Sei sulla pagina 1di 21

Contents

Pendahuluan.........................................................................................................................................2
1.0 Anatomi dan Histologi Hepar.....................................................................................................2
2.0 Hepar Secara Mikroskopis.........................................................................................................3
3.0 Fisiologi Hepar...........................................................................................................................4
i. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat................................................................................4
ii. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak.........................................................................................5
iii. Fungsi hati sebagai metabolisme protein...................................................................................5
iv. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah....................................................................5
v. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin......................................................................................6
vi. Fungsi hati sebagai detoksikasi..................................................................................................6
vii. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas.............................................................................6
viii. Fungsi hemodinamik.................................................................................................................6
4.0 Hepatitis Akut............................................................................................................................6
5.0 Gejala Klinis...............................................................................................................................8
5.1 Ikterus (jaundice)...............................................................................................................8
5.2 Penyebab Ikterus...............................................................................................................9
I.          Ikterus prahepatik...............................................................................................................9
II.        Ikterus Pasca Hepatik  ( obstruktif ).....................................................................................9
III.       Ikterus Hepatoselular (hepatik).........................................................................................10
6.0 Pemeriksaan Laboratorium.....................................................................................................10
7.0 Terapi.......................................................................................................................................11
7.1 Rekomendasi Umum............................................................................................................12
8.0 Prognosis.................................................................................................................................13
9.0 Komplikasi dan Efek Samping..................................................................................................13
10.0 Pencegahan.............................................................................................................................14
Hepatitis A.......................................................................................................................................14
Hepatitis B.......................................................................................................................................14
11.0 Kesimpulan..........................................................................................................................14
12.0 Daftar pustaka :.......................................................................................................................15

1
Pendahuluan

Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun
yang terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Virus-virus ini selain
dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik. Virus-virus hepatitis
dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan peradangan pada hati oleh
karena sifat hepatotropik virus-virus golongan ini. Petanda adanya kerusakan hati
(hepatocellular necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama
peningkatan alanin aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan beratnya
nekrosis pada sel-sel hati.
Hepatitis kronik dibedakan dengan hepatitis akut apabila masih terdapat tanda-tanda
peradangan hati dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Virus-virus hepatitis penting yang
dapat menyebabkan hepatitis akut adalah virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC) dan E
(VHE) sedangkan virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik adalah virus
hepatitis B dan C.
Infeksi virus-virus hepatitis masih menjadi masalah masyarakat di Indonesia.
Hepatitis akut walaupun kebanyakan bersifat self-limited kecuali hepatitis C, dapat
menyebabkan penurunan produktifitas dan kinerja pasien untuk jangka waktu yang cukup
panjang. Hepatitis kronik selain juga dapat menurunkan kinerja dan kualitas hidup pasien,
lebih lanjut dapat menyebabkan kerusakan hati yang signifikan dalam bentuk sirosis hati dan
kanker hati.
Pengelolaan yang baik pasien hepatitis akibat virus sejak awal infeksi sangat penting
untuk mencegah berlanjutnya penyakit dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul.
Akhir-akhir ini beberapa konsep pengelolaan hepatitis akut dan kronik banyak yang berubah
dengan cepat sehingga perlu dicermati agar dapat memberikan pengobatan yang tepat.

1.0 Anatomi dan Histologi Hepar

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia
terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,
yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan
atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas
organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan

2
dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan
v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen
anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.

Macam-macam ligamennya:

1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan


terletak di antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah
proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan
duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari
Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior kiri–kanan dan Lig coronaria posterior kiri-kanan :
Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior
dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan pada orang normal
tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt
mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara
topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

2.0 Hepar Secara Mikroskopis


Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan
elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar
mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons
yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk
ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut
berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang
artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain . Lempengan
3
sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada
pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah
lobuli terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang
menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang
mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan
A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak
percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-
sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke
dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu
menuju kandung empedu.

3.0 Fisiologi Hepar


Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati
yaitu :

i. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat


Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein saling berkaitan
1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati

4
kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen
menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber
utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai
beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP,
dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).

ii. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak


Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis
asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES


2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol.
Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.

iii. Fungsi hati sebagai metabolisme protein


Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan organ yg
membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea
merupakan end product metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati,
juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β – globulin hanya dibentuk di dalam hati.
Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000.

iv. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah


Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsik, bila
ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus
isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangkan Vit K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

5
v. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

vi. Fungsi hati sebagai detoksikasi


Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat
racun, obat over dosis.

vii. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas


Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun
livers mechanism.

viii. Fungsi hemodinamik


Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit
atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam
v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu
exercise, terik matahari, shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan
aliran darah.

4.0 Hepatitis Akut

Hepatitis akut merupakan infeksi sistemik yang mempengaruhi terutama hati. Hampir
semua kasus disebabkan oleh virus ini yaitu : hepatitis virus A (HAV), hepatitis virus B
(HBV), dan hepatitis virus C (HCV). Kecuali virus hepatitis B, merupakan virus DNA,
walaupun memiliki perbedaan pada jenis penyebab hepatitis ini, gejala yang timbul, angka
kematian hampir sama  pada semuanya.

4.1 Hepatitis A

Hepatitis A merupakan virus RNA dari jenis hepatovirus dari picornavirus familiy.
Masa inkubasi berkisar 4 minggu, perkembangannya terbatas pada hepar saja, tetapi virus
dapat ditemukan di hepar, cairan empedu, feses dan darah pada masa inkubasi lanjut dan
masa sebelum badan menjadi kuning  dan menimbulkan gejala (preikterik). Tetapi pada saat
keluhan timbul, virus akan berkurang secara bertahap di darah dan feses. Pemeriksaan

6
antibodi hepatitis A (anti-HAV) dapat dilakukan pada masa akut (dimana terjadi peningkatan
enzim hati dan virus masih ditemukan dalam feses). Antibodi yang pertama kali muncul
adalah IgM dan bertahan selama 6 – 12 bulan. Pada saat infeksi sudah mulai mereda, IgG
menjadi lebih dominan. Sehingga penegakkan diagnosa hepatitis A dilakukan dengan
pemeriksaan IgM pada masa akut. Hepatitis A ditransmisikan melalui rute fekal-oral,
penyebaran orang perorang, sangat berhubungan dengan kebersihan lingkungan dan
kepadatan penduduk. Penyebaran yang hebat terjadi akibat kontaminasi pada air minum,
makanan, susu dan buah-buahan. Penyebaran dapat terjadi pula dalam keluarga atau institusi.
Angka kejadian hepatitis ini cukup tinggi di negara berkembang tetapi berkurang sejalan
dengan kemajuan suatu negara, kemungkinan akibat meningkatknya kesadaran masyarakat
untuk hidup bersih dan sehat. Angka kejadian lebih sering pada masa anak-anak, tetapi
berdasarkan penelitian lain keluhan yang diakibatkan oleh infeksi virus ini lebih sering terjadi
pada masa remaja. Tempat-tempat yang biasa tinggi angka hepatitis A yaitu tempat penitipan
anak, perawatan intensive neonatus, homoseksual dan pengguna obat-obat terlarang.
Walaupun jarang tetapi penyebaran hepatitis A dapat melalui tranfusi darah dan komponen
darah.

4.2 Hepatitis B

Hepatitis B merupakan virus DNA, memiliki famili yang hampir sama pada virus
binatang yaitu hepadnavirus. Virus hepatitis ini memiliki protein permukaan yang dikenal
sebagai hepatitis B surface antigen  (HbsAg). Konsentrasi HbsAg ini dapat mencapai
500µg/mL darah. Dari pemeriksaan lain ditemukan bahwa hepatitis B memiliki antibodi
HbeAg di dalam inti selnya, sehingga apabila pasien dengan HbsAg positif disertai dengan
HbeAg positif memiliki kemampuan infeksi dan menularkan melalui darah (tranfusi darah ,
ibu-bayi yang dikandung) lebih dari 90%. Dalam perjalanan penyakit hepatitis B HbeAg akan
menurun sejalan dengan perbaikan dari penyakit tersebut, tetapi apabila dalam 3 bulan tetap
positif berarti terjadi suatu infeksi kronis.

Penderita dengan HBV akan memiliki kadar HbsAg dalam serum yang meningkat
sejalan dengan perjalanan penyakit, dan akan menurun setelah 1 – 2 bulan dari akhir gejala,
dan hilang dalam 6 bulan. Setelah HbsAg menghilang akan timbul antibodinya (anti-HBs)
yang akan bertahan dalam tubuh selamanya yang berfungsi untuk mencegah infeksi hepatitis
B kembali. Pada proses infeksi akut hepatitis B akan timbul juga immunoglobulin yaitu IgM

7
anti-HBc dalam serum, dan apabila terjadi infeksi kronis akan timbul IgG anti-HBc. Pada
penderita hepatitis B, 1 – 5% memiliki angka HbsAg yang rendah untuk dapat terukur,
sehingga pemeriksaan IgM anti-HBc dapat digunakan. Pemeriksaan serum HbeAg dapat
memperkirakan tingkat replikasi dan virulensi virus hepatitis B. Infeksi hepatitis B dapat
terjadi di luar hati yaitu pada kelenjar getah bening, sumsum tulang, sel-sel limfosit, limpa
dan pankreas. Pada awalnya Hepatitis B diperkirakan penyebaran melalui produk darah,
penyebaran yang paling efektif hepatitis B adalah melalui hubungan seksual dan ibu-bayi
yang dikandungnya. Resiko tinggi menderita infeksi ini adalah petugas kesehatan, penderita
yang membutuhkan tranfusi berulang (hemofilia), napi, dan keluarga dari penderita hepatitis
ini.

5.0 Gejala Klinis

Masa inkubasi masing-masing hepatitis berbeda. Secara umum hepatitis A memiliki


masa inkubasi 15 – 45 hari (± 4 minggu), hepatitis B masa inkubasi 30 – 180 hari (± 4 – 12
minggu). Gejala awal hepatitis bersifat umum dan bervariasi. Keluhan seperti mual, muntah,
lemah badan, pusing, nyeri sendi dan otot, sakit kepala, mudah silau, nyeri tenggorok, batuk
dan pilek dapat timbul sebelum badan menjadi kuning selama 1 – 2 minggu. Demam yang
tidak terlalu tinggi antara 38,0 ᵒC – 39,0 ᵒC lebih sering terjadi pada hepatitis A. Keluhan lain
berupa air seni menjadi berwarna seperti air teh (pekat gelap) dan warna feses menjadi pucat
terjadi 1 – 5 hari sebelum badan menjadi kuning. Pada saat timbul gejala utama yaitu badan
dan mata menjadi kuning (kuning kenari), gejala-gejala awal tersebut biasanya menghilang,
tetapi pada beberapa pasien dapat disertai kehilangan berat badan, hal ini biasa dan dapat
terus terjadi selama proses infeksi. Hati menjadi membesar dan nyeri sehingga keluhan dapat
berupa nyeri perut kanan atas, terasa penuh di ulu hati. Terkadang keluhan berlanjut menjadi
tubuh bertambah kuning (kuning gelap) yang merupakan tanda adanya sumbatan pada
saluran kandung empedu.

5.1 Ikterus (jaundice)

Pada masa penyembuhan, gejala kuning ini akan berangsur-angsur hilang, tetapi
pembesaran hati dan peningkatan kadar enzim hati masih terjadi, kondisi ini bervariasi antara
2 – 12 minggu, dan biasanya lebih lama pada infeksi hepatitis B dan C (3 – 4 bulan).
Pada pasien dengan gangguan sistem pertahanan tubuh, penderita yang mengalami infeksi 
hepatitis B tidak terjadi perbaikan, bahkan terjadi peningkatan dari HbeAg yang berarti

8
terjadi aktivasi replikasi kembali. Pada kondisi ini terjadi perubahan genetik dari hepatitis B
(mutasi) sehingga infeksi akan lebih berat.

5.2 Penyebab Ikterus

I.          Ikterus prahepatik

Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada hemolisis sel
darah merah (ikterus hemolitik).  Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi terbatas
apalagi bila disertai oleh adanya disfungsi sel hati, akibatnya bilirubin indirek akan
meningkat.

Peningkatan pembentukan Bilirubin dapat disebabkan oleh :

1. Kelainan pada sel darah merah

2. Infeksi seperti malaria, sepsis dan lain-lain

3. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat-obatan, maupun yang berasal dari dalam
tubuh seperti yang terjadi pada reaksi tranfusi dan eritroblastosis fetalis.

II.        Ikterus Pasca Hepatik  ( obstruktif )

Bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan peningkatan bilirubin konjugasi larut
dalam air. Sebagai akibat bendungan, bilirubin ini akan mengalami regurgitasi kembali ke
dalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah.  Selanjutnya akan masuk ke ginjal dan
diekskresikan sehingga kita menemukan bilirubin dalam urin. Pengeluaran bilirubin kedalam
saluran pencernaan berkurang, sehingga akibatnya tinja akan berwarna dempul karena tidak
mengandung sterkobilin. Urobilinogen dalam tinja dan dalam air kemih akan menurun. 
Akibatnya penimbunan bilirubin direk, maka kulit dan sklera akan berwarna kuning
kehijauan.  Kulit akan terasa gatal, penyumbatan empedu (kolestasis) dibagi dua, yaitu
intrahepatik bila penyumbatan terjadi antara sel hati dan duktus kholedous dan ekstra hepatik
bila sumbatan terjadi di dalam duktus koledokus.

Obstruksi post-hepatik dapat terjadi akibat:

1. Batu empedu (kolestasis)


2. Tumor

9
III.       Ikterus Hepatoselular (hepatik)

Kerusakan sel hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu, sehingga bilirubin
indirek akan meningkat.  Kerusakan sel hati juga akan menyebabkan bendungan di dalam hati
sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian akan
menyebabkan peninggian kadar bilirubin indirek di dalam darah. Adanya sumbatan
intrahepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin dalam saluran pencernaan yang
kemudian akan menyebabkan tinja berwarna pucat, karena sterkobilin menurun.

Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan :

1.   Hepatitis oleh virus, bakteri, parasit

2.   Sirosis hepatitis

3.   Tumor

4.   Bahan kimia seperti fosfor, arsen

6.0 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan enzim hati yaitu SGOT dan SGPT, akan terjadi peningkatan yang
bervariasi selama masa sebelum dan sesudah timbul gejala klinis. Peningkatan kadar enzim
ini tidak berhubungan jumlah kerusakan dari sel hati. Puncak peningkatan bervariasi antara
400 – 4000 IU, dan biasanya terjadi pada saat timbul gejala kuning, dan menurun sejalan
dengan perbaikan penyakit. Kuning yang terlihat pada kulit atau bagian putih mata apabila
kadar bilirubin lebih dari 2,0 mg/dL. Kadar bilirubin sendiri sebenarnya terdiri atas
penjumlahan bilirubin direk dan indirek.

Diagnosis hepatitis B ditegakkan melalui pemeriksaan HbsAg, tetapi terkadang


kadarnya terlalu rendah untuk dapat dideteksi sehingga memerlukan pemeriksaan IgM anti-
HBc. Kadar HbsAg tidak berhubungan dengan berat dari penyakit., bahkan terdapat tendensi
terdapat hubungan terbalik antara kadar HbsAg dan kerusakan hati.  Pertanda lain yang
penting untuk infeksi hepatitis B ini adalah HbeAg. Pemeriksaan yang lebih baik lagi adalah
HBV DNA yang merupakan indikasi adanya replikasi hepatitis B. Marker ini penting untuk
follow up penderita dengan hepatitis B dengan terapi kemoterapi antivirus (interferon atau
lamivudine). Terdapat hubungan antara peningkatan titer ini dengan derajat kerusakan hati.

10
Biopsi hati jarang diperlukan atau di indikasikan pada infeksi virus hepatitis, kecuali
apabila dicurigai adanya proses kronis.

7.0 Terapi

Pada dasarnya penataklaksanaan virus hepatitis A sama dengan hepatitis lainnya yaitu
bersifat suportif dan tidak spesifik.

1. Tirah baring
2. Diet
Makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah lemak untuk pasien nausea dan
anorexia
3. Simptomatik
Misal: obat antipiretik untuk gejala demam, sakit kepala.
4. Perawatan di rumah sakit
Terutama pada pasien dengan sakit berat, muntah terus menerus hingga
dibutuhkan obat parenteral.

Penatalaksanaan virus hepatitis B Akut:

1. Tirah baring
2. Diet
3. Farmakoterapi
 Kortikosteroid
 Pengobatan simptomatik

Penatalaksanaan hepatitis B kronik:

Tujuan pengobatan adalah kesembuhan total. Diharapkan virus tersebut dapat


dihilangkan dari tubuh dan terjadi penyembuhan penyakit hati. Ditandai dengan
menghilangnya HbsAg, HbeAg, HBV DNA, dan juga perubahan nilai SGOT dan
SGPT hingga batas normal. Macam pengobatan:

1. Obat yang mencegah replikasi virus


- Interferon
- Adenine arabinoside

11
- Acyclovir
- Ribarivin
2. Penggunaan obat yang memodulasi sistem imun
- Plasmaperesis
- Levamisole
- Immune RNA
- Immuno supresif

Infeksi virus hepatitis A akan mengalami penyembuhan sendiri apabila tubuh cukup
kuat. Sehingga pengobatan hanya untuk mengurangi keluhan yang ada, disertai pemberian
vitamin dan istirahat yang cukup. Infeksi virus hepatitis B pada dewasa sehat 99% akan
mengalami perbaikan. Tetapi apabila infeksi berlanjut dan menjadi kronis pemberian analog
nukleosida (lamivudin) dapat memberikan hasil yang baik.

7.1 Rekomendasi Umum


 Pasien dapat rawat jalan selama terjamin hidrasi dan intake kalori yang cukup.
 Tidak ada diet yang spesifik atau suplemen yang memberikan hasil efektif.
 Protein dibatasi hanya pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatik.
 Alkohol harus dihindari dan pemakaian obat-obatan dibatasi.
 Pasien diperiksa setiap minggu selama fase awal penyakit dan terus dievaluasi sampai
sembuh.
 Harus terus dimonitor terhadap kejadian ensefalopati seperti keadaan somnolen,
mengantuk, dan asteriks.
 Pasien yang menunjukkan gejala hepatitis fulminan harus segera dikirim ke pusat
transplantasi.
 Pasien dengan hepatitis akut tidak memerlukan rawatan isolasi.
 Orang yang merawat pasien hepatitis akut A dan E harus selalu mencuci tangannya
dengan sabun dan air.
 Masa protombin serum petanda yang baik untuk menilai dekompensasi hati.
 Memonitor konsentrasi transminase serum
 Anti mual muntah dapat membantu menghilangkan keluhan.

12
8.0 Prognosis

Secara keseluruhan hampir seluruh pasien yang pada awalnya sehat dan terinfeksi
hepatitis A akan mengalami penyembuhan secara penuh tanpa adanya efek samping. Hampir
sama pada hepatitis B, 95 – 99% pasien akan mengalami penyembuhan secara penuh.
Penderita dengan penyakit pemberat sebelumnya, usia lanjut lebih cenderung akan
mengalami hepatitis yang berat. Gejala tambahan yang dapat timbul berupa cairan berlebih
pada rongga perut (asites), bengkak anggota gerak, dan kerusakan otak, dan ini prognosis
tidak akan terlalu baik. Beberapa petanda yang dapat menunjukkan adanya kerusakan hati
yang berat adalalah rendahnya kadar serum albumin, hipoglikemia dan tingginya kadar
bilirubin. Penderita-penderita ini memerlukan perawatan rumah sakit. Angka kematian
hepatitis A dan B berkisar 0,1% tetapi meningkat sejalan dengan pertambahan usia.

9.0 Komplikasi dan Efek Samping

Beberapa penderita hepatitis A mengalami hepatitis berulang beberapa bulan setelah


sembuh dari hepatitis sebelumnya. Kejadian berulang ini ditandai dengan timbulnya kembali
gejala, peningkatan enzim-enzim hati, badan menjadi kuning, terdapatnya virus hepatitis A
didalam feses. Variasi lain yang jarang dialami adalah hambatan aliran dari cairan emepdu,
ditandai dengan badan bertambah kuning (kuning pekat) disertai kulit menjadi gatal.
Hepatitis A merupakan penyakit yang akan sembuh sendiri dan jarang menjadi kronis.
Pada masa awal infeksi virus hepatitis B, akan didapatkan tanda-tanda peradangan biasa
seperti nyeri sendi, gatal-gatal, pembengkakan pembuluh darah, dan terkadang dapat terjadi
bak berdarah dan bak mengeluarkan protein (5 – 10%). Gejala ini timbul sebelum timbul
keluhan badan menjadi kuning. Gejala-gejala ini sering membuat salah diagnosa menjadi
penyakit rematoid. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah fulminant hepatitis (kerusakan
hati yang hebat), kondisi ini jarang, tetapi paling sering ditemukan pada penderita dengan
hepatitis B, D dan E. Hepatitis B paling sering mengalami komplikasi ini karena sifatnya
yang sering menjadi kronis dan diperberat dengan infeksi hepatitis D. Gejala yang timbul
berupa gangguan kesadaran hingga koma. Hati menjadi kecil dan terjadi kegagalan fungsi
pembekuan darah. Gejala lain yang timbul berupa bingung, disorientasi, kontak tidak
adekuat, perut menjadi kembung karena volume air yang besar didalam rongga perut (asites)
dan pembengkakan anggota gerak. Didapatkan peningkatan bilrubin yang tinggi, dan
kegagalan sistem pembekuan darah akan menyebabkan perdarahan dari saluran cerna yang

13
ditandai oleh bab berwarna hitam atau darah dan muntah berwarna hitam. Gejala yang lebih
berat adalah penekanan batang otak akibat pembengkakan otak, gagal nafas, gagal fungsi
jantung, gagal ginjal dan berakhir pada kematian. Angka kematian mencapai 80%, sehingga
salah satu terapi adalah transplantasi hati.

10.0 Pencegahan

Hepatitis A
Pemberian immunoglobulin atau virus yang dilemahkan dapat mencegah terjadinya
infeksi ini. Pemberian vaksin ini dianjurkan pada anak dengan resiko tinggi. Profilaksis ini
tidak diperlukan pada penderita dewasa yang sering kontak (kantor, pabrik, sekolah dan
rumah sakit) yang biasanya sudah memiliki imunitas. Pemberian ini dapat diberikan pula
pada tentara, petugas kesehatan, pemelihara primata, pekerja laboratorium, dan mereka yang
akan berpergian ke daerah yang sedang mengalami endemi hepatitis ini.

Hepatitis B
Pemberian dapat berupa immunoglobulin atau komponen virus. Profilaktik untuk
preexposure hepatitis B diberikan pada tenaga kesehatan, pasien hemodialisis, petugas
pengembangan orang-orang cacat, pengguna obat-obatan terlarang, pelaku seks bebas,
penderita yang membutuhkan tranfusi berulang, ibu yang hamil. Pemberian vaksin dapat
diberikan juga setelah terpapar dari hepatitis B tetapi pemberian berupa rekombinasi vaksin.

11.0 Kesimpulan

Pengobatan hepatitis akut dan kronik pada dewasa, mengalami perubahan dan
kemajuan yang pesat sehingga harus senantiasa dicermati perubahannya agar dapat memberi
pelayanan yang terbaik pada pasien dengan hepatitis kronik.

14
12.0 Daftar pustaka :

1. Field HA, Maynard JE. Sērodiagnosis of acute viral hepatitis. AHO/83.16. 1983.

2. Ali Sulaiman. Epidemiologi infeksi virus hepatitis B di Indonesia. Majalah


Kedokteran Indonesia.1989; 39 (11) : 652-63.

3. Soewignyo, Mulyanto. Epidemiologi Infeksi Hepatitis Virus B di Indonesia. Acta


Medica Indon 1984; 15 : 215–28.

4. A.Sanityoso. Hepatitis Virus Akut. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007. 427-442.

15
Fatty liver
PENDAHULUAN
Perlemakan hati (Fatty Liver) adalah suatu keadaan dimana lemak, sebagian besar trigliserida,
yang melebihi 5 % berat hati. Hal ini disebabkan karena kegagalan metabolisme lemak hati yang
normal baik oleh karena kerusakan didalam sel hati (Hepatocyte) atau pengiriman lemak, asam lemak
atau karbohidrat terhadap kapasitas sekresi lemak hati.
Berdasarkan penyebab, perlemakan hati dibagi menjadi 2 kelompok besar ialah perlemakan
hati alkoholik (alkoholic Fatty Liver Disease/AFLD) dan non alkoholik (Non Alkoholic Fatty Liver
Disease/ NAFLD).
Spektrum penyakit perlemakan hati ini mulai dari perlemakan hati sederhana (simple
steatosis) sampai pada steatohepatitis non alkoholik (non alcoholic steatohepatitis = NASH), fibrosis
dan Sirosis hati. NASH merupakan penyakit liver dengan prevalensi terbanyak di USA dan negara
lain karena banyak terdapat pada populasi umum dan makin meningkat prevalensinya, saat ini sekitar
5,7-17%. Sekalipun patogenesis NAFLD masih belum jelas, makin terbukti akhir-akhir ini resistensi
insulin merupakan faktor predisposisi terbanyak pada kelainan liver ini.
NAFLD dan NASH merupakan komplikasi-komplikasi umum obesitas yang menjangkiti
lebih dari 30 juta orang di USA, dimana 600.000 diantaranya mengalami Sirosis. Dalam seting
epidemik obesitas yang memburuk di negara-negara maju dan berkembang, prevalensi global dan
dampak NAFLD nampak meningkat. Akan tetapi hanya jumlah kecil saja pasien dengan NAFLD
berkembang menjadi end-stage liver disease. Sejumlah pasien yang di indikasikan dilakukan
transplantasi liver (LT) akan menjadi kendala utama antara jumlah donor dan resipien.
Fatty liver sebenarnya adalah suatu bentuk benign, hanya 3% berkembang menjadi Sirosis
dalam kurun waktu lebih 10 tahun, sedangkan bentuk NASH bila sudah disertai fibrosis khususnya
pada penderita DM, dalam waktu 5-10 tahun, 30% diantaranya berkembang menjadi Sirosis. Pada
makalah ini akan dibahas gambaran umum dan penatalaksanaan dari fatty liver khususnya pada
transplantasi liver.

EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan prevalensi Non-alcoholic Fatty Liver Disease/ NAFLD sekitar 20-40% dari
populasi di negara-negara barat. Oleh karena itu NAFLD sekarang ini merupakan penyakit hati yang
paling sering didapatkan di negara-negara barat, bahkan diseluruh dunia. Di Asia, data dari China,
Jepang dan Korea prevalensi NAFLD antara 12-29%. Di Jepang, menurut Kojima dkk. Menunjukkan

16
peningkatan prevalensi selama 12 tahun terakhir meningkat lebih dari 2 kali : 13% pada tahun 1988-
1989 menjadi 30% pada tahun 2004. Prevalensi NAFLD di populasi perkotaan di Indonesia
diperkirakan mencapai 30% dan obesitas sebagai faktor resiko yang paling berpengaruh. Prevalensi
NAFLD bervariasi menurut etnik. Menurut Dallas Heart Study, golongan Hispanik menunjukkan
prevalensi tertinggi (45%) untuk NAFLD, dibandingkan dengan orang kulit putih (33%) dan Afrika
Amerika (24%). Alasan prevalensi NAFLD berbeda menurut ras dan etnik belum diketahui namun
orang-orang keturunan Hispanic didapatkan kecenderungan memiliki distribusi lemak tubuh dan
prevalensi metabolic syndrome yang lebih besar. Dari hasil-hasil penelitian didapatkan bukti-bukti,
bahwa fatty liver dapat berkembang menjadi non alcoholic steatohepatitis (NASH), Sirosis dan
Hepatoma.
Dua per tiga orang dewasa Amerika minum alcohol dan hanya sebagian kecil saja yang
merupakan peminum alkohol yang berlebihan. Meskipun demikian, jumlah alkoholik di Amerika
Serikat diperkirakan mencapai 14 juta. Berbeda dengan NAFLD, pada ALD sulit menentukan angka
pasti jumlah prevalensinya dikarenakan penderita tidak mengetahui jumlah konsumsi alkohol per hari
nya hingga akhirnya penderita mengalami end-stage liver disease.
PATOGENESIS
Secara teoritis lemak dapat mengalami akumulasi di hati melalui paling tidak 4 mekanisme,
ialah:
1. Peningkatan pengiriman lemak atau asam lemak dari makanan ke hati. Makanan
berlemak dikirim melalui sirkulasi terutama dalam bentuk khilomikron. Lipolisis pada
jaringan adipose melepaskan asam lemak kemudian bergabung dengan trigliserida di
dalam adipocyte, tetapi beberapa asam lemak dilepaskan ke dalam sirkulasi dan diambil
oleh hati. Sisa khilomikron juga dikirim ke hati.
2. Peningkatan sintesa asam lemak atau pengurangan oksidasi di mitokhondria, keduanya
akan meningkatkan produksi trigliserida
3. Gangguan pengeluaran trigliserida keluar dari sel hati. Pengeluaran trigliserida dari sel
hati tergantung ikatannya dengan apoprotein, fosfolipid dan kolesterol untuk
membentuk VLDL.
4. Kelebihan karbohidrat yang dikirim ke hati dapat dirubah menjadi asam lemak
(Sherlock, 2002)
Hati merupakan tempat metabolisme etanol yang terbesar. Sebagian besar jaringan tubuh
termasuk otot rangka mengandung enzim-enzim untuk metabolisme etanol baik secara oksidatif
maupun non-oksidatif. Di dalam hati, ada tiga jalur utama metabolisme alkohol, Alkohol
Dehidrogenase (ADH), sitokrom P-4502E1 (CYP2E1) dan katalase peroksisomal. Yang pertama,
ADH adalah rangkaian enzyme cytoplasmik dengan multiple isoforms, dimana ADH sebagai sistem
enzyme utama yang bertanggung jawab untuk metabolisme ethanol pada konsentrasi rendah, ADH

17
terdapat dalam beberapa bentuk isoenzim dan ditandai oleh tiga gen terpisah yaitu ADH1, ADH2
dan ADH3. Variasi dalam isoform ADH ini menunjukan perbedaan bermakna pada kecepatan
eliminasi etanol, microsomal ethanol-oxidizing system (MEOS) yang menggunakan nicotinamide
adenine dinucleotide phosphate (NADPH) dan oksigen molecular. Enzim utama MEOS adalah
sitokrom P-450 2E1 (CYP2E1). Berbeda dengan ADH, CYP2E1 memberi kontribusi pada konsentrasi
ethanol pada konsentrasi yang lebih tinggi (lebih besar dari 10mM) dan diinduksi oleh adanya
paparan ethanol. Etanol meng-upregulasi CYP2E1 dan proporsi metabolisme alcohol melalui enzim
ini akan meningkat sesuai dengan lama dan banyaknya konsumsi alcohol dan terakhir, katalase
peroksisomal yang menggunakan hydrogen peroksida sebagai bahan oksidasi. Dimana hasil akhir
metabolisme ini adalah asetaldehid yang selanjutnya akan dimetabolisme menjadi asetat oleh
asetaldehid dehidrogenase (ALDH). ALDH adalah metabolit reaktif yang dapat menimbulkan cedera.
Patogenesis NAFLD belum banyak diketahui, namun saat ini hipotesis yang banyak diterima
adalah the two hit theory. Telah banyak bukti NAFLD erat berhubungan dengan resistensi insulin
(RI). RI disertai dengan gangguan lipolisis perifer oleh insulin yang akan meningkatkan jumlah asam
lemak bebas (free fatty acid/ FFA) yang diangkut ke hati (first hit). Selanjutnya hati akan beradaptasi
dengan cara mithochondrial fatty acid β-oxidation, re-esterifikasi asam lemak bebas menjadi
trigliserida dan dieksport sebagai very low density protein (VLDL). Steatosis hati terjadi bila
keseimbangan antara hantaran atau sintesa FFA melebihi kapasitas hati mengoksidasinya atau
mengekspornya sebagai VLDL. Percobaaan pada hewan didapatkan stress oksidatif yang mampu
memproduksi salah satu factor yang berperan pada cedera hati (liver injury) adalah stress oksidatif
yang menyebabkan peroksidasi lipid dalam organel sel (second hit). Meskipun teori two-hit sangat
popular dan dapat diterima, namun penyempurnaan terus dilakukan karena makin banyak yang
berpendapat bahwa yang terjadi sesungguhnya lebih dari dua hit.
Hanya sedikit studi yang melaporkan frekuensi NAFLD atau NASH sebagai penyebab
gagal liver. Tidak adanya studi historis alami prospektif mempersulit kita untuk mengetahui resiko
perkembangan obesitas menjadi cirrhosis dari NASH. Adalah bukti yang bagus bila pasien beresiko
lebih besar mengalami cryptogenic cirrhosis dan memiliki NASH sebagai etiologi primernya.
Meningkatnya oksidasi asam lemak hepatik dalam cirrhosis menyebabkan hilangnya steatosis,
membuat diagnosis histologis NAFLD sulit pada tahap akhir penyakit.

DIAGNOSA
Dalam penegakan diagnose NAFLD, kita harus memulainya dari anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratoris, pencitraan/ imaging dan secara histopatologi. Dari anamnesa kita harus
menyingkirkan penggunaan alcohol dalam sehari mengkonsumsi 20gr untuk wanita dan 30gr untuk
pria sebagai penyebab penyakit hati. Dan penyebab penyakit hati yang lain seperti virus, metabolic

18
atau faktor keturunan, obat-obatan dan toxikasi harus disingkirkan terlebih dahulu. Berbeda dengan
AFLD, dimana harus ada riwayat penggunaan alcohol kronis.
Pada gambaran klinik, NAFLD maupun AFLD sebagian besar asimtomatis, tetapi keluhan
umum yang biasa ditemukan, termasuk nyeri kuadran kanan atas atau rasa tidak enak (discomfort),
kelemahan dan lesu. Namun pada stadium lanjut dapat ditemui tanda klinis seperti hepatomegali
akibat steatohepatis dan edema hepatosit, gangguan fungsi hati atau hipertensi portal antara lain
ikterik dengan urin berwarna gelap, splenomegali, asteriksis, edema perifer dan asites.
Pada pemeriksaan laboratorium, abnormalitas yang akan kita didapatkan adalah peningkatan
alanine aminotransferase (ALT), aspartate aminotransferase (AST), dan Alkaline phospatase.
Billirubin dan serum albumin biasanya didapatkan dalam batas normal.
Pada pencitraan/ imaging, pemeriksaan secara ultrasonografi (USG), infiltrasi lemak pada hati
menimbulkan gambaran peningkatan ekogenik difus yang disebut bright liver, tergantung dari
keparahannya. USG mempunyai sensitivitas 89 % dan specificitas 93% untuk mendeteksi steatosis
dan sensitivitas 77 % dan specificitas 89 % untuk mendeteksi adanya fibrosis. Pada CT-Scan,
infiltrasi lemak memberikan gambaran parenkim hati dengan densitas rendah. Pada NAFLD steatosis
bisa difus pada sebagian besar kasus, tetapi kadang- kadang fokal sehingga dapat keliru dengan massa
liver ganas. Pada MRI dapat menentukan letak infiltrasi lemak. CT-Scan mempunyai spesificitas yang
tinggi dalam mendiagnosis perlemakan hati (mempunyai angka positif palsu yang rendah) apabila
perlemakan hati bersifat difus, tetapi mempunyai sensitivitas yang relative rendah, terutama bila
kandungan lemak secara histologi kurang dari 10 %. CT-Scan dan MRI sebagai second line tests.
Perlemakan hati merupakan diagnosis histologi sehingga biopsi hati merupakan metode
diagnosis yang terbaik. Biopsi hati tidak dapat mendiagnosis penyebab perlemakan hati. Gambaran
biopsy hati pada NAFLD dan AFLD tidak dapat dibedakan. Gambarannya adalah steatosis, campuran
infiltrasi sel dan inflamasi, hepatosit ballooning , nekrosis, glycogen nuclei, Mallory’s hyaline dan
fibrosis. Dengan biopsy hati dapat ditentukan apakah perlemakan hati masih dalam taraf steatosis,
steatohepatitis, atau sudah terjadi Sirosis hati.
Perlemakan hati secara morfologis dibagi menjadi dua, yaitu makrovesikuler dan
mikrovesikuler. Keduanya dapat terjadi secara bersamaan atau kombinasi. Makrovesikuler steatosis
secara umum adalah ringan dan reversible, sedangkan mikrovesikuler statosis dapat diikuti disfungsi
hati yang berat.

TERAPI SEBELUM TRANSPLANTASI LIVER


Terapi Non Farmakologis
Penurunan berat badan secara bertahap sangat dianjurkan pada pasien dengan obesitas /
overweight. Tahapan penurunan berat badan sangat perlu diperhatikan karena dapat meningkatkan
atau justru memperburuk keadaan, penurunan berat badan yang terlalu cepat akan menimbulkan

19
necroinflamasi, Portal fibrosis dan bile stasis. Dengan menurunkan berat badan rata-rata 230 gram /
hari atau 1,6 kg/mgg relatif aman. Regimen latihan 140 menit latihan fisik per minggu (mis,4000
langkah per hari) dan restriksi kalori (25 kcal/kg/hari) dinilai cukup efektif.
Pada penderita AFLD dapat membaik dengan berhenti minum alcohol , dengan menghentikan
konsumsi alcohol akan meningkatkan survival, tetapi tidak dapat mencegah terjadinya Sirosis hati.

Terapi Farmakologis
Antidiabetik dan insulin sensitizer. Metformin meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan
menurunkan produksi glukosa hati. Thiazolidinediones adalah obat antidiabetik yang bekerja sebagai
agonist dari peroxisome proliferator-activated receptor γ (PPARγ) dan memperbaiki sensitivitas
insulin pada jaringan adiposa. Selain itu, Thiazolidinediones juga menghambat ekspresi leptin dan
TNFα, konstituen yang dianggap terlibat dalam patogenesis steatohepatitis nonalkoholik. Terdapat 3
Thiazolidinediones yang telah diproduksi. Pertama, Troglitazone. Kedua, Rosiglitazone, Obat ketiga
adalah Pioglitazone. ketiganya telah dibuktikan dapat memperbaiki aminotransferase, dua penelitian
juga disertai perbaikan derajat steatosis dan nekroinflamasi. Sayangnya penelitian tersebut melibatkan
sampel kecil, delapan sampai sepuluh pasien, sehingga membutuhkan penelitian lanjutan dengan
sampel yang lebih besar. Efek yang bermanfaat meliputi sebagai anti hiperglikemi, mengurangi
konsentrasi insulin, trigliserida dan FFA di sirkulasi.
Obat anti hiperlipidemia. Statin kompetitif menghambat hepatic hydroxymethyl-glutaryl
coenzyme A (HMG-CoA), sehingga mengurangi produksi kolesterol dan mengurangi kolesterol
serum. Penggunaan statin pada pasien dengan penyakit hati kronis telah menimbulkan kekhawatiran
tentang potensi hepatotoksisitas, tetapi sebagian besar setuju bahwa kejadian hepatotoksisitas adalah
sangat langka dan statin digunakan dalam pengaturan penyakit hati kompensasi pada dasarnya aman.
Antioksidan. Terapi antioksidan diduga berpotensi untuk mencegah progresi steatosis menjadi
steatohepatitis dan fibrosis. Antioksidan yang pernah dievaluasi sebagai alternatif terapi pasien
perlemakan hati non alkoholik antara lain vitamin E (a-tokoferol), vitamin C, betain dan N-
asetilsistein.
Hepatoprotektor. Ursodeoxycholic acid (UDCA) adalah asam empedu dengan banyak
potensi, seperti efek imunomodulator, pengaturan lipid, dan efek sitoproteksi. Dilaporkan adanya
perbaikan konsentrasi aminotransferase.

TERAPI DENGAN TRANSPLANTASI


Dalam era pra-transplantasi, kegagalan hati dikaitkan dengan kematian. Pada penderita gagal
hati fulminan kelangsungan hidup selama 1 tahun hanya berkisar 10-20% dan pada Sirosis
dekompensata kelangsungan hidup selama 1 tahun dapat mencapai 50%. Dan bilamana dilakukan
transplantasi, kelangsungan hidup 1 tahun bisa lebih dari 85% dan kelangsungan hidup 5 tahun bisa

20
lebih dari 70%. Selain itu, dengan adanya transplantasi liver sebagian dan transplantasi liver utuh
mampu menawarkan harapan untuk pasien yang diindikasikan tranplantasi hati dimana kekurangan
organ liver terus bertambah.
SELEKSI RESIPIEN
Ada 4 macam kategori penyakit hati diindikasikan untuk dilakukan transplantasi hati yaitu :
1) Penyakit hati kronik irreversibel oleh sebab apapun;
2) Keganasan hati non metastatik.
3) Gagal hati fulminan;
4) Gangguan metabolisme herediter
Indikasi Transplantasi Hati
Seorang penderita penyakit hati dimana dia tidak dapat lagi mempertahankan kualitas
kehidupan normal karena fungsi hatinya yang buruk dan yang bisa berakibat membahayakan
kehidupannya, harus dipertimbangkan sebagai kandidat transplantasi hati.

21

Potrebbero piacerti anche