Sei sulla pagina 1di 14

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

HUBUNGAN PAPARAN DEBU TERHIRUP DENGAN GANGGUAN


FUNGSI PARU PADA PEKERJA PERTAMBANGAN PASIR DAN BATU
PERUSAHAAN X ROWOSARI KOTA SEMARANG

Laeila Apsari, Budiyono, Onny Setiani


Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
Email: leilaapsari@gmail.com

ABSTRACT

Thetsand and stone mining industry has potential to produced a dust. The dust
that produced has potential exposure to their workers and caused lung function
disorder. The concentrations of total dust, PM 10, PM2.5 were 224.3 μg/Nm3,181.7
μg/Nm3 and 153.7 μg/Nm3. This study aimed to analyzed association between
respirable dusttand lung functiontdisorder ontsand and rock mining workers at X
Company Rowosari, Semarang City. Thistwas an observationaltresearch
with cross sectional designtwith totaltsample 31 people. This research was
conducted at Rowosari Semarang City with research instrument as questionnaire
to interview personal characteristic, personal dust sampler to measure exposure
of personal respirable dust and spirometer for pulmonary function test. Data were
analyzedtusing the Chi SquaretTest at α = 5% . Results showed that 38.7% of
workers had lung function disorder (25.8% restriction, and 12.9% obstruction).
Duration of exposure to dust tended to be a risk of lung funcition disorder at sand
and rock mining workers (p=0.046; PR=5.238; 95%CI=0.78-35.15). The variables
that tended to be a risk factor of lung function disorder were nutritional status
(p=1.00; PR=1,153; 95%CI=0.46-2,85), working period (p=0,691; PR=1,444;
95%CI=0.55 -3,79) and exercise habits (p=1.00; PR=1.179; 95%CI=0.22-6.23).
Variables that to be a protective factor were respirable dust exposure (p=1.00;
PR=0.989; 95%CI=0.4-2.43), age (p=1.00; PR=0,875; 95%CI=0,32-2,38),
smoking habit (p=0,139; PR=0,556; 95%CI= 0,39-0,78) and use of PPE (p= 1.00;
RP= 0.875; 95%CI=0,32-2,38). The conclusiontof this study there is no
association between respirable dust exposure and lung function disorder on sand
and rock mining workers at X Company in Rowosari Semarang City.

Keywords: Respirable dust, lung function disorder, sand and rock mining

PENDAHULUAN
capacity).(1),(2) Gangguan fungsi paru
Gangguan fungsi
dibagi menjadi tiga jenis yaitu
paru merupakan kondisi dimana
restriksi, obstruksi dan mixed
jumlah udara yang masuk ke dalam
(campuran).(3)
paru akan berkurang dari normal
Menurut WHO diperkirakan
sehingga paru tidak dapat berfungsi
64-210 juta orang di seluruh dunia
dengan maksimal. Diagnosa
hidup dengan diagnosis mengidap
gangguan fungsi paru dapat
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
ditegakkan melalui uji fungsi paru
(PPOK). Diperkirakan populasi
menggunakan alat spirometer,
substansial yang terkena PPOK
analisis gas darah arteri
akan meningkat.(4)(5)(6)(7) Di India,
(arterialtbloodtgas analysis) dan
prevalensi kejadian PPOK 2-22%
uji kapasitas difusi (diffusion
untuk pria dan 1,2-19% untuk

1
wanita.(8) Riskesdas(2013)
memiliki potensi bahaya paparan
melaporkan prevalensi PPOK di
debu terhirup terhadap pekerjanya.
Indonesia sebesar 3,7% (9)
Proses produksi dimulai dari
Berbagai faktor yang
pemecahan gunung batu,
berpengaruh
pengangkutan, penggilingan,
dalam timbulnya penyakit atau
pencampuran hingga penimbangan
gangguan pada saluran
cenderung menghasilkan polusi
nafas akibat debuadalah karakteristik
seperti kebisingan dan partikel debu
debu, yang meliputi ukuran partikel,
yang berterbangan. Pekerja
bentuk, konsentrasi, dayatlarut
pertambangan pasir memiliki
dan sifat kimiawi, serta
risikotyang sangat besar untuk
lama paparan. Faktor individual
mengalami penimbunan debu pada
meliputi
salurantpernapasan.
mekanisme pertahanan paru,tanato
Pertambangan pasir dan
mi dan fisiologi saluran nafas
batu Perusahaan X merupakan
serta faktor imunologis.
perusahaan yang bergerak dibidang
Penilaiantttpaparan pada
industri pertambangan pasir yang
manusia tperlu
terletak di Kelurahan Rowosari,
dipertimbangkantttdiantaranya
Kecamatan Tembalang, Kota
sumberttttpaparan,
Semarang. Perusahaan ini memiliki
lamanya paparan, paparantdari
lahan galian seluas 5 hektar dengan
sumber lain, pola aktivitastsehari-
kapasitas produksi ± 3.360
hari dan faktor penyerta yang
ton/bulan. Bahan baku yang
potensialtseperti umur, tjenis
digunakan adalah batu gunung.
kelamin, kebiasaan merokok.(10)(11)
Perusahaan mengolah batu gunung
Debu yang masuk ke dalam
menjadi beragam kebutuhan
saluran pernapasan, menimbulkan
bangunan. Produk yang dihasilkan
reaksi mekanisme pertahananttnon
berupa batu krikil, pasir gunung, abu
spesifik berupa batuk hingga bersin.
batu, beton, dll. Kegiatan produksi di
Otot polos di sekitar jalanttnapas
Perusahaan X terdiri atas
dapat terstimulus sehingga
pemecahan, pengangkutan,
menimbulkan penyempitan.
penggilingan, pencampuran dan
Keadaan ini terjadi biasanya tbila
penimbangan. Kegiatan
kadar debu melebihittnilai
penambangan pasir di Perusahaan
ambangtttbatas. Debu memiliki
X Rowosari Semarang dimulai dari
beberapa jenis dan ukuran,
tahun 2000. Perusahaan X memiliki
diantaranya debu organik dan debu
31 pekerja dengan rata-rata masa
anorganik. Partikel debu yang
kerja 5-10 tahun.
terinhalasi tidak seluruhnya akan
Berdasarkan ttthasil
mencapai paru. Partikelttyang
pengukurantt kualitas udara
berukuran besar padat umumnya
ambien yang dilakukan oleh
telah tersaring dithidung.
Balai Pengujian dan
Partikel dengan diameter 0,5-6
Laboratorium Lingkungan
μ yang disebut partikel terhisap
Hidup Provinsi Jawa Tengah, pada
yang dapat mencapai alveoli dan
bulan Januari 2017 di wilayah
mengendap yang dapat
pertambangan pasir Perusahaan X
menyebabkan terjadinya
kadar debu total di udara ambien
pnemokoniosis.(12)
sebesar 224,3 μg/Nm3 yang berarti
Industri pertambangan pasir
hampir melebihi NAB yaitu 230
merupakan salah satu industri yang
μg/Nm3. Namun, konsentrasi PM10
sebesar 181,7 μg/Nm3 dan dengan jumlah sampel 31 orang.
konsentrasi PM2,5 sebesar 153,7 Pengambilan sampel dalam
μg/Nm3 melebihi NAB berdasarkan Perusahaan X dilakukan dengan
Keputusan Gubernur Jawa Tengah metode total sampling dalam
Nomor 8 Tahun 2001ttentang Baku perusahaan yaitu 31 orang pekerja.
Mutu Udara Ambien Provinsi Penelitian ini dilaksanakan di
Jawa Tengah yang seharusnya Kelurahan Rowosari Kota Semarang
untuk PM10 sebesar 150 μg/Nm3 dengan instrumen penelitian berupa
dan untuk PM2,5 sebesar 65 kuesioner untuk wawancara
μg/Nm3. karakteristik responden, personal
dust sampler untuk mengukur debu
terhirup personal dan spirometer
METODE PENELITIAN untuk uji fungsi paru.
Jenis penelitian yang Analisis data
digunakan adalah analitik yang digunakantyaitu analisis
observasional dengan melakukan univariat dan bivariat yang
pengamatan dan analisis pada menggunakantttuji korelasi pearson
sampel untuk mencari hubungan untuk suhu kelembaban terkait
antara variabel satu dengan variabel paparan debu terhirup dan uji chi
yang lainnya. Pendekatan yang square pada α= 5%. untuk analisis
digunakan adalah metode variabel lainnya. Jika nilai
crosstsectional dimanatvariabel signifikansi (p) < 0,05 tmaka Ho
bebas (paparan debu terhirup) dan ditolak, artinya ada hubungan
variabel terikat (gangguan fungsi antaratvariabel bebas
paru) yang terjaditpada obyek dengantvariabel terikat.
penelitian dilakukan pengukuran
sesaat, yaitu diukur dan
dikumpulkan pada waktu yang
bersamaan serta diamatitsatu kali
sajatterhadap beberapa variabel
dalam satutwaktu yang
bersamaan atau
pointttime approach.(13)
(14)

Populasi dalam penelitian


ini adalah seluruh pekerja
pertambangan pasir dan batu di
daerah Rowosari Kota Semarang.
Jumlah pekerja sebanyak 138 orang
yang terbagi dalam 5 Perusahaan.
Perusahaan X sebanyak 31 orang, A
sebanyak 22 orang, B sebanyak 35
orang, C sebanyak 24 orang dan D
sebanyak 26 orang. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini 1. Paparan Debu Tehirup
menggunakan teknik pengambilan Tabel 1. Distribusi Frekuensi
sampel menggunakan metode Paparan Debu Terhirup
purposive sampling dimana hanya
ada satu Perusahaan yang
mengizinkan penelitian ini
berlangsung yaitu Perusahaan X
Tabel 1 menujukkan bahwa Tabel 3 menunjukan bahwa
Paparan Debu Terhirup f Persentase (%) jumlah pekerja paling
Di atas NAB 13 41,9 banyak terdapat pada unit
Di bawah NAB 18 58,1 crusher sejumlah 13
Total 31 100 responden(42%) diikuti
dari 31 responden, terdapat 13 dengan unit batching 5
responden(41,9%) dengan paparan Umur f Persentase(%)
debu terhirup perseorangan di atas >30 tahun 24 77,4
NAB(≥3 mg/m3) dan 18 ≤30 tahun 7 22,6
reponden(58,1%) dengan Total 31 100
paparan debu terhirup perseorangan responden(16,1%), timbangan 5
di bawah NAB (<3 mg/m 3) dengan responden (16,1%), breaker 4
rata-rata paparan debu responden(12,9%) dan unit bengkel
terhirup perseorangan adalah sejumlah 4 responden(12,9%)
2,394 mg/m3 dan median 1,667
mg/m3 dengan standar deviasi 4. Umur Responden
1,806. Paparan terendah 0,25 mg/m3 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Umur
dan tertinggi 5,833 mg/m3. Responden
2. Gangguan FungsitParu
Tabel 2.
Tabel 4 menunjukan bahwa
DistribusitFrekuensitKate gori Gangguan dari 31 responden, terdapat 24
Fungsi Paru responden(77,4%)berumur >30
tahun dan 7 responden(22,6%)
Gangguan Fungsi Paru f Persentase (%) berumur ≥30 tahun
Ada 12 38,7 dengan rata-rata usia
Tidak Ada 19 61,3 responden 38 tahun dan
Total Tabel 2 menujukkan 31bahwa100 median 37 dengan standar
dari 31 responden, terdapat 12 deviasi 10,153. Umur
responden(38,7%) mengalami termuda responden yaitu 21 tahun
gangguan fungsi paru dimana 8 dan tertua yaitu 58 tahun.
responden(25,8%) retriksi ringan 5. StatustGizi
dan 2 responden (6,4%) obstruksi Tabel 5. Distribusi Frekuensi tStatus
ringan dan 2 responden (6,4%) Gizi
obstruksi sedang. Sedangkan 19 Status t Gizi f Persentase (%)
responden (61,3%) lainnya tidak Tidak Normal 14 45,2
mengalami gangguan fungsi paru Normal 17 54,8
Unit Kerja f Total
Persentase (%) 31 100
Breaker 4 12,9 Tabel 5 menunjukan
Crusher 13 42 bahwa dari 31 responden,
Batching 5 16,1 terdapat 14 responden
Timbangan 5 16,1 (45,2%) dengan status gizi
Bengkel 4 12,9 tidak normal(IMT <18,5 atau
Total 31 100 ≥25) dan 17 responden
3. Unit Kerja (54,8%) dengan status gizi
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Unit normal(IMT 18,5- 24,9)
Kerja serta rata-rata Indeks Masa
Tubuh(IMT) responden sebesar
23,84 dan median 23,38 dengan
standar deviasi 3,8. IMT terendah
yaitu 17,3 dan IMT tertinggi yaitu 8. Kebiasaan Merokok
31,57. Tabel 8. Distribusi Frekuensi
Kebiasaan Merokok
6. Masa Kerja Tabel 8 menunjukan bahwa
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Masa dari 31 responden, terdapat 27
Kerja responden(87,1%) memiliki
Masa Kerja f Persentase (%ke) biasaan merokok dan 4
≥ 5 tahun 18 58,1 responden(12,9%) tidak memiliki
< 5 tahun 13 41,9 kebiasaan merokok. Rata-rata lama
Total 31 100 merokok responden yaitu 18,22
Tabel 6 menunjukan bahwa tahun dengan median 18 dan
dari 31 responden, terdapat 18 standar deviasi 9,593. Lama
responden(58,1%) dengan merokok terpendek selama 1 tahun
masa kerja ≥ 5 tahunt dan 13 dan paling lama 41 tahun. Rata-rata
responden(41,9%) konsumsi rokok per hari responden
dengan masatkerja < 5 tahun. rata- adalah 16,77 batang dengan median
rata masatkerja responden 7 tahun 16 dan standar deviasi 11,283.
10 bulan dengan standar deviasi 5,9. Konsumsi terrendah sebanyak 3
Masa kerja terrendah 4 bulan dan batang dan tertinggi 40 batang per
terlama 20 tahun. hari. Dari 27 responden yang
7. Lama Paparan merokok, terdapat 4
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Lama responden(12,9%) perokok berat, 15
Paparan responden(28,4%) perokok sedang
dan 8 responden(25,8%) perokok
Kebiasaan Olahraga f Persentase (%)
Tidak Rutin 28 90,3
Rutin 3 9,7
Total 31 100
Lama Paparan f Persentase (%)ringan.

> 8 jam 21 67,7 9. Kebia saan Olahraga


9. Tabel Distribusi Frekuensi
≤ 8 jam 10 32,3 Kebiasaan Olahraga
Total 31 100
Tabel 9 menunjukan bahwa dari 31
Tabel 7 menunjukan bahwa responden, terdapat 28 responden (90,3%)
dari 31 responden, terdapat 21 tidak rutin berolahraga (<3x seminggu) dan
responden (67,7%) dengan lama 3 responden (9,7%) rutin berolahraga (≥3x
paparan > 8 jam per hari dan 10 seminggu). Kebiasaan olahraga yang
responden (32,3%) dengan lama dilakukan para pekerja berupa bersepeda
paparan ≤ 8 jam per hari. Rata-rata dan lari.
lama paparan responden yaitu 9 jam 10. Penggunaan APD
dan median 10 jam dengan standar Tabel 10 Distribusi Frekuensi
deviasi 1,45. Lama paparan Penggunaan APD
terrendah yaitu 7 jam dan terlama
Kebiasaan Merokok f Persentase (%)
Ya 27 87,1
Tidak 4 12,9
Total 31 100
yaitu 11 jam. Penggunaan APD f Persentase (%)
Tidak 24 77,4 APD dan 7 responden(22,6%)
Ya 7 22,6 memakai APD.
Total 31 100
Tabel 10. menunjukan bahwa
dari 31 responden, terdapat 24
responden(77,4%) tidak memakai

11. Hubungan antara Paparan Debu Terhirup serta varibel penganggu dengan
Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pertambangan Pasir dan Batu
Perusahaan X Rowosari Kota Semarang
Tabel 11. Rangkuman Hubungan antara PaparantDebu Terhirup serta varibel
penganggu dengan Gangguan FungsitParu pada Pekerja
Pertambangan Pasir dan Batu Perusahaan X Rowosari Kota
Semarang
No Gangguan Fungsi Paru
R Total
Variabel Ada Tidak p (95
value %
f % f % f %
1 PaparantDebu Terhirupt 1,00 0,9
Di atas NAB (> 3 mg/m3) 5 16,1 8 25,8 13 41,9 (0,4-
Di bawah NAB (≤ 3 mg/m3) 7 22,6 11 35,5 18 58,1
2 Umur 1,00 0,8
>30 tahun 9 29 15 48,4 24 77,4 (0,32
≤30 tahun 3 9,7 4 12,9 7 22,6
3 Status Gizi 1,00 1,1
Tidak Normal 5 16,1 9 29 14 45,2 (0,46
Normal 7 22,6 10 32,2 17 54,8
4 Masa Kerja 0,691 1,4
≥5 tahun 8 25,8 10 32,3 18 58,1 (0,55
<5 tahun 4 12,9 9 29 13 41,9
6 Lama Paparan 0,046 5,2
>8 jam 11 35,5 10 32,3 21 67,7 (0,78-
≤ 8 jam 1 3,2 9 29 10 32,2
7. Kebiasaan Merokok 0,139 0,5
Ya 12 38,7 15 48,4 27 87,1 (0,39
Tidak 0 0 4 12,9 4 12,9
8 Kebiasaan Olahraga 1,00 1,1
Tidak Rutin 11 35,5 17 54,8 28 90,3 (0,22
Rutin 1 3,2 2 6,5 3 9,7
9 Penggunaan APD 1,00 0,8
Tidak 9 29 15 48,4 24 77,4 (0,32
Ya 3 9,7 4 12,9 7 22,6
Dari tabel 11 menunjukan bahwa Variabeltyang terbukti sebagai faktor yang
berhubungan dan cenderung sebagai risiko terhadap gangguan fungsi paru adalah
lama paparan, sedangkan variabel yang tidak terbukti sebagai faktor yang
berhubungan namun cenderung menjadi faktor risiko terhadap gangguan fungsi paru
adalah status gizi, masa kerja dan kebiasaan olahraga. Variabel yang tidak terbukti
sebagai faktor yang berhubungan namun cenderung menjadi faktor protektif adalah
paparan debu terhirup, umur, kebiasaan merokok dan penggunaan APD.
Tabel 12. Hubungan Suhu dan Kelembaban dengan Paparan Debu Terhirup
Pekerja Pertambangan Pasir dan Batu Perusahaan X Rowosari Kota Semarang
Variabel R p f
Suhu*Paparan Debu Terhirup 0,142 0,446 31
Kelembaban*Paparan Debu Terhirup -0,010 0,957 31
Tabel 12 menunjukantbahwa antara suhu dengan paparan debu terhirup
terdapat nilai korelasi(r) sebesar 0,142 dengan signifikansi 0,446. Nilai p = 0,446,
p>0,05 berarti tidak ada hubungan antara variabel suhu dengan paparan debu
terhirup pada pekerja pertambangan pasir dan batu Perusahaan X Rowosari
Kota Semarang. Nilai korelasi pearson untuk variabel kelembaban dengan kadar
debu terhirup sebesar -0,010 (r = -0,01) dengan nilaitp = 0,957, p>0,05 sehingga
tidak ada hubungan antara kelembabanttdengan kadar debu terhirup pada
pekerja pertambangan pasir dan batu Perusahaan X Rowosari Kota Semarang.

Hubungan Suhu, Kelembaban dalam kata lain sebagai pelindung


dengan Paparan Debu Terhirup terhadap kejadian gangguan
Semakin tinggitsuhu udara, fungsitparu dalamtpenelitian ini
maka partikel akan menjadi semakin dimungkinkan karena keadaan dan
kering dan ringan sehingga partikel pengukuran di lapangan. Selain itu
akan berterbangan di udara. sensitifitas alat yang digunakan untuk
Udaratyang lembab menyebabkan menimbang filter pds kurang dan
bahan pencemartberbentuk ketelitian timbangan analitik hanya
partikel dapat berikatan dengan air 0,01mg. Selain itu, pengukuran pds
di udaratsehingga membentuk yang seharusnya dilakukan 6-8 jam,
partikel yang berukuran lebih besar dalam penelitian ini hanya dilakukan
maka partikel tersebut mudah 1 jam. Sedapat mungkin, sampel
mengendap. Hasil uji statistik harus dikumpulkan selama 6-8 jam.
menunjukan tidak ada korelasi jika pompa berjalan untuk jangka
antara suhu dan kelembaban waktu singkat (misalnya, 1 jam atau
dengan kadar debu terhirup atau kurang), hasil sampel mungkin
dapat dikatakan bahwa kadar debu dilaporkan pada batas deteksi (Limit
yang ada di lokasi penelitian tidak Of Detection=LOD), yang mungkin
terpengaruh oleh suhu maupun hasil ukurnya lebih baik dari standar.
kelembaban. Sehingga LOD adalah istilah yang digunakan
kemungkinan besar, kadar debu untuk menggambarkan konsentrasi
yang ada di lokasi penelitian terkecil dari pengukuran yang bisa
cenderung konstan tidak turun diukur dan dapat dipercaya sesuai
ataupun naik oleh kondisi suhu dan dengan prosedur analitik.(15) Sehingga
kelembaban. Dengan demikian, pengukuran yang dilakukan peneliti
dimungkinkan masing-masing belum merepresentasikan paparan
pekerja memiliki peluang menghirup debu sesungguhnya karena
debu dari udara ambien dengan dilakukan hanya 1 jam.
jumlah yang sama. Dalam pelaksanaan pengukuran,
peneliti menggunakkan filter PVC
Hubungan Paparan Debu yang memiliki pori berukuran 5
Terhirup dengan Gangguan mikron dimana berarti debu yang
Fungsi Paru tersaring dalam filter debu yang
Hasil uji statistik menunjukan berukuran 5 mikron keatas. Ada
paparan debu terhirup cenderung kemungkinan bahwa debu yang
merupakan faktor protektif atau tersaring tidak semuanya dibawah 10
mikron, sehingga debu yang tersaring spirometri sering tidak memenuhi
dalam filter belum tentu semuanya syarat. Namun, peneliti melakukan
dapat menyebabkan penurunan pengulangan uji minimal 2 kali atau
fungsi paru. Debu yang berukuran 5 lebih sampai teknik pengambilan
mikron dapat bersarang di saluran nafas responden dilakukan dengan
pernapasan bagian atas. Hal ini benar sebagai upaya mendapat hasil
dapat memicu terjadinya peradangan spirometri yang memenuhi
jalan napas dikarenakan adanya
penumpukan dan pergerakan debu syarat.(16)(17)
yang terus menerus. Peradangan ini
Hubungan Umur dengan
dapat menyebabkan penyempitan
Gangguan Fungsi Paru
saluran napas sehingga terjadi
Menurut teori, kapasitas paru
ketidaknormalan pertukaran udara.
seseorang sudah mulai turun setelah
Jika hal ini semakin memburuk dapat
umur 30 tahun, namun penurunan
menyebabkan penurunantkapasitas
fungsi otot pernafasan yang
fungsi paru. Kapasitas fungsi
signifikan akan terjadi setelah umur
paru dipengaruhi olehtberbagaitfaktor
40 tahun sebesar 20%.(18) Dalam
diantaranya umur, tjenis kelamin,
penelitian ini, umur cenderung
status gizi, riwayattpenyakit,
menjadi faktor protektif diduga
kebiassaan olahraga, kebiasaan
karena rata-rata umur pekerja
merokok, lama paparan, masa kerja,
adalah 38 tahun sehingga
penggunaan APD, jenis APD,serta
kemungkinan mengalami penurunan
jenis dan ukuran debu.
fungsi paru tersebut belum terjadi.
Paparan debu terhirup bukan
Selain itu, variabel umur bukan satu-
satu-satunya faktor yang dapat
satunya faktor yang dapat
mempengaruhi gangguan fungsi
mempengaruhi kejadian gangguan
paru. Terdapat pekerja yang paparan
fungsi paru. Salah satu contoh
debu terhirupnya dibawah NAB tapi
terdapat pekerja yang berumur 22
gangguan. Hal ini terkait faktor lain
tahun mengalami gangguan,
yang mempengaruhi seperti lama
ternyata ia telah merokok selama 15
paparan dan masa kerja. Salah satu
tahun. Selain itu,ditemukan pula
responden yang memiliki paparan
pekerja yang berumur 21 tahun
debu terhirup dibawah NAB dan
mengalami gangguan retriksi,
memiliki gangguan fungsi paru
ternyata ia telah bekerja selama 15
ternyata memiliki lama paparan >8
tahun dengan lama paparan 10
jam serta masa kerja 10 tahun serta
jam/hari. Peneliti juga tidak dapat
tidak memakai APD. Sehingga,
memastikan bahwa hanya masa
belum ada bukti yang cukup untuk
kerja dan lama kerja saja yang dapat
untuk mendukung variabel paparan
mempengaruhi, tetapi misalnya
debu terhirup menjadi faktor risiko
pekerja tersebut tidak mengetahui
terjadinya gangguan fungsi paru.
bila ia mengidap riwayat penyakit
Selain itu, pengukuran uji fungsi paru
paru.
dengan menggunakan spirometri
Hubungan Status Gizi
pada saat pelaksanaan penelitian
dengan Gangguan Fungsi Paru
memiliki kekurangan, seperti
Variabel status gizi yang
responden tergesa-gesa saat
diteliti cenderung menjadi faktor
penarikan nafas, batuk, dan
risiko terjadinya gangguan fungsi
pernafasan perut yang seharusnya
paru pada pekerja. Nilai RP = 1,153
pernafasan dada. Sehingga hal ini
menunjukan bahwa pekerja dengan
dapat menyebabkan hasil uji
status gizi tidak normal memiliki
peluang untuk mengalami gangguan Hubungan Masa Kerja dengan
fungsi paru 1,153 kali lebih besar Gangguan Fungsi Paru
dibanding kan dengan pekerja yang Terdapat 12 responden yang
memiliki status gizi normal. Status mengalami gangguan fungsi paru, 4
gizi tidak dapat berdiri sendiri responden diantaranya
sebagai faktor risiko atas kejadian memiliki masa kerja yang
gangguan fungsi paru. Faktor kurang dari 5 tahun
lainnya yang diduga dapat menjadi mengalami gangguan
pendukung terjadinya gangguan fungsi paru ini bisa
fungsi paru pada pekerja disebabkan karena beberapa
pertambangan passir dan batu pekerjaan sebelumnya juga bekerja
Perusahaan X Rowosari Kota di lingkungan kerja yang
Semarang adalah paparan debu berdebuttinggi. Dalam penelitian ini
terhirup, umur, masa kerja, tlama tidak diteliti lebih lanjut tentang
paparan, penggunaan APD, riwayat riwayat keterpaparan terhadap debu.
penyakit paru, kebiasaan Riwayat keterpaparan yang
merokok dan kebiasaan dimaksud kondisi paru responden
berolahraga. sebelum ia mulai bekerja di
pertambangan pasir dan batu
Hubungan Lama Paparantdengan Perusahaan X. Penelitian ini
Gangguan Fungsi Paru dilakukan secara cross sectional
Variabel lama paparan yang yaitu dimana pengamatan dan
diteliti cenderung menjadi pengukuran selama satu waktu
faktor risiko terjadinya gangguan tanpa mempertimbangkan riwayat
fungsi paru pada pekerja. Nilai RP = dari responden sehingga hasil
5,238 menunjukan bahwa pekerja penelitian ini seolah-olah tidak
dengan lama paparan > 8 jam terdapat hubungan yang bermakna.
memiliki peluang untuk Hal tersebut juga menjadi salah satu
mengalami gangguan fungsi paru kekurangan dalam penelitian ini,
5,238 kali lebih besar dibanding kan namun desain cross sectional dipilih
dengan pekerja yang memiliki lama dengan pertimbangan karena
paparan ≤ 8 jam. keterbatasan waktu, biaya, dan
Namun demikian, lama paparan tenaga. Tidak adanya hubungan ini
bukan satu-satunya faktor yang juga dapat disebabkan oleh variabel
menyebabkan gangguan fungsi lain yang berpengaruh dengan
paru. Hal ini dikarenakan variabel gangguan fungsi paru lainnya seperti
lama paparan tidak dapat berdiri debu terhirup, lama paparan, status
sendiri sebagai faktor risiko atas gizi, usia, penggunaan APD,
kejadian gangguantfungsi paru. kebiasaan olahraga dan kebiasaan
Faktor lainnya yang diduga dapat merokok. Selain itu, hal ini juga
menjadi pendukung terjadinya disebabkantkarena adanya
gangguan fungsi paru pada pekerja variasi clearence dari paru (faktor
pertambangan pasir dan batu individual).
Perusahaan X Rowosari Kota Hubungan Kebiasaan Merokok
Semarang adalah paparan debu dengan Gangguan Fungsi Paru
terhirup, umur, status gizi, masa Kebiasaan
kerja, penggunaan APD, merokok cenderung menjadi faktor
kebiasaan merokok, dan kebiasaan protektif dalam penelitian ini diduga
berolahraga. karena memang sebelumnya sudah
terjadi kerusakan paru. Variabel
ini bukan satu-satunya faktor yang sudah merupakan olahraga yang
dapat mempengaruhi kejadian mereka lakukan tiap harinya. Selain
gangguan fungsi paru. Salah satu itu, beberapa responden
contohnya, terdapat pekerja yang mengatakan tidak ada waktu luang
memiliki kebiasaan merokok, telah untuk olahraga karena sudah lelah
bekerja 11 tahun namun fungsi bekerja seharian. Dalam penelitian
parunya masih normal, ternyata ini, hasil uji Chi Square
pekerja tersebut selalu diperoleh nilai p sebesar 1,00 (p >
menggunakkan APD saat bekerja. 0,05), maka Ho diterima Ha ditolak,
Ada pula pekerja yang termasuk sehingga dapat disimpulkan
perokok ringan selama 7 tahun bahwattidak ada hubungan yang
namun mengalami gangguan fungsi signifikan antara kebiasaan olahraga
paru, setelah diamati ternyata dengan kejadian gangguan fungsi
pekerja tersebut telah bekerja paru pekerja pertambangan pasir
selama 11 tahun dengan lama dan batu di Perusahaan X Rowosari
paparan 10 jam tanpa Kota Semarang. Nilai Rasio
menggunakkan APD. Hal tersebut Prevalen(RP) =1,179; 95%CI (0,223-
sedikit memberikan gambaran kalau 6,231), RP >1 variabel kebiasaan
memang variabel kebiasaan olahraga cenderung menjadi
merokok bukan satu-satunya faktor faktortrisiko
yang dapat mempengaruhi terjadinyatgangguantfungsi
gangguan fungsi paru. Sehingga parutpada pekerja. Nilai RP = 1,179
belum ada cukup bukti yang dapat menunjukan bahwa pekerja yang
mendukung kebiasaan merokok tidak rutin berolahraga memiliki
menjadi faktor risiko kejadian peluang untuk mengalami gangguan
gangguan fungsi paru dalam fungsitparu 1,179 kali lebih besar
penelitian ini. dibanding kan dengan pekerja
Hubungan Kebiasaan Olahraga yangtrutin berolahraga
dengan Gangguan Fungsi Paru
Perilaku individu yang dapat HubungantPenggunaan
mempengaruhi besarnya APDtdengan Gangguan
kapasitas vital paru lainnya adalah FungsitParu
kebiasaan berolahraga. Kebiasaan Jenis APD yang dipakai pekerja
berolahraga akanttmenimbulkan berupa masker yang terbuat dari
Force Vital Capacity (FVC) seperti kain biasa dengan pori – pori yang
yang terjadi pada seorang atlet FVC tidak dapat menjamin untuk
akan meningkat 30% sampai menyaring debu respirabel (10
dengan 40 %.(62) Latihan fisik yang mikron). Masker dari bahan selulosa
teratur akan meningkatkan dapat menyaring debu dengan
kemampuan pernapasanttdan ukuran kecil.
mempengaruhi organ tubuh Penggunaan APD pekerja tidak
sedemikian rupathingga kerja organ dapat dipisahkan pula dari dukungan
lebih efisien dan kapasitastfungsi manajemen perusahaan. Pihak
paru bekerja maksimal.(11) pemilik perusahaan hanya
Jika dilihat dari kebiasaan memberikan yang mereka anggap
olahraga oleh responden hanya 3 APD berupa kain atau buff kepada
responden(9,7%) yang rutin pekerja diawal masa kerja. Sebagian
berolahraga. Hal ini dikarenakan pekerja merasakan
bagi sebagian pekerja, pekerjaan ketidaknyamanan dalam
yang dilakukan di pertambangan menggunakan buff tersebut. Lain
halnya dengan 7 pekerja tetap koordinator lapangan Perusahaan X
menggunakan buff ini dikarenakan dimana ia menerima paparan debu
merasa kontak langsung dengan terhirup sebesar 5,833 mg/m3(diatas
debu yang berterbangan serta NAB) dan telah bekerja selama 11
memang merasa perlu tahun namun hasil pengukuran
menggunakan kain tersebut. kapasitas fungsi paru responden
Walaupun kain ini bukanlah APD tersebut masih normal. Hal ini
yang terstandarisasi, namun tidak mungkin dapat disebabkan karena ia
dapat dipungkiri dapat mengurangi selalu memakai APD berupa buff
debu yang terhirup kedalam paru atau kain setiap ia bekerja.
pekerja Namun, kain tersebut diakui Sebaliknya jika pekerja
oleh para pekerja jarang di cuci, dengan masa kerja baru (kurang dari
pencucian biasanya dilakukan 5 tahun) memiliki kesadaran yang
seminggu sekali. Kain tersebut rendah untuk memakai APD. Maka
selalu dibawa pulang dan tidak dapat memungkinkan terjadinya
pernah ditinggalkan di gangguan fungsi paru. Hal ini
pertambangan karena menurut para menunjukantbahwa
pekerja hal tersebut dapat penggunaan APD bisa
menyebabkan kain APD yang menjaditsalah satu upaya
mereka gunakan berdebu. Hal ini pencegahantgangguan fungsitparu.
sangat disayangkan mengingat
apablia tidak sering dicuci, KESIMPULAN
kemungkinan kain tersebut dari hari Tidak ada hubungan antara
ke hari bertambah jumlah debu yang paparantdebu terhiruptt dengan
menempel dan kotor. Mengingat gangguantttfungsi paru pada
debu yang berada di pertambangan pekerja pertambangan pasir dan
batu andesit mengandung silika, batu Perusahaan X Rowosari Kota
penggunaan APD berupa masker Semarang dengan nilai p=1,00tdan
N95 adalah solusi yang tepat.. nilaitRP= 0,989 95% CI (0,4-2,43).
Variabel penggunaan APD
bukan satu-satunya faktor yang SARAN
dapat mempengaruhi kejadian 1. Bagi Pemilik Perusahaan X
gangguan fungsi paru. Salah satu Pengadaan Alat Pelindung
contoh terdapat pekerja yang Diri (APD) berupa masker 95
memakai APD namun mengalami perlu dianggarkan terkait
gangguan restriksi, ternyata ia telah kesehatan pekerja mengingat
bekerja selama 15 tahun. Peneliti debu yang dihasilkan
tidak dapat memastikan bahwa 15 pertambangan batu andesit
tahun masa kerja ia selalu adalah debu silika yang dapat
menggunakan APD. Apabila menyebabkan silikosis yang
dikaitkan penggunaan APD dengan dapat menyebabkan gangguan
masa kerja, dalam penelitian fungsi paru. Selain itu, perlu
ini walaupun masa kerja responden adanya pemeriksaan
lebih dari 5 tahun namun karena kesehatan kepada pekerja
mereka selalu memakai APD secara berkala agar kesehatan
menunjukan bahwa pekerja terjamin. Perlu pula
penggunaan bisa menjadi adanya penggantian tugas bagi
salah satu upaya pekerja yang telah
pencegahan gangguan fungsi paru. mengalami gangguan fungsi
Salah satu contoh adalah paru. Semisal pekerja yang
mengalami gangguan DAFTAR PUSTAKA
fungsi paru di unit crusher 1. Djojodibroto DRD. Respirologi.
dipindahkan menjadi admin Jakarta: EGC; 2009.
atau pekerjaan yang didalam 2. Ikawati Z. Lung Function Test.
ruangan. Yogyakarta: UGM Press; 2009.
2. Bagi Pekerja 3. Rahmatullah. P, Penyakit
Pekerja menggunakan APD Paru Lingkungan Kerja.
berupa respirator sepanjang jam Semarang. Bagian Penyakit
kerja agar dapat menurunkan Dalam FK UNDIP;2006.
risiko terhirupnya partikel debu 4. World Health Organization. The
yang berbahaya. Sebaiknya global burden of disease.
pekerja memeriksakan Switzerland: WHO; 2008.
kesehatannya secara berkala ke 5. Centers for Disease Control and
fasilitas kesehatan yang terdekat Prevention. Chronic Obstructive
untuk mendeteksi atau Pulmonary Disease (COPD).
mengetahui kondisi kesehetan Atlanta: CDC; 2015.
personal. Bagi pekerja yang 6. Michalski JM. Prostaglandin E2
telah mengalami gangguan signaling in human lung
fungsi paru harus segera fibroblasts: mechanisms of
menjalani pengobatan di fasilitas signal attenuation and
kesehatan serta berhenti implications in chronic lung
merokok, sering berolahraga dan diseases. ProQuest, UMI
memperbaiki gaya hidup. Dissertation Publishing, 2011.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya 7. Lange P, Marott JL, Vestbo J, et
Menginngat pengukuran debu al. Prediction of the clinical
terhirup pada penelitian ini hanya course of chronic obstructive
dilakukan 1 jam, diharapkan pulmonary disease, using the
penelitian selanjutnya melakukan new GOLD classification: a
pengukuran selama 6-8 jam study of the general
sesuai dengan jam kerja population. Am J Respir Crit
responden agar dapat Care Med 186:975–981, 2012.
menggambarkan paparan sehari 8. National Heart, Lung and Blood
penuh selama produksi. Institute. Morbidity and Mortality:
Diperlukan pula timbangan 2012 chartbook on
analitik yang sensitifitasnya lebih Cardiovascular, lung, and blood
tinggi dengan ketelitian 0,001mg. diseases 2012. Bethesda: 2013.
Penelitian selanjutnya diharapkan 9. RISKESDAS 2013. Jakarta:
dapat menganalisis kadar silika Ministry of Health, 2014.
dalam debu yang terhirup oleh 10. Anes NI, Kawatu PAT, Umboh
pekerja sehingga dapat JML. Faktor-Faktor Yang
menjelaskan hubungan antara Berhubungan Dengan
debu silika, silikosis dan Gangguan Fungsi Paru Pada
gangguan fungsi paru secara Pekerja di PT . Tonasa Line
jelas. Selain itu pula, peneliti Kota Bitung. JIKMU.
selanjutnya diharapkan dapat 2015;5(3):600–7.
melakukan diagnosis riwayat 11. Epler G. Environmental and
penyakit saluran pernapasan Occupational Lung Disease. In :
yang lebih baik dan dilakukan Clinical Overview Of
oleh tenaga medis secara klinis. Occupational Diseases.
Columbia: Return to Epler;
2000.
12. Mukono H. Prinsip Dasar
Kesehatan Lingkungan.
Surabaya: Airlangga University
Press; 2000.
13. Sudigdo, S. Ismael S. Dasar –
Dasar Metodologi Penelitian
Klinis, Edisi 4. Jakarta: Binarupa
Aksara; 2010.
14. Notoatmodjo. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta; 2010.
15. McDermott HJ. Air Monitoring
For Toxic Exposures.2nd ed.
California; John Wiley & Sons
Inc.2004.
16. Harahap F, Aryastuti E. Uji
Fungsi Paru. Contin Med Educ.
2012;39(4):305–7.
17. Ikawati Z. Lung Function Test II.
Yogyakarta: UGM Press; 2011
18. Loscalzo J. Pulmonologi dan
Penyakit Kritis. 2th ed. Jakarta:
EGC; 2014

Potrebbero piacerti anche