Sei sulla pagina 1di 34

FARMAKOEPIDEMIOLOGI

Fitri Apriliany
FARMAKOEPIDEMIOLOGI
DEFINISI
SEJARAH
RUANG LINGKUP
MANFAAT FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Definisi

Medical science applied to interactions between


marketed medications and the population
Comes from Greek:
 pharmacon (poison)
 epi (concerning)
 demos (people)
 logos (study)
DEFINISI FARMAKOEPIDEMIOLOGI

“Farmako” dan “Epidemiologi”

Farmakologi: studi mengenai efek tentang obat


Farmakologi klinik: studi tentang efek obat pada manusia  farmakokinetik
dan farmakodinamik
Epidemiologi: studi mengenai distribusi dan penyebab penyakit pada
populasi tertentu
DEFINISI FARMAKOEPIDEMIOLOGI

Jadi, farmakoepidemiologi merupakan:


Ilmu terapan yang menjembatani antara farmakologi
klinik dan epidemiologi
Penerapan metode epidemiologi pada ilmu farmakologi
klinik
Pharmacoepidemiology
In epidemiology, primary focus is the relationship between
exposure to a risk factor and disease outcome.
In pharmacoepidemiology, the exposure is the drug and the
outcome is an adverse drug reaction.
Hence in many ways, pharmacoepidemiology is a subset of
epidemiology and uses epidemiological methods
“The study of the use
and effects of
medications in large
numbers of people”
Strom
“The application of
epidemiologic knowledge,
methods, and reasoning to
the study of the effects
(beneficial and adverse) and
use of drugs in human
populations.”
Porta and Hartzema
“The study of drugs
as determinants of
health and disease in
the general
unselected
population.”
Spitzer
Clinical pharmacology

Pharmacoepidemiology

Epidemiology
Strom
Pharmacology Therapeutics

Pharmacoepidemiology

Epidemiology Statistics

Spitzer
Health services
research Economics
Epidemiology

Health
Outcomes economics
research
iology em
Clinical epid

Pharmaco-
Epidemiology

Conceptualization by Harry Guess


AREAS

Pharmacoepidemiology has four major areas:


• Benefit: obtained from efficacy and effectiveness
• Safety: obtained by pharmacovigilance
• Use: obtained by drug utilization review
• Value: obtained by pharmacoeconomics
SEJARAH FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Abad 18  abad botanikal (Somberg, 1996). Sejarah Mesir
kuno dan Yunani membukukan adanya farmakope, yang
mencakup kompendium dan dosis obat bahan alam
(Bogner, 1996).
Hingga awal abad 19, semua obat bersifat toksik, karena
dapat menyembuhkan atau sekaligus menyebabkan
kematian. Ilmu tentang pengobatan selalu dikaitkan
dengan “empirisme” dan “mantra”. Cara pembuatan
obat bersifat sangat primitif sehingga perbedaan antara
obat dan racun menjadi sangat tipis. Deklarasi Paracelcus
pun menjadi tepat, bahwa yang membedakan antara obat
untuk pengobatan dengan racun adalah dosisnya
(Weatherall, 1990).
SEJARAH FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Hingga paruh kedua abad 19  beberapa ditemukan secara
kebetulan sebagai sebuah keajaiban, antara lain quinin, digitalis,
kokain, antipirin, dan aspirin.
Era 1920 hingga 1940  penemuan penisilin secara spektakular oleh
Alexander Fleming.
Dekade 1950an  teknologi dan instrumentasi baru, dikombinasikan
dengan pengetahuan tentang fisiologi tubuh manusia serta
pengaruh struktur DNA terhadap manusia  konsep
pengembangan obat berbasis bioteknologi.
Dalam tahun 1960an yang merupakan “the pharmaceutical decade of
the century” (Frey and Lesney, 2000), pengetahuan dan
pemahaman tentang DNA sebagai materi genetik mulai banyak
dibicarakan. Itu sebabnya ketika genderang perang terhadap
penyakit kanker mulai ditabuh di era 1970an karena dianggap
menjadi penyebab utama kematian manusia, penemuan obat baru
mulai bergeser ke arah rekayasa genetika. Industri bioteknologi
pun lahir di dekade ini.
SEJARAH FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Dekade 1980an  Konsep biologi molekuler sangat kental
mewarnai bangkitnya industri farmasi di berbagai belahan
dunia pada. Orientasi industri farmasi mulai bergeser dari “try
and see empirical approach” ke arah konseptualisasi molekul
secara lebih tepat. Era komersialisasi penemuan obat pun
dimulai. Penemuan obat berbasis bioteknologi yang relatif
mahal membuat cukup banyak industri farmasi terpaksa
gulung tikar karena bangkrut akibat kegagalan inovasinya.
Strategi aliansi pun dilakukan untuk meningkatkan nilai tawar.
Berdalih efisiensi, di dekade 1990an beberapa industri farmasi
kelas menengah dan atas dimerjer menjadi industri raksasa
yang disegani. Peran obat sebagai komoditas komersial
semakin tidak terhindarkan, dan ini berlangsung terus hingga
saat ini. Di penghujung abad 20, di tengah persaingan global
yang sangat ketat, mulai lahir berbagai industri farmasi
raksasa berkelas “multibillion-dollar industry”.
SEJARAH
FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Tahun 1937  100 orang meninggal karena kerusakan ginjal
akibat mengkonsumsi sulfanilamid yang dilarutkan dalam dietilen
glikol
Tahun 1938  Food, Drug, and Comestic Act berdiri  uji
toksisitas preklinik wajib untuk dilakukan
1950-an  kloramfenikol dapat menyebabkan anemia aplastik
1960  FDA memulai untuk mengumpulkan laporan-laporan
mengenai adverse drug reactions  pembuatan sistem monitoring
1960  Drug utilization studies  penelitian deskriptif
penggunaan obat oleh dokter  angka kesalahan peresepan dan
penyebabnya
1961  ”thalidomide disaster”  in utero exposure to
thalidomide  ”phocomelia”
THALIDOMID
 Sedatif hipnotik yang dikembangkan di Jerman Barat sekitar
tahun 1954 untuk mengatasi insomnia (D’Amato et al., 1994).
 Namun dalam perjalanannya obat ini banyak disalahresepkan
pada ibu hamil untuk mengatasi gejala mual dan muntah  dalam
waktu 3 tahun setelah dipasarkan, obat tersebut telah dikonsumsi
secara besar-besaran di 46 negara di dunia (Matthews &McCoy,
2003).
 Belum genap 6 tahun menguasai pasar obat dunia  Bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang pada saat hamil mengkonsumsi
thalidomide ditemukan cacat, baik dalam bentuk amelia (tidak
memiliki tangan dan kaki), fokomelia (lengan dan kaki tidak
lengkap), bibir sumbing (labioschisis), tanpa langit-langit
(palatoschisis), tanpa mata (anophthalmus), tanpa telinga
(anotia), tanpa tempurung kepala (anencephali), hingga
abnormalitas berbagai organ tubuh (Matthews & McCoy, 2003).
 Pada pertengahan tahun 1962 thalidomide  ditarik dari
peredaran di seluruh dunia. Yang paling tragis, untuk
menghentikan tragedi obat ini diperlukan waktu yang amat
panjang, yaitu 8 tahun, dengan korban lebih dari 10.000 bayi cacat
di seluruh dunia (Clark et al., 2001).
SEJARAH FARMAKOEPIDEMIOLOGI

 1962  uji preklinik untuk toksikologi dan


farmakologi  3 fase dalam uji klinik
 Fakta Diethilstilbestrol  kanker leher rahim dan
vagina  baru terungkap 70-an, 20 tahun setelah
dipasarkan
 1980an  penemuan-penemuan efek samping
obat  perubahan dari adverse effect studies
menjadi adverse event studies  sistem untuk
mendukung studi farmakoepidemiologi  Bab 10-
25
SEJARAH FARMAKOEPIDEMIOLOGI

 1990an  perubahan dari studi adverse reaction 


studi efek obat yang menguntungkan, studi mengenai
akibat secara ekonomi penggunaan suatu obat, studi
mengenai pengaruh obat terhadap kualitas hidup
pasien
 1990an  perhatian terhadap aspek etika dan
kerahasiaan  bab 26
RUANG LINGKUP
FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Animal studies

Phase 1

Phase 2 Human subjects

Phase 3

Drug approval

•Not always required


Phase 4
•Human subjects
UJI PREKLINIK DAN KLINIK
Uji preklinik  uji pada hewan
Uji klinik  fase I-III
Uji klinik fase I:
 Probandus sehat dan sedikit
 Menentukan metabolisme obat dan kisaran dosis yang
aman
 Mencegah reaksi toksik
 Terkecuali untuk obat yang sangat toksik  contoh: obat
kanker (sitotoksik)  langsung ke pasien
Uji klinik fase II:
 Probandusnya  pasien
 Untuk mengetahui informasi farmakokinetik
 Untuk mengetahui efek samping obat yang
umum terjadi
 Untuk mengetahui efikasi obat bersangkutan
 Untuk menentukan regimen dosis harian yang
akan diuji lebih lanjut pada fase III
Uji klinik fase III:
Jumlah pasien lebih besar  Randomized controlled
trials
Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai
efikasi dan toksisitas
MANFAAT FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Premarketing Studies Postmarketing Studies

Jumlah terbatas Jumlah lebih besar 


cost-effective 
efektifitas dan kejadian
efek samping obat
dapat teridentifikasi
lebih valid
MANFAAT FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Premarketing Studies Postmarketing
Studies
Jenis pasien terbatas Dapat menggunakan
Waktu terbatas kelompok pasien
yang mempunyai
resiko tinggi terhadap
pengobatan (lansia,
anak, wanita hamil)
Waktu tidak terbatas
MANFAAT FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Premarketing Studies Postmarketing
Studies
Pasien homogen  Dapat mengetahui
pertimbangan faktor-faktor yang
statistika  mempengaruhi
menghilangkan mungkin merubah
pasien dengan efek obat, seperti
penyakit komplikasi penyakit lain yang
dan menggunakan diderita dan obat lain
obat lain yang digunakan
MANFAAT
FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Premarketing Studies Postmarketing
Studies
Tidak diperlukan Dapat
untuk membandingkan
membandingkan keamanan dan
keamanan dan efektifitas suatu obat
efektifitas obat dengan obat lain
dengan obat lain
yang digunakan pada
indikasi yang sama
MANFAAT FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Premarketing Studies Postmarketing
Studies
Tidak dapat Dapat mengetahui
mengetahui pola pola peresepan dan
peresepan dan pola pola penggunaan
penggunaan obat obat oleh pasien
oleh pasien
MANFAAT FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Premarketing Studies Postmarketing
Studies
Terobservasi dengan Dapat mengetahui
baik  tidak dapat efek obat yang
mengidentifikasi over digunakan over dosis
dosis
MANFAAT FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Premarketing Studies Postmarketing
Studies

Tidak dapat Dapat menghitung


menghitung aspek aspek ekonomi
ekonomi terkait terkait dengan
dengan penggunaan penggunaan suatu
suatu obat obat
MANFAAT FARMAKOEPIDEMIOLOGI

melacak keterkaitan antara paparan suatu obat dengan


kejadian efek samping obat. Hal ini dilakukan semata-mata
untuk melindungi masyarakat dari risiko akibat obat
MANFAAT FARMAKOEPIDEMIOLOGI

BAGAIMANA JIKA TIDAK DIPEROLEH IFORMASI BARU PADA


UJI FARMAKOEPIDEMIOLOGI ???

MEMBUKTIKAN TINGKAT KEAMANAN OBAT TERSEBUT

Potrebbero piacerti anche