Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
The amount of loan funds disbursed to SMEs have yet to indicate a significant
improvement in the economy, in this case the PAD in Banten Province. This can be proved by the
addition of low employment, and the least amount of unemployment that can be absorbed by the
SMEs. If the accelerated growth of SMEs, will be able to accommodate 99.45 percent of the total
workforce. Based on the problems identified above, the existing problems are as follows (a) the
difficulty of access to capital experienced by almost all SMEs, (b) management of SMEs in the
province of Banten not well ordered. Based on the above, the research problem can be
formulated as follows, (a) What are the variables that affect the implementation of credit
programs and the strengthening of capital to SMEs in Banten Province? (b) How is the
effectiveness of policies related to credit and capital reinforcement programs to SMEs in Banten
province acts as a mediator? (c) How does the impact of the implementation of credit programs
and strengthening capital to SMEs in Banten Province?
The variables examined included: (1) the factors that affect the implementation of credit
programs and the strengthening of capital to SMEs in Banten; (2) policies related to credit and
capital reinforcement programs to SMEs in Banten; and (3) the impact of the implementation of
the loan program and the strengthening of capital to SMEs in the province of Banten. The unit of
analysis in this study is the Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) in the province of
Banten. Analytical methods used are: (1) Descriptive Analysis. This analysis is used to describe
clearly the characteristics of survey respondents and the variables in the form of a percentage
(%), and the average value (mean) (Santosa, 2009), and (2) regression analysis to predict the
impact of credit programs and strengthening small business capital medium to the regional
economy. Data processing using statistical software SPSS for windows version 20.
Role of Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs) in creating jobs in the category
quite well with the average value (mean) of 3.38. (2) His role in reducing unemployment and
reducing poverty are also included in the category quite well with the average value (mean)
respectively (3.12) and (2.95), and (3) The Role of Small and Medium Enterprises (SMEs) in
improving the regional economy, including in the category of good to the average value (mean)
of 3.55. This indicates that the role of SMEs should be maintained and improved on an ongoing
1
2
basis. The role of SMEs in the indicators still less of course must be improved, for example in
terms of reducing poverty, and unemployment.
Kata kuci: Dampak Kredit, Penguatan Modal Usaha, UKMKM, Provinsi Banten
1. Latar Belakang
Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak
cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank
Indonesia (2012) antara lain: (a) jumlahnya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor
ekonomi; (b) menyerap banyak tenaga kerja dan setiap investasi menciptakan lebih banyak
kesempatan kerja; (c) memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan
menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau.
Dalam posisi strategis tersebut, pada sisi lain UMKM masih menghadapi banyak masalah
masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama ini telah sering
Permasalahan yang sama juga dikemukakan oleh Malik dan Siringo-ringo, (2008) bahwa
ada sejumlah persoalan umum yang dihadapi UMKM antara lain: a) keterbatasan modal
kerja maupun investasi, b) kesulitan dalam pemasaran, c) distribusi dan pengadaan bahan
baku dan input lainnya, d) keterbatasan akses informasi mengenai peluang pasar dan lainnya, e)
keterbatasan pekerja dengan keahlian tinggi (kualitas SDM rendah) dan kemampuan teknologi,
f) keterbatasan komunikasi dan biaya tinggi akibat prosedur administrasi dan birokrasi
yang kompleks khususnya dalam pengurusan ijin usaha dan ketidakpastian akibat peraturan
Salah satu sumber pembiayaan yang dikenal dan dimanfaatkan menunjang perekonomian
termasuk UMKM di Provinsi Banten yaitu sektor perbankan. Sayangnya, jumlah dana kredit
yang tersalurkan ke UMKM masih relatif sedikit dibandingkan provinsi di Jawa lainnya.
Ketersediaan dana dari perbankan bagi BUMD, sektor-sektor unggulan, serta UMKM di Provinsi
Banten akan memacu pertumbuhan sektor usaha yang ada. Semakin besar dana yang diserap dari
sektor perbankan akan meningkatkan produksi barang dan jasa di Provinsi Banten. Peningkatan
produksi barang dan jasa akan meningkatkan pendapatan/keuntungan unit usaha perekonomian
dan peningkatan ini memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)
Provinsi Banten.
Besarnya dana kredit yang disalurkan ke UMKM belum memberikan indikasi yang
signifikan dalam peningkatan perekonomian, dalam hal ini PAD di Provinsi Banten. Hal ini
dapat dibuktikan dengan rendahnya penambahan lapangan kerja, dan sedikitnya jumlah
pengangguran yang bisa diserap oleh UMKM. Apabila UMKM dipacu pertumbuhannya, akan
a. Adanya kesulitan akses permodalan yang dialami oleh hampir seluruh pelaku UMKM.
Pertanyaan penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut.
a. Variabel apa sajakah yang mempengaruhi pelaksanaan program perkreditan dan penguatan
b. Bagaimanakah efektivitas kebijakan yang terkait dengan program perkreditan dan penguatan
2.Kerangka Teoritis
Modal
Para ahli ekonomi non-Marxian, pada umumnya mengikuti pengertian di atas, sedangkan
Marx menggunakan istilah modal untuk mengacu kepada konsep yang sama sekali lain. Modal
bukanlah barang, melainkan hubungan (produksi) sosial yang menampakkan diri sebagai barang.
Berbicara tentang masalah modal berarti berbicara tentang bagaimana membuat uang, asset yang
membuat uang tersebut mewadahi hubungan khusus antara si pemilik dengan yang bukan
pemilik sedemikian rupa sehingga bukan saja bahwa uang dibuat, tetapi juga bahwa hubungan-
hubungan pemilikan pribadi yang melahirkan proses tersebut secara terus-menerus terlestarikan
(Bottmore, 1983). Dengan demikian, modal adalah suatu konsep abstrak yang manifestasinya
dapat berupa barang atau uang. Karena tersebut, ia merupakan kategori yang kompleks, yang
tidak cukup diterangkan hanya dengan satu definisi. Konseptualisasi Marx mengenai “capital”
barangkali dapat dijabarkan secara sederhana dalam enam butir pokok berikut (Bottomore, 1983)
yaitu transformasi uang menjadi modal berjalan melalui proses tertentu, terdiri dari dua
rangkaian transaksi dalam suasana sirkulasi, yaitu menjual komoditas (K) dan uang yang
diterima (U) dipakai untuk membeli komoditas lain; dan membeli komoditas untuk kemudian
Dalam rangkaian transaksi tersebut faktor nilai menjadi penting, terutama dalam U-K-U,
sebab transaksi tersebut hanya bermakna jika jumlah uang pada titik akhir menjadi lebih besar
5
daripada jumlah asal. Kalau pertukaran tersebut merupakan pertukaran nilai yang setara,
bagaimana tambahan uang bisa diperoleh? Sebaliknya, kalau tidak setara, berarti nilai tersebut
sendiri tidak tercipta. Marx menjawab persoalan ini dengan menerapkan nilai-guna. Nilai guna
mempunyai sifat menciptakan nilai tambahan atau nilailebih. Komoditas yang mempunyai nilai-
guna seperti tersebut adalah tenaga kerja. Jalur K-U-K secara tipikal mengacu kepada transaksi
pengupahan tenaga kerja. Buruh menjual tenaganya untuk memperoleh sejumlah uang (berupa
upah) yang pada gilirannya dipakai untuk membeli barang lain (pangan dan lain-lain
kebutuhan) yang diperlukan untuk dapay mereproduksi tenaganya. Oleh karena itu, dalam
transaksi ini, uang sama sekali tidak bertindak sebagai modal. Namun, jika dilihat dari arah
transaksi yang terbalik, yaitu dari si pengupah, dan nilai dimasukan, maka uang di sini dapat
disebut sebagai unsur modal yang oleh Marx disebut dengan istilah modal variabel (MV). Tetapi
MV diperoleh dari si pengupah. Sebaliknya, jalur U-K-U merupakan transaksi yang mencakup
pembelian sarana produksi yang kemudian diolah menjadi produk dan dijual untuk memperoleh
uang lebih banyak. Berbeda dengan upah yang dibelanjakan untuk membeli barang yang
dikonsumsi dan kemudian lenyap sama sekali, dalam jalur U-K-U ini uang hanya merupakan
lanjutan untuk kemudian muncul kembali dalam jumlah yang lebih banyak. Disinilah uang
ditranformasikan menjadi modal dalam suatu proses historis ketika tenaga kerja menjadi
komoditi, terkait dengan konsep kebebasan makna ganda. Modal dalam konsep Marx adalah
nilai yang membengkak sendiri atau nilai dalam gerak, dan sepasang konsep lagi dari Marx
yang sering dikacaukan penggunaannya dengan konsep modal tetap dan berputar dari ekonomi
non-Marxian, yaitu apa yang disebut modal tetap (MT) dan modal variabel (MV). Kedua
pasangan tersebut sama sekali berbeda maknanya. MT adalah bagian dari modal yang
dikeluarkan untuk diubah menjadi sarana produksi yang dalam proses produksi tidak mengalami
6
perubahan nilai sedangkan MV adalah bagian dari modal yang dikeluarkan untuk diubah
menjadi tenaga kerja yang dalam proses produksi kegiatannya menuju kepada dua arah, yaitu
produksi nilai setaranya sendiri, dan di lain pihak menghasilkan nilai tambah, yang besarnya
Dengan demikian, dalam konsep Marx, unsur-unsur modal tersebut dapat dibedakan menurut
dua macam kriteria. Pertama, dari kriteria proses kerja yaitu faktor obyektif yang berupa sarana
produksi, dan faktor subyektif yang berupa tenaga kerja. Kedua, dari segi penetapan nilai, yaitu
Konsep kredit
Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan
usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka
waktu yang ditentukan. UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jika seseorang
menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan. Ketika bank memberikan
pinjaman uang kepada nasabah, tentu saja bank mengharapkan uangnya kembali. Untuk
memperkecil resiko, dalam memberikan kredit bankharus mempertimbangkan beberapa hal yang
terkait dengan itikad baik dan kemampuan membayar nasabah untuk melunasi kembali
pinjaman beserta bunganya. Hal-hal tersebut terdiri dari karakter, kapasitas, modal, jaminan dan
keadaan perekonomian. Karakter merupakan watak, sifat, kebiasaan debitur (pihak yang
berutang) sangat berpengaruh pada pemberian kredit. Kreditur (pihak pemberi utang) dapat
meneliti apakah calon debitur masuk ke dalam Daftar Orang Tercela (DOT) atau tidak. Untuk itu
7
kreditur juga dapat meneliti biodatanya dan informasi dari lingkungan usahanya (Malik dan
Siringoringo, 2008).
dalam bidang manajemen, keuangan, pemasaran, dan lain-lain. Dengan melihat banyaknya
modal yang dimiliki debitur atau melihat berapa banyak modal yang ditanamkan debitur dalam
usahanya, kreditur dapat menilai modal debitur. Semakin banyak modal yang ditanamkan,
debitur akan dipandang semakin serius dalam menjalankan usahanya (Malik dan Siringoringo,
2008).
pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah pinjaman. Keadaan perekonomian
di sekitar tempat tinggal calon debitur juga harus diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi
ekonomi yang akan terjadi di masa datang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain
masalah daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan teknologi, bahan baku,
Menurut Kasmir (2007: 94), unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu
fasilitas kredit yaitu. 1) Kepercayaan; kepercayaan dari si pemberi kredit bahwa kredit yang
diberikannya (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali di masa
tertentu/di masa yang akan datang. 2) Kesepakatan; kesepakatan dituangkan dalam suatu
masing. 3) Jangka waktu; suatu masa yang memisahkan antara pemberi kredit dengan penerima
kredit yang mana dana tersebut akan diterima pada masa yang akan datang. Jangka waktu ini
mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati, biasa berbentuk jangka pendek,
8
jangka menengah, dan jangka panjang. 4) Resiko; adanya suatu tenggang waktu pengembalian
akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macetnya pemberian kredit. Suatu resiko
yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberi kredit
dengan penerima kredit yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama jangka waktu
pemberian kredit, maka semakin besar tingkat resikonya. Dengan adanya resiko dalam
pemberian kredit, maka dapat menimbulkan jaminan dalam pemberian kredit. 5) Balas Jasa;
merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang dikenal dengan nama
bunga.
Fasilitas kredit memiliki fungsi untuk: (1) meningkatkan daya guna uang; (2)
meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang; (3) meningkatkan daya guna barang; (4)
internasional.
Jenis-jenis kredit menurut (Kasmir, 2007: 99) yang diberikan oleh bank dapat dilihat dari
berbagai segi,antara lain: 1) dilihat dari segi kegunaan; (a) kredit investasi: kredit ini
diberikan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau
keperluan rehabilitasi, (b) kredit modal kerja yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan
meningkatkan produksi dalam operasionalnya, seperti bahan baku dan pembayaran gaji
pegawai. 2) Dilihat dari segi tujuan kredit: (a) Kredit produktif, yaitu kredit ini digunakan untuk
melancarkan usaha atau produksi, misalnya sebagai modal kerja maupun investasi; (b) kredit
konsumtif yaitu kredit yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau konsumsi
pribadi; (c) kredit perdagangan yaitu kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk
membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang
9
dagangan tersebut. 3) Dilihat dari segi jangka waktu: (a) kredit jangka pendek merupakan kredit
yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama1tahun dan biasanya
digunakan untuk keperluan modal kerja; (b) kredit jangka menengah: jangka waktu kreditnya
berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun, biasanya untuk investasi; (c) kredit jangka
panjang: merupakan kredit yang masa pengembaliannya di atas 3 tahun. 4) Dilihat dari segi
jaminan: (a) kredit dengan jaminan: kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan
tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang; (b) Kredit
tanpa jaminan: merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu yang
diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik si calon
debitur selama ini. 5) Dilihat dari segi sektor usaha terdiri dari: (a) kredit pertanian, (b) kredit
peternakan, (c) kredit industri, (d) kredit pertambangan, (e) kredit pendidikan, (f) kredit
profesi, (g) kredit perumahan, dan (h) kredit sektor-sektor lainnya. 6) Dilihat dari segi pihak
yang memberikan kredit: (a) kredit penjual adalah kredit yang diberikan kepada pembeli dengan
membayar belakangan setelah barang tersebut diterima; (b) kredit pembeli menaruh kredit
kepada penjual, tetapi barang diterima sesudah beberapa waktu seperti uang muka; (c) kredit
Bank adalah kredit yang disediakan oleh bank, baik itu digunakan untuk modal kerja,
investasi maupun untuk yang lainnya; (d) kredit Pemerintah adalah kredit yang diberikan
oleh pemerintah kepada pemborong, seperti pembuatan jalan; (f) Kredit Luar Negeri adalah
kredit yang diberikan oleh luar negeri untuk pemerintah atau lembaga dalam rangka perdagangan
Internasional.
Usaha Mikro
Sesuai dengan PBI Nomor: 7/39/PBI 2005 tanggal 18 Oktober 2005, yang dimaksud
dengan usaha mikro adalah suatu usaha produktif milik keluarga atau perseorangan WNI
10
(Warga Negara Indonesia), secara individu atau tergabung dalam koperasi dan memiliki hasil
penjualan secara individu paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) pertahun.
Adapun ciri-ciri yang dimiliki oleh usaha mikro yaitu: (1) usaha dijalankan oleh anggota
keluarganya, sehingga tidak ada pemisahan rumah tangga dan bisnis; (2) skala usaha relatif kecil,
dan umumnya tidak ada pencatatan tentang kegiatan bisnis; (3) sumber dana bersifat lokal, padat
karya dan menggunakan teknologi yang sederhana; (4) tidak adanya lisensi bisnis (informal) dan
informasi terbatas (credit history); (5) bersifat multi income activities; dan (6) nilai asset
Usaha Kecil
Sesuai dengan PBI Nomor: 7/39/PBI 2005 tanggal 18 Oktober 2005 yang dimaksud
dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria
sebagai berikut. (1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 dan tidak
termasuk tanah dan bangunan tinggal usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (2) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan
atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha menengah, atau usaha besar. (3) Berbentuk usaha perorangan, badan
usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.
Mengacu pada UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah. Usaha
Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dari usaha menengah atau usaha besar yang dengan kriteria: (a) memiliki kekayaan bersih lebih
dari Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000 (lima
11
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah); (c) dengan jumlah tenaga kerja
sebanyak 5 – 19 orang.
Menurut UU No 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil menyatakan bahwa Kriteria Usaha
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);
d. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau
Usaha Besar;
e. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan
Menurut PP no 32 tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil yang
dimaksud dengan usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian nasional yang
mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang penting dan strategis dalam mewujudkan
Menurut surat edaran Bank Indonesia Nomor: 26/1/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal
kredit usaha kecil menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha yang
memiliki total asset maksimum Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), sedangkan
berdasarkan undang-undang Nomor: 9 tahun 1995, usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat
12
yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan,
seperti kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Usaha kecil yang dimaksud
Menurut Panji Anoraga (1997: 46) sektor usaha kecil memiliki karak teristik sebagai
berikut: 1) Sistem pembukuan yang relatif sederhana cenderung tidak mengikuti kaidah
administrasi pembukuan. 2) Margin usaha yang cenderung tipis, mengingat persaingan yang
sangat tinggi. 3) Modal terbatas. 4) Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih
sangat terbatas. 5) Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga sulit mengharapkan untuk mampu
menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang. 6) Kemampuan pemasaran dan
negosiasi serta divesifikasi pasar sangat terbatas. 7) Kemampuan untuk memperoleh sumber
dana dari pasar modal rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya. Untuk
memperoleh laba di pasar modal, sebuah perusahaan harus mengikuti sistem administrasi standar
Karakteristik yang dimiliki Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menyiratkan
yang berkaitan dengan pendanaan yang tampak sangat sulit untuk mendapatkan solusi yang
jelas. Kelemahan usaha kecil ini adalah investasi awal dapat saja mengalami kerugian,
beberapa resiko di luar kendali wirausahawan seperti: perubahan mode, peraturan pemerintah,
persaingan dan masalah tenaga kerja dapat menghambat bisnis, dan beberapa jenis juga
cenderung menghasilkan pendapatan yang cenderung tidak teratur, sehingga pemilik modal
mungkin tidak memperoleh laba/profit. Bagi pengembangan usaha kecil, masalah modal
merupakan kendala besar yang dihadapi. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan usaha
13
kecil untuk mendapatkan biaya sebagai modal dasar, maupun untuk langkah-langkah
Usaha menengah
Sesuai dengan PBI Nomor: 7/39/2005 tanggal 18 Oktober 2005, yang dimaksud usaha
Menengah adalah usaha dengan kriteria sebagai berikut: (1) Memiliki kekayaan lebih dari Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah), tidak termasuk dengan tanah dan bangunan tempat usaha. (2) Milik Warga
Negara Indonesia (WNI). (3) Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan yang
dimiliki, dikuasai atau berfiliasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan usaha
besar. (4) Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan
Mengacu pada UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, bahwa
Usaha Menengah (UM) adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dengan kriteria: (a) memiliki kekayaan bersih lebih
dari Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau (b) memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah); (c) dengan jumlah tenaga kerja
sebanyak 20 – 99 orang.
Indonesia yang didasarkan atas realitas, antara lain: 1) UMKM merupakan sektor ekonomi yang
telah terbit; bukti tangguh dan menyangga terakhir dan menyelamatkan perekonomian
Indonesia dari kebangkrutan; 2) sektor UMKM sangat kuat di dalam menghadapi dampak krisis
ekonomi yang berkepanjangan yang belum pulih; dan 3) jenis usaha yang tidak berbadan
Berdasarkan hasil penelitian Bapedda Provinsi Bali (2010), kebijakan ekonomi ke depan
harus didesain ke arah penguatan UMKM, sehingga mampu menekan jumlah pengangguran dan
angka kemiskinan. Pemerintah perlu melakukan promosi besar untuk mengarahkan masyarakat
bahwa wiraswasta mempunyai kedudukan sama dan menjadi pegawai negeri, memberikan
pelatihan pemasaran, bagaimana UMKM bisa mengakses pasar internasional. UMKM dapat
dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia, sebab sekitar 80 juta lebih orang
ekonomi Indonesia.
sebagian besar UMKM mengandalkan bahan baku lokal untuk mengembangkan usahanya; 2)
tidak memerlukan sumber daya manusia yang terlatih; 3) perkembangan teknologi yang bersifat
spesifik lokasi akan membantu meningkatkan efisiensi daya saing; dan 4) fluktuasi nilai tukar
dolar Amerika terhadap Rupiah tidak mempengaruhi proses produksi karena bahan baku lokal.
memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam
ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Kondisi umum UMKM di
15
Indonesia dapat digambarkan dari populasi tahun 2012 terdapat 49,8 juta unit usaha yaitu
sama dengan 99,9% jumlah unit usaha di Indonesia. Sedangkan penyerapan tenaga kerja =
88,7 juta yaitu sama dengan 96,9% dari seluruh tenaga kerja Indonesia (Wiryanto, 2012).
Melihat realitas itu, perlu diperhatikan permasalahan yang dihadapi UKM itu sendiri.
Dalam Lampiran Perpres No. 5/2010 tentang RPJMN 2010-2014, pada buku II Bab III
a. Permasalahan belum kondusifnya iklim usaha: Koperasi dan UMKM masih menghadapi
tantangan untuk berkompetensi dan berkompetisi dalam persaingan pasar global yang
cukup berat. Untuk itu, pemberdayaan koperasi dan UMKM masih perlu dilanjutkan dalam
periode 5 (lima) tahun mendatang. Koperasi dan UMKM dalam periode 5 tahun ke
depan masih menghadapi masalah yang terkait belum kondusifnya iklim usaha sebagai
akibat: (1) belum efektifnya koordinasi dan sinkronisasi program dan kegiatan
berbagai kementerian dan lembaga; (2) adanya prosedur dan administrasi berbiaya tinggi;
(3) keterbatasan dukungan sarana dan prasarana untuk pemberdayaan koperasi dan
pemerintah, organisasi non pemerintah, dan masyarakat dalam pemberdayaan koperasi dan
UMKM. Oleh karena itu, sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam 5 (lima)
tahun ke depan: (1) terlaksananya pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam satu
program nasional sebagai langkah strategis pemanduan dan penyelarasan program dan
dan kegiatan UMKM; (2) terwujudnya paradigma pemberdayaan koperasi dan UMKM
yang lebih koordinatif, bisnis oriented, dan partisipatif; (3) terwujudnya birokrasi yang
lebih efisien didasarkan pada pemenuhan kebutuhan dari, oleh dan untuk masyarakat
lokal; serta (4) meningkatkan peran lembaga-lembaga masyarakat pendukung koperasi dan
tersebut meliputi: (1) terbatasnya akses koperasi dan UMKM kepada teknologi dan lembaga
litbang; (2) kurangnya kepedulian koperasi dan UMKM mengenai prasyarat mutu dan
desain produk dan kebutuhan konsumen; (3) kurangnya insentif untuk berkembangnya
lembaga pendukung koperasi dan UMKM; (4) belum terbangunnya prinsip kemitraan
dalam satu kesatuan struktur/strategi pengembangan usaha yang bersinergi sesuai dengan
rantai nilai (value chain); serta (5) masih adanya gap dalam kebutuhan pertumbuhan
UMKM yang tinggi dan ketersediaan sumberdaya. Oleh karena itu, sasaran pembangunan
yang akan dicapai adalah (1) tersedianya hasil-hasil teknologi dan litbang yang sesuai
dengan kebutuhan dan skala koperasi dan UMKM; (2) meningkatnya kemampuan
berkembangnya jaringan usaha yang berbasis kemitraan yang kuat; serta (5)
wirausaha dalam pengembangan UMKM; (b) rendahnya kapasitas pengusaha skala mikro,
17
kecil dan menengah serta mengelola koperasi; (c) masalah rendahnya motivasi dan
budaya wirausaha mikro dalam membangun kepercayaan; serta (d) masih rendahnya
tingkat keterampilan dan kapasitas pengelola usaha. Oleh karena itu, sasaran pembangunan
yang akan dicapai adalah: (1) berfungsinya sistem pengembangan budaya usaha dan
meningkatnya kompetensi teknis dan manajemen pengusaha skala mikro, kecil dan
berkualitas, inovatif dan kreatif; dan mengembangkan usaha pemasaran produknya; (3)
meningkatnya kualitas dan sistem pengembangan kompetensi usaha skala mikro, kecil
dan menengah serta pengelola koperasi; serta (4) meningkatnya budaya wirausaha dan daya
Usaha dalam meningkatkan kinerja UMKM hendaknya diawali dengan mengenali faktor-
faktor yang menjadi permasalahan penguatan dan pemberdayaan usaha tersebut. Kemudian
konteksnya. Setyobudi (2007) membagi permasalahan UMKM dalam tiga kategori yakni:
1. Permasalahan yang bersifat klasik dan mendasar pada UMKM (basic problems), antara lain
berupa permasalahan modal, bentuk badan hukum yang umumnya non formal, SDM,
ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai
dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak
3. Permasalahan antara (intermediate problems), yaitu permasalahan dari instansi terkait untuk
menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik.
Permasalahan tersebut antara lain dalam hal manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan
dalam kewirausahaan. Dengan pemahaman atas permasalahan di atas, akan dapat ditengarai
berbagai problem dalam UMKM dalam tingkatan yang berbeda, sehingga solusi dan
Sehubungan dengan peningkatan kinerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Haeruman
(2000) mengatakan bahwa tantangan bagi dunia usaha terutama dalam pengembangannya
mencakup aspek yang luas yakni: a) peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam hal
lebih luas terhadap permodalan, d) informasi pasar yang transparan, e) faktor input produksi
lainnya, dan f) iklim usaha yang sehat yang mendukung inovasi, kewirausahaan, dan praktek
menjadi kekuatan dan kelemahan UMKM adalah: (1) faktor manusia; yang terdiri dari motivasi
yang kuat, penawaran tenaga kerja, etos kerja, produktivitas kerja, dan kualitas tenaga kerja; dan
(2) faktor ekonomi/bisnis; yang meliputi bahan baku, akses sumber keuangan, nilai ekonomis,
dan segmen pasar yang dilayani. Kedua faktor tersebut harus mampu disiasati oleh pengusaha
UMKM untuk mendorong kinerja usahanya. Bagi pemerintah, pemberian dukungan pada
Berikut disajikan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.
Tujuannya adalah untuk mengetahui sudah sampai di mana penelitian terdahulu telah dilakukan,
Penelitian Wiryanto (2012) menemukan bahwa usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) berperan sebagai kekuatan strategis dan memiliki posisi penting, bukan saja dalam
penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat di daerah, dalam banyak hal mereka
menjadi perekat dan menstabilkan masalah kesenjangan sosial. UMKM memiliki kelenturan
menghadapi badai krisis, hal ini antara lain disebabkan oleh tingginya kandungan pada faktor-
Wiryanto (2012) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) sebagai salah satu komponen dalam industri nasional, mempunyai peranan
yang sangat penting dalam perekonomian nasional, penyerapan tenaga kerja, pemerataan
penguatan UKM di Indonesia. Usaha Mikro dan Kecil (UKM) umumnya memiliki keunggulan
dalam bidang yang memanfaatkan sumberdaya alam dan padat karya, misalnya pertanian
Kredit Usaha Rakyat Terhadap Peningkatan Pendapatan dan Kesempatan Kerja Usaha Mikro
bahwa program bantuan Kredit Usaha Rakyat di Desa/Kelurahan Dalung Kecamatan Kuta Utara
dikatakan cukup efektif yaitu sebesar 75,5 persen dan dampak positif terhadap peningkatan
Achma Hendra Setiawan dan Tri Wahyu Rejekiningsih, (2009) dalam melakukan
penelitian tentang “Dampak Program Dana Bergulir Bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM),”
menyimpulkan bahwa bantuan pinjaman atau dana perkuatan bagi usaha mandiri UKM
mampu menambah jumlah tenaga kerja, modal usaha, omset penjualan, dan keuntungan. Dari
keempat variabel tersebut, kenaikan tenaga kerja memiliki perbedaan yang paling besar antara
sebelum dan sesudah menerima bantuan perkuatan. Selain itu, diketahui bahwa dana bergulir
dan bantuan dana perkuatan berimplikasi positif terhadap penanggulangan kemiskinan dan
penciptaan lapangan kerja. Analisis korelasi menunjukkan bahwa semakin besar jumlah
pinjaman akan meningkatkan keuntungan UKM dan meningkatkan kemampuan UKM dalam
menyerap tenaga kerja. Mengingat manfaat program dana bergulir bagi UKM, maka program
tersebut masih harus diselenggarakan atau bahkan ditingkatkan sehingga mampu menciptakan
lapangan kerja dan dapat mempercepat perkembangan ekonomi masyarakat pada umumnya.
Sejalan dengan hal tersebut, kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
dana bergulir perlu ditingkatkan. Di samping itu, juga diperlukan pembinaan dan
pendampingan kontinyu kepada penerima program dana bergulir untuk kesuksesan program.
Program dana bergulir dianggap sukses jika mencapai sukses penyaluran, sukses
21
Setyari (2010) dalam melakukan penelitian tentang evaluasi dampak kredit mikro terhadap
kesejahteraan rumah tanga di Indonesia: Analisis data Panel, menyimpulkan bahwa terdapat hasil
yang kuat untuk mengatakan bahwa kredit mikro memberikan dampak yang signifikan positif
terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga di Indonesia di lihat dari meningkatnya jumlah
pengeluaran perkapita dan labor supply dari rumah tangga penerima program
Purwati Lestarini, (2013), dalam melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Kredit SPP
menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif antara Kredit SPP (Simpan-Pinjam
Patebon Kabupaten Kendal. Hipotesa yang berbunyi ada pengaruh kredit SPP (Simpan-Pinjam
Kabupaten Kendal akan menjadi lebih baik. Terdapat kecenderungan bahwa adanya program
simpan pinjam yang pro rakyat dengan syarat yang mudah dapat meningkatkan kesejahteraan
hidup masyarakat Desa Lanji Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Hasil analisis data
menunjukkan bahwa adanya kerjasama yang baik antara pengelola SPP (Simpan-Pinjam
22
3.Metodologi
Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian survei. Variabel-variabel yang diteliti meliputi: (1)
terhadap UMKM di Provinsi Banten; (2) kebijakan-kebijakan yang terkait dengan program
perkreditan dan penguatan permodalan terhadap UMKM di Provinsi Banten; dan (3) dampak
Banten. Unit analisis dalam penelitian ini adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah UMKM yang terdata dalam BPS Provinsi Banten. Penentuan
besarnya sampel menggunakan teknik purposive random sampling (sampel bertujuan). Teknik
ini digunakan karena populasi relatif homogen (Cooper dan Emory, 1999; Sugiyono, 2008).
Penentuan faktor-faktor prioritas penentu kinerja UKM, dan formulasi strategi peningkatan
kinerja UKM melibatkan segenap stakeholders yakni: pemerintah, pengusaha, LSM, dan
Jenis Data
23
Ada dua jenis data yang akan dikumpulkan untuk penelitian ini, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung kepada responden. Data
sekunder berasal dari: UMKM, BPS, Bapeda, Media Massa, berupa laporan-
laporan/dokumen/tabloid/berita yang telah diterbitkan, yakni berupa dokumen yang relevan atau
(focus group discussion). Instrument yang digunakan yaitu pedoman wawancara, pedoman
Metode analisis yang digunakan adalah: (1) Analisis Deskriptif. Analisis ini digunakan
untuk menggambarkan secara jelas karakteristik responden penelitian dan variabel dalam bentuk
nilai persentase (%), dan nilai rata-rata (mean) (Santosa, 2009), dan (2) analisis regresi untuk
memprediksi dampak program perkreditan dan perkuatan permodalan usaha kecil menengah
terhadap perekonomian daerah. Pengolahan data menggunakan bantuan software SPSS for
Kerangka Pikir
Adapun kerangka pikir penelitian ini secara skematis dapat disajikan secara lengkap pada
Gambar berikut.
24
Balikan
(Feedback)
Peningkatan Perekoomian daerah
Provinsi Banten
4.Hasil
Faktor Kondisi Penduduk dan Angkatan Kerja di Provinsi Banten
25
permasalahan kuantitas dan kualitas SDM yang masih rendah. Jumlah SDM yang tersedia di
Banten baru mencapai 5.398.644 jiwa. SDM ini tersebar secara tidak merata di 8 kabupaten/kota.
SDM terbanyak berada di Kota Tangerang (2.960.474 jiwa) dan paling sedikit berada di Kota
Cilegon 385.720 jiwa. Kualitas SDM Banten masih tergolong rendah, setidaknya bila dilihat
dari sisi kesehatan dan pendidikan serta produktivitas. Dari aspek kesehatan, Umur Harapan
Hidup (UHH) SDM Banten pada tahun 2011 baru mencapai 65,05 tahun, lebih rendah dari UHH
Nasional (69 tahun). Dari aspek pendidikan, SDM Banten juga masih tergolong rendah, rata-rata
berpendidikan tamat SD (RLS = 8,41 tahun). Hasil SAKERNAS 2012 menunjukkan bahwa
sebagian besar (59,75%) SDM Banten berpendidikan tamat SD ke bawah, SDM yang
berpendidikan tinggi tidak sampai lima persen, tepatnya 4,73%. Kualitas SDM Banten dari sisi
produktivitas kerja juga masih tergolong rendah. Tahun 2012, produktivitas kerja baru mencapai
14,35 juta rupiah per tahun atau rata-rata 1,17 juta per bulan. Jika diperbandingkan antar
kabupaten/kota, ternyata hanya Kota Tangerang Selatan yang produktivitas kerja SDM-nya
melebihi dua juta per bulan. Capaian produktivitas kerja SDM Kota Tangerang Selatan tahun
2010 adalah 27,52 juta/tahun. Produktivitas kerja terendah (5,55 juta per tahun) dialami oleh
SDM Kabupaten Lebak. Merujuk pada capaian usia harapan hidup, rata-rata lama sekolah,
persentase SDM berpendidikan tinggi dan produkivitas kerja di 8 kabupaten/kota, maka dapat
dinyatakan bahwa hingga saat ini masih terjadi perbedaan (disparitas) kualitas SDM
antarkabupaten/kota. Kondisi ini dapat dimaknai bahwa pemekaran daerah di Banten yang telah
berlangsung sejak Oktober 2000 belum memberikan manfaat optimal dalam pembangunan SDM.
Bila dilihat jumlah industri kecil yang ada di Provinsi Banten hingga tahun 2010 sangat
bervariasi, mulai dari industry kulit, kayu, logam mulia, kain tenun, makanan, minuma, industri
penyangga pariwisata (perjalanan paket wisata, rumah makan, kave, bar, pup, karaoke, pusat
perbelanjaan, Spa, salon kecantikan, bioskop, bilyard), budidaya ikan, dan ikan tangkap.
a. jumlah koperasi yang aktif di Provinsi Banten tahun 2012 terdapat sebanyak 3,999 unit,
sementara itu pada tahun 2013terdapat sebanyak 4,160 unit (naik sebanuak 161 unit).
b. Jumlah koperasi yang tidak aktif di Provinsi Banten tahun 2012 terdapat sebanyak 1,673 unit,
sementara itu pada tahun 2013 terdapat sebanyak 1,670 unit (turun sebanyak 3 unit).
c. secara keseluruhan, pada tahun 2013 di Provinsi Banten terdapat sebanyak 5.830 koperasi,
dengan perincian aktif sebanyak 4.160 koperasi, tidak aktif sebanyak 1.670 koperasi.
banyaknya bank, jumlah nasabah, jumlah pinjaman nasabah di provinsi Banten tahun 2010 dan
Perbankan Konvensional
- Kantor Bank 572 582
- Nasabah (juta unit) 3.18 3.43
- Dana Perbankan (triliun rupiah) 54.35 66.31
- Jumlah Pinjaman (triliun rupiah) 78.07 107.00
Perbankan Syariah
- Kantor Bank 64 64
- Nasabah (juta unit) 2.24 2.83
27
Kemampuan keuangan daerah dapat diukur dengan kapasitas fiskal daerah dan kebutuhan
fiskal daerah. Kapasitas fiskal daerah cermin kemampuan keuangan daerah untuk membiayai
tugas pokok pemerintahan dan kegiatan pembangunan daerah bersangkutan di luar dari
kebutuhan untuk gaji aparatur daerah. Sementara itu, kebutuhan fiskal merupakan cerminan
kebutuhan anggaran untuk membiayai seluruh kebutuhan pelayanan publik dan pembangunan
daerah.
Berdasarkan Desartada 2010-2025, tingkat kesehatan keuangan daerah dapat dilihat dari
Indeks Kapasitas Fiskal (IKF) daerah. Bila Indeks Kapasitas Fiskal 1 atau lebih maka daerah
tersebut dikatakan mempunyai kemampuan keuangan yang cukup kuat. Demikian pula
sebaliknya, bila IKF kurang dari 1 maka daerah dianggap tidak memiliki kemampuan keuangan
yang kuat. Kajian ini menggunakan ukuran kelayakan yang moderat, yakni 0,5. Artinya, bila
IKF suatu provinsi 0,5 atau lebih maka provinsi tersebut dianggap mempunyai keuangan yang
kuat.
Kemampuan daerah dalam pengembangan SDM berkualitas lazim digunakan IPM, yang
merupakan indeks gabungan dari aspek pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Menurut Program
Pembangunan PBB (UNDP), IPM didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk.
Proses perluasan pilihan ini mengandung makna adanya peningkatan standar hidup yang ditandai
IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara atau daerah merupakan
negara atau daerah maju, berkembang, atau terbelakang dan sekaligus mengukur pengaruh
kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Jika capaian IPM suatu negara kurang atau sama
dengan 50, maka negara tersebut dikategorikan sebagai negara yang Tingkat Pembangunan
Manusianya (TPM) rendah. Negara yang capaian IPM menengah adalah negara yang IPM-nya
berada pada kisaran 50,1 hingga 79,9. Adapun negara yang capaian IPM-nya 80 lebih
Pengeluaran per kapita merupakan salah satu parameter dalam mengukur keberhasilan
pembangunan ekonomi. Pengeluaran per kapita cerminan dari pendapatan per kapita. Pendapatan
per Kapita Disesuaikan (PKD) tertinggi (Rp 638.640/bulan) di Kota Tangerang Selatan dan
PKD terendah (Rp 604.110/bulan) di Kabupaten Lebak dapat dimaknai sebagai adanya
Selatan jauh lebih maju dibanding kabupaten/kota lainnya. Ketersediaan infrastruktur dasar jauh
Pertumbuhan ekonomi daerah Banten pada tahun 2012 sebesar 5,45 (Banten dalam
perekonomian daerah. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, dalam dua tahun terakhir ini secara
cukup signifikan. Pada tahun 2010, dari 8 daerah kabupaten/kota di Banten menunjukkan bahwa
29
seluruh kabupaten/kota berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Dari delapan
Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi ditunjukkan oleh Kota Tangerang
Selatan meningkat dari 8,49% tahun 2009 menjadi 8,84% pada tahun 2011. Prestasi lainnya
dimiliki Kota Serang yang pertumbuhan ekonominya selalu berada pada posisi yang relatif tinggi
di antara kabupaten/kota lainnya yaitu 5,75% (tahun 2009), menjadi 7,87% (tahun 2011) (Banten
Hal yang menarik adalah hampir seluruh sektor ekonomi daerah menunjukkan
pertumbuhan positif, terutama sektor sekunder. Pertumbuhan sektor sekunder terutama didorong
oleh sektor bangunan, listrik, air bersih, dan gas. Sektor tersier (perdagangan, UMKM,
komunikasi, dan jasa-jasa) juga mengalami pertumbuhan positif sebagai akibat menguatnya
PAD adalah Pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan
Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu komponen Pendapatan Daerah
yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola dan
mengoptimalkan potensi daerah yang dimiliki. Selanjutnya bagian Dana Perimbangan sebagai
tersebut terhadap pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan belanja daerahnya. Komposisi
30
Dari aspek ekonomi dan keuangan daerah, Provinsi Banten dapat mengoptimalkan
pendayagunaan dan pemanfaatan sumberdaya ekonomi dan sumberdaya fiskal untuk menunjang
usaha pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Provinsi Banten merupakan wilayah yang
tetap dinamis. Potensi sumber daya yang beraneka ragam merupakan penggerak produksi daerah.
pegawai, penyusutan maupun belanja barang (termasuk biaya perjalanan, peme-liharaan dan
pengeluaran rutin lainnya), baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun peme-rintah
daerah. Penggunaan dana kredit yang diperuntukkan bagi kegiatan ekonomi secara tidak
langsung akan meningkatkan pendapatan. Hal ini disebabkan dana yang berasal dari kredit dapat
meningkatkan investasi atau peningkatan usaha pada kegiatan perekonomian dan selanjutnya
distribusi pendapatan masyarakat, peningkatan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa
yang diproduksi perekonomian. Hal ini sejalan dengan teori bahwa peningkatan kredit modal
Pemberian kredit UMKM secara akumulatif berpengaruh sangat besar terhadap PDRB
yaitu sebesar 0.960. dengan kata lain, kredit memberikan sumbangan terhadap peningkatan
31
PDRB sebesar 92,2 persen, sedangkan sisanya sebesa 7,8% dipengaruhi oleh faktor lain yang
Secara garis besar kredit investasi begitu signifikan terhadap peningkatan produk
domestik bruto daerah, dari persamaan dihasilkan bahwa kredit investasi memberikan penaruh
sebesar o, 946 atau memberikan sumbengan sebesar 89% terhadap produk domestik bruto.
signifikansi 0,015 lebih kecil dari 0,05. Kenyataan tersebut mendukung teori yang seharusnya
memberikan pengaruh sebesar 0,556 terhadap peningkatan produk domestik bruto daerah.
Dengan kata lain, kredit konsumsi hanya memberikan sumbangan sebesar 31% terhadap PDRB.
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
siginidikansi t hitung lebih besar dari 0,05 yakni sebesar 0,330. Hal ini disebabkan pada
umumnya barang konsumsi untuk daerah masih didatangkan atau berasal dari luar daerah
sehingga nilai tambah lebih banyak diperoleh oleh daerah lain dan tidak memberikan sumbangan
Berdasarkan kenyataan bahwa kredit modal kerja tidak memberikan nilai tambah
kepada produk domestik bruto. Kredit modal kerja hanya memberikan sumbangan sebesar 1,6%
terhadap PDRB.
memberikan pengaruh yang besar terhadap peningkatan produk domestik regional bruto.
Dari hasil regresi dengan mempergunakan SPSS 19 diperoleh bahwa t hitung mempunyai taraf
nyata > 0,5 % (yaitu sebesar 0,840). Hal ini disebabkan pada umumnya barang konsumsi untuk
daerah masih didatangkan atau berasal dari luar daerah sehingga nilai tambah lebih banyak
diperoleh oleh daerah lain dan tidak memberikan sumbangan kepada peningkatan dari produk
domestik bruto.
memberikan gambaran kepada kita bahwa jumlah kredit berpengaruh secara signifikan 0,838
terhadap jumlah UMKM. dengan kata lain, memberikan sumbangan terhdap jumlah UMKM
sebesar 70,2%.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maupa (2004) dalam melakukan penelitian tentang
UMKM menemukan bahwa strategi bisnis pemberian kredit mempunyai pengaruh langsung,
a
1 .040 .002 -.141 .6832198
Tabel di atas memberikan makna, bahwa kredit UMKM tidak memberikan pengaruh
yang besar terhadap IKF. Pengaruh yang ditimbulkan hanya 0,04. Dengan kata lain, kredit
UMKM hanya memberikankontribusi sebesar 0,2% (kurang dari 1%) terhadap tinggii rendahnya
IKF.
Tabel di atas menunjukkan bahwa kredit UMKM tidak signifikan dalam meningkatkan
IKF karena mempunyai signifikansi di atas 0,05, dalam hal ini sebesar 0,92 (jauh di atas 0,05).
Hal itu sangat bisa dimaklumi, karena IKF sangat dipengaruhi oleh iklim dunia usaha dan dunia
industri dalam sekala makro yang tidak hanya dipengaruhi oleh UMKM tetapi juga dipengaruhi
Peningkatan PAD
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa besar kecilnya kredit UMKM berpengaruh
terhadap PAD dengan koefisien R sebesar 0.968 dan besar sumbangan kredit UMKM terhadap
PAD sebesar 93,7%.
signifikan terhadap PAD karena signifikansi yang diperoleh sebesar 0,000 lebih kecil
Tabel di atas memberikan gambaran bahwa kredit UMKM mampu meningkatkan produk
domisktik regional bruto dengan pengaruh sebesar 0,96. Atau kredit MKM mampu memberikan
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Hasil analisis uji t di atas menuntun peneliti untuk mengatakan bahwa kredit UMKM
mampu meningkatkan PDRB secara signifikan. Di mana hasil signifikannya sebesar 0,000 jauh
lebih kecil dibandingkan 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kredit UMKM
Hasil penelitian ini tidak mendukung temuan Hanna Tantri Pangkey, (2013), yang
menyimpulkan bahwa Alokasi kredit mempunyai hubungan positif namun tidak signifikan
mempengaruhi pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Hal ini tidak sesuai
dengan hipotesis dan teori bahwa peningkatan alokasi kredit pada sektor ekonomi
Alokasi kredit berpengaruh positif namun pengaruhnya kecil, hal ini dikarenakan jumlah kredit
yang disalurkan tidak merata atau tidak stabil pada setiap masing-masing sektor ekonomi.
Sebagaimana diketahui bersama, salah satu alasan UMKM dikembangkan yaitu UMKM
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa kredit UMKM memberikan pengaruh yang
sangat besar (0,944) terhadap penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, kredit UMKM
Tabel 15. Hasil uji t pengaruh kredit UMKM terahdap penyerapan tenaga kerja
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Hasil uji t juga menunjukkan bahwa kredit UMKM memberikan pengaruh yang sangat
signifikan, karena tingkat signifikansinya di bawah 0,05. Dalam hal ini sebesar 0,000. Dengan
demikian, pengaruh kredit UMKM sangat signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.
Jml_Kredit_2011 TkT_Peng_Terb
38
N 9 9
N 9 9
Sumber: Data diolah
Tabel di atas menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang positif antara jumlah kredit
UMKM terhadap tingkat pengangguran terbuka. Hubungan yang terjadi tidak signifikan. Dengan
kata lain, semakin tinggi tingkat kredit untuk UMKM semakin rendah tingkat pengangguran
terbuka yang ada di masyarakat, dan sebaliknya, semakin rendah tingkat kredit yang diberikan
kepada UMKM semakin tinggi tingkat pengangguran, karena UMKM tidak mampu menyerap
tenaga kerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Achma Hendra Setiawan dan Tri Wahyu
Rejekiningsih, (2009) dalam melakukan penelitian tentang “Dampak Program Dana Bergulir
Bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM),” menyimpulkan bahwa bantuan pinjaman atau dana
perkuatan bagi usaha mandiri UKM mampu menambah jumlah tenaga kerja, modal usaha,
Berdasarkan hasil analisis di atas, kredit UMKM mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat sebesar 0,915. Dengan kata lain, kredit UMKM
Tabel 19. Hasil Uji t Pengaruh kredit UMKM terhdap tingkat kesejahteraan masyarakat
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Hasil uji t menunjukkan bahwa tingkat signifikan yang diperoleh sebesar 0,001. Dengan
demikian tingkat signifikansi yang sebesar itu lebih kecil dari 0,05 (5%). Dengan demikian
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiryanto (2012)
bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) berperan sebagai kekuatan strategis dan
memiliki posisi penting, bukan saja dalam penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan
masyarakat di daerah, dalam banyak hal mereka menjadi perekat dan menstabilkan masalah
kesenjangan sosial.
Rakyat (KUR) berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja
UMKM. 2) Program bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) berdampak positif terhadap
peningkatan pendapatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kelurahan Penatih
Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur. 3) Program bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
40
berdampak positif terhadap kesempatan kerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di
Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Setyari (2010) dalam melakukan
penelitian tentang evaluasi dampak kredit mikro terhadap kesejahteraan rumah tanga di
Indonesia: Analisis data Panel, menyimpulkan bahwa terdapat hasil yang kuat untuk mengatakan
bahwa kredit mikro memberikan dampak yang signifikan positif terhadap tingkat kesejahteraan
rumah tangga di Indonesia di lihat dari meningkatnya jumlah pengeluaran perkapita dan labor
*) Catatan :
1,00 – 1,80 = Sangat Rendah
1,81 – 2,60 = Rendah
2,61 – 3,40 = Sedang/Cukup Baik
3,41 – 4,20 = Baik
4,21 – 5,00 = Sangat Baik
Berdasarkan hasil pada Tabel di atas dapat diketahui secara berturut-turut bahwa: (1)
peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menciptakan lapangan kerja
termasuk dalam kategori cukup baik dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 3,38. (2) Perannya
dalam mengurangi pengangguran dan mengurangi kemiskinan juga termasuk dalam kategori
cukup baik dengan nilai rata-rata (mean) masing-masing sebesar (3,12), dan (2,95), dan (3)
41
Peran Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam meningkatkan perekonomian daerah termasuk
dalam kategori yang baik dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 3,55. Hal ini mengindikasikan
bahwa peran UMKM harus dipertahankan dan ditingkatkan secara terus-menerus. Peran
UMKM pada indikator-indikator yang masih kurang tentu saja harus diperbaiki misalnya dalam
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
2. UMKM dapat tumbuh dan berkembang dengan dukungan regulasi pemerintah daerah dan
kebijakan yang probisnis UMKM. Efektivitas pemberian kredit kepada UMKM dapat
dikatakan masih rendah mengingat daya serap berbagai program kredit untuk UMKM masih
rendah. Penyebab rendahnya efektivitas karena adanya factor teknis dan non teknis.
3.a. Berdasarkan analisis regresi diketahui bahwa untuk meningkatkan peran perbankan dalam
memacu perekonomian dan PAD di Provinsi Banten; Penyaluran kredit kepada UMKM
yang dilakukan perbankan Provinsi Banten lebih terkonsentrasi pada Kredit Kredit Investasi
(KI) dan Kredit Konsumsi (KK), sementara itu, kredit modal kerja kurang memberikan
3.b. Perbankan di Provinsi Banten telah melakukan berbagai pembiayaan kepada UMKM atau
perusahaan daerah yang secara langsung memberikan kontribusi terhadap peningkatan daya
42
meningkatkan PAD. Peran perbankan dalam memacu perekonomian dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang bersifat tidak langsung sudah mulai terlihat. Hal itu terihat melalui
penyaluran kredit yang dilakukan terhadap UMKM di Provinsi Banten dalam bentuk kredit
3.c. Penguatan peran perbankan dalam memacu perekonomian dan peningkatan PAD di Provinsi
Banten, dapat dilakukan dengan penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan yang
difokuskan pada pengembangan UMKM yang bergerak pada komoditi dan usaha unggulan
Keterbatasan penelitian
Penelitian ini belum mencakup variabel fasilitasi dan mediasi yang diberikan pemerintah
hendaknya lebih difokuskan pada kemudahan pelaku usaha terhadap akses sumber-sumber
sentra/lokasi usaha, dan informasi pasar serta jaringan pemasaran dan penciptaan iklim usaha
yang kondusif.
Dalam kaitannya dengan peran perbankan dalam meningkatan PAD dan penyerapan
tenaga kerja, penelitian akan datang perlu fokus untuk mengeksplorasi peran kredit terhadap
penciptaan wirausahaan baru dari kalangan masyarakat terdidik. Selain itu penelitian akan datang
juga penting melihat hubungan antar variabel yang secara lebih spesifik berkaitan antara lembaga
perbankan dengan akses pembiayaan untuk menciptakan nilai tambah terhadap komoditi dan
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Dewi Nur, 2008, “Analisis Kebijakan Kredit Terhadap Pengembangan Usaha Perikanan
Nelayan Tradisional Di Kabupaten Tojo Una-Una,” Jurnal Agroland Vol 15 No 1Maret
2008
Asnur, Daniel. 2010. ”Penyusunan Instrumen dan Pembangunan Sistem Informasi Data Dasar
Koperasi dan UKM Terpilih.” Jurnal Ekonomi. 2010,Vol.5,No.119–144.
Athesa. 2006. Program Bantuan Mikro Banking dari Bank BRI. Jakarta
Badan Pusat Statistik, 2011, Berita Resmi Statistik No. 28/05/Th. XVI, Jakarta.
Badan Pusat Statistik, 2012, Berita Resmi Statistik No. 26/03/Th. VVII, Jakarta.
BPS Provinsi Banten, 2010, Banten dalam Angka, Banten: BPS
BPS, Sensus Ekonomi 2006, Hasil Pendaftaran Perusahaan Kalimantan Selatan, Jakarta,
November 2007;
Cooper, Donald R. Dan C.William Emory, 1999, Business Research Methods, Fifth Edition,
Richard D. Irwin Inc., Chicago, USA.
Dani, Irwan. 2006. ”Pengkajian Produk Unggulan dalam Meningkatkan Ekspor UKM dan
Pengembangan Ekonomi Lokal.” Jurnal Ekonom. 2006, Vol.1, No.113–123.
Darsana, Ida Bagus. 2010. ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Denpasar.” Dalam Jurnal Ekonomi
Pembangunan.
Deva. 1989. Keuangan pemerintah Daerah di Indonesia. (Masri Maris, Penerjemah), Jakarta:
Universitas Indonesia.
Doss,Chely R. 2002. Analyzing Technology Adoption Using Micro studies: Limitations,
Challenges and Opportunities For Improvement. World Economics Academics
Research Development.
Gilarso, T. 1998. Ekonomi Indonesia, Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
Gilarso. 1992. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Yogyakarta: Kanisius
Gopar, Achmad H. 2010. ”Analisis Biaya Transaksi pada Kredit Usaha Rakyat.” Jurnal
Ekonomi. 2010, Vol. 5, No. 74–98.
Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Haeruman, H, 2000, Peningkatan Daya Saing UMKM untuk Mendukung Program PEL.
Makalah Seminar Peningkatan Daya Saing, Graha Sucofindo, Jakarta.
Hafsah, Mohammad Jafar, 2004, Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM),
Infokop 25, 40-44.
44
Hamdan, Iwan K, dkk, 2013, “Kajian Grand Design Pemekaran Wilayah Banten,” Laporan hasil
Penelitian, Serang: Balitbangda Provinsi Banten
Handayani. 2004. “Peran Dana Kukesra dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha.” Tesis,
Program Pasca Sarjana, Universitas Muhammadyah Surakarta.
Hanna Tantri Pangkey, 2013, Pengaruh Alokasi Kredit Sektor-Sektor Ekonomi terhadap
Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Utara (Periode
2008.1-2012.3)”, Jurnal EMBA, Vol.1 No.3 September 2013, Hal. 465-475
Hasan, Ishak. 2010. ”Analisis Daya Dukung UMKM dan Koperasi Berbasis Agrobisnis Pasca-
Konflik Aceh dan dalam Menghadapi ACFTA.” Jurnal Ekonomi. 2010, Vol. 5, No. 145–
174.
Hidayat, Wisnu Adi. 2007. Analisis Kredit Macet Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Sentra
Konveksi Ulujami Pemalang. Jurnal Ekonomi. 2007, Vol.2, No. 1–78.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Milenium
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3272084.pdf.
Idris, Indra dan Sri Lestari. 2009. ”Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM).” Jurnal Ekonomi Pembangunan. 2010, Vol. 4, No.
116–139.
Idris, Indra. 2010. ”Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR).” Jurnal Ekonomi
pembangunan. 2010, Vol. 5, No. 49-73.
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan.
Irmayanto, Juli, 2004, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Universitas Trisakti
Kasmir. 2007. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
Kasmir., 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Keenam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Keijiro Otsuka, Takashi Yamano. 2001. Introduction to the Special Issue on the Role of non
farm Income in Poverty Reduction: Evidence from Asia and East Africa. World
Economics Academics Research Development.
Keputusan Presiden Nomor 127/2001 tentang Bidang/Jenis Usaha yang terbuka untuk
Usaha Menengah atau Besar dengan Syarat Kemitraan.
Kornita, Sri Endang; dan Anthony Mayes, 2010, “Analisis Peran Perbankan Dalam
Perekonomian Di Kabupaten Siak”, Jurnal Ekonomi, Volume 18. Nomor 1 Maret2010
Kuncoro, Mudrajat, 2002, Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: BPFE
Lembaga Administrasi Negara, 2011, ”Kajian Pengembangan dan Instrumentasi Kebijakan
Pengelolaan Ekonomi Daerah,” Laporan Akhir , Jakarta: LAN
Lesceviva, M, 2004, Rural Entrepreneurship Success Determinant, Unpublished Working
Papers, Eksjo, Latvian: Faculty of Economics, Latvian University of Agriculture.
45
Malik, Rachmawati dan Hotniar Siringoringo, 2008, “Analisis Pengaruh Kredit, Aset Dan
Jumlah Pegawai Terhadap Pendapatan Usaha Kecil Menengah(Ukm) Penerima Kredit
Bankperkreditan Rakyat,” Hasil penelitian, Depok: Universitas Gunadharma
Mantra, I.B. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Manurung, Mandala dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter, (Kajian
Kontektual Indonesia), Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Manurung, Romulus.1996. Dampak Kredit Bank Perkreditan Rakyat Dalam Meningkatkan
Perekonomian Pedesaan (studikasus di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali).
Jakarta: Jurnal Keuangandan Moneter Vol 2. No 2 Juni 1996.
Mardiasmo. 2000. Pengelolaan Keuangan Daerah yang Berorientasi pada Kepentingan Publik.
Yogyakarta: Andi Offset.
Marimbo. 2008. Ayo ke Bank dapatkan Kredit UMKM. Jakarta: PT Ela Media Komputindo
Maupa, Haris, 2004, “Faktor-Faktor yang Menentukan Pertumbuhan Usaha Kecil di Sulawesi
Selatan.” Disertasi, Program Pascasarjana Unhas. Tidak dipublikasikan.
Mulyono, Sri, 2000, Teori Pengambilan Keputusan, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.
Munizu, Musran, 2010, Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal dan Internal Terhadap Kinerja Usaha
Mikro dan Kecil (UMK) di Sulawesi Selatan, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan 12,
33-41.
Munizu, Musran, 2012, “Strategi Peningkatan Kinerja dan Peran Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) Pengolah Produk Berbasis Pangan di Kota Makassar,” Hasil Penelitian, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Unhas (FEB-Unhas) Makassar dalam m3.feunhas@gmail.com
MurjanaYasa, I Gusti Wayan. 1993. ”Jam Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Pekerja
Migran di Daerah Wisata Kuta Bali.” Tesis” Program Pascasarjana UGM.
Oemar, Mohammad. 2006. Kajian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha
UKM di Provinsi Sumatra Utara. Jurnal Ekonomi. 2006, Vol. 1, No. 1–12.
Panggabean, Riana. 2010. Kajian Pengembangan UMKM di Sentra Klaster Rotan Kabupaten
Cierebon. Jurnal Ekonomi. 2010, Vol. 5, No. 99–118.
Panji Anoraga. 1997. Uang dan Perbankan. Jakarta: Rineka Cipta
Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN
dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010-2014
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
Prima, Dwi. 2009. ”Efektivitas Kredit Tanpa Agunan (KTA) Dalam Peningkatan Volume
Produksi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Denpasar.” Skripsi.
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Denpasar.
46
Purwati Lestarini, 2013, “Pengaruh Kredit SPP (Simpan-Pinjam Kelompok Perempuan) PNPM-
MP Terhadap Pendapatan Masyarakat, Jurnal Pendidikan Ekonomi IKIP Veteran
Semarang Vol. 01 No. 01, Juni 2013
Putra, Edy. 2009. ”Efektivitas Program Pemberian Bantuan Dana Bergulir pada UMKM di
Kabupaten Badung.” Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Denpasar.
Rangkuman Diskusi Dialog Strategis Pengambilan Kebijakan untuk Mewujudkan Target
Millenium Development Goals 2015, Jakarta, 15 Agustus 2011;
Rival Veithzalm, dkk. 2007, Bank and Financial Instution Management Conventional & Sharia
System, Jakarta: Rajagrafindo Persada
Robert, N. 2006. Economics Analysis of the Spatial Integration of Plantain Markets in
Cameroon: how Equilibrium Between Supply and Demand Affect Food Supply. African
Economics Research Consortium (AERC).
Santoso, Singgih, 2009, SPSS Statistik Multivariate, Jakarta: Elex Media Komputindo
Sekaran, Uma, 2004, Research Methods For Business: A Skill-Bulding Approach, New York,
USA: John Wiley & Sons.
Sepiantini, Ni Komang. 2010. ”Efektivitas Program Bantuan Kredit Usaha Rakyat Terhadap
Peningkatan Pendapatan dan Kesempatan Kerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah di
Desa/Kelurahan Dalung Kecamatan Kuta Utara.” Skripsi. Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana. Denpasar.
Setiawan, Achma Hendra dan Tri Wahyu Rejekiningsih, 2009, “Dampak Program Dana
Bergulir Bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM),” ASET, September 2009, Vol. 11 No.
2 hal. 109-115
Setyari, Ni Putu Wiwin, (2010) dalam melakukan penelitian tentang evaluasi dampak kredit
mikro terhadap kesejahteraan rumah tanga di Indonesia: Analisis data Panel,” JEKT, Vol
5 No 2 Hal 141-150
Setyobudi, Andang, 2007, Peran Serta Bank Indonesia dalam Pengembangan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM), Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 5, 29-
35.
Siamat, Dahlan, 2004, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia
Simanjuntak, Payaman, J. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: FEUI.
SMECDA. 2006. “Kajian Dampak Program Perkreditan dan Perkuatan Permodalan Usaha Kecil
Menengah terhadap Perekonomian Daerah.” Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM No.
1 Tahun I –2006.
Subagyo, Ahmad Wito. 2000. Efektivitas Program Penanggulangan Masyarakat Pedesaan.
Yogyakarta: UGM.
Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabeta.
47
Sulaeman, Suhendar, 2004, Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dalam Menghadapi
Pasar Regional dan Global, Infokop 25, 113-120.
Suryadharma, Ali. 2008. “Menkop: Indonesia Bangkrut Kalau UMKM diabaikan.” Antara News,
Senin 22 Desember.
Susilo, Y Sri, Sigit Triandaru, A. Totk Budi Santoso, 2000, Bank dan Lembaga Keuangan Lain,
Jakarta: Salemba Empat.
Sutojo, Siswanto. 1995, ”Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kupedes.” Handout. Jakarta: Devisi
Bisnis Mikro KP BRI.
Sutojo, Siswanto. 1995. Analisis Kredit Bank Umum: Konsep dan Teknik. Jakarta: Pustaka
Binaman Pressindo.
Syarif, Teuku dan Budhiningsih, Etty. 2009. ”Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan
Dalam Mendukung Permodalan UMKM.” Jurnal Ekonomi. 2009,Vol. 4, No. 62–87.
Syarif, Teuku. 2009. ”Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM.” Jurnal Ekonomi. 2009, Vol.
4, No. 18–36.
Tambunan, Tulus T.H., 2002, Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia: Beberapa Isu Penting,
Jakarta: Salemba Empat
Temtime, Zelealem T., and J. Pansiri, 2004, Small Business Critical Succes/Failure Factors in
Developing Economies: Some Evidence From Bostwana, American Journal of Applied
Sciences 1, 18-25.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga. Jilid I. Edisi ketujuh. Jakarta:
Erlangga.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Utomo, Cahyo Trio dan Achma Hendra Setiawan, 2013, “Analisis Peran Kredit Mikro Dari Pd
Bpr Bkk Kebumen Cabang Kutowinangun Dalam Upaya Mengembangkan Usaha Mikro
Di Wilayah Kerjanya” Diponegoro Journal Of Economics, Volume 2, Nomor 1, Tahun
2013, Halaman 1-10
Wiryanto, Wisber, 2012, ”Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Kota Banjarbaru dalam
Rangka Millenium Development Goals 2015,” Hasil Penelitian, Jakarta: Pusat Kajian
Administrasi Internasional, Lembaga Administrasi Negara
Yoseva, dan Teuku Syarif. 2010. ”Kajian Kemanfaatan Bantuan Perkuatan Untuk Usaha Mikro,
Usaha Kecil dan Usaha Menengah (UMKM).” Jurnal Ekonomi. 2010, Vol. 5, No. 30–48
Hidayat, Iman Pirman dan Adi Ridwan Fadillah, 2012, “Pengaruh Penyaluran Kredit Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM) Dan Pendapatan Operasional Terhadap Laba
Operasional (Kasus Pada PT Bank Jabar Banten.” Tbk), http://www.Jurnal.umkm.
Deckiyanto, Firmansyah, 2013, Efektifitas Kebijakan Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Mikro Berdasarkan Surat Edaran Direksi Nose: S.09c–DIR/ADK/03/2010 Atas
48
Ketentuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro: (Studi di Bank Rakyat Indonesia Unit
Sleko Cabang Madiun)” Skripsi, FH Univ Brawijaya Malang
49