Sei sulla pagina 1di 9

TEORI PRECEDE PROCEED

PENYAKIT EPIDEMIOLOGI (MERS,


CRIMEAN CONGO, EBOLA & ZIKA)
oleh: ade erfansyah

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia serta
taufik dan hidayah-Nya dapat menyelesaikan tugas makalah precede proceed Penyakit
Epidemiologi dengan baik meskipun tentu banyak kekurangan didalamnya.
Penyakit epidemiologi seperti Ebola, Zika, Mers dan Demam Berdarah Crimean-Congo menjadi
salah satu penyebab utama kematian di dunia. Penyebabnya munculnya penyakit baru (new
emerging disease) dan munculnya kembali penyakit menular yang lama (re-emerging disease)
membuat Indonesia menanggung beban berlebih dalam penanggulangan penyakit (triple burden
disease). Kondisi ini semakin buruk dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat menyebabkan
beberapa penyakit infeksi akut yang berbahaya menyerang manusia.
Sehingga dalam makalah ini saya berharap dapat berguna dalam rangka menambah pengetahuan
serta menunjang keilmuan dalam kesehatan tentang penyakit Epidemiologi (Ebola, Zika, Mers dan
Demam Berdarah Crimean-Congo). Saya juga menyadari di dalam makalah ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap banyak kritik, saran dan
usulan demi perbaikan buku selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya serta dapat bermanfaat bagi
kami sendiri dan orang lain yang membacanya. Saya mohon maaf apabila ada kata-kata yang
kurang berkenan. Ditunggu kritik dan saran yang membangun.

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan global telah dilihat sebagai salah satu masalah yang serius. Pada awalnya,
kesehatan hanya dianggap sebagai domain kebijakan nasional di mana negara memiliki tanggung
jawab penuh untuk menjamin kesehatan rakyatnya. Namun demikian, pada era terkini dunia yang
ditandai dengan semakin meningkatnya interkoneksi antarsektor dan antaraktor, permasalahan
kesehatan semakin menjadi fokus kerja sama internasional. Hal tersebut ditambah dengan
munculnya perubahan lingkungan global yang cepat dalam berbagai bidang (misalnya lingkungan
hidup, demografi, teknologi, ekonomi, dan lain-lain) yang menjadikan isu ini semakin kompleks
dan sulit dikelola.
Selama tiga dekade terakhir telah muncul tidak kurang dari 30 Penyakit Infeksi Emerging (PIE).
Riset ilmiah terhadap 335 penyakit baru yang ditemukan antara tahun 1940 dan 2004
mengindikasikan bahwa negara-negara yang lokasinya berhubungan dengan daratan IndoGangga
dan DAS Mekong menjadi hotspot global kemunculan kasus penyakit infeksi emerging. Penyakit
infeksi emerging adalah penyakit yang muncul dan menyerang suatu populasi untuk pertama
kalinya atau telah ada sebelumnya namun meningkat dengan cepat, baik dalam satu populasi
maupun menyebar ke daerah geografis yang baru. Penyebaran penyakit infeksi emerging dapat
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri dan parasit. Virus nipah, demam berdarah, crieman-congo
dan avian influenza A (H5N1) merupakan contoh penyakit yang telah muncul dan menyerang di
kawasan Asia Tenggara.
Penyakit yang tergolong dalam penyakit infeksi emerging ini sebagian besar (75%) berasal dari
penyakit zoonosis. WHO menyebutkan banyak faktor yang dapat menyebabkan munculnya
penyakit zoonosis antara lain perubahan lingkungan hidup, kondisi demografi manusia dan
hewan, perkembangan pathogen penyakit dan perubahan perilaku manusia, Beberapa peyakit
infeksi emerging yang perlu diamati saat ini antara lain: Poliomeylitis, penyakit virus zika, penyakit
virus ebola, MERS, Flu Burung dan demam kuning.
Dengan meningkatnya perjalanan, perdagangan dan mobilitas penduduk di dunia, penyakit infeksi
emerging dapat dengan mudah bergerak dari suatu populasi ke populasi lainnya dengan
menyeberangi perbatasan internasional. Untuk itu diperlukan upaya kesiapsiagaan, kewaspadaan
dini dan respon dalam menghadapi penyakit infeksi emerging baik di pintu masuk maupun
wilayah. Upaya kewaspadaan dan respon ini tentunya memerlukan peran penanganan yang baik
di tiap tingkatan. Sehingga Dalam upaya kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini terhadap penyakit
akan hal tersebut tentunya kapasitas Sumber Daya Manusia menjadi faktor penting.

TUJUAN
UMUM
Nahasiswa Mampu Mengindentifikasi dan Mendeteksi dini kasus MERS, Ebola, Zika & Demam
Berdarah Crimean-Congo untuk mencegah penyebaran yang lebih luas

KHUSUS
• Mahasiswa mampu Mendeteksi kasus dan penularan berkelanjutan dari manusia ke
manusia.
• Mahasiswa mampu Mengetahui karakteristik epidemiologi, klinis dan virus penyakit
• Mahasiswa mampu Melakukan respons cepat terhadap kasus MERS, Ebola, Zika & Demam
Berdarah Crimean-Congo dan populasi yang berisiko
• Mahasiswa mampu Mengidentifikasi faktor risiko infeksi MERS, Ebola, Zika & Demam
Berdarah Crimean-Congo
• Mahasiswa mampu memberikan informasi epidemiologi MERS, Ebola, Zika & Demam
Berdarah Crimean-Congo sebagai dasar penyuluhan Kesehatan masyarakat.
• Mahasiswa mampu Memastikan tidak adanya transmisi virus MERS, Ebola, Zika & Demam
Berdarah Crimean-Congo di lingkungan masyarakat Indonesia

RUANG LINGKUP
MAKALAH INI MELIPUTI:
• PENDAHULUAN
• TEORI PRECEDE PROCEED
• PENGERTIAN PENYAKIT DAN EPIDEMIOLOGI
• SEKILAS TENTANG PENYAKIT INFEKSI EMERGING
• APLIKASI PRECEDE PROCEED
• PENUTUP

TEORI PRECEDE PROCEED


Oleh Lawrence Green adalah suatu model perencanaan untuk promosi kesehatan, yaitu suatu
kegiatan upaya peningkatan kesehatan yang terdiri atas pendidikan kesehatan bersama upaya lain
berupa kebijakan, peraturan, dan organisasi.

2
PENGERTIAN PENYAKIT
Menurut Elizabeth J. Crown
Penyakit yaitu perihal hadirnya sekumpulan respons tubuh yang tidak normal terhadap agen,
dimana manusia mempunyai toleransi yang begitu terbatas atau bahkan tidak mempunyai
toleransi sama sekali.
Menurut DR. Eko Dudiarto
Penyakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi dengan tepat
terhadap setiap rangsangan atau tekanan yang menimbulkan gangguan pada struktur atau funsi
organ serta sistem dalam tubuh.

PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kedokteran mendorong para
tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap berbagai penyakit termasuk salah satunya adalah
penyakit menular demi mengatasi kejadian penderitaan dan kematian akibat penyakit.
Pengertian Epidemiologi menurut asal kata, jika ditinjau dari asal kata Epidemiologi berasal dari
bahasa Yunani yang terdiri dari 3 kata dasar yaitu Epi yang berarti pada atau tentang, Demos yang
berarti penduduk dan kata terakhir adalah Logos yang berarti ilmu pengetahuan.
Jadi Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk. Sedangkan dalam pengertian
modern pada saat ini adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan distribusi (penyebaran)
serta determinant masalah kesehatan pada sekelompok orang atau masyarakat serta
determinasinya (faktor-faktor yang mempengaruhinya).

Menurut definisi, Epidemiologi adalah studi (ilmiah, sistematis, dan berdasarkan data) dari
distribusi (frekuensi, pola) dan determinan (penyebab, faktor risiko) keadaan dan kejadian yang
berhubungan dengan kesehatan dalam populasi tertentu (lingkungan, sekolah, kota, negara
bagian, negara, global), (Center forDisease Control and Prevention, 2021).
Definisi epidemiologi dikemukakan oleh John M. Last
Epidemiologi (epidemiology) adalah “ilmu tentang distribusi dan determinan keadaan dan
peristiwa yang terkait kesehatan pada populasi tertentu, dan penerapan ilmu itu untuk
mengendalikan masalah kesehatan” (Last, 2000)

SEKILAS TENTANG PENYAKIT INFEKSI EMERGING


ZIKA
Virus zika merupakan salah satu jenis arbovirus dari genus Flavivirus. Virus ini memiliki hubungan
filogenetik yang sangat erat dengan arbovirus lainnya seperti Dengue, Demam Kuning, Japanese
Enchepalitis, dan West Nile Virus. Virus ini pertama kali teridentifikasi pada tahun 1947 yang
ditemukan pada air liur monyet pada sebuah studi penyakit Demam Kuning. Virus ini diketahui
pertama kali menginfeksi manusia pada tahun 1952 di Uganda dan Tanzania. Kejadian luar biasa
(KLB) pertama kali dilaporkan pada tahun 2007 di wilayah pasifik (Yap). Kemudian dilaporkan
beberapa kali KLB di wilayah Asia, Afrika, Regional Western Pacific, dan yang paling akhir terjadi
di Amerika.
Penyakit virus zika umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes yang juga merupakan
vektor penular penyakit arbovirus lainnya termasuk Demam Berdarah Dengue. Pada sejumlah
kecil kasus ditemukan bukti penularan melalui hubungan seksual dan vertikal (dari ibu ke anak),
demikian juga dengan penularan melalui transfusi darah. Kasus dengan penularan melalui air susu
ibu sampai saat ini belum ditemukan, namun demikian hal tersebut mungkin terjadi pada ibu yang
terinfeksi selama periode peripartum.

3
Gejala dari penyakit ini serupa dengan penyakit arbovirus lainnya biasanya muncul setelah 3 - 2
hari masa inkubasi. Gejala tersebut diantaranya ruam, demam, konungtivitis, myalgia, arthralgia,
lemah, dan sakit kepala. Gejala tersebut biasanya berlangsung selama 4 - 7 hari.
Selama KLB yang terjadi di French Polynesia pada tahun 2013-2014 terjadi peningkatan kasus
Guillaine Barre Syndrome (GBS) dan gangguan neurologis lainnya yang diketahui berhubungan
dengan infeksi zika. Selain itu pada KLB yang saat ini terjadi di Amerika juga ditemukan adanya
hubungan virus zika dengan beberapa kejadian gangguan neurologis.
Setelah diketahui terdapat hubungan antara peningkatan infeksi virus zika dengan kejadian
mikrosefalus pada bayi baru lahir dan gangguan neurologis lain serta tingginya potensi
penyebaran maka pada 1 Februari 2016 WHO menetapkan penyakit virus zika sebagai
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD) /Public Health Emergency
of International Concern (PHEIC). Artinya masalah penyakit virus Zika menjadi masalah kesehatan
masyarakat global yang memerlukan kerjasama internasional. Namun demikian status tersebut
sudah dicabut sejak tanggal 18 November 2016.
Situasi Indonesia hingga kini ini dibuat, belum ditemukan adanya kasus 8 penyakit virus zika.
Namun demikian, kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini terarah sudah dilakukan untuk melindungi
masyarakat Indonesia dari penyebaran penyakit virus zika.

MERS
Middle East Respiratory Syndrome (MERS) adalah suatu subtipe baru dari virus corona yang belum
pernah ditemukan menginfeksi manusia sebelumnya. Virus corona merupakan keluarga besar dari
virus yang dapat menimbulkan kesakitan maupun kematian pada manusia dan hewan. Virus
corona dapat menimbulkan kesakitan pada manusia dengan gejala ringan sampai berat seperti
selesma (common cold), Sindroma Saluran Pernapasan Akut yang berat (SARS/ Severe Acute
Respiratory Syndrome).
Beberapa negara di Timur Tengah telah melaporkan kasus infeksi MERS pada manusia, antara lain
Jordania, Qatar, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab. Beberapa kasus juga dilaporkan dari negara-
negara di Eropa antara lain Inggris, Perancis, Italia, dan Tunisia. Hampir semua kasus di Eropa dan
Tunisia mempunyai kesamaan yaitu timbulnya gejala penyakit setelah melakukan perjalanan ke
negara tertentu di Timur Tengah yang diikuti dengan adanya penularan terbatas di lingkungan
keluarga. Di samping itu penularan MERS antar manusia juga terjadi di rumah sakit pada petugas
yang merawat kasus konfirmasi MERS. Namun demikian, sejauh ini belum dapat dibuktikan
adanya penularan yang berkelanjutan.
Berdasarkan data WHO, kasus MERS sebagian besar menunjukkan tanda dan gejala pneumonia.
Hanya satu kasus dengan gangguan kekebalan tubuh (immuno compromised) yang gejala awalnya
demam dan diare, berlanjut pneumonia. Komplikasi kasus MERS adalah pneumonia berat dengan
gagal napas yang membutuhkan alat bantu napas non invasif atau invasif, Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) dengan kegagalan multi-organ yaitu gagal ginjal, Disseminated
Intravascular Coagulopathy (DIC) dan perikarditis. Beberapa kasus juga memiliki gejala gangguan
gastrointestinal seperti diare. Dari seluruh kasus konfirmasi, separuh diantaranya meninggal
dunia.

EBOLA
Penyakit virus Ebola (PVE) adalah salah satu dari penyakit yang gejala klinisnya demam dengan
perdarahan yang banyak mengakibatkan kematian pada manusia dan primata (seperti monyet,
gorila, dan simpanse) dengan Case Fatality Rate (CFR) mencapai 90%. Gejalanya berupa demam,
sakit kepala, nyeri sendi dan otot, lemah, diare, muntah, sakit perut, kurang nafsu makan, dan
perdarahan yang tidak biasa. Gejala paling banyak muncul sekitar 8-10 hari setelah terpapar virus
Ebola. Virus ini menular melalui darah dan cairan tubuh lainnya (termasuk feses, saliva, urine,
bekas muntahan dan sperma) dari hewan atau manusia yang terinfeksi virus Ebola. Virus ini dapat

4
masuk ke tubuh orang lain melalui kulit yang terluka atau melalui membran mukosa yang tidak
terlindungi seperti mata, hidung dan mulut. Virus ini juga dapat menyebar melalui jarum suntik
dan infus yang telah terkontaminasi. Kelompok yang paling berisiko adalah keluarga, teman, rekan
kerja dan petugas medis.
Enam negara di Afrika Barat yang mengalami kejadian luar biasa (KLB) yaitu Liberia, Guinea, Sierra
Leone, Nigeria, Sinegal, dan Mali dengan jumlah kasus 28.652, 11.325 kematian, dengan total
kematian/ total kasus 39,52% (data WHO per 10 Juni 2016). Penyakit virus Ebola yang berjangkit
di negara – negara di Afrika Barat merupakan kejadian luar biasa yang juga bisa menjadi risiko
kesehatan masyarakat bagi negara lainnya. Virulensi virus, pola penularan di masyarakat, sarana
pelayanan kesehatan dan lemahnya health systems pada negara – negara yang berisiko
memungkinkan terjadinya penyebaran secara global. Berdasarkan hal tersebut WHO menyatakan
penyakit virus Ebola sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia
(KKMMD) pada 8 Agustus 2014. Pernyataan status KKMMD telah dinyatakan berhenti pada
tanggal 29 Maret 2016. Pencabutan status ini didasarkan pada tiga pertimbangan, yaitu penularan
di Afrika Barat tidak lagi pada situasi kejadian luar biasa, risiko penyebaran internasional telah
berkurang, dan negara terjangkit dinilai telah memiliki kapasitas yang adekuat untuk melakukan
respon cepat dalam pengendalian.
Setelah penetapan status KKMMD dicabut, kemudian ditemukan beberapa kasus kluster yang
sumber penularannya dari survivor Ebola baik di Liberia, Guinea, dan Sierra Leone. Penularan
tersebut diketahui karena adanya kontak dengan cairan tubuh survivor. Pada 11 Mei 2017 telah
dilaporkan KLB di bagian utara Republik Demokratik Kongo (RDK) yang tidak berhubungan dengan
KLB di Afrika Barat dengan 5 kasus dan 4 kematian. Pada 2 Juli 2017 WHO mendeklarasikan
berakhirnya KLB Ebola di RDK. KLB ini merupakan KLB ke-8 di RDK sejak tahun 1976.
Berdasarkan situasi tersebut, maka mobilitas dari dan ke negara terjangkit masih menjadi faktor
risiko penyebaran penyakit di Indonesia. Diperlukan pengawasan ketat di pintu masuk negara dan
di wilayah, mengingat masa inkubasi penyakit ini (2 – 21 hari) yang memungkinkan ditemukannya
kasus baik di pintu masuk negara maupun di komunitas (wilayah). Pada masa belum adanya kasus
di Indonesia, maka kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini menjadi faktor kunci. Ketika sudah
terdapat kasus konfirmasi dan atau penularan lokal, maka respon menjadi faktor kunci disamping
tetap melakukan kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini.

D KRIMEAN
P enyakit Crimen Congo Haemoragic Fever (Cchf) Atau Demam Kongo. Mungkin penyakit ini masih
asing atau baru pertama kali kita dengar karena sampai saat ini belum ditemukan kasusnya di
Indonesia. Tapi, penyakit ini perlu kita ketahui lebih jauh karena merupakan penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB di dunia. Penyakit Demam berdarah Kongo atau yang sering disebut
Demam Kongo merupakan demam berdarah yang disebabkan oleh virus CCHF (Nairovirus) dalam
keluarga Bunyaviridae. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Crimea pada tahun 1944 sehingga
diberi nama Demam Berdarah Crimean. Tahun 1969 terjadi KLB demam berdarah yang virusnya
sama di Kongo sehingga disebut Crimen Congo Haemoragic Fever (CCHF). Demam berdarah Kongo
pernah ditemukan juga di Eropa Timur, terutama di bekas Uni Soviet, di seluruh Mediterania, di
China Barat Laut, Asia Tengah, Eropa selatan, Afrika, Timur Tengah, dan benua India. Saat ini
endemis di seluruh wilayah Afrika, Balkan, Timur Tengah dan di Asia selatan sampai utara yang
mempunyai geografis yang berhubungan dengan hyalomma pembawa virus.
Kutu Ixodid (keras), terutama genus, Hyalomma, merupakan reservoir dan vektor virus CCHF.
Banyak hewan liar dan domestik, seperti sapi, kambing, domba dan kelinci sebagai host untuk
virus tersebut. Penularan ke manusia terjadi melalui kontak dengan kutu atau darah hewan yang
terinfeksi. CCHF dapat ditularkan dari satu orang yang terinfeksi ke orang lain melalui kontak
dengan cairan darah atau cairan lain yang menular. Penyebaran CCHF juga dilaporkan terjadi di

5
rumah sakit karena sterilisasi peralatan medis yang tidak tepat, penggunaan kembali jarum suntik,
dan kontaminasi obat-obatan. Masa inkubasi bila tergigit kutu yaitu 1-3 hari, maksimal 9 hari
sedangkan yang kontak darah atau jaringan yang terinfeksi adalah 5-6 hari, maksimal 13 hari.
Demam berdarah ini bisa menyebabkan KLB pada manusia dengan angka kematian yang tinggi,
potensi terjadi nosokomial pada pelayanan kesehatan serta kesulitan dalam pengobatan dan
pencegahan.
Timbulnya CCHF mendadak, dengan tanda dan gejala awal sakit kepala, demam tinggi, sakit
punggung, nyeri sendi, sakit perut, diare dan muntah. Mata merah, wajah memerah, tenggorokan
merah, dan petekia (bintik merah) di langit-langit mulut biasa terjadi. Gejala mungkin juga
termasuk penyakit kuning, dan pada kasus yang parah, perubahan dalam suasana hati dan
persepsi indrawi. Seiring perkembangan keparahan penyakit, beberapa anggota tubuh menjadi
memar, mimisan, dan pendarahan yang tidak terkontrol dapat dilihat di tempat suntikan dimulai
pada hari keempat penyakit dan berlangsung sekitar dua minggu. Dalam wabah/KLB CCHF tingkat
kematian pada pasien rawat inap berkisar antara 9% sampai 50%. Oleh karena itu pengobatannya
harus memperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit, oksigenasi, dukungan hemodinamik,
serta penanganan infeksi sekunder yang tepat. Virus ini sensitif terhadap ribavirin. Efek jangka
panjang dari infeksi CCHF belum dipelajari dengan baik pada kasus yang selamat untuk
menentukan ada tidaknya komplikasi spesifik, dan proses pemulihan penyakit ini lambat.
Kelompok yang berisiko bisa tertular CCHF adalah penggembala hewan, pekerja peternakan, dan
pekerja rumah pemotongan hewan di daerah endemik. Selain itu petugas kesehatan di daerah
endemik berisiko terinfeksi melalui kontak tanpa pelindung dengan cairan darah dan cairan
menular serta Individu dan pelaku perjalanan internasional yang memiliki kontak dengan ternak
di daerah endemic Untuk mencegah supaya tidak terjadi penularan maka diharuskan
menggunakan obat nyamuk pada kulit dan pakaian yang terpapar (penolak serangga yang
mengandung DEET), mengenakan sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya, menghindari
kontak dengan darah dan cairan tubuh ternak atau manusia yang menunjukkan gejala infeksi,
petugas pelayanan kesehatan melakukan pencegahan pengendalian infeksi yang tepat untuk
mencegah terpaan pekerjaan.
Vaksin untuk memberikan kekebalan terhadap CCHF telah dikembangkan dan digunakan dalam
skala kecil di Eropa Timur. Namun, tidak ada vaksin yang aman dan efektif yang saat ini tersedia
untuk manusia. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan vaksin dan juga
menentukan keefektifan berbagai pilihan pengobatan termasuk ribavirin dan obat antiviral
lainnya. Rekomendasi WHO untuk pengendalian infeksi yaitu memberikan perawatan kepada
pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi CCHF harus mengikuti pedoman demam berdarah Ebola
dan Marburg.

APLIKASI PRECEDE PROCEED

PRECEDE MEMILIKI LIMA FASE:


FASE 1: DIAGNOSIS SOSIAL.
1. Masalah Kesehatan Manusia (kelaparan dan gizi buruk, buruknya sanitasi lingkungan, dll)
2. Gaya Hidup dan Budaya, Ekonomi, Teknologi setempat
3. Pergerakan, Transportasi, Perdagangan
4. Adanya Peperangan hingga pengerusakan fasilitas kesehatan
5. Kebutuhan fasilitas serta obat-obatan yang belum memadai
6
FASE 2: DIAGNOSIS EPIDEMIOLOGIS.

Antara 1 Januari hingga 22 Mei 2022, otoritas kesehatan Republik Irak telah memberitahu WHO
terkait dengan adanya 212 kasus CCHF. Di mana terdapat 115 kasus atau sebesar 54 persen diduga
terinfeksi dan 97 kasus atau sebesar 46 persen sudah dikonfirmasi di laboratorium. Lalu melalui
laporan tersebut juga diketahui ada kasus kematian sebanyak 27, 14 suspek dan 13 sudah
dikonfirmasi laboratorium

Sejak penetapan Zika sebagai PHEIC pada 1 Februari 2016, Jumlah negara yang memiliki kasus zika
yang menular melalui vektor nyamuk ada 84 negara Dan diantara 84 negara tersebut terdapat 31
negara yang melaporkan kasus mikrosefali/kelainan neurologis lainnya yang berhubungan dengan
infeksi virus zika.

Sejak tahun 2014 hingga saat ini, telah dilaporkan sebanyak 32.486 kasus Ebola dengan 13.812
kematian (CFR: 42,52%). Lima negara dengan pelaporan tertinggi kasus Ebola adalah Sierra Leone
(14.124 kasus), Liberia (10.678 kasus), Guinea (3.837 kasus), Republik Demokratik Kongo (3.758
kasus), dan Uganda (52 kasus).
It’s okay to brag about your GPA, awards, and honors. Feel free to summarize your coursework
too.

Hingga Agustus tahun 2022, terdapat total 2.591 kasus konfirmasi MERS di dunia dengan total
kematian sebanyak 894 kasus. Sebagian besar kasus MERS yang dilaporkan berasal dari negara
Arab Saudi yaitu sebanyak 2.184 kasus dengan 813 kematian

FASE 3: DIAGNOSIS PERILAKU DAN LINGKUNGAN.


▪ Perilaku dan Sikap abai terhadap masalah kesehatan

▪ urbanisasi dan penghancuran habitat asli (memungkinkan manusia dan hewan hidup lebih
dekat);

▪ perubahan iklim dan ekosistem;

▪ perubahan dalam populasi inang reservoir atau vektor serangga perantara;

▪ mutasi genetik mikroba.

FASE 4: DIAGNOSIS PENDIDIKAN DAN ORGANISASI.


1. Rencana pelatihan kelompok kerja surveilans oleh petugas kesehatan
2. Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang dipantau.
3. Lokasi pengamatan dan pemantauan
4. Frekuensi dan waktu Pemantauan
5. Pembagian tugas/penetapan penanggung jawab lokasi pemantauan
6. Rencana Sosialisasi kepada warga masyarakat, dan lain-lain

7
FASE 5: DIAGNOSIS ADMINISTRATIF DAN KEBIJAKAN.
1. UU No. 4 tahun 1984 pasal 1 Tentang Wabah Penyakit Menular
2. PP No. 40 tahun 1991 pasal 7 Tentang Kejadian Luar Biasa (KLB)
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1501/Menkes/PER/X/2010 Tentang Penetapan kondisi KLB dan
Wabah
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.949/Menkes/SK/VIII/2004 Tentang SKD KLB
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.82 Tahun 2014 Tentang Penyakit Menular
6. WHO-IHR (Internasional Health Regulation)

PROCEED MEMILIKI EMPAT FASE:


FASE 6: IMPLEMENTASI.
1. Meningkatkan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons wabah penyakit,
pandemi global, dan kedaruratan nuklir, biologi, dan kimia;

2. Meningkatkan koordinasi teknis pelaksanaan International Health Regulations (IHR) 2005 dengan
pendekatan multisektor;

3. Meningkatkan kapasitas surveilans kesehatan yang mampu mengidentifikasi kejadian yang


berpotensi menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat, termasuk situasi di pintu keluar
masuk negara, resistensi antimikroba, dan keamanan pangan;

4. Meningkatkan cakupan dan kualitas pelaksanaan imunisasi;

5. Meningkatkan pencegahan dan pengendalian zoonosis dan resistensi antimikroba;

6. Meningkatkan kapasitas dan memperkuat jejaring laboratorium yang mendukung identifikasi


permasalahan kesehatan masyarakat

TAHAP 7: EVALUASI PROSES.


Memperkuat kesiapsiaggan, surveilans, penilaian resiko, komunikasi resiko, fasilitas laboratorium
dan kapasitas respon di Kawasan merupakan hal yang sangat penting. Dan yang juga sama
pentingnya adalah membangun mitra di antara sektor kesehatan hewan, pertanian, kehutanan
dan kesehatan di tingkat nasional, regional dan global.

FASE 8: EVALUASI DAMPAK.


Negara-negara berkembang termasuk Indonesia akan menjadi pihak yang paling menderita apabila terjadi
pandemi. Dalam kaitan ini, perlu ada langkah-langkah penguatan koordinasi diplomasi kesehatan dalam
penanganan pandemi.

Penanganan pandemi tidak dapat ditangani tanpa adanya kerja sama dengan negara mitra dan pihak-
pihak terkait lainnya seperti WHO.

Di tingkat nasional, koordinasi penanganan pandemi antar instansi telah diatur melalui terbitnya
Peraturan Presiden ataupun Peraturan Menteri a.l:
8
• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Komite Nasional Pengendalian
Flu Burung (Avian Influenza) Dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza
• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2006 Tentang Komisi Penanggulangan Aids
Nasional
• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Pengendalian Zoonosis
• Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014

FASE 9: EVALUASI HASIL.


1. Advokasi program kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap Penyakit Infeksi Emerging bagi Pemda
dan stakeholder lintas sector

2. Melakukan sosialisasi Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi Emerging kepada
Dinkes Kabupaten/Kota secara terintegrasi, dengan memanfaatkan kegiatan surveilans, kegiatan
Bimtek dan Monev atau kegiatan lainnya yang ada pada DIPA Dinkes Provinsi

3. Melakukan kolaborasi dan koordinasi dengan lintas sektor terkait dalam penanggulangan bila
terdapat kasus Penyakit Infeksi Emerging

4. Melakukan sosialisasi Permenkes 59 Tahun 2016 tentang pembebasan biaya pasien penyakit infeksi
emerging tertentu dengan melibatkan Bidang Yankes.

PENUTUP
Saat ini ada beberapa Penyakit Infeksi Emerging (PIE) yang perlu diwaspadai, diantaranya adalah
penyakit demam berdarah Crimean-Congo, MERS, Zika dan Ebola. Untuk Pengendalian PIE
tersebut diperlukan kerja kolektif karena fakta menunjukkan bahwa PIE dapat dengan mudah
menyeberang ke perbatasan negara bahkan benua dan bergerak tanpa hambatan dari satu
populasi ke populasi lain. Melalui makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para mahasiswa dan
juga tenaga kesehatan dalam melakukan kesiapsiagaan dan respon. Oleh karena itu diperlukan
kegiatan sosialisasi pedoman secara berjenjang kepada seluruh tenaga kesehatan di Indonesia.

REFERENSI
Ariyanti, N. S. et al. (2020) „Strategy to Determine the Priority of Teachers‟ Quality Problem Using USG
(Urgency, Seriousness, Growth) Matrix‟, International Research-Based Education Journal, 2(2),
p. 54. doi: 10.17977/um043v2i2p54-62.

Elamin, M. Z. et al. (2018) „Analysis of Waste Management in The Village of Disanah, District of Sreseh
Sampang, Madura‟, Jurnal Kesehatan Lingkungan, 10(4), p. 368. doi:
10.20473/jkl.v10i4.2018.368-375.

.WHO. 2016. Risk Communication and Community Engagement for Zika Virus Prevention and Control. A
Guidance and Resource Package for Country Offices for Coordination, Planning, Key Messages
and Actions

Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Penyakit Epidemiologi, Dirjend P2PL,
Kemenkes RI, 2013.

Potrebbero piacerti anche