Sei sulla pagina 1di 23

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN AUDITOR, BESARNYA KAP DAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP KEPUASAN KERJA AUDITOR DAN

IMPLIKASINYA PADA KUALITAS AUDIT (Survei pada KAP di Jakarta) Ida Rosnidah Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon ABSTRACT Job satisfaction has much more been talked because job satisfaction has enough influence directly as well as indirectly to orgaization productivity. At the present auditor job satisfaction is not yet as it is expected. This can be seen from auditor job satisfaction highly turn over phenomenon . This auditor job dissatisfaction is subject to be the cause of audit firm performance degradation indicated by, among others, the degradation of audit quality done by audit firm. The aim of this research are to analyze : 1) the relation between auditor formal education level, audit firm size, and the use of information technology, 2) the influence of auditor formal education level, audit firm size, and the use of information technology either simultenously and partially to auditor job satisfaction, 3) the influence of auditor formal education level, audit firm size, the use of information technology, and auditor job satisfaction either simultenously and partially to audit quality. The method used in this research is basic research with testing of hypothesis through path analysis. The results of this research show that : 1) there is a positive significant relation between auditor formal education level and audit firm size with the use of information techonolgy, 2) auditor formal education level, audit firm size, and the use of information technology influence significantly positive to auditor job satisfaction, 3) auditor formal education level, audit firm size, the use of information technology, and auditor job satisfaction influence significantly positive to audit quality. Keywords : auditor formal education level, audit firm size, the use of

information technology, auditor job satisfaction, and audit quality PENDAHULUAN Dewasa ini masalah kepuasan kerja semakin sering dibicarakan, karena kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketidakpuasan merupakan titik awal dari masalah-masalah yang muncul dalam organisasi seperti : kemangkiran, konflik manajer-pekerja, turn-over, dan banyak masalah lainnya yang menyebabkan terganggunya proses pencapaian tujuan organisasi (Suryana Sumantri, 2001). Para peneliti tentang kepuasan kerja (Robbins, 2003) mendapatkan banyak sekali dampak kepuasan kerja terhadap produktivitas, kemangkiran dan keluar masuknya (turn over) karyawan. Ketika kepuasan dan data produktivitas dikumpulkan untuk organisasi secara keseluruhan, ditemukan bahwa organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif daripada organisasi dengan karyawan yang kurang puas. Menurut Robbin (2003:91) Kepuasan kerja (Job satisfaction) adalah sikap umum seorang individu terhadap pekerjaan. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya. Sementara seseorang yang tidak puas terhadap pekerjaannya akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya. Pada saat ini kepuasan kerja auditor belum seperti yang diharapkan, hal ini terlihat dari fenomena tingkat turn over auditor yang tinggi. Ketidakpuasan kerja auditor ini diduga mengakibatkan menurunnya kinerja Kantor Akuntan Publik (KAP)

yang tercermin salah satunya dengan menurunnya kualiatas audit yang dilakukan oleh akuntan publik. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan yang telah diaudit mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dilakukannya. Namun terjadinya banyak skandal yang melibatkan akuntan publik baik di luar negeri maupun di dalam negeri mengakibatkan kualitas audit dipertanyakan. Untuk menjadi seorang auditor diperlukan pendidikan formal bidang akuntansi. Namun apakah tingkat pendidikan ini berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja auditor dan adakah implikasinya terhadap kualitas audit, sepengetahuan penulis belum pernah diteliti sebelumnya sehingga penulis tertarik untuk meneliti masalah ini. Menurut Guy, Alderman dan Winters yang dialihbahasakan oleh Sugiyarto dkk (2002 : 20), kantor akuntan biasanya diklasifikasikan ke dalam 4 kategori : kantor akuntan internasional, kantor akuntan nasional, kantor akuntan regional dan kantor akuntan lokal. Hasil penelitian yang dilakukan Chuntao Li, Song dan Wong (2005) menyimpulkan adanya hubungan antara besarnya KAP dengan kualitas audit di Cina. Hal ini sangat menarik untuk diteliti, apakah di Indonesia besarnya KAP juga berpengaruh terhadap kualitas audit? Perkembangan teknologi informasi telah sedemikian maju dan sangat cepat. Teknologi informasi membawa pengaruh yang cukup signifikan pada berbagai sektor kehidupan, terutama pada bidang bisnis dan organisasi termasuk pada kantor akuntan publik (KAP). Terdapat bukti bahwa perusahaan yang tidak menggunakan IT,

khususnya penggunaan website atau proses yang on line akan mengalami kerugian yang besar dalam berkompetisi (Dennis, 1997 dalam Halim, 2004). Adapun motivasi KAP untuk mengadopsi IT (Manson et. al, 2001 :109) adalah : 1) Meningkatkan efisiensi pekerjaan dalam rangka menghadapi persaingan untuk mendapatkan klien. 2) Adanya fenomena bahwa KAP merekrut lulusan sarjana yang belum berpengalaman, dan ancaman litigasi yang memaksa KAP untuk meningkatkan kualitas. Sehingga hal di atas dapat diatasi dengan mengadopsi IT, karena IT mampu meningkatkan kualitas kerja audit dan meningkatkan produktivitas kerja auditor. Apakah benar penggunaan teknologi informasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja auditor dan kualitas audit , hal ini perlu diteliti sehingga penulis tertarik untuk menelitinya. Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian, dapat dirumuskan masalahmasalah sebagai berikut : 1). Seberapa besar hubungan tingkat pendidikan auditor, besarnya KAP, dan Penggunaan Teknologi Informasi.2) Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan auditor, besarnya KAP dan penggunaan teknologi informasi terhadap tingkat kepuasan kerja auditor secara parsial maupun simultan . 3) Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan auditor, besarnya KAP dan penggunaan teknologi informasi serta tingkat kepuasan kerja auditor terhadap kualitas audit secara parsial maupun simultan.

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Tingkat Pendidikan Auditor Seorang auditor harus memiliki tingkat pendidikan minimal D3 jurusan akuntansi, sedangkan untuk mendapat gelar akuntan, mulai tahun 2003, seseorang harus menyelesaikan pendidikan tingkat S1 pada fakultas ekonomi jurusan akuntansi serta harus mengikuti Pendidikan Profesi Akuntan (PPA). Selanjutnya untuk memperoleh izin praktek sebagai akuntan publik, harus lulus ujian sertifikasi akuntan publik (USAP) yang diselenggarakan atas kerja sama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dengan departemen keuangan. Besarnya Kantor Akuntan Publik (KAP) Arens, Elder and Beasley (2006:26) mengkategorikan 4 ukuran kantor akuntan publik, yaitu : The big four international firms, national firms, regional and large local firms, and small local firms. Empat besar KAP internasional adalah Deloitte & Touche, Ernst & Young, PricewaterhouseCoopers dan KPMG. Sebutan empat besar didasarkan dari jumlah net revenue yang mencapai milyaran dollar, ribuan jumlah partners, dan puluhan ribu jumlah tenaga profesional dengan kantor-kantor yang tersebar di seluruh Amerika Serikat dan seluruh dunia. KAP yang termasuk kategori KAP nasional adalah KAP yang memiliki cabang-cabang di hampir seluruh kota besar pada suatu negara. KAP regional memiliki pekerja profesional lebih dari 50 orang. Sedangkan KAP lokal hanya memiliki 1 kantor dengan tenaga profesional kurang dari 25 orang.

Penggunaan Teknologi Informasi SPAP no.57 (SA seksi 335, 1994, paragraf 06) menyebutkan sifat pengolahan data elektronik yang perlu diperhatikan oleh auditor dalam perencanaan auditnya berupa: sistem batch, sistem real time dan sistem online. Sifat dan desain sistem informasi berbasis komputer dapat juga digolongkan menjadi rancangan sistem berbasis komputer sebagai berikut: batch input/batch processing, online input/batch processing, dan online input/real time processing (Watne & Turney, 1990:46 dalam Halim, 2004:81). Perkembangan teknologi informasi akan mempengaruhi peran auditor dengan tuntutan yang semakin tinggi. Audit trail yang sebelumnya dapat dilihat dalam sebuah dokumen tidak lagi dapat dijumpai dalam sistem komputerisasi yang paperless. Untuk mengatasi hal tersebut dikembangkan berbagai pendekatan antara lain pendekatan audit arround the computer, audit through the computer, dan audit with the computer. Pendekatan audit arround the computer menganggap proses sebagai black box yang tidak perlu diperhatikan, proses audit cukup dilakukan dengan melihat input dan output yang dihasilkan dari sistem informasi tersebut. Pendekatan audit through the computer tidak lagi menganggap proses sebagai black box dan harus tetap dilakukan verifikasi atas proses tersebut. Sedangkan pendekatan audit with the computer adalah penggunaan teknologi, khususnya teknologi software dalam membantu melaksanakan

proses auditing. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling populer saat ini (Halim, 2004:210-212). Kepuasan Kerja Beberapa ahli memberikan definisi mengenai kepuasan kerja, yaitu Davis dan Newstroom (1985) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai seperangkat perasaan senang atau tidak senang yang dirasakan oleh pekerja mengenai pekerjaannya. Para ahli lainnya merumuskan kepuasan kerja sebagai suatu sikap. Baron (1986) kepuasan kerja merupakan sikap positif dan negatif yang dimiliki oleh individu terhadap pekerjaannya. Menurut Locke (1976) kepuasan kerja merupakan kondisi emosional yang menyenangkan atau positif sebagai akibat dari penilaian terhadap pekerjaan atau pengalaman pekerjaan seseorang. Menurut Osborn (1982) kepuasan kerja adalah derajat perasaan yang positif maupun yang negatif dari seseorang mengenai berbagai segi tugas-tugas pekerjaan, tatanan kerja dan hubungan pekerja dengan yang lain. Menurut Wexley & Yukl (1997) kepuasan kerja adalah perasaan-perasaan pekerja mengenai pekerjaannya. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep kepuasan kerja adalah suatu respons emosional terhadap situasi pekerjaan tertentu dan hanya dapat dipahami sepenuhnya melalui introspeksi. Konsep kedua dari kepuasan kerja adalah hasil dari yang diharapkan seseorang dari pekerjaannya dibandingkan dengan berapa banyak kenyataan yang dia peroleh (kesenjangan/discrepancy). Menurut Wexley & Yukl dalam Suryana Sumantri (2001:84-91) cara yang terbaik untuk menjelaskan bagaimana sikap kerja ditentukan adalah dengan memakai

interaction model, yaitu kepuasan kerja seseorang bergantung pada karakteristik situasi pekerjaan dan karakteristik pekerjaannya. Persepsi seseorang tentang apa yang seharusnya diterima dari pekerjaan akan ditentukan oleh karakteristik karyawan dan variabel-variabel situasional, sedangkan persepsi tentang apa yang sekarang diterima dari pekerjaan akan sangat ditentukan oleh kondisi-kondisi pekerjaan. Tiga macam karakteristik pekerja yang mempengaruhi persepsi tentang yang seharusnya diterima adalah : needs (kebutuhan-kebutuhan), values (nilai-nilai), dan personality traits (pilihan seseorang terhadap pekerjaannya). Selain karakteristik pekerja terdapat juga tiga aspek situasi pekerjaan yang mempengaruhi persepsi yang seharusnya diterima, yaitu : 1) Social Comparison with Other Employee Pekerja akan membandingkan outcomes yang diterimanya dengan apa yang diterima oleh pekerja lainnya dalam suatu pekerjaan yang serupa. Pekerja juga akan memperhitungkan inputs yang diberikannya dengan input yang dikeluarkan oleh pekerja lain. 2) Previous Job Characteristics Persepsi pekerja tentang yang seharusnya diterima juga dipengaruhi oleh persepsinya tentang apa yang ia peroleh pada pekerjaan sebelumnya. Kondisi sebelumnya ini penting, dalam arti, akan turut menentukan harapan minimum dari pekerjaan yang sekarang. Tidak seorangpun menginginkan gaji yang lebih rendah dibandingkan dengan yang diterimanya dahulu untuk jenis pekerjaan yang sama. 3) Reference Group

Merupakan

tempat

dimana

seseorang

mencari

bimbingan

dalam

menginterpretasikan dan menilai pengalaman-pengalaman pribadi. Harapan dan aspirasi seseorang terhadap pekerjaannya akan dipengaruhi oleh konsepsi reference group tentang pekerjaan dan kondisi kerja apa yang cocok untuknya. Pekerja akan lebih puas apabila pekerjaannya didukung oleh reference group. Secara umum terdapat tiga teori yang membicarakan tentang kepuasan kerja, yaitu Discrepancy Theory, Equity Theory, dan Two Factor Theory (Wexley & Yukl, 1997). 1) Discrepancy Theory Menurut Wexley & Yukl, teori ini pertama kali dikemukakan oleh Porter (1961) yang mengukur kepuasan kerja dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya ada dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian Locke (1969), menerangkan bahwa kepuasan kerja dicapai jika tidak terdapat perbedaan atau kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan kenyataan yang dipersepsi. Semakin jauh kenyataan yang dirasakan dari standar minimum, maka akan semakin besar pula ketidakpuasan pekerja terhadap pekerjaannya. Kemudian, berdasarkan penelitian dari Wanous dan Lawler (Wexly & Yukl, 1997) menyatakan bahwa sikap pekerja terhadap pekerjaannya tergantung pada bagaimana kesenjangan tersebut dipersepsi oleh pekerja. 2) Equity Theory Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung dari apakah ia merasakan adanya keadilan, kesepadanan (equity) atau

tidak, terhadap situasi tertentu. Perasaan equity dan inequity terhadap suatu situasi diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun di tempat lain pada tingkat hierarki yang sama (Wexley & Yukl, 1997). Komponen-komponen utama dari teori ini adalah : (1) Inputs (masukan) yaitu segala sesuatu yang berharga dan dirasakan pekerja akan membantu pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, keterampilan, jumlah usaha yang dikerahkan, jumlah jam kerja, dan perlengkapan yang digunakan dalam bekerja. (2) Outcomes (hasil), yaitu segala sesuatu yang berharga dan dirasakan oleh pekerja sebagai hasil dari pekerjaannya, seperti upah, tunjangan (fasilitas perusahaan), status simbol, pengakuan, dan kesempatan berprestasi atau menyatakan diri. (3) Comparison Persons, yaitu orang lain sebagai pembanding. Comparison person ini dapat berupa seseorang di perusahaan yang sama atau di tempat lain, atau bisa juga dengan dirinya sendiri pada waktu yang lampau. (4) Equity-inequity, menurut teori ini setiap pekerja akan membandingkan ratio (perimbangan) antara inputs dengan outcomes dirinya dengan inputs dan outcomes orang lain Apabila perbandingan tersebut dirasakan tidak seimbang, tetapi menguntungkan, maka kondisi itu dapat menimbulkan kepuasan, bisa juga tidak (merasa bersalah atau malu). Tetapi apabila perbandingan tersebut dirasakan tidak seimbang dan merugikan, maka akan menimbulkan ketidakpuasan kerja, keadaan ini akan mendorong pekerja untuk mencapai

10

keadaan equity. Berbagai cara dapat dilakukan pekerja untuk mencapai keadaan equity, yaitu : a) Meningkatkan atau menurunkan personal inputs, terutama dalam

berusaha. b) Membujuk comparison person yang digunakan sebagai

pembanding untuk meningkatkan atau menurunkan personal inputs. c) Membujuk perusahaan untuk mengubah personal outcomes

pekerja atau comparison person. d) Secara psikologis mengubah personal inputs dan personal

outcomes. e) Secara psikologis mengubah personal inputs dan/atau outcomes

pada comparison persons. f) g) Memilih comparison persons yang lain. Keluar dari perusahaan/pekerjaannya.

Teori equity ini memberikan prediksi bahwa seorang pekerja akan lebih mungkin untuk melakukan perubahan terhadap masukan usaha, dibandingkan reaksi lainnya terhadap inequity. Misalnya, seorang pekerja menerima upah lebih rendah, maka ia akan mengurangi masukan usahanya, apakah dengan menurunkan kualitas atau kuantitas kinerjanya. Sebaliknya jika seorang pekerja menerima upah lebih besar, maka untuk mencapai keadaan equity ia akan meningkatkan masukan usahanya. 3) Two-factors Theory

11

Teori ini dikembangkan dan dikemukakan oleh Frederick Herzberg (Wexley & Yukl, 1997). Teori Herzberg ini sebagian besar didasarkan pada rumusan hierarki kebutuhan dari Maslow. Kualitas Audit Kualitas audit menurut De Angelo (1981) sebagai probabilitas auditor mampu mengungkapkan dan melaporkan suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi klien. Dalam standar pekerjaan lapangan audit keuangan (SPAP, 2001) menyebutkan bahwa auditor bertanggung jawab untuk sedemikian rupa mewaspadai karakteristik dan jenis ketidakberesan material yang potensial, berkaitan dengan bidang yang diaudit, sehingga auditor dapat merencanakan auditnya untuk memberikan kepastian yang memadai dalam mendeteksi ketidakberesan material tersebut. Kualitas audit sulit diukur secara obyektif, sehingga para peneliti menggunakan berbagai dimensi kualitas audit. Kerangka Pemikiran

Tingkat Pendidikan Auditor

Tingkat Kepuasan Kerja Auditor

Besarnya Kantor Akuntan Publik (KAP)

Penggunaan Teknologi Informasi

Kualitas Audit

12

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini memperlihatkan adanya pengaruh tingkat pendidikan auditor, besarnya KAP, penggunaan teknologi informasi terhadap tingkat kepuasan kerja auditor dan implikasinya pada kualitas audit. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran, rumusan hipotesis disusun sebagai berikut : Hipotesis 1 Tingkat pendidikan auditor, besarnya KAP, dan penggunaan teknologi informasi saling berhubungan satu sama lain . Hipotesis 2 Tingkat pendidikan auditor, besarnya KAP, dan penggunaan teknologi informasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja auditor baik secara parsial maupun simultan. Hipotesis 3 Tingkat pendidikan auditor, besarnya KAP, dan penggunaan teknologi informasi serta kepuasan kerja auditor berpengaruh terhadap kualitas audit baik secara parsial maupun simultan . METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah basic / fundamental research (Sekaran , 2003:8). Basic research memiliki tujuan utama

13

untuk menghasilkan lebih banyak pengetahuan dan pemahaman terhadap fenomena yang menarik dan membangun teori-teori berdasarkan hasil penelitian.

Populasi dan Teknik Penarikan Sampel Berdasarkan direktori IAI-KAP tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Institut Akuntan Publik IAI, jumlah KAP di Jakarta adalah 272, dengan jumlah anggota KAP sebanyak 653 auditor . Penarikan sampel dilakukan dengan teknik probability yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk terpilih. Teknik penarikan sampel yang dipakai adalah random sampling. Dalam teknik ini, penarikan sampel dilakukan secara acak. Jumlah sampel minimal ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2005:78), yaitu :
n= N 1 + N .( e) 2

di mana : n N e = ukuran sampel = populasi = derajat kesalahan yang masih dalam batas toleransi diambil 10%.

Berdasarkan rumus Slovin tersebut, maka jumlah sampel minimal untuk auditor KAP di Jakarta dihitung sebagai berikut :
n= 653 1 + 653 .( 0,10 ) 2

= 87

Teknik Pengumpulan Data

14

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui pengiriman kuesioner dengan surat, email dan mendatangi langsung responden. auditor KAP di Jakarta. Oleh karena Sedangkan responden adalah data dilakukan dengan

pengumpulan

menggunakan kuesioner, perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis jalur (path Analysis). Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik dari populasi yang terjaring sedangkan analisis jalur digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal yang kompleks yang melibatkan banyak variabel.. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Unit Observasi Unit observasi dari penelitian ini adalah auditor KAP di Jakarta dengan jumlah sampel 110. Responden adalah pemimpin rekan atau rekan atau auditor KAP. Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik responden adalah : berdasarkan kerja sebagian besar responden masa

baru memiliki masa kerja kurang dari 3 tahun,

disusul kemudian responden yang memiliki masa kerja antara 3 5 tahun. Sementara responden yang memiliki masa kerja lebih dari 10 tahun hanya 11,82 persen.Berdasarkan jabatan mayoritas responden sebanyak 1,8% pemimpin dan 1,8% patner. Gambaran Data Hasil Penelitian adalah auditor, yang lainnya

15

Agar lebih mudah dalam menganalisis jawaban responden maka pada analisis deskriptif akan dilakukan kategorisasi terhadap persentase skor tanggapan responden. Penentuan persentase skor tanggapan responden didasarkan pada skor minimum dengan skor maksimum, dimana rentang persentase skor minimum dengan persentase skor maksimum akan dibagi menjadi 5 kategori sesuai dengan jumlah pilihan jawaban pada instrumen penelitian. Prinsip pengklasifikasian persentase skor jawaban responden diadopsi dari Sugiyono (2006) dengan kriteria pengklasifikasian sebagai berikut. Tabel 1 Kriteria Skor Jawaban Responden Berdasarkan Persentase Skor Aktual No Persentase Skor 1 20,00 36,00 2 36,01 52,00 3 52,01 68,00 4 68,01 84,00 5 84,01 100 20% diperoleh dari 1/5 x 100% 100% diperoleh dari 5/5 x 100% Kategori Skor Sangat Rendah/ Tidak Baik Rendah/Kurang Baik Cukup Tinggi/Cukup Baik Tinggi/Baik Sangat tinggi/Sangat Baik

Hasil analisis deskriptif dapat dilihat pada lampiran. Uji Instrumen Penelitian Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner diperoleh hasil valid dan reliabel (terlampir). Hasil Analisis Data Pengujian Hipotesis Pertama

16

Sebagaimana dihipotesiskan

bahwa diantara ketiga variabel bebas terdapat

hubungan, untuk membuktikan hipotesis tersebut maka nilai korelasi diantara ketiga variabel bebas dihitung dan dari hasil pengolahan diperoleh koefisien korelasi diantara ketiga variabel bebas sebagai berikut. X1 X2 X3 X1 1,0000 X2 0,3498 1,0000 X3 0,4368 0,4122 1,0000

Berdasarkan nilai koefisien korelasi diatas dapat dibuktikan bahwa: Antara tingkat pendidikan auditor dengan besarnya kantor akuntan publik terdapat hubungan positif dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,3498, hubungan antara tingkat pendidikan auditor dengan besarnya kantor akuntan publik masuk dalam kategori lemah. Antara tingkat pendidikan auditor dengan penggunaan teknologi informasi terdapat hubungan positif dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,4368, hubungan antara tingkat pendidikan auditor dengan penggunaan teknologi informasi masuk dalam kategori cukup kuat/cukup erat Antara besarnya kantor akuntan publik dengan penggunaan teknologi informasi juga terdapat hubungan positif dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,4122, hubungan antara besarnya kantor akuntan publik dengan penggunaan teknologi informasi masuk dalam kategori cukup kuat/cukuperat.

17

Pengujian Hipotesis Kedua Tabel 2 Besar Pengaruh Masing-Masing Variabel Independen Terhadap Tingkat Kepuasan Kerja Auditor Variabel Bebas X1 X2 X3 Koefisien Pengaruh Pengaruh Tidak Pengaruh Langsung Langsung 0,3094 9,58% 8,55% 0,3486 12,15% 8,85% 0,3535 12,49% 9,86% Total Pengaruh Secara Bersama-sama = Total 18,13% 21,00% 22,35% 61,48%

Secara bersama-sama tingkat pendidikan auditor, besarnya kantor akuntan publik dan penggunaan teknologi informasi mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada tingkat kepuasan kerja sebesar 61,48% dan sisanya sebesar 38,52% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Diantara ketiga variabel bebas, penggunaan teknologi informasi memberikan kontribusi yang paling besar terhadap tingkat kepuasan kerja. Hasil ini konsisten dengan pendapat Manson dalam Halim (2004) bahwa penggunaan teknologi informasi membantu auditor dalam

melaksanakan pekerjaanya sehingga akan meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja auditor.

18

Pengujian Hipotesis Ketiga Tabel 4.3 Besar Pengaruh Masing-Masing Variabel Independen Terhadap Kualitas Audit Variabel Bebas X1 X2 X3 Y Koefisien Pengaruh Pengaruh Tidak Pengaruh Langsung Langsung 0,2065 4,26% 7,69% 0,2034 4,14% 7,62% 0,2107 4,44% 8,43% 0,3719 12,77% 13,46% Total Pengaruh Secara Bersama-sama = Total 11,95% 11,76% 12,87% 26,23% 62,81%

Secara bersama-sama tingkat pendidikan auditor, besarnya kantor akuntan publik, penggunaan teknologi informasi dan tingkat kepuasan kerja mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada kualitas audit sebesar 62,81% dan sisanya sebesar 37,19% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Diantara keempat variabel bebas, tingkat kepuasan kerja memberikan kontribusi yang paling besar terhadap kualitas audit. Hasil ini konsisten dengan pendapat Robbin (2003), seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya. Sementara seseorang yang tidak puas terhadap pekerjaannya akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah : 1. Terdapat hubungan positif signifikan antara tingkat pendidikan auditor, besarnya KAP dengan penggunaan teknologi informasi.

19

2. Terdapat pengaruh positif signifikan tingkat pendidikan auditor, besarnya KAP dan penggunaan teknologi informasi terhadap tingkat kepuasan kerja auditor baik secara parsial maupun simultan. 3. Terdapat pengaruh positif signifikan tingkat pendidikan auditor, besarnya KAP, penggunaan teknologi informasi dan tingkat kepuasan kerja auditor terhadap kualitas audit baik secara parsial maupun simultan. Saran Saran Pengembangan Ilmu 1. Bagi dunia akademis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berharga dalam mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan kepuasan kerja auditor dan kualitas audit. 2. Penelitian ini belum mengungkapkan seluruh variabel yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja auditor dan kualitas audit, maka dalam rangka pengembangan ilmu, bagi peneliti lainnya yang tertarik dengan permasalahan serupa sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah variabel eksogen/independen seperti : auditor firm tenure, auditor profesionalism dan pergantian auditor. Saran Operasional 1. Bagi KAP diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja auditornya dengan meningkatkan pendidikan formal auditornya, selalu menyertakan auditornya dalam pelatihan di bidang akuntansi dan auditing, selalu meningkatkan

20

kemampuan auditornya dalam penggunaan teknologi informasi serta memberikan gaji yang besarnya sama pada jenjang kepangkatan atau beban kerja yang sama. 2. Bagi KAP diharapkan dapat meningkatkan kualitas auditnya dengan

meningkatkan pendidikan formal auditornya, selalu menyertakan auditornya dalam pelatihan di bidang akuntansi dan auditing dan selalu meningkatkan

kemampuan auditornya dalam penggunaan teknologi informasi. 3. Bagi Ikatan Akuntan Indonesia, khususnya Institute Akuntan Publik Indonesia, hasil penelitian ini menemukan bahwa kualitas audit akan meningkat jika auditor KAP merasakan kepuasan kerja yang tinggi yang tercermin dari peningkatan kualifikasi auditor, besarnya KAP dan penggunaan teknologi informasi, untuk itu IAPI harus sering melakukan pelatihan di bidang akuntansi dan auditing dengan pendekatan teknologi informasi berupa software auditing dan lain-lain.

21

DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim. 2004. Auditing dan Sistem Informasi (Isu-isu Dampak Teknologi Informasi). Yogyakarta : Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Arens, Alvin A., Elder, Randal J. & Beasley, Mark S. 2006. Auditing and Assurance Services. New Jersey : Pearson Education, Inc. Badan Pemeriksa Keuangan. 2002. Panduan Manajemen Pemeriksaan. BPK-RI. Chris Barker, Nancy Pistrang & Robert Elliot . 2002. Research Methods in Clinical Psychology. 2nd ed. John Wiley & Sons, LTD Chichester England Dang, Li, Brown, Kevin F., & McCullough, B D. 2004. Assessing Audit Quality: A Value Relevance Perspective. Melalui http://business.ubalt.edu/events/asl-%20GNP_Mtg_Paper%5B1%5D.pdf Duff. 2004. Understanding Audit Quality : The View of Auditors, Auditees and Investors. Melalui http://aaahg.org/AM2005/display.cfm?filename=sub10_1867.pdf&MIMEType= application%2Fpdf Ghosh, Aloke & Moon, Doocheol. 2005. Auditor Tenure and Perceptions of Audit Quality. The Accounting Review 80 (2) : 585-612 Guy, Dan. M, C. Wayne Alderman and Alan J. Winters. 2001. Auditing. Terjemahan Sugiyarto dkk. Jakarta : Erlangga. Imam Ghozali & Fuad. 2005. Structural Equation Modelling : Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan program LISREL 8.54. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta : Salemba Empat. Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik. 2007. Directory 2007.Jakarta. Jogiyanto. 2005. Metodologi Penelitian Bisnis : Salah Kaprah dan Pengalaman. Yogyakarta : BPFE UGM. Kusnendi. 2005. Analisis Jalur Konsep dan Aplikasi dengan Program SPPS dan LISREL 8.. Bandung : Univ.ersitas Pendidikan Indonesia.

22

Li, Chuntao, Song, Frank M. & Wong, Sonia M.L. 2005. Audit Firm Size Effects in Chinas Emerging Audit Market. Melalui http://www.econ.upf.es/docs/papers/downloads/452.pdf Poznanski, Peter J & Blinc, Dennis M. 1997. Using Structural Equation Modeling to Investigate the Causal Ordering of Job Satisfaction and Organizational Commitment among Staff Accountants. Behavioral Research in Accounting. Volume 9. Accounting, Behavior & Organizations Section of The American Accounting Association. Robbins, Stephen P. 2001. Organizational Behavior. New Jersey : Prentice Hall, Inc. ... 2003. Perilaku Organisasi. Terjemahan Tim Index. Jakarta : PT. Index Kelompok Gramedia. Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business. New York : John Wiley & Sons. Sukrisno Agoes. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh KAP. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI. 2005. Pidato Pengukuhan Guru Besar : Peranan Internal Audit Department, Enterprises Risk Management, dan Good Corporate Governance terhadap Pencegahan Fraud dan Implikasinya kepada Peningkatan Mutu Lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat. Sugiyono.2006. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta. Suryana Sumantri. 2001. Perilaku Organisasi. Bandung : Universitas Padjadjaran. Sri Trisnaningsihi &Didik Ardiyanto. 2002. Pengaruh Komitmen terhadap Kepuasan Kerja Auditor : Motivasi sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur). Proceeding Simposium Nasional Akuntansi 5 :468-480.

23

Potrebbero piacerti anche