Sei sulla pagina 1di 5

Nama : Anis Viyatul Hamidah

Nim : E20173028

Kelas : Aks 1

DAMPAK PANDEMI COVID -19 TERHADAP DUNIA USAHA

DAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI (SIA) DALAM MENGHADAPI

PANDEMI COVID-19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Ekonomi global saat ini mengalami krisis akibat pandemi covid-19, indeks bursa
saham rontok. Nilai tukar rupiah terhadap dollar USA melemah hal ini diakibatkan
banyak investor asing meninggalkan pasar keuangan Indonesia, pasar saham anjlok, dan
memperngaruhi ekonomi dalam negeri.
Dalam sektor perdagangan, khususnya ekspor impor, bahan baku dan barang modal.
Produksi turun, barang langka dan harga terus meningkat sehingga menimbulkan inflasi.
Kenaikan harag barang yang disertai penghasilan yang menurun merupakan kondisi fatal
daya beli masyarakat.
Ini menjadi sesuatu yang luar biasa tidak terlepas dari peran teknologi komunikasi.
Tingkat persebaran informasi yang cepat menimbulkan kepanikan yang dasyat di
masyarakat. Implikasinya membuat perilaku masyarakat berubah.kepanikan tersebut
salah satunya mengakibatkan ketimpangan antara permintaan dan penawaran.
1.2 TUJUAN
Memberikan panduan non otoritatif kepada masyarakat mengenai dampak pandemi
covid-19 terhadap dunia usaha di Indonesia.pada saat ini wabah virus corona sudah
menjadi pandemi global dimana telah merenggut banyak korban.
Di Indonesia, pandemi virus corona telah ditetapkan pemerintah sebagai bencana
nasional pada tanggal 14 Maret 2020 lalu dan Indonesia memasuki masa darurat bencana
non alam.
Masyarakat bisnis bertanya bagaimana dampak covid-19 terhadap dunia usaha. Maka
tulisan ini akan berusaha untuk memberikan bagaimana menangani secara konsisten
berbagai pertanyaan yang sering di ajukan terkait dampak virus covid-19 terhadap dunia
usaha.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP DUNIA USAHA

Pandemi COVID-19 yang disebabkan oleh virus Corona baru SARS-CoV-2 tidak hanya
menghantam sektor kesehatan di Indonesia. Kendati tidak secara tidak langsung, sektor bisnis
dan ekonomi pun ikut mengalami pukulan yang cukup berat.

Kasus positif COVID-19 di Indonesia pertama kali diumumkan Presiden Joko Widodo pada
Senin (2/3/2020). Pada kasus pertama dan kedua itu dua orang WNI yang terpapar COVID-
19 sempat melakukan kontak dengan WN Jepang beberapa waktu sebelumnya.

Indeks Saham Harga Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia bereaksi. Pada hari yang
sama, IHSG ditutup melemah 91,46 poin (1,68%) ke posisi 5.361,25. Seiring bertambahnya
kasus positif dan wilayah penyebaran COVID-19, sektor ekonomi pun lantas pelan-pelan
tergerus seiring dengan imbauan pemerintah pusat kepada sektor bisnis untuk menerapkan
kebijakan bekerja dari rumah (work from home).

Sektor lain yang tidak bisa menerapkan bekerja dari rumah secara penuh, diminta
mengurangi jam kerja, atau jumlah karyawan untuk menghindari penyebaran virus. Pasar
grosir tekstil terbesar di Asia Tenggara, Pasar Tanah Abang ikut tutup hingga 19 April 2020.

Dampaknya, produksi sektor bisnis terganggu dan pemasukannya menurun. Ketua


Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono, mengatakan
daya tahan setiap sektor bisnis dalam menghadapi COVID-19 memang berbeda-beda.
Namun, secara umum ia mengatakan para pengusaha hanya akan kuat bertahan hingga tiga
bulan apabila wabah belum berakhir.

"Hasil konferensi call kita di APINDO dengan teman-teman di daerah dan pelaku sektoral,
bisa kita ambil kesimpulan sementara daya tahan cash flow kita hanya sampai bulan Juni
tahun ini. Lewat dari itu cash flow kering, kita tidak akan sanggup membiayai pengeluaran,
tanpa pemasukan alias tutup," kata Iwantono, dikutip CNBC Indonesia.

Di tengah situasi yang tampak suram karena pandemi COVID-19 ini, bagaimana pola
pergerakan IHSG serta sektor apa yang berpotensi untung dan rugi di Indonesia? Seperti
disebutkan sebelumnya, IHSG ditutup melemah ke posisi 5.361,25 pada Senin (2/3/2020)
sore. Pelemahan itu tidak hanya terjadi pada indeks komposit IHSG. Indeks saham sektoral
juga turut melemah.

Setidaknya terdapat sembilan indeks sektor industri yang terdaftar di BEI yang mengacu
pada klasifikasi Jakarta Stock Industrial Classification (JASICA). Indeks tersebut yaitu:
Indeks Sektor Pertanian; Pertambangan; Industri Dasar dan Kimia; Aneka Industri; Industri
Barang Konsumsi; Properti, Real Estate, dan Konstruksi Bangunan; Infrastruktur, Utilitas,
dan Transportasi; Keuangan; Perdagangan, Jasa, dan Investasi; dan Manufaktur.

Sebanyak delapan indeks sektor industri ikut melemah pada penutupan bursa, Senin
(2/3/2020). Hanya indeks sektor aneka industri yang menguat 22,05 poin ke posisi 1.011,44.
Pergerakan sembilan indeks sektor tersebut menunjukkan tren menurun hingga Jumat
(13/3/2020).

Sejalan dengan mulai diberlakukannya kebijakan work from home, IHSG pada 16 Maret
anjlok ke posisi 4.690,66. Agaknya, penurunan ini juga turut dipengaruhi oleh keputusan The
Fed yang memangkas suku bunga acuan (Federal Fund Rate/FFR) sebesar 100 basis poin
(bps) ke rentang 0-0,25% dan menjadi level terendah sejak 2015, seperti dilansir CNBC
Indonesia.

IHSG mulai menunjukan kembali tren positif pada Kamis (26/3/2020) dengan ditutup
menguat ke posisi 4.531,69 poin. Indeks sektoral pun ikut menguat. Hingga Senin (6/4/2020),
IHSG perlahan menunjukan tren positif dengan ditutup di posisi 4.811,83. Seturut dengan itu,
indeks sektoral juga bergerak sama. Namun, baru sektor barang konsumsi yang mampu
kembali bangkit mendekati posisi terakhir sebelum pengumuman kasus positif.

Indeks sektor barang konsumsi ditutup pada posisi 1.789,99. Angka tersebut telah
melampaui posisi pada 28 Februari 2020 yaitu 1742.94. Penerapan kebijakan work from
home dan physical distancing membuat banyak perubahan pada bagaimana perekonomian
bekerja. Tempat-tempat wisata ditutup, transportasi publik dibatasi, kantor-kantor juga
ditutup. Selain itu masyarakat juga diminta sepenuhnya di rumah untuk bekerja dan
melakukan kegiatan lainnya. Kafe dan restoran juga banyak yang menerapkan pesanan hanya
untuk dibawa pulang.

Perubahan tersebut tentunya berdampak pada sektor tertentu. Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati menyebut sejumlah sektor industri berpotensi meraup keuntungan di
tengah pandemi ini. "Memang COVID-19 menimbulkan dampak negatif cukup dalam bagi
semua negara. Namun tidak semua sektor alami dampak negatif, ada sektor yang
diperkirakan menjadi winner," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR
secara virtual di Jakarta, Senin, (6/4/2020) dilansir Kantor Berita Antara.

Menurut Sri Mulyani, setidaknya enam sektor berpotensi meraup untung di tengah pandemi
ini. Sektor tersebut yaitu: tekstil dan produksi tekstil; kimia, farmasi, dan alat kesehatan;
makanan dan minuman; elektronik; jasa telekomunikasi; dan jasa logistik.Sektor tekstil dan
produk tekstil berpotensi meraup untung melalui diversifikasi produk seperti Alat Pelindung
Diri (APD) dan masker. Sektor kimia, farmasi, dan alat kesehatan menyokong kebutuhan
primer dalam penanganan COVID-19.

Industri makanan dan minuman menjadi kebutuhan primer masyarakat sejalan dengan
bertumbuhnya sektor logistik yang dibutuhkan masyarakat karena adanya physical
distancing. Sedangkan sektor telekomunikasi dan elektronik berpotensi untung karena
menjadi andalan masyarakat karena membantu selama diterapkannya kebijakan bekerja dari
rumah.

Sebaliknya, enam sektor diperkirakan merugi pada masa pandemi ini. Sektor tersebut yakni:
otomotif; keuangan; pertambangan; transportasi darat, laut, udara; konstruksi; dan pariwisata.
Sementara itu, sektor UMKM dan pertanian berpeluang melakukan diversifikasi produk
meskipun permintaan terancam turun.

Untuk membantu perekonomian dalam menghadapi tekanan dari pandemi COVID-19,


pemerintah mengambil beberapa kebijakan untuk dunia usaha dan UMKM. Salah satunya,
Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
yang diterbitkan untuk menanggulangi dampak COVID-19 di Indonesia.

Perppu tersebut meliputi insentif untuk beberapa sektor, termasuk dunia usaha dan UMKM.
Insentif tersebut di antaranya penggratisan PPh 21 untuk pekerja sektor industri pengolahan
dengan penghasilan maksimal Rp200 juta (selama setahun) dan penurunan tarif PPh Badan
dari 25 persen menjadi 22 persen.
2.2 SISTEM INFORMASI AKUNTANSI (SIA) DALAM MENGHADI PANDEMI COVID-
19
A. Membangun Sistem Informasi Akuntansi Yang Terintegrasi Dengan Sistem Informasi
Manajemen
Di era informasi saat ini, informasi sangat berperan disegala aspek kehidupan manusia
baik secara individu maupun secara organisasi.

Potrebbero piacerti anche