Sei sulla pagina 1di 42

Bagian Farmakologi Klinik Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN


ANGINA PEKTORIS TAK STABIL
Dipresentasikan pada tanggal: 16 Februari 2011

Disusun Oleh:

Kasma
NIM. 05.48824.00225.09

Pembimbing:

dr. Andi Irwan Irawan Asfar, Sp.FK

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Lab/SMF Farmakologi Klinik RSUD A. Wahab Sjahranie
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
SAMARINDA
2011
Presentasi Kasus
Farmakologi Klinik Tanggal: 16 Februari 2011

RSUD AWS – FK Unmul

I. Identitas Pasien : Tanggal pemeriksaan : 10 Februari 2011


Nama : Ny. D P/L Dokter yg memeriksa : dr. Wayan,Sp. JP
Usia/BB : 51 tahun/83 kg
Agama : Islam
Alamat : Tarakan
Pekerjaan : IRT
No. Registrasi : 11 00 58 81

II. Anamnesis (Subjektif)

Keluhan Utama :

Nyeri dada

Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri dada dirasakan pasien lebih kurang satu bulan sebelum masuk RS.

Nyeri dada hilang timbul dan dirasakan semakin memberat sebelah kiri, rasa

panas seperti terbakar dan menusuk hingga tembus ke belakang. Nyeri dada

dirasakan ketika beraktivitas dan tidak mereda jika beristirahat. Pasien juga

mengeluhkan sakit kepala seperti ditekan di bagian tengkuk sampai ke leher dan

mual. Pasien tidak mengeluhkan adanya sesak. Pasien merupakan rujukan dari

puskesmas Tarakan dengan diagnosis PJK.

Riwayat Penyakit Dahulu :

1. Riwayat nyeri dada (penyakit jantung) (+) ± 6 bulan yang lalu

2. Riwayat hipertensi (+) diketahui ± 6 bulan yang lalu (210/150 mmHg)

1
Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga mengalami penyakit serupa.

III. Pemeriksaan Fisik (Objektif)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign : TD: 150/80 mmHg RR: 24x/menit

N: 88x/menit T: 36,3oC

Kepala dan leher : Anemis (-), Ikterik (-), sianosis (-), faring hiperemis (-),

Tonsil (T1/T1), refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3

mm), pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-).

Thoraks : Pulmo: I : Tampak simetris, retraksi costa (-)

Pa : Pelebaran ICS (-), fremitus vocal simetris

Pe : Sonor

Aus : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor: I : IC tidak tampak

Pa : IC tidak teraba

Pe : Batas jantung kanan ICS III MSL D

Batas jantung kiri ICS V PSL S

Aus : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: I : Tampak cembung

Pa : Soefl, Hepar & Lien tidak teraba

Pe : Timpani, shifting dullness (-)

Aus : BU (+) kesan normal

2
Ekstremitas superior : Akral hangat, oedem (-)

Ekstremitas inferior : Akral hangat, oedem (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan 10-02-2011 11-02-2011


Hb 12,9 g/dL
HCT 39.0 %
Leu 5200
Plt 224.000
GDS 178 113
LED -
Ureum 28,5 20,0
Kreatinin 0,9 0,7
Na 140
K 3,3
Cl 108
SGOT - 17
SGPT - 29
Bilirubin total - 0,7
Bilirubin direk - 0,2
Bilirubin indirek - 0,5
Protein total - 6,9
Albumin - 3,4
Globulin - 3,5
Kolesterol - 172
Asam urat - 4,3
CK-MB 25
Troponin T negatif (<0,003)

Pemeriksaan EKG

3
V. Diagnosis (Assesment)

Penyakit Jantung Koroner + Unstable Angina

VI. Terapi (Plan)

1. Clopidogrel (Plavix) 4 tablet, selanjutnya berikan 1x1

4
2. Asam asetilsalisilat (Aspilet) 1x1

3. ISDN 3x5 mg oral

4. Lisinopril 10 mg 0-0-I sublingual

5. Fondaparinux sodium (Arixtra) 1x2,5mg

VII. Perawatan di ruangan

Tanggal Subjektif & Objektif Assesment & Planning


10-02-2011 S: Nyeri dada (+); mual (-); A: PJK + Unstable Angina
Pukul 12.00 muntah (-); sesak (-); P: EKG, IVFD RL 12 tpm
Pasien di IGD O: CM; TD 150/90 mmHg; & Lab
N 80x/’; RR 18x/’; T
36,3oC; S1 S2 tunggal Konsul dr. Sp. JP, advice:
reguler; Rh (-); wh (-) - Cek Troponin T
- Clopidogrel (Plavix)
4 tablet
- Asam asetilsalisilat
1x1
- ISDN 3x5 mg PO
- Lisinopril 10 mg 0-0-I
(SL)
- Fondaparinux sodium
1x2,5 mg
10-02-2011 S: Nyeri dada (+) ↓↓; sakit A: PJK + Unstable Angina
Pasien di kepala (+); mual (+); P: - IVFD RL 12 tpm
ruangan sesak (-); nyeri ulu hati - Clopidogrel (Plavix) 4
Seruni (+) tablet
O: CM; TD 150/80 mmHg; - Asam asetilsalisilat
N 88x/’; RR 24x/’; T 1x1
o
36,3 C; S1 S2 tunggal - ISDN 3x5 mg PO
reguler; Rh (-); wh (-) - Lisinopril 10 mg 0-0-I
(SL)
- Fondaparinux sodium
1x2,5 mg
11-02-2011 S: Nyeri dada (-); sakit A: PJK + Unstable Angina
Pukul 08.00 kepala (+); mual (-); P: - IVFD RL 12 tpm
sesak (-); nyeri ulu hati - Clopidogrel (Plavix)
(+) 1x1 tablet
O: CM; TD 170/120 mmHg; - Asam asetilsalisilat
N 72x/’; RR 20x/’; T 1x1
o
36,4 C; S1 S2 tunggal - ISDN 3x5 mg PO
reguler; Rh (-); wh (-) - Lisinopril 10 mg 0-0-I
(SL)

5
- Fondaparinux sodium
1x2,5 mg
- Amlodipin 1x10 mg
- Bisoprolol 1x5 mg
12-02-2011 S: Nyeri dada menjalar A: PJK + Unstable Angina
Pukul 08.00 tembus ke belakang (+); P: - IVFD RL 12 tpm
sakit kepala (+); mual (-); - Clopidogrel (Plavix)
Pukul 11.00 sesak (-); nyeri ulu hati 1x1 tablet
TD 140/100 (+) - Asam asetilsalisilat
O: CM; TD 170/120 mmHg; 1x1
N 70x/’; RR 20x/’; T - ISDN 3x5 mg PO
36,5oC; S1 S2 tunggal - Lisinopril 10 mg 0-0-I
reguler; Rh (-); wh (-) (SL)
- Fondaparinux sodium
1x2,5 mg
- Amlodipin 1x10 mg
- Bisoprolol 1x5 mg

VIII. Masalah yang akan dibahas

1. Penggunaan obat-obatan pada kasus ini berdasarkan diagnosis

2. Rasionalisasi pengobatan pada kasus ini

3. Interaksi dan efek samping obat-obat yang digunakan

6
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENYAKIT JANTUNG KORONER

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan problema kesehatan utama

di negara maju. Di belahan negara dunia, penyakit jantung merupakan

penyebab kematian nomor satu pada orang Amerika dewasa. Setiap tahunnya,

di Amerika Serikat 478.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner,

1,5 juta orang mengalami serangan jantung, 407.000 orang mengalami operasi

peralihan, 300.000 orang menjalani angioplasti. Di Eropa diperhitungkan

20.000-40.000 orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. Penyakit jantung,

stroke, dan aterosklerosis merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh

dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit

ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat, yang banyak dilakukan

seiring dengan berubahnya pola hidup(1).

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung

Sedunia (World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi

penyebab utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini,

sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan

masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan

ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk

menurunkan penyakit kardiovaskuler pada 2010. Di negara berkembang dari

tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan

meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara

7
maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada

wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab

kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner

menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomor satu di dunia(1).

Di Indonesia telah terjadi pergeseran kejadian Penyakit Jantung dan

pembuluh darah dari urutan ke-l0 tahun 1980 menjadi urutan ke-8 tahun 1986

dan menjadi penyebab kematian peringkat ke-3 pada saat itu. Kini, Indonesia

menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam, mulai dari infeksi

klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit psikososial. Hal ini

menjadikan Indonesia saat ini sedang menghadapi "triple burden diseases".

Namun penyebab angka kematian terbesar ditempati oleh penyakit jantung

koroner. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung

koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah

Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung

mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah

16%. kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4%. Angka

kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di

Indonesia(1,2).

Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan

lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), dan

hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai proses seperti penimbunan jaringan

ikat, perkapuran, pembekuan darah dan lain-lain yang kesemuanya akan

mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut. Hal ini akan

8
mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut mengalami kekurangan aliran

darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius, dari Angina

Pektoris (nyeri dada) sampai Infark Jantung, yang dalam masyarakat di kenal

dengan serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak(2,3).

Aterosklerosis pada arteri koroner jantung

Potongan melintang pembuluh Potongan melintang pembuluh


arteri yang normal/ sehat arteri yang menyempit karena
timbunan kolesterol
Beberapa faktor risiko terpenting Penyakit Jantung Koroner(2) :

* Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

* Kadar Kolesterol Total dan LDL tinggi

* Kadar Kolesterol HDL rendah

9
* Merokok

* Diabetes Mellitus

* Kegemukan

* Riwayat keturunan penyakit jantung dalam keluarga

* Kurang olah raga

* Stress

Pada laporan kasus ini, pembahasan terkait Penyakit Jantung Koroner akan

lebih spesifik pada Angina Pektoris terutama Angina Pektoris Tak Stabil.

II. ANGINA PEKTORIS

Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari suatu

iskemik miokard tanpa adanya infark. Klasifikasi klinis angina pada dasarnya

berguna untuk mengevaluasi mekanisme terjadinya iskemik. Walaupun

patogenesa angina mengalami perubahan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada

umumnya dapat dibedakan 3 tipe angina(4,5):

1. Classical effort angina (angina klasik)

Obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan terjadinya iskemik seperti

waktu istirahat. Akan tetapi bila kebutuhan aliran darah melebihi jumlah yang

dapat melewati obstruksi tersebut, akan timbul gejala angina. Angina pektoris

akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat meningkatkan denyut jantung,

tekanan darah dan status inotropik jantung sehingga kebutuhan O2 akan

bertambah seperti pada aktifitas fisik, udara dingin dan makan yang banyak.

10
2. Variant angina (Angina Prinzmetal)

Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat

penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian terbaru

menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme koroner baik

pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi koroner

yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat jelas disertai

penurunan aliran darah arteri koroner.

3. Unstable angina (Angina Tak Stabil / ATS)

Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark, Angina

dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner akut atau Sindroma koroner

pertengahan. Bentuk ini merupakan kelompok suatu keadaan yang dapat

berubah seperti keluhan yang bertambah progresif sebelumnya dengan angina

stabil atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat istirahat

maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard

yang mempunyai ciri tersendiri.

Pada laporan kasus ini terutama akan dibicarakan mengenai pengenalan

ATS karena ATS adalah suatu sindroma klinik yang berbahaya dan merupakan

tipe angina pektoris yang dapat berubah menjadi infark miokard ataupun

kematian.

Sindroma ATS telah lama dikenal sebagai gejala awal dari infark

miokard akut (IMA). Banyak penelitian melaporkan bahwa ATS merupakan

risiko untuk terjadinya IMA dan kematian. Beberapa penelitian retrospektif

menunjukkan bahwa 60-70% penderita IMA dan 60% penderita mati

11
mendadak pada riwayat penyakitnya mengalami gejala prodroma ATS.

Sedangkan penelitian jangka panjang mendapatkan IMA terjadi pada 5-20%

penderita ATS dengan tingkat kematian 14-80%.

ATS menarik perhatian karena letaknya di antara spektrum angina

pektoris stabil dan infark miokard, sehingga merupakan tantangan dalam upaya

pencegahan terjadinya infark miokard.

III. DEFINISI ATS

Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik

miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard

akut. Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis

sebagai berikut:

1. Angina pertama kali

Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh

penderita dalam periode 1 bulan terakhir

2. Angina progresif

Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan

terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan

pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang

biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris stabil.

12
3. Angina waktu istirahat

Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat

menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina sedikitnya

15 menit.

4. Angina sesudah IMA

Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA.

Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau

bersama-bersama tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi

pada IMA harus disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan enzim serial dan

pencatatan EKG.

IV. PATOFISIOLOGI

Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang

tidak menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2

miokard.

Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri

ataupun bersama-sama yaitu :

1. Faktor di luar jantung

Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran

koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis dan

pemakaian obat-obatan simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan O2

miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2.

13
Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi dapat

menyebabkan takikardi dan menurunnya suplai O2 ke miokard.

2. Sklerotik arteri koroner

Sebagian besar penderita ATS mempunyai gangguan cadangan aliran

koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama dengan

atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat penyempitan

pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai gangguan cadangan

aliran darah koroner ringan atau normal yang disebabkan oleh gangguan aliran

koroner sementara akibat sumbatan maupun spasme pembuluh darah.

3. Agregasi trombosit

Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran

darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya

membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya

vasokonstriksi pembuluh darah.

4. Trombosis arteri koroner

Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik

sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi

mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Trombosis

akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.

5. Pendarahan plak ateroma

Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinan

mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan

penyempitan arteri koroner.

14
6. Spasme arteri koroner

Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran koroner

karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyebab ATS. Spasme

dapat terjadi pada arteri koroner normal ataupun pada stenosis pembuluh darah

koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan endotel,

pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.

Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses

aterosklerosis antara lain adalah :

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah :

Umur, jenis kelamin dan riwayat penyakit dalam keluarga.

2. Faktor risiko yang dapat diubah :

Merokok, hiperlipidemi, hipertensi, obesitas dan DM.

V. GAMBARAN KLINIK

1. Gejala

Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit,

tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa

terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara

tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan. Sewaktu angina terjadi,

penderita dapat sesak napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina

mereda. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir

pingsan.

15
2. Pemeriksaan fisik

Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi

dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks.

Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu

serangan angina.

3. EKG

EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat

normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer.

Tujuan dari stress test adalah :

- Menilai sakit dada apakah berasal dari jantung atau tidak.

- Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah

utama akan memberi hasil positif kuat.

Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST,

depresi segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan

cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T.

Perubahan EKG pada ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi

sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan

angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina

hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam

atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.

4. Enzim LDH, CPK dan CK-MB

Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat

tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang

16
paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat terjadi positif palsu.

Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untuk

menyingkirkan adanya IMA.

VI. PROGNOSIS

Dengan pengobatan farmakologis, berbagai penelitian menunjukkan

bahwa dalam 1 tahun pertama, variasi prosentase penderita ATS yang

mengalami IMA berkisar antara 6-60% dengan tingkat kematian 1-40%.

Penelitian Heng dkk melaporkan bahwa selama perawatan di rumah sakit

terdapat 26% penderita ATS dengan angina berulang mengalami IMA.

Sedangkan tanpa angina berulang hanya 10%.

Demikian juga Julian melaporkan dalam 1 tahun, 8% penderita ATS

mengalami IMA dengan tingkat kematian 12%. Yetty (1985-1987) di RS

Jantung Harapan Kita meneliti 12 faktor risiko tinggi untuk terjadinya IMA

pada ATS antara lain umur 60 tahun, stress, riwayat angina, riwayat infark,

hipertensi, DM, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, rasio torak jantung

(CTR) 60% dan angina berulang. Ternyata didapatkan kebiasaan merokok.

CTR 60% dan angina berulang mempunyai hubungan bermakna terhadap

terjadinya IMA pada ATS dan kombinasi dari ketiga faktor tersebut

meningkatkan kejadian IMA. Juga dilaporkan kejadian IMA pada fase

perawatan dari rumah sakit adalah 6,25% dengan tingkat kematian 2,08%

sedangkan pada fase pemeriksaan tindak lanjut 20,45% dengan tingkat

kematian 0%.

17
VII.PENGOBATAN

Pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan memperbaiki

kualitas hidup dengan mencegah serangan angina baik secara nonfarmakologis,

farmakologis atau pembedahan.

A. Terapi Nonfarmakologis

Modifikasi faktor risiko yang dapat diubah, seperti merokok, hiperlipidemi,

hipertensi, obesitas dan DM.

B. Terapi Farmakologis(3,4,5,6)

Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina.

Terdapat beberapa jenis obat yang dapat digunakan, yaitu :

1. Obat Antiplatelet

Obat antiplatelet mengurangi agregasi platelet dan digunakan

untuk mencegah kejadian tromboembolik lebih lanjut pada pasien yang

menderita infark miokard, stroke iskemik atau TIA dan angina tak stabil

serta sebagai pencegahan primer terhadap pasien yang berisiko

mengalami tromboembolik. Contoh obat yang dapat digunakan adalah

clopidogrel dan aspirin.

2. β-Bloker

Beta bloker merupakan antagonis reseptor kompetitif beta

adrenergik dan digunakan untuk terapi gangguan kardiovaskuler seperti

hipertensi, angina pektoris, aritmia kardia, infark miokard dan gagal

jantung.

18
3. Nitrogliserin

Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina

akut. Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh

darah koroner. Efeknya langsung terhadap relaksasi otot polos vaskuler.

Nitrogliserin juga dapat meningkatkan toleransi exercise padapenderita

angina sebelum terjadi hipoktesia miokard. Bila di berikan sebelum

exercise dapat mencegah serangan angina

4. Kalsium antagonis

Penggunaan utama dari kalsium antagonis adalah untuk terapi

angina pektoris dan hipertensi. Dipakai pada pengobatan jangka panjang

untuk mengurangi frekwensi serangan pada beberapa bentuk angina.

Cara kerjanya :

- Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus vasometer

pembuluh darah arteri koroner (terutama pada angina Prinzmetal).

- Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke

miokard

- Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan

menurunkan afterload.

- Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut,

jantung dan kontraktilitis sehingga mengurangi kebutuhan O2.

5. Penghambat ACE

Penggunaan utama dari penghambat ACE adalah untuk terapi gagal

jantung, hipertensi dan infark miokard.

19
B. Pembedahan

Prinsipnya bertujuan untuk :

- Memberi darah yang lebih banyak kepada otot jantung

- Memperbaiki obstruksi arteri koroner.

Ada 4 dasar jenis pembedahan :

1. Ventricular aneurysmectomy: Rekonstruksi terhadap kerusakan

ventrikel kiri

2. Coronary arteriotomy: Memperbaiki langsung obstruksi arteri koroner

3. Internal thoracic mammary: Revaskularisasi terhadap miokard.

4. Coronary artery baypass grafting (CABG): Hasilnya cukup

memuaskan dan aman yaitu 80-90% dapat menyembuhkan angina dan

mortalitas hanya 1 % pada kasus tanpa komplikasi.

Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah :

1. Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PCTA)

2. Percutaneous rotational coronary angioplasty (PCRA)

3. Laser angioplasty

20
TINJAUAN FARMAKOLOGI

a. IVFD Kristaloid (RL 12 tpm)

1. RL diberikan dalam bentuk infus IV

2. Indikasi, kontra indikasi dan efek samping obat

- Indikasi: Mensuplai kebutuhan cairan dan elektrolit ke tubuh. Sebagai

terapi suportif pada pasien yang mengalami gangguan intake makanan

per oral, muntah, dan diare atau menyebabkan seseorang berada dalam

kondisi dehidrasi atau resusitasi pada kondisi syok hipovolemik. Juga

dapat digunakan sebagai pelarut campuran untuk obat-obatan IV.

Berupa kemasan 500 cc dan 1000 cc.

- Kontraindikasi: hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati,

asidosis laktat

- Efek samping obat: edema jaringan pada penggunaan dengan volume

yang besar biasanya pada paru-paru.

- Peringatan dan perhatian: tidak digunakan dalam pengobatan asidosis

laktat. Hati-hati pemberian pada penderita edema perifer pulmoner,

gagal jantung, gangguan fungsi ginjal dan pre eklampsia.

b. Clopidogrel (Plavix)(6,7)

Farmakodinamik: Clopidogrel merupakan antitrombotik/antiplatelet yang

dapat menghambat agregasi trombosit melalui penghambatan jalur ADP

trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang

sering ditemukan pada sistem arteri. Obat ini merupakan derivat thienopyridine

21
yang bekerja secara selektif menghambat ikatan Adenosine Di-Phosphate

(ADP) pada reseptor ADP di platelet, yang sekaligus dapat menghambat

aktivasi kompleks glikoprotein GPIIb/IIIa yang dimediasi oleh ADP, yang

dapat menimbulkan penghambatan terhadap agregasi platelet. Clopidogrel

tidak menghambat aktivitas dari enzim fosfodiesterase yang berpengaruh

dalam siklik AMP, jadi tidak mempunyai efek vasodilatasi. Tidak seperti

aspirin, obat ini tidak berpengaruh terhadap metabolisme prostaglandin.

Farmakokinetik

Clopidogrel merupakan prodrug. Di dalam hati, Clopidogrel

dimetabolisme menjadi 2-oxo-clopidogrel yang merupakan metabolit yang

aktif. Metabolit aktif 2-oxo-clopidogrel akan mengalami hidrolisis menjadi

asam karboksilat yang merupakan metabolit yang tidak aktif. Metabolit aktif

atau bentuk 2-oxo-clopidogrel akan berikatan secara kuat pada reseptor ADP di

trombosit, sehingga metabolit ini tidak terdeteksi di plasma.

Dari uji in vitro dijelaskan bahwa pada pemberian Clopidogrel 75

mg/hari penghambatan agregasi trombosit mulai terlihat sejak hari pertama

terapi. Pada hari ketiga sampai hari ketujuh, penghambatan agregasi trombosit

sudah mencapai 40% hingga 60%. Bioavailabilitas Clopidogrel tidak

dipengaruhi oleh makanan sehingga dapat diminum pada saat makan atau

sebelum makan.

Efek antitrombotik clopidogrel tergantung pada dosis. 5 jam setelah

pemberian oral loading dose 300 mg, 80% aktivitas trombosit akan di hambat.

22
Dosis pemeliharaan clopidogrel adalah 75 mg/hari untuk mencapai inhibisi

trombosit maksimum. Durasi efek anti platelet 7-10 hari.

Indikasi: Mengurangi kejadian atherosclerotic (myocardial infarction, stroke,

kematian pembuluh darah) pada pasien dengan atherosclerosis dibuktikan oleh

myocardial infarction (MI) yang belum lama berselang terjadi, stroke yang

belum lama berselang terjadi, atau penyakit arterial peripheral yang sudah

terbukti; sindrom coronary akut (angina tidak stabil atau MI non-Q-wave) yang

terkontrol secara medis atau melalui percutaneous coronary intervention/PCI

(dengan atau tanpa stent)

Kontra-indikasi: Hipersensitivitas terhadap clopidogrel atau komponen lain

dari formulasinya; perdarahan patologis aktif seperti PUD atau hemoragi

intrakranial; gangguan koagulasi; active peptic ulcer (tukak lambung aktif).

Bentuk sediaan: Tablet salut film 75 mg

Sediaan Clopidogrel (Plavix) 75 mg

Dosis: Oral, dewasa: myocardial infarction (MI) yang belum lama berselang

terjadi, stroke yang belum lama berselang terjadi, atau penyakit arterial

peripheral yang sudah terbukti: satu kali sehari satu tablet 75 mg

23
Sindrom koroner akut: awal loading dose 300 mg; diikuti dengan satu

kali sehari satu tablet 75 mg (dikombinasikan dengan aspirin 75-325 mg satu

kali sehari satu tablet).

Pencegahan penutupan coronary artery bypass graft (saphenous vein):

pasien dengan alergi terhadap aspirin: dosis loading: 300 mg 6 jam ; dosis

maintenance: 50-100 mg/hari

Aturan pakai: Satu kali sehari satu tablet 75 mg, dapat diminum dengan atau

tanpa makanan.

Efek samping: Perdarahan gastrointestinal (saluran pencernaan), purpura,

bruising, haematoma, epistaxis, haematuria, ocular haemorrhage, perdarahan

intracranial, nyeri abdominal (perut), gastritis, konstipasi, rash, dan pruritus

(gatal).

Perhatian: Resiko khusus (wanita hamil/gagal ginjal/kelainan hepar). Pada

kehamilan memiliki faktor resiko B; tidak direkomendasikan untuk wanita

yang sedang menyusui; pasien yang memiliki resiko peningkatan perdarahan

dari suatu trauma, pembedahan atau kondisi patologik lainnya. Pasien dengan

penyakit hepatik sedang yang kemungkinan mengalami perdarahan diatheses.

Penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan ginjal dan pasien usia lanjut

tidak diperlukan.

Interaksi Obat: Clopidogrel harus digunakan dengan hati-hati pada pasien

yang mendapatkan obat lain yang dapat meningkatkan resiko perdarahan,

seperti antikoagulan, antiplatelet lain dan NSAID.

24
c. Asam asetilsalisilat (Aspilet)(6,7,9)

Farmakodinamik: Asam asetilsalisilat mengandung asam asetilsalisilat dari

golongan NSAID yang menghambat sintesis prostaglandin. Bekerja di pusat

pengatur suhu tubuh di hipotalamus dan mengganggu produksi tromboksan A,

suatu substansi yang menstimulasi agregasi platelet. Efek terapeutik:

mengurangi respon inflamasi dan intensitas nyeri, menurunkan panas,

menghambat agregasi platelet.

Farmakokinetik

 Absorbsi: cepat dan komplit dari saluran cerna

 Distribusi: Ikatan dengan protein tinggi dan terdistribusi luas.

 Metabolisme: terhidrolisis dengan cepat menjadi salisilat.

 Ekskresi: -

Indikasi: pengobatan dan pencegahan angina pektoris dan infark miokard,

demam, nyeri pasca vaksinasi, sakit gigi, nyeri otot dan nyeri saraf.

Kontra-indikasi: Tukak peptik, kelainan perdarahan, asma.

Dosis: pengobatan dan pencegahan angina pektoris dan infark miokard 1 tab

1x/hari.

Efek samping: gangguan saluran cerna, pusing, reaksi hipesensitif.

Perhatian: gangguan fungsi hati atau ginjal, hamil, laktasi.

Interaksi Obat: ACE Inhibitor efek antihipertensi berkurang, kortikosteroid

meningkatkan insiden ulserasi saluran cerna.

25
d. ISDN(6,7,9)

Farmakodinamik: Merupakan organik nitrat yang dapat mengubah Nitric

oxide (NO) menjadi bentuk aktif dengan mengaktifkan guanilat siklase dan

meningkatkan sintesis guanosin 3’,5’-monophosphate (cGMP) pada otot polos

dan jaringan lain yang menyebabkan defosforilasi miosin sehingga terjadi

ralaksasi otot polos (vasodilatasi) dan pengeluaran prostasiklin (PGI 2) dari

endotelim yang bersifat vasodilator dan anti agregasi platelet.

Farmakokinetik

 Absorbsi: setelah menjadi bentuk aktif, yaitu mononitrat diabsorbsi di

mukosa mulut dan hampir lengkap di saluran cerna. Jika diberikan SL,

onset kerja 5-20 menit, mencapai konsentrasi puncak setelah 15-60

menit dan lama kerja 45-120 menit. Sedangkan jika per oral onset kerja

15-45 menit, mencapai konsentrasi puncak setelah 45-120 menit dan

lama kerja 2-6 jam, bioavailabilitas 10-90%, rata-rata 25%.

 Distribusi:berikatan dengan protein sangat rendah.

 Metabolisme: di hepar menjadi metabolit aktif yaitu isosorbid

mononitrat.

 Ekskresi: melalui urin dan feses, T½ 1 jam

Indikasi: Angina, ISDN per oral

Kontra-indikasi: Hipotensi berat, anemia, kehamilan (kategori C)

Dosis: Jika digunakan untuk mengatasi serangan akut angina, dosis ISDN SL

berkisar antara 2,5-10 mg, sedangkan untuk dosis pemeliharaan PJK 5-40 mg

mg/hari peroral, dengan frekuensi pemberian 3-4 kali/hari.

26
Efek samping: edema perifer, pusing, sakit kepala, mual, muntah, mengantuk,

palpitasi, hipotensi, flushing, pusing.

Interaksi Obat: ergotamin dapat melawan efek kerja dari ISDN. Sildenafil

dapat menimbulkan efek hipotensi berat.

e. Lisinopril

Farmakodinamik: Lisinopril merupakan golongan ACE inhibitor untuk

menurunkan resistensi perifer. Menghambat Angiotensin Converting Enzyme

dimana akan mengubah Angiotensin I menjadi Angiotensin II. Angiotensin II

merangsang sintesis aldosteron dan merupakan vasokonstriktor yang poten.

Efek terapeurik: mengurangi tahanan arteri perifer, tekanan darah, afterload

dan preload. Pada pasien dengan gagal jantung dapat mengurangi ukuran

jantung dan meningkatkan Cardiac output.

Farmakokinetik

 Absorbsi: secara perlahan dan tidak lengkap di saluran cerna, dan tidak

dipengaruhi oleh makanan. Bioavailabilitas 25%. Konsentrasi puncak

tercapai setelah 7 jam.

 Distribusi: 16% terikat protein plasma. Distribusi lewat ASI 1%

 Metabolisme: Tidak memerlukan metabolisme di hepar

 Ekskresi: melalui urin 100% dalam bentuk utuh. T½ 12 jam.

Indikasi: hipertensi, gagal jantung, infark miokard, nefropati diabetik.

Kontra-indikasi: riwayat angioedema dari pemakaian terapi ACE inhibitor

sebelumnya. Kehamilan (kategori C).

Bentuk sediaan: Tablet 5 mg, 10 mg.

27
Dosis: Lisinopril diberikan dalam bentuk tablet 1x/hari dengan rentang dosis

10-40 mg/hari.

Efek samping: edema perifer, pusing, sakit kepala, mual, mengantuk,

palpitasi, hipotensi, ginekomastia,

Perhatian: hiperkalemi, gangguan fungsi ginjal, laktasi, gagal jantung

kongestif.

Interaksi Obat: Aspirin (NSAID) menghambat respon antihipertensi ACE

Inhibitor, penggunaan lisinopril bersama dengan amiloride, drospirenone,

potassium, spironolakton, triamterene meningkatkan risiko hiperkalemi.

f. Fondaparinux sodium (Arixtra)(6,7,9)

Farmakodinamik: Fondaparinux merupakan polisakarida sintetik dari

golongan antikoagulan langsung yang bekerja sebagai penghambat langsung

faktor pembekuan Xa sehingga menghentikan kaskade koagulasi darah. Efek

Terapeutik: Mencegah pembentukan trombin secara tidak langsung sehingga

mencegah pembentukan bekuan fibrin lebih lanjut. Berdasarkan penelitian

OASIS-5 (The Fifth Organisation to Assess Strategies in Acute Ischaemic

Syndromes) pada tahun 2006 yang membandingkan efikasi serta keamanan

penggunaan fondaparinux 2,5 mg/hari subkutan dan enoxaparin 1 mg/kgBB

dua kali sehari dalam waktu ≤8 hari pada pasien dengan risiko tinggi angina

tak stabil dan infark miokard, menunjukkan bahwa penggunaan enoxaparin

tidak lebih unggul daripada fondaparinux baik dari segi efikasi maupun biaya.

28
Farmakokinetik

 Absorbsi: lengkap dan cepat setelah pemberian injeksi subkutan.

Bioavailabilitas 100%.

 Distribusi: terutama dalam darah dan sedikit di cairan ekstravaskuler.

 Metabolisme: terikat kuat di plasma terutama antitrombin III,

metabolisme minimal.

 Ekskresi: melalui urin tanpa mengalami perubahan. T½ 17-21 jam.

Memanjang pada pasien dengan gangguan ginjal.

Indikasi: telah disetujui sebagai terapi angina tak stabil atau pada NSTEMI.

Kontra-indikasi: pasien angina tak stabil atau NSTEMI yang memerlukan

terapi invasif segera dalam waktu kurang dari 2 jam seperti percutaneous

coronary intervention (PCI), perdarahan aktif yang banyak, endokarditis

bakterial, gangguan ginjal berat, trombositopeni, BB<50 kg.

Bentuk sediaan: Jarum suntik prefilled 2,5 mg/0,5 mL.

Dosis: 2,5 mg/hari subkutan ≤8 hari

Efek samping: demam (14%), hematom pada bekas injeksi, mual, edem

perifer (1-4%).

Perhatian: Pasien yang mendapatkan agen antiplatelet lain seperti aspirin,

clopidogrel, ticlopidine, warfarin perlu observasi ketat.

Interaksi Obat: agen antiplatelet lain akan meningkatkan risiko perdarahan.

29
g. Amlodipin(7,9)

Farmakodinamik: Agen antiangina dan antihipertensi dihidropiridine

(vaskuloselektif) yang menghambat kanal kalsium, sehingga pergerakan ion

kalsium melewati membran sel menjadi terhambat dan kalsium di ekstrasel

tidak bisa masuk ke dalam sitosol. Efek terapeutik: mengurangi nyeri dada

(angina) melalui dilatasi arteri koroner, arteri perifer dan arteriol. Menurunkan

tahanan vaskuler perifer total dan tekanan darah melalui dilatasi.

Farmakokinetik

 Absorbsi : lengkap di saluran cerna, konsentrasi puncak setelah 6-

12 jam, bioavailabilitas 60-65%.

 Distribusi : 97,5% terikat dengan protein.

 Metabolisme : di hepar dalam bentuk inaktif >90%

 Ekskresi : melalui urin<10%, T½ 35-50 jam

Indikasi: hipertensi esensial, angina (stabil atau vasospastik)

Kontra-indikasi: hipotensi berat, kehamilan (kategori C)

Dosis: Hipertensi diberikan peroral 5 mg/hari dosis tunggal, maksimum 10

mg/hr. Angina diberikan peroral 5-10 mg/hari dosis tunggal.

Efek samping: Edema perifer, pusing, sakit kepala, mual, mengantuk,

palpitasi, hipotensi, ginekomasti, konstipasi, rasa tidak nyaman di perut,

flatulens.

Peringatan: hipotensi berat dan DM

30
Interaksi Obat: diltiazem dan eritromisin dapat menurunkan bersihan

amlodipin. H2 bloker meningkatkan konsentrasi amlodipin di plasma. Rifampin

menurunkan konsentrasi amlodipin di plasma.

h. Bisoprolol(9)

Farmakodinamik: Antihipertensi dari golongan beta bloker yang bekerja

dengan memblok reseptor β1 adrenergik di jaringan kardia. Efek terapeutik:

memperlambat sinus detak jantung dan menurunkan tekanan darah.

Farmakokinetik

 Absorbsi: baik di saluran cerna.

 Distribusi: 26-33% terikat dengan protein

 Metabolisme: di hepar.

 Ekskresi: melalui urin.

Indikasi: Hipertensi

Kontra-indikasi: syok kardiogenik, gagal jantung yang nyata, blok jantung

derajat dua atau tiga.

Dosis: Hipertensi diberikan peroral 5 mg/hari, dapat ditingkatkan sampai 20

mg/hari.

Efek samping: hipotensi yang ditandai dengan pusing, sakit kepala,

ekstremitas dingin, lemah, konstipasi atau diare.

Interaksi Obat: NSAID mengurangi efek antihipertensi, Clonidin dapat

menimbulkan rebound hipertensi, kokain dipotensiasi oleh bisoprolol sehingga

menginduksi vasokonstriksi koroner.

31
DISKUSI/PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang

berupa hasil laboratorium dan elektrokardiografi, maka diagnosis klinis pasien ini

adalah Angina Pektoris Tak Stabil, diagnosis etiologi yaitu Hipertensi stage II dan

diagnosis anatomi penyempitan arteri koroner jantung.

Terapi yang diberikan pada pasien ini sejak masuk ke IGD sampai

perawatan hari ke tiga di ruangan adalah IVFD RL 12 tpm, Clopidogrel (Plavix) 4

tablet kemudian dilanjutkan 1 tablet/hari, Asam asetilsalisilat 1x1, ISDN 3x5 mg

peroral, Lisinopril 10 mg 0-0-I (SL), Fondaparinux sodium 1x2,5 mg, Amlodipin

1x10 mg dan Bisoprolol 1x5 mg. Untuk menetapkan rasional tidaknya terapi yang

diberikan, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Obat yang diberikan harus tepat indikasi sesuai dengan standar medis/panduan

klinis atau sesuai dengan penyakit yang dihadapinya. Contoh penggunaan obat

tidak rasional: Penggunaan Antibiotik untuk Diare yang Non Spesifik,

Penggunaan Antibiotik untuk infeksi virus saluran nafas atas,

2. Tepat obat, obat berdasarkan efektifitasnya, keamanannya, dosis,

3. Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi dan kemungkinan efek yang tidak

diinginkan, misal pasien yang mempunyai gangguan iritasi lambung tidak

diberikan analgesik yang mempunyai efek samping mengiritasi lambung

4. Tepat penggunaan obat artinya pasien mendapat informasi yang relevan,

penting dan jelas mengenai kondisinya dan obat yang diberikan (Aturan

minum, sesudah atau sebelum makan, dll)

32
5. Tepat monitoring, artinya efek obat yang diketahui dan tidak diketahui

dipantau dengan baik.

Dengan demikian, kerasionalan dalam pemberian terapi dapat dirangkum secara

keseluruhan menjadi 4T 1W + EARMU, yaitu Tepat Indikasi, Tepat Dosis, Tepat

Pemakaian, Tepat Pasien dan Waspada efek samping + Efektif Aman Rasional

Murah dan Mudah didapat.

Penjelasan mengenai rasional tidaknya terapi tersebut akan dijelaskan

dalam tabel di halaman berikutnya.

33
Rasional
No. Terapi Teori Kasus
Ya Tidak
1 IVFD RL Indikasi: Sebagai terapi rumatan untuk mencegah Diberikan 12 tpm yang akan habis dalam waktu
terjadinya dehidrasi. 13 jam/500 mL RL.
Kontra Indikasi: Hipernatremi, kelainan ginjal, kerusakan Tidak ada kontra indikasi pada pasien.
sel hati, laktat asidosis. Tetesan lambat diberikan untuk mencegah √
Dosis: sesuai dengan kondisi penderita. terjadinya kelebihan cairan yang dapat
meningkatkan beban kerja jantung.
2 Clopidogrel Indikasi: Mengurangi kejadian sindrom koroner akut Diagnosis pasien yaitu angina pektoris tidak
(Plavix) (angina tidak stabil atau Infark miokard non-gelombang stabiltepat indikasi
Q) Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang
Kontra Indikasi: Hipersensitivitas terhadap clopidogrel dialami pasientepat pasien
atau komponen lain dari formulasinya; perdarahan
patologis aktif seperti PUD atau hemoragi intrakranial; Pemberian Clopidogrel (Plavix): 4 tablet
gangguan koagulasi; tukak lambung aktif. kemudian dilanjut kan 1 tablet/hari. 1 tablet 75 mg
Dosis: Loading dose 4x75 mg, diikuti dengan satu kali  tepat dosis dan pemakaian.
sehari satu tablet 75 mg (dikombinasikan dengan aspirin
75-325 mg satu kali sehari satu tablet). Perbaikan klinis: Nyeri dada berkurang dalam √
Efek samping: Perdarahan gastrointestinal (saluran masa perawatan setelah pemberian obat pada hari
pencernaan), purpura, bruising, haematoma, epistaxis, kedua.
haematuria, ocular haemorrhage, perdarahan intracranial,
nyeri abdominal (perut), gastritis, konstipasi, rash, dan Hari kedua perawatan: Pasien mengeluh nyeri ulu
pruritus (gatal). hatiefek samping obat, namun tidak ada
Interaksi Obat: Clopidogrel harus digunakan dengan hati- terapi/masukan yang diberikan untuk mengatasi
hati pada pasien yang mendapatkan obat lain yang dapat nyeri ulu hati tersebuttidak waspada efek
meningkatkan resiko perdarahan, seperti antikoagulan, samping
antiplatelet lain dan NSAID.

32
3 Asam asetilsalisilat Indikasi: pengobatan dan pencegahan angina pektoris dan Diagnosis pasien yaitu angina pektoris tidak
(Aspilet) infark miokard stabiltepat indikasi
Kontra-indikasi: Tukak peptik, kelainan perdarahan, asma
Dosis: pengobatan dan pencegahan angina pektoris dan Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang
infark miokard 1 tab 1x/hari. dialami pasientepat pasien
Efek samping: gangguan saluran cerna, pusing, reaksi
hipesensitif. Pemberian Asam asetilsalisilat 1x1 tablet disertai
Interaksi Obat: Efek antihipertensi ACE Inhibitor pemberian antiplatelet lain, antikoagulan dan
berkurang. antihipertensiAspirin dapat dikombinasi dengan
Clopidogrel dengan pemberian 1x1 tablettepat
penggunaan. √
Perbaikan klinis: Nyeri dada berkurang dalam
masa perawatan setelah pemberian obat pada hari
kedua.

Hari kedua perawatan: Pasien mengeluh nyeri ulu


hatiefek samping obat, namun tidak ada
terapi/masukan yang diberikan untuk mengatasi
nyeri ulu hati tersebuttidak waspada efek
samping obat
4 ISDN Indikasi: Angina, ISDN per oral Diagnosis pasien yaitu angina pektoris tidak √
Efek samping: edema perifer, pusing, sakit kepala, mual, stabiltepat indikasi
muntah, mengantuk, palpitasi, hipotensi, flushing, pusing.
Kontra-indikasi: Hipotensi berat, anemia, kehamilan Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang
(kategori C) dialami pasientepat pasien
Dosis: Jika digunakan untuk mengatasi serangan akut
angina, dosis ISDN SL berkisar antara 2,5-10 mg, Pemberian ISDN peroral 3x5 mg merupakan dosis

33
sedangkan untuk dosis pemeliharaan PJK 5-40 mg pemeliharaan PJKtepat dosis dan pemakaian
mg/hari peroral, dengan frekuensi pemberian 3-4 kali/hari.
Interaksi Obat: ergotamin dapat melawan efek kerja dari Perbaikan klinis: Nyeri dada berkurang dalam
ISDN. Sildenafil dapat menimbulkan efek hipotensi berat. masa perawatan setelah pemberian obat pada hari
kedua.

Mulai hari kedua perawatan pasien mengeluh


sakit kepalaefek samping obat
5 Lisinopril Indikasi: hipertensi, gagal jantung, infark miokard, Diagnosis etiologi dan klinis pasien adalah √
nefropati diabetik. hipertensi stage II dan angina tak stabiltepat
Kontra-indikasi: riwayat angioedema dari pemakaian indikasi.
terapi ACE inhibitor sebelumnya. Kehamilan (kategori C).
Dosis: Lisinopril peroral diberikan dalam bentuk tablet Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang
1x/hari dengan rentang dosis 10-40 mg/hari. dialami pasientepat pasien
Efek samping: edema perifer, pusing, sakit kepala, mual,
mengantuk, palpitasi, hipotensi, ginekomastia. Pemberian Lisinopril 10 mg 0-0-Itepat dosis
Interaksi Obat: Aspirin (NSAID) menghambat respon Cara pemberian sublingual, tidak ada literatur
antihipertensi ACE Inhibitor, penggunaan lisinopril yang mendukung. Semuanya menyebutkan
bersama dengan amiloride, drospirenone, potassium, pemberian oraltidak tepat pemakaian
spironolakton, triamterene meningkatkan risiko
hiperkalemi. Keadaan klinis: Tekanan darah pasien meningkat
pada hari ketiga dan keempat dari perawatan
menjadi 170/120 meski antihipertensi
diberikanTerjadi interaksi obat antara ACE
inhibitor dengan NSAID yang menyebabkan
antihipertensi ACE inhibitor dihambattidak
tepat monitoring

34
Selain sebagai antihipertensi, lisinopril (gol ACE
Inhibitor) juga berfungsi sebagai remodelling
jantung. Karena itu, meski efek antihipertensinya
berkurang karena interaksi obat dengan Asam
asetilsalisilat, penggunaannya tetap dilanjutkan
karena efek terapeutik yang lain.

Mulai hari kedua perawatan pasien mengeluh


sakit kepalaefek samping obat
6 Fondaparinux Indikasi: telah disetujui sebagai terapi angina tak stabil Diagnosis pasien yaitu angina pektoris tidak
sodium (Arixtra) atau pada NSTEMI. stabiltepat indikasi
Kontra-indikasi: pasien angina tak stabil atau NSTEMI
yang memerlukan terapi invasif segera dalam waktu Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang
kurang dari 2 jam seperti percutaneous coronary dialami pasientepat pasien
intervention (PCI), perdarahan aktif yang banyak,
endokarditis bakterial, gangguan ginjal berat, Pemberian Fondaparinux sodium 1x2,5 mg/hari
trombositopeni, BB<50 kg. subkutantepat dosis dan tepat pemakaian,
Perhatian: Pasien yang mendapatkan agen antiplatelet lain namun harus monitoring ketat karena √
seperti aspirin, clopidogrel, ticlopidine, warfarin perlu dikombinasikan dengan antiplatelet lain.
observasi ketat.
Interaksi Obat: agen antiplatelet lain akan meningkatkan Perbaikan klinis: Nyeri dada berkurang dalam
risiko perdarahan. masa perawatan setelah pemberian obat pada hari
Dosis: 2,5 mg/hari subkutan ≤8 hari kedua.
Efek samping: demam (14%), hematom pada bekas
injeksi, mual, edem perifer (1-4%).
7 Amlodipin Indikasi: hipertensi esensial, angina (stabil atau Diagnosis etiologi pasien adalah hipertensi stage √
vasospastik) IItepat indikasi.
Kontra-indikasi: hipotensi berat, kehamilan (kategori C)

35
Dosis: Hipertensi diberikan peroral 5 mg/hari dosis Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang
tunggal, maksimum 10 mg/hr. Angina diberikan peroral 5- dialami pasientepat pasien
10 mg/hari dosis tunggal.
Efek samping: Edema perifer, pusing, sakit kepala, mual, Pemberian amlodipin pada hari ketiga perawatan
mengantuk, palpitasi, hipotensi, ginekomasti, konstipasi, dengan dosis 1x10 mg (dosis maksimum)
rasa tidak nyaman di perut, flatulens. Keluhan sakit kepala pasien tidak pernah
Interaksi Obat: diltiazem dan eritromisin dapat hilangefek samping obat.
menurunkan bersihan amlodipin. H2 bloker meningkatkan
konsentrasi amlodipin di plasma. Rifampin menurunkan Perbaikan klinis: tekanan darah pasien turun
konsentrasi amlodipin di plasma. menjadi 140/100 mmHg dari 170/120 mmHg
setelah kombinasi beberapa obat antihipertensi.
8 Bisoprolol Indikasi: Hipertensi Diagnosis etiologi pasien adalah hipertensi stage
Kontra-indikasi: syok kardiogenik, gagal jantung yang IItepat indikasi.
nyata, blok jantung derajat dua atau tiga.
Dosis: Hipertensi diberikan peroral 5 mg/hari, dapat Tidak ada kontra indikasi sebelumnya yang
ditingkatkan sampai 20 mg/hari. dialami pasientepat pasien
Efek samping: hipotensi yang ditandai dengan pusing,
sakit kepala, ekstremitas dingin, lemah, konstipasi atau Pemberian bisoprolol pada hari ketiga perawatan √
diare. dengan dosis 1x5 mg peroraltepat dosis dan
Interaksi Obat: NSAID mengurangi efek antihipertensi, pemakaian.
Clonidin dapat menimbulkan rebound hipertensi, kokain Keluhan sakit kepala pasien tidak pernah
dipotensiasi oleh bisoprolol sehingga menginduksi hilangefek samping obat.
vasokonstriksi koroner. Sama seperti Lisinopril, NSAID mengurangi efek
antihipertensi.

36
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Secara keseluruhan, dalam upaya terapi farmakologi yang diberikan terhadap

pasien ini adalah rasional sesuai dengan literatur.

2. Clopidogrel (Plavix) 4 tablet kemudian dilanjutkan 1 tablet/hari, ISDN 3x5

mg peroral, Fondaparinux sodium 1x2,5 mg adalah rasional dengan catatan

perlu pemantauan ketat tehadap risiko perdarahan dari kombinasi

antikoagulan dan antiplatelet.

3. Lisinopril 1x10 mg, Amlodipin 1x10 mg dan Bisoprolol 1x5 mg, semuanya

masuk dalam golongan obat yang dapat diberikan pada pasien dengan angina

yaitu masing-masing dari golongan ACE Inhibitor, Ca Channel Blocker dan

Beta Blocker, sehingga penggunaannya dalam terapi pasien ini adalah

rasional, namun perlu memperhitungkan interaksi obat yang terjadi dengan

golongan NSAID.

4. Nyeri ulu hati yang dirasakan pasien perlu tindak lanjut dengan memberikan

terapi obat untuk mencegah ulkus peptikum misalnya dari golongan antagonis

reseptor H2 seperti ranitidin.

5. Jika obat dari golongan antagonis reseptor H2 seperti ranitidin diberikan,

sebaiknya dosis Amlodipin 1x10 mg dikurangi menjadi 1x5 mg/hari

mengingat antagonis reseptor H2 dapat meningkatkan efek hipotensi.

37
KEPUSTAKAAN

1. Himapid FKM UNHAS. Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner. [Online]

2008 [cited 2011 Feb 16]; Available from:

http://himapid.blogspot.com/2008/10/penyakit-kardiovaskuler-pkv-

terutama.html

2. Medistra hospital. Penyakit jantung koroner. [Online] 2011 [cited 2011 Feb

13]; Available from: http://www.medistra.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=76

3. Katzung, Bertram G., 1997, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 6, Alih

Bahasa: Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI, Editor:

Anwar Agoes, EGC, Jakarta.

4. T. Bahri Anwar. Angina pektoris tak stabil. [Online] 2004 [cited 2011 Feb

13]; Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3518/1/gizi-bahri2.pdf

5. Dewoto HR. Antikoagulan, antitrombotik, trombolitik dan hemostatik. In

Farmakologi dan Terapi. 5th Edition. Gaya Baru. Jakarta: 2007.

6. Multum Cerner. Drug information. [Online] 04/27/2010 3:47:12 PM [cited

2011 Feb 14]; Available from: http://www.drugs.com/plavix.html.

7. Sweetman SC. Cardiovascular drugs in Martindale: the complete drugs

reference. 35th Edition. Pharmaceutical Press. USA: 2007.

38
8. Ndadari Lestarining Wahyu. Penggunaan antiplatelet clopidogrel dalam

terapi angina pektoris. [Online] 2007 [cited 2011 Feb 14]; Available from:

http://yosefw.wordpress.com/2007/12/29/penggunaan-antiplatelet-

clopidogrel-dalam-terapi-angina-pectoris/

9. Ellsworth AJ, Witt DM, Dugdale DC, Oliver LM. Mosby’s medical drug

reference. Elsevier Mosby. Philadelphia: 2006.

39

Potrebbero piacerti anche