Sei sulla pagina 1di 16

PENDAHULUAN

 Ensefalopati hepatik (EH) diartikan sebagai disfungsi otak yang


disebabkan oleh insufisiensi hati pada penyakit hati akut dan kronik
berat dengan beragam manifestasi, mulai dari ringan hingga berat
 Gejala EH termasuk:
 gangguan kognitif,

 perubahan perilaku dan kepribadian,

 dan perubahan dalam kesadaran- seperti gangguan siklus tidur.

 Dalam kasus yang lebih parah, pasien bisa menjadi disorientasi,


kebingungan, keresahan, kegelisahan dan atau koma
 Sedangkan kasus EH yang tidak terlalu parah atau paling ringan,
gejalanya tidak terdeteksi secara klinis dan membutuhkan tes
psikometri atau neurofisiologis untuk menentukan diagnosis
 EH terbagi menjadi tiga tipe terkait dengan kelainan hati yang
mendasarinya;
 tipe A berhubungan dengan gagal hati akut dan ditemukan pada
hepatitis fulminan,
 tipe B berhubungan dengan jalur pintas portal dan sistemik tanpa
adanya kelainan intrinsik jaringan hati,
 dan tipe C yang berhubungan dengan sirosis dan hipertensi portal,
sekaligus paling sering ditemukan pada pasien dengan gangguan
fungsi hati.
 Klasifikasi EH berdasarkan gejalanya dibagi menjadi EH minimal
(EHM) dan EH overt.
 EH minimal merupakan istilah yang digunakan bila ditemukan
adanya defisit kognitif seperti perubahan kecepatan psikomotor dan
fungsi eksekutif melalui pemeriksaan psikometrik atau
elektrofisiologi,
 sedangkan EH overt terbagi lagi menjadi EH episodik (terjadi dalam
waktu singkat dengan tingkat keparahan yang befluktuasi) dan EH
persisten (terjadi secara progresif dengan gejala neurologis yang kian
memberat).
METODE

 Atas dasar dari hasil survey yang telah didiskusikan dan dikaji, sebuah
publis penelitian bernama PubMed melakukan identifikasi dan kajian
terhadap pedoman manajemen tambahan dan pengelolaan pada pasien
EH.
 Dari kajian tersebut dibuat beberapa ‘term’ yang digunakan dalam
manajemen yang akan memudahkan siapapun untuk mencari tahu
tentang pedoman manajemen yang telah dibuat, seperti :
 terapi
 rehabilitasi
 terapi diet
 terapi obat
 Dari kata-kata tersebut akan memudahkan para peneliti untuk
mempublikasikan hasil penelitian mereka yang akan dengan mudah
dicari oleh berbagai orang untuk mereka buat laporaan.
 Berbagai laporan kemudian dikembangkan oleh penulis nonvoting
(I.E.J.M) yang menjelaskan peran
 dokter umum,
 dokter spesialis penyakit akut,
 dokter spesialis penyakit gastroentero,
 dokter spesialis hepar
 Laporan ini diperiksa dan dinilai oleh delapan penulis ahli (Panel)
menggunakan proses 'Delphi' yang telah dimodifikasi.
 Berbagai penilaian dilakukan dalam berbagai aspek yang nantinya
kaan menentukan setiap laporan yang masuk layak atau tidak untuk
dipakai sebagai pedoman dalam manjemen EH.
HASIL

Proses Delphi
Kesepakatan telah dicapai dalam :
 diagnosis klinis hepatic ensefalopati diantara ahli
gastroenterologi dan spesialis hati
 Evaluasi pasien dengan sirosis bukan hanya pasien dengan
dekompensatio
 Kesesuaian profilaksis skunder
REKOMNDASI PANEL

 Dokter umum, dokter IGD/UGD dan lain-lain, yang mungkin


menghadapi pasien dengan sirosis, harus menyadari tanda-tanda dan
gejala Ensefaopati Hepatik. Jika penyedia layanan kesehatan
mengidentifikasi gangguan kognitif, atau gejala Ensefaopati Hepatik,
pada pasien dengan sirosis, tambahan penilaian / pemeriksaan klinis
mungkin diperlukan, termasuk konsultasi spesialis jika membantu

 Kepedulian dokter merawat pasien dengan sirosis (gastroentrologi atau


spesialis hati) harus secara formal menilai semua pasien untuk tanda-
tanda dan gejala Ensefalopati Hepatik.
(3)Penilaian untuk HE terbuka principnya harus menjadi evaluasi
klinis,dengan menggunakan pengujian tambahan yang diperlukan secara
individual (dan menurut ketersediaan).
 penyediaan layanan kesehatan banyak fasilitas tidak tersedia untuk melakukan tes
tambahan trsbt
 Tes psikometri,tes psikofisik dan neurofisiologi, ,tes neurofisiologikal, tes psikopsikofisikal
(4)Untuk semua pasien dengan HE,pertimbangan biasanya harus
diberikan untuk rujukan ke unit hati atau dokter yang ahli dalam
penyakit hati.
(5)Semua pasien dengan overt HE harus diobati (termasuk memeriksa
presipitan)
 Setelah gejala HE mengalami pemulihan / perbaikan, profilaksis
sekunder harus dipertimbangkan pada semua pasien. Setelah Overt HE
mengalami pemulihan,pasien harus menerima profilaksis sekunder

 Dalam satu study ~ 50% pasien dengan HE setidaknya mengalami 1


peristiwa kekambuhan dalam 1 tahun, dan lainnya sekitar 46% dari
mereka setidaknya mengalami 2 peristiwa kekambuhan dalam waktu 6
bulan. Oleh karena itu, tepat untuk menawarkan profilaksis sekunder
kepada mereka untuk mengurangi sebagian besar kekambuhan. Dalam
mengelola sebuah episode dari HE, Profilaksis sekunder harus dimulai
dengan dokter, dengan saran dari gastroenterologist atau spesialis
penyakit hati jika hal itu membantu.
 Rata-rata pemberian laktulosa pada pasien dengan satu episode
sebelumnya, dikaitkan dengan penurunan yang signifikan pada risiko
terjadinya kekambuhan selama mengikuti rata-rata 14 bulan. Pasien
yang menerima laktulosa tersebut harus disesuaikan dosisnya,
sehingga terjadi dua atau tiga gerakan usus dalam sehari tetapi tanpa
diare.

 Pada pasien dengan HE yang setidaknya mengalami dua episode


sebelumnya dalam waktu 6 bulan (mayoritas dari mereka menerima
laktulosa), rifaximin-α (rifaximin) 550 mg 2x sehari dan dikaitkan
dengan penurunan yang signifikan pada risiko untuk HE yang
berulang lebih dari 6 bulan dan pengurangan risiko untuk HE terkait
rawat inap.
 Pedoman EASL / AASLD menyarankan rifaximin 550 mg dua kali sehari
ditambah laktulosa setelah episode kedua dari HE. Hal ini untuk
mempertimbangkan rifaximin sebagai monoterapi pada pasien yang tidak
toleran laktulosa meskipun pasien diedukasi, dan penyesuaian dosis agar
tercapai 2/3x buang air besar setiap hari.

 Untuk pasien dengan hyperammonaemia dan HE, LOLA dirasakan sangat


bermanfaat, meskipun hanya intravena LOLA dilaporkan oleh pedoman EASL
/ AASLD efektif untuk pengobatan episode dari HE, tetapi tidak untuk
profilaksis sekunder. Ada juga pengalaman menggunakan asam amino rantai
cabang oral pada pasien dengan HE kronis yang toleran terhadap protein,
seperti yang direkomendasikan oleh Internasional society for Hepatic
Encephalopathy and Nitrogent Metabolism (ISHEN) panduan tentang gizi .
pasien yang menerima profilaksis sekunder harus didorong agar tetap pada
terapi untuk memaksimalkan manfaat pengobatan
 Pasien dengan sirosis untuk HE minimal harus dinilai oleh
gastroenterologist /spesialis hati mereka. keahlian yang besar
diperlukan untuk membuat diagnosis HE minimal dan diagnosis
ditentukan dari tes yang digunakan. Selain itu, tidak ada terapi dengan
persetujuan khusus untuk pengobatannya. Diagnosis dan pengelolaan
HE minimal harus tetap menjadi tanggung jawab spesialis hati.

 Meskipun pengobatan untuk HE minimal telah terbukti meningkatkan


skor tes kognitif dan kualitas hidup, namun, mungkin belum
dikonfirmasi tentang manfaat hasil klinis dalam hal mengurangi
episode HE yang jelas atau lainnya. Akibatnya, tidak ada kesepakatan
atas strategi pengobatan yang potensial, termasuk durasi terapi
optimal.
 Pertimbangan harus diberikan untuk pengobatan pasien dengan HE
minimal.

 Semua pasien dengan diagnosis HE minimal harus diobati.

 Jika diagnosis minimal HE telah dibuat,wajar untuk


mempertimbangkan pengobatan, menerima peringatan tentang
ketidak pastian seputar titik akhir pengobatan dan kurangnya terapi
berlisensi. keputusan seperti itu harus diambil dalam konsultasi
dengan spesialis penyakit hati.
DISKUSI

 Baru-baru ini diterbitkan pedoman dari EASL / AASLD yang menyediakan


kerangka kerja untuk diagnosis dan penanganan pasien dengan HE 1

 Namun, mungkin untuk semua penyedia layanan kesehatan yang memiliki


pasien dengan sirosis untuk mengidentifikasi gangguan kognitif dan menyadari
HE dalam hal dampak pada Pasien.

 Untuk penyedia layanan kesehatan yang tidak memiliki tanggung jawab untuk
manajemen primer pasien dengan sirosis, itu adalah wajar Itu pasien yang
diduga HE yang dimaksud dengan pencernaan mereka atau spesialis hati

 Maka itu adalah tanggung jawab dari penyedia utama (pencernaan atau
spesialis hati) untuk memastikan bahwa penilaian klinis yang tepat dilakukan
untuk membuat diagnosis yang jelas HE.
 Penggunaan tes psikometri dan neurofisiologis sangat penting untuk
mengidentifikasi identitas minimal HE

 Sebagai HE peristiwa dekompensasi, bisa menjadi semacam diskusi


yang bermanfaat untuk memungkinkan pertimbangan yang cepat
Apakah pasien harus dievaluasi untuk transplantasi hati.

 Terapi khusus untuk HE selama episode termasuk perawatan suportif


 Lini pertama pilihan adalah disakarida nonabsorbable atau antibiotik
jangka pendek 1

 Semua pasien pulih dari episode akut terbuka HE juga harus menerima
profilaksis sekunder untuk mengurangi risiko kekambuhan

 Kami merekomendasikan bahwa kesimpulan dan rekomendasi kami


dipertimbangkan lebih lanjut oleh rekan-rekan kami di
gastroenterologi dan hepatologi dan orang-orang dalam disiplin lain
dan berharap bahwa rekomendasi ini membantu dalam pengembangan
pedoman lintas khusus regional/nasional

Potrebbero piacerti anche