Sei sulla pagina 1di 49

Sitasi: Suseno, Bambang Dwi; Busro,Muhammad; Kurnia, Denny.(2014).

Analisis Dampak Kredit dan


Penguatan Modal Usaha Koperasi Mikro Kecil Menengah Terhadap Perekonomian Daerah Di Provinsi
Banten Kredit dan Modal Kerja: Sebuah Telaah Terhadap Penguatan Modal Usaha Koperasi Mikro
Kecil Menengah Terhadap Perekonomian Daerah Di Provinsi Banten, Scientium Jurnal ilmiah Dewan
Riset Daerah Banten ISSN: 2355-5246, Vol.3, Nomor 1 (Agustus), hal. 68-96.

Analisis Dampak Kredit dan Penguatan Modal Usaha Koperasi


Mikro Kecil Menengah Terhadap Perekonomian Daerah Di Provinsi
BantenKredit dan Modal Kerja: Sebuah Telaah Terhadap Penguatan Modal
Usaha Koperasi Mikro Kecil Menengah Terhadap Perekonomian Daerah
Di Provinsi Banten
Bambang Dwi Suseno1 Muhammad Busro2 Denny Kurnia3
1
STIE Banten, 2,3 Unsera
1
Penulis Korespondensi: proexchellence@gmail.com
Abstract

The amount of loan funds disbursed to SMEs have yet to indicate a significant
improvement in the economy, in this case the PAD in Banten Province. This can be proved by the
addition of low employment, and the least amount of unemployment that can be absorbed by the
SMEs. If the accelerated growth of SMEs, will be able to accommodate 99.45 percent of the total
workforce. Based on the problems identified above, the existing problems are as follows (a) the
difficulty of access to capital experienced by almost all SMEs, (b) management of SMEs in the
province of Banten not well ordered. Based on the above, the research problem can be
formulated as follows, (a) What are the variables that affect the implementation of credit
programs and the strengthening of capital to SMEs in Banten Province? (b) How is the
effectiveness of policies related to credit and capital reinforcement programs to SMEs in Banten
province acts as a mediator? (c) How does the impact of the implementation of credit programs
and strengthening capital to SMEs in Banten Province?
The variables examined included: (1) the factors that affect the implementation of credit
programs and the strengthening of capital to SMEs in Banten; (2) policies related to credit and
capital reinforcement programs to SMEs in Banten; and (3) the impact of the implementation of
the loan program and the strengthening of capital to SMEs in the province of Banten. The unit of
analysis in this study is the Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) in the province of
Banten. Analytical methods used are: (1) Descriptive Analysis. This analysis is used to describe
clearly the characteristics of survey respondents and the variables in the form of a percentage
(%), and the average value (mean) (Santosa, 2009), and (2) regression analysis to predict the
impact of credit programs and strengthening small business capital medium to the regional
economy. Data processing using statistical software SPSS for windows version 20.
Role of Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs) in creating jobs in the category
quite well with the average value (mean) of 3.38. (2) His role in reducing unemployment and
reducing poverty are also included in the category quite well with the average value (mean)
respectively (3.12) and (2.95), and (3) The Role of Small and Medium Enterprises (SMEs) in
improving the regional economy, including in the category of good to the average value (mean)
of 3.55. This indicates that the role of SMEs should be maintained and improved on an ongoing

1
2

basis. The role of SMEs in the indicators still less of course must be improved, for example in
terms of reducing poverty, and unemployment.

Kata kuci: Dampak Kredit, Penguatan Modal Usaha, UKMKM, Provinsi Banten

1. Latar Belakang

Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak

cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank

Indonesia (2012) antara lain: (a) jumlahnya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor

ekonomi; (b) menyerap banyak tenaga kerja dan setiap investasi menciptakan lebih banyak

kesempatan kerja; (c) memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan

menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau.

Dalam posisi strategis tersebut, pada sisi lain UMKM masih menghadapi banyak masalah

dan hambatan dalam melaksanakan dan mengembangkan aktivitas usahanya. Sebenarnya

masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama ini telah sering

diungkapkan, antara lain : 1) manajemen, 2) permodalan, 3) Teknologi, 4) bahan baku, 5)

informasi dan pemasaran, 6) infrastruktur, 7) birokrasi dan pungutan, serta 8) kemitraan.

Permasalahan yang sama juga dikemukakan oleh Malik dan Siringo-ringo, (2008) bahwa

ada sejumlah persoalan umum yang dihadapi UMKM antara lain: a) keterbatasan modal

kerja maupun investasi, b) kesulitan dalam pemasaran, c) distribusi dan pengadaan bahan

baku dan input lainnya, d) keterbatasan akses informasi mengenai peluang pasar dan lainnya, e)

keterbatasan pekerja dengan keahlian tinggi (kualitas SDM rendah) dan kemampuan teknologi,

f) keterbatasan komunikasi dan biaya tinggi akibat prosedur administrasi dan birokrasi

yang kompleks khususnya dalam pengurusan ijin usaha dan ketidakpastian akibat peraturan

dan kebijakan yang tidak jelas.


3

Salah satu sumber pembiayaan yang dikenal dan dimanfaatkan menunjang perekonomian

termasuk UMKM di Provinsi Banten yaitu sektor perbankan. Sayangnya, jumlah dana kredit

yang tersalurkan ke UMKM masih relatif sedikit dibandingkan provinsi di Jawa lainnya.

Ketersediaan dana dari perbankan bagi BUMD, sektor-sektor unggulan, serta UMKM di Provinsi

Banten akan memacu pertumbuhan sektor usaha yang ada. Semakin besar dana yang diserap dari

sektor perbankan akan meningkatkan produksi barang dan jasa di Provinsi Banten. Peningkatan

produksi barang dan jasa akan meningkatkan pendapatan/keuntungan unit usaha perekonomian

dan peningkatan ini memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)

Provinsi Banten.

Besarnya dana kredit yang disalurkan ke UMKM belum memberikan indikasi yang

signifikan dalam peningkatan perekonomian, dalam hal ini PAD di Provinsi Banten. Hal ini

dapat dibuktikan dengan rendahnya penambahan lapangan kerja, dan sedikitnya jumlah

pengangguran yang bisa diserap oleh UMKM. Apabila UMKM dipacu pertumbuhannya, akan

mampu menampung 99,45 persen dari total tenaga kerja.

Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, permasalahan-permasalahan yang ada

adalah sebagai berikut :

a. Adanya kesulitan akses permodalan yang dialami oleh hampir seluruh pelaku UMKM.

b. Manajemen UMKM di Provinsi Banten yang belum tertata dengan baik.

Pertanyaan penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut.

a. Variabel apa sajakah yang mempengaruhi pelaksanaan program perkreditan dan penguatan

permodalan terhadap UMKM di Provinsi Banten?


4

b. Bagaimanakah efektivitas kebijakan yang terkait dengan program perkreditan dan penguatan

permodalan terhadap UMKM di Provinsi Banten berperan sebagai mediator?

c. Bagaimanakah dampak pelaksanaan program perkreditan dan penguatan permodalan

terhadap UMKM di Provinsi Banten?

2.Kerangka Teoritis

Modal

Para ahli ekonomi non-Marxian, pada umumnya mengikuti pengertian di atas, sedangkan

Marx menggunakan istilah modal untuk mengacu kepada konsep yang sama sekali lain. Modal

bukanlah barang, melainkan hubungan (produksi) sosial yang menampakkan diri sebagai barang.

Berbicara tentang masalah modal berarti berbicara tentang bagaimana membuat uang, asset yang

membuat uang tersebut mewadahi hubungan khusus antara si pemilik dengan yang bukan

pemilik sedemikian rupa sehingga bukan saja bahwa uang dibuat, tetapi juga bahwa hubungan-

hubungan pemilikan pribadi yang melahirkan proses tersebut secara terus-menerus terlestarikan

(Bottmore, 1983). Dengan demikian, modal adalah suatu konsep abstrak yang manifestasinya

dapat berupa barang atau uang. Karena tersebut, ia merupakan kategori yang kompleks, yang

tidak cukup diterangkan hanya dengan satu definisi. Konseptualisasi Marx mengenai “capital”

barangkali dapat dijabarkan secara sederhana dalam enam butir pokok berikut (Bottomore, 1983)

yaitu transformasi uang menjadi modal berjalan melalui proses tertentu, terdiri dari dua

rangkaian transaksi dalam suasana sirkulasi, yaitu menjual komoditas (K) dan uang yang

diterima (U) dipakai untuk membeli komoditas lain; dan membeli komoditas untuk kemudian

dijual lagi (secara bagan K-U-K; dan U-K-U).

Dalam rangkaian transaksi tersebut faktor nilai menjadi penting, terutama dalam U-K-U,

sebab transaksi tersebut hanya bermakna jika jumlah uang pada titik akhir menjadi lebih besar
5

daripada jumlah asal. Kalau pertukaran tersebut merupakan pertukaran nilai yang setara,

bagaimana tambahan uang bisa diperoleh? Sebaliknya, kalau tidak setara, berarti nilai tersebut

sendiri tidak tercipta. Marx menjawab persoalan ini dengan menerapkan nilai-guna. Nilai guna

mempunyai sifat menciptakan nilai tambahan atau nilailebih. Komoditas yang mempunyai nilai-

guna seperti tersebut adalah tenaga kerja. Jalur K-U-K secara tipikal mengacu kepada transaksi

pengupahan tenaga kerja. Buruh menjual tenaganya untuk memperoleh sejumlah uang (berupa

upah) yang pada gilirannya dipakai untuk membeli barang lain (pangan dan lain-lain

kebutuhan) yang diperlukan untuk dapay mereproduksi tenaganya. Oleh karena itu, dalam

transaksi ini, uang sama sekali tidak bertindak sebagai modal. Namun, jika dilihat dari arah

transaksi yang terbalik, yaitu dari si pengupah, dan nilai dimasukan, maka uang di sini dapat

disebut sebagai unsur modal yang oleh Marx disebut dengan istilah modal variabel (MV). Tetapi

MV diperoleh dari si pengupah. Sebaliknya, jalur U-K-U merupakan transaksi yang mencakup

pembelian sarana produksi yang kemudian diolah menjadi produk dan dijual untuk memperoleh

uang lebih banyak. Berbeda dengan upah yang dibelanjakan untuk membeli barang yang

dikonsumsi dan kemudian lenyap sama sekali, dalam jalur U-K-U ini uang hanya merupakan

lanjutan untuk kemudian muncul kembali dalam jumlah yang lebih banyak. Disinilah uang

ditranformasikan menjadi modal dalam suatu proses historis ketika tenaga kerja menjadi

komoditi, terkait dengan konsep kebebasan makna ganda. Modal dalam konsep Marx adalah

nilai yang membengkak sendiri atau nilai dalam gerak, dan sepasang konsep lagi dari Marx

yang sering dikacaukan penggunaannya dengan konsep modal tetap dan berputar dari ekonomi

non-Marxian, yaitu apa yang disebut modal tetap (MT) dan modal variabel (MV). Kedua

pasangan tersebut sama sekali berbeda maknanya. MT adalah bagian dari modal yang

dikeluarkan untuk diubah menjadi sarana produksi yang dalam proses produksi tidak mengalami
6

perubahan nilai sedangkan MV adalah bagian dari modal yang dikeluarkan untuk diubah

menjadi tenaga kerja yang dalam proses produksi kegiatannya menuju kepada dua arah, yaitu

produksi nilai setaranya sendiri, dan di lain pihak menghasilkan nilai tambah, yang besarnya

beragam menurut keadaan (Malik dan Siringoringo, 2008).

Dengan demikian, dalam konsep Marx, unsur-unsur modal tersebut dapat dibedakan menurut

dua macam kriteria. Pertama, dari kriteria proses kerja yaitu faktor obyektif yang berupa sarana

produksi, dan faktor subyektif yang berupa tenaga kerja. Kedua, dari segi penetapan nilai, yaitu

modal tetap dan modal variabel.

Konsep kredit

Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan

usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka

waktu yang ditentukan. UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan

uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jika seseorang

menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan. Ketika bank memberikan

pinjaman uang kepada nasabah, tentu saja bank mengharapkan uangnya kembali. Untuk

memperkecil resiko, dalam memberikan kredit bankharus mempertimbangkan beberapa hal yang

terkait dengan itikad baik dan kemampuan membayar nasabah untuk melunasi kembali

pinjaman beserta bunganya. Hal-hal tersebut terdiri dari karakter, kapasitas, modal, jaminan dan

keadaan perekonomian. Karakter merupakan watak, sifat, kebiasaan debitur (pihak yang

berutang) sangat berpengaruh pada pemberian kredit. Kreditur (pihak pemberi utang) dapat

meneliti apakah calon debitur masuk ke dalam Daftar Orang Tercela (DOT) atau tidak. Untuk itu
7

kreditur juga dapat meneliti biodatanya dan informasi dari lingkungan usahanya (Malik dan

Siringoringo, 2008).

Kapasitas adalah berhubungan dengan kemampuan seorang debitur untuk

mengembalikan pinjaman. Untuk mengukurnya, kreditur dapat meneliti kemampuan debitur

dalam bidang manajemen, keuangan, pemasaran, dan lain-lain. Dengan melihat banyaknya

modal yang dimiliki debitur atau melihat berapa banyak modal yang ditanamkan debitur dalam

usahanya, kreditur dapat menilai modal debitur. Semakin banyak modal yang ditanamkan,

debitur akan dipandang semakin serius dalam menjalankan usahanya (Malik dan Siringoringo,

2008).

Jaminan dibutuhkan untuk berjaga-jaga seandainya debitur tidak dapat mengembalikan

pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah pinjaman. Keadaan perekonomian

di sekitar tempat tinggal calon debitur juga harus diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi

ekonomi yang akan terjadi di masa datang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain

masalah daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan teknologi, bahan baku,

pasar modal, dan lain sebagainya (Malik dan Siringoringo, 2008).

Menurut Kasmir (2007: 94), unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu

fasilitas kredit yaitu. 1) Kepercayaan; kepercayaan dari si pemberi kredit bahwa kredit yang

diberikannya (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali di masa

tertentu/di masa yang akan datang. 2) Kesepakatan; kesepakatan dituangkan dalam suatu

perjanjian di mana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-

masing. 3) Jangka waktu; suatu masa yang memisahkan antara pemberi kredit dengan penerima

kredit yang mana dana tersebut akan diterima pada masa yang akan datang. Jangka waktu ini

mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati, biasa berbentuk jangka pendek,
8

jangka menengah, dan jangka panjang. 4) Resiko; adanya suatu tenggang waktu pengembalian

akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macetnya pemberian kredit. Suatu resiko

yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberi kredit

dengan penerima kredit yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama jangka waktu

pemberian kredit, maka semakin besar tingkat resikonya. Dengan adanya resiko dalam

pemberian kredit, maka dapat menimbulkan jaminan dalam pemberian kredit. 5) Balas Jasa;

merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang dikenal dengan nama

bunga.

Fasilitas kredit memiliki fungsi untuk: (1) meningkatkan daya guna uang; (2)

meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang; (3) meningkatkan daya guna barang; (4)

meningkatkan peredaran barang; (5) meningkatkan stabilitas ekonomi; (6) meningkatkan

kegairahan usaha; (7) meningkatkan pemerataan pendapatan; (8) meningkatkan hubungan

internasional.

Jenis-jenis kredit menurut (Kasmir, 2007: 99) yang diberikan oleh bank dapat dilihat dari

berbagai segi,antara lain: 1) dilihat dari segi kegunaan; (a) kredit investasi: kredit ini

diberikan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau

keperluan rehabilitasi, (b) kredit modal kerja yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan

meningkatkan produksi dalam operasionalnya, seperti bahan baku dan pembayaran gaji

pegawai. 2) Dilihat dari segi tujuan kredit: (a) Kredit produktif, yaitu kredit ini digunakan untuk

melancarkan usaha atau produksi, misalnya sebagai modal kerja maupun investasi; (b) kredit

konsumtif yaitu kredit yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau konsumsi

pribadi; (c) kredit perdagangan yaitu kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk

membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang
9

dagangan tersebut. 3) Dilihat dari segi jangka waktu: (a) kredit jangka pendek merupakan kredit

yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama1tahun dan biasanya

digunakan untuk keperluan modal kerja; (b) kredit jangka menengah: jangka waktu kreditnya

berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun, biasanya untuk investasi; (c) kredit jangka

panjang: merupakan kredit yang masa pengembaliannya di atas 3 tahun. 4) Dilihat dari segi

jaminan: (a) kredit dengan jaminan: kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan

tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang; (b) Kredit

tanpa jaminan: merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu yang

diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik si calon

debitur selama ini. 5) Dilihat dari segi sektor usaha terdiri dari: (a) kredit pertanian, (b) kredit

peternakan, (c) kredit industri, (d) kredit pertambangan, (e) kredit pendidikan, (f) kredit

profesi, (g) kredit perumahan, dan (h) kredit sektor-sektor lainnya. 6) Dilihat dari segi pihak

yang memberikan kredit: (a) kredit penjual adalah kredit yang diberikan kepada pembeli dengan

membayar belakangan setelah barang tersebut diterima; (b) kredit pembeli menaruh kredit

kepada penjual, tetapi barang diterima sesudah beberapa waktu seperti uang muka; (c) kredit

Bank adalah kredit yang disediakan oleh bank, baik itu digunakan untuk modal kerja,

investasi maupun untuk yang lainnya; (d) kredit Pemerintah adalah kredit yang diberikan

oleh pemerintah kepada pemborong, seperti pembuatan jalan; (f) Kredit Luar Negeri adalah

kredit yang diberikan oleh luar negeri untuk pemerintah atau lembaga dalam rangka perdagangan

Internasional.

Usaha Mikro

Sesuai dengan PBI Nomor: 7/39/PBI 2005 tanggal 18 Oktober 2005, yang dimaksud

dengan usaha mikro adalah suatu usaha produktif milik keluarga atau perseorangan WNI
10

(Warga Negara Indonesia), secara individu atau tergabung dalam koperasi dan memiliki hasil

penjualan secara individu paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) pertahun.

Adapun ciri-ciri yang dimiliki oleh usaha mikro yaitu: (1) usaha dijalankan oleh anggota

keluarganya, sehingga tidak ada pemisahan rumah tangga dan bisnis; (2) skala usaha relatif kecil,

dan umumnya tidak ada pencatatan tentang kegiatan bisnis; (3) sumber dana bersifat lokal, padat

karya dan menggunakan teknologi yang sederhana; (4) tidak adanya lisensi bisnis (informal) dan

informasi terbatas (credit history); (5) bersifat multi income activities; dan (6) nilai asset

(agunan) relatif rendah (unmarketable).

Usaha Kecil

Sesuai dengan PBI Nomor: 7/39/PBI 2005 tanggal 18 Oktober 2005 yang dimaksud

dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria

sebagai berikut. (1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 dan tidak

termasuk tanah dan bangunan tinggal usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (2) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan

atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak

langsung dengan usaha menengah, atau usaha besar. (3) Berbentuk usaha perorangan, badan

usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.

Mengacu pada UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah. Usaha

Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang

perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

dari usaha menengah atau usaha besar yang dengan kriteria: (a) memiliki kekayaan bersih lebih

dari Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000 (lima
11

ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) memiliki hasil

penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling

banyak Rp2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah); (c) dengan jumlah tenaga kerja

sebanyak 5 – 19 orang.

Menurut UU No 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil menyatakan bahwa Kriteria Usaha

Kecil adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);

c. milik Warga Negara Indonesia;

d. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau

Usaha Besar;

e. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan

usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Menurut PP no 32 tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil yang

dimaksud dengan usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian nasional yang

mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang penting dan strategis dalam mewujudkan

pembangunan ekonomi nasional yang kokoh.

Menurut surat edaran Bank Indonesia Nomor: 26/1/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal

kredit usaha kecil menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha yang

memiliki total asset maksimum Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), sedangkan

berdasarkan undang-undang Nomor: 9 tahun 1995, usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat
12

yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan,

seperti kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Usaha kecil yang dimaksud

ini meliputi usaha kecil informal dan usaha kecil tradisional.

Menurut Panji Anoraga (1997: 46) sektor usaha kecil memiliki karak teristik sebagai

berikut: 1) Sistem pembukuan yang relatif sederhana cenderung tidak mengikuti kaidah

administrasi pembukuan. 2) Margin usaha yang cenderung tipis, mengingat persaingan yang

sangat tinggi. 3) Modal terbatas. 4) Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih

sangat terbatas. 5) Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga sulit mengharapkan untuk mampu

menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang. 6) Kemampuan pemasaran dan

negosiasi serta divesifikasi pasar sangat terbatas. 7) Kemampuan untuk memperoleh sumber

dana dari pasar modal rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya. Untuk

memperoleh laba di pasar modal, sebuah perusahaan harus mengikuti sistem administrasi standar

dan harus transparan.

Karakteristik yang dimiliki Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menyiratkan

adanya kelemahan-kelemahan yang sifatnya potensial terhadap timbulnya masalah, terutama

yang berkaitan dengan pendanaan yang tampak sangat sulit untuk mendapatkan solusi yang

jelas. Kelemahan usaha kecil ini adalah investasi awal dapat saja mengalami kerugian,

beberapa resiko di luar kendali wirausahawan seperti: perubahan mode, peraturan pemerintah,

persaingan dan masalah tenaga kerja dapat menghambat bisnis, dan beberapa jenis juga

cenderung menghasilkan pendapatan yang cenderung tidak teratur, sehingga pemilik modal

mungkin tidak memperoleh laba/profit. Bagi pengembangan usaha kecil, masalah modal

merupakan kendala besar yang dihadapi. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan usaha
13

kecil untuk mendapatkan biaya sebagai modal dasar, maupun untuk langkah-langkah

pengembangan usahanya, yaitu melalui kredit perbankan.

Usaha menengah

Sesuai dengan PBI Nomor: 7/39/2005 tanggal 18 Oktober 2005, yang dimaksud usaha

Menengah adalah usaha dengan kriteria sebagai berikut: (1) Memiliki kekayaan lebih dari Rp

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh

milyar rupiah), tidak termasuk dengan tanah dan bangunan tempat usaha. (2) Milik Warga

Negara Indonesia (WNI). (3) Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan yang

dimiliki, dikuasai atau berfiliasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan usaha

besar. (4) Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan

usaha yang berbadan hukum.

Mengacu pada UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, bahwa

Usaha Menengah (UM) adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan

oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dengan kriteria: (a) memiliki kekayaan bersih lebih

dari Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000

(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau (b) memiliki hasil

penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan

paling banyak Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah); (c) dengan jumlah tenaga kerja

sebanyak 20 – 99 orang.

Peran UMKM Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia


14

Pembangunan UMKM yang progresif diharapkan berperan di dalam perekonomian

Indonesia yang didasarkan atas realitas, antara lain: 1) UMKM merupakan sektor ekonomi yang

telah terbit; bukti tangguh dan menyangga terakhir dan menyelamatkan perekonomian

Indonesia dari kebangkrutan; 2) sektor UMKM sangat kuat di dalam menghadapi dampak krisis

ekonomi yang berkepanjangan yang belum pulih; dan 3) jenis usaha yang tidak berbadan

hukumini akan menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi tradisional maupunregional.

Berdasarkan hasil penelitian Bapedda Provinsi Bali (2010), kebijakan ekonomi ke depan

harus didesain ke arah penguatan UMKM, sehingga mampu menekan jumlah pengangguran dan

angka kemiskinan. Pemerintah perlu melakukan promosi besar untuk mengarahkan masyarakat

bahwa wiraswasta mempunyai kedudukan sama dan menjadi pegawai negeri, memberikan

pelatihan pemasaran, bagaimana UMKM bisa mengakses pasar internasional. UMKM dapat

dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia, sebab sekitar 80 juta lebih orang

Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa UMKM mampumeningkatkan pembangunan

ekonomi Indonesia.

Pembangunan UMKM yang progresif dimungkinkan karena berbagai faktor yaitu: 1)

sebagian besar UMKM mengandalkan bahan baku lokal untuk mengembangkan usahanya; 2)

tidak memerlukan sumber daya manusia yang terlatih; 3) perkembangan teknologi yang bersifat

spesifik lokasi akan membantu meningkatkan efisiensi daya saing; dan 4) fluktuasi nilai tukar

dolar Amerika terhadap Rupiah tidak mempengaruhi proses produksi karena bahan baku lokal.

UMKM merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja

memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam

proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan

ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Kondisi umum UMKM di
15

Indonesia dapat digambarkan dari populasi tahun 2012 terdapat 49,8 juta unit usaha yaitu

sama dengan 99,9% jumlah unit usaha di Indonesia. Sedangkan penyerapan tenaga kerja =

88,7 juta yaitu sama dengan 96,9% dari seluruh tenaga kerja Indonesia (Wiryanto, 2012).

Melihat realitas itu, perlu diperhatikan permasalahan yang dihadapi UKM itu sendiri.

Dalam Lampiran Perpres No. 5/2010 tentang RPJMN 2010-2014, pada buku II Bab III

disebutkan tentang permasalahan UMKM, antara lain:

a. Permasalahan belum kondusifnya iklim usaha: Koperasi dan UMKM masih menghadapi

berbagai permasalahan yang mendasar dalam menjalankan usahanya, termasuk

tantangan untuk berkompetensi dan berkompetisi dalam persaingan pasar global yang

cukup berat. Untuk itu, pemberdayaan koperasi dan UMKM masih perlu dilanjutkan dalam

periode 5 (lima) tahun mendatang. Koperasi dan UMKM dalam periode 5 tahun ke

depan masih menghadapi masalah yang terkait belum kondusifnya iklim usaha sebagai

akibat: (1) belum efektifnya koordinasi dan sinkronisasi program dan kegiatan

pemberdayaan koperasi dan UMKM yang direncanakan dan diimplementasikan oleh

berbagai kementerian dan lembaga; (2) adanya prosedur dan administrasi berbiaya tinggi;

(3) keterbatasan dukungan sarana dan prasarana untuk pemberdayaan koperasi dan

UMKM; serta (4) kurangnya partisipasi seluruh pemangku kepentingan termasuk

pemerintah, organisasi non pemerintah, dan masyarakat dalam pemberdayaan koperasi dan

UMKM. Oleh karena itu, sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam 5 (lima)

tahun ke depan: (1) terlaksananya pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam satu

program nasional sebagai langkah strategis pemanduan dan penyelarasan program dan

kegiatan kementerian dan lembaga sebagai bagian dari upaya meningkatkan

kesejahteraan masyarakat terutama mereka yang mengandalkan kehidupan dari koperasi


16

dan kegiatan UMKM; (2) terwujudnya paradigma pemberdayaan koperasi dan UMKM

yang lebih koordinatif, bisnis oriented, dan partisipatif; (3) terwujudnya birokrasi yang

lebih efisien didasarkan pada pemenuhan kebutuhan dari, oleh dan untuk masyarakat

lokal; serta (4) meningkatkan peran lembaga-lembaga masyarakat pendukung koperasi dan

UMKM (Wiryanto, 2012)

b. Permasalahan pengembangan produk dan pemasaran: Koperasi dan UMKM masih

menghadapi masalah dalam pengembangan produk dan pemasarannya. Permasalahan

tersebut meliputi: (1) terbatasnya akses koperasi dan UMKM kepada teknologi dan lembaga

litbang; (2) kurangnya kepedulian koperasi dan UMKM mengenai prasyarat mutu dan

desain produk dan kebutuhan konsumen; (3) kurangnya insentif untuk berkembangnya

lembaga pendukung koperasi dan UMKM; (4) belum terbangunnya prinsip kemitraan

dalam satu kesatuan struktur/strategi pengembangan usaha yang bersinergi sesuai dengan

rantai nilai (value chain); serta (5) masih adanya gap dalam kebutuhan pertumbuhan

UMKM yang tinggi dan ketersediaan sumberdaya. Oleh karena itu, sasaran pembangunan

yang akan dicapai adalah (1) tersedianya hasil-hasil teknologi dan litbang yang sesuai

dengan kebutuhan dan skala koperasi dan UMKM; (2) meningkatnya kemampuan

technopreneurship koperasi dan UMKM; (3) meningkatnya jumlah kapasitas dan

jangkauan lembaga penyedia jasa pengembangan dan pembiayaan usaha; (4)

berkembangnya jaringan usaha yang berbasis kemitraan yang kuat; serta (5)

berkembangnya lembaga pendukung usaha yang dapat memfasilitasi perkembangan potensi

dan posisi tawar usaha mikro.

c. Rendahnya kualitas SDM, dicirikan oleh: (a) belum dipertimbangkannya karakteristik

wirausaha dalam pengembangan UMKM; (b) rendahnya kapasitas pengusaha skala mikro,
17

kecil dan menengah serta mengelola koperasi; (c) masalah rendahnya motivasi dan

budaya wirausaha mikro dalam membangun kepercayaan; serta (d) masih rendahnya

tingkat keterampilan dan kapasitas pengelola usaha. Oleh karena itu, sasaran pembangunan

yang akan dicapai adalah: (1) berfungsinya sistem pengembangan budaya usaha dan

kompetensi wirausaha sesuai dengan karakteristik koperasi dan UMKM; (2)

meningkatnya kompetensi teknis dan manajemen pengusaha skala mikro, kecil dan

menengah serta pengelola koperasi, terutama dalam menghasilkan produk yang

berkualitas, inovatif dan kreatif; dan mengembangkan usaha pemasaran produknya; (3)

meningkatnya kualitas dan sistem pengembangan kompetensi usaha skala mikro, kecil

dan menengah serta pengelola koperasi; serta (4) meningkatnya budaya wirausaha dan daya

tahan usaha mikro (Wiryanto, 2012).

Usaha dalam meningkatkan kinerja UMKM hendaknya diawali dengan mengenali faktor-

faktor yang menjadi permasalahan penguatan dan pemberdayaan usaha tersebut. Kemudian

mengidentifikasi faktor-faktor penting yang menentukan kinerja UMKM sesuai dengan

konteksnya. Setyobudi (2007) membagi permasalahan UMKM dalam tiga kategori yakni:

1. Permasalahan yang bersifat klasik dan mendasar pada UMKM (basic problems), antara lain

berupa permasalahan modal, bentuk badan hukum yang umumnya non formal, SDM,

pengembangan produk dan akses pemasaran.

2. Permasalahan lanjutan (advancedproblems), antara lain pengenalan dan penetrasi pasar

ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai

dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak

penjualan serta peraturan yang berlaku di Negara tujuan ekspor.


18

3. Permasalahan antara (intermediate problems), yaitu permasalahan dari instansi terkait untuk

menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik.

Permasalahan tersebut antara lain dalam hal manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan

dalam kewirausahaan. Dengan pemahaman atas permasalahan di atas, akan dapat ditengarai

berbagai problem dalam UMKM dalam tingkatan yang berbeda, sehingga solusi dan

penanganannya pun seharusnya berbeda pula.

Sehubungan dengan peningkatan kinerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Haeruman

(2000) mengatakan bahwa tantangan bagi dunia usaha terutama dalam pengembangannya

mencakup aspek yang luas yakni: a) peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam hal

kemampuan manajemen, organisasi dan teknologi, b) kompetensi kewirausahaan,c) akses yang

lebih luas terhadap permodalan, d) informasi pasar yang transparan, e) faktor input produksi

lainnya, dan f) iklim usaha yang sehat yang mendukung inovasi, kewirausahaan, dan praktek

bisnis serta persaingan yang sehat.

Tambunan (2002) termasuk Munizu (2012) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang

menjadi kekuatan dan kelemahan UMKM adalah: (1) faktor manusia; yang terdiri dari motivasi

yang kuat, penawaran tenaga kerja, etos kerja, produktivitas kerja, dan kualitas tenaga kerja; dan

(2) faktor ekonomi/bisnis; yang meliputi bahan baku, akses sumber keuangan, nilai ekonomis,

dan segmen pasar yang dilayani. Kedua faktor tersebut harus mampu disiasati oleh pengusaha

UMKM untuk mendorong kinerja usahanya. Bagi pemerintah, pemberian dukungan pada

pengusaha perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui

pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan,

dan pengembangan usaha seluas-luasnya. Sehingga UMKM mampu meningkatkan perannya


19

dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat,

penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan.

Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Berikut disajikan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.

Tujuannya adalah untuk mengetahui sudah sampai di mana penelitian terdahulu telah dilakukan,

sehingga terlihat unsur kebaruan penelitian ini dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya.

Peran UMKM dalam Mengurangi Kemiskinan

Penelitian Wiryanto (2012) menemukan bahwa usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM) berperan sebagai kekuatan strategis dan memiliki posisi penting, bukan saja dalam

penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat di daerah, dalam banyak hal mereka

menjadi perekat dan menstabilkan masalah kesenjangan sosial. UMKM memiliki kelenturan

menghadapi badai krisis, hal ini antara lain disebabkan oleh tingginya kandungan pada faktor-

faktor produksi mereka, khususnya pada penggunaan bahan baku.

Wiryanto (2012) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa usaha mikro, kecil, dan

menengah (UMKM) sebagai salah satu komponen dalam industri nasional, mempunyai peranan

yang sangat penting dalam perekonomian nasional, penyerapan tenaga kerja, pemerataan

distribusi hasil-hasil pembangunan, dan penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu,

pemerintah telah memiliki pilar-pilar kebijakan strategis yang diimplementasikan melalui

berbagai kebijakan/program dan kegiatan tahunan untuk mendukung pengembangan dan

penguatan UKM di Indonesia. Usaha Mikro dan Kecil (UKM) umumnya memiliki keunggulan

dalam bidang yang memanfaatkan sumberdaya alam dan padat karya, misalnya pertanian

tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, perdagangan dan restoran.


20

Peran UMKM dalam Mengurangi Pengangguran

Sepiantini (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Program Bantuan

Kredit Usaha Rakyat Terhadap Peningkatan Pendapatan dan Kesempatan Kerja Usaha Mikro

Kecil dan Menengah di Desa/Kelurahan Dalung Kecamatan Kuta Utara” menyimpulkan

bahwa program bantuan Kredit Usaha Rakyat di Desa/Kelurahan Dalung Kecamatan Kuta Utara

dikatakan cukup efektif yaitu sebesar 75,5 persen dan dampak positif terhadap peningkatan

pendapatan dan kesempatan kerja UMKM.

Achma Hendra Setiawan dan Tri Wahyu Rejekiningsih, (2009) dalam melakukan

penelitian tentang “Dampak Program Dana Bergulir Bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM),”

menyimpulkan bahwa bantuan pinjaman atau dana perkuatan bagi usaha mandiri UKM

mampu menambah jumlah tenaga kerja, modal usaha, omset penjualan, dan keuntungan. Dari

keempat variabel tersebut, kenaikan tenaga kerja memiliki perbedaan yang paling besar antara

sebelum dan sesudah menerima bantuan perkuatan. Selain itu, diketahui bahwa dana bergulir

dan bantuan dana perkuatan berimplikasi positif terhadap penanggulangan kemiskinan dan

penciptaan lapangan kerja. Analisis korelasi menunjukkan bahwa semakin besar jumlah

pinjaman akan meningkatkan keuntungan UKM dan meningkatkan kemampuan UKM dalam

menyerap tenaga kerja. Mengingat manfaat program dana bergulir bagi UKM, maka program

tersebut masih harus diselenggarakan atau bahkan ditingkatkan sehingga mampu menciptakan

lapangan kerja dan dapat mempercepat perkembangan ekonomi masyarakat pada umumnya.

Sejalan dengan hal tersebut, kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program

dana bergulir perlu ditingkatkan. Di samping itu, juga diperlukan pembinaan dan

pendampingan kontinyu kepada penerima program dana bergulir untuk kesuksesan program.

Program dana bergulir dianggap sukses jika mencapai sukses penyaluran, sukses
21

pemanfaatan, sukses pengembalian, serta terwujudnya peningkatan dan pengembangan usaha

ekonomi produktif masyarakat.

Peran Kredit dalam Meningkatkan Kesejahteraan

Setyari (2010) dalam melakukan penelitian tentang evaluasi dampak kredit mikro terhadap

kesejahteraan rumah tanga di Indonesia: Analisis data Panel, menyimpulkan bahwa terdapat hasil

yang kuat untuk mengatakan bahwa kredit mikro memberikan dampak yang signifikan positif

terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga di Indonesia di lihat dari meningkatnya jumlah

pengeluaran perkapita dan labor supply dari rumah tangga penerima program

Purwati Lestarini, (2013), dalam melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Kredit SPP

(Simpan-Pinjam Kelompok Perempuan) PNPM-MP Terhadap Pendapatan Masyarakat,”

menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif antara Kredit SPP (Simpan-Pinjam

Kelompok Perempuan) PNPM-MP dengan penghasilan masyarakat Desa Lanji Kecamatan

Patebon Kabupaten Kendal. Hipotesa yang berbunyi ada pengaruh kredit SPP (Simpan-Pinjam

Kelompok Perempuan) PNPM-MP terhadap pendapatan masyarakat diterima. Dengan begitu

semakin banyak masyarakat yang mengambil kredit SPP (Simpan-Pinjam Kelompok

Perempuan) PNPM-MP maka penghasilan masyarakat Desa Lanji Kecamatan Patebon

Kabupaten Kendal akan menjadi lebih baik. Terdapat kecenderungan bahwa adanya program

simpan pinjam yang pro rakyat dengan syarat yang mudah dapat meningkatkan kesejahteraan

hidup masyarakat Desa Lanji Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Hasil analisis data

mengenai program kredit SPP (Simpan-Pinjam Kelompok Perempuan) PNPM-MP

menunjukkan bahwa adanya kerjasama yang baik antara pengelola SPP (Simpan-Pinjam
22

Kelompok Perempuan) PNPM-MP dengan masyarakat ternyata mampu memberdayakan

masyarakat desa untuk mencapai kemajuan ekonomi dan kemakmuran bersama.

3.Metodologi

Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian survei. Variabel-variabel yang diteliti meliputi: (1)

faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program perkreditan dan penguatan permodalan

terhadap UMKM di Provinsi Banten; (2) kebijakan-kebijakan yang terkait dengan program

perkreditan dan penguatan permodalan terhadap UMKM di Provinsi Banten; dan (3) dampak

pelaksanaan program perkreditan dan penguatan permodalan terhadap UMKM di Provinsi

Banten. Unit analisis dalam penelitian ini adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

yang di Provinsi Banten.

Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah UMKM yang terdata dalam BPS Provinsi Banten. Penentuan

besarnya sampel menggunakan teknik purposive random sampling (sampel bertujuan). Teknik

ini digunakan karena populasi relatif homogen (Cooper dan Emory, 1999; Sugiyono, 2008).

Penentuan faktor-faktor prioritas penentu kinerja UKM, dan formulasi strategi peningkatan

kinerja UKM melibatkan segenap stakeholders yakni: pemerintah, pengusaha, LSM, dan

perguruan tinggi. Pemilihan responden/informan juga dilakukan secara purposive sampling

(Sekaran, 2004; Arikunto, 2005).

Jenis Data
23

Ada dua jenis data yang akan dikumpulkan untuk penelitian ini, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung kepada responden. Data

sekunder berasal dari: UMKM, BPS, Bapeda, Media Massa, berupa laporan-

laporan/dokumen/tabloid/berita yang telah diterbitkan, yakni berupa dokumen yang relevan atau

dipublikasikan oleh lembaga terkait.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dokumentasi, dan FGD

(focus group discussion). Instrument yang digunakan yaitu pedoman wawancara, pedoman

pengamatan, dan panduan FGD.

Teknik Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah: (1) Analisis Deskriptif. Analisis ini digunakan

untuk menggambarkan secara jelas karakteristik responden penelitian dan variabel dalam bentuk

nilai persentase (%), dan nilai rata-rata (mean) (Santosa, 2009), dan (2) analisis regresi untuk

memprediksi dampak program perkreditan dan perkuatan permodalan usaha kecil menengah

terhadap perekonomian daerah. Pengolahan data menggunakan bantuan software SPSS for

windows versi 19.00.

Kerangka Pikir

Adapun kerangka pikir penelitian ini secara skematis dapat disajikan secara lengkap pada

Gambar berikut.
24

DAMPAK PROGRAM PERKREDITAN DAN PERKUATAN PERMODALAN USAHA KECIL


MENENGAH TERHADAP PEREKONOMIA DAERAH
Analisis Faktor-Faktor, Efektivitas Kebijakan, dan Dampak Program
dan Program

Program Perkreditan Program Perkuatan Modal

Kinerja UKM Meningkat

Sektor Ekonomi Mikro dan Makro


Bergairah

Balikan
(Feedback)
Peningkatan Perekoomian daerah
Provinsi Banten

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

4.Hasil
Faktor Kondisi Penduduk dan Angkatan Kerja di Provinsi Banten
25

Hingga saat ini, pembangunan sosial-ekonomi provinsi Banten dihadapkan pada

permasalahan kuantitas dan kualitas SDM yang masih rendah. Jumlah SDM yang tersedia di

Banten baru mencapai 5.398.644 jiwa. SDM ini tersebar secara tidak merata di 8 kabupaten/kota.

SDM terbanyak berada di Kota Tangerang (2.960.474 jiwa) dan paling sedikit berada di Kota

Cilegon 385.720 jiwa. Kualitas SDM Banten masih tergolong rendah, setidaknya bila dilihat

dari sisi kesehatan dan pendidikan serta produktivitas. Dari aspek kesehatan, Umur Harapan

Hidup (UHH) SDM Banten pada tahun 2011 baru mencapai 65,05 tahun, lebih rendah dari UHH

Nasional (69 tahun). Dari aspek pendidikan, SDM Banten juga masih tergolong rendah, rata-rata

berpendidikan tamat SD (RLS = 8,41 tahun). Hasil SAKERNAS 2012 menunjukkan bahwa

sebagian besar (59,75%) SDM Banten berpendidikan tamat SD ke bawah, SDM yang

berpendidikan tinggi tidak sampai lima persen, tepatnya 4,73%. Kualitas SDM Banten dari sisi

produktivitas kerja juga masih tergolong rendah. Tahun 2012, produktivitas kerja baru mencapai

14,35 juta rupiah per tahun atau rata-rata 1,17 juta per bulan. Jika diperbandingkan antar

kabupaten/kota, ternyata hanya Kota Tangerang Selatan yang produktivitas kerja SDM-nya

melebihi dua juta per bulan. Capaian produktivitas kerja SDM Kota Tangerang Selatan tahun

2010 adalah 27,52 juta/tahun. Produktivitas kerja terendah (5,55 juta per tahun) dialami oleh

SDM Kabupaten Lebak. Merujuk pada capaian usia harapan hidup, rata-rata lama sekolah,

persentase SDM berpendidikan tinggi dan produkivitas kerja di 8 kabupaten/kota, maka dapat

dinyatakan bahwa hingga saat ini masih terjadi perbedaan (disparitas) kualitas SDM

antarkabupaten/kota. Kondisi ini dapat dimaknai bahwa pemekaran daerah di Banten yang telah

berlangsung sejak Oktober 2000 belum memberikan manfaat optimal dalam pembangunan SDM.

Faktor Jumlah Industri Kecil di Provinsi Banten


26

Bila dilihat jumlah industri kecil yang ada di Provinsi Banten hingga tahun 2010 sangat

bervariasi, mulai dari industry kulit, kayu, logam mulia, kain tenun, makanan, minuma, industri

penyangga pariwisata (perjalanan paket wisata, rumah makan, kave, bar, pup, karaoke, pusat

perbelanjaan, Spa, salon kecantikan, bioskop, bilyard), budidaya ikan, dan ikan tangkap.

Seluruhnya akan dijelaskan secara detail di bawah ini.

Faktor Perkembangan Koperasi dan Lembaga Keuangan di Provinsi Banten

Informasi perkembangan koperasi dan lembaga keuangan adalah sebagai berikut:

a. jumlah koperasi yang aktif di Provinsi Banten tahun 2012 terdapat sebanyak 3,999 unit,

sementara itu pada tahun 2013terdapat sebanyak 4,160 unit (naik sebanuak 161 unit).

b. Jumlah koperasi yang tidak aktif di Provinsi Banten tahun 2012 terdapat sebanyak 1,673 unit,

sementara itu pada tahun 2013 terdapat sebanyak 1,670 unit (turun sebanyak 3 unit).

c. secara keseluruhan, pada tahun 2013 di Provinsi Banten terdapat sebanyak 5.830 koperasi,

dengan perincian aktif sebanyak 4.160 koperasi, tidak aktif sebanyak 1.670 koperasi.

Perkembangan lembaga keuangan perbankan di Provinsi Banten baik dilihat dari

banyaknya bank, jumlah nasabah, jumlah pinjaman nasabah di provinsi Banten tahun 2010 dan

2011 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Statistik Perbankan di Provinsi Banten Tahun 2012 - 2013

Uraian 2012 2013

Perbankan Konvensional
- Kantor Bank 572 582
- Nasabah (juta unit) 3.18 3.43
- Dana Perbankan (triliun rupiah) 54.35 66.31
- Jumlah Pinjaman (triliun rupiah) 78.07 107.00
Perbankan Syariah
- Kantor Bank 64 64
- Nasabah (juta unit) 2.24 2.83
27

- Dana Perbankan (triliun rupiah) 24.79 38.58


- Jumlah Pinjaman (triliun rupiah) 3.64 5.22
Sumber : Banten Dalam Angka 2013

Faktor Indeks Kapasitas Fiskal (IKF) di Provinsi Banten

Kemampuan keuangan daerah dapat diukur dengan kapasitas fiskal daerah dan kebutuhan

fiskal daerah. Kapasitas fiskal daerah cermin kemampuan keuangan daerah untuk membiayai

tugas pokok pemerintahan dan kegiatan pembangunan daerah bersangkutan di luar dari

kebutuhan untuk gaji aparatur daerah. Sementara itu, kebutuhan fiskal merupakan cerminan

kebutuhan anggaran untuk membiayai seluruh kebutuhan pelayanan publik dan pembangunan

daerah.

Berdasarkan Desartada 2010-2025, tingkat kesehatan keuangan daerah dapat dilihat dari

Indeks Kapasitas Fiskal (IKF) daerah. Bila Indeks Kapasitas Fiskal 1 atau lebih maka daerah

tersebut dikatakan mempunyai kemampuan keuangan yang cukup kuat. Demikian pula

sebaliknya, bila IKF kurang dari 1 maka daerah dianggap tidak memiliki kemampuan keuangan

yang kuat. Kajian ini menggunakan ukuran kelayakan yang moderat, yakni 0,5. Artinya, bila

IKF suatu provinsi 0,5 atau lebih maka provinsi tersebut dianggap mempunyai keuangan yang

kuat.

Faktor Indek Pembangaun Manusia (IPM) di Provinsi Banten

Kemampuan daerah dalam pengembangan SDM berkualitas lazim digunakan IPM, yang

merupakan indeks gabungan dari aspek pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Menurut Program

Pembangunan PBB (UNDP), IPM didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk.

Proses perluasan pilihan ini mengandung makna adanya peningkatan standar hidup yang ditandai

dengan meningkatnya pengetahuan dan kecerdasan, membaiknya derajat kesehatan, serta

meningkatnya pendapatan dari waktu ke waktu.


28

IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara atau daerah merupakan

negara atau daerah maju, berkembang, atau terbelakang dan sekaligus mengukur pengaruh

kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Jika capaian IPM suatu negara kurang atau sama

dengan 50, maka negara tersebut dikategorikan sebagai negara yang Tingkat Pembangunan

Manusianya (TPM) rendah. Negara yang capaian IPM menengah adalah negara yang IPM-nya

berada pada kisaran 50,1 hingga 79,9. Adapun negara yang capaian IPM-nya 80 lebih

dikategorikan negara TPM tinggi.

Faktor Pendapatan Per kapita Masyarakat Provisi Banten

Pengeluaran per kapita merupakan salah satu parameter dalam mengukur keberhasilan

pembangunan ekonomi. Pengeluaran per kapita cerminan dari pendapatan per kapita. Pendapatan

per Kapita Disesuaikan (PKD) tertinggi (Rp 638.640/bulan) di Kota Tangerang Selatan dan

PKD terendah (Rp 604.110/bulan) di Kabupaten Lebak dapat dimaknai sebagai adanya

ketimpangan pembangunan antardaerah. Pembangunan sosial ekonomi di Kota Tanggerang

Selatan jauh lebih maju dibanding kabupaten/kota lainnya. Ketersediaan infrastruktur dasar jauh

lebih lengkap dibanding kabupaten/kota lainnya. Tampaknya ke depan pemerataan pembangunan

masih perlu ditingkatkan.

Faktor Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten

Pertumbuhan ekonomi daerah Banten pada tahun 2012 sebesar 5,45 (Banten dalam

angka, 2012: 1) merupakan perwujudan dinamika berbagai sektor pembangunan daerah.

Beberapa daerah di Banten sesungguhnya memiliki kemampuan untuk memperbaiki kondisi

perekonomian daerah. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, dalam dua tahun terakhir ini secara

umum capaian pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota menampakkan adanya peningkatan yang

cukup signifikan. Pada tahun 2010, dari 8 daerah kabupaten/kota di Banten menunjukkan bahwa
29

seluruh kabupaten/kota berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Dari delapan

kabupaten/kota tersebut, terdapat enam kabupaten/kota yang angka pertumbuhannya berada di

atas rata-rata provinsi.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi ditunjukkan oleh Kota Tangerang

Selatan meningkat dari 8,49% tahun 2009 menjadi 8,84% pada tahun 2011. Prestasi lainnya

dimiliki Kota Serang yang pertumbuhan ekonominya selalu berada pada posisi yang relatif tinggi

di antara kabupaten/kota lainnya yaitu 5,75% (tahun 2009), menjadi 7,87% (tahun 2011) (Banten

dalam Angka, 20112: 532).

Hal yang menarik adalah hampir seluruh sektor ekonomi daerah menunjukkan

pertumbuhan positif, terutama sektor sekunder. Pertumbuhan sektor sekunder terutama didorong

oleh sektor bangunan, listrik, air bersih, dan gas. Sektor tersier (perdagangan, UMKM,

komunikasi, dan jasa-jasa) juga mengalami pertumbuhan positif sebagai akibat menguatnya

permintaan konsumsi. Sektor primer memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian

daerah, meskipun pertumbuhannya di bawah sektor sekunder. Tingginya capaian pertumbuhan

ekonomi pada kabupaten/kota tersebut dikarenakan meningkatnya kontribusi beberapa sektor

seperti pertanian, pertambangan, industri pengolahan, perdagangan, dan bangunan.

Faktor Pendapatan Asli Daerah

PAD adalah Pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan

Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu komponen Pendapatan Daerah

yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola dan

mengoptimalkan potensi daerah yang dimiliki. Selanjutnya bagian Dana Perimbangan sebagai

komponen terbesar Pendapatan Daerah menunjukkan seberapa besar ketergantungan daerah

tersebut terhadap pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan belanja daerahnya. Komposisi
30

Belanja Daerah dapat menunjukkan prioritas Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan

pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.

Dari aspek ekonomi dan keuangan daerah, Provinsi Banten dapat mengoptimalkan

pendayagunaan dan pemanfaatan sumberdaya ekonomi dan sumberdaya fiskal untuk menunjang

usaha pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Provinsi Banten merupakan wilayah yang

tetap dinamis. Potensi sumber daya yang beraneka ragam merupakan penggerak produksi daerah.

Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran pemerintah untuk belanja

pegawai, penyusutan maupun belanja barang (termasuk biaya perjalanan, peme-liharaan dan

pengeluaran rutin lainnya), baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun peme-rintah

daerah. Penggunaan dana kredit yang diperuntukkan bagi kegiatan ekonomi secara tidak

langsung akan meningkatkan pendapatan. Hal ini disebabkan dana yang berasal dari kredit dapat

meningkatkan investasi atau peningkatan usaha pada kegiatan perekonomian dan selanjutnya

peningkatan investasi akan meningkatkan kesempatan kerja sehingga terjadi peningkatan

distribusi pendapatan masyarakat, peningkatan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa

yang diproduksi perekonomian. Hal ini sejalan dengan teori bahwa peningkatan kredit modal

kerja akan meningkatkan produk domestik regional bruto (PDRB).

Tabel 2. Pengaruh kredit terhadap Peningkatan PDRB.


Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
a
1 .960 .922 .910 17737.34799

a. Predictors: (Constant), Jml_Kredit_2011


Sumber: data diolah

Pemberian kredit UMKM secara akumulatif berpengaruh sangat besar terhadap PDRB

yaitu sebesar 0.960. dengan kata lain, kredit memberikan sumbangan terhadap peningkatan
31

PDRB sebesar 92,2 persen, sedangkan sisanya sebesa 7,8% dipengaruhi oleh faktor lain yang

tidak dihitung dalam analisis ini.

Tabel 3. Pengaruh Kredit Investasi terhadap PDRB

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .946 .894 .859 .12138

a. Predictors: (Constant), Kred_Investasi


Sumber: data diolah

Secara garis besar kredit investasi begitu signifikan terhadap peningkatan produk

domestik bruto daerah, dari persamaan dihasilkan bahwa kredit investasi memberikan penaruh

sebesar o, 946 atau memberikan sumbengan sebesar 89% terhadap produk domestik bruto.

Berdasarkan regresi dengan menggunakan SPSS 19 terlihat bahwa t hitung mempunyai

signifikansi 0,015 lebih kecil dari 0,05. Kenyataan tersebut mendukung teori yang seharusnya

peningkatan kredit investasi akan meningkatkan PDRB. Berpengaruhnya kredit investasi

terhadap produk domestik bruto ini oleh

Tabel 4. Pengaruh Kredit Modal Kerja terhadap PDRB


Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
a
1 .556 .310 .079 .31049
a. Predictors: (Constant), Kred_konsumsi

Sumber: data diolah

Berdasarkan persamaan secara individual/masing-masing kredit modal kerja

memberikan pengaruh sebesar 0,556 terhadap peningkatan produk domestik bruto daerah.

Dengan kata lain, kredit konsumsi hanya memberikan sumbangan sebesar 31% terhadap PDRB.

Sumbangan ini dapat dikatakan sangat kecil.

Tabel 5. Pengaruh kredit konsumsi terhadap PDRB


32

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 17.894 10.264 1.743 .180

Kred_konsumsi -3.397E-7 .000 -.556 -1.160 .330

a. Dependent Variable: PDRB

Sumber: data diolah

Berdasarkan hasil regresi dengan mempergunakan SPSS 19 diperoleh bahwa

siginidikansi t hitung lebih besar dari 0,05 yakni sebesar 0,330. Hal ini disebabkan pada

umumnya barang konsumsi untuk daerah masih didatangkan atau berasal dari luar daerah

sehingga nilai tambah lebih banyak diperoleh oleh daerah lain dan tidak memberikan sumbangan

kepada peningkatan dari produk domestik bruto.

Tabel 6. Pengaruh kredit modal kerja terhadap PDRB

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .126 .016 -.312 .37069

a. Predictors: (Constant), Kred_mdl_Kerja


Sumber: Data diolah

Berdasarkan kenyataan bahwa kredit modal kerja tidak memberikan nilai tambah

kepada produk domestik bruto. Kredit modal kerja hanya memberikan sumbangan sebesar 1,6%

terhadap PDRB.

Tabel 7. Hasil Uji t Pengaruh kredit modal kerja terhadap PDRB


Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) 6.054 .328 18.433 .000

Kred_mdl_Kerja -2.069E-9 .000 -.126 -.220 .840


33

Tabel 7. Hasil Uji t Pengaruh kredit modal kerja terhadap PDRB


Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) 6.054 .328 18.433 .000

Kred_mdl_Kerja -2.069E-9 .000 -.126 -.220 .840

a. Dependent Variable: PDRB


Sumber: Data diolah

Berdasarkan persamaan secara individual/masing-masing kredit modal kerja tidak

memberikan pengaruh yang besar terhadap peningkatan produk domestik regional bruto.

Dari hasil regresi dengan mempergunakan SPSS 19 diperoleh bahwa t hitung mempunyai taraf

nyata > 0,5 % (yaitu sebesar 0,840). Hal ini disebabkan pada umumnya barang konsumsi untuk

daerah masih didatangkan atau berasal dari luar daerah sehingga nilai tambah lebih banyak

diperoleh oleh daerah lain dan tidak memberikan sumbangan kepada peningkatan dari produk

domestik bruto.

memberikan gambaran kepada kita bahwa jumlah kredit berpengaruh secara signifikan 0,838

terhadap jumlah UMKM. dengan kata lain, memberikan sumbangan terhdap jumlah UMKM

sebesar 70,2%.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maupa (2004) dalam melakukan penelitian tentang

UMKM menemukan bahwa strategi bisnis pemberian kredit mempunyai pengaruh langsung,

positif, dan signifikan terhadap pertumbuhan UMKM.

Peningkatan Indek Kinerja Finansial (IKF)

Tabel 8. Pengaruh Kredit UMKM terhadap IKF

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
34

a
1 .040 .002 -.141 .6832198

a. Predictors: (Constant), Jml_Kredit_2011


Sumber: Data diolah

Tabel di atas memberikan makna, bahwa kredit UMKM tidak memberikan pengaruh

yang besar terhadap IKF. Pengaruh yang ditimbulkan hanya 0,04. Dengan kata lain, kredit

UMKM hanya memberikankontribusi sebesar 0,2% (kurang dari 1%) terhadap tinggii rendahnya

IKF.

Tabel 9. Uji t Pengaruh Kredit UMKM terhadap IKF


Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) .569 .286 1.986 .087

Jml_Kredit_2011 1.271E-9 .000 .040 .105 .920

a. Dependent Variable: IKF


Sumber: Data diolah

Tabel di atas menunjukkan bahwa kredit UMKM tidak signifikan dalam meningkatkan

IKF karena mempunyai signifikansi di atas 0,05, dalam hal ini sebesar 0,92 (jauh di atas 0,05).

Hal itu sangat bisa dimaklumi, karena IKF sangat dipengaruhi oleh iklim dunia usaha dan dunia

industri dalam sekala makro yang tidak hanya dipengaruhi oleh UMKM tetapi juga dipengaruhi

lebih jauh oleh usaha besar.


35

Peningkatan PAD

Tabel 10. Peran Kredit UMKM terhadap PAD


Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
a
1 .968 .937 .928 859.64562

a. Predictors: (Constant), Jml_Kredit_2011


Sumber: data diolah

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa besar kecilnya kredit UMKM berpengaruh
terhadap PAD dengan koefisien R sebesar 0.968 dan besar sumbangan kredit UMKM terhadap
PAD sebesar 93,7%.

Tabel 11. Hasil Uji t Peran Kredit UMKM terhadap PAD


Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) 188.771 360.154 .524 .616

Jml_Kredit_2011 .000 .000 .968 10.185 .000

a. Dependent Variable: PAD

Sumber: data diolah

Data di atas memberikan informasi bahwa pengaruh kredit UMKM berpengaruh

signifikan terhadap PAD karena signifikansi yang diperoleh sebesar 0,000 lebih kecil

dibandingkan 0,05 (taraf signifikansi 95%).

Peningkatan Produk Domistik Regional Bruto (PDRB)

Tabel 12. Pengaruh kredit UMKM terhdap PDRB

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .960 .922 .910 17737.34799

a. Predictors: (Constant), Jml_Kredit_2011


Sumber: Data diolah
36

Tabel di atas memberikan gambaran bahwa kredit UMKM mampu meningkatkan produk

domisktik regional bruto dengan pengaruh sebesar 0,96. Atau kredit MKM mampu memberikan

sumbangan sebesar 92,2%

Tabel 13. Uji t Pengaruh kredit UMKM terhdap PDRB

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 1774.202 7431.169 .239 .818

Jml_Kredit_2011 .003 .000 .960 9.068 .000

a. Dependent Variable: PRDB_2011


Sumber: Data diolah

Hasil analisis uji t di atas menuntun peneliti untuk mengatakan bahwa kredit UMKM

mampu meningkatkan PDRB secara signifikan. Di mana hasil signifikannya sebesar 0,000 jauh

lebih kecil dibandingkan 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kredit UMKM

mampu meningkatkan tingginya PDRB.

Hasil penelitian ini tidak mendukung temuan Hanna Tantri Pangkey, (2013), yang

menyimpulkan bahwa Alokasi kredit mempunyai hubungan positif namun tidak signifikan

mempengaruhi pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Hal ini tidak sesuai

dengan hipotesis dan teori bahwa peningkatan alokasi kredit pada sektor ekonomi

berpengaruh positif terhadap perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Alokasi kredit berpengaruh positif namun pengaruhnya kecil, hal ini dikarenakan jumlah kredit

yang disalurkan tidak merata atau tidak stabil pada setiap masing-masing sektor ekonomi.

Penyerapan Tenaga Kerja


37

Sebagaimana diketahui bersama, salah satu alasan UMKM dikembangkan yaitu UMKM

menyerap banyak tenaga kerja.

Tabel 14. Pengaruh Kredit UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .944 .891 .875 121612.337

a. Predictors: (Constant), Jml_Kredit_2011


Sumber: Data diolah

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa kredit UMKM memberikan pengaruh yang

sangat besar (0,944) terhadap penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, kredit UMKM

memberikan sumbangan sebesar 89,1% terhadap penyerapan tenaga kerja.

Tabel 15. Hasil uji t pengaruh kredit UMKM terahdap penyerapan tenaga kerja

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) 17746.144 50950.222 .348 .738

Jml_Kredit_2011 .016 .002 .944 7.548 .000

a. Dependent Variable: tenaker_2011


Sumber: Data diolah

Hasil uji t juga menunjukkan bahwa kredit UMKM memberikan pengaruh yang sangat

signifikan, karena tingkat signifikansinya di bawah 0,05. Dalam hal ini sebesar 0,000. Dengan

demikian, pengaruh kredit UMKM sangat signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.

Pengurangan Tingkat Pengangguran Terbuka

Tabel 16. Hubungan Kredit UMKM terhadap tingkat pengangguran terbuka

Jml_Kredit_2011 TkT_Peng_Terb
38

Jml_Kredit_2011 Pearson Correlation 1 .174

Sig. (2-tailed) .654

N 9 9

TkT_Peng_Terb Pearson Correlation .174 1

Sig. (2-tailed) .654

N 9 9
Sumber: Data diolah

Tabel di atas menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang positif antara jumlah kredit

UMKM terhadap tingkat pengangguran terbuka. Hubungan yang terjadi tidak signifikan. Dengan

kata lain, semakin tinggi tingkat kredit untuk UMKM semakin rendah tingkat pengangguran

terbuka yang ada di masyarakat, dan sebaliknya, semakin rendah tingkat kredit yang diberikan

kepada UMKM semakin tinggi tingkat pengangguran, karena UMKM tidak mampu menyerap

tenaga kerja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Achma Hendra Setiawan dan Tri Wahyu

Rejekiningsih, (2009) dalam melakukan penelitian tentang “Dampak Program Dana Bergulir

Bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM),” menyimpulkan bahwa bantuan pinjaman atau dana

perkuatan bagi usaha mandiri UKM mampu menambah jumlah tenaga kerja, modal usaha,

omset penjualan, dan keuntungan.

Peningkatan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

Tabel 18. Pengaruh kredit UMKM terhdap tingkat kesejahteraan masyarakat

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .915 .837 .814 323346.209

a. Predictors: (Constant), Jml_Kredit_2011


Sumber: Data diolah
39

Berdasarkan hasil analisis di atas, kredit UMKM mempunyai pengaruh yang sangat besar

terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat sebesar 0,915. Dengan kata lain, kredit UMKM

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebesar 83,7%.

Tabel 19. Hasil Uji t Pengaruh kredit UMKM terhdap tingkat kesejahteraan masyarakat

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) 65601.295 135467.843 .484 .643

Jml_Kredit_2011 .034 .006 .915 6.003 .001


a. Dependent Variable: RT_Sejahtera
Sumber: Data diolah

Hasil uji t menunjukkan bahwa tingkat signifikan yang diperoleh sebesar 0,001. Dengan

demikian tingkat signifikansi yang sebesar itu lebih kecil dari 0,05 (5%). Dengan demikian

kredit UMKM secara signifikan mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiryanto (2012)

bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) berperan sebagai kekuatan strategis dan

memiliki posisi penting, bukan saja dalam penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan

masyarakat di daerah, dalam banyak hal mereka menjadi perekat dan menstabilkan masalah

kesenjangan sosial.

Sepiantini, Ni Komang (2010) menyimpulkan bahwa Program bantuan Kredit Usaha

Rakyat (KUR) berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja

UMKM. 2) Program bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) berdampak positif terhadap

peningkatan pendapatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kelurahan Penatih

Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur. 3) Program bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
40

berdampak positif terhadap kesempatan kerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di

Kelurahan Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur.

Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Setyari (2010) dalam melakukan

penelitian tentang evaluasi dampak kredit mikro terhadap kesejahteraan rumah tanga di

Indonesia: Analisis data Panel, menyimpulkan bahwa terdapat hasil yang kuat untuk mengatakan

bahwa kredit mikro memberikan dampak yang signifikan positif terhadap tingkat kesejahteraan

rumah tangga di Indonesia di lihat dari meningkatnya jumlah pengeluaran perkapita dan labor

supply dari rumah tangga penerima program

Tabel 20. Deskripsi Indikator Peran UKM di Privinsi Banten

No. Indikator Rata-rata Keterangan *)


(Mean)
1. Menciptakan lapangan kerja 3,38 Cukup baik
2. Mengurangi pengangguran 3,12 Cukup baik
3. Mengurangi kemiskinan 2,95 Cukup baik
4. Meningkatkan Perekonomian daerah 3,55 Baik
Sumber : Data primer diolah

*) Catatan :
1,00 – 1,80 = Sangat Rendah
1,81 – 2,60 = Rendah
2,61 – 3,40 = Sedang/Cukup Baik
3,41 – 4,20 = Baik
4,21 – 5,00 = Sangat Baik

Berdasarkan hasil pada Tabel di atas dapat diketahui secara berturut-turut bahwa: (1)

peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menciptakan lapangan kerja

termasuk dalam kategori cukup baik dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 3,38. (2) Perannya

dalam mengurangi pengangguran dan mengurangi kemiskinan juga termasuk dalam kategori

cukup baik dengan nilai rata-rata (mean) masing-masing sebesar (3,12), dan (2,95), dan (3)
41

Peran Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam meningkatkan perekonomian daerah termasuk

dalam kategori yang baik dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 3,55. Hal ini mengindikasikan

bahwa peran UMKM harus dipertahankan dan ditingkatkan secara terus-menerus. Peran

UMKM pada indikator-indikator yang masih kurang tentu saja harus diperbaiki misalnya dalam

hal mengurangi tingkat kemiskinan, dan pengangguran.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program perkreditan dan perkuatan

permodalan UMKM yaitu masih terbatasnya jumlah UMKM, banyaknya pengangguran,

rendahnya angka partisipsi angkatan kerja, tingginya angka kemiskinan, rendahnya

perkembangan perekonomian daerah, rendahnya IPM, Rendahnya pendapatan perkapita

masyarakat, rendahnya PAD, dan faktor terkait lainnya.

2. UMKM dapat tumbuh dan berkembang dengan dukungan regulasi pemerintah daerah dan

kebijakan yang probisnis UMKM. Efektivitas pemberian kredit kepada UMKM dapat

dikatakan masih rendah mengingat daya serap berbagai program kredit untuk UMKM masih

rendah. Penyebab rendahnya efektivitas karena adanya factor teknis dan non teknis.

3.a. Berdasarkan analisis regresi diketahui bahwa untuk meningkatkan peran perbankan dalam

memacu perekonomian dan PAD di Provinsi Banten; Penyaluran kredit kepada UMKM

yang dilakukan perbankan Provinsi Banten lebih terkonsentrasi pada Kredit Kredit Investasi

(KI) dan Kredit Konsumsi (KK), sementara itu, kredit modal kerja kurang memberikan

kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan PAD.

3.b. Perbankan di Provinsi Banten telah melakukan berbagai pembiayaan kepada UMKM atau

perusahaan daerah yang secara langsung memberikan kontribusi terhadap peningkatan daya
42

serap tenaga kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi angka kemiskinan,

meningkatkan PAD. Peran perbankan dalam memacu perekonomian dan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) yang bersifat tidak langsung sudah mulai terlihat. Hal itu terihat melalui

penyaluran kredit yang dilakukan terhadap UMKM di Provinsi Banten dalam bentuk kredit

investasi dan konsumsi.

3.c. Penguatan peran perbankan dalam memacu perekonomian dan peningkatan PAD di Provinsi

Banten, dapat dilakukan dengan penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan yang

difokuskan pada pengembangan UMKM yang bergerak pada komoditi dan usaha unggulan

masing-masing 42ector dan lintas 42ector di Provinsi Banten.

Keterbatasan penelitian

Penelitian ini belum mencakup variabel fasilitasi dan mediasi yang diberikan pemerintah

hendaknya lebih difokuskan pada kemudahan pelaku usaha terhadap akses sumber-sumber

pembiayaan/permodalan, pelatihan teknis dan manajerial, kemudahan perizinan, ketersediaan

sentra/lokasi usaha, dan informasi pasar serta jaringan pemasaran dan penciptaan iklim usaha

yang kondusif.

Penelitian akan datang

Dalam kaitannya dengan peran perbankan dalam meningkatan PAD dan penyerapan

tenaga kerja, penelitian akan datang perlu fokus untuk mengeksplorasi peran kredit terhadap

penciptaan wirausahaan baru dari kalangan masyarakat terdidik. Selain itu penelitian akan datang

juga penting melihat hubungan antar variabel yang secara lebih spesifik berkaitan antara lembaga

perbankan dengan akses pembiayaan untuk menciptakan nilai tambah terhadap komoditi dan

usaha unggulan bagi UMKM.


43

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Dewi Nur, 2008, “Analisis Kebijakan Kredit Terhadap Pengembangan Usaha Perikanan
Nelayan Tradisional Di Kabupaten Tojo Una-Una,” Jurnal Agroland Vol 15 No 1Maret
2008
Asnur, Daniel. 2010. ”Penyusunan Instrumen dan Pembangunan Sistem Informasi Data Dasar
Koperasi dan UKM Terpilih.” Jurnal Ekonomi. 2010,Vol.5,No.119–144.
Athesa. 2006. Program Bantuan Mikro Banking dari Bank BRI. Jakarta
Badan Pusat Statistik, 2011, Berita Resmi Statistik No. 28/05/Th. XVI, Jakarta.
Badan Pusat Statistik, 2012, Berita Resmi Statistik No. 26/03/Th. VVII, Jakarta.
BPS Provinsi Banten, 2010, Banten dalam Angka, Banten: BPS
BPS, Sensus Ekonomi 2006, Hasil Pendaftaran Perusahaan Kalimantan Selatan, Jakarta,
November 2007;
Cooper, Donald R. Dan C.William Emory, 1999, Business Research Methods, Fifth Edition,
Richard D. Irwin Inc., Chicago, USA.
Dani, Irwan. 2006. ”Pengkajian Produk Unggulan dalam Meningkatkan Ekspor UKM dan
Pengembangan Ekonomi Lokal.” Jurnal Ekonom. 2006, Vol.1, No.113–123.
Darsana, Ida Bagus. 2010. ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Denpasar.” Dalam Jurnal Ekonomi
Pembangunan.
Deva. 1989. Keuangan pemerintah Daerah di Indonesia. (Masri Maris, Penerjemah), Jakarta:
Universitas Indonesia.
Doss,Chely R. 2002. Analyzing Technology Adoption Using Micro studies: Limitations,
Challenges and Opportunities For Improvement. World Economics Academics
Research Development.
Gilarso, T. 1998. Ekonomi Indonesia, Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
Gilarso. 1992. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Yogyakarta: Kanisius
Gopar, Achmad H. 2010. ”Analisis Biaya Transaksi pada Kredit Usaha Rakyat.” Jurnal
Ekonomi. 2010, Vol. 5, No. 74–98.
Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Haeruman, H, 2000, Peningkatan Daya Saing UMKM untuk Mendukung Program PEL.
Makalah Seminar Peningkatan Daya Saing, Graha Sucofindo, Jakarta.
Hafsah, Mohammad Jafar, 2004, Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM),
Infokop 25, 40-44.
44

Hamdan, Iwan K, dkk, 2013, “Kajian Grand Design Pemekaran Wilayah Banten,” Laporan hasil
Penelitian, Serang: Balitbangda Provinsi Banten
Handayani. 2004. “Peran Dana Kukesra dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha.” Tesis,
Program Pasca Sarjana, Universitas Muhammadyah Surakarta.
Hanna Tantri Pangkey, 2013, Pengaruh Alokasi Kredit Sektor-Sektor Ekonomi terhadap
Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Utara (Periode
2008.1-2012.3)”, Jurnal EMBA, Vol.1 No.3 September 2013, Hal. 465-475
Hasan, Ishak. 2010. ”Analisis Daya Dukung UMKM dan Koperasi Berbasis Agrobisnis Pasca-
Konflik Aceh dan dalam Menghadapi ACFTA.” Jurnal Ekonomi. 2010, Vol. 5, No. 145–
174.
Hidayat, Wisnu Adi. 2007. Analisis Kredit Macet Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Sentra
Konveksi Ulujami Pemalang. Jurnal Ekonomi. 2007, Vol.2, No. 1–78.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Milenium
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3272084.pdf.
Idris, Indra dan Sri Lestari. 2009. ”Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM).” Jurnal Ekonomi Pembangunan. 2010, Vol. 4, No.
116–139.
Idris, Indra. 2010. ”Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR).” Jurnal Ekonomi
pembangunan. 2010, Vol. 5, No. 49-73.
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan.
Irmayanto, Juli, 2004, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Universitas Trisakti
Kasmir. 2007. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
Kasmir., 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Keenam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Keijiro Otsuka, Takashi Yamano. 2001. Introduction to the Special Issue on the Role of non
farm Income in Poverty Reduction: Evidence from Asia and East Africa. World
Economics Academics Research Development.
Keputusan Presiden Nomor 127/2001 tentang Bidang/Jenis Usaha yang terbuka untuk
Usaha Menengah atau Besar dengan Syarat Kemitraan.
Kornita, Sri Endang; dan Anthony Mayes, 2010, “Analisis Peran Perbankan Dalam
Perekonomian Di Kabupaten Siak”, Jurnal Ekonomi, Volume 18. Nomor 1 Maret2010
Kuncoro, Mudrajat, 2002, Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: BPFE
Lembaga Administrasi Negara, 2011, ”Kajian Pengembangan dan Instrumentasi Kebijakan
Pengelolaan Ekonomi Daerah,” Laporan Akhir , Jakarta: LAN
Lesceviva, M, 2004, Rural Entrepreneurship Success Determinant, Unpublished Working
Papers, Eksjo, Latvian: Faculty of Economics, Latvian University of Agriculture.
45

Malik, Rachmawati dan Hotniar Siringoringo, 2008, “Analisis Pengaruh Kredit, Aset Dan
Jumlah Pegawai Terhadap Pendapatan Usaha Kecil Menengah(Ukm) Penerima Kredit
Bankperkreditan Rakyat,” Hasil penelitian, Depok: Universitas Gunadharma
Mantra, I.B. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Manurung, Mandala dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter, (Kajian
Kontektual Indonesia), Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Manurung, Romulus.1996. Dampak Kredit Bank Perkreditan Rakyat Dalam Meningkatkan
Perekonomian Pedesaan (studikasus di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali).
Jakarta: Jurnal Keuangandan Moneter Vol 2. No 2 Juni 1996.
Mardiasmo. 2000. Pengelolaan Keuangan Daerah yang Berorientasi pada Kepentingan Publik.
Yogyakarta: Andi Offset.
Marimbo. 2008. Ayo ke Bank dapatkan Kredit UMKM. Jakarta: PT Ela Media Komputindo
Maupa, Haris, 2004, “Faktor-Faktor yang Menentukan Pertumbuhan Usaha Kecil di Sulawesi
Selatan.” Disertasi, Program Pascasarjana Unhas. Tidak dipublikasikan.
Mulyono, Sri, 2000, Teori Pengambilan Keputusan, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.
Munizu, Musran, 2010, Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal dan Internal Terhadap Kinerja Usaha
Mikro dan Kecil (UMK) di Sulawesi Selatan, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan 12,
33-41.
Munizu, Musran, 2012, “Strategi Peningkatan Kinerja dan Peran Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) Pengolah Produk Berbasis Pangan di Kota Makassar,” Hasil Penelitian, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Unhas (FEB-Unhas) Makassar dalam m3.feunhas@gmail.com
MurjanaYasa, I Gusti Wayan. 1993. ”Jam Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Pekerja
Migran di Daerah Wisata Kuta Bali.” Tesis” Program Pascasarjana UGM.
Oemar, Mohammad. 2006. Kajian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha
UKM di Provinsi Sumatra Utara. Jurnal Ekonomi. 2006, Vol. 1, No. 1–12.
Panggabean, Riana. 2010. Kajian Pengembangan UMKM di Sentra Klaster Rotan Kabupaten
Cierebon. Jurnal Ekonomi. 2010, Vol. 5, No. 99–118.
Panji Anoraga. 1997. Uang dan Perbankan. Jakarta: Rineka Cipta
Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN
dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010-2014
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
Prima, Dwi. 2009. ”Efektivitas Kredit Tanpa Agunan (KTA) Dalam Peningkatan Volume
Produksi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Denpasar.” Skripsi.
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Denpasar.
46

Purwati Lestarini, 2013, “Pengaruh Kredit SPP (Simpan-Pinjam Kelompok Perempuan) PNPM-
MP Terhadap Pendapatan Masyarakat, Jurnal Pendidikan Ekonomi IKIP Veteran
Semarang Vol. 01 No. 01, Juni 2013
Putra, Edy. 2009. ”Efektivitas Program Pemberian Bantuan Dana Bergulir pada UMKM di
Kabupaten Badung.” Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Denpasar.
Rangkuman Diskusi Dialog Strategis Pengambilan Kebijakan untuk Mewujudkan Target
Millenium Development Goals 2015, Jakarta, 15 Agustus 2011;
Rival Veithzalm, dkk. 2007, Bank and Financial Instution Management Conventional & Sharia
System, Jakarta: Rajagrafindo Persada
Robert, N. 2006. Economics Analysis of the Spatial Integration of Plantain Markets in
Cameroon: how Equilibrium Between Supply and Demand Affect Food Supply. African
Economics Research Consortium (AERC).
Santoso, Singgih, 2009, SPSS Statistik Multivariate, Jakarta: Elex Media Komputindo
Sekaran, Uma, 2004, Research Methods For Business: A Skill-Bulding Approach, New York,
USA: John Wiley & Sons.
Sepiantini, Ni Komang. 2010. ”Efektivitas Program Bantuan Kredit Usaha Rakyat Terhadap
Peningkatan Pendapatan dan Kesempatan Kerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah di
Desa/Kelurahan Dalung Kecamatan Kuta Utara.” Skripsi. Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana. Denpasar.
Setiawan, Achma Hendra dan Tri Wahyu Rejekiningsih, 2009, “Dampak Program Dana
Bergulir Bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM),” ASET, September 2009, Vol. 11 No.
2 hal. 109-115
Setyari, Ni Putu Wiwin, (2010) dalam melakukan penelitian tentang evaluasi dampak kredit
mikro terhadap kesejahteraan rumah tanga di Indonesia: Analisis data Panel,” JEKT, Vol
5 No 2 Hal 141-150
Setyobudi, Andang, 2007, Peran Serta Bank Indonesia dalam Pengembangan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM), Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 5, 29-
35.
Siamat, Dahlan, 2004, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia
Simanjuntak, Payaman, J. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: FEUI.
SMECDA. 2006. “Kajian Dampak Program Perkreditan dan Perkuatan Permodalan Usaha Kecil
Menengah terhadap Perekonomian Daerah.” Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM No.
1 Tahun I –2006.
Subagyo, Ahmad Wito. 2000. Efektivitas Program Penanggulangan Masyarakat Pedesaan.
Yogyakarta: UGM.
Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabeta.
47

Sulaeman, Suhendar, 2004, Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dalam Menghadapi
Pasar Regional dan Global, Infokop 25, 113-120.
Suryadharma, Ali. 2008. “Menkop: Indonesia Bangkrut Kalau UMKM diabaikan.” Antara News,
Senin 22 Desember.
Susilo, Y Sri, Sigit Triandaru, A. Totk Budi Santoso, 2000, Bank dan Lembaga Keuangan Lain,
Jakarta: Salemba Empat.
Sutojo, Siswanto. 1995, ”Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kupedes.” Handout. Jakarta: Devisi
Bisnis Mikro KP BRI.
Sutojo, Siswanto. 1995. Analisis Kredit Bank Umum: Konsep dan Teknik. Jakarta: Pustaka
Binaman Pressindo.
Syarif, Teuku dan Budhiningsih, Etty. 2009. ”Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan
Dalam Mendukung Permodalan UMKM.” Jurnal Ekonomi. 2009,Vol. 4, No. 62–87.
Syarif, Teuku. 2009. ”Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM.” Jurnal Ekonomi. 2009, Vol.
4, No. 18–36.
Tambunan, Tulus T.H., 2002, Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia: Beberapa Isu Penting,
Jakarta: Salemba Empat
Temtime, Zelealem T., and J. Pansiri, 2004, Small Business Critical Succes/Failure Factors in
Developing Economies: Some Evidence From Bostwana, American Journal of Applied
Sciences 1, 18-25.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga. Jilid I. Edisi ketujuh. Jakarta:
Erlangga.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Utomo, Cahyo Trio dan Achma Hendra Setiawan, 2013, “Analisis Peran Kredit Mikro Dari Pd
Bpr Bkk Kebumen Cabang Kutowinangun Dalam Upaya Mengembangkan Usaha Mikro
Di Wilayah Kerjanya” Diponegoro Journal Of Economics, Volume 2, Nomor 1, Tahun
2013, Halaman 1-10
Wiryanto, Wisber, 2012, ”Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Kota Banjarbaru dalam
Rangka Millenium Development Goals 2015,” Hasil Penelitian, Jakarta: Pusat Kajian
Administrasi Internasional, Lembaga Administrasi Negara
Yoseva, dan Teuku Syarif. 2010. ”Kajian Kemanfaatan Bantuan Perkuatan Untuk Usaha Mikro,
Usaha Kecil dan Usaha Menengah (UMKM).” Jurnal Ekonomi. 2010, Vol. 5, No. 30–48

Hidayat, Iman Pirman dan Adi Ridwan Fadillah, 2012, “Pengaruh Penyaluran Kredit Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM) Dan Pendapatan Operasional Terhadap Laba
Operasional (Kasus Pada PT Bank Jabar Banten.” Tbk), http://www.Jurnal.umkm.

Deckiyanto, Firmansyah, 2013, Efektifitas Kebijakan Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Mikro Berdasarkan Surat Edaran Direksi Nose: S.09c–DIR/ADK/03/2010 Atas
48

Ketentuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro: (Studi di Bank Rakyat Indonesia Unit
Sleko Cabang Madiun)” Skripsi, FH Univ Brawijaya Malang
49

Potrebbero piacerti anche