Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
TES RINNE
Prinsip : membandingkan AC dan BC sesisi
Cara: 1. Tangkai GTdi procesus mastoideus
tidak dengar lagi pindahkan GT
di depan aurikula (tes AC)
2. Dibalik
Evaluasi : AC > BCRinne (+) N/SNHL
AC < BCRinne (-) CHL
2. TES SCHWABACH
db
110
Hz
125 16000
Pencatatan yang disepakati sebagai berikut :
1. Kanan Kiri
AC Unmasked o x
Masked
BC Unmasked < >
Maked
2. Bila memakai warna : Kanan merah
Kiri Biru
3. Untuk grafik :
AC : simbol-simbol NA AC dihubungkan dgn
garis tak putus
BC : garis putus-putus
Interpretasi audiogram nada murni:
1. Derajat HL/KP :
Yakni "Pure tone average" (PTA) dari ''AC
test" 500,1000 & 2000 Hz.
2. Macam/tipe HL/KP :
Dari hubungan grafik AC & BC (AB Gap)
3. Pola/Konfigurasi HL/KP :
Dari grafik AC seluruh frekuensi.
BEBERAPA CATATAN:
1. HL/KP disebut :
a. Ringan bila PTA : 20-40 dB
b. Sedang bila PTA : 40-60 dB
c. Berat bila PTA : 60-80 dB.
d. Berat sekali bila PTA : > 80 dB.
CHL maksimal 60-70 dB (s/d derajat sedang)
SNHL bisa dari ringan s/d berat sekali).
2. Bila:
BC N & tidak ada "AB GAP" normal
BC N & ada "AB GAP" (> 10-15 dB) -> CHL
BC turun & AC turun, tidak ada "AB GAP" SNHL
BC turun & AC turun, ada "AB GAP" MHL
NOTE : NA BC selalu sama/lebih balk daripada NA AC.
3. Jenis penyakit / kelainan tertentu memiliki
pola/konfigurasi grafik nada murni yang khas,
contoh :
1. Penyakit Meniere.
2. Presbikusis
3. Ototoksisitas
4. Trauma akustik
5. Neuroma akustik
6. "Noice induced"
6
1 2 3 4 5
Kelemahan audiometri nada murni :
(dibandingkan audiometri tutur)
1. Rangsangan adalah buatan, tidak alami ->
kurang meng-gambarkan keadaan sebenarnya.
2. Sering kurang valid, karena faktor teknik dan
psikologik.
3. Tidak dapat membedakan HL/SNHL koklear &
retrokoklear.
Audiometri nada murni VS tes garputala :
Audiometri nada murni dapat menentukan derajat
KP dan pola KP tes garputala tidak.
"SPEECH AUDIOMETRY" ( AUDIOMETRI TUTUR)
Adalah audiometri yang stimulusnya berupa tutur
(kata-kata), bisa berupa "five voice" atau "recorded
voiced . Penderita disuruh menirukan atau
menulis.
Audiometri meliputi 2 pengukuran
1. Pengukuran sensitivitas (nilai ambang ) tutur =
Speech Reception Threshold (SRT)"="Special
Threshold" (ST).
2. Pengukuran skor diskriminasi/pemahaman tutur
(SDT) = "Speech Discrimination Score (SDS)"=
"Speech Intelligibility Score" (SIS).
Ad,1. Pengukuran nilai ambang tutur
(NAT)= SRT =ST :
Tujuan : menentukan derajat KP.
Sasaran : menentukan/mencari "hearing
level" dimana penderita dapat mengulang
secara benar 50% dari kata-2 tes
Cara : rangsang berupa kata-kata 2 suku
(spondaik) yang telah dibakukan, disuruh
menirukan penderita. Pada level Penderita
bisa benar 50 % adalah SRT
Ad.2 Pengukuran SDT=SDS=SIS :
Ada 2 cara :
1. Cara baku / konvensional:
Hanya mencari SDS maksimum.
Yaitu dengan memberikan rangsangan pada satu
intensitas saja (+ 40 db di atas SRT).
2. Mencari SDS untuk berbagai intensitas, sehingga akan
diperoleh suatu grafik, yang dapat membedakan SNHL
koklear & retrokoklear oleh tidak ada atau adanya "roll
over phenomen".
Tujuan : 1. Menetapkan CHL/SNHL.
2. Menetapkan SNHL koklear / retrokoklear
Sasaran : 1. Mencari SDS Max.
2. Mencari ada/tidak "roll over phenomen".
Cara praktis dalam audiometri tutur :
1. Paparkan rangsang (kata-kata) pada berbagai
intensitas dimulai dari rendah sampai tinggi (keras).
2. Catat pada audiogram tutur.
AUDIOGRAM TUTUR
A: normal
B: CHL
C: SNHL koklear
x:SNHL retrokoklear
/ "rollover phenomen
0 db Intensitas 110 db
Kunci interpretasi membaca audiogram tutur adalah :
1.SRT
2. SDS Max.
3. + / - rollover phenomen