Sei sulla pagina 1di 11

Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No.

2, Agustus 2016: 147-157


ISSN 0216-0897 Terakreditasi
e-ISSN 2502-6267
No. 537/AU2/P2MI-LIPI/06/2013

KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU KABUPATEN


DAN PERKOTAAN: STUDI KASUS PROVINSI BANTEN
(Policy of Green Open Space Utilization of Regencies And Cities: Case Study in
Banten Province)
Epi Syahadat & Sylviani
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim
Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16118, Indonesia
E-mail: syahadatepi@yahoo.com; sylvireg@yahoo.co.id

(kosong dua spasi tunggal, 12 pt)

Diterima 14 Juli 2014, direvisi 17 Juli 2014, disetujui 30 Juli 2016

ABSTRACT
Green open space (GOS) is a space that is dominated by the natural environment, both outside as well as inside the city, in the
form of a garden, courtyard, city recreation areas and green belt. The provision of green open space is a challenge in spatial planning,
especially in terms of land acquisition. This study aims to assess regulatory policies on development and utilization of GOS issued by
the relevant technical ministries. The analytical method used in this study was qualitatif descriptive, based on desk studiy and
assessments from the field in the Banten Province. The result of the study indicated that regulatory policy was done through the process
of zoning regulation with the intent that the guideline of land use in line with spatial plans. Funding source of this GOS came from
Regional Budget Planning and other resources where the activities were monitored by the respective Governor in coordination with
Regent/ Mayor. It needs a strong commitment between Central Government and Local Goverment in developing GOS. Control and
utilization of urban space were organized by the government and involving community's participation

Keyword: Policy; green open space; utilization; regency.

ABSTRAK
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun di dalam
kota, dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau. Penyediaan RTH merupakan
permasalahan dalam penataan ruang terutama dalam hal pembebasan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji kebijakan mengenai pembangunan dan pemanfaatan RTH yang dikeluarkan oleh kementerian-
kementerian teknis terkait. Metode analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah secara kualitatif diskriptif
berdasarkan desk study dan tinjauan lapangan di Provinsi Banten. Berdasarkan hasil kajian kebijakan peraturan
menunjukkan bahwa penataan ruang wilayah dilakukan melalui peraturan zonasi dengan maksud agar pedoman
pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pendanaan RTH berasal
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau sumber dana lainnya sedangkan pengawasan
dilakukan oleh gubernur berkoordinasi bersama bupati/walikota. Diperlukan komitmen yang kuat antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengembangkan RTH. Pengendalian dan pemanfaatan ruang
wilayah perkotaan diselenggarakan oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat.

Kata kunci: Kebijakan; ruang terbuka hijau; pemanfaatan; kabupaten

147
Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No. 2, Agustus 2016: 147-157

I. PENDAHULUAN nya permintaan lahan. Kedua permasalahan di


atas menunjukkan bahwa penyediaan ruang
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan terbuka merupakan permasalahan yang serius dan
(RTHKP) merupakan kebutuhan dalam menjaga harus dicarikan solusinya, karena akan berdampak
keserasian dan keseimbangan ekosistem ling- pada terjadinya konversi lahan dalam skala besar
kungan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. dari lahan pertanian, lahan konservasi, maupun
Sebagai fungsi pengamanan kawasan lindung lahan kosong. Sering kali konversi lahan tersebut
perkotaan dan pengendali pencemaran, keber- menyalahi peruntukan yang telah ditetapkan
adaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sangat penting dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/
untuk menjadikan kota yang sehat, nyaman dan Kota (RTRWK).
asri. Seiring dengan perkembangan pembangunan Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji sejauh
kawasan perkotaan dan pertambahan penduduk mana 1) Kebijakan, perencanaan, pemanfaatan
RTH yang masih hijau banyak berubah fungsi RTH yang dibuat oleh pemerintah sebagai upaya
menjadi tempat permukiman dan tempat pemenuhan kebutuhan akan lahan, 2) Pem-
berusaha, sehingga luas RTH semakin berkurang bangunan RTH beserta sarana prasarana
dan kebutuhan lahan yang mempunyai fungsi pendukungnya terwujud dengan baik sehingga
sebagai resapan air juga berkurang. Berdasarkan tercipta lingkungan yang bersih, indah dan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) nyaman. Diharapkan dari kajian ini dapat
Nomor 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman terwujud sinergitas dan/atau harmonisasi
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka kebijakan tata ruang dan pelaksanaan
Hijau Di Kawasan Perkotaan dan Peraturan pembangunan RTH.
Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1
tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan menetapkan agar II. METODE PENELITIAN
daerah perkotaan memiliki minimal 20% dari luas
kawasan perkotaannya menjadi ruang publik. A. Kerangka Analisis
Terdapat dua jenis RTHKP yaitu publik dan
Pengembangan kawasan perkotaan yang
privat. RTHKP publik adalah RTHKP yang
disebabkan oleh peningkatan aktivitas sosial
penyediaan dan pemeliharaannya menjadi
ekonomi masyarakat, peningkatan berusaha dan
tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota,
jumlah penduduk berdampak pada peningkatan
sementara RTHKP privat adalah RTHKP yang
pembangunan sarana pemukiman, industri dan
penyediaan dan pemeliharaannya dilakukan oleh
transportasi. Implikasi dari keadaan ini adalah
pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masya-
semakin berkurangnya luasan yang diperuntukan
rakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan
untuk RTH dan penurunan kualitas lingkungan.
ruang oleh pemerintah kabupaten (Anonim,
Dengan demikian target menghijaukan suatu
2014).
kawasan selalu tidak dapat terpenuhi. Sehubungan
Permasalahan lain yang dihadapi dalam
dengan hal tersebut, salah satu upaya pemerintah
pembangunan RTH adalah dalam pembebasan
dalam mengembangkan pembagunanan RTH
lahan/tanah yang telah ditunjuk dan/atau
diperlukan sinergitas kebijakan yang dikeluarkan
ditetapkan oleh bupati/walikota sebagai lahan
oleh para pihak sehingga kebutuhan lahan untuk
RTH, karena kebanyakan lahan yang ditunjuk
RTH dapat terpenuhi. Kerangka Pemikiran
masih dimiliki oleh masyarakat (Syahadat &
tentang pemanfaatan ruang wilayah diilustrasikan
Samsoedin, 2013). Implikasi dari meningkatnya
pada Gambar 1.
kebutuhan akan ruang terbuka adalah meningkat-

148
Kebijakan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Kabupaten dan Perkotaan: Studi Kasus Provinsi Banten
(Epi Syahadat & Sylviani)

Peningkatan aktivitas Government Institution (NGI) seperti Interna-


sosial ekonomi tional Center for Research in Agroforestry
masyarakat
Kebijakan (ICRAF), Center for International Forestry
Penyediaan Peningkatan jumlah Research (CIFOR), dan Perguruan Tinggi.
Lahan penduduk dan Penelitian ini dilakukan di Provinsi Banten,
untuk RTH berusaha. dengan pertimbangan bahwa pemerintah daerah
Peningkatan
setempat mempunyai program untuk pengem-
kualitas lingkungan bangan RTH berupa hutan kota dengan mem-
bangun percontohan atau demplot untuk jenis-
Pembangunan
dan jenis kayu atau tumbuhan asli daerah. Informasi
pengembanga yang diperoleh dari Provinsi Banten melalui
n RTH Sinergitas kebijakan tinjauan lapangan dan wawancara dengan dinas
pusat dan daerah kehutanan povinsi dan kabupaten, dinas tata
ruang provinsi.
Sumber (Sources): Data primer (Primary data)
C. Analisis Data
Gambar 1. Kerangka analisis.
Figure 1. Analytical framework Penelitian ini menggunakan metode analisis
deskriptif yang bertujuan menjelaskan sesuatu
seperti apa adanya (as it is) secara lebih mendalam
RTH tidak dapat diartikan semata-mata (Irawan, 2007). Analisis ini menguraikan sejauh
kumpulan atau penanaman berbagai jenis mana pentingnya RTH untuk suatu daerah.
tanaman penghijauan belaka, tetapi merupakan Metode analisis isi (content analysis) adalah satu
suatu wadah yang dapat menampung kegiatan dan teknik analisis terhadap beberapa sumber
aktifitas tertentu dari warga setempat ataupun informasi termasuk bahan cetak (buku, artikel,
secara berkelompok. Sebagai wadah untuk dapat koran dan majalah) dan bahan non cetak (Irawan,
menampung semua kegiatan atau aktivitas 2007). Analisis isi digunakan untuk melihat sejauh
masyarakat, seperti tempat rekreasi, tempat mana perbedaan isi dan substansi aturan atau
bermain, atau kegiatan sosial lainnya, selain kebijakan yang dikeluarkan oleh beberapa
sebagai fungsi rekreasi, ruang terbuka ini juga kementerian terkait dalam pembangunan RTH.
mempunyai fungsi: 1) Ekologis, penyegaran Efektivitas peraturan sebagai dasar acuan dalam
udara, penyerapan air hujan, pengendali banjir, pelaksanaan di lapangan dinilai dengan
membantu proses recyling, memelihara ekosistem menggunakan kriteria dan indikator terkait
tertentu; 2) Estetis, membentuk perspektif dan dengan (i) kesiapan sumber dana, (ii) penetapan
efek keindahan lingkungan lansekap, pelembut lahan, dan (iii) jenis tanaman yang digunakan.
arsitektur bangunan. Selanjutnya akan dikaji solusi dan rekomendasi
yang dapat dilakukan oleh para pihak terkait.
B. Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan desk study yang D. Ruang Lingkup Kajian
menghimpun aturan-aturan dari beberapa Dalam kajian ini ruang lingkup penelitian
kementerian antara lain, adalah: Kementerian dibatasi pada kebijakan Permendagri Nomor 1
Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka
(PU) dan Kementerian Kehutanan (saat ini Hijau Kawasan Perkotaan, PermenPU Nomor
menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan
Kehutanan) yang berkaitan dengan pemanfaatan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
lahan untuk RTH seperti peraturan perundangan Kawasan Perkotaan dan Peraturan Menteri
tentang tata ruang. Informasi lainnya adalah Kehutanan (Permenhut) Nomor P.71/Menhut-
berupa laporan kajian yang dilakukan oleh Non II/2009 Tahun 2009 tentang Pedoman
Government Organization (NGO) atau Non- Penyelenggaraan Hutan Kota Terminologi yang

149
Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No. 2, Agustus 2016: 147-157

digunakan pada masing-masing peraturan adalah untuk mendukung terbentuknya RTH di wilayah
definisi tata ruang, definisi RTH, tujuan pem- kabupaten/perkotaan, maka Kementerian Dalam
bangunan RTH, fungsi RTH, manfaat RTH, Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan
pengawasan, pendanaan, jenis RTH, luas RTH, Kementerian Kehutanan menyikapi persoalan
dan jenis vegetasi. tersebut dengan membuat dasar acuan yang
diwujudkan dalam Permendagri Nomor 1 tahun
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 2007, PermenPU Nomor 05/PRT/M/2008 dan
Permenhut Nomor P.71/Menhut-II/2009 Tahun
A. Kebijakan Pemanfaatan Ruang Wilayah 2009. Permasalahannya adalah sejauh mana
sinergitas dari kebijakan dapat diimplementasikan
Kegiatan pemanfaatan ruang wilayah untuk
di tingkat tapak dengan pembangunan RTH
membangun RTH di kabupaten/kota tidak akan
dalam hal ini oleh pemerintah daerah setempat.
berjalan tanpa ada dasar acuan atau kebijakan
Pada Tabel 1 di bawah dapat dilihat klausul atau
terkait dengan pemanfaatan ruang wilayah.
pandangan terkait dan diberlakukan yang telah
Mengingat pentingnya pembangunan RTH dan
dibuat.

Tabel 1. Perbedaan Peraturan Menteri terkait pembentukan RTH


Table 1. Differences of related regulation of Green Open Space fomulation
Permenhut Nomor
Permendagri No 1 PermenPU Nomor
P.71/Menhut -II/2009
Uraian tahun 2007 05/PRT/M/2008 (Regulation
No Tahun 2009 (Regulation
(Discription) (Regulation minister of internal minister of public works
minister of forestry No
affair no 1/2007) No05/PRT/M/2008)
P.71/Menhut-II/2009)
1 Definisi RTH (Pasal 1, ayat 1). Ruang (Pasal 1, ayat 1). Ruang (Pasal 1, ayat 9). Ruang
(GOS definition) Terbuka adalah ruang-ruang Terbuka Hijau adalah area Terbuka Hijau adalah area
dalam kota atau wilayah yang memanjang / jalur dan / atau memanjang / jalur dan /
lebih luas baik dalam bentuk mengelompok, yang atau mengelompok, yang
area / kawasan maupun penggunaannya lebih bersifat penggunaannya lebih
dalam bentuk area terbuka, tempat tumbuhan bersifat terbuka, tempat
memanjang / jalur di mana tanaman, baik yang tumbuh tumbuh tanaman, baik
dalam penggunaannya lebih secara alamiah maupun yang yang tumbuh secara
bersifat terbuka yang pada sengaja ditanam. alamiah maupun yang
dasarnya tanpa bangunan. sengaja ditanam.
2 Tujuan RTH a) Menjaga keserasian dan a) Menjaga ketersediaan lahan Penyelenggaraan hutan
(Goal of GOS) keseimbangan ekosistem sebagai kawasan resapan kota bertujuan untuk
lingkungan perkotaan air kelestarian, keserasian dan
b) Mewujudkan b) Menciptakan aspek keseimbangan ekosistem
keseimbangan antara planologis perkotaan perkotaan yang meliputi
lingkungan alam dan melalui keseimbangan unsur lingkungan, sosial
lingkungan buatan di antara lingkungan alam dan dan budaya.
perkotaan lingkungan binaan yang (Pasal 2, ayat 1).
c) Meningkatkan kualitas berguna untuk kepentingan
lingkungan perkotaan yang masyarakat
sehat, indah, bersih, dan c) Meningkatkan keserasian
nyaman. lingkungan perkotaan
(Pasal 2) sebagai sarana pengaman
lingkungan perkotaan yang
aman, nyaman, segar,
indah, dan bersih.
3 Penyediaan (Pasal 12, ayat 1) Menyediakan acuan yang (Pasal 39, ayat 1)
dan Pemanfaatan RTHKP memudahkan pemangku Pemanfaatan hutan kota
Pemanfaatan mencakup kegiatan kepentingan baik pemerintah sebagaimana dimaksud
RTH pembangunan baru, kota, maupun pihak terkait dalam Pasal 32, ayat (2)

150
Kebijakan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Kabupaten dan Perkotaan: Studi Kasus Provinsi Banten
(Epi Syahadat & Sylviani)

Tabel 1. Lanjutan
Table 1. Continued
Permenhut Nomor
Permendagri No 1 PermenPU Nomor
P.71/Menhut -II/2009
Uraian tahun 2007 05/PRT/M/2008 (Regulation
No Tahun 2009 (Regulation
(Discription) (Regulation minister of internal minister of public works
minister of forestry No
affair no 1/2007) No05/PRT/M/2008)
P.71/Menhut-II/2009)
(Prepare and pemeliharaan dan dalam perencanaan, huruf d, antara lain untuk
utilization of pengamanan RTH. (Pasal 12, perancangan, pembangunan, keperluan:
GOS) ayat 6) pemanfaatan RTHKP dan pengelolaan RTH (Pasal a) Pariwisata alam,
diperkaya dengan memasukan 2, ayat 1). rekreasi dan atau olah
berbagai kearifan lokal dalam Ruang lingkupnya adalah raga;
penataan ruang dan ketentuan umum, ketentuan b) Penelitian dan
konstruksi bangunan taman teknis, dan prosedur pengembangan;
yang mencerminkan budaya perencanaan dan peran c) Pendidikan;
setempat. masyarakat dalam penyediaan d) Pelestarian plasma
dan pemanfaatan RTH. nutfah; dan atau
e) Budidaya hasil hutan
bukan kayu.
4 Luas RTH (Pasal 9, ayat1) Luas ideal Proporsi RTH pada wilayah (Pasal 8, ayat 2) Luas
(GOS Area) RTHKP minimal 20 % dari perkotaan adalah sebesar 30% hutan kota dalam satu
luas kawasan perkotaan. yang terdiri dari 20% RTH hamparan yang kompak
Dalam ayat (2) luas tersebut publik dan 10% RTH privat. paling sedikit 0,25 ha,
mencakup RTHKP publik (Lampiran PermenPU Nomor pada ayat (3) persentase
dan privat. 05/PRT/M/2008) luas hutan kota paling
sedikit 10% dari wilayah
perkotaan dan atau
disesuaikan dengan
kondisi setempat.
5 Jenis Vegetasi (Pasal 13, ayat2) vegetasi yang Kriteria Vegetasi untuk RTH (Pasal 16, ayat 2)
( Kinds of dimaksud pada Pasal 13 ayat dan Taman Kota, adalah Karakteristik Tipe
Vegetation) (1) disesuaikan dengan sebagai berikut: kawasan pemukiman:
bentuk dan sifat serta Tidak beracun, tidak berduri, • Pohon-pohon dengan
peruntukannya, yaitu: tidak mudah patah, perakaran perakaran kuat, ranting
Tanaman yang tidak mengganggu pondasi tidak mudah patah, daun
dikembangkan tidak (Lampiran PermenPU tidak mudah gugur.
membahayakan manusia dan Nomor 05/PRT/M/2008 • Pohon-pohon penghasil
memperhatikan nilai estetika. tentang Pedoman Penyediaan bunga, buah, dan biji
dan Pemanfaatan RTH di yang bernilai ekonomis
Kawasan Perkotaan)
Sumber (Sources): Data diolah (Data processed)

Dalam Undang-Undang Republi Indonesia bahwa peraturan zonasi dimaksud sebagai pedo-
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, man pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam
Pasal 1 angka (31) menyatakan bahwa RTH Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia
adalah area memanjang/jalur dan atau mengelom- Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata
pok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, Ruang Wilayah Nasional menyatakan bahwa:
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh RTH adalah area memanjang/jalur dan atau
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam, mengelompok, yang penggunaannya lebih
sementara dalam pasal 35 pengendalian bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif ditanam. Dari dua definisi terkait RTH pada
dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. dasarnya adalah sama tidak jauh berbeda.
Selanjutnya dalam Pasal 36, angka (1) menyatakan Berdasarkan Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa

151
Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No. 2, Agustus 2016: 147-157

definisi RTH berdasarkan Peraturan Kemen- bahan-bahan yang dapat memberikan insentif
terian Pekerjaan Umum (PU) dan Kementerian secara langsung seperti dari kayu, buah, daun dan
Kehutanan pun tidak jauh berbeda, hanya dalam bunga; dan 2) Manfaat secara tidak langsung, yaitu
definisi yang diterbitkan oleh Kementrerian sebagai pembersih udara, pemelihara keberlang-
Dalam Negeri dalam bentuk Permendagri nomor sungan persediaan air, pelestarian fungsi ling-
1 tahun 2007 agak sedikit berbeda, dimana dalam kungan beserta keanekaragaman hayati. Semen-
Permen tersebut menyatakan RTH adalah ruang- tara itu menurut Permendagri Nomor 1 tahun
ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik 2007 dan Permenhut Nomor P.71/Menhut-
dalam bentuk area/kawasan maupun dalam area II/2009 tahun 2009 fungsi RTH hanya sebagai
memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya fungsi ekologi.
bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa Berkaitan dengan struktur dan pola peman-
bangunan. Terlepas dari adanya perbedaan terkait faatan ruang Kota Serang Provinsi Banten,
definisi mengenai pemanfaatan RTH, kewe- kebijakan tentang pemanfaatan RTH merupakan
nangan Kementerian Dalam Negeri merupakan program jangka menengah dalam menciptakan
hak prerogatif dalam menentukan tata ruang Kota Hijau. Berdasarkan ketiga peraturan tersebut
wilayah baik di kabupaten maupun kota. Semen- di atas baik dari definisi, tujuan dan manfaat RTH
tara itu bila dilihat dari tujuan pengembangan mencerminkan bahwa adanya kesesuaian kebi-
RTH berdasarkan ketiga peraturan tersebut jakan-kebijakan tersebut dengan program Kota
hampir sama yaitu untuk menjaga kelestarian, Hijau Kabupaten Serang. Dengan pengaturan
keserasian dan keseimbangan ekosistem per- zonasi dari hulu hingga ke hilir penentuan jenis
kotaan yang aman, nyaman, segar, indah, bersih tanaman sudah tertuang dalam ketiga peraturan
yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan tersebut. Rencana struktur pelayanan kegiatan
budaya. Berdasarkan ketiga Permen tersebut, Kota Serang Provinsi Banten dimaksudkan untuk
kebijakan pemanfaatan ruang wilayah dimaksud menciptakan keteraturan ruang. Setiap pusat
untuk membuat dan atau menyediakan acuan yang pelayanan merupakan lokasi terkonsentrasinya
dapat mempermudah pemangku kepentingan fasilitas pelayanan yang berperan sebagai faktor
dalam hal ini adalah pemerintah daerah (provinsi, pengikat setiap Pusat Wilayah Pengembangan
dan kabupaten/kota) baik secara teknis maupun (WP). Pusat Wilayah Pengembangan (WP) ini
non teknis mengenai prosedur perencanaan dan diharapkan dapat memenuhi tuntutan kebutuhan
peran serta masyarakat dalam penyediaan dan penduduk dalam melaksanakan aktivitas sosial
pemanfaatan ruang wilayah. Dari keterangan di ekonomi. Sedangkan penempatan lokasi beserta
atas kita melihat bahwa kebijakan pemanfaatan daerah pelayanannya yang jelas akan mengarah
ruang wilayah atau pembentukan zonasi ruang pada efisiensi dan efektifitas pola pelayanan yang
wilayah memang diperlukan terkait dengan akhirnya mengarah pada efisiensi pemanfaatan
kebijakan yang akan dibuat selanjutnya, misalnya ruang.
terkait dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
atau pajak pembangunan daerah, karena dengan B. Perencanaan Pengembangan Ruang Ter-
dilakukan pengaturan zonasi ruang wilayah buka Hijau (RTH)
dengan melihat kriteria indikator yang telah sesuai Perencanaan merupakan salah satu aspek
dengan RTRW diharapkan tidak ada lagi pihak- dalam pengelolaan lingkungan, termasuk
pihak yang merasa dirugikan. pengelolaan RTH untuk lingkungan pemukiman.
Berdasarkan isi klausul dalam PermenPU
Perencanaan RTH yang matang, dapat menjaga
Nomor 05/PRT/M/2008 Pembangunan RTH
keseimbangan dan keharmonisan antara ruang
mempunyai 3 (tiga) fungsi pokok, yaitu: a) Fungsi
terbangun dan ruang terbuka dalam suatu
sosial dan budaya; b) Fungsi ekonomi; dan c)
pemukiman (Prihatiningsih & Buchori, 2013).
Fungsi estetika (ekologis). Manfaat yang diharap-
Dalam membuat perencanaan pengelolaan RTH
kan diantaranya, adalah: a) Manfaat secara
terlebih dahulu membuat konsep perencanaan
langsung, yaitu membentuk keindahan dan kenya-
bentuk RTH apakah berupa taman kota, sarana
manan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan

152
Kebijakan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Kabupaten dan Perkotaan: Studi Kasus Provinsi Banten
(Epi Syahadat & Sylviani)

rekreasi atau sarana pendidikan dan lain-lain. C. Kebijakan Pembangunan RTH Berdasar-
Disamping itu hal terpenting adalah status lahan kan Zonasi
bukan dalam sengketa.
Pembangunan RTH masih bersifat kondisio-
Pemanfaatan tata ruang wilayah tidak selalu
nal, artinya pembangunan dilakukan karena
sesuai dengan apa yang diharapkan, sering kali
adanya kondisi tertentu, sebagai contoh dengan
terkena hambatan atau kendala yang diakibatkan
adanya ajang lomba daerah untuk mendapatkan
oleh adanya faktor, baik eksternal maupun faktor
predikat kota terbaik, bersih, indah dan nyaman
internal, sehingga mengakibatkan adanya ketidak-
dengan penganugrahan Piala Adipura, dimana
sesuaian antar rencana dengan kenyataan atau
salah satu persyaratan untuk mendapatkan piala
kondisi yang sesungguhnya di lapangan. Peren-
Adipura harus ada RTH, sehingga pemerintah
canaan yang dilakukan dengan tepat akan meng-
daerah berlomba untuk membangun RTH,
hasilkan kualitas lingkungan yang baik dan dapat
terkadang tidak melihat pada RTRW yang telah
diantisipasi apabila terjadi perubahan lingkungan
dibuat. Disini diperlukan komitmen dari
sosial.
pemerintah daerah bahwa pembangunan RTH
Sebagaimana tertuang dalam PermenPU
memang merupakan suatu kebutuhan sebagai
Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
penyeimbang ekosistem lingkungan suatu daerah.
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka
Peraturan zonasi bukan merupakan turunan
Hijau di Kawasan Perkotaan telah mengatur
dari suatu rencana atau disusun berdasarkan
ketentuan luas minimal penyediaan ruang terbuka
rencana rinci tata ruang, seperti yang tercantum
hijau sebesar 30% dari luas wilayah kota yang
dalam UU Nomor 26 tahun 2007, pasal 20 (ayat, 1
terdiri dari 20% untuk RTH publik dan 10%
huruf f) yang menyatakan bahwa: Rencana Tata
untuk RTH privat. Dengan peraturan ini diharap-
Ruang Nasional memuat, (langsung ke huruf f ) -
kan setiap warga melakukan perencanaan peng-
arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
hijauan secara tepat untuk lingkungan pemukiman
nasional yang berisi indikasi arahan peraturan
dan rumah tinggal sebagai pendukung RTH
zonasi sistim nasional, arahan perizinan, arahan
perkotaan.
insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Ada 4 (empat) hal yang perlu diperhatikan
Kemudian dalam pasal 26 ayat 1 huruf f
dalam perencanaan pengembangan RTH yang
dinyatakan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah
fungsional dalam suatu wilayah perkotaan antara
Kabupaten memuat (langsung ke huruf f)
lain (Febry, 2014).
ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
1) Luas RTH minimum berdasarkan tiga kom-
wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum
ponen, yaitu: a) Daya dukung wilayah, b)
peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan
Kebutuhan terhadap kenyamanan, kesehatan,
insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi,
dan bentuk pelayanan lainnya, dan c) Arah dan
selanjutnya dalam pasal 36 ayat 2 dinyatakan:
tujuan pembangunan kota.
peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana
2) Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia
rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan
untuk RTH.
ruang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
3) Sruktur dan pola RTH yang akan dikembang-
peraturan zonasi tidak bersifat localized dan partial,
kan.
akan tetapi peraturan zonasi bersifat universal
4) Jenis tanaman sesuai dengan kepentingan dan
dimana beberapa bagian wilayah kota atau bahkan
tujuan pembangunan kota.
beberapa kota memiliki peraturan zonasi yang
Partisipasi masyarakat dalam perencanaan,
sama. Dalam penataan ruang, peraturan zonasi
pemanfaatan dan pengendalian RTH sangat di-
lebih penting dibandingkan perencanaan wilayah.
perlukan untuk menghindari terjadinya penyim- Sebagaimana konsep increamental planning dari
pangan dalam pemanfaatan ruang. Masyarakat Houston dan konsep zoning plan dari Perancis
dalam hal ini dapat berupa individu, kelompok,
terdapat perbedaan dalam penataan ruang.
lembaga ataupun swasta.
Hampir di semua negara, peraturan zonasi
ditetapkan sebagai peraturan nasional, meskipun

153
Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No. 2, Agustus 2016: 147-157

yang diatur adalah muatan yang lebih bersifat Terkait dengan kegiatan penelitian peman-
lokal, seperti di Inggris, Perancis, Jepang, Malaysia faatan RTH kabupaten/kota yang mengambil
dan lain sebagainya. Amerika Serikat juga sampai lokasi di Provinsi Banten, berdasarkan karakteris-
sekarang masih menetapkan zoning sebagai tik RTH di Provinsi Banten pengembangannya
peraturan nasional dan telah diadopsi oleh banyak ditentukan berdasarkan zonasi seperti (1) zonasi
kota disana. Namun masih diberikan kelonggaran pantai merupakan kawasan yang diperuntukan
bagi setiap kota untuk menyusun peraturan bagi terlindungnya ekosistem bakau dan hutan
zonasinya sendiri. Demikian juga hendaknya bagi pantai yang diharapkan sebagai pendukung ruang
Indonesia, seyogyanya peraturan ini bersifat terbuka hijau dan kawasan lindung yang ter-
nasional, sehingga lebih mudah melaksanakan integrasi dengan kegiatan wisata dan pendidikan,
pemaduserasian rencana tata ruang antar wilayah (2) zonasi pedalaman, kawasan yang diperuntukan
yang setara (Direktorat Jenderal Cipta Karya, sebagai perlindungan ekosistem dataran rendah
2014). atau daratan, dan (3) zonasi pegunungan, kawasan
Untuk menyamakan persepsi maka terlebih yang diperuntukan untuk menyediakan ruang
dahulu perlu disampaikan beberapa definisi yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu
tentang apa yang dimaksud dengan zona, zoning dilestarikan untuk tujuan perlindungan ekosistem
dan zoning regulation, yaitu: (i) zona adalah kawasan dataran tinggi.
atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik Pengembangan RTH di Provinsi Banten
lingkungan yang spesifik; (ii) zoning, adalah diwujudkan dalam bentuk pembangunan hutan
pembagian kawasan ke dalam beberapa zona kota yang tersebar di beberapa kabupaten dan
sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau kota. Hutan kota merupakan kawasan vegetasi
diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain. berkayu yang luas serta jarak tanamnya terbuka
Menurut (Barnett, 1982) menyatakan bahwa bagi umum, mudah dijangkau oleh penduduk kota
zoning adalah pembagian lingkungan kota kedalam dan dapat memenuhi fungsi perlindungan, seperti
zona-zona dan menetapkan pengendalian, kelestarian tanah, tata air, ameliorasi iklim,
pemanfaatan ruang, memberlakukan ketentuan penangkal polusi udara, kebisingan dan lain-lain
hukum yang berbeda-beda; (iii) Sedangkan zoning (Samsoedin & Subiandono, 2007). Berdasarkan
regulation dapat didefinisikan sebagai ketentuan informasi Dinas Kehutanan Provinsi Banten
yang mengatur tentang klasifikasi, notasi dan (Dinas Pertanian, 2013) bahwa hingga tahun 2012
kodifikasi zona-zona dasar, peraturan pengguna- tercatat ada 7 (tujuh) hutan kota yang sudah
an, peraturan pembangunan dan berbagai dibangun (pada Tabel 2).
prosedur pelaksanaan pembangunan.

Tabel 2. Pembangunan hutan kota di Provinsi Banten hingga tahun 2012


Table 2. Urban forest development in Banten Province until 2012
Lokasi Luas/ha Tipe hutan kota Wilayah DAS
No
(Location) (Area/ha) (Urban forest type) (Catchment Area)
1 Kabupaten Lebak (Lebak regency) 1,80 Pemukiman dan Rekreasi Ciujung
(Settlement and recreation)
2 Kota Serang (Serang city) 5 Pariwisata dan olah raga Ciliman
(Tourism and sport)
3 Kota Tangerang (Tangerang city) 66 - Cisadane
4 Kota Cilegon (Cilegon city) 25,10 Heterogen Cibanten
5 Kabupaten Tangerang (Tangerang regency) 8,5 Heterogen Cisadane
6 Kabupaten Pandeglang (Pandeglang distric ) 10,8 - Ciujung
7 Kota Tangerang Selatan (South Tangerang city) 1 - Pesanggrahan/
Angke
Jumlah (Total) 93,3
Sumber (Sources): Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Provinsi Banten, 2013

154
Kebijakan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Kabupaten dan Perkotaan: Studi Kasus Provinsi Banten
(Epi Syahadat & Sylviani)

Pada Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa D. Pendanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
pengembangan hutan kota di Provinsi Banten
Dalam implementasi kebijakan pendanaan
sudah mengacu pada aturan yang ada, yaitu
tentang penetapan luas minimal hutan kota, yaitu pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH),
0,25 ha. Tutupan lahan pada masing-masing hutan berasal dari APBD daerah atau sumber dana
kota berbeda sesuai dengan zonasi wilayahnya ada lainnya seperti dana yang dikeluarkan oleh
pemukiman, sawah dan semak belukar. Hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
menunjukkan bahwa luasan hutan kota sudah (d/h Kementerian Kehutanan), sedangkan
memenuhi kriteria yang ditentukan. pengawasan dilakukan oleh gubernur berkoor-
Kriteria pengembangan jenis pohon didasar- dinasi bersama bupati/walikota. Berbeda dengan
kan atas bentang alam, wilayah kikisan dan pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian
endapan. Jenis tumbuhan pada kawasan pantai Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (d/h
seperti cemara laut dan ketapang, kawasan daratan Kementerian Kehutanan) terhadap pembangun-
seperti jelutung, banggris, durian dan lain-lain, an RTH yaitu dengan diwujudkan dalam bentuk
jenis tumbuhan pada kawasan pegunungan pembangunan hutan kota seperti halnya yang
umumnya tumbuhan seperti pinus, agatis dan dilakukan oleh Provinsi Banten. Dalam bunyi
pohon kehutanan lainnya. Jenis tumbuhan yang Pasal (42), ayat (1) Permenhut nomor P.71/
ada pada kawasan hutan kota berdasarkan zonasi Menhut-II/2009 tahun 2009 menyatakan Menteri
di Provinsi Banten sangat bervariasi (Tabel 3). melakukan pengawasan terhadap penyelenggaran
Berdasarkan Tabel 3 dapat dikatakan bahwa hutan kota yang dilakukan oleh pemerintah
kriteria agro ekologis jenis pohon yang tumbuh daerah, kondisi demikian memang seharusnya
pada zonasi pantai dan daratan di kawasan hutan dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
kota Provinsi Banten sudah sesuai, namun pada Dan Kehutanan (d/h Kementerian Kehutanan),
zonasi pegunungan belum selesai. Karena masih karena sudah memberikan dana bantuan yang
pada tahap persiapan baik dalam peraturan tidak sedikit dalam upaya pembangunan RTH
maupun pendanaan, sementara itu tanaman yang dalam bentuk hutan kota kepada daerah. Akan
ada saat ini adalah merupakan pohon-pohon yang tetapi dalam ayat (2) Menteri dapat melimpahkan
ditanam oleh masyarakat setempat. Apabila dikait- pengawasan atas penyelenggaraan hutan kota di
kan dengan ketiga Permen tersebut (PermenPU kabupaten/kota kepada gubernur selaku wakil
Nomor 05/PRT/M/2008, Permendagri nomor 1 pemerintah di daerah sesuai dengan undang-
tahun 2007 dan Permenhut nomor P.71/Menhut- undang, dari bunyi klausul ini menunjukan adanya
II/2009 Tahun 2009 penentuan jenis vegetasi pelimpahan kewenangan antara pemerintah pusat
untuk kawasan RTH/hutan kota di Provinsi dan daerah (provinsi, kabupaten/kota) dan ini
Banten sudah sesuai dengan kriteria yang merupakan realisasi dari PP nomor 38 tahun 2007
ditentukan. tentang pelimpahan kewenangan antara pusat dan
Tabel 3. Jenis pohon yang tumbuh pada kawasan hutan kota di Provinsi Banten.
Table 3. Kind of trees grown in urban forests in Banten Province
Lokasi Hutan Kota Jenis Tanaman
No
(Urban Forest Location) (Kinds of Tree)
1 Pegunungan (Hulu) Jati, jengkol, pisang dan semak belukar
(Uphill/upstream)
2 Daratan tertutup (Tengah) Mindi, glodokan tiang, sengon, mahoni, jati, akasia mangium, gamal, pulai,
(Covered areamiddle stream) trembesi, tanjung, kelapa, bintaro, jabon, dan d adap merah., vilisium, hujan
mas, ketapang, nyamplung, palm raja, dan kersen.
3 Pantai (Hilir) Akasia, mahoni, mangga, beringin, trembesi, flamboyan, bungur, ekaliptus, jati,
(Coastal/downstream) kupu-kupu, gelodogan jawa, tanjung, filisium, bintaro, matoa, dan angsana,
randu, sengon, mahoni, .tanjung, cemara laut, ketapang, gmelina, waru, sawit,
kelapa, putat, jambu batu, kamboja, pete, tangkil, dan araohania
Sumber (Sources) : Data diolah (Data processed)

155
Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No. 2, Agustus 2016: 147-157

daerah. Untuk kisaran luas dalam pembangunan karena menganggap tidak penting dan ada yang
RTH dari semua bunyi Peraturan Menteri yang lebih penting lagi, yaitu perolehan dan pening-
diterbitkan agak berbeda seperti Permendagri katan PAD yang maksimal dengan banyak
Nomor 1 tahun 2007 menyatakan luas ideal untuk mengeluarkan izin. Oleh karenanya dalam upaya
RTH minimal 20% dari luas kawasan perkotaan, menciptakan ekosistem lingkungan yang lebih
PermenPU Nomor 05/PRT/M/2008 menyata- baik, disisni dituntut komitmen pemerintah
kan proporsi untuk RTH adalah sebesar 30% daerah dalam pembangunan RTH, karena
yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH program ini sudah merupakan kebutuhan suatu
privat, dalam Permenhut nomor P.71/Menhut- daerah untuk menciptakan kualitas lingkungan
II/2009 tahun 2009 dalam Pasal (8), ayat (2) perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.
menyatakan bahwa: luas hutan kota dalam satu
hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 ha,
selanjutnya dalam ayat (3) menyatakan persentase IV. KESIMPULAN DAN SARAN
luas hutan kota 10% dari wilayah perkotaan dan
atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Inti A. Kesimpulan
permasalahan dari semua bunyi klausul dalam
Perencanaan penataan ruang wilayah salah
peraturan menteri tersebut di atas menunjukan
satunya dilakukan melalui pembangunan RTH.
bahwa pemerintah harus mencadangkan ruang
Kebijakan dalam perencanaan, pembangunan dan
wilayahnya untuk pembangunan RTH, artinya
pemanfaatan RTH tertuang dalam 3 (tiga)
dalam pembuatan dan penyusunan RTRW,
Peraturan Menteri yaitu: Kementerian Dalam
pemerintah daerah setempat harus memasukan
Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan
dan mencadangkan ruang wilayahnya untuk
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
pembangunan RTH.
(d/h Kementerian Kehutanan). Berdasarkan
Pada Tabel 1 di atas menunjukan pemerintah
ketiga peraturan tersebut baik ditinjau dari tujuan
dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri,
dan pemanfaatan RTH maupun jenis tanaman
Kementerian Pekerjaan Umum, dan Kementerian
yang dianjurkan terdapat kesamaan dalam pasal-
Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (d/h
pasal yang terkait sehingga ketiga peraturan ini
Kementerian Kehutanan) telah menunjukan
dapat digunakan sebagai acuan dalam pem-
keseriusannya dalam pembangunan RTH, akan
bangunan RTH di Kabupaten Serang Provinsi
tetapi dalam pelaksanaannya tidak jalan, hasilnya
Banten. Pembangunan RTH dalam suatu ruang
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kondisi
wilayah bertujuan untuk fungsi perlindungan atau
demikian merupakan hal yang bisa saja terjadi,
pengamanan lingkungan baik mikro maupun
karena pelaksanaan atau sasaran dari program
makro. Pemanfaatan ruang dilakukan melalui
tersebut adalah kabupaten/kota yang merupakan
peraturan zonasi dengan maksud agar pedoman
daerah otonom. Sesuai dengan undang-undang
pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan
mengenai daerah otonomi yang berlaku pemerin-
RTRW. Pembangunan RTH dalam bentuk hutan
tah kabupaten/kota bisa saja melakukan program
kota di Provinsi Banten dilakukan di 3(tiga)
tersebut, atau tidak melakukan program tersebut
kabupaten dan 4 (empat) kota berdasarkan zonasi
karena sudah mempunyai RTRW yang telah siap
dari hulu sampai ke hilir dengan jenis tanaman
untuk dijalankan. Walaupun sebenarnya nomen-
lokal dan jenis pohon kehutanan.
klatur pembangunan RTH sudah ada dan merupa-
kan kebijakan yang diambil oleh Kementerian B. Saran
Dalam Negeri maupun Kementerian Pekerjaan
Umum (PU), dan dalam pembuatan RTRW yang Penyediaan dan pemanfaatan ruang wilayah
menjadi dasar acuan adalah kebijakan yang untuk kepentingan RTH di Kabupaten Serang
dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri sebaiknya mengacu kepada ketiga peraturan
maupun Kementerian Pekerjaan Umum (PU), menteri tersebut. Berdasarkan kriteria agro
akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak dilakukan ekologis penentuan jenis pohon terutama pada

156
Kebijakan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Kabupaten dan Perkotaan: Studi Kasus Provinsi Banten
(Epi Syahadat & Sylviani)

zonasi dari hulu hingga kehilir terutama zonasi Febry, A. (2014). Ruang terbuka hijau dalam
pegunungan disarankan untuk ditanami jenis perencanaan kota. Makassar: Fakultas Sains dan
tanaman pohon kehutanan mengingat lokasi yang Teknologi, Universitas Islam Negeri
dicadangkan untuk RTH di Provinsi Banten Alauddin Makassar.
disesuaikan dengan topografinya. Komitmen
Irawan, P. (2007). Penelitian Kulitatif dan Kuantitatif
daerah dalam membangun RTH hendaknya
untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Universitas
sesuai dengan kebijakan dan/atau aturan yang
Indonesia.
telah dikeluarkan oleh kementerian teknis terkait.
Pengendalian dan pemanfaatan ruang wilayah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun
perkotaan diselenggarakan oleh pemerintah 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau
dengan melibatkan masyarakat, dan dilaksanakan Kawasan Perkotaan.
secara terkoordinasi antar pemerintah dengan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.71/
masyarakat.
Menhut-II/2009 tahun 2009 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota.
UCAPAN TERIMA KASIH Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
(ACKNOWLEDGEMENT) Nomor 38 tahun 2007 tentang Pelimpahan
Kewenangan antara Pusat dan Daerah.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Kepala Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Pertanian Provinsi Banten, Dinas Tata Kota Ruang Wilayah Nasional.
Kabupaten Serang serta Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Prihatingsih, Y, & Buchori I,H. (2013). Kajian
Perubahan Iklim yang telah membantu dalam perencanaan ruang terbuka hijau pemukiman
kegiatan penelitian ini, juga dewan redaksi atas di Kampung Brambangan dan Perumahan
saran-sarannya. Sambak Indah, Purwodadi. In Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan 2013 (pp. 429433).
DAFTAR PUSTAKA Samsoedin, I. & Subiandono, E. (2007).
Pembangunan dan pengelolaan hutan kota. Bogor:
Anonim. (2014). Ruang terbuka hijau kawasan Pusat Penelitian Hutan Badan Litbang
perkotaan. Diunduh Oktober 2014 dari Kehutanan dan Inovasi.
http://www.leadearship.park.com.
Syahadat, E & Samsoedin, I. (2013). Perkembangan
Barnett, J. (1982). An introduction to urban design.
hutan kota ditinjau dari aspek kebijakan, aspek
New York: Publishing House.
zonasi, dan aspek jenis pohon (Laporan Hasil
Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan. Penelitian). Bogor: Pusat Penelitian dan
(2013). Profil dinas pertanian, kehutanan dan Pengembangan Perubahan Iklim dan
perkebunan Propinsi Banten 2013. Serang: Dinas Kebijakan.
Pertanian Kehutanan dan Perkebunan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26
Direktorat Jenderal Cipta Karya. (2014). Arah Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
kebijakan dan strategi pengembangan RTH pada
kawasan perkotaan. Jakarta: Direktorat
Jenderal Cipta Karya.

157

Potrebbero piacerti anche