Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
2-AED
1.1 TUJUAN
1. Mempelajari prinsip konversi konverter D / A.
2. Mempelajari konstruksi konverter D / A.
3. Mempelajari prinsip konversi konverter A / D.
4. Mempelajari konstruksi konverter A / D.
5. Mempelajari aplikasi monolitik IC A / D dan D / A.
V −1 −2 −3
I = (D+2 C+2 B+2 A ) R...........................(1 − 2)
2. Konverter V / F
Gambar 1-6 menunjukkan diagram skematik konverter V / F. Sirkuit ini terdiri
dari integrator dan komparator. Awalnya S terbuka, Va = 0, dan Vo rendah. Input
analog Vi sekarang terintegrasi dengan kemiringan negatif seperti bentuk gelombang
Va yang ditunjukkan pada Gambar
1-7. Ketika Va mencapai Vr, Vo naik tinggi dan S ditutup. Kemudian tegangan di C
dibuang dengan cepat ke nol, Vo jatuh ke nol, dan kemudian restart siklus ini dari
keadaan awal. Output Vo adalah rangkaian pulsa. Jumlah pulsa sebanding dengan
besarnya tegangan input analog Vi.
3. Staircase A / D Konverter
Gambar 1-9 menunjukkan diagram skematik sebuah konverter A / D tangga. Denyut
nadi yang bening membersihkan meja penghitung nol. Penghitung kemudian mencatat
jumlah pulsa dari input jam. Karena jumlah pulsa yang dihitung meningkat secara
linear dengan waktu, jumlah biner digunakan sebagai input dari konverter D / A yang
keluaran Vd adalah bentuk gelombang tangga yang ditunjukkan pada Gambar 1-10.
Selama input
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
analog Vs lebih besar dari Vd, komparator memiliki output yang tinggi dan gerbang
AND diaktifkan untuk transmisi pulsa jam ke konter. Bila Vd melebihi Vs, output
komparator
berubah menjadi nilai rendah dan gerbang AND dinonaktifkan. Ini menghentikan
penghitungan pada saat Vs = Vd dan konternya bisa dibacakan
sebagai kata digital yang mewakili tegangan input analog.
Konverter ini adalah yang tercepat dari semua konverter A / D. Jumlah komparator yang
dibutuhkan adalah 2n-1, di mana "n" adalah jumlah bit yang diinginkan.Parallel-
Comparator A/D Konverter
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
AD7541 adalah konverter R-2R D / A 12-bit. Gambar 1-12 (a) menunjukkan diagram
skematik dan Gambar 1-12 (b) menunjukkan konfigurasi pin. Output dari R-2R
jaringan adalah jenis saat iniD7541 -- 12-Bit D/A Converter
Gambar 1-13 adalah rangkaian aplikasi dasar untuk AD7541. Output 1 dan output 2
perlu terhubung ke OPA sehingga mendapatkan output tegangan analog. Dengan
ini, kami memanfaatkan karakteristik sirkuit integral OPA untuk mendapatkan efek
D / A.igure 1-13 is a basic application circuit for AD7541.
Referensi resistensi AD7541 ditunjukkan seperti pada tabel 1-2 berikut ini.
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
6. Lihat Tabel 1-3. Matikan nilai THUMBWHEEL SW. dalam urutan. Ukur dan catat
voltase untuk berbagai nilai pengaturan.2. Switch power ON and the display should
be ON.
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
Table 1-3
7. Bandingkan voltase yang terekam dan nilai teoritis untuk memeriksa apakah nilai-
nilai itu saling berdekatan? YA (Ya Tidak)
8. Sesuaikan THUMBWHEEL SW dari KL-61001B menjadi lebih dari 4095 angka.
Apakah Speaker aktif? . Nilai DISPLAY adalah -0.0000
MICROCONTROLLER
1 → BUZZER SIN. IN
SIGNALS
Table 1-4
KL-61001B readout
1000 2000 3000 4000 5000
MICROCONTROLLER 33,5 mV 33,5 mV
SIGNALS 1 33,5 mV 33,5 mV 33,5 mV
MICROCONTROLLER 33,5 mV 33,5 mV 33,5 mV 33,5 mV 33,5 mV
SIGNALS 4
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
8. Bila sensor DISPLAY tegangannya lebih tinggi dari nilai yang ditetapkan, maka
tegangan dari MICROCONTROLLER SIGNALS 1 adalah Potensial Tinggi (potensial
Tinggi /Rendah)
9. Amati Tabel 1-4, fungsi dari MICROCONTROLLER SIGNALS 1 dan
SIGNALS 4?
Jawab : mikrokontroller signal 1 berfungsi untuk menghidupkan buzzer pada
saat nilai display lebih dari nilai yag sudah di tetapkan. Jika nilai melebihi nilai
yang ditentukan maka nilai tegangan pada mikrokontroller signal 1 akan menjadi
1,5 V, jika kurang dari batas maka nilai tegangannya hanya 33,5 mV.
Mikrokontroller signal 4 berfungsi kebalikan dari mikrokontroller signal 1,
mikrokontroller signal 4 berfungsi menghidupkan buzzer pada saat nilai display
kurang dari nilai yang sudah di tetapkan. Jika nilai melebihi batas yang sudah di
tetapkan, mka buzzer akan OFF.
10. Dapatkah Anda menawarkan beberapa contoh praktis dari percobaan ini?. Bila
sensor DISPLAY tegangannya lebih tinggi dari nilai yang ditetapkan, maka
MICROCONTROLLER SIGNALS 1 tegangan adalah potensial tinggi
(Tinggi/Rendah(potensial)).
1.6 Analisa
Unit 1 membahas mengenai signal conditioning, salah satunya yaitu
converter. Dalam hal ini converter dibagi menjadi 2 yaitu digital to analog converter
dan analog to digital converter.
Digital to analog converter adalah salah satu prinsip dalam mengubah sinyal
digital menjadi sinyal analog. Dalam praktikum sinyal digital diinputkan dari nilai
desimal yang masukan melalui Thumbwheel SW . nilai desimal tersebut dibatasi
oleh jumlah bit digital(biner) yang terdapat pada modul trainer, modul yang
digunakan mempunyai bit maksimum sebanyak 12 bit yang berarti nilai desimal
maksimum yang dapat diinputkan adalah 2^12-1 atau senilai 4095. Praktikum D/A ini
mengubah niali inputan menjadi keluaran tegangan. Prinsip rangkaiannya adalah
nilai yang diinputkan dari thumbwheel di proses oleh D/A converter menjadi
kombinasi biner dari nilai yang diinputkan tadi. Kombinasi biner atau sinyal digital
tersebut diubah menjadi sinyal analog dengan dikalikan nilai konversi yaitu 0,001 V
sehingga jika kita menginputkan nilai 2150 maka voltase yang terukur oleh modul
trainer ataupun oleh digital multimeter adalah 2,150 V. Adapun pada data
pengamatan terdapat perbedaan nilai antara nilai input dengan nilai yang terbaca di
digital multimeter atau modul adalah hal yang wajar karna alat ukur memiliki batas
toleransi ataupun karena alat ukur tersebut belum terkalibrasi dengan benar.
Analog to digital converter adalah salah satu prinsip untuk mngubah nilai
analog menjadi nilai digital. Nilai analog didapatkan dari nilai potensio meter yang
diubah-ubah. Keluaran dari potensiometer dimasukan ke input Analog to digital
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
converter. Keluaran potensiometer ini adalah variasi tegangan yang diakibatkan oleh
berubah
ubahnya nilai potensiometer. Setalah nilai tadi masuk ke A/D input maka keluarannya
akan menjadi nilai digital. Dalam prakik ini keluaran A/D converter masuk ke sinyal
input buzzer. Prinsip rangkaiannya adalah dengan menginputkan nilai ke thumbwheel
SW sebagai patokan. Karena nilai inputan tadi hanya sampai 4095 sedangkan
tegangan masuk potensiometer adalah 5000 mV maka nilai tersebut harus dikonversi
terlebih dahulu agar kita mengetahui batasan nilai tegangan dari ON buzzer, rumus
yang berlaku adalah V= preset level X 5000/4095. Jadi jika kita menginputkan nilai
819
pada thumbwheel maka batas tegangan yang keluar di display adalah 819 X
5000/4095 = 1000 mV . jadi batas tegangan untuk buzzer menyala adalah 1000 mV.
Sinyal yang masuk ke buzzer berasal dari signal mikrokontroller 1 dan 4. Masing
masing signal tersebut mempunyai fungsi yang berbeda beda, mikrokontroller signal
1 akan mengantifkan buzzer pada saat nilai keluaran potensiometer lebih dari nilai
batas. Jika kurang dari atau sama dengan batas maka output tegangannya hanya
33,4 mV. Sedangkan jika nilai nya lebih dari batas maka nilai output tegangannya
akan langsung menjadi 1,5 V. Sehingga buzzer dapat berbunyi. Sedangkan
mikrokontroller 4 mempunyai karakteristik kebalikan dari signal 1, sinyal 4 akan
menghidupkan buzzer ketika nilai yang diatur oleh potensio kurang dari nilai
batas.jika nilai yang di atur lebih atau sama dengan nilai batas makan tegangan
keluar yang terbaca hanya 33.5 mV.
1.7 Kesimpulan
signal conditioning adalah rangkaian yang digunakan untuk mengolah sinyal
sebelum sinyal tersebut masuk ke rangkaian lain, salah satu jenis sinyal konditioning
adalah coverter, dalam hal ini adalah digital to analog converter dan analog to digital
converter. D/A converter menggunakan konsep mengubah nilai biner menjadi nilai
analog dengan mengkonversi nilainya. Sedangkan A/D converter memiliki konsep
mengubah nilai analog menjadi nilai digital dengan melalui beberapa tahapan. Pada
A/D converter juga digunakan rangkaian pembagi tegangan agar nilai analog tersebut
di ubah menjadi variasi tegangan terlebih dahulu sebelum masuk ke rangkaian A/D
converter. Pengaplikasian rangkaian converter banyak ditemukan pada rangkaian
kontrol alarm dan lain sebagainya
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
Lampiran
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
2.1 Tujuan
1. Mempelajari ciri khas dan penggunaan alat photoconductive
2. Mempelajari ciri khas dan penggunaan sensor magnet
3. Mempelajari ciri khas dan penggunaan sensor thermal (suhu/panas)
4. Mempelajari ciri khas dan konstruksi berbagai macam saklar
5. Mempelajari ciri kahs dan penggunaan microphones
Lensa Jendela
Gambar 2-1 Struktur Foto Transistor
Photodarlington merupakan transistor cahaya epitaxial planar yang transistor
keduanya setelah dipasang seri terhubung dengan susunan Darlington dalam suatu
alat yang bertujuan untuk menambah gain (perbesaran). Kedua susunan dan struktur
dari tipe alat tersebut dapat dilihat pada gambar 2-2.
Phototransistor Photodarlington
Gambar 2-2 Struktur dari phototransistor dan photo darlington
Photo transistor umumnya digunakan pada kondisi reverse-bias dengan
konjungsi antara kolektor dan basis, serta basisnya dalam kondisi terbuka.
Persimpangan photocurrent (kebocoran arus bergantung pada pasangan lubang-
elektron dihasilkan disekitar area penipisan) bertambah dengan pertambahan flux
foton. Kemudian photocurrent dilipat-gandakan oleh gain arus yang berasal dari output
lc. Rangakaian photo transistor dapat dilihat dari gambar 2-3.
Jika emitter tidak terhubung, photo transistor beralhi fungsi menjadi photodioda.
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
Gambar 2-3 rangkaian photo transistor.
Photo transistor sering digunakan di bidang telekomunikasi, sinyal couplers, serta
system kontrol industry. Gambar 2-4 hingga 2-7 memperlihatkan contoh aplikasi.
Table 2-1
Source Detector Feature and Application
LED Photo transistor or Photo couplers
(visible or IR) Photodarlington ( digital atau linear)
LED
LED Untuk tujuan linear
(visible or IR)
LED
(visible or IR) LED dengan gain High-speed photo couplers
LED
RCR Untuk daya besar
(visible or IR)
Gambar 2-13 memperlihatkan block diagram dari solid-state relay. Pada rangkaian,
photo coupler berfungsi sebagai penunjuk sinyal DC untuk mengatur beban daya AC.
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
Gambar 2-16
2.2.3 Sensor Magnet
Sensor magnetik terutama didasarkan pada prinsip transduksi
elektromagnetik. Elemen transduksi elektromagnetik mengubah perubahan magnet
menjadi gaya gerak listrik yang diinduksi dalam konduktor dengan perubahan fluks
magnetik. Elemen transduksi elektromagnetik biasanya diklasifikasikan ke dalam
kategori: elemen efek Hall, elemen reluktif, transistor magneto, dan dioda magneto.
V = BI / ρlw
I = Arus
ρ = kepadatan muatan
2.2.5 Thermistors
Termistor (singkatan untuk thermal-sensitive resistors) memiliki
karakteristik yaitu ukuran kecil, waktu cepat dan konstanta, koefisien suhu negatif
yang tinggi, dan jangkauan resistensi dasar yang tersedia mulai dari ratusan ohm
sampai sekitar 1MΩ. Bila digunakan untuk pengukuran suhu, arus yang mengalir
melalui termistor harus dijaga sangat rendah (biasanya kurang dari 0,1 mA) untuk
memastikan disipasi daya di dekat nol dan penghangat pemanasan mendekati nol.
Termistor tersedia dalam banyak konfigurasi dan ukuran.
Contoh ditunjukkan pada Gambar 2-26.
(a) Kondensor
POTENTIOMETE VR2
→ PHOTO C
R
TRANSISTOR
E GND
PHOTO → DC POWER
TRANSISTOR
INPUT C
KL-61001B DCV → PHOTO
+
TRANSISTOR
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
INPUT GND
KL-61001B DCV → DC POWER
−
3. Atur POTENSIOMETER untuk mendapatkan 4.7KΩ antara VR2 dan VR3.
4. Hidupkan daya dan layar harus menyala.
5. Pilih MANUAL pada MODE SELECTOR.
6. Tekan STATUS DISPLAY & Tombol DCV RANGE ke 20V.
7. Tutupi photo transistor dengan tangan dan catat tegangan keluaran Vo.
Vo = 4,85 V
8. Jangan tutupi phototransistor. Catat tengangan keluaran Vo.
Vo = 3,77 V.
9. Berdasarkan Tabel 2-4. Atur jarak antara sumber cahaya (Lampu Bohlam
60W) dan phototransistor. Ukur dan catat tegangan untuk jarak-jarak yang
bebeda.
Tabel 2-4
Jarak 0cm 5cm 10cm 15cm 20cm 30cm 40cm 50cm
Vo 0,08 0,4 2,3 2.8 3,0 3,3 3,65 3,75
Analisa
Photo Interruptor
1. Tempatkan modul KL-63001A pada Trainer KL-61001B.
2. Lengkapi koneksi KL-61001B sebagai berikut.
PHOTO
POTENTIOMETER VR1 → EMITTER +
INTERRUPTOR
PHOTO
POTENTIOMETER VR3 → DETECTOR +
INTERRUPTOR
PHOTO PHOTO DETERCTOR
EMITTER - →
INTERRUPTOR INTERRUPTOR -
PHOTO DETECTOR
→ DC POWER GND
INTERRUPTOR -
PHOTO
KL-61001B DCV INPUT + → DETECTOR +
INTERRUPTOR
Analisa
Analisa
2.5.4 Thermistor
1. Tempatkan Modul KL-63001A pada Trainer KL-61001B.
2. Lengkapi koneksi KL-61001B sebagai berikut.
INCLINATION
DC POWER +12V → A
SENSOR
INCLINATION
B → BUZZER SIN. IN
SENSOR
Analisa
2.5.8 Mercury Switch
1. Tempatkan modul KL-63001A pada Trainer KL-61001B.
2. Lengkapi koneksi KL-61001B sebagai berikut.
B → BUZZE SIN. IN
MERCUR
RR
VIBRATION
DC POWER +5V → A
SWITCH
VIBRATION
B → POTENTIOMETER VR1
SWITCH
POTENTIOMETER VR3 → DC POWER GND
Analisa
Vibration Switch adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi
getaran. Getaran tersebut dihasilkan karena pada struktur sensor terdapat
spring dimana pada saat sensor digetarkan maka spring tadi akan bergetar
dan akan mengenai kontak kontaknya. Prinsipnya sama seperti saklar,hanya
saja memakai rangkaian pembagi teganga. Potensio yang digunkan memiliki
resistansi 50K ohm. Cara kerjanya adalah pada saat sensor digetarkan maka
kontak tadi akan terhubung karena ini membaca getaran maka nilai yang
terbaca akan bervariasi yaitu pada saat spring mengalami kontak dan tidak.
Pada saat spring mengenai kontak maka arus akan mengalir melewati
resitansi. Nah dari perubahan tersebut kemudia dikonversi menjadi tegangan.
Tegangan vibration sensor dapat diamati di osiloskop.
Analisa
DYNAMIC
POTENTIOMETER VR3 → MICROPHON Vcc
E
DIFFERENTIA DYNAMIC
V+ → Vout
L MICROPHON
AMPLIFIER E
DYNAMIC
DC GND → GND
MICROPHON
POWER
E
DIFFERENTIA V− → GND
DC
2.6 Kesimpulan
Setiap sensor ataupun transduser memiliki karakteristik yang berbeda beda,
ada sensor yang bekerja berdasarkan perubahan resistansi , perubahan arus ataupun
perubahan tegangan. Perubahan perubahan tersebut agar dapat di baca dan
dianalisis tentunya harus diolah terlebih dahulu. Rangkaian yang digunakan untuk
mengolah sinyal yang berasal dari sensor adalah signal conditioning. Sgnal
conditioning memiliki banyak jenis yang bermacam macam tergantung kebutuhan.
Seperti pembagi tegangan, rangkaian comparator, rangkaian difference amplifier dan
lain lain. Fungsi dari signal conditioning adalah untuk meningkatkan atau
menyesuaikan level sinyal sehingga bisa diolah sesuai dengan standar yang ada.
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
Rentang Frekuensi
Rentang frekuensi berkisar antara 16Hz dan 20KHz umumnya didefinisikan sebagai
"rentang frekuensi Audible". Karakteristik respon dari telinga manusia ditunjukkan
pada Gambar 13-1. Frekuensi energi ultrasonik meluas dari batas atas (sekitar 20
KHz) dari rentang frekuensi yang dapat didengar ke pita frekuensi ultra-tinggi (hingga
Klasifikasi
Menurut mode pemancaran, gelombang ultrasonik dapat diklasifikasikan menjadi
empat jenis berikut: Longitudinal, Transverse, Surface, dan Flexural, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 13-2. Gambar 13-2 (a) dan (b) menunjukkan gelombang
longitudinal, yang juga disebut sebagai gelombang "kompresi". Kita dapat melihat
bahwa butiran medium bergetar ke arah yang sama dengan perambatan gelombang.
Gambar 13-2 (c) menunjukkan gelombang melintang, yang juga disebut gelombang
"geser", perhatikan bahwa getaran butir sedang tegak lurus terhadap arah rambatan
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
gelombang longitudinal. Gelombang permukaan ditunjukkan pada Gambar 13-2 (d)
juga disebut gelombang "Rayleigh". Gambar 13-2 (e) menunjukkan gelombang lentur,
juga disebut gelombang "lentur". Ini diproduksi oleh media tekuk, seperti batang atau
sebuah piring, butiran permukaan yang membungkuk berada dalam gerakan tekan
atau perpanjangan.
Frekuensi
Gambar 13-3 Frekuensi vs frekuensi gelombang
Loss
Dalam kondisi ideal, gelombang ultrasonik akan menyebar melalui media dalam garis lurus
tanpa mengubah intensitasnya. Secara realistis, kenaikan jarak akan menyebabkan
intensitas turun. Dua loss berkontribusi terhadap penurunan intensitas Salah satunya
adalah hilangnya difusi karena permukaan gelombang yang diperluas pada jarak yang
jauh. Kehilangan lainnya disebabkan oleh penyerapan energi oleh medium dalam proses
perambatan, yang disebut loss yang diserap atau redaman. Karakteristik pelepasan
gelombang ultrasonik di berbagai media ditunjukkan pada Gambar 13-4.
Directivity
Gelombang ultrasonik memiliki directivity yang sangat tajam. Bila gelombang ultrasonik
dengan panjang gelombang λ ditransmisikan oleh vibrator disk dengan radius R, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 13-5, sudut arahan θ dapat ditentukan dengan persamaan
ini:
Sinθ = 0.61 (λ / R)
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
2 2 2
T = 1 - γ = 1 - [ (Z2 - Z1) / (Z2 + Z1) ] = (4Z1Z2) / (Z2 + Z1)
Gambar 13-6 Refleksi dan transmisi gelombang ultrasonik
Tabel 13-2 menunjukkan reflektivitas (dalam%) gelombang ultrasonik antara permukaan
menengah.
Tabel 13-2 Pemantulan antara media
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
Energy reflectivity in the interface of perfect connected media
Transformer
Magnesium
Aluminum
Polyvinyl
Mercury
Micarta
Copper
Nickel
Water
Glass
Brass
Medium
Steel
Lead
Air
Oil
Aluminum 100 74 72 42 50 2 1 3 14 18 9 24 21 0
Steel Nickel 100 89 88 76 77 31 16 9 1 0.3 43 0.2 0
Magnesium 100 90 89 75 79 34 19 12 2 0.8 47 0
Copper 100 58 54 19 27 2 12 20 36 40 0
Brass 100 88 87 71 75 19 13 7 0.2 0
Lead 100 87 86 68 73 23 10 5 0
Mercury 100 80 79 55 62 9 1 0
Glass 100 76 75 6 8 4 0
Polyvinyl 100 67 65 32 40 0
Micarta 100 17 12 1 0
Water 100 23 18 0
X’er oil 100 0 0
Air 100 0
0
Jika gelombang ultrasonik disebarkan melalui permukaan tiga medium, dengan media
menengah memiliki ketebalan L, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13-7,
transmisibilitas T1 dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Gambar 13-7 Refleksi dan transmisi melalui tiga media yang berbeda
4Z1 Z 3
T1 =
(Z1 + Z 3 ) • cos K L + ( Z 2 + Z1 Z 3 / Z 2 ) 2 • sin 2 K L
2 2
Dari persamaan di atas kita melihat bahwa T1 dapat ditingkatkan dengan mengurangi
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
impedansi akustik Z2, dan ketebalan L medium tengah. Saat Z2 sama seperti Z1, T1
menjadi:
4
T1 = ≅1
( Z 2 / Z1 + Z1 / Z 2 ) 2
Mengacu pada Gambar 13-8 dimana gelombang ultrasonik disebarkan melalui sebuah
permukaan antara dua medium yang berbeda dengan sudut θi dan kecepatan C1. Gelombang
refraktif akan menyebar melalui permukaan dengan sudut bias θt dan kecepatan C2, di mana
Dua metode umum generasi ultrasuara ditunjukkan pada Tabel 13-3. Pembangkitan listrik,
yang selanjutnya dapat digolongkan menjadi generasi piezoelektrik, elektrostriktif dan
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
magnetostriktif berdasarkan prinsip dan bahan yang digunakan untuk memicu vibrator,
akan dibahas di bagian ini.
1. Vibrator Piezoelektrik
Vibrator piezoelektrik didasarkan pada efek piezoelektrik. Bahan piezoelektrik seperti
kuarsa, garam Rochelle, dan ammonium dihydrogen phosphate (ADP), digunakan
untuk aplikasi ini. Ketiga bahan ini ditunjukkan sebagai kristal pada Gambar 13-10.
karakteristik listrik masing-masing ditunjukkan pada Tabel 13-4.
2. Vibrator Elektrostriktif
Dengan menggunakan proses sintering, material elektrostriktif dapat dibentuk
menjadi vibrator ultrasonik dari berbagai bentuk dan dimensi seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 13-11. Untuk menghasilkan osilasi, tegangan DC tinggi
dengan polaritas bolak-balik harus diterapkan pada elektroda pada vibrator
elektrostritif. Gambar 13-11 juga menunjukkan berbagai mode vibrator getaran yang
bergetar. Karakteristik bahan elektrostriktif ditunjukkan pada Tabel 13-5.
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
3. Vibrator Magnetostriktif
Jika batang magnet ditempatkan di medan magnet, panjang batang akan berubah
sepanjang arah gaya magnet. Fenomena ini disebut efek magnetostriktif. Bahan
magnetik, seperti nikel, paduan alufer dan ferit, banyak digunakan untuk vibrator
magnetostriktif. Gambar 13-12 menunjukkan mode vibrator magnetostriktif bergetar.
Tabel 13-6 menunjukkan karakteristik bahan magnetostriktif.
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
Tabel 13-6 Karakteristik material magnetostriktif
Items Nickel alufer ferrite
Content Ni98% Fe87%,AI13% Ni-Cu
Magnetroconductive
coefficient 40 190 20
-6 -6 2
Inherent resistance(Ω -cm) 7x10 91x10 4x10
Electromechanical
Coupling coefficient(%) 20-30 20 22
3
Density(g/cm ) 8.9 6.7 5.0
Speed(m/sec) 4,800 4,700 5,700
Static magnetostrictive
Saturation strain -40x10- 6 35x10- 6 -30x10- 6
Optimum deflective
Magnetic field(Oer) 10-15 6-10 10-15
Corrosion-proof(in seawater) good better well
-6 -6 -3
Mechanical strength(kg/cm3) *2x10 *1.4x10 (1) 8.4x10
-2
(2) 4x10
-2
(3) 9.8x10
Aplikasi gelombang ultrasonik dapat dibagi menjadi dua bidang: aplikasi daya dan
aplikasi informasi. Gelombang ultrasonik yang digunakan pada aplikasi daya, seperti
mesin ultrasonik dan pembersihan, memerlukan intensitas transmisi daya tinggi.
Meskipun intensitas transmisi dalam aplikasi informasi, tidak memerlukan setinggi,
seperti pada aplikasi daya, penguat perlu memperluas jarak penginderaan. Sirkuit
pemancar khas yang ditunjukkan pada Gambar 13-13 adalah amplifier push-pull double-
end.
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
Gambar 13-13 Pemancar Ultrasonik
(b) OP-Amp
(a) Kaskade transistor Gambar 13-14 Penerima ultrasonik
Interaksi gelombang ultrasonik dengan zat mirip dengan interaksi cahaya dengan zat.
Selain mode reflektansi yang memungkinkan perbandingan dengan teknik sonar, mode
transmisi digunakan pada beberapa aplikasi. Dalam pengujian material, mode
pemantulan biasanya digunakan untuk mendeteksi cacat pada padatan atau bahan
lainnya; Namun, mode transmisi, yang dikombinasikan dengan emisi ultrasonik dari
transduser referensi, digunakan dalam sistem pencitraan holografi akustik untuk
pengujian tak rusak. Pemindaian ultrasonik menggunakan pantulan digunakan untuk
pemetaan subkutan organisme biologis, terkadang dikombinasikan dengan teknik
pengolahan gambar terkomputerisasi. Generasi dan aplikasi gelombang ultrasonik
ditunjukkan pada Gambar 13-15.
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
Ketika S1 beralih ke posisi ON, output dari perubahan U1a menjadi rendah, C1 mulai
melepaskan ke potensial rendah, Proses pengisian daya ini berulang. Keluaran U1c dan
U1d saling melengkapi satu sama lain sehingga amplitudo pemancarnya dua kali lipat.
(a) Pemancar
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
9. Gunakan scope untuk mengukur dan mencatat amplitudo pada J3 dan tegangan
pada J10 untuk setiap jarak pada Tabel 13-8. (sudut = 0)
*Sudut = 0 yang berarti pemancar ultrasonik diproyeksikan secara langsung ke arah
penerima.
Tabel 13-8
Distance 5cm 10cm 15cm 20cm 25cm 30cm
J3(Vp-p) 520 mV 140 mV 120 mV 80 mV 60 mV 80 mV
11. Atur jarak hingga 20cm. Gunakan KLV KL-61001B untuk mengukur dan mencatat
voltase pada J10 untuk setiap sudut pada Tabel 13-9.
Tabel 13-9
Angle −90° −60° −30° 0° 30° 60° 90°
J10(V) 1.08 1,12 1,147 1,16 1,14 1,14 1,18
12. Diskusikan hubungan antara tegangan dan sudut pada Tabel 13-9.
efek piezoresistif
Tekanan mutlak - diukur relatif terhadap tekanan nol (kekosongan yang sempurna).
Unit yang paling sering digunakan adalah psia (pound force per square inch for
absolute).
Tekanan diferensial - adalah perbedaan tekanan antara dua titik pengukuran, diukur
relatif terhadap tekanan referensi atau kisaran tekanan referensi. Unit yang paling
sering digunakan adalah psid (pound force per square inch for differential).
mmAq - adalah unit tekanan statis, fluida diaplikasikan pada permukaan perangkat
dan tegak lurus terhadap permukaan.
(a) (b)
Gambar 14-10 (a) pandangan penampang; (b) konstruksi fisik
Dalam prakteknya, perangkat kompensasi suhu yang sesuai adalah kebutuhan
SPX Transduser. Kami akan memperkenalkan beberapa jenis yang umum digunakan:
Karakteristik SCC-100DN
SCC-100DN sangat mirip dengan SPX-50D, struktur dan prinsipnya sama,
penggunaan arus konstan, arus pengenal 1mA, tidak boleh melebihi 1.5mA. Bekerja di
arus pengenal, tekanan pengenal di kisaran 0 ~ 100psi, akurat Pengukuran tekanan
bisa sampai 689Kpa atau 70308mmAq. Antara 0 ~50 ° C Tegangan keluaran pengatur
tekanan memiliki hubungan linier yang sangat baik dengan sangat kesalahan rendah
Khususnya, SCC-100DN port P1 dan port P2 dapat ditekan, namun diterapkan pada
tekanan P2 tidak lebih besar dari 30psi.
Karakteristik NSCSHHN100PDUNV
NSCSHHN100PDUNV sangat mirip dengan SPX-50D. Struktur dan prinsipnya
sama, penggunaan arus konstan, arus pengenal 1mA, tidak boleh melebihi2mA.
Bekerja di arus pengenal, tekanan yang dirasakan dalam kisaran adalah -100 ~
100psi.
Ketepatan tekanan bisa mencapai ± 0,15% FSS (Full Scale Span). Antara
tegangan 10 ~ 50 ° C merasakan tegangan keluaran memiliki hubungan linier yang
sangat baik dengan kesalahan yang sangat rendah. Khususnya,
NSCSHHN100PDUNV port P1 dapat diaplikasikan ke media cair. Tapi port P2 tidak.
1. kompensasi diode
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
Gambar 14-11 menunjukkan rangkaian kompensasi dioda. Bila voltase daya Vs
= 5V atau 6V, dioda biaya rendah (mis., 1N914, 1N4148, dll.) dapat digunakan untuk
tujuan ini.
14. Kurva tekanan vs tegangan selesai harus linier dan VR3 bertindak sebagai penyesuaian gain. Balikkan
VR3 untuk mendapatkan kurva halus.
15. Tekanan kritis atas diatur dengan menyesuaikan VR6 dan mengukur voltase pada J11 pada Modul KL-
63015A. Nilai tekanan yang sesuai dengan nilai tegangan yang diukur pada J11 disebut tekanan kritis atas.
Bila voltase pada J10 kurang dari tegangan pada J11, ukur dan catat voltase pada J14. Tegangan yang
diukur adalah 0,11 V. Memvariasikan VR6 untuk membuat voltase pada J10 lebih besar dari tegangan
pada J11, mengukur dan mencatat voltase pada J14. Tegangan yang terukur adalah..11,6 V
16. Tekanan kritis bawah ditentukan dengan mengatur VR7 dan mengukur voltase pada J13 pada Modul
KL-63015A. Nilai tekanan yang sesuai dengan nilai tegangan yang
diukur pada J13 disebut tekanan kritis yang lebih rendah. Bila voltase pada J10 lebih besar dari tegangan
pada J13, ukur dan catat voltase pada J15. Tegangan yang diukur adalah 0,24 V. Memvariasikan VR7
untuk membuat voltase pada J10 kurang dari tegangan pada J13, mengukur dan mencatat voltase pada J15.
Tegangan yang diukur adalah 0,35 V.
14.5.2 Penerapan Transduser Tekanan
1. Letakkan Modul KL-63015A pada Trainer KL-61001B.
2. Lengkapi koneksi KL-61001B sebagai berikut.
10. Gunakan alat ukur untuk mengukur voltase pada J8 pada Modul KL-63015A. Atur
nilai pengukuran menjadi 0V dengan menyesuaikan VR2.
11. Balikkan VR5 CW secara penuh di Modul KL-63015A. Sesuaikan FLOW ADJUST
dari
KL-68002 untuk mendapatkan nilai gauge tekanan 1000mmAq. 1 mmAq ≒ 0,0735793
mm-Hg
12. Gunakan alat ukur untuk mengukur nilai voltase pada J10 pada Modul KL-63015A.
Sesuaikan VR4 untuk mendapatkan VJ10 = 1 V.
13. Lihat Tabel 14-1. Matikan nilai THUMBWHEEL SW. dalam urutan. Tingkatkan nilai
tekanan dan nilai saat BUZZER dinyalakan. Diskusikan aplikasi sensor tekanan yang
diterapkan.
Table 14-1
THUMBWHEEL SW. 0204 0409 0819 1228 1319
KL-61001B readout 250 500 1000 1500 1600
14.6 Analisa
14.7 Kesimpulan
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
Sirkuit praktis dari VFC ditunjukkan pada Gambar 15-2. LM331 memiliki
rentang frekuensi operasi dari 10 Hz sampai 100 KHz. Frekuensi output ditentukan
oleh persamaan berikut.
Fo = (Vin / 2.00) (Rs.RL) (1 / Rt.Ct)
15.2.4 Encoder
Salah satu dari beberapa konverter foto-ke-digital langsung yang tersedia saat
ini adalah roda yang dikodekan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15-5. Jumlah
lubang pada cincin terluar roda ditentukan oleh akurasi konversi. Dua pasangan
detektor foto cahaya terpisah digunakan untuk memantau informasi untuk cincin terluar
dengan dua LED dan dua fototransistor di sisi berlawanan roda. Fototransistor
menghasilkan output tingkat logika yang bergantung pada apakah roda buram atau
transparan pada posisi saat itu. Bentuk gelombang keluaran diilustrasikan pada
Gambar 15-6.
1
P =Number of Pulses/One Revolution
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
(a)
(b)
(a) VFC
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
(b) FVC
Gambar 15-9 Sirkuit eksperimental: (a) VFC; (b) FVC
Jika FO2 tidak dapat diatur ke 25Hz dan 5KHz, coba ubah C2 sejak:
Tabel 15-2
Fin 0Hz 50Hz 100Hz 200Hz 500Hz 1KHz 2KHz 3KHz 4KHz 4.3KHz
Vo -133,3 -80,5 -27,3 78,5 0,305 0,96 V 1,199 3,05 V 4,14 V 4,3 V
mV mV mV mV V V
Gambar 15-10
2. Hubungkan FO2 ke AUDIO IN pada Modul KL-63016 dan atur VOL ADJ ke posisi
tengah.2V
3. Sesuaikan output Power Supply DC ke 2.5V, FO2 = Hz.
4. Sesuaikan output Power Supply DC menjadi 0.5V, FO2 = Hz.
AKUISISI DATA DAN INSTRUMENTASI 1
2-AED
5. Atur output Generator Fungsi ke 2Vp-p, gelombang persegi 5Hz dan hubungkan
ke
Table 15-3
Motor
voltage
5V 7V 10V 12V 15V 18V 20V 25V 30V
Encoder output
SIG.A waveform
SIG.B waveform
SIG.Z waveform
SIG.A freq. (Hz) 3.358 5.160 7.800 9.669 12.34 15.20 17.12 20.50 26.17
SIG.B freq. (Hz) 0 15.19
3.340 5.140 8000 9.693 12.43 0 17.01
0 21.74
0 26.40
0
SIG.Z freq. (Hz) - - - - 0- 0- 0- 0- 0-
The oscilloscope probes connected to the test port and GND of KL-61001B
Trainer. Do not connect to the NC port.
Figure 15-11
15.6 Analisa
15.7 Kesimpulan
Encoder adalah salah satu sensor kecepatan, salah satu pengaplikasian
encoder adalah untuk memanipulasi kecepatan motor dengan jumlah pulsa yang di
berikan. Pada rangkaian encoder terdapat converter V/F atau F/V sebagai signal
conditioningnya.