Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
kerjasama
internasional
Disampaikan Oleh:
Mayjen TNI (Mar/Pur) Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Bus. MA.
Pada Tgl. 4 DESEMBER 2017
Di Universitas Pertahanan
LINGKUP PEMBAHASAN
1. Pengertian Umum Kerjasama Internasional
2. Perserikatan Bangsa-Bangsa
3. Kerjasama Pertahanan Indonesia
4. ASEAN Political and Security Community
5. Kerjasama Bilateral Indonesia
6. Industri Pertahanan Indonesia
REFERENCES
• Zartman, I. W., dan Saadia Touval (Eds). 2010. International Cooperation:
The Extents and Limits of Multilateralism. Cambridge University Press.
• Kemhan. Buku Putih Pertahanan Negara Indonesia.
• Amitav Acharya, 2001, Constructing a Security Community in Southeast
Asia: ASEAN and the Problem of Regional Order, Routledge, London.
• Purnomo Yusgiantoro, 2014, Ekonomi Pertahanan, Teori dan Praktik,
Gramedia, Jakarta.
• Makmur Supriyatno, 2014, Tentang Ilmu Pertahanan, Dapur Buku, Jakarta.
• Iis Gindarsah, Politics, Security and Defence in Indonesia: Interactions and
Interdependencies, National Security College Issue Brief, No 4 May 2014.
PENGERTIAN UMUM KERSIN BID HAN
DEFINITION
Cooperation: a situation where parties agree to work together to
produce new gains for each of the participants unavailable to them
by unilateral action, at some cost.
Elements: working together, agreement to do so (not just
coincidence), cost, and new gains for all parties.
Webster’s: “Cooperation is an association of parties for their
common benefit; collective action in pursuit of common well-
being.”
Gains: not only material gains, but also perception of progress
toward goals, such as improved security, status, or freedom of
action for oneself and the imposition of constraints on other actors,
and so on.
POLICY OPTIONS
MULTILATERALISM
UNILATERALISM ISOLATIONALISM
Isolationism
Isolationism is a foreign policy role that amounts to reduced
participation in the international system. Isolationism is measured
against the degree of involvement in world politics that would normally
be associated with a state at a given level of power.
Motivations of isolationism in world politics:
1) Tiny and vulnerable.
2) Singular focus on commerce.
3) Inward-looking because of a focus on economic or political
development.
4) Unpopularity of governing regime.
5) Convulsed (gaduh) by civil war or revolution.
6) Strategic withdrawal.
Multilateralism
• Multilateralism is the strategic propensity (kecenderungan) to rely on the
actions of multiple participants rather than on the actions of a single state.
• Decision making is shared, presumably (kalau mungkin). Because the outcome
is shaped by the decision inputs of multiple actors, the agreement may be more
broadly acceptable to the international community.
• John Ruggie: multilateralism consists of (i) the principle of collective security
that an attack on one member of a coalition is an attack on all members
(indivisibility/keutuhan); (ii) the principle that members are “equal before the
law” and will be treated equally (nondiscrimination); and (iii) the principle that
members take the long view rather than the short-term view, or that the
average is more important than the marginal decision, or that they look at all
the bargains on balance, not just separate bargains with each individual
member (diffuse/tersebar reciprocity).
Unilateralism
• It is a doctrine or agenda that supports one-sided action.
Such action may be in disregard for other parties, or as an
expression of a commitment toward a direction which
other parties may find agreeable.
• Unilateralism may be preferred in those instances when it's
assumed to be the most efficient, i.e., in issues that can be
solved without cooperation.
Values
Domestic International
Environment Environment
National
Interest
National Policy
FRAMEWORK FOR
ANALYZING DEFENCE
National
COOPERATION POLICY Strategy
National
Security System
Economic Diplomatic
Defence Policy
Policy Policy
Cooperation or
Not cooperation
ARTI DARI KERJASAMA PERTAHANAN
Norms Effects
Legal-rational Regulatory
Norms Effects
Security
Socialisation
Communities
Socio-cultural Constitutive
Norms Effects
ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY (APSC)
The APSC shall aim to ensure that countries in the region live at
peace with one another and with the world in a just, democratic
and harmonious environment.
The members of the Community pledge to rely exclusively on
peaceful processes in the settlement of intra-regional differences
and regard their security as fundamentally linked to one another
and bound by geographic location, common vision and objectives.
It has the following components: political development; shaping
and sharing of norms; conflict prevention; conflict resolution;
post-conflict peace building; and implementing mechanisms.
KEY CHARACTERISTICS OF APSC
1 Brunei MoU Menhan, 10 April Pertukaran personel dan informasi, industri pertahanan, ilmu
Darussalam 2003 pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan latihan, dan
kerjasama pelatihan militer.
3 India Agreement Menhan, 10 Januari Produksi dan industri pertahanan, ilmu pengetahuan dan
2001 teknologi, pendidikan dan latihan, danpelatihan militer.
4 Afrika Selatan MoU Menlu, 17 Maret Pertukaran informasi, saling kunjung, petukaran data ilmiah
2008 dan teknologi, dan industri pertahanan.
5 Ceko Agreement Sekjen Kemhan, 21 Pertukaran informasi, pendidikan dan latihan, ilmu
Nopember 2006 pengetahuan dan teknologi, industri pertahanan, dan intelijen.
6 China Agreement Menhan, 7 Nopember Pertukaran informasi, pendidikan dan latihan, ilmu
2007 pengetahuan dan teknologi, industri pertahanan,
dan pelatihan militer.
7 Italia MoU Menhankam, 18 Peralatan pertahanan, logistik, industri
Februari 1997 pertahanan, dan pertukaran informasi.
8 Malaysia Security Arrangement Panglima TNI, Kerjasama dalam pengamanan perbatasan kedua
3 Desember 1984 negara.
9 Papua Nugini Agreement Menhan, 12 Maret Dialog dan konsultasi, pendidikan dan latihan,
2010 pertukaran intelijen, logistik, dan operasi militer
bersama di perbatasan.
10 Pakistan Agreement Menhan, 21 Juli 2010 Dialog dan konsultasi,pertukaran informasi, ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan pelatihan militer.
11 Polandia Agreement Menhan, 6 Juni 2006 Pertukaran informasi, SAR, pelatihan militer,
industri pertahanan, dan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
12 Rusia MoU Mensesneg, 21 April Pengadaan peralatan militer, pendidikan dan
2003 pelatihan, dan industri pertahanan.
13 Turki Agreement Menhan, 29 Juni 2010 Industri pertahanan, pendidikan dan pelatihan di
bidang peralatan, pertukaran informasi di bidang
peralatan militer.
14 Amerika Serikat Framework Dirjen Strahan Dialog dan konsultasi, pendidikan dan latihan militer,
Arrangement Kemhan, 10 Juni 2010 keamanan maritim, logistik militer.
15 Australia Agreement Menlu, 13 Nopember Dialog dan konsultasi, pendidikan dan latihan militer,
2006 keamanan maritim, logistik militer.
16 Korea Selatan MoU Sekjen Kemhan, 15 Kegiatan bersama dalam produksi pesawat tempur KF-
Juli 2010 X.
17 Vietnam MoU Menhan, 27 Oktober Saling kunjung, konsultasi, kerjasama militer,
2010 pendidikan dan latihan, pertukaran intelijen, dan
industri pertahanan.
PERALATAN UTAMA TNI HASIL PENGADAAN LN
KRI Cakra type 209
AH-64 Apache
Tank BMP 3 F Roket Multilaras RM 70 Grad
Tank Leopard
INDUSTRI PERTAHANAN
Industri Pertahanan adalah industri nasional yang terdiri atas badan usaha
milik negara dan badan usaha milik swasta
KKIP: komite yang mewakili Pemerintah untuk mengoordinasikan jak nas
dlm can, perumusan, laks, dal, sinkronisasi, dan evaluasi Indahan.
Ketua: Presiden; Ketua Harian: Han; Wakil: BUMN; Anggota: beberapa
menteri, Pang TNI, Kapolri.
Pemerintah memberikan perlindungan dalam perluasan usaha dan
peningkatan kapasitas produksi Industri Pertahanan.
Perlindungan Pemerintah: insentif fiskal, termasuk pembebasan bea
masuk dan pajak, jaminan, pendanaan, dan/atau pembiayaan Indahan.
UU NO 16/2012 ttg Industri Han (Lanj)
Pemerintah menetapkan kerangka pembiayaan jangka panjang
untuk Indahan milik negara melalui APBN.
Pemerintah dapat menyediakan fasilitas pinjaman DN atau
memberikan jaminan pinjaman kepada pihak lain untuk penjualan
produk Indahan.
Pemerintah memberikan jaminan kepada perbankan dan lembaga
keuangan lain yang mendukung pembiayaan pengembangan dan
pemanfaatan Indahan.
Ketentuan pidana: membocorkan informasi rahasia, memproduksi
Alpal Hankam tanpa ijin, menjual/membeli Alpal Hankam tanpa ijin,
UU NO 16/2012 ttg INDUSTRI HAN (cont)
Pengguna wajib menggunakan Alpal Hankam produksi dalam
negeri.
Apabila belum dapat dipenuhi: Pengguna dan Indahan dapat
mengusulkan kepada KKIP unt
Pengadaan Alpal Hankam LN:
Belum atau tidak bisa dibuat di DN;
Mengikutsertakan Indahan;
Adanya alih teknologi;
Jaminan tidak adanya potensi embargo dan kondisionalitas politik
Adanya imbal dagang.
ALUTSISTA YANG INGIN DIKUASAI INDAHAN INDONESIA