Sei sulla pagina 1di 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dinasti Umayyah adalah dinasti pertama yang menguasai politik dalam Islam.
Sebagai dinasti pertama, dinasti ini banyak membangun fondasi kepemerintahan. Dinasti
ini juga merupakan dinasti yang sangat gencar memperluas wilayah kekuasaannya. Tidak
dapat dipungkiri bahwa dinasti Umayyah yang pertamakali berdiri di Damasqus telah
memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perkembangan peradaban Islam, baik
dalam bidang politik, ekonomi dan pendidikan. Selain itu, yang menjadikan dinasti ini
mempunyai peran penting dalam perkembangan peradaban Islam adalah pertukaran bentuk
kepemerintahan khilafah yang tidak diwariskan kepada keturunan menjadi bentuk kerajaan
yang tampuk kepemimpinan diwariskan kepada putra mahkota. Makalah ini akan
mengurai sekitar perkembangan dinasti Umayyah di Damasqus, dinamika politis,
ekonomi, agama dan kemajuan intelektual serta beberapa kajian relevan lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Daulah Umayyah di Damskus ?
2. Bagaimana Proses Peralihan Khalifah ke Tangan Mu`awiyah ?
3. Analisis Kemunduran Dan Kejatuhan

C. TUJUAN
1. Mengetahui bagaimana daulah umayyah di damaskus ?
2. Mengetahui Bagaimana Proses Peralihan Khalifah ke Tangan Mu`awiyah ?
3. Mengetahui Analisis Kemunduran Dan Kejatuhan ?

1
BABA II
PEMBAHASAN

A. Daulah Umayyah di Damaskus


Nama Daulah Umayyah berasal dari nama Umayyah yaitu kakek kedua dari
Mu`awiyah bin Abi Sufyan. la adalah salah seorang pemimpin dari pemimpinpemimpin
Kabilah pada masa Jahiliyah. Ia dan pamannya, Hasyim selalu bersaing untuk
mendapatkan kekuasaan dan kehormatan di dalam masyarakat. Di zaman Jahiliyah,
apabila seseorang mempunyai tiga unsur di dalam masyarakat, yaitu: berasal dari keluarga
bangsawan, mempunyai kekayaan, dan putra-putra yang terhormat, berarti telah
mempunyai jaminan untuk memperoleh kehormatan dan kekuasaan. Tatkala datang Islam
berobalah persaingan untuk mendapatkan kekuasaan itu kepada permusuhan yang nyata,
Bani umayyah dengan tegas menentang Rasul dan dakwahnya. Sebaliknya Bani Hasyim
menjadi penolong Rasul dan dakwahnya, baik mereka yang telah masuk Islam atau pun
yang belum.
Pendiri dan sekaligus sebagai Khalifah pertama Daulah Umayyah adalah Mu`awiyah
bin Abi Sufyan. la dilahirkan di Makkah lima tahun sebelum Nabi diangkat menjadi Rasul
Dr. A. Syalabi mengatakan bahwa Mu`awiyah lahir 15 tahun sebelum hijrah, atau sekitar
tahun 607 Masehi. Silsilahnya bertemu dengan Nabi Muhammad Saw pada kakeknya yang
kelima, yakni Abdi Manaf. Silsilah lengkapnya adalah Mu`awiyah bin Abi Sufyan bin
Harb bin Umayyah bin `Abdi Syams bin `Abdi Manaf. Ibunya Hindun binti `Uthbah bin
Rabi`ah bin `Abdi Syams bin `Abdi Manaf.
Pada masa nabi dia diangkat sebagai salah seorang tim penulis wahyu. Kemudian
pada masa Abu Bakar menjadi pimpinan pasukan bantuan untuk Panglima Yazid bin Abi
Sufyan di Syiria. Lalu pada masa `Umar menjadi Gubernur Ardan (Yordania) dan menjadi
Gubernur seluruh Syam pada masa `Usman, dimana pada akhirnya ia berhasil tampil
menjadi Khalifah selama 20 tahun.
Setelah dibai`at menjadi Khalifah,., ia memindahkan pusat pemerintahannya ke
Damaskus-Syiria. Dengan berdirinya pusat pemerintahan Islam yang baru tersebut berarti
bergeserlah pusat pemerintahan Islam dari Madinah ke Damaskus. Perpindahan ibukota
tersebut terjadi melalui proses yang panjang dengan didukung oleh strategi politik yang
dibangun oleh Mu`awiyah. Dan dia merobah sistem Khilafah menjadi sistem kerajaan.
Ada beberapa faktor objektif yang mendukung untuk dirubahnya sistem musyawarah itu.
1. Mu`awiyah berhasil meyakinkan ulama, seperti ibn `Abbas, ibn `Umar, Sa`ad bin Abi
Waqash dan sahabat lainnya dengan menampakkan hasil dari perubahan itu.
2. Kalau sistem musyawarah dipertahankan, akan membuat peluang untuk perang
semakin banyak.
3. Faktor persaingan Bani Hasyim dan Bani Umayyah.

2
4. Setiap orang tanpa terkecuali tentu menginginkan kejayaan dan hidup layak bagi
keluarganya. Sikap nepotisme tidak bisa dihilangkan dari diri seseorang. Tentunya apa
yang telah dilakukan oleh Mu`awiyah terhadap keluarganya memang sudah
sewajarnya. Ia mengangkat kaum keluarganya untuk menjabat di daerah-daerah
kekuasaannya. Dengan pemerintahan yang didominasi oleh keluarga, akan
menjadikan pemerintahan itu cukup kuat dan membuka peluang untuk berkuasa lebih
lama.
5. Sistem pemerintahan yang monarchi tidak lebih baik dari demokrasi (musyawarah).
6.
7. Semakin luasnya daerah kekuasaan, maka semakin banyaklah orang masuk ke dalam
agama Islam dari berbagai daerah, baik daerah yang berdekatan dengan ibukota
kerajaan, maupun yang jauh. Maka sangat sulit bagi staf pemerintahan untuk
mendatangi mereka dan mengajak mereka bermusyawarah. Di samping itu umat Islam
bukan orang Arab saja, tetapi juga non Arab dan tentunya mereka ingin memilih
pemimpin dari mereka sendiri. Dan kalau kita perhatikan, bahwa semua negara pada
waktu itu berbentuk kerajaan. Seperti Bizantium, Persia, dan Cina, kalau sistem
musyawarah dipertahankan, maka umat Islam akan ketinggalan peradabannya.

B. Proses Peralihan Khalifah ke Tangan Mu`awiyah


Peralihan jabatan Khalifah dari `Ali bin Abi Thalib (603 M/40 H) ke tangan
Mu`awiyah bin Abi Sufyan (41-61 H/661-680 M), bukanlah melalui musyawarah
langsung sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah-khalifah sebelumnya, akan tetapi
melalui rentetan peristiwa yang terjadi pada saat itu. Di mana peristiwa itu di mulai pada
akhir pemerintahan `Usman bin `Affan (576-656 M) yang dinilai oleh banyak pihak telah
menyimpang dari garis yang telah ditentukan oleh pendahulunya. Yaitu dengan
mengutamakan mengangkat kaum kerabatnya dalam urusan pemerintahan. Pada hal di
antara pejabat yang diangkatnya adalah kaum "Thulaqa".
Kebijakan `Usman seperti ini, menimbulkan rasa tidak senang di kalangan
masyarakat luas, yang selanjutnya memicu timbulnya kerusuhan dan kekacauan.
Kerusuhan bertambah meluas dan berubah menjadi pemberontakan yang akhinya Khalifah
`Usman bin `Affan terbunuh.
Pada saat kekacauan berlangsung, `Ali bin Abi Thalib dibaiat menjadi khalifah
menggantikan `Usman. Tetapi Ali tidak mampu mengatasi situasi itu, karena munculnya
pemberontakan-pemberontakan baru dengan berbagai tuntutan. Di antaranya adalah
Mu`awiyah yang menuntut bela atas kematian `Usman, ia menuntut agar `Ali
menyerahkan pembunuhnya agar ia membunuh mereka dengan tangannya.
Pada awalnya Mu`awiyah hanya menuntut kematian `Usman, namun `Ali
beranggapan bahwa Mu`awiyah menentang dan bermaksud menggulingkan kekuasaannya,

3
sehingga `Ali memecatnya dari jabatan Gubernur Syam yang telah di dudukinya sejak
Khalifah `Umar dan `Usman.
Menyadari posisinya terancam, Mu`awiyah berusaha mencari dukungan dari
kalangan penduduk Syam. la tidak lagi mentaati `Ali sebagai Khalifah, bahkan ia hendak
menggunakan pasukan tentara wilayahnya untuk memerangi pemerintahan pusat, bersama
`Amr bin `Ash, ia memutuskan untuk memerangi `Ali dan meletakkan tanggung jawab
untuk menuntut pembunuhan `Usman di atas pundaknya.
Setelah perdamaian gagal, maka terjadilah pertempuran antara pasukan `Ali dan
Mu`awiyah yang terjadi di dekat sungai Furat 5. Pasukan `Ali berhasil memukul mundur
pasukan Mu`awiyah, namun dengan kelicikan `Amr bin `Ash, ia mengangkat al-Quran di
ujung lembing pedangnya dan meneriakkan ”inilah yang akan menjadi hakim antara kami
dan kalian”. Dan akhirnya terjadilah tahkim antara mereka dengan mengangkat hakim,
`Amr bin `Ash dari pihak Mu`awiyah dan Abu Musa al-Asy`ari dari pihak Ali. Sekali lagi
dengan kelicikannya, `Amr bin `Ash dapat mengalahkan Abu Musa. Abu Musa diminta
pertama kali bicara dan mengumumkan pengunduran dan pemecatan `Ali, namun tidak
dengan `Amr bin `Ash. Ia mengangkat Mu`awiyah dengan ucapannya: "Aku menetapkan
kawanku (yakni Mu`awiyah) sebagai Khalifah, sebab ia memang kerabat yang berhak
menuntut bela atas `Usman bin `Affan dan yang paling berhak menggantikan
kedudukannya". Setelah itu, kembalilah Mu`awiyah bersama pasukannya ke Syam untuk
mengokohkan kedudukannya dan `Ali pulang kembali ke kota Kufah dan bersiap-siap
untuk menyerbu daerah Syam, namun pada akhirnya `Ali bin Abi Thalib terbunuh di
tangan ibn Muljim.
Kemudian Hasan mengemban amanah dari pendukungnya. Yaitu sebagian penduduk
Iraq. Tetapi Hasan tidak sanggup melaksanakan tanggung jawab itu, maka ia menyerahkan
jabatannya kepada Mu`awiyah dengan syarat jaminan keamanan dan hak-hak atas seluruh
tentara dan pengikut `Ali. Ketidakmampuan Hasan melaksanakan tanggungjawab itu,
karena banyak persoalan yang di hadapinya.
Setelah penyerahan itu, Hasan dan Husein dan seluruh rakyat Kufah membai`at
Mu`awiyah, sehingga dinamakan tahun tersebut dengan `Amu al-jama`ah (tahun
persatuan). Karena rakyat bersatu di bawah pimpinan seorang Khalifah.
Dengan demikian mutlaklah pemerintahan itu seluruhnya di awah kekuasaan
Mu`awiyah bin Abi Sufyan dan ditetapkannya Damaskus sebagai ibukota kerajaannya.
Beralihlah sistem pemerintahan dari sistem Khilafah kepada sistem Daulah (Kerajaan).

C. Analisis Kemunduran Dan Kejatuhan


1. Kemunduran Dinasti Bani Umayyah
Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan
oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam

4
ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar
belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap
pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang
memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa
pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan
pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat
bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani
Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin
Abdul-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena
gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil dipadamkannya.
Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang
tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin
memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah
digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu
sendiri, dimana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun
berhasil melarikan diri ke Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di
sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani
Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan
dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.

2. Kejatuhan Dinasti Bani Umayyah


Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan jatuhnya Dinsti Bani Umayyah,
yakni :
a. Pertentangan keras antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi
dua kelompok, yaitu Arab Utara yang disebut Mudariyah yang  menempati
Irak dan Arab Selatan ( Himyariyah ) yang berdiam di wilayah Suriah. Di
zaman Umaiyah persaingan antar etnis itu mencapai puncaknya, karena
para  khalifah cenderung kepada satu fihak dan menafikan yang lainnya.
b. Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka yang merupakan
pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat
sebutan “ Mawali “, suatu status yang menggambarkan inferioritas di 
tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapat fasilitas dari
penguasa Umayyah. Mereka bersama-sama Arab mengalami beratnya
peperangan dan bahkan  beberapa orang di antara mereka mencapai
tingkatan yang jauh di atas rata-rata orang Arab , tetapi harapan mereka
untuk mendapatkan kedudukan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan.
Seperti tunjangan yang di berikan kepada Mawali ini jumlahnya jauh lebih
kecil di banding tunjangan yang di bayarkan kepada orang Arab.

5
c. Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayyah tidak dapat
dilepaskan dari konflik-konflik politik. Kaum syiah dan khawarij terus
berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat
mengancam keutuhan kekuasaan umayyah. Disamping menguatnya kaum
Abbasiyah pada masa-masa akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula
tidak berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser
kedudukan Bani Umayyah dalam memimpin umat.
d. Persaingan di kalangan anggota Dinasti Bani Umayyah membawa
kelemahan kedudukan mereka.
e. Hidup mewah di istana memperlemah jiwa dan vitalitas anak-anak khalifah
yang membuat mereka tidak sanggup memikul beban pemerintahan yang
sedemikian besar.

6
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Daulah Umayyah berasal dari nama Umayyah yaitu kakek kedua dari Mu'awiyah. Pendiri
dan sekaligus sebagai Khalifah pertama Daulah Umayyah adalah Mu'awiyah bin Abi Sufyan.
Dialah yang pertama kali menukar sistem Khilafah menjadi Kerajaan yaitu pengangkatan
Kepala Negara dengan Ashabiyah atau Taurits. Peralihan jabatan Khalifah dari Ali bin Abi
Thalib ketangan Mu'awiyah bin Abi Sufyan bukanlah melalui musyawarah langsung
sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah-khalifah sebelumnya, akan tetapi melalui rentetan
peristiwa yang banyak memakan korban jiwa. Suksesi kepemimpinan kepada Yazid itu
membuat banyak pertentangan, sehinggga terjadilah pemberontakan-pemberontakan yang
mengakibatkan terganggunya kestabilitasan negara. Peristiwa-peristiwa itu, dimulai pada tahap
terakhir pemerintahan Usman bin Affan yang dinilai oleh banyak pihak telah menyimpang dari
garis yang telah ditentukan oleh pendahulunya.dan inilah yang membuat keterpurukan Daulah
Umayyah dan pada akhirnya hancur ditangan pemberontak. Namun walaupun demikian, banyak
juga perkembanganperkembangan intlektual yang terjadi pada masa Daulah ini. Seperti,
mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap
dengan peralatannya disepanjang jalan, menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata
uang.

7
DFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjDiuC7pvj6
AhUR2nMBHaHyCycQFnoECCkQAQ&url=https%3A%2F%2Fadoc.tips%2Fdownload
%2Fm-oleh-indri-mawardiyanti-.html&usg=AOvVaw2jq3yhdUARqkdvBKU-7cd3

Potrebbero piacerti anche