
Gangguan Neurokognitif
Pengertian
• Neurocognitive Disorders /NCD (biasanya menjadikan Demesia,
Delirium, Amnestik, dan gangguan kognitif lainnya sebagai
referensi). Dimulai dengan Delirium, diikuti dengan sindrom
dari NCD berat, atau NCD ringan dan penyebab lainnya.
• Kategori NCD melampaui kelompok gangguan yang menjadi inti
dari fungsi kognitif. Walaupun penurunan daya kognitif tidak
terjadi di semua gangguan mental, akan tetapi hanya terjadi jika
fitur kognitif yang menjadi inti dalam kategori NCD. NCD adalah
gangguan yang menyerang sistem kognitif bahkan sejak dini,
menyebabkan sistem kognitif menolak unutk merespon atau
berfungsi.
• NCD merupakan sebuah kategori unik di antara kategori DSM-5,
merupakan sindrom yang tersembunyi secara patologi dan
penyebabnya pun demikian, namun tidak menutup
kemungkinan untuk mengetahui penyebabnya. Beragam
penyebab Penyakit atau penyakit menjadi tujuan utama
dilakukannya penelitian untuk memutuskan penyebabnya.
• Dementia menjadi sub bagian dalam gangguan NCD
major/besar, walaupun dalam gejala Dementia tidak ditemukan
banyak penyebab yang mengganggu kinerja kognitif, dan justru
dapat menjadi bagian dari NCD ringan dalam DSM-IV.
• Meskipun istilah dementia digunakan oleh gangguan mental
yang menyerang lansia, istilah gangguan neurokognitif
digunakan untuk gangguan mental yang menyerang generasi
yang lebih muda, seperti kerusakan otak karena HIV dan trauma
otak.
DELIRIUM
Kriteria Diagnosis:
A. Gangguan dalam memerhatikan (Kehilangan fokus, sulit untuk fokus
atas satu hal) dan kesadaran (akan lingkungan)
B. Gangguan akan semakin parah seiring dengan waktu (dalam beberapa
jam atau hari), kehilangan fokus dan kesadaran akan semakin meningkat
dalam waktu yang singkat.
C. Ditambah gangguan secara kognitif (kehilangan ingatan, disorientasi,
bahasa, persepsi)
D. Gangguan pada kriteria A dan C sebaiknya jangan dikaitkan dengan
gangguan kognitif lainnya, dan tidak terjadi saat koma
E. Beberapa bukti secara historis, pengujian, atau penemuan bahwa
gangguan Delirium disebabkan oleh akibat dari penggunaan medis secara
berlebihan (penggunaan narkoba atau overdosis), atau penyebab lainnya.
• Spesifikasikan, jika:
Delirium disebabkan oleh pengobatan illegal,
seperti yang telah tertera pada kriteria A dan C.
dan diagnosis yang diberikan harus sebisa
mungkin menggunakan obat-obatan sebagai
pengobatannya.
• Pengobatan penyembuhan delirium
- Diagnosis ini harus dilakukan ketika gejala dalam
kriteria A dan C mendominasi secara klinis dan
kapan mereka cukup berat untuk mendapatkan
penanganan medis lebih lanjut
• Pengobatan yang justru mennimbulkan delirium
- Diagnosa ini terjadi ketika gejala pada kriteria A
dan C timbul sebagai efek samping dari suatu
pengobatan
• Delirium karena kondisi medis lainnya
- Telah terbukti dari beberapa penelitian, sejarah, uji
coba, bahwa gangguan dapat diseragamkan pada
akibat secara fisik dari kondisi medis lainnya
• Delirium karena beberapa penyebab
- Telah terbukti dari beberapa penelitian, sejarah, uji
coba, bahwa gangguan delirium dapat terjadi karena
beberapa penyebab (misalnya beberapa penyebab dari
kondisi medis, kondisi gangguan medis lainnya, efek
samping pengobatan)
• Spesifikasikan jika:
- Akut: Terjadi beberapa jam atau hari
- Menerus: Terjadi selama beberapa minggu atau bulan
- Hiperaktif: Penderita mengalami aktivitas motoric secara
hiperaktif yang memengaruhi mood, agitasi, dan menolak
untuk mendapatkan pengobatan lanjut
- Hipoaktif: Penderita mengalami aktivitas motoric secara
hipoaktif yang menyebabkan kelemasan bahkan kehilangan
kesadaran.
- Campuran: Penderita terlihat normal meskipun terkadang
kehilangan fokus atau atau terlalu hiperaktif.
• Pasien yang mengidap delirium biasanya
dapat berubah dari kondisi hiperaktif ke
hipoaktif
• Kondisi hiperaktif biasanya diasosikan dengan
efek samping pengobatan atau proses
penghilangan penyakit. Sedangkan kondisi
hipoaktif hanya dialami lansia
• Delirium biasanya diasosiasikan dengan
ganguan siklus tidur. Gangguan ini bisa
termasuk
- mengantuk di siang hari
- Agitasi pada malam hari
- Kesulitan tidur
- Mengantuk berlebihan sepanjang hari
- Bangun sepanjang malam
• Seseorang yang mengalami delirium mungkin dapat mengalami
gangguan emosional seperti:
- Anxietas
- Ketakutan
- Depresi
- Iritabilitas
- Marah
- Euforia
- Apatis
• Penderita dapat mengalami perubahan dari keadaan emosi satu
kepada emosi yang lain dengan cepat dan tidak dapat dipresiksi
sebelumnya
Prevalensi
• Prevalensi delirium dalam masyarakat sebenarnya
rendah (1-2%) tapi meningkat seiring bertambahnya usia,
meningkat sebanyak 14% bagi lansia di atas 85 tahun.
• 10-30% pada orang tua yang datang kebagian gawat
darurat dan sering menunjukan penyakit medis
• Prevalensi delirium ketika individu dirawat di rumah sakit
berkisar dari 14% hingga 24%
• Rawat inap  6-56%
• Pasca operasi  15-53%
• Perawatan intensif  70-87%
Faktor Risiko dan Prognosis
• Lingkungan
- Delirium dapat ditingkatkan dalam konteks gangguan
fungsional, imobilitas, tingakt aktivitas yang rendah dan
penggunaan obat-obatan psikoaktif (alkohol dan
antikolinergik)
• Genetik dan Fisiologi
- Neurocognitive disorder baik yang ringan maupun berat
keduanya meningkatkan risiko terjadinya delirium dan
menyulitkan penyembuhan.
- Individu yang lebih tua sangat rentan terhadap delirium
dibandingkan dengan orang dewasa muda.
Diagnosis Banding
1. Gangguan psikotik dan gangguan bipolar dan
depresi dengan gejala psikotik.
- Delirium yang ditandai dengan halusinasi yang
jelas, delusi, gangguan bahasa, dan agitasi
harus dibedakan dari gangguan psikotik
singkat, skizofrenia, gangguan skizofreniform,
dan gangguan psikotik lainnya, serta dari
gangguan bipolar dan depresi dengan gejala
psikotik.
2. Gangguan stress akut
- Delirium terkait dengan rasa takut, kecemasan, dan gejala
disosiatif, seperti depersonalisasi, harus dibedakan dari
gangguan stres akut, yang dipicu oleh paparan peristiwa yang
sangat traumatis.

3. Malingering dan factitious disease


- Delirium dapat dibedakan dari gangguan ini atas dasar
presentasi yang sering atipikal dalam malingering dan gangguan
buatan dan tidak adanya kondisi atau substansi medis lain yang
secara etiologi terkait dengan gangguan kognitif yang nyata.
4. Penyakit neurocognitif lainnya
- Hal paling mendasar yang membedakan diagnosis
ketika mengevaluasi dan mencari perbedaan
antara kebingungan pada lansia seperti gejala
demensia atau delirium. Petugas medis harus
menentukan apakah pasien menderita demensia
atau delirium, atau bahkan Alzheimer. Perbedaan
dari demensia dan delirium adalah delirium
menyerang fungsi kognitif otak.
Kriteria Diagnosis Gangguan Neurokognitif
Berat

A. Terbukti ketika performa otak secara kognitif menurun


(kompleks secara fokus, kemampuan berpikir dan daya
ingat, motorik, kognisi sosial atau lainnya) berdasarkan:
1. Informasi dari orang terdekat, atau petugas medis yang
telah mengidentifikasikan menurunnya fungsi kognitif
2. Kerusakan substansial dalam kinerja kognitif, sebaiknya
didokumentasikan oleh tes neuropsikologi standar atau, jika
tidak ada dilakukan penilaian klinis kuantitatif lainnya
B. Defisit kognitif mengganggu kemandirian dalam kegiatan
sehari-hari (yaitu, minimal, membutuhkan bantuan dengan
aktivitas instrumental yang kompleks dari kehidupan sehari-hari
seperti membayar tagihan atau meminum obat)
C. Gangguan kognitif tidak muncul bersama delirium.
D. Defisit kognitif tidak dapat dibandingkan dengan gangguan
mental lainnya (gangguan depresi, skizofrenia)
Kriteria Diagnosis Gangguan Neurokognitif
Ringan
A.Bukti penurunan kognitif sederhana dari tingkat kinerja
sebelumnya dalam satu atau lebih banyak domain kognitif
(perhatian kompleks, fungsi eksekutif, pembelajaran dan
memori, bahasa, motor perseptual, atau kognisi sosial)
berdasarkan:
1.Kepedulian individu, informan yang berpengetahuan, atau
dokter bahwa telah terjadi penurunan ringan dalam fungsi
kognitif; dan
2.Kerusakan substansial dalam kinerja kognitif, sebaiknya
didokumentasikan oleh tes neuropsikologi standar atau, jika
tidak ada dilakukan penilaian klinis kuantitatif lainnya
B. Defisit kognitif tidak mengganggu kapasitas kemandirian dalam
kehidupan sehari-hari kegiatan (yaitu aktivitas instrumental yang
kompleks dari kehidupan sehari-hari seperti membayar tagihan atau
meminum obat, tetapi upaya yang lebih besar, strategi kompensasi,
atau akomodasi mungkin diperlukan)
C. Defisit kognitif tidak terjadi secara eksklusif dalam konteks delirium.
D. Defisit kognitif tidak dapat dibandingkan dengan gangguan mental
lainnya (gangguan depresi, skizofrenia)
• Bukti dari beberapa penyebab NCD telah dikenali terutama
pada bagian gejala psikotik dan depresi. Gejala psikotik
memang biasa terjadi ketika mengidap NCD terutama dari
NCD ringan-sedang dan ketika disebabkan oleh Alzheimer,
Penyakit Lewy body, dan degenerasi frontotemporal lobar.
• Gangguan mood, termasuk depresi, anxiety, bahkan
kegembiraan berlebih kerap terjadi. Depresi akan sering
terjadi selama gangguan NCD yang terjadi karena Alzheimer,
dan Parkinson (bahkan NCD ringan). Kegembiraan berlebih
justru terjadi jika ada degenerasi frontotemporal lobar.
• Agitasi juga merupakan variasi dari NCD, terutama NCD berat,
atau sedang, menyebabkan kebingungan dan rasa frustasi.
Gejala tersebut kemungkinan terjadi ketika melakukan
aktivitas ringan sehari-hari seperti mandi atau memilih
pakaian. Agitasi dikarakterisasi sebagai gangguan motoric atau
vocal dan kerap timbul ketika kerusakan kognitif telah terjadi.
• Sikap apatis juga merupakan hal biasa yang terjadi pada
kedua NCD. Terjadi karena NCD yang disebabkan oleh
Alzheimer, dan penyebab lain dari NCD karena degenerasi
frontotemporal lobar. SIkap apatis kerap ditunjukan
dengan karakteristik seperti berkurangnya motivasi, dan
keinginan mencapai tujuan, dan menurunnya responsi
secara emosional. Sikap apatis yang ditunjukan
kemungkinan adalah gejala awal NCD, seperti hilangnya
motivasi untuk beraktivitas atau melakukan hobi.
• NCD berat dirujuk ke dalam DSM-IV sebagai demensia
Kriteria Diagnosis NCD Ringan dan Berat
Akibat Penyakit Alzheimer
A. Kriteria sesuai dengan NCD berat atau ringan
B. Ada tanda-tanda dan penurunan bertahap dalam satu atau lebih pusat kognitif (untuk NCD
berat, setidaknya dua pusat harus terganggu).
C. Kriteria terpenuhi untuk kemungkinan penyakit Alzheimer sebagai berikut:
untuk NCD berat:
Kemungkinan penyakit Alzheimer didiagnosis jika salah satu dari berikut ini muncul; jika tidak,
kemungkinan penyakit Alzheimer harus didiagnosis
1. Bukti penyebab penyakit Alzheimer mutasi genetik dari riwayat keluarga atau pengujian
genetik.
2. Ketiga hal berikut ini hadir:
a. Bukti yang jelas tentang penurunan memori dan pembelajaran dan setidaknya satu
kognitif lainnya (berdasarkan riwayat rinci atau pengujian neuropsikologis bertahap).
b. Kemunduran progresif dan bertahap dalam kognisi,
c. Tidak ada bukti etiologi campuran (yaitu, tidak adanya penyakit, gangguan
neurodegeneratif atau serebrovaskular lainnya yang berkontribusi terhadap penurunan
kognitif
• Untuk NCD Ringan
- Kemungkinan penyakit Alzheimer didiagnosis jika ada bukti Alzheimer penyebab
mutasi genetik penyakit baik dari pengujian genetik atau riwayat keluarga.
- Penyakit Alzheimer didiagnosis jika tidak ada bukti penyebab Alzheime mutasi
genetik penyakit baik dari pengujian genetik atau riwayat keluarga dan ketiga hal
ini muncul:
1. Bukti yang jelas tentang penurunan memori dan pembelajaran.
2. Kemunduran yang terus-menerus dan bertahap dalam kognisi
3. Tidak ada bukti etiologi campuran (yaitu, tidak adanya penyakit, gangguan
neurodegeneratif atau serebrovaskular lainnya yang berkontribusi terhadap
penurunan kognitif)
D. Gangguan ini tidak lebih baik dijelaskan oleh penyakit serebrovaskular,
neurodegeneratif lain penyakit , efek suatu zat, atau mental, neurologis, atau
lainnya
• Sekitar 80% individu dengan NCD berat karena
penyakit Alzheimer memiliki manifestasi
perilaku dan psikologis, ini juga sering pada
tahap gangguan NCD ringan. Gejala-gejala ini
sama atau lebih menyedihkan daripada
manifestasi kognitif dan sering menjadi alasan
untuk mendapatkan perawatan khusus.
Prevalensi
• Prevalensi demensia keseluruhan (NCD berat)
meningkat tajam seiring bertambahnya usia.
• Data Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 7%
dari individu yang didiagnosis dengan Alzheimer
berusia antara usia 65 dan 74 tahun, 53% antara usia
75 dan 84 tahun, dan 40% berusia 85 tahun ke atas.
• Persentase demensia yang disebabkan Alzheimer
berkisar dari sekitar 60% hingga lebih dari 90%,
tergantung pada pengaturan dan kriteria diagnosa.
Faktor Risiko dan Prognosis
• Lingkungan. Cedera otak traumatis meningkatkan risiko NCD
berat atau ringan karena Alzheimer
• Genetik dan fisiologis. Usia adalah faktor risiko terkuat untuk
penyakit Alzheimer. Kerentanan genetik polimorfisme
apolipoprotein E4 meningkatkan risiko dan saat timbulnya
gejala, khususnya pada individu homozigot. Ada juga penyebab
yang sangat langka, yaitu gen bawaan penyakit Alzheimer.
Individu dengan down sindrom (trisomi 21) mengembangkan
gen Alzheimer jika mereka bertahan hidup sampai paruh baya.
Beberapa faktor risiko vaskular juga mempengaruhi risiko
penyakit Alzheimer dan dapat meningkatkan efek langsung pada
patologi Alzheimer.
Masalah Diagnosis Terkait Budaya
Deteksi NCD mungkin lebih sulit ketika
kehilangan memori dianggap normal di usia tua,
ketika orang dewasa yang lebih tua menghadapi
tuntutan kognitif yang lebih sedikit dalam
kehidupan sehari-hari, atau sewaktu tingkat
pendidikan yang sangat rendah menimbulkan
tantangan yang lebih besar.
Diagnosis Banding
• Gangguan Neurokognitif Lainnya
NCD berat dan ringan karena proses neurodegeneratif
lainnya (misalnya, penyakit Lewy body, degenerasi lobus
frontotemporal ) sama berbahayanya dengan akibat yang
disebabkan oleh penyakit Alzheimer namun memiliki
kriteria sendiri. Pada NCD vaskular mayor atau ringan,
biasanya ada riwayat stroke, dengan timbulnya gangguan
kognitif, Namun, ketika tidak ada riwayat penurunan
bertahap yang jelas, NCD vaskular mayor atau ringan dapat
terjadi karena kondisi medis yang sama dengan Alzheimer.
• Penyakit Neurologis atau Sistemik Bersamaan
Lainnya
Neurologis atau gangguan lainnya harus
dipertimbangkan jika ada hubungan temporal
yang sesuai dan keparahan untuk mendapatkan
gambaran klinis. Pada tingkat NCD ringan,
mungkin sulit dibedakan dengan penyebab
penyakit Alzheimer (misalnya, gangguan tiroid
dan kekurangan vitamin B12
• Gangguan Depresi Mayor
Khususnya pada tingkat NCD ringan, diagnosis
termasuk depresi berat. Kehadiran depresi dapat
dikaitkan dengan berkurangnya fungsi sehari-
hari dan konsentrasi buruk yang mungkin
menyerupai NCD, tetapi perbaikan dengan
pengobatan depresi mungkin berguna untuk
mendapatkan perbedaan.
NCD BERAT ATAU RINGAN KARENA
DEGENERASI LOBUS FRONTOTEMPORAL
Kriteria Diagnosis

A. Memenuhi kriteria gangguan NCD mayor atau ringan.


B. Gangguan memiliki gejala dan berkembang secara bertahap.
C. Antara (1) atau (2);
1. Varian perilaku;
a.Tiga atau lebih dari gejala perilaku berikut:
i. Perilaku tidak bisa menahan diri
ii. Apatis atau inersia.
iii. Kehilangan simpati atau empati.
iv. Perilaku perseveratif, stereotipik atau kompulsif / ritualistik.
v. Perubahan pola makan.
b. Penurunan yang signifikan dalam kognisi sosial dan / atau kemampuan lain.

2. Bahasa varian:
a. Penurunan kemampuan bahasa, dalam bentuk produksi kata-kata, kata
temuan, penamaan objek, tata bahasa, atau pemahaman kata.

D. Pembiasaan belajar dan memori relatif dan fungsi motorik perseptual.


E. Gangguan ini sulit dijelaskan dengan penyakit serebrovaskular, neurodegenerative dan
penyakit lainnya
Fitur Diagnosis
• Gangguan neurokognitif frontotemporal utama atau ringan (NCD)
terdiri dari sejumlah sindrom yang ditandai dengan perkembangan
progresif perilaku dan perubahan kepribadian / gangguan bahasa.
• Variasi perilaku dan tiga varian bahasa (semantic, agrammatic /
nonfluent, dan logopenic) menunjukkan pola atrofi otak yang
berbeda dan beberapa neuropatologi yang khas.
• Individu dengan NCD frontotemporal-varian berat atau ringan
memiliki berbagai tingkat sikap apatis atau tidak bisa menahan diri.
Mereka mungkin kehilangan minat dalam sosialisasi, perawatan diri,
dan tanggung jawab pribadi, atau menampilkan perilaku sosial yang
tidak pantas, pikiran mereka biasanya terganggu.
• Pada tahap selanjutnya, hilangnya kontrol terhadap beberapa
daerah otot dapat terjadi.
• Individu dengan varian bahasa NCD
frontotemporal berat atau ringan ditunjukan
dengan gejala bertahap, dengan tiga subtipe
yang umumnya dijelaskan:
– varian semantik
– varian terprogram / nonfluen
– varian logopenik
Fitur Terkait Mendukung Diagnosis

• Fitur ekstrapiramidal mungkin menonjol


dalam beberapa kasus, tumpang tindih
bersama sindrom seperti kelumpuhan
supranuclear progresif dan corticobasal
progresif.
• Fitur dari penyakit neuron motorik dapat hadir
dalam beberapa kasus (misalnya atrofi otot,
kelemahan).
Pengembangan dan Pengobatan
• Individu dengan NCD frontotemporal berat atau ringan
biasanya muncul pada dekade keenam kehidupannya,
meskipun usia saat gejala muncul dapat terjadi hingga dekade
kesembilan.
• Dengan kesempatan hidup rata-rata adalah 6-11 tahun
setelah gejala dan 3-4 tahun setelah diagnosis.
• Kelangsungan hidup lebih pendek dan penurunan lebih cepat
pada NCD frontotemporal berat atau ringan dari penyakit
Alzheimer yang khas.
Faktor Risiko dan Prognosis
• Genetik dan fisiologis. Sekitar 40% dari individu dengan
frontotemporal utama atau ringan
• NCD memiliki riwayat keluarga dengan gejala NCD, dan sekitar
10% menunjukkan pola pewarisan. Sejumlah faktor genetik telah
diidentifikasi, seperti mutasi pada kode genetis yang terkait
mikrotubulus (MAPT), gen granulin (CRN), dan gen C90RF72.
Sejumlah keluarga dengan mutasi genetis menjadi penyebab
utama yang telah diidentifikasi (lihat bagian "Pemeriksaan
Penunjang " untuk gangguan ini), tetapi banyak individu dengan
transmisi familial yang diketahui tidak memiliki mutasi yang
diketahui. Kehadiran penyakit motor neuron dikaitkan dengan
kerusakan yang lebih cepat.
Pemeriksaan Penunjang
• Computed tomography (CT) atau pencitraan resonansi
magnetik struktural (MRI) mungkin menunjukkan pola atrofi
yang berbeda.
• Dalam NCD frontotemporal berat atau ringan-variasi perilaku,
atrofi pada kedua lobus frontalis (terutama lobus frontal
medial) dan lobus temporal anterior atrofik.
• Dalam NCD frontotemporal ringan varian utama bahasa
semantik , tengah, lobus temporal inferior, dan anterior
temporal atrofi bilateral tetapi asimetris, dengan sisi kiri
biasanya lebih terpengaruh.
• Kurang lancarnya berbahasa NCD frontotemporal berat atau
ringan berhubungan dengan atrofi frontal-insular posterior
kiri yang dominan.
• NCD frontotemporal utama atau ringan Varian logopenic dikaitkan dengan
dominan atrofi perisilvian atau parietal posterior kiri.
• Pencitraan fungsional menunjukkan hipoperfusi dan / atau hipometabolisme
kortikal di daerah otak yang sesuai, yang dapat muncul pada tahap awal dengan
tidak adanya kelainan struktural.
• Munculnya biomarker untuk penyakit Alzheimer (misalnya, cairan amyloid-beta
dan tau tingkat serebrospinal, dan pencitraan amyloid) dapat membantu dalam
diagnosa yang berbeda, tetapi perbedaan dari Alzheimer dapat tetap sulit
(varian logopenic sebenarnya merupakan manifestasi dari Penyakit Alzheimer).
• Dalam beberapa kasus NCD frontotemporal, Mutasi genetik terkait mikrotubulus
(MAPT) dan granulin (GRN), C90RF72, protein pengikat DNA respons transaktif
43 kDa (TDP-43, atau TARDBP), mengandung protein valosin (VCP), memodifikasi
protein chromatin 2B (CHMP2B), dan menyatu dalam protein sarkoma (PUS).
Konsekuensi Gangguan Neurokognitif Frontotemporal
Mayor atau Ringan

• Usia yang relatif dini  gangguan waktu


mempengaruhi tempat kerja dan kehidupan
keluarga, keterlibatan hukum, dan masalah di
tempat kerja karena berperilaku tidak pantas
secara sosial.
• Gangguan fungsional karena perubahan
perilaku dan disfungsi bahasa
GANGGUAN NDC BERAT ATAU RINGAN
YANG DISEBABKAN LEWY BODY
Kriteria Diagnosis

A. Kriteria terpenuhi untuk gangguan NCD berat atau ringan.

B. Gangguan memiliki gejala berbahaya dan perkembangan bertahap.

C. Untuk gangguan NCD berat atau ringan dengan Lewy body, individu memiliki dua fitur inti,

atau satu fitur sugestif dengan satu atau lebih fitur inti. Untuk kemungkinan gangguan NCD

berat atauringan dengan Lewy body, individu hanya memiliki satu fitur inti, atau satu atau

lebih fitur sugestif.

1. Fitur Diagnosis inti:

a. Kognisi berfluktuasi dengan variasi yang jelas dalam perhatian dan kewaspadaan.

b. Halusinasi berulang yang terbentuk dengan baik

c. Fitur spontan parkinsonisme, dengan tanda-tanda setelah penurunan kognitif.


D. Gangguan ini sulit jika dijelaskan menggunakan penyakit serebrovaskular,]

2. Fitur Diagnosis yang disarankan;


Fitur Diagnosis
• Gangguan neurokognitif berat atau ringan dengan Lewy body (NCDLB) dikenal

sebagai demensia dengan Lewy body (DLB).

• Gangguan ini tidak hanya mencakup gangguan kognitif progresif (dengan

perubahan awal dalam perhatian yang kompleks dan fungsi eksekutif daripada

belajar dan memori) tetapi juga halusinasi yang kompleks; dan gejala bersamaan

dengan gangguan Rapid Eye Movements (REM) serta halusinasi di modalitas

lainnya sensorik, depresi, dan delusi.

• Fitur inti lainnya adalah parkinsonisme spontan, yang harus dimulai setelah

permulaan penurunan kognitif; oleh konvensi, kognitif utama diamati setidaknya

1 tahun sebelum gejala motorik. Parkinsonisme yang harus juga dibedakan dari

tanda-tanda ekstrapiramidal yang diinduksi neuroleptik.


Pemeriksaan Penunjang

• Penyakit neurodegeneratif yang mendasari terutama adalah synucleinopathy

karena kesalahan pada alphaasynuclein.

• Skala penilaian dikembangkan untuk mengukur fluktuasi dapat bermanfaat

untuk pengobatan.

• Diagnosis sugestif adalah terjadinya transport dopamine secara rendah pada

SPECT atau PET scan.

• Penanda lain yang bermanfaat secara klinis berpotensi mencakup perawatan

relatif dari medial temporal


Konsekuensi NCD Ringan atau Berat yang disebabkan Lewy
body

• Individu dengan NCDLB lebih terganggu fungsional karena defisit kognitif

dibandingkan dengan individu dengan penyakit neurodegenerative lainnya,

seperti penyakit Alzheimer.

• Sebagian besar merupakan akibat dari gangguan motorik dan otonom, yang

menyebabkan masalah saat pergi ke toilet, dan makan.

• Gangguan tidur dan gejala kejiwaan yang menonjol juga dapat menambah

penurunan fungsional.

• Akibatnya, kualitas kehidupan individu dengan NCDLB sering secara signifikan

lebih buruk daripada individu dengan Alzheimer.


Diagnosis Banding
Gangguan neurokognitif berat atau ringan karena penyakit Parkinson.

Untuk NCD karena penyakit Parkinson, individu harus mengembangkan kognitif saat terjadi penurunan, penurunan
tersebut tidak boleh mencapai tahap NCD berat hingga 1 tahun setelah diagnosa Parkinson.

Jika kurang dari 1 tahun telah berlalu sejak timbulnya gejala motorik, diagnosisnya adalah NCDLB. Perbedaan ini
lebih jelas pada tingkat NCD berat daripada pada tingkat NCD ringan, karena gejala dan urutan parkinsonisme dan
NCD ringan mungkin lebih sulit ditentukan, dan tidak spesifik. NCD ringan harus didiagnosis jika fitur inti dan
sugestif lainnya tidak ada.

Penyakit Penyerta

• Patologi Lewy body sering berdampingan dengan penyakit Alzheimer dan patologi penyakit serebrovaskular lain,
khususnya di antara kelompok lansia. Pada penyakit Alzheimer, patologinya adalah synuclein yang secara
bersamaan muncul di 60% kasus (jika kasus-kasus amygdala disertakan).

• Secara umum, ada tingkat patologi Lewy body yang lebih tinggi pada individu dengan demensia daripada pada
individu yang lebih tua tanpa demensia.
GANGGUAN NCD VASKULAR BERAT ATAU RINGAN
Kriteria Diagnosis

A. Kriteria dipenuhi untuk gangguan NCD berat atau ringan.

B. Gambaran klinis konsisten dengan etiologi vaskular, memenuhi salah satu hal dari berikut:

• 1. Gejala defisit fungsi kognitif secara temporer berhubungan dengan satu atau lebih penyakit serebrovaskular

• 2. Bukti penurunan sangat menonjol dalam perhatian yang kompleks (termasuk kecepatan dalam memroses informasi)
dan fungsi eksekutif frontal

C. Ada bukti adanya penyakit serebrovaskular dari pemeriksaan fisik, dan/atau uji neuroimaging karena dianggap cukup
untuk memperhitungkan penurunan fungsi neurokognitif

D. Gejala tidak lebih baik dijelaskan oleh penyakit otak lain atau gangguan sistemik. Jika salah satu dari berikut ini hadir;

• 1. Kriteria klinis didukung oleh bukti neuroimaging dari cedera parenkim yang signifikan

• dikaitkan dengan penyakit serebrovaskular.

• 2. Sindrom neurokognitif secara temporer berhubungan dengan satu atau lebih serebrovaskular yang didokumentasikan

• 3. Baik secara klinis dan genetik bukti adanya penyakit serebrovaskular.Kemungkinan gangguan NCD vaskular didiagnosis
jika kriteria klinis terpenuhi tetapi neuroimaging tidak memenuhi dan hubungan temporal dari sindrom neurokognitif
dengan satu atau lebih
Pengembangan dan Perawatan

• NCD vaskular mayor atau ringan dapat terjadi pada semua usia, meskipun

jumlahnya meningkat secara eksponensial setelah usia 65 tahun.

• Pengobatan dapat bervariasi dari gejala akut dengan perbaikan untuk

penurunan bertahap ke penurunan progresif, dengan fluktuasi tinggi dengan

berbagai durasi. NCD subkortikal berat atau vaskular ringan ringan dapat

berangsur-angsur progresif. Tentu saja yang menggambarkan NCD besar atau

ringan karena penyakit Alzheimer.


Faktor Risiko dan Prognosis

• Lingkungan. Hasil neurokognitif dari cedera otak vaskular dipengaruhi oleh faktor
neuroplastisitas seperti pendidikan, latihan fisik, dan aktivitas mental.

• Genetik dan fisiologis. Faktor risiko utama untuk NCD vaskular mayor atau ringan
sama seperti untuk penyakit serebrovaskular, termasuk hipertensi, diabetes,
merokok, obesitas, kadar kolesterol tinggi, kadar homosistein tinggi, faktor risiko lain
untuk atherosclerosis dan arteriolosclerosis, atrial fibrilasi, dan kondisi lain yang
meningkatkan risiko emboli serebral. Angiopati amiloid serebral merupakan faktor
risiko penting di mana deposito amiloid terjadi dalam pembuluh arteri. Faktor risiko
utama lainnya adalah kondisi autosomal serebral yang turun-temurun dengan infark
subkortikal dan leukoensefalopati, atau CADASIL
Pemeriksaan Penunjang
• Neuroimaging struktural menggunakan MRI atau CT, memiliki peran penting

dalam proses diagnosis .


Diagnosis Banding
• Gangguan Neurokognitif Lainnya
• Kondisi Medis Lainnya
• Gangguan Mental Lainnya
GANGGUAN NCD BERAT ATAU RINGAN KARENA
TRAUMATIK CEDERA OTAK
Kriteria Diagnosis

A. Kriteria memenuhi untuk diagnosa gangguan neurokognitif mayor atau ringan.

B. Ada bukti cedera otak traumatis — artinya, benturan ke kepala atau lainnya dengan mekanisme
gerakan cepat atau perpindahan otak di dalam tengkorak, dengan satu atau lebih dari yang berikut:

• 1. Kehilangan kesadaran.

• 2. Amnesia pasca trauma.

• 3. Disorientasi dan kebingungan.

• 4. Tanda-tanda neurologis (misal, neuroimaging yang menunjukkan cedera; serangan baru


kejang; ditandai memburuknya gangguan kejang yang sudah ada sebelumnya; pemotongan
bidang vMasalahal; keadaan kekurangan penciuman; hemiparesis).

C. Gangguan neurokognitif muncul segera setelah terjadinya trauma cedera otak atau segera
setelah pemulihan kesadaran dan berlanjut melewati periode pasca cedera akut .
Faktor Risiko
• Faktor risiko cedera otak traumatis. Tingkat cedera otak dan otak yang traumatik
berdasarkan usia, dengan jumlah tinggi di antara individu-individu lebih muda dari 4
tahun, remaja yang lebih tua, dan individu lebih tua dari 65 tahun (lansia). Terjatuh
adalahpenyebab TBI yang paling umum, dan kecelakaan menjadi yang kedua. Gegar
otak olahraga sering menjadi penyebab TBI pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda.

• Faktor risiko untuk gangguan neurokognitif setelah cedera otak traumatis. Gegar otak
berulang dapat menyebabkan NCD yang persisten dan bukti neuropatologis dari
ensefalopati traumatik. Keracunan yang terjadi bersamaan dengan suatu zat dapat
meningkatkan tingkat keparahan kondisi suatu penderita TBI selain hasil dari
kecelakaan kendaraan bermotor, tetapi penggunaan pada saat cedera memperburuk
neurokognitif atau tidak, hasilnya tidak diketahui.
Konsekuensi dari NCD berat atau ringan Karena Traumatic Brain
Injury (TBI)

• Functionai NCD ringan karena TBI, individu dapat dilihat dari penurunan efisiensi kognitif,
kesulitan berkonsentrasi , dan mengurangi kemampuan untuk melakukan aktivitas biasa.
Namun NCD berat karena TBI, individu mungkin mengalami kesulitan dalam kehidupan
mandiri dan perawatan diri. Neuromotor yang menonjol, seperti inkoordinasi yang berat,
ataksia, dan fungsi motorik yang melambat, mungkin hadir dalam NCD berat karena TBI
dan dapat menambah kesulitan fungsional. Individu yang mengidap TBI lebih banyak
gejala depresi, dan ini dapat memperkuat keluhan kognitif dan memperburuk kinerja
fungsi otak.

• Selain itu, kehilangan kendali emosi, termasuk agresif atau berperilaku tidak pantas dan
apatis, mungkin hadir setelah TBI yang lebih berat dengan gangguan neurokognitif yang
lebih besar. Fitur-fitur ini dapat menimbulkan kesulitan dengan kehidupan mandiri dan
perawatan diri.
Diagnosis banding
• Dalam beberapa kasus, keparahan gejala neurokognitif mungkin tampak tidak

konsisten dengan tingkat keparahan TBI. Setelah komplikasi neurologis yang

sebelumnya tidak terdeteksi (misalkan hematoma kronis) kemungkinan

diagnosis seperti gejala gangguan somatik perlu dipertimbangkan.

• Post-traumatic stress disorder (PTSD) dapat terjadi bersamaan dengan NCD dan

memiliki gejala yang tumpang tindih (misalnya, kesulitan berkonsentrasi,

depresi, perilaku tidak pantas yang agresif).


NCD BERAT ATAU RINGAN KARENA
PENGGUNAAN OBAT
Kriteria Diagnosis
A. Kriteria dipenuhi untuk gangguan NCD berat atau ringan.

B. Gangguan NCD tidak terjadi secara bersamaan dengan delirium dan bertahan
melampaui durasi biasa.

C. Obat yang terlibat dan durasi serta tingkat penggunaannya mampu menghasilkan
gangguan neurokognitif.

D. Defisit neurokognitif konsisten dengan waktu penggunaan obat dan pantangan


(misalnya, defisit tetap stabil atau membaik pasca periode pantangan).

E. Gangguan neurokognitif tidak disebabkan oleh kondisi medis lain atau tidak lebih
baik dijelaskan oleh gangguan mental lainnya.
Pengembangan dan Pengobatan

• Gangguan yang terjadi karena penggunaan obat lebih sering terjadi kepada

individu berusia 20-30 tahun.

• Meskipun kemungkinan NCD muncul ketika penggunaan obat, akan tetapi

setelah penggunaan obat tersebut, fungsi neurokognitif akan menjadi stabil

kembali sebelum menginjak usia 50 tahun.

• NCD ringan yang dipicu oleh obat kemungkinan terjadi karena penyalahgunaan

obat rujukan pada individu yang berusia di atas 50 tahun.

• Untuk NCD yang dipicu karena pemakaian alcohol, juga dapat menyebabkan

cedera otak.
Faktor Risiko
• Faktor lainnya yang dapat menyebabkan NCD karena obat-obatan adalah durasi

pemakaian obat rujukan dan usia pemakai.

• Semakin tua dan lama durasi pemakainya akan menyebabkan penyakit lain

seperti penyakit hati, faktor risiko vaskular, dan kardiovaskular dan

serebrovaskular.
Pemeriksaan Penunjang
• Hasil MRI dari penderita NCD karena penggunaan obat akan menunjukan

penipisan kortikal, kehilangan materi putih, dan pembesaran sulkus dan

ventrikel.

• Sementara untuk melihat gejala pemakai obat-obatan yang memicu NCD tidak

dapat dilihat dari neuroimaging, karena hanya dapat mengungkapkan kerusakan

pada saluran materi putih tertentu.

• MRI juga dapat mengungkapkan hiperintensitas sugestif dari microhemorrhages

atau area infark yang lebih besar.


Konsekuensi Fungsional dari Pemakaian obat

• Mengurangi efisiensi kognitif dan kesulitan berkonsentrasi dibanding NCD

lainnya.

• Mengganggu fungsi motorik


NCD RINGAN ATAU BERAT KARENA INFEKSI HIV
Kriteria Diagnosis

A. Kriteria cocok untuk disebut sebagai NCD berat atau ringan

B. Terdapat infeksi yang disebabkan virus HIV.

C. Gangguan NCD tidak bisa dijelaskan menggunakan NCD yang tidak disebabkan
oleh HIV

D. Gangguan NCD ini tidak bisa dijelaskan sebagai penyebab gangguan mental
Fitur Diagnosis
• Beberapa individu pengidap HIV juga mengidap NCD karena dipicu oleh virus HIV,
dengan gejala lambatnya memroses informasi, dan melakukan aktivitas sehari-hari.
Proses HIV memengaruhi bagian dari otak.

• Fitur Terkait Mendukung Diagnosis

• NCD berat atau ringan karena infeksi HIV biasanya lebih umum terjadi pada individu
yang menderita imunosupresi berat, viral load dalam cairan serebrospinal, dan
indikator penyakit HIV lanjut seperti anemia dan hipoalbuminemia .

• Individu dengan NCD tingkat lanjut mungkin mengalami fitur neuromotor yang
menonjol seperti inkoordinasi, ataksia, dan fungsi motorik melambat. Kehilangan
kendali emosi, dan bersifat apatis.
Pengembangan dan Pengobatan
• infeksi HIV mempengaruhi daerah subkortikal selama penyebaran penyakit

• Di negara maju, penyakit HIV terjadi karena seks tanpa kondom, penggunaan
narkoba suntikan yang dimulai pada masa remaja akhir dan memuncak saat
dewasa muda dan menengah.

• Di negara berkembang, khususnya sub-Sahara Afrika, tes HIV dan perawatan


antiretroviral untuk wanita hamil tidak tersedia, anak - anak dapat hadir
terutama sebagai keterlambatan perkembangan saraf.

• Sebagai individu terpapar, baik NCD atau HIV akan mengenai anak-anak ini
hingga mereka menua dan memberikan gejala NCD lain (misalnya, karena
penyakit Alzheimer, karena penyakit Parkinson)
Faktor Risiko dan Prognosis
• Injeksi penggunaan narkoba

• Hubungan seks tanpa kondom

• Suplai darah yang tidak terlindungi dan faktor iatrogenik lainnya.

• Secara paradoks, NCD karena infeksi HIV tidak sembuh dengan menggunakan

antiretroviral, meskipun tingkat keganasannya menurun tajam.

• Faktor lain juga akan menyebabkan sulitnya untuk mengontrol NCD dengan HIV.
Pemeriksaan Penunjang

• Pengujian serum HIV diperlukan untuk diagnosis.

• Tes neuroimaging  MRI


:
– Mengungkap penurunan volume otak
– Penipisan kortikal
– Penurunan sel darah putih dan hiperintensitas.
Konsekuensi NCD Berat atau Ringan karena infeksi HIV

• Hasil paparan HIV yang menyebabkan NCD berbeda tiap individunya. Dengan

demikian, gangguan kemampuan eksekutif dan pemrosesan informasi yang

melambat mungkin mengganggu keputusan manajemen penyakit yang

kompleks. Kemungkinan penyakit penyerta akan timbul.


Diagnosis Banding
• Penyakit penyerta (misalnya, virus hepatitis C, sifilis)

• Penyalahgunaan obat (misalnya penyalahgunaan methamphetamine)

• Cedera kepala sebelumnya atau perkembangan saraf tidak dapat ditetapkan sebagai NCD
karena HIV kecuali telah ada diagnosa bahwa NCD dipicu oleh infeksi HIV.

• Bagi lansia, penurunan neurokognitif terkait dengan gangguan serebrovaskular seperti NCD
berat karena Alzheimer dan diagnosa perlu dibedakan.

• Fluktuasi NCD yang ekstrim dapat menjadi ciri bahwa NCD yang diderita disebabkan oleh HIV.

• Penyerta

• Infeksi HIV disertai dengan sistemik kronis dan peradangan saraf yang dapat dikaitkan dengan
penyakit serebrovaskular dan sindrom metabolik.
NCD BERAT ATAU RINGAN KARENA PENYAKIT PRION
Kriteria Diagnosis

A. Kriteria cocok untuk gangguan NCD berat atau ringan

B. Ada serangan berbahaya, dan perusakan perkembangan.

C. Ada fitur penyakit prion, seperti mioklonus atau ataksia, atau biomarker

D. Gangguan neurokognitif tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak bisa

dibandingkan dengan gangguan mental lainnya.


Fitur Diagnosis

• Klasifikasi NCD berat atau ringan karena penyakit prion termasuk NCD karena sekelompok
encephalopathies subakut spongiform (termasuk Creutzfeldt - Penyakit Jakob , varian penyakit
Creutzfeldt-Jakob, kuru , Gerstmann-Straussler - Sindrom Scheinker , dan insomnia fatal) yang disebabkan
oleh agen yang dikenal sebagai prion.

• Jenis yang paling umum adalah penyakit Creutzfeldt-Jakob sporadis, biasanya disebut sebagai Penyakit
Creutzfeldt-Jakob (CJD). Varian CJD lebih jarang dan dikaitkan dengan transmisi dari bovine spongiform
encephalopathy, juga disebut "penyakit sapi gila." Khas, individu dengan CJD hadir dengan defisit
neurokognitif, ataksia, dan gerakan abnormal seperti mioklonus, chorea, atau dystonia; refleks kejut juga.

• Sejarah mengungkapkan perkembangan cepat untuk NCD besar atas sesedikit 6 bulan, dan dengan
demikian gejala biasanya hanya terlihat pada tingkat utama. Namun, banyak individu dengan gangguan
tersebut mungkin memiliki atipikal presentasi, dan penyakit dapat dikonfirmasi hanya dengan biopsi atau
pada otopsi. Individu dengan varian CJD dapat dilihat dari gejala - gejala kejiwaan , ditandai dengan
suasana hati rendah, penarikan, dan kecemasan.
Pengembangan dan Pengobatan

• Penyakit prion dapat berkembang pada orang dewasa, karena CJD biasanya

berusia sekitar 67 tahun, meskipun menyerang di tahun - tahun remaja sampai

akhir hayat.

• Gejala penyakit prion mungkin termasuk kelelahan, kecemasan, masalah dengan

nafsu makan atau tidur, atau kesulitan dengan konsentrasi.

• Setelah beberapa berminggu - minggu , gejala- gejala ini dapat diikuti dengan

inkoordinasi, penglihatan yang berubah, atau gaya berjalan bersama dengan

Demensia.

• Biasanya tingkat kerusakan meningkat selama beberapa bulan. Pasca gejala itu,

bisa berlangsung lebih dari 2 tahun dan kemudian NCD lainnya.


Faktor Risiko
• Lingkungan. Penularan (misalnya, Penyakit bovine spongiform encephalopathy
menginduksi varian CJD di Inggris selama pertengahan 1990an). Transmisi
dengan transplantasi kornea dan dengan suntikan faktor pertumbuhan manusia
juga menjadi penyebab.

• Genetik dan fisiologis. Ada komponen genetik dalam hingga 15% kasus, terkait
dengan mutasi autosomal dominan
Pemeriksaan Penunjang
• Biopsi atau pada otopsi.

• Biomarker yang handal yang sedang dikembangkan dan termasuk protein 14-3-3

terutama untuk sporadis CJD

• MRI
PARKINSON
NCD Berat atau Ringan karena Parkinson

Kriteria Diagnosis

A. Kriteria cocok untuk NCD berat atau ringan

B. Gangguan terjadi saat penyakit Parkinson sudah ada.

C. Ada serangan berbahaya dan progresif penurunan bertahap.

D. NCD tidak bisa dijelaskan dengan gangguan mental lainnya

NCD berat atau ringan karena Parkinson seharusnya didiagnosis jika kriteria 1 dan 2 cocok:

1. Tidak ada penyebab lain (yaitu, tidak adanya neurodegenerative atau lainnya. penyakit
serebrovaskular atau penyakit atau kondisi neurologis, mental, atau sistemik lainnya kemungkinan
berkontribusi terhadap penurunan kognitif).

2. Penyakit Parkinson jelas mendahului timbulnya gangguan neurokognitif.


Kriteria Diagnosis
- Kriteria penting dari NCD berat atau ringan karena Parkinson adalah
penurunan kognitif setelah timbulnya penyakit Parkinson.
- Gangguannya harus terjadi saat Parkinson ditetapkan (Kriteria B), dan
defisit telah berkembang secara bertahap (Kriteria C).
- NCD dianggap menyerang ketika Parkinson belum menyerang, jika
demikian, NCD bukan disebabkan oleh Parkinson.
- Meliputi: sikap apatis, depresi, suasana hati yang cemas, halusinasi,
khayalan , perubahan kepribadian, gangguan gerak perilaku tidur
mata cepat (REM), dan kantuk di siang hari yang berlebihan
- Parkinson lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
- sebanyak 75% akan mengembangkan NCD berat.
- NCD ringan pada penyakit Parkinson telah diperkirakan sebesar 27%.
Perkembangan dan Pengobatan
• Serangan penyakit Parkinson biasanya antara dekade keenam
dan kesembilan, dengan gejala paling di awal usia 60-an.
• NCD ringan sering berkembang relatif lebih awal dalam
penyebaran Parkinson, sedangkan gangguan besar biasanya
tidak terjadi sampai meninggal.
Faktor Risiko dan prognosis Lingkungan
- termasuk paparan herbisida dan pestisida .
Genetik dan fisiologis
- termasuk usia yang lebih tua pada serangan penyakit dan
peningkatan durasi penyakit.
Pemeriksaan Penunjang
• Tes neuropsikologis
- fokus pada tes yang tidak bergantung pada fungsi motorik 
mendeteksi defisit kognitif, terutama pada fase NCD ringan.
• Struktural scan neuroimaging dan dopamine transporter,
seperti scan DaT
- dapat membedakan dementia terkait Lewy body (Parkinson
dan demensia dengan Lewy body ) dari non Lewy body dan
demensia yang berhubungan (misalnya, penyakit Alzheimer)
- kadang-kadang bisa membantu dalam evaluasi NCD besar
atau ringan karena penyakit Parkinson.
Diagnosis Banding
• Gangguan neurokognitif mayor atau ringan dengan
Lewy body
• Gangguan neurokognitif mayor atau ringan karena
penyakit Alzheimer
• Gangguan NCD vaskular berat atau ringan
• Gangguan neurokognitif karena kondisi medis lain
(misalnya, gangguan neurodegenerative)
• Parkinsonisme yang diinduksi neuroleptik
• Kondisi medis lainnya
HUNTINGTON DISEASE
Kriteria Diagnosis Huntington Disease
A. Menemui kriteria untuk kelainan neurokognitif berat
atau ringan.
B. Terdapat serangan berbahaya dan perkembangan
bertahap.
C. Terdapat penyakit Huntington yang teruji secara
klinis, atau risiko adanya penyakit Huntington
bedasarkan riwayat keluarga atau test genetika.
D. Kelainan neurokognitif tidak disebabkan gangguan
medus lainnya dan tidak dijelaskan oleh adanya
gangguan mental lain.
Pengkodean
• bagi kelainan neurokognitif berat diakibatkan penyakit Huntington, dengan
gangguan tingkah laku
• 333.4 (G10) penyakit Huntington
• 294.11 (F02.81) gangguan neurokognitif besar akibat penyakit Huntington dengan
gangguan tingkah laku.

• Untuk gangguan neurokognitif besar akibat penyakit Huntington tanpa gangguan


tingkah laku
• 333.4 (G10) penyakit Huntington
• 294.10 (F02.80) gangguan neurokognitif besar akibat penyakit Huntington tanpa
adanya gangguan tingkah laku.

• Untuk gangguan neurokognitif ringan akibat penyakit Huntington,


• 331.83 (G31.84).

• (catatan: jangan gunakan kode tambahan bagi penyakit Huntington. Gangguan


tingkah laku tidak bisa diberikan kode tapi harus ditunjukan secara tertulis.)
• Gangguan Kognitif progresif  fitur utama penyakit
Huntington
• adanya perubahan dini pada fungsi eksekutif (misal,
kecepatan proses, organisasi, dan perencanaan) daripada
belajar dan mengingat.
• Kognitif dan perubahan perilaku sering mendahului
kemunculan kelainan pada motorik yang khas dari
bradikinesia (contoh, perlambatan gerakan yang disengaja).
• Diagnosis dari penyakit Huntington yang pasti  kelainan
motorik ekstrapiramidal dalam seorang individu dengan ada
atau tidaknya sejarah keluarga terhadap penyakit Huntington
atau test genetika menunjukan trinukleotida CAG mengulang
ekspansi dalam gen HTT, terletak pada kromosom 4.
Epidemiologi
• Sering berhubungan atau dibarengi dengan
gejala depresi (gejala sesuai afek depresi)
• di dunia diperkirakan sebesar 2,7 per 100.000.
kondisi dari penyakit Huntington di Amerika
Utara, Eropa, dan Australia adalah 5,7 per
100.000 dengan angka lebih rendah sebesar
0,40 per 100.000 di Asia.
Treatment dan Prognosis
• Penyakit Juvinele Huntington (menyerang sebelum usia 20
tahun) bisa muncul lebih sering dengan bradykinesia, dystonia,
dan kekakuan daripada karekteristik pergerakan choreic pada
serangan orang dewasa. Penyakit ini secara bertahap
meningkat, dengan kelangsungan hidup rata-rata mendekati 15
tahun setelah diagnosis gejala motorik.
• Kelainan psikiatrik dan kognitif (15 tahun)  iritabilitas, cemas,
depresi  apatis, impulsive, wawasan terganggu, gelisah
ekstrime  apraxia ringan  motorik halus terganggu 
ataxia, instabilitas postur  dysarthria  sulit berjalan 
kontrol motorik rusak (makan dan menelan)  gangguan
pernapasan  pneumonia  meninggal
Faktor Risiko dan Prognosis
• Dasar genetik dari penyakit Huntington
sepenuhnya ekspensi dominan penekan
autosomal CAG trincleotid, sering disebut
sebagai CAG repeat dalam gen Huntington.
• Panjang ulangan 36 atau lebih selalu dikaitkan
dengan penyakit Huntington, dengan semakin
panjang ulangan terkait serangan usia dini.
Pemeriksaan Penunjang
• Test genetika
- test laboratorium utama dalam menentukan penyakit Huntington
- CAG trinucleotid diamati memiliki ekpansi berulang pada gen
yang mengkodekan protein huntingtin pada kromosom 4.

• Neuroimaging
- hilangnya suara pada ganglia basalis, terutama ekor nucleus dan
putamen, diketahui akan muncul dan meningkat selama
perjalanan penyakit.
- Perubahan struktural dan fungsional lainnya dapat diamatai di
dalam pencitraan otak tetapi mengukur penelitian.
Dampak fungsional dari kelainan Neurokognitif
berat atau ringan diakibatkan Penyakit
Huntington.
- penurunan daya kerja adalah yang paling umum, dengan kebanyakan
individu melaporkan beberapa kemampuan untuk melakukan pekerjaan
yang biasa.
- Emosi, tingkah laku, dan aspek kognitif
- penurunan fungsional bisa termasuk kecepatan dalam memproses,
inisiasi, dan perhatioan daripada penurunan nilai.
- Semakin meningkatnya penyakit, keterbatasan dari permasalahan
gangguan cara berjalan, dysarthria, dan impulsif, atau gangguan tingkah
laku dapat secara substansial menambah tingkat kerusakan dan
kebutuhan sehari-hari melebihi kebutuhan perawatan yang disebabkan
penurunan kognitif.
- Pergerakan choreic parah dapat sangat mengganggu penyediaan
perawatan seperti mandi, berpakaian, dan dalam menggunakan toilet.
Diagnosis Banding
• Kelainan mental lainnya
• Kelainan neurocognitif lainnya.
• Kelainan gerakan lainnya.
KELAINAN NEUROKOGNITIF BERAT ATAU
RINGAN AKIBAT KONDISI MEDIS LAINNYA
Kriteria Diagnosis
A. Kriteria terpenhi untuk menagani kelainan
neurokognitif berat atau kecil .
B. Terdapat bukti sejarah, pemeriksaan fisik, atau
penemuan laboratorium dimanan kelainan
neurokognitif merupakan dampak patofisiologi
dari kondisi medis lainnya.
C. Penurunan kognitif tidak dijelaskan secara
lebih baik oleh kelainan mental lainnya atau
kelainan neurokognitif spesifik.
Etiologi
• Beberapa kondisi medis dapat menyebabkan kelainan neurokognitif (NCDs).
• lesi stuktural (misal: tumor otak primer atau sekunder, hematoma subdural,
hidrosefalus yang lambat berkembang atau bertekanan normal).
• Hipoksia berhubungan dengan hipoperfusi pada gagal jantung, kondisi
kelenjar endokrin (missal, hipotiroid, hiperkalsemia, hipogiklemia)
• kondisi nutrisi (misal: penurunan tiamin dan niacin)
• kondisi infeksi lainnya (misal: neurosifilis, cryptococcosis)
• kelainan pada imun (arteritis temporal, lupus eritematosus sistematik)
• gagal hati atau ginjal
• kondisi metabolisme (misal: penyakit Kuf, adrenukleudistrophy, leukodistrofi
metakromatik, serta berbagai penyakit penuaan dan anak-anak)
• kondisi neurologis (misal: epilepsi, dan sclerosis berlipat).
Perkembangan dan Perawatan
• Perawatan kondisi medis yang mendasari
terlebih dahulu
• Pemeriksaan penunjang sesuai dengan kondisi
medis yang mendasari
Diagnosis Banding
• Kelainan neurokognitif berat atau ringan
lainnya.
KELAINAN NEUROKOGNITIF BERAT ATAU
RINGAN AKIBAT BEBERAPA ETIOLOGI
Kriteria Diagnosis
A. Kriteria terpenuhi bagi kelainan neurokognitif berat atau ringan.
B. Terdapat bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau penemuan
laboratorium dimanan gangguan neurokognitif merupakan
dampak patofisiologi dari lebih dari satu proses etiologi, tidak
termasuk isi (misal: kelainan neurokognitif akibat penyakit
Alzheimer dengan perkembangan gangguan neurokognitif
vascular). Catatan: harap lihat pada kriteria diagnostic dari
beberapa kelainan neurokognitif akibat kondisi medis tertentu
untuk panduan dalam membuat etiologi tertentu.
C. Penurunan neurokognitif tidak menjelaskan dengan lebih baik dari
kelainan mental lainnya dan tidak muncul hanya pada proses
delirium.
KELAINAN NEUROKOGNITIF YANG
TIDAK TERGOLONGKAN
• Berlaku untuk gejala karakteristik dari kelainan
neurokognitif yang menyebabkan gangguan klinis yang
signifikan atau penurunan kemampuan di bidang sosial,
pekerjaan, atau area penting lainnya yang berfungsi
mendominasi tapi tidak memenuhi kriteria bagi berbagai
kelainan dalam pemberlajaran neurokognitif.
• Kategori kelainan neurokognitif yang tidak bisa
ditentukan digunakan pada situasi dimana etiologi yang
helas tidak dapat menentukan kepastian yang cukup
dalam membuat hubungan etiologi.
THANK YOU 

Potrebbero piacerti anche