Sei sulla pagina 1di 6

Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2006 1(1): 23-28

STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI IBU DAN KEBIASAAN MAKAN


PADA RUMAH TANGGA DI DAERAH DATARAN TINGGI DAN PANTAI
(Mother’s Nutrition Knowledge and Food Habits of Households in Highland and Coastal Areas)

Ali Khomsan1, Faisal Anwar1, Dadang Sukandar1, Hadi Riyadi1, Eddy S Mudjajanto1

ABSTRACT

Eating habits refer to the behavior of a person or a group of people in satisfying the
need for food, which involves attitude, beliefs, and choice of food. To understand eating
habits, what ought to be considered are food consumption (quantity and quality),
preference of certain food, beliefs, taboo, and attitude toward certain foods. This research
aims to assess mother’s nutrition knowledge and food habits of the households. The study
was conducted in a highland area of Bogor Regency and a coastal area of Indramayu Regency,
West Java, Indonesia. In Bogor, 375 samples and in Indramayu 376 samples were selected
randomly, so the total samples are 751. The data was collected through questionnaires.
Mother’s nutrition knowledge is better in Indramayu than in Bogor. The eating frequency of
1-2 times daily is still dominant in the households of both locations of research. A food
priority for the members (under five year old children) of households who are prone to
nutritional problems is important to reduce the risk of malnutrition. The consumption of
food from animal sources (meat and eggs) in both regions of research is generally still low,
i.e. less than a piece of meat/week, and less than 1 egg/week, except for the consumption
of fish in Indramayu, which is relatively high. The vegetable consumption in Bogor is
relatively high, but fruit consumption is lower than that in Indramayu.
Keywords: nutritional knowledge, food habits, household

PENDAHULUAN1 nuhinya kecukupan gizi), seperti adanya pan-


tangan atau tabu yang berlawanan dengan
Latar Belakang konsep-konsep gizi. Menurut Williams (1993),
masalah yang menyebabkan malnutrisi adalah
Kebiasaan makan adalah tingkah laku
tidak cukupnya pengetahuan gizi dan kurang-
manusia atau kelompok manusia dalam meme-
nya pengertian tentang kebiasaan makan yang
nuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi
baik. Kebiasaan makan dalam rumahtangga
sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan
penting untuk diperhatikan, karena kebiasaan
(Khumaidi, 1989). Suhardjo (1989) menyatakan
makan mempengaruhi pemilihan dan penggu-
bahwa kebiasaan makan individu atau kelom-
naan pangan dan selanjutnya mempengaruhi
pok individu adalah memilih pangan dan
tinggi rendahnya mutu makanan rumahtangga.
mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap
pengaruh fisiologis, psikologis, sosial dan Kebiasaan makan yang terbentuk sejak
budaya. kecil dapat dipengaruhi oleh berbagai hal
antara lain perbedaan etnis, tingkat sosial
Tiga faktor terpenting yang mempenga-
ekonomi, geografi, iklim, agama dan keperca-
ruhi kebiasaan makan adalah ketersediaan
yaan serta tingkat kemajuan teknologi
pangan, pola sosial budaya dan faktor-faktor
(Wardiatmo, 1989). Kebiasaan makan banyak
pribadi (Harper et al., 1986). Hal yang perlu
dipengaruhi oleh variabel lingkungan. Pilihan
diperhatikan dalam mempelajari kebiasaan
dan kegunaan makanan yang ada adalah
makan adalah konsumsi pangan (kuantitas dan
merupakan komponen ekologi. Studi tentang
kualitas), kesukaan terhadap makanan terten-
konsumsi pangan di daerah pedesaan menun-
tu, kepercayaan, pantangan, atau sikap terha-
jukkan adanya keterkaitan antara tingkat kon-
dap makanan tertentu (Wahyuni, 1988).
sumsi masyarakat dengan zona ekologi
Khumaidi (1989) menyatakan bahwa dari (Annegers, 1973 dalam den Hartog, 1995).
segi gizi, kebiasaan makan ada yang baik atau
Menurut den Hartog (1995) kebiasaan
dapat menunjang terpenuhinya kecukupan gizi
makan dapat dibentuk oleh lingkungan sekitar
dan ada yang buruk (dapat menghambat terpe-
dimana seseorang hidup. Adapun beberapa
variabel lingkungan yang berpengaruh terha-
1 dap kebiasaan makan suatu masyarakat adalah
Staf pengajar Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), IPB. lingkungan hidup yang meliputi topografi,

23
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2006 1(1): 23-28

keadaan tanah, iklim, dan flora, lingkungan HASIL DAN PEMBAHASAN


budaya (sistem produksi pertanian) dan popu-
lasi (kelahiran, kematian, migrasi, pertamba- Pengetahuan Gizi Ibu
han penduduk, umur dan jenis kelamin). Hal
Tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata
ini menjadi salah satu pemikiran mendasar
pengetahuan gizi ibu di Bogor dan Indramayu.
untuk mengangkat penelitian ini.
Nilai maksimum adalah 10 dan nilai minimum
adalah 0. Sebaran nilai menunjukkan bahwa
Tujuan
ibu dari rumahtangga miskin di Bogor memiliki
1. Mengetahui tingkat pengetahuan gizi ibu nilai pengetahuan gizi 7.0. Nilai ini sedikit
rumahtangga miskin dan tidak miskin di lebih tinggi daripada nilai ibu dari rumah-
daerah dataran tinggi (Bogor) dan pantai tangga tidak miskin yaitu 6.8. Total keseluruh-
(Indramayu). an (miskin dan tidak miskin) nilai rata-rata
2. Mengetahui kebiasaan makan rumahtangga pengetahuan gizi ibu di Indramayu lebih tinggi
yang meliputi frekuensi konsumsi pangan, (7.4) dibandingkan dengan ibu di Bogor (6.9).
prioritas makanan dan tabu makanan.
Ibu memiliki peran besar dalam keluar-
ga. Ibu-ibu di Indonesia bertanggungjawab
dalam belanja pangan, mengatur menu kelu-
METODE PENELITIAN
arga, mendistribusikan makanan, dan berperan
langsung dalam pemeliharaan anak. Pengeta-
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
huan gizi ibu akan sangat berpengaruh terha-
Penelitian ini menggunakan desain cross- dap keadaan gizi keluarga (Suhardjo, 1989).
sectional survey. Penelitian dilakukan di dua Tingkat pengetahuan gizi ibu yang baik akan
daerah yaitu Bogor (dataran tinggi) dan mempermudah pelaksanaan tanggung jawab-
Indramayu (pantai). Masing-masing daerah di- nya dalam pemilihan jenis pangan yang meng-
wakili oleh tiga kecamatan. Lokasi penelitian andung gizi tinggi untuk seluruh keluarganya
di daerah Bogor meliputi Kecamatan Ciomas, (Harper, Deaton, & Driskel, 1986).
Dramaga dan Ciampea, sedangkan di daerah
Indramayu meliputi Kecamatan Losarang, Tabel 1. Statistik Pengetahuan Gizi Ibu dalam
Kandanghaur, dan Sukra. Penelitian dilakukan Rumahtangga
selama 12 bulan yang dimulai pada November
2004 dan berakhir pada November 2005. Bogor Indramayu
Tingkat
Kemiskinan Rata- Rata-
SD SD
Prosedur Penarikan Contoh rata rata
Miskin 7.0 1.9 7.5 2.3
Sampel keseluruhan berjumlah 751 ru-
mahtangga dengan kriteria utama yaitu memi- Tidak Miskin 6.8 1.9 7.1 8
liki sekurang-kurangnya 1 (satu) anak balita Miskin+Tidak Miskin 6.9 1.9 7.4 2.2
dan memenuhi kriteria miskin atau tidak
miskin menurut BKKBN. Jumlah rumahtangga
miskin sebanyak 513 dan tidak miskin 238. Frekuensi Konsumsi Pangan
Penarikan contoh dilakukan dengan mengguna-
kan penarikan contoh acak pada kedua lokasi Frekuensi Makan Rumahtangga
penelitian. Frekuensi makan akan menentukan jum-
lah makanan yang masuk ke dalam tubuh
Pengolahan dan Analisis Data seseorang sehingga akan menentukan tingkat
kecukupan gizi. Tabel 2 menunjukkan bahwa
Data yang dikumpulkan dalam penelitian
frekuensi makan rumahtangga di Bogor sebagi-
ini adalah data pengetahuan gizi, frekuensi
an besar adalah 1-2x perhari (60.0%) dan untuk
konsumsi pangan, prioritas makan, dan tabu
Indramayu (51.1%) adalah ≥ 3x per hari.
makanan. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan program Microsoft Excel, SPSS, Sebagian besar rumahtangga di Bogor
dan SAS. Pendugaan parameter yang bersifat memiliki kebiasaan makan 1-2x sehari, namun
umum meliputi pendugaan nilai rata-rata bukan berarti kecukupan gizinya tidak terpe-
simpangan baku (standar deviasi) bagi semua nuhi, karena menurut Suhardjo, Hardinsyah
peubah kontinu, dan proporsi bagi peubah dan Riyadi (1988), terdapat beberapa daerah
kategorikal atau peubah kontinu yang di- di Indonesia yang memiliki kebiasaan makan
kategorikan. dua kali sehari. Responden di Indramayu
memiliki kebiasan makan tiga kali sehari atau
lebih.

24
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2006 1(1): 23-28

Pangan Pokok Konsumsi tahu dan tempe antara rumah-


Beras masih menjadi makanan pokok tangga miskin dan tidak miskin di Bogor mau-
sebagian besar masyarakat di Indonesia, pun Indramayu sebenarnya hampir sama.
termasuk di Bogor dan Indramayu. Tabel 3 Rumahtangga miskin di Bogor mengonsumsi
menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tahu (4.1 kali per minggu) dan tempe (4.3 kali
tangga miskin dan tidak miskin di Bogor dan per minggu), sedangkan frekuensi konsumsi di
Indramayu, mengonsumsi beras sebagai ma- Indramayu adalah tahu (4.0 kali) dan tempe
kanan pokok, yaitu antara 16-17 kali per (4.2 kali). Untuk kelompok tidak miskin,
minggu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam frekuensi konsumsi tahu dan tempe di Bogor
satu hari rata-rata rumahtangga mengonsumsi adalah masing-masing 4.5 kali dan 4.8 kali,
beras sebanyak dua kali. sedangkan di Indramayu 3.6 kali dan 4.0 kali.

Tabel 2. Sebaran Rumahtangga menurut Fre- Tabel 4. Rata-rata Frekuensi Konsumsi Pangan
kuensi Makan Lauk-pauk pada Tingkat Rumah-
tangga (kali per minggu)
Frekuensi Makan Bogor Indramayu
Jenis Pangan Bogor Indramayu
(kali) n % n %
Miskin
Miskin Tahu 4.1 4.0
1-2 152 61.3 132 49.8 Tempe 4.3 4.2
≥3 96 38.7 133 50.2 Ikan Asin 7.1 2.2
Total 248 100 265 100 Ikan Laut 0.5 4.7
Ikan Tawar 0.5 1.2
Tidak Miskin
Ikan Pindang 1.7 1.7
1-2 73 57.5 52 46.8
Telur 3.6 4.2
≥3 54 42.5 59 53.2 Tidak Miskin
Total 127 100 111 100 Tahu 4.5 3.6
Miskin+Tidak Miskin Tempe 4.8 4.0
1-2 225 60 184 48.9 Ikan Asin 6.2 1.8
Ikan Laut 1.1 4.9
≥3 150 40 192 51.1
Ikan Tawar 0.8 1.5
Total 375 100 376 100
Ikan Pindang 1.7 1.6
Telur 3.6 4.9
Tabel 3. Rata-rata Frekuensi Konsumsi Pangan
Pokok pada Tingkat Rumahtangga Sayur-sayuran
(kali per minggu)
Untuk rumahtangga miskin maupun tidak
Jenis Pangan Bogor Indramayu miskin, terdapat variasi frekuensi konsumsi
Miskin sayur-sayuran antara responden di Bogor dan
Beras 16.9 17.6 Indramayu. Rumahtangga di Bogor tampak me-
Jagung 1.4 0.8 miliki frekuensi konsumsi lebih tinggi untuk
semua jenis sayuran kecuali kacang panjang.
Singkong 1.9 1.9
Bogor sebagai wilayah dataran tinggi meng-
Ubi Jalar 1.3 1.2 hasilkan sayuran lebih banyak dibandingkan
Tidak Miskin Indramayu sebagai wilayah pantai. Dengan
Beras 16.8 17.6 frekuensi konsumsi sayuran seperti terlihat
Jagung 1.5 0.9 pada Tabel 5 dapat dikatakan bahwa setiap
Singkong 1.4 1.6 hari, rumahtangga di lokasi penelitian mengon-
Ubi Jalar 1.3 0.9 sumsi sayuran secara berganti-ganti.

Buah
Lauk-pauk
Tabel 6 menunjukkan bahwa di Bogor
Lauk-pauk yang biasa dikonsumsi oleh dan Indramayu, baik rumahtangga miskin
masyarakat di lokasi penelitian adalah : tahu, maupun tidak miskin mengonsumsi buah
tempe, ikan, dan telur. Sementara itu, daging dengan frekuensi yang hampir sama yaitu
sangat jarang dikonsumsi karena harganya umumnya kurang dari satu kali per minggu.
relatif mahal. Untuk pisang, baik di Bogor dan Indramayu
frekuensi konsumsinya relatif lebih tinggi dari-

25
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2006 1(1): 23-28

pada konsumsi buah yang lain yaitu lebih dari yang memberikan prioritas utama kepada
satu kali per minggu. balita, dan tidak ada satupun di Indramayu.
Menurut Sediaoetama (1991) anak-anak, teru-
Prioritas Pendistribusian Makanan tama balita harus diberikan jatah utama dalam
distribusi makanan rumahtangga karena anak-
Tabel 7 merupakan tabel yang mema- anak sedang dalam proses pertumbuhan yang
parkan sebaran rumahtangga menurut individu sangat pesat sehingga memerlukan zat-zat
yang diprioritaskan makannya. Penelitian ini makanan yang relatif lebih banyak dengan
mengungkapkan bahwa terdapat kecenderu- kualitas yang lebih baik.
ngan untuk memprioritaskan suami daripada
anggota rumahtangga lainnya. Suami biasanya
Tabel 6. Rata-rata Frekuensi Konsumsi Pangan
dianggap yang paling berkuasa dan kepadanya
Buah-buahan pada Tingkat Rumah-
diberikan keistimewaan dalam banyak hal,
tangga (kali per minggu)
termasuk hak khusus untuk mendapat bagian
makanan yang paling baik dan paling banyak. Jenis Pangan Bogor Indramayu
Miskin
Dalam hal ini isteri akan cenderung
untuk lebih mengutamakan anggota rumah- Pepaya 1.0 0.3
tangga lainnya, misalnya suami atau anak. Pisang 1.5 1.5
Jika istri harus memprioritaskan diri, hal Mangga 0.5 0.1
tersebut terjadi karena keadaan fisiologis yang Rambutan 0.7 0.4
mereka alami, misalnya hamil atau menyusui. Nanas 0.1 0.2
Jambu 0.8 0.4
Tabel 5. Rata-rata Frekuensi Konsumsi Pangan Nangka 0.2 0.1
Sayur-sayuran pada Tingkat Rumah- Tidak Miskin
tangga (kali per minggu)
Pepaya 1.1 0.4
Jenis Pangan Bogor Indramayu Pisang 1.2 1.8
Miskin Mangga 0.4 0.2
Tomat 8.1 6.9 Rambutan 0.4 0.3
Mentimun 2.1 2.5 Nanas 0.1 0.3
Wortel 1.8 1.2 Jambu 1.0 0.4
Bayam 2.5 1.7 Nangka 0.3 0.2
Kangkung 2.3 1.9
Daun Singkong 1.8 0.6 Tabel 7. Sebaran Rumahtangga menurut Prio-
Labu Siam 1.8 1.2 ritas dalam Pendistribusian Makan
Sawi 1.7 1.2 Anggota
Bogor Indramayu
Kacang Panjang 1.5 4.1 Rumahtangga yang
Kacang Tanah 2.0 1.7 Diprioritaskan n % n %
Kacang Buncis 1.7 0.8 Miskin
Tidak Miskin Suami 129 81.1 124 98.4
Tomat 8.6 6.9 Istri 9 5.7 2 1.6
Mentimun 2.3 2.3
Balita dan lainnya 21 13.2 0 0
Wortel 2.0 1.2
Total 159 100 126 100
Bayam 2.4 1.6
Kangkung 2.3 1.9 Tidak Miskin
Daun Singkong 1.6 0.7 Suami 79 79.8 59 100
Labu Siam 1.9 1.3 Istri 5 5.1 0 0
Sawi 2.0 1.1 Balita dan lainnya 15 15.2 0 0
Kacang Panjang 2.3 3.2
Total 99 100 59 100
Kacang Tanah 1.7 1.9
Miskin+Tidak Miskin
Kacang Buncis 2.0 1.0
Suami 208 55.5 183 98.9
Kecenderungan untuk memberikan prio- Istri 14 3.7 2 1.1
ritas makanan yang utama kepada balita dalam
Balita dan lainnya 37 9.9 0 0
penelitian ini masih sangat rendah, yaitu seca-
ra umum hanya 9.9% rumahtangga di Bogor Total 259 69.1 185 100

26
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2006 1(1): 23-28

Tabu Makanan meskipun bayi tersebut selamat sampai dila-


hirkan, namun proses kelahirannya akan sulit
Tabu makanan masih dijumpai di lokasi
dan kulit bayi akan bersisik. Jenis makanan
penelitian. Tabu makanan bahkan sudah di-
yang banyak dipantang wanita hamil di
jumpai sejak usia bayi/balita. Hal ini meng-
Indramayu adalah kerak nasi. Makanan ini
indikasikan masih rendahnya pemahaman gizi
dianggap sebagai penyebab sulitnya proses
masyarakat dan oleh sebab itu perlu berbagai
melahirkan karena anak akan menempel di
upaya untuk memperbaikinya. Pantangan atau
rahim. Beberapa jenis ikan yaitu udang dan
tabu adalah suatu larangan untuk mengon-
sotong juga dianggap sebagai penyebab bayi
sumsi suatu jenis makanan tertentu karena
lahir sungsang, yaitu posisi bayi yang siap
terdapat ancaman bahaya atau hukuman
dilahirkan menjadi terbalik dari seharusnya,
terhadap yang melanggarnya. Dalam ancaman
yaitu posisi kaki di bawah.
bahaya ini terdapat kesan magis yaitu adanya
kekuatan supernatural yang berbau mistik yang Wanita menyusui. Makanan pantangan
akan menghukum orang-orang yang melanggar wanita menyusui antara lain adalah ikan.
pantangan atau tabu tersebut (Susanto, 1991). Mereka beranggapan bahwa bau amis ikan
akan menyebabkan ASI menjadi amis, sehingga
Bayi, Balita Perempuan, dan Balita
bayi menjadi tidak mau menyusu. Hal ini ber-
Laki-Laki. Di Bogor, meskipun sangat sedikit
laku untuk responden di Bogor dan Indramayu.
namun masih ada yang percaya bahwa kepada
bayi dan balita laki-laki tidak boleh diberikan Orang Sakit. Ada beberapa jenis pa-
pisang ambon karena bisa menyebabkan alat ngan yang dilarang untuk dikonsumsi orang
kelamin/skrotumnya bengkak. Balita perempu- yang menderita suatu penyakit tertentu. Misal-
an tidak boleh makan pantat ayam karena nan- nya makanan asin, tidak baik dikonsumsi oleh
ti ketika mereka sudah menikah bisa diduakan orang yang menderita penyakit darah tinggi,
suami. makanan sumber protein (ayam, telor, ikan)
tidak boleh dikonsumsi oleh orang yang sakit
Sementara di Indramayu, makanan gurih
kulit, kangkung tidak baik dikonsumsi oleh
yang diberikan kepada bayi dianggap membuat
orang yang menderita rematik, asam urat dan
pertumbuhannya menjadi terhambat. Untuk
sakit pinggang, dan lain-lain. Biasanya hal ini
balita perempuan, mereka dilarang untuk ma-
tidak berhubungan dengan kepercayaan atau
kan nanas dan timun. Selain itu balita perem-
tradisi tetapi berdasarkan petunjuk dokter
puan dan laki-laki juga tidak boleh mengon-
atau pengalaman dari orang yang pernah
sumsi ketan karena bisa menyebabkan anak
mengalami penyakitnya.
menjadi cadel. Mereka menganggap bahwa
tekstur ketan yang lengket menyebabkan anak
tidak bisa menyebutkan aksara ‘r’ dengan
KESIMPULAN DAN SARAN
benar.
Wanita dan Laki-laki Dewasa. Jenis Kesimpulan
makanan pantangan bagi wanita dan laki-laki
Pengetahuan gizi ibu rumahtangga di
dewasa lebih banyak karena alasan yang
Indramayu lebih baik daripada di Bogor.
menyangkut dengan organ reproduksi/hubung-
Namun demikian, rata-rata nilai pengetahuan
an seksual suami istri. Hal ini berlaku pada
gizi di kedua lokasi masih tergolong sedang
sebagian besar responden di Bogor dan
sehingga masih diperlukan berbagai upaya
Indramayu. Makanan tersebut kebanyakan ada-
(penyuluhan) untuk meningkatkannya.
lah sayur dan buah yang banyak mengandung
air, misalnya nanas, pepaya, semangka, timun, Frekuensi makan 1-2 kali sehari masih
dan labu siam. Jenis makanan tersebut diang- cukup dominan pada rumahtangga di kedua
gap bisa menyebabkan keputihan yang akhir- lokasi penelitian. Di Bogor lebih banyak rumah
nya dapat mengganggu keharmonisan hubung- tangga yang makan 1-2 kali sehari (60%)
an suami dan istri. Sementara untuk laki-laki dibandingkan di Indramayu (48.9%).
dewasa, baik di Bogor dan Indramayu memiliki
Konsumsi pangan hewani (daging dan
suatu kepercayaan bahwa laki-laki dewasa di-
telur) di kedua lokasi penelitian umumnya
larang makan terung, karena membuat mereka
masih rendah kecuali konsumsi ikan di
lemas dan mudah lelah.
Indramayu yang relatif tinggi. Hal ini karena
Wanita Hamil. Di Bogor, jenis maka- akses ikan di Indramayu relatif lebih mudah
nan yang sebagian besar dipantang oleh wanita daripada di Bogor.
hamil adalah nanas. Mengonsumsi nanas keti-
Konsumsi sayur di Bogor relatif tinggi
ka usia kehamilan masih muda dianggap akan
tetapi konsumsi buah-buahan lebih rendah
menggugurkan janin yang ada di rahim, dan
dibandingkan di Indramayu. Bogor yang meru-

27
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2006 1(1): 23-28

pakan daerah pegunungan menghasilkan pro- on Food Habits and Consumption in


duk sayur lebih tinggi sehingga mudah diakses Developing Countries. Margraf Verlag,
oleh masyarakatnya. Germany.
Prioritas makanan pada anggota rumah
Harper LJ, BJ Deaton, & JA Driskel. 1985.
tangga yang rentan terhadap masalah gizi
Pangan, Gizi, dan Pertanian (Suhardjo,
(anak balita) adalah penting untuk mengurangi
penerjemah). UI Press, Jakarta.
risiko kurang gizi. Namun dalam penelitian ini,
prioritas makanan justru ditujukan pada suami
Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Departe-
yang bukan termasuk golongan rawan. Di Bogor
men Pendidikan dan Kebudayaan, Direk-
maupun Indramayu ditemukan fenomena yang
torat Jenderal Pendidikan Tinggi dan
sama dalam hal prioritas makanan pada suami.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
Tabu makanan masih ditemukan di lokasi IPB, Bogor.
penelitian. Tabu makanan yang merupakan
bagian dari budaya menganggap makanan- Sediaoetomo, AD. 1991. Ilmu Gizi. Dian
makanan tertentu berbahaya karena alasan- Rakyat, Jakarta.
alasan yang tidak logis.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departe-
Saran men Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Penyuluhan gizi penting untuk terus
dan Pusat Antar Universitas Pangan dan
menerus dilakukan di kedua lokasi penelitian
Gizi IPB, Bogor.
untuk memperbaiki pengetahuan gizi dan
kebiasaan makan masyarakat. Penyuluhan gizi
Susanto D. 1991. Fungsi-fungsi sosio-budaya
menjadi landasan terjadinya perubahan penge-
makanan. Majalah Pangan, 9, 51-56.
tahuan, sikap dan keterampilan. Kelembagaan
penyuluhan gizi seperti Posyandu perlu lebih
Wahyuni S. 1988. Konsumsi Ikan, Kebiasaan
diperkuat sehingga aktivitas penyuluhan tidak
Makan Anak Balita, dan Status Gizi Anak
terabaikan.
Sekolah Keluarga Nelayan dan Bukan
Nelayan di Kelurahan Tambak, Kecamat-
an Kenjeran, Kotamadya Surabaya, Jawa
UCAPAN TERIMA KASIH
Timur. Skripsi Sarjana Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumber daya Keluarga,
Peneliti mengucapkan terima kasih dan Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
apresiasi kepada Neys van Hoogstraten
Foundation (NHF) The Netherlands, selaku pe- Wardiatmo T. 1989. Makanan dalam arti sehat
nyandang dana penelitian sehingga penelitian dan sosial. Buletin Gizi, 2(13).
ini dapat dilaksanakan.
William SR. 1973. Nutrition and Diet Therapy.
Moshby, St Louis.
DAFTAR PUSTAKA

den Hartog AP, WA van Staveren, & ID


Brouwer. 1995. Manual for Social Surveys

28

Potrebbero piacerti anche