Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
php/sastra
P-ISSN 2337-7712
E-ISSN 2598-8271
Article History:
Submitted:
Paxia Virginita Rosana/Dr. Mu’minin, M.A
dd-mm-20xx Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,STKIP PGRI
Accepted:
dd-mm-20xx Jombang
Published: Jalan Pattimura Gang III Nomor 20, 61418, Indonesia
dd-mm20xx
Email : paxiavg@gmail.com
Abstract
T h e p h e n o m e n o
Ecranization is the process of screening the novel into a film. The
transfer of the novel to the white screen inevitably results in various
changes. Therefore, it can be said, ekranisasi is a process of change. The
theory used in this research is Pamusuk Eneste's ecranization theory
and Burhan Nugiyantoro's fiction study theory.
T h e p u r p o s e o
changes that occur in the elements forming a literary work (plot,
character, and background) due to the process of ekranisasi Risa
Saraswati's Asih novel into the film Asih director Awi Suryadi.
T h i s s t u d y u
qualitative approach is a procedure used by research to produce
descriptive form of written words. This research is suitable to be used to
study Asih novels and Asih films.
T h i s r e s e a r
in the novel, sixteen of them experienced shrinkage and were not shown
at all in the film. Shrinking the plot impacts other aspects such as character
and setting. The addition was also made by the director because it was
considered important from the filmic point of view. But the additions
made are still relevant to the whole story. Changes vary also did not
escape the director's view. Precisely there are four grooves and three
figures who experience varied changes.
This is an open access article distributed under the Creative Commons 4.0 Attribution License, which
permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is
properly cited. ©2018 by author and STKIP PGRI Jombang
Sastranesia:Jurnal Pendidikan Bahasa Volume xx
& Sastra Indonesia No. x, 20xx
Abstrak
Rosana, Paxia Virginita. 2019. Ekranisasi Novel Asih Karya Risa Saraswati
kedalam Film Asih Sutradara Awi Suryadi. Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Jombang. Dosen Pembimbing
: Dr. Mu'minin, M.A.
PENDAHULUAN
Damono memiliki istilah alih wahana untuk membicarakan perubahan
kesenian dari satu ke yang lain, namun (Eneste, 1991:60) menyatakan bahwa
kajian mengenai pengubahan dari novel ke layar putih disebut dengan ekranasi
(ecran dalam Bahasa Perancis berarti layar). Pemindahan novel ke layar putih
mau tidak mau mengakibatkan timbulnya pelbagai perubahan. Oleh sebab itu,
STKIP PGRI
ISSN 2337-7712ONLINE ISSN 2928-393 Jombang JOURNALS
3
Nama P1&Nama P2 -Judul 3 kata
dapat dikatakan, ekranisasi adalah proses perubahan. Adapula istilah lain yang
digunakan masyarakat Indonesia, yakni filmisasi.
Menurut Eneste (1991:60) novel adalah karangan prosa yang panjang
mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya
dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.Alat utama dalam novel
adalah kata-kata; segala sesuatu disampaikan dengan kata-kata.Sedangkan
(Damono, 2018:110) menyatakan film adalah kesenian paling muda, sebelum
adanya televisi.Televisi itu sendiri pada dasarnya adalah film, yakni gambar
bergerak yang kita tonton dilayar.
Fenomena ekranisasi di Indonesia sudah berlangsung sejak lama.Banyak
sekali karya sastra yang dialihwahanakan kedalam bentuk film. Konferensi
Kesusastraan Internasional (KIK) XXVI di Universitas Bengkulu, Kamis (28/92017),
Christoper Allen Woodrich memaparkan, dalam satu dekade ini karya-karya
sastra Indonesia banyak yang sudah naik ke layar tancap, diantaranya Ayat-Ayat
Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El-Shirazy, Laskar Pelangi
karya Andrea Hirata, Moga Bunda disayang Allah karya Tere Liye, Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck karya Buya Hamka, dan banyak karya-karya lainnya yang
mengalami ekranisasi dan memberi jangkauan yang lebih luas dari kesusastraan
(http://surabaya.tribunnews.com)
Terjadinya fenomena tersebut, peneliti memiliki ketertarikan terhadap
karya-karya dari penulis Risa Saraswati yang sudah banyak diekranisasi. Bahkan
dalam koran online (Kompas.com) Risa menyatakan telah menandatangani
kontrak, bahwa 16 bukunya akan diangkat menjadi film. Dari keenambelas karya
tersebut, sudah enam buku yang di filmkan. Yakni; novel Danur menjadi film
Danur : I Can See the Ghost (2017), novel maddah menjadi Danur 2 : Maddah
(2018), novel Rasuk menjadi film Rasuk (2018), novel Ananta Prahadi menjadi
film Ananta (2018), novel Asih menjadi film Asih (2018), dan novel Silam menjadi
film Silam (2018).
Keenam buku yang telah difilmkan, peneliti memilih novel Asih karya Risa
Saraswati dan film Asih sebagai objek kajian pada penelitian kali ini. Pemilihan
novel Asih berawal dari ketertarikan latar belakang dibuatnya novel tersebut.Risa
Saraswati sebagai penulis novel mengatakan bahwa inspirasi penulisan novelnya
berangkat dari pengalaman pribadinya yang memiliki kekuatan unik yakni dapat
melihat makhluk-makhluk tak kasat mata.Sehingga novel-novelnya berisi tentang
cerita makhluk tak kasat mata.Di Indonesia sendiri hal tersebut masih awam
sehingga menimbulkan rasa penasaran bagi para penikmat novel.
Pengalaman Risa yang tergolong mengerikan dikemas secara apik dalam
novel-novelnya.Risa ingin mengajak para pembacanya untuk tidak takut pada
STKIP PGRI
Jombang JOURNALS PRINTEDE-EE-ISSN 2598-8271
4
Sastranesia:Jurnal Pendidikan Bahasa Volume xx
& Sastra Indonesia No. x, 20xx
makhluk tak kasat mata sehingga bacaan yang ringan dan menarik ini sangat
sukses dipasaran.Menyusul kesuksesan novel-novel hantu karya Risa, filmnya
pun sangat dinantikan oleh penggemar novel Risa.Pada hari pertama pemutaran
film, Asih mampu meraih 191 ribu penonton atau tepatnya 191.557
penonton.Dapat diartikan bahwa Asih menjadi film Indonesia dengan raihan
jumlah penonton terbanyak kedua di hari pertama pemutarannya di tahun 2018.
Antusias para penggemar novel hantu Risa untuk menunggu bentuk
visualnya dapat terlihat dari jumlah trailer di kanal Youtube milik MD Picture
yang mencapai 3,1 juta penonton. Namun setelah pemutaran film yang terjadi
adalah para penikmat novel membanding-bandingkan fakta cerita novel dengan
filmnya. Padahal novel dan film adalah suatu media yang berbeda dan harus
diapresiasi dan dinikmati dengan cara yang berbeda pula.
Perbedaan yang terjadi dalam novel yang diekranisasi menjadi film tentu
saja selalu menjadi bahasan yang menarik, karena novel yang rangkaian
peristiwanya dibangun dengan kata-kata menjadi film yang diwujudkan dengan
gambar-gambar bergerak.Beberapa aspek pasti dipertimbangkan dalam
transformasi novel ke film.Pertimbangan yang paling menonjol adalah waktu
sajian.Dari novel yang dapat dibaca berhari-hari menjadi film yang memiliki
waktu sajian terbatas.Perubahan tersebut tentu menimbulkan perubahan
berupa penciutan, penambahan (perluasan), dan perubahan dengan sejumlah
variasi.
Perubahan-perubahan pada saat ekranisasi akan mempengaruhi unsur-
unsur pembangun sebuah karya sastra. Secara teoritis, suatu karya sastra
mempunyai unsur-unsur pembangun.Unsur-unsur tersebut yaitu tema, alur,
latar, penokohan, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya terjalin menjadi
satu kesatuan struktur. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1995: 25) membedakan
unsur pembangun sebuah karya sastra ke dalam tiga bagian, yaitu: fakta cerita,
tema, dan sarana pengucapan. Fakta dalam sebuah cerita meliputi karakter
(tokoh cerita), plot (alur), dan setting.Ketiganya merupakan unsur fiksi yang
secara faktual dapat dibayangkan peristiwa dan eksistensinya dalam sebuah
novel.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.Metode ini
dipilih dengan alasan bahwa pendekatan kualitatif merupakan prosedur yang
digunakan penelitian untuk menghasilkan deskriptif berupa kata-kata tertulis.
Berdasarkan uraian di atas, rancangan penelitian ini sesuai untuk digunakan
untuk mengkaji novel Asih dan film Asih.
STKIP PGRI
ISSN 2337-7712ONLINE ISSN 2928-393 Jombang JOURNALS
5
Nama P1&Nama P2 -Judul 3 kata
Proses Penciutan Novel Asih Karya Risa Saraswati ke dalam Film Asih Sutradara Awi
Suryadi
Ada beberapa kemungkinan mengapa beberapa adegan dalam novel
tidak ditampilkan dalam film.Pertama, sutradara beranggapan bahwa adegan
tersebut tidak penting ditampilkan dalam film.Jadi, ditiadakan saja dalam film.
Kedua, bisa jadi dari pandangan sutradara adegan tersebut akan mengganggu
tokoh lain. Bersamaan dengan pemilihan peristiwa-peristiwa atau kejadian-
kejadian dalam novel, pun tidak semua tokoh yang terdapat dalam novel akan
muncul dalam film. Dalam mengekranisasi latar pun mengalami penciutan oleh
sebab itu yang ditampilkan dalam film hanyalah latar yang penting-penting saja
atau yang mempunyai pengaruh dalam cerita (Eneste, 1991:61-64).Salah satunya
terdapat penciutan alur yang dapat ditemukan seperti pada potongan paragraf
berikut.
“Asih, datanglah...
Tapi ingat, aku tak berharap lebih daripada sekadar bicara denganmu.
Asih datang kerumah ibu Fatimah yang sekarang ditinggali oleh Risa dan
Riri.
STKIP PGRI
Jombang JOURNALS PRINTEDE-EE-ISSN 2598-8271
8
Sastranesia:Jurnal Pendidikan Bahasa Volume xx
& Sastra Indonesia No. x, 20xx
dapat ditampilkan dalam film.Hal ini menjadi bukti bahwa alur mengalami
penambahan. Tokoh juga mengalami penambahan, salah satunya sebagai berikut
Ruang tamu
STKIP PGRI
ISSN 2337-7712ONLINE ISSN 2928-393 Jombang JOURNALS
9
Nama P1&Nama P2 -Judul 3 kata
STKIP PGRI
Jombang JOURNALS PRINTEDE-EE-ISSN 2598-8271
10
Sastranesia:Jurnal Pendidikan Bahasa Volume xx
& Sastra Indonesia No. x, 20xx
dalam filmnya. Karena, di dalam film pasangan tersebut memiliki nama Ita dan
Andi.
Sutradara Awi Suryadi sangat berani dalam pemilihan adegan-adegan
yang penting. Dari dua puluh satu alur yang ditemukan dalam novel, enam belas
diantaranya mengalami penciutan dan sama sekali tidak ditampilkan dalam film.
Penciutan alur ini berdampak pada aspek lainnya seperti tokoh dan
latar.Sehingga semakin banyak alur mengalami penciutan, maka semakin banyak
pula tokoh dan latar yang juga mengalami penciutan. Begitu pula pada proses
penambahan dan perubahan bervariasi.
Penambahan juga dilakukan oleh sutradara karena dianggap penting dari
sudut filmis.Namun penambahan yang dilakukan masih relevan dengan dengan
keseluruhan cerita.Terdapat beberapa tujuh alur yang ditambahkan oleh
sutradara untuk memperkuat adegan. Begitu pula pada tokoh terdapat
penambahan tokoh sebanyak lima orang. Kemudian dalam latar ditampilkan
penambahan sebanyak 6 latar.
Perubahan bervariasi juga tidak luput dari pandangan sutradara.Tepatnya
terdapat empat alur yang mengalami perubahan bervariasi. Kemudian tokoh
yang mengalami perubahan bervariasi diantaranya tokoh orang pintar yang
ditemukan dalam novel memiliki panggilan abah dalam filmnya, tokoh sepasang
suami istri-muda yang ditemukan dalam novel memiliki panggilan Ita dan Andi
(Aa’) dalam filmnya, dan yang terakhir tokoh bayi yang ditemukan dalam novel
memiliki panggilan Amelia dalam filmnya.
DAFTAR PUSTAKA
Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.
Djajasudarma, T. Fatimah. 2010. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian.
Bandung: PT. Refika Aditama
Djojosuroto, Kinayati dan M.L.A. Sumaryati. 2000. Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan
Sastra. Bandung: Nuansa Cendikia.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
https://entertainment.kompas.com/read/2018/11/15/191813210/16-buku-kisah-hantu-karya-
risa-saraswati-akan-diangkat-ke-layar-lebar (diakses pada tanggal 20 Desember 2018)
https://surabaya.tribunnews.com/2017/10/18/ekranisasi-karya-sastra-indonesia(diakses pada
tanggal 20 Desember 2018)
https://www.youtube.com/watch?v=cqudLHta5rI&t=4s(diaksespada tanggal
25Desember2018)
https://www.fimela.com/news-entertainment/read/3668856/baru-5-hari-tayang-film-asih-
sudah-tembus-1-juta-penonton (diakses pada tanggal 06 Juli 2019)
STKIP PGRI
Jombang JOURNALS PRINTEDE-EE-ISSN 2598-8271
12