Sei sulla pagina 1di 8

Jurnal Biologi Indonesia 13(2): 271-278 (2017)

Induksi Tetraploid Pada Tanaman Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.)
secara In Vitro
(In vitro Induction of Tetraploid in Guava (Psidium guajava L.))
Tri Handayani*, Witjaksono, & K. Utami Nugraheni
Pusat Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Jl. Raya Bogor Km.46, Cibinong, Kab. Bogor 16911. Indonesia
*Email: trihandayani08@gmail.com

Memasukkan: Mar et 2017, Diterima: Agustus 2017

ABSTRACT
Some commercial varieties of Guava seedless are triploid and rarely found naturally. A triploid variety with
less seeds and better yield potential can be achieved by crossing tetraploid to diploid variety. Guava tetraploid
plants can be synthetically induced by using oryzalin or colchicine to double the chromosome from its diploid.
This research was aimed to obtain tetraploid lines by studying the effects of oryzalin in germination and in vitro
growth of Guava. Seed from Red Guava were cultured in liquid medium MS + 2 mgL -1 BA with adding
oryzalin according to the treatment, then seed planted in MS solid medium. Seed explants were exposed to
Oryzalin 0 (controls), 15, 30 dan 60 µM with exposure time are 23, 36 and 49 days or 3, 5, and 7 weeks.
Results from polyploid induction were 8 tetraploid (5.48%) and 9 (6.16%) mixoploid shoots in vitro. High est
tetraploid shoots were obtained from treatments by exposing the seed explant to 15 – 30 µM oryzalin for 23 –
36 days. Oryzalin treatments inhibit germination and in vitro growth of Guava until 1st subculture. After
second subculture, tetraploid or mixoploid shoots quantitatively showed no difference respons on in vitro
growth with its diploid.

Keywords: guava, tetr aploid, seed explant, in vitr o ger mination, polyploid

ABSTRAK
Beberapa varietas jambu biji seedless atau berbiji sedikit diketahui adalah triploid dan jarang ditemukan secara
alami di alam. Pemuliaan tanaman triploid salah satunya dapat dicapai melalui persilangan antara induk
tetraploid dengan diploid. Ketersediaan tanaman jambu tetraploid dapat diperoleh secara sintetik melalui
penggandaan kromosom tanaman diploid menggunakan senyawa oryzalin atau kolkisin. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan tunas in vitro jambu biji tetraploid dengan mempelajari pengaruh perlakuan
oryzalin terhadap perkecambahan dan pertumbuhan tunas jambu biji secara in vitro. Biji dari varietas jambu
biji merah, direndam dalam larutan MS cair + 2 mgL -1 BA dengan penambahan senyawa oryzalin sesuai
perlakuan, selanjutnya biji ditanam dalam media MS padat. Konsentrasi oryzalin yang ditambahkan yakni 0
(kontrol), 15, 30 dan 60 µM dengan lama waktu perendaman 23, 36 dan 49 hari (3, 5 dan 7 minggu). Hasil
induksi tetraploid pada tanaman jambu biji menggunakan senyawa oryzalin menghasilkan 8 tunas tetraploid
(5,48%) dan 9 tunas mixoploid (6,16%). Biji tanaman tetraploid terbanyak didapatkan dari perlakuan
perendaman biji selama 23 – 36 hari dalam larutan oryzalin dengan konsentrasi 15 – 30 µM. Perendaman biji
dalam larutan oryzalin akan menghambat waktu perkecambahan dan pertumbuhan tunas in vitro jambu biji
sampai pada subkultur ke-1. Setelah subkultur ke-2 tunas tetraploid atau mixoploid hasil induksi menggunakan
oryzalin mempunyai tingkat pertumbuhan tunas in vitro yang secara kuantitatif tidak berbeda dengan tunas
diploidnya.

Kata Kunci: J ambu biji, tetr aploid, or yzalin, per kecambahan in vitr o, poliploid

PENDAHULUAN banyaknya kandungan biji dalam buah dan sensitif


terhadap cekaman lingkungan (Rai et al. 2010).
Jambu biji (Psidium guajava L., Famili Pengembangan varietas jambu berbiji sedikit/
Myrtaceae) merupakan salah satu buah yang tanpa biji dengan potensi hasil yang baik mulai
dikenal sebagai buah apel tropis dan mempunyai banyak dilakukan diantaranya dengan seleksi
kandungan vitamin C sebanyak 2 – 5 kali lebih terhadap plasma nutfah alami, melalui mutasi atau
tinggi dari buah jeruk. Jambu biji termasuk salah persilangan. Buah tanpa biji semakin digemari
satu tanaman buah yang dapat berproduksi karena kemudahan dalam mengkonsumsi,
sepanjang tahun, akan tetapi masih terkendala terutama buah-buahan yang diketahui mempunyai
beberapa masalah seperti ketahanan terhadap banyak biji dalam daging buah. Buah tanpa biji
hama dan penyakit, lamanya masa juvenil umumnya terjadi pada buah yang bersifat
tanaman, masa simpan buah yang pendek, partenokarpi yakni pembentukan buah akibat

271
Handayani dkk.

penyerbukan tanpa diikuti perkembangan ovul sebagai sumber bahan tetua pada program
atau embrio, contohnya yakni pada buah pisang, persilangan untuk mendapatkan hibrid triploid,
nanas, atau pir. Selain itu, buah tanpa biji juga dapat dengan mempelajari pengaruh perlakuan oryzalin
dihasilkan dari tanaman triploid, dimana tanaman terhadap perkecambahan dan pertumbuhan tunas
yang mempunyai tiga set kromosom akan gagal jambu biji secara in vitro.
dalam pembentukan embrio, sehingga buah
menjadi tidak berbiji (Pardal 2001). BAHAN DAN CARA KERJA
Sebagian besar varietas komersial jambu biji
adalah diploid (2n=2x=22) sedangkan varietas jambu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
tanpa biji (seedless) adalah triploid 2n=3x=33, Biak Sel dan Jaringan Tumbuhan, Pusat Penelitian
dimana secara alami jumlahnya sangat terbatas Biologi LIPI dari bulan April 2016 – Juni 2017.
(Pommer & Murakami 2009). Tanaman triploid Pengujian tingkat ploidi dilakukan dengan
dapat dihasilkan melalui persilangan antara menggunakan Flowcytometer di Laboratorium
induk tanaman diploid dengan induk tetraploid, Genetika dan Pemuliaan Tumbuhan, Pusat
contohnya yakni pada tanaman pisang (Bakry et al. Penelitian Biologi LIPI.
2009) atau dapat dilakukan dengan induksi Bahan yang digunakan yakni biji tanaman
kultur endosperma (Hoshino et al. 2011). Selain yang diekstrak dari buah jambu biji merah yang
itu, induksi tetraploid (poliploid) banyak digunakan dijual secara komersial di pasaran. Buah yang
oleh pemulia tanaman untuk perbaikan genetik digunakan mempunyai kualitas yang baik, bebas
dengan harapan tanaman poliploid mempunyai dari hama dan penyakit dan mempunyai berat
ukuran/ biomassa yang lebih besar, metabolisme antara 200 – 250 g/buah. Biji hasil ekstraksi
yang lebih cepat, kandungan metabolit sekunder dikering anginkan, selanjutnya dilakukan sterilisasi
yang lebih banyak, dan lebih tahan terhadap secara in vitro dengan menggunakan larutan
kondisi cekaman biotik atau abiotik (Yang et al. hypoclorit dan alkohol 96% untuk mengurangi
2011; Song et al. 2012). investasi bakteri dan jamur.
Keberhasilan induksi tetraploid dari tanaman Percobaan disusun berdasarkan Rancangan
diploid secara in vitro tergantung beberapa faktor, Acak Lengkap Faktorial, dengan faktor pertama
diantaranya asal eksplan, jenis dan konsentrasi adalah konsentrasi oryzalin: 0, 15, 30 dan 60
senyawa mutagen yang digunakan, lama perlakuan µM dan faktor kedua adalah lama perendaman
dan penetrasi dari senyawa mutagen (Allum et al. dalam larutan oryzalin: 23, 36 dan 49 hari (3, 5
2007). Induksi poliploid (tetraploid) secara sintetik dan 7 minggu). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4
umumnya dilakukan dengan mutagen kimia dari kali dan tiap ulangan menggunakan 5 biji.
golongan dinitroaniline anti-mikrotubule (oryzalin, Biji yang telah disterilisasi, direndam
kolkisin, dan triflurarin) dengan tujuan untuk dalam 25 ml media kultur cair (Media dasar MS
menghambat pembentukan benang-benang spindel + 2 mgL-1 BA) dalam erlenmeyer yang telah
pada saat pembelahan sel sehingga terjadi ditambahkan oryzalin sesuai perlakuan yakni 0
penggandaan kromosom (Ascough & Staden 2008). (kontrol), 15, 30 dan 60 µM Oryzalin (4-
Beberapa penelitian lebih banyak melaporkan (Dipropylamino)-3,5-dinitrobenzenesulfonami-
penggunaan senyawa oryzalin dan kolkisin untuk de, massa molar 346.36 gmol-1)), dengan waktu
induksi poliploid, dimana oryzalin dilaporkan perendaman yakni 23, 36 dan 49 hari. Larutan
sebagai agen yang lebih efektif dibandingkan oryzalin yang diaplikasikan sebelumnya dibuat
kolkisin yang bersifat lebih toksik (Tamayo- dengan membuat larutan stok oryzalin, dengan
Ordonez et al. 2016). Eksplan yang umum digunakan melarutkan serbuk oryzalin dalam larutan
yakni bagian tanaman yang masih aktif membelah DMSO pekat.
(meristem), diantaranya biji (Xing et al. 2011), Biji hasil perlakuan oryzalin selanjutnya
kecambah (Jaskani et al. 2007), kalus (Hebert et al. ditanam dalam media kultur in vitro padat
2010), embrio somatik (Samala dan Te-Chato (Media dasar MS + 2 mgL-1 BA + Gelrite 3 gL-
1
2012) ataupun kultur tunas in vitro (Poerba et al. ) selama 8 MST sebelum dilakukan subkultur
2017). Kegiatan penelitian dilakukan dengan pada media yang sama untuk proliferasi tunas.
tujuan untuk mendapatkan tunas tetraploid Subkultur tunas in vitro hasil perlakuan oryzalin

272
Induksi Tetraploid pada Tanaman Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.)

dilakukan setiap 8 – 12 minggu sekali, dengan analisa ragam (uji-F) menggunakan SAS System
menanam potongan tunas berukuran 2 – 3 ruas 9.1. Apabila hasil uji menunjukkan pengaruh
setiap kali subkultur. Setiap kali dilakukan nyata dilakukan dengan uji lanjut DMRT
subkultur, tunas yang tumbuh diberi nomor (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf
yang berbeda untuk mengetahui asal perlakuan. kesalahan 5%. Data hasil analisa Flowcytometer
Pengamatan karakter pertumbuhan tanaman ditunjukkan dengan grafik dan nilai rata-rata ±
dilakukan dengan menghitung persentase per- StDeviasi.
kecambahan biji, tinggi dan jumlah tunas yang
tumbuh setelah diberi perlakuan oryzalin. Pengamatan HASIL
dilakukan setiap 1 minggu sekali selama 8 MST.
Setelah subkultur ke-1, karakterisasi tunas (jumlah Perkecambahan biji dan pertumbuhan tunas in
tunas, tinggi, jumlah daun, dan jumlah ruas) vitro jambu biji merah
dengan tingkat ploidi yang berbeda diamati setiap Persentase perkecambahan biji menunjukkan
4 minggu sekali. pengaruh yang nyata akibat perlakuan konsentrasi,
Identifikasi tingkat ploidi dianalisis dari lama waktu perendaman serta interaksi diantaranya
masing-masing tunas yang tumbuh setelah subkultur- hanya pada minggu pertama setelah perlakuan.
1. Identifikasi tingkat ploidi dilakukan dengan Persentase biji yang berkecambah pada media MS
menggunakan Flowcytometer (Partec, Germany), padat pada perlakuan kontrol berkisar 60 – 100%
dengan mengacu pada protokol yang telah dan pada perlakuan oryzalin berkisar antara 10–
dikembangkan di Laboratorium Genetika dan 60%. Persentase biji berkecambah semakin
Pemuliaan Tumbuhan Pusat Penelitian Biologi. menurun dengan semakin tingginya konsentrasi
Potongan daun yang berukuran 0,5 – 1 cm2 oryzalin yang diberikan (Gambar 1a). Selain pada
diletakkan di petridish dan ditetesi dengan 250 µl perlakuan kontrol, persentase perkecambahan biji
cystain Nucleas extraction buffer (Partec- tertinggi didapatkan pada perlakuan perendaman
Germany) dan dicacah dengan silet. Hasil cacahan dalam oryzalin 15 µM selama 36 hari.
daun disaring dengan saringan 30µm, filtrat Pada minggu kedua setelah biji ditanam
dimasukkan dalam tabung cuvet dan ditambah dalam medium padat, hampir semua biji telah
dengan 1 ml larutan buffer cystain (cystain PI berkecambah (Gambar 1b), sehingga perlakuan
absolut, RNAse stok solution dan staining buffer; perendaman dalam oryzalin tidak menunjukkan
Partec-Germany) untuk dilakukan analisa. Sampel pengaruh yang nyata. Dari parameter perkecambahan
kontrol diploid dikalibrasi pada channel 200, biji terlihat bahwa perlakuan oryzalin (konsentrasi
tetraploid pada channel 400 dan mixoploid dan lama perendaman) hanya berpengaruh terhadap
menunjukkan peak pada dua channel yang waktu (lamanya) biji berkecambah tetapi tidak
berbeda. mengurangi persentase tingkat perkecambahan
Data yang diperoleh dianalisa menggunakan biji.

Gambar 1. Per kecambahan biji tanaman J ambu biji mer ah pada media kultur in vitr o (padat)
Keterangan: 1a) per sentase per kecambahan pada 1 minggu setelah tanam dan 1b) per sentase per kecambahan pada
2 minggu setelah tanam, perlakuan konsentrasi oryzalin 0, 15, 30 dan 45 µM; perendaman oryzalin selama 23 hari,
36 hari dan 49 hari), huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut DMRT

273
Handayani dkk.

Penghambatan pertumbuhan tunas in vitro Analisa tingkat ploidi tunas in vitro hasil
tanaman jambu biji akibat perlakuan oryzalin induksi poliploid
terlihat dari kecepatan pertumbuhan tinggi tunas Hasil pengukuran Flowcytometer (Tabel 1)
dan jumlah daun yang terbentuk. Pada tunas umur dengan contoh grafik analisa pada Gambar 3,
8 MST, perbedaan tinggi tunas antara perlakuan menunjukkan rataan ukuran peak untuk tunas
kontrol dengan perlakuan oryzalin pada perendaman diploid berkisar pada channel 194,803 ± 41,582,
23, 36 dan 49 hari berturut – turut adalah sekitar tetraploid pada channel 408,853 ± 56,649 dan
47,82-58, 69%, 66,76-76,30%, dan 83.78-88.99% tunas mixoploid terdapat dua peak pada kisaran
(Gambar 2). Penambahan oryzalin pada media ukuran channel 200 dan 400, dengan koefisien
perkecambahan juga menghambat pembentukan keragaman (CV%) berkisar dari 5 – 8,5%.
daun, seperti yang terlihat pada Gambar 2 Hasil analisa tingkat ploidi dengan flowcytometer
(bawah). Pada perlakuan perendaman oryzalin 36 dari tunas in vitro jambu yang tumbuh pada media
hari, pembentukan daun tunas pada perlakuan kultur disajikan pada Tabel 2. Hasil analisa
kontrol mulai terbentuk pada minggu ke 4, menunjukkan bahwa 5,48% tunas tetraploid dan
sedangkan daun dari tunas yang tumbuh pada 6,16% mixoploid. Tunas tetraploid lebih banyak
media dengan penambahan oryzalin mulai didapatkan dari perlakuan perendaman 23 hari –
terbentuk pada minggu ke-7 (oryzalin 15 µM), dan 36 hari dengan konsentrasi oryzalin 15 – 30 µM.
minggu ke-8 (oryzalin 30 dan 60 µM) (Gambar 2). Semakin tinggi konsentrasi oryzalin dan semakin
Pengamatan karakter pertumbuhan tinggi dan lama waktu perendaman, jumlah tunas tetraploid
jumlah daun pada tunas hasil perkecambahan biji, atau mixoploid yang didapatkan semakin sedikit.
menunjukkan bahwa semakin lama perendaman
biji dalam larutan oryzalin maka perbedaan tinggi Karakteristik dan pertumbuhan tunas in vitro
tanaman dan jumlah daun antara perlakuan kontrol diploid, mixoploid dan tetraploid
dan perlakuan oryzalin semakin nyata, akan tetapi Morfologi tunas in vitro jambu biji merah
antar perlakuan konsentrasi tidak menunjukkan dengan tingkat ploidi yang berbeda disajikan
perbedaan yang nyata. pada Gambar 4 dan parameter kuantitatif

Gambar 2. Per tumbuhan tinggi (atas) dan jumlah daun (bawah) tunas in vitr o J ambu biji mer ah
Keterangan: per lakuan per endaman or yzalin 23, 36 dan 49 har i pada konsentr asi or yzalin 0, 15, 30 dan 45 µM;
umur tunas 1 – 8 minggu setelah perlakuan, huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji lanjut DMRT

274
Induksi Tetraploid pada Tanaman Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.)

Tabel 1. Nilai r ataan hasil pengukur an tingkat ploidi jambu biji dengan menggunakan flow cytometer

Keterangan: Pengujian tingkat ploidi menggunakan flowcytometer pada tunas hasil per lakuan or yzalin umur 10
minggu setelah subkultur-I, P1: nilai rataan ukuran chanel pada peak-I, P2: nilai rataan ukuran channel pada peak-
II. Mean-x: rata-rata ukuran chanel yang terbaca, CV (Coefisien of variant).

Tabel 2. Tingkat ploidi tunas in vitr o J ambu biji mer ah hasil analisa flow cytometr i pada per lakuan
oryzalin

Keterangan: nilai dalam kur ung mer upakan per sentase jumlah tunas ter hadap total tunas yang dianalisa
menggunakan flow cytometri pada setiap perlakuan oryzalin, analisa dilakukan pada tunas yang tumbuh setelah
subkultur-1, diploid 2n=2x, tetraploid 2n=4x dan mixoploid 2n=2x+4x

pertumbuhan tunas disajikan pada Tabel 3. Hasil begitu juga dengan karakter pertumbuhan lainnya.
pengamatan pada morfologi tunas in vitro jambu Pengaruh toksisitas oryzalin pada penghambatan
biji, menunjukkan bahwa tunas tetraploid pertumbuhan tunas sebelumnya, diduga sudah
mempunyai warna hijau daun sedikit lebih tua, berkurang sehingga pertumbuhan sel tanaman
dibandingkan tunas diploid atau mixoploid. Pada kembali normal.
karakter jumlah tunas, tinggi tunas, tinggi tunas
samping, jumlah ruas dan jumlah daun tidak PEMBAHASAN
ditemukan perbedaan nyata diantara tunas diploid,
mixoploid atau tunas tetraploid (Tabel 3). Perkecambahan biji dari tanaman jambu biji
Tunas diploid, tetraploid dan mixoploid merah secara in vitro membutuhkan waktu sekitar
setelah subkultur-1 mempunyai karakter pertumbuhan 4 – 8 minggu setelah tanam. Perendaman biji
kultur in vitro yang hampir sama. Penghambatan dalam larutan oryzalin pada masa perkecambahan
pertumbuhan tunas (tinggi atau jumlah daun) ditujukan agar jaringan tanaman yang terpapar
akibat perlakuan oryzalin, tidak terlihat setelah oryzalin pada saat pembelahan sel semakin besar.
subkultur-1. Pada subkultur ke-2 tunas diploid Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu
dengan tunas tetraploid dan mixoploid mempunyai perkecambahan tanaman jambu biji menjadi lebih
rataan tinggi tunas yang tidak berbeda nyata, lama dan terjadi penghambatan pertumbuhan tunas

275
Handayani dkk.

Tabel 3. Kar akter istik tunas in vitr o diploid, tetr aploid dan mixoploid tanaman jambu biji mer ah

Keterangan: Pengujian anova pada nilai α=0.05, tunas umur 10 minggu setelah subkultur ke-II

Gambar 3. Gr afik hasil analisa flow cytometr i pada tunas in vitr o J ambu biji dengan tingkat ploidi yang
berbeda
Keterangan: 1) diploid (ukuran channel sekitar 200); 2) mixoploid (ukuran channel sekitar 200 dan 400); 3) tetraploid
(ukuran channel 400)

Gambar 4. Mor fologi tunas in vitr o J ambu biji dengan tingkat ploidi ber beda
Keterangan: a1,a2) tunas diploid (2n=2x); b1,b2) tunas mixoploid (2n=2x+4x); c1,c2) tunas tetr aploid (2n=4x)

setelah perlakuan oryzalin. Penghambatan proses Pada penelitian ini, hasil induksi tetraploid
perkecambahan dan pertumbuhan tanaman pada pada tanaman jambu biji menghasilkan 8 tunas
perlakuan oryzalin terjadi sebagai akibat adanya tetraploid (5,48%) dan 9 tunas mixoploid (6,16%)
gangguan dalam proses pembelahan sel tanaman. (Tabel 2) atau hanya sekitar 13,17% tunas yang
Penambahan oryzalin akan menyebabkan peng- mengalami perubahan tingkat ploidi. Tunas
hambatan pembelahan dan pemanjangan sel, tetraploid paling tinggi didapatkan pada
menyebabkan perubahan morfologi pada aparatus sel perlakuan perendaman biji dengan konsentrasi
diantaranya pada retikulum endoplasma dan oryzalin 15 µM dengan lama perendaman 23
badan golgi, perkembangan sel menjadi tidak hari. Efektifitas perlakuan oryzalin dalam
normal, adanya kerusakan sel/ jaringan sehingga menghasilkan tunas tetraploid pada percobaan
membutuhkan waktu untuk bisa tumbuh normal ini hanya sekitar 5%, jauh lebih rendah dari
kembali (Langhans et al. 2009). Semakin tinggi yang telah dilaporkan diantaranya pada tanaman
konsentrasi oryzalin yang diberikan, semakin Rosa rugosa Thunb. Hybrid sebesar 35%
banyak sel yang terpapar dan mengalami kerusakan (Allum et al. 2007); 15% pada tanaman Ginger
atau kegagalan dalam pembelahan sel. (Hedychium muluense R.M. Smith) (Sakhanokho

276
Induksi Tetraploid pada Tanaman Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.)

et al. 2009); 30% pada tanaman pisang Mas mempunyai tingkat pertumbuhan tunas in vitro
lumut (Poerba et al. 2014) dan sekitar 50% yang secara kuantitatif (jumlah tunas, tinggi
pada tanaman talas (Wulansari et al. 2016). tunas, jumlah daun dan jumlah ruas) tidak
Rendahnya efektifitas untuk memperoleh tunas berbeda dengan tunas diploidnya. Hal tersebut
tetraploid diduga karena oryzalin diaplikasikan pada menunjukkan bahwa pengaruh negatif dari
biji tanaman yang cenderung mempunyai penggunaan oryzalin untuk penggandaan kromosom
lapisan kulit yang lebih keras dibandingkan sudah berkurang atau sel tanaman sudah mulai
eksplan kecambah, tunas muda atau kultur in tumbuh secara normal.
vitro, sehingga paparan senyawa oryzalin pada
saat pembelahan sel menjadi kurang optimal. KESIMPULAN
Pada penelitian ini, tingkat ploidi tanaman
dianalisis dengan menggunakan flowcytometer. Hasil induksi tetraploid pada tanaman jambu biji
Flowcytometer banyak digunakan untuk menggunakan senyawa oryzalin menghasilkan 8
penentuan tingkat ploidi tanaman karena dapat tunas tetraploid (5,48%) dan 9 tunas mixoploid
menganalisis dengan lebih cepat dan lebih (6,16%). Tanaman tetraploid terbanyak didapatkan
mudah. Tingkat ploidi ditentukan dengan dari perlakuan perendaman biji selama 23 – 36
mengukur intensitas fluorescens relatif total hari dalam larutan oryzalin dengan konsentrasi
DNA dari tiap sel tanaman, sehingga tidak 15 – 30 µM. Perendaman biji dalam larutan
membutuhkan sampel dalam jumlah banyak oryzalin akan menghambat waktu perkecambahan
(Roux et al. 2003). Analisa dengan menggunakan dan pertumbuhan tunas in vitro jambu biji
flowcytometer dapat mendeteksi tingkat ploidi sampai pada subkultur ke-1. Setelah subkultur
dengan jumlah populasi yang besar, teknis ke-2 tunas tetraploid atau mixoploid mempunyai
pengerjaan yang lebih mudah, cepat, lebih tingkat pertumbuhan tunas in vitro yang secara
akurat serta dapat mendeteksi adanya mixoploid atau kuantitatif (jumlah tunas, tinggi tunas, jumlah
aneuploidi (Kron et al. 2007). Terjadinya daun dan jumlah ruas) tidak berbeda dengan
kimera pada tingkat ploidi yakni didapatnya tunas diploidnya.
tunas mixoploid menunjukkan bahwa tidak
semua sel dalam jaringan merstematik yang terpapar UCAPAN TERIMA KASIH
senyawa oryzalin mengalami perubahan jumlah
kromosom. Mixoploid (kimera) dapat dihilangkan Penelitian ini didanai dari kegiatan DIPA
dengan melakukan subkultur terus menerus tematik Pusat Penelitian Biologi LIPI tahun
sehingga diperoleh mutan yang utuh (solid) anggaran 2016 – 2017. Ucapan terima kasih
(Poerba et al. 2017). juga disampaikan kepada Aryani Leksonowati,
Hasil karakterisasi tunas in vitro jambu biji MSi., Hasrat Enggal Prayogi, SP dan semua
pada parameter pertumbuhan tunas in vitro pihak yang telah membantu penelitian ini.
pada subkultur ke-2 tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata diantara tunas diploid, DAFTAR PUSTAKA
mixoploid atau tetraploid. Pengamatan secara
kualitatif hanya menunjukkan bahwa tunas Allum, JF., DH. Bringloe & AV. Roberts. 2007.
tetraploid menunjukkan warna daun lebih hijau Chromosome doubling in a Rosa rugosa
dibandingkan tunas diploid atau mixoploid. Thunb. hybrid by exposure of in vitro nodes
Yulianti et al. (2015) melaporkan bahwa daun to oryzalin: The effects of node length,
pada tunas in vitro tanaman tetraploid lebih oryzalin concentration and exposure time.
tebal dan memiliki jumlah kloroplas dua kali Plant Cell Reproduction. 26:1977–1984.
lebih banyak dibandingkan tanaman diploidnya. Ascough, GD. & JV. Staden. 2008. Effectiveness
Jumlah kloroplas yang lebih banyak berkorelasi of colchicine and oryzalin at inducing
dengan tingkat kehijauan daun, sehingga polyploidy in Watsonoa lepida N.E. Brown.
kandungan kloroplas yang lebih tinggi akan Hort Science 43 (7): 2248 – 2251.
tampak lebih hijau. Pertumbuhan tunas pada Bakry, F., F. Carreel, C. Jenny & JP. Horry. 2009.
subkultur ke-2, tunas tetraploid atau mixoploid Genetic Improvement of Banana. In:

277
Handayani dkk.

Breeding Plantation Tree Crops. S.M Jain, 2010. Biotechnological advances in guava
PM. Priyadarshan (Eds.), 3–50. Springers, (Psidium guajava L.): recent development
New York. https://link. springer.com/ and prospects for further research. Trees 24:
content/pdf [Diakses pada 20 Juli 2017]. 1 – 12.
Hebert, CY., DH. Touchell, TG. Ranney & AV. Roux, N., A. Toloza, Z. Radecki, FJ. Zapata-Arias
Lebude. 2010. In vitro shoot regeneration & J. Dolezel. 2003. Rapid detection of
and polyploid induction of rhododendron aneuploidy in Musa using flow cytometry.
‘Fragrantissimum Improved’. Hort Science Plant Cell Reports. 21: 483 – 490.
45 (5): 801 – 8014. Sakhanokho, HF., K. Rajasekaran, RY. Kelly &
Hoshino, Y., T. Miyashita & TD. Thomas. 2011. N. Islam-Faridi. 2009. Induced polyploid in
In vitro culture of endosperm and its diploid ornamental Ginger (Hedychium
application in plant breeding: Approaches muluense R.M. Smith) using colchicine and
to polyploid breeding. Scientia Horticulture, oryzalin. Hort Science 44 (7): 1809 – 1814.
130 (1):1 – 8. Samala, S. & S. Te-Chato. 2012. Ploidy induction
Jaskani, MJ, SW. Kwon, Z. Hussain & IA. Khan. through secondary somatic embrio (SSE) of
2007. Breeding polyploid watermelon: oil palm by colchicine. Journal of
induction, identification and seed Agricultural Technology 8 (1): 337 – 352.
germination of tetraploids. Proceedings Song, L, S. Liu, J Xiao, W. He, Y. Zhou, Q. Qin,
International Symposium on Prospects of C. Zhang & Y. Liu. 2012. Review:
Horticultural Industry in Pakistan, 28th to Polyploid organisms. Science China Life
30th March, 2007. Science 55 (4): 301 - 311.
Kron, P., J. Suda & BC. Husband. 2007. Application Tamayo-Ordonez, M., L. Espinosa-Barrera, Y.
of flow cytometry to evolutionary and Tamayo-Ordonez, B. Ayil-Gutierrez, & L.
population biology. A nnual Review of Sanchez-Teyer. (2016). Advances and
Ecology, Evolution and Systematics 847- perspectives in the generation of polyploid
876. plant species. Euphytica, 209: 1-22.
Langhans, M., S. Niemes, P. Pimpl & DG. Robinson. Wulansari, A., AF. Martin, TM. Ermayanti. 2016.
2009. Oryzain bodies: in addition to its anti- Induksi tanaman poliploid talas (Colocasia
microtubule properties, the dinitroaniline esculenta L.) dengan perlakuan oryzalin
herbicide oryzalin causes nodulation on the secara in vitro. Jurnal Biologi Indonesia 12
endoplasmic reticulum. Protoplasma 236: (92): 297 – 305.
73 – 84. Xing, SH., G. XB Guo, Q. Wang, QF. Pan, YS.
Pardal SJ. 2001. Pembentukan buah partenokarpi Tian, P. Liu, JY. Zhao, GF. Wang, XF. Sun
melalui rekayasa genetika. Buletin AgroBio 4 & KX. Tang. 2011. Induction and Flow
(2): 45-49. cytometry identification of tetraploids from
Poerba, YS., T. Handayani & Witjaksono. 2017. seed-derived explant through colchicine
Karakterisasi pisang Rejang tetraploid hasil treatments in Catharanthus roseus (L.) G.
induksi dengan oryzalin. Berita Biologi 16 Don. Journal of Biomedicine and
(1): 85 – 93. Biotechnology 2011: 1-10. https://www.
Poerba, YS., Witjaksono, F. Ahmad & T. hindawi.com/journal/bmri/2011/793198/
Handayani. 2014. Induksi dan karakterisasi [Diakses 21 Juli 2017].
pisang mas lumut tetraploid. Jurnal Biologi Yang, X., CY. Ye, ZM. Cheng & T. Tschaplinski,
Indonesia 10 (2): 191 – 200. S Wullschleger, & W Yin. 2011. Genomic
Pommer, CV. & KRN. Murakami. 2009. Breeding aspects of research involving polyploid
guava (Psidium guajava L.). In: Breeding plants. Plant Cell Tissue Organ Culture.
Plantation Tree Crops. S.M Jain, P.M. 104: 387 - 397.
Priyadarshan (Eds.), 83 – 120. Springers, Yulianti, F., A. Purwito, A. Husni, & D. Dinarti.
New York. https://link.springer.com/content/ 2015. Induksi tetraploid tunas pucuk jeruk
pdf [Diakses pada 20 Juli 2017]. Siam Simadu. Jurnal Agronomi Indonesia
Rai, MK., P. Asthana, VS. Jaiswal & U. Jaiswal. 43 (1): 66 – 71.

278

Potrebbero piacerti anche