Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
HOTLAND SIHOTANG
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
i
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Konservasi Sumberdaya Air
Danau Toba adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir disertasi ini.
Hotland Sihotang
P 062074024
iii
ABSTRACT
This study aims to design build water resource conservation model with
emphasis on the technical study of the socio-economic aspects of ecological aspects
involving extensive changes in land use, population growth, continuity of operation
of the hydropower Asahan and some other aspects of the outer catchment. In
general, intended to illustrate the balance ofthe water balance under the influence
of land use and other economic activities. Analysis of water balance was
constructed by the method of modeling dynamic system sthat are supported by
Powersim software, where the method of using water availability FJ.Mock method
with variables derived from the analysis of the ecological condition of the
catchment area of Lake Toba. Then performed simulations of water balance and
water level for the condition without intervention variables and intervention
variables. Where the intervention variables performed pessimistic scenario,
moderat and optimistic to provide an overview of conservation policy. From the
simulation results on the balance of water and the lake water level was found in
2017 and the year 2057 the best scenario is between moderate and optimistic
scenarios where the population growth of between 0.8% - 1.0% per year,
infiltration coefficient values between 0.40 to 0.45, the value land cover factor
between 0.25 to 0.3 while the flow of water being released into the Asahan River is
91,69 m3/sec in average.
Key words: FJ.Mock, balance water, land cover factor value, LakeToba.
v
RINGKASAN DISERTASI
C
Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ix
HOTLAN SIHOTANG
Disertasi
Doktorpada
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
x
KATA PENGANTAR
Penulis menyampaikan puji syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pengasih atas anugerah dan berkat kasih setiaNya sehingga disertasi
ini dapat diselesaikan dengan baik.
Disertasi ini berjudul Model Konservasi Sumber Daya Air Danau Toba, yang
meneliti tentang model konservasi sumber daya air dengan faktor perubahan
penggunaan lahan di sekitar Danau Toba yang berpengaruh langsung terhadap neraca
air dan kelestarian tinggi permukaan air di Danau Toba.
Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Dr.Ir.M.Yanuar J Purwanto, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr.Ir.
Widiatmaka, DEA dan Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS sebagai Anggota
Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, waktu dan perhatian yang
sungguh-sungguh yang disediakan selama proses penelitian dan penyusunan disertasi
ini.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada yth:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suryono Hadi Sutjahjo MS, Ibu Dr.Ir. Etty Riani, MS
yang telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan serta arahan
selama mengikuti perkuliahan program S3 SPs PSL IPB.
2. Bapak Dr. Ir. Cecep Kusmana sebagai Ketua Program Studi PSL yang
senantiasa memberikan dorongan yang luar biasa sehingga disertasi ini
dapat diselesaikan dengan baik.
3. Bapak Prof. Ir. Asep Sapei, MS, Ph.D dan Bapak Dr.Ir.Omo Rusdiana,
MSc sebagai komisi penguji pada Ujian Tertutup.
4. Bapak Dr.Ir. Syaiful Anwar Kasubdit Teknik PDAS yang mewakili Bapak
Dr.Ir. Harry Santosa, Dirjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan
Perhutanan Sosial serta Bapak Prof. Dr. Ir. Suryono Hadi Sutjahjo MS
sebagai komisi penguji pada Ujian Terbuka
5. Bapak Dr.Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr sebagai Dekan Sekolah Pascasarjana
dan Bapak Rektor Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis menimba ilmu di IPB Bogor
Hotland Sihotang
xii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di tepian Danau Toba di Kota Balige 23 Juli 1958 sebagai
anak ke delapan dari 12 bersaudara dari keluarga St.Ludin Sihotang/Pitaria Silaen
gelar Ompu Martahi Emmy Sihotang. Penulis menikah pada tahun 1985 dengan Sony
Minaria Napitupulu putri dari keluarga St.Alexander M. Napitupulu/Pitauli
Simajuntak gelar Ompu Iriando Napitupulu dan kami dikaruniai oleh Tuhan Yang
Maha kuasa seorang putra bernama Ian Fritz William Managam Tua Sihotang, SE.
Pendidikan Sarjana ditempuh di Insitut Teknologi Bandunglulus tahun 1985.
Penulis meneruskan S2 tahun 2005 di Fakultas Pascasarjana Universitas
Mulawarman, Samarinda Kalimantan Timur, pada Program Ilmu Lingkungan dan
lulus tahun 2006 dengan predikat cumlaude. Pada tahun 2008 diterima sebagai
mahasiswa S3 program doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Saat ini penulis bekerja sebagai tenaga ahli pada perusahaan konsultan swasta
nasional PT. Perentjana Djaja, Jakarta yang bergerak dibidang jasa konsultasi
arsitektur, infrastruktur, konstruksi, amdal dan tata ruang. Penulis juga aktip di
berbagai organisasi sosial di masyarakat.
Selama mengikuti program S3 penulis aktif menjadi pemerhati sosial dan
lingkungan. Artikel yang berjudul Kebijakan dan Strategi Konservasi Air Danau Toba
Yang Berkelanjutan akan diterbitkan pada Jurnal Majalah Mimbar Ilmiah Universitas
Islam Jakarta ISSN 0852-9523 pada edisi Tahun 22 No. 1 Juni 2012. Artikel lainnya
yang berjudul Model Dinamis Neraca Air Danau Toba Yang Berkelanjutan akan
diterbitkan pada Junal PSL IPB pada tahun 2012. Karya-karya ilmiah tersebut
merupakan bagian dari program S3 penulis.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. vii
DAFTAR TABEL .…………………………………………………………… ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………........ xi
I. PENDAHULUAN ……….………….……………………………….. 1
1.1 LatarBelakang.……………….………………………………. 1
1.2 KerangkaPemikiran………….……………………………….. 6
1.3 PerumusanMasalah ………...………………………………… 8
1.4 TujuanPenelitian …………….………………………………. 10
1.5 ManfaatPenelitian …………….…………………………….. 10
1.6 Kebaruan(Novelty) ………………………….……………….. 10
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….. 11
2.1 Daerah Tangkapan Air Danau ……………...………...……… 11
2.2 KondisiEkologis……………………….…………………….. 13
2.2.1 Sumberdayafisik….………………………………..... 13
2.2.2 Kependudukan………………………………………… 13
2.2.3 PenggunaanLahan………………………………........ 14
2.3 KemampuanLahandan Tata Ruang …………………………. 16
2.4 HidrologidanNeraca Air Danau ….………..………………… 21
2.5 KonservasiSumberDaya Air ………………………………… 30
2.6 ArahanKebijakandanStrategiKonservasi…...………………. 32
2.7 PembangunanBerkelanjutan ………………………………..... 35
2.8 PendekatanSistem …. ……………………………………….. 36
2.9 ModelKeputusan AHP ……………………………………….. 40
2.10 SistemInformasiGeografis…………………………………… 44
2.11 PenelitianSebelumnya………………………………………... 44
ix
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
1 SkalaSaaty ………………………………………………………... 42
2 MatriksPendapatIndividu ….….…………………………………. 42
3 Sumberdan Cara Pengambilan Data ………………………………. 53
4 SkalaKepentingan…………………………………………………. 62
5 Random Index …………………………………………………….. 64
6 Nilai Eigen…………………………………………………………. 64
7 PerkiraanKebutuhanStake Holder…………………………………… 69
8 JadwalPenelitian………………………………………………….. 76
9 DaftarLuasKabupaten yang Masuk di DTA Danau Toba………... 77
10 Jenis Tanah DTA Danau Toba (USDA)…………………………… 81
11 FormasiGeologi DTA Danau Toba……………………………...... 84
12 KetinggianTempat Daerah Tangkapan Air Danau Toba………….. 87
13 KemiringanLereng Daerah Tangkapan Air Danau Toba………… 87
14 PerkiraanNilaiKoefisienLimpasandanKoefisienInfiltrasi……... 88
15 TutupanLahan DTA Danau Toba ………………………………… 89
16 DinamikaPerubahanPenggunaanLahan………………………….. 96
17 Kelas Kemampuan Lahan, Subkelas Kemampuan Lahan dan Luas. 97
18 Kelas Kemampuan Lahan BerdasarkanTutupanLahan…………... 99
19 Kelas Kemampuan Lahan dan Arahan Penggunaan Lahan ............. 100
20 Penggunaan Lahan di DTA Danau Toba.......................................... 103
21 Kawasan Hutan di DTA Danau Toba menurut RTRWP Sumut....... 104
22 Luas Kawasan Hutan menurut SK 201 Menhut-II/2006................... 105
23 Penggunaan Lahan Yang Tidak Sesuai............................................. 106
24 JumlahPenduduk di DTA Danau Toba………………………….... 107
25 JumlahPenduduk di DTA Danau Toba…………………………… 107
26 StasiunPencatatCurahHujan……………………………………... 111
27 NilaiSingkapanLahan…………………………………………….. 114
28 NilaiEvapotranspirasi……………………………………………... 115
29 Surplus CurahHujan………………………………………………. 115
30 CurahHujan yang LangsungJatuhkeDanau……………………... 116
31 NilaiInfiltrasi DTA Danau Toba………………………………….. 117
xiv
LAMPIRAN
GambarLampiran
1. PetaLokasiPenelitian………………………………………………………193
2. Peta Tanah DTA Danau Toba ……………………………………………..194
3. PetaGeologi Daerah Tangkapan Air Danau Toba …………………………195
4. PetaKetinggianTempat DTA Danau Toba ……………………………..…196
5. PetaKemiringanLereng DTA Danau Toba………………………….……..197
6. PetaKemampuanLahan DTA Danau Toba ………………………….........198
7. Peta Overlay KemampuandanTutupanLahan DTA Danau Toba…………199
8. PetaRencana Tata RuangKawasanDanau Toba 2010-2029………..……..200
xvi
TabelLampiran
1. TemperaturUdara di StasiunKlimatologiParapat…………………...…….201
2. KelembapanUdara di StasiunKlimatologiParapat………………………...202
3. PenyinaranMataharipadaStasiunKlimatologiParapat…………………...203
4. KecepatanAnginpadaStasiunKlimatologiParapat…...……………..…....204
5. Kualitas Air Danau Toba………………………………………..…………..205
6. Rencana Tata Ruang DTA Danau Toba 2009-2029…………………..…...206
7. PerkiraanJumlahPenduduk…...…………………………………….…..... 207
8. CurahHujan Rata-rata Bulanan DTA Danau Toba………..………….........208
9. PerhitunganEvapotranspirasiPotensial (Ep). ………………………...……209
10. NilaiFaktorSingkapanLahanTahun 2001…………….…………………..210
11. NilaiFaktorSingkapanLahanTahun 2005………………..…………….....210
12. ETp-ET)/ETp={(m/20)(18-n)}. ……………………………….…….….....211
13. NilaiET = (E/ETp) x Ep…………………………………………….……...211
14. HasilAnalisisPenggunaanLahanmenurutRTRW Danau Toba…….........212
15. Jenis Tanah DTA Danau Toba……………………………………….…......213
16. LampiranDaftarSingkatan…………………………………………………214
201
Tabel Lampiran 2 Kelembaban udara di Stasiun Klimatologi Parapat
Tabel Lampiran 4 Kecepatan Angin pada Stasiun Klimatologi Parapat (m/det)
Kecepatan angin bulanan (m/det)
Tahun
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
1997 3,10 3,50 3,60 3,00 3,50 0,50 4,10 2,60 1,70 1,90 1,60 2,20
1998 2,70 2,70 2,80 3,00 3,00 2,80 2,90 2,50 2,10 3,40 3,20 2,80
1999 2,60 1,70 2,30 2,50 2,20 2,80 3,50 2,50 2,30 2,70 2,90 2,60
2000 2,00 2,20 2,10 2,50 2,40 2,60 3,50 2,50 2,90 3,50 3,10 2,70
2001 2,60 2,50 3,00 3,40 2,50 3,60 4,10 3,90 3,00 3,90 3,40 3,40
2002 3,00 3,40 3,80 3,40 3,80 3,40 4,00 3,60 3,00 3,40 3,00 3,60
2003 3,30 3,10 3,10 3,00 3,20 2,00 2,00 2,60 1,70 1,90 1,60 2,20
2004 2,00 2,10 2,10 1,80 2,20 2,20 1,80 2,20 1,80 1,50 1,90 1,60
2005 1,40 1,70 1,40 2,30 1,50 2,80 2,70 2,70 1,90 1,90 2,20 2,30
2006 2,30 2,50 3,10 2,40 3,70 4,20 5,40 4,20 2,85 2,40 2,10 2,15
2007 1,90 2,00 1,80 1,40 2,00 2,50 3,10 2,40 3,80 2,90 2,00 2,00
Rata-rata ,45 2,49 2,65 2,61 2,73 2,67 3,37 2,88 2,46 2,67 2,45 2,50
Sumber : Stasiun Klimatologi Sampali, Medan
Luas (Ha)/
No Arahan Pemanfaatan Ruang Kode Fungsi Rencana Peruntukan
(Ha) %
I Kawasan Lindung L
A. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan L1
bawahannya
1.Kawasan Hutan Lindung L1.1 Konservasi air dan tanah untuk pencegahan erosi, menjamin unsur hara Ruang terbuka hijau, penelitian, pendidikan, wisata alam tanpa merubah 101.512,00 27,41%
tanah dan mencegah dampak bencana alam geologi dan longsor. bentang alam, jasa, lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
2. Kawasan Hutan Resapan Air L1.2 Meresapkan air hujan secara maksimal. Embung, kegiatan budidaya tidak terbangun dengan kemampuan tinggi 240,00 0,06%
menahan limpasan air hujan, sumur resapan.
B. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar L 2
Budaya
1. Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang Pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 1.Wisata alam tanpa merubah bentang alam. 500,00 0,13%
2. Cagar Alam Martelu Purba L2.2 Pelestarian keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa. Penelitian, pendidikan dan wisata alam. 195,00 0,05%
3. Cagar Budaya Pusuk Buhit. L2.3 Pelestarian hasil budidaya manusia yang bernilai tinggi untuk Penelitian, pendidikan dan pariwisata. 789,00 0,21%
pengembangan ilmu pengetahuan.
C. Kawasan Perlindungan Setempat L3 0,00%
1. Sempadan Sungai L 3.1 Konservasi tanah dan air. Ruang terbuka hijau dengan lebar 50 – 100 meter dari tepi sungai. 456,00 0,12%
2. Sempadan Danau L 3.2 Konservasi tanah dan air. Ruang terbuka hijau / tanaman tahunan dan taman rekreasi. 358,00 0,10%
3. Sempadan Mata Air Panas. L 3.3 Konservasi tanah dan air. Ruang terbuka hijau. 27,00 0,01%
4. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan L 3.4 Konservasi tanah dan air. Taman Rekreasi.
II Kawasan Budidaya B Produksi
A. Kawasan Hutan Produksi B1 Produksi hasil hutan kayu dan buka kayu serta pemanfaatan jasa
lingkungan.
1. Kawasan Hutan Produksi Tetap. B1.1 Mendorong perkembangan perekonomian, meningkatkan lapangan kerja Hutan produksi oleh HPH/HPHTI dengan cara produksi tebang habis dan 14.805,00 4,00%
dan pendapatan masyarakat serta eksport. tanam untuk memproduksi hasil-hasil hutan.
2. Hutan Produksi Terbatas B1.2 Mendorong perkembangan perekonomian wilayah serta meningkatkan Hutan produksi dengan pembatasan diameter pohon yang boleh ditebang 312,00 0,08%
fungsi lindung kawasan. (diameter ≥ 60cm).
3. Kawasan Hutan Rakyat B1.3 Meningkatkan produktivitas lahan memperbaiki tata air dan lingkungan, Hutan produksi di atas tanah rakyat (hak milik dan tanah adat). 26.173,00 7,07%
meningkatkan pendapatan, kesejahteraan dan penyediaan kayu bagi
masyarakat.
B. Kawasan Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah B2 Meningkatkan produksi bahan pangan. Lahan sawah irigasi teknis dan non-teknis serta permukiman petani 89.322,00 24,12%
dan Lahan Kering. dengan kepadatan rendah.
C. Kawasan Perkebunan Rakyat B3 Meningkatkan produksi perkebunan / tanaman tahunan Lahan perkebunan diatas tanah-tanah milik rakyat. 16.454,00 4,44%
D. Kawasan Pariwisata. B4 Menghidupkan kembali dan mengembangkan sektor pariwisata di Objek daya tarik wisata, fasilitas umum, akomodasi, fasilitas OR dan 6.838,00 1,85%
sejumlah kawasan. rekreasi, aksesibilitas dan fasilitas pariwisata lain.
E. Kawasan Permukiman. B5 Perumahan kepadatan rendah – sedang, fasilitas perdagangan, jasa, 2.206,00 0,60%
pendidikan dan fasilitas permukiman lainnya.
III Perairan Danau Toba D
A. Kawasan Wisata Danau D1 1.Sumber air baku untuk air minum. 66.120,00 17,85%
2.Massa air untuk pembangkit tenaga listrik.
3.Sumber air pertanian (Irigasi).
4.Pariwisata.
B. Kawasan Perikanan Tangkap D2 5.Perikanan tangkap. 44.080,00 11,90%
6.Pengendali banjir di hilir WS Toba – Asahan.
Total luas I + II + III 370.387,00 100,00%
Sumber : Materi Teknis Raperpres, Rencana Tata Ruang KDT, Dit.Jend Penataan Ruang Dep. PU, 2009
208
Tabel Lampiran 9 Perhitungan Evapotranspirasi Potensial (mm/bulan)
Tahun Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
1997 45,46 49,61 49,01 49,61 53,31 50,22 90,74 90,81 92,37 88,32 85,15 81,26
1998 55,38 54,21 60,78 63,24 67,64 66,37 61,39 68,28 59,56 62,00 58,96 55,38
1999 79,24 84,73 81,05 88,51 85,67 92,39 85,67 77,46 76,58 74,83 78,35 74,83
2000 71,35 76,53 80,09 84,69 83,76 84,69 88,47 84,69 76,53 87,51 79,19 82,83
2001 78,26 77,36 93,60 81,95 84,77 83,82 84,77 93,60 77,36 86,69 81,95 77,36
2002 72,59 79,66 85,22 84,28 89,06 91,01 90,03 82,42 80,57 76,96 79,66 78,76
2003 77,03 78,79 83,29 82,38 82,38 83,29 83,29 83,29 85,14 80,57 77,03 72,72
2004 80,12 79,24 77,48 74,90 90,22 90,22 76,62 84,63 74,05 78,36 78,36 75,75
2005 64,78 53,68 85,04 86,87 89,66 64,78 86,87 90,60 87,79 81,44 81,44 80,56
2006 71,81 66,21 82,88 48,94 80,25 85,57 90,15 90,15 86,93 79,38 80,69 78,52
2007 77,57 76,69 83,91 82,98 92,48 85,77 85,77 81,16 83,91 74,95 77,57 74,08
Sumber : Hasil analisa peneliti
212
Nilai Tutupan
No. Tutupan Lahan Luas ( Ha) %Luas nilai m
Lahan m
Nilai Tutupan
No. Tutupan Lahan Luas ( Ha) %Luas nilai m
Lahan m
1 Unclass 449,29
2 Tubuh Air 115.077,56
3 Hutan 105.404,54 39,86% 0,10 0,04
4 Kebun Campuran 6.861,51 2,59% 0,20 0,01
5 Sawah (Ha) 22.220,72 8,40% 0,10 0,01
6 Semak Belukar (Ha) 47.003,37 17,78% 0,30 0,05
7 Lahan Terbuka (Ha) 17.309,61 6,55% 0,70 0,05
8 Tegalan/Ladang (Ha) 55.158,74 20,86% 0,60 0,13
9 Pemukiman (Ha) 10.455,00 3,95% 0,50 0,02
Total Luas Perairan 115.526,85
Total Luas Daratan 264.413,49 100,00% 0,30
Total 379.940,34
Sumber : Hasil analisa peneliti
215
Tahun Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
1997 0,09 0,10 0,06 0,05 0,06 0,10 0,09 0,07 0,04 0,01 0,02 0,03
1998 0,09 0,10 0,06 0,05 0,06 0,10 0,09 0,07 0,04 0,01 0,02 0,03
1999 0,09 0,10 0,06 0,05 0,06 0,10 0,09 0,07 0,04 0,01 0,02 0,03
2000 0,09 0,10 0,06 0,05 0,06 0,10 0,09 0,07 0,04 0,01 0,02 0,03
2001 0,16 0,18 0,11 0,09 0,11 0,18 0,16 0,12 0,07 0,02 0,04 0,05
2002 0,16 0,18 0,11 0,09 0,11 0,18 0,16 0,12 0,07 0,02 0,04 0,05
2003 0,16 0,18 0,11 0,09 0,11 0,18 0,16 0,12 0,07 0,02 0,04 0,05
2004 0,16 0,18 0,11 0,09 0,11 0,18 0,16 0,12 0,07 0,02 0,04 0,05
2005 0,16 0,18 0,11 0,09 0,11 0,18 0,16 0,12 0,07 0,02 0,04 0,05
2006 0,16 0,18 0,11 0,09 0,11 0,18 0,16 0,12 0,07 0,02 0,04 0,05
2007 0,14 0,15 0,09 0,08 0,09 0,15 0,14 0,11 0,06 0,02 0,03 0,05
Sumber : Hasil analisa peneliti
Tahun Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
1997 4,09 4,96 2,94 2,48 3,20 5,02 8,17 6,36 3,69 0,88 1,70 2,44
1998 4,98 5,42 3,65 3,16 4,06 6,64 5,53 4,78 2,38 0,62 1,18 1,66
1999 7,13 8,47 4,86 4,43 5,14 9,24 7,71 5,42 3,06 0,75 1,57 2,24
2000 6,42 7,65 4,81 4,23 5,03 8,47 7,96 5,93 3,06 0,88 1,58 2,48
2001 12,33 13,54 9,83 7,17 8,90 14,67 13,35 11,47 5,42 1,52 2,87 4,06
2002 11,43 13,94 8,95 7,37 9,35 15,93 14,18 10,10 5,64 1,35 2,79 4,13
2003 12,13 13,79 8,75 7,21 8,65 14,58 13,12 10,20 5,96 1,41 2,70 3,82
2004 12,62 13,87 8,14 6,55 9,47 15,79 12,07 10,37 5,18 1,37 2,74 3,98
2005 10,20 9,39 8,93 7,60 9,41 11,34 13,68 11,10 6,15 1,43 2,85 4,23
2006 11,31 11,59 8,70 4,28 8,43 14,97 14,20 11,04 6,08 1,39 2,82 4,12
2007 10,47 11,50 7,55 6,22 8,32 12,87 11,58 8,52 5,03 1,12 2,33 3,33
Sumber : Hasil analisa peneliti
217
Tabel Lampiran 14 Hasil Analisis Penggunaan Lahan menurut RTRW Danau Toba tahun 200-2029
Kelas
Tutupan Lahan Tutupan Lahan
No Kemampuan Rencana Tata Ruang Luas (Ha) Luas (Ha) Luas (Ha) Lebih Kurang Ket
(RTRW) (CitraLandsat)
Lahan
Cagar Budaya Pusuk Buhit 193.13 Hutan 45,758.97 Hutan 23,619.03 (22,139.94) Kurang
Hutan Lindung 39,808.73 Kebun Campuran 4,509.50 Kebun Campuran 6,770.55 2,261.05 Lebih
Hutan Produksi Terbatas 0.71 Lahan Terbuka 5,790.65 Lahan Terbuka 6,953.62 1,162.97 Lebih
Hutan Produksi Tetap 5,451.22 Pemukiman 782.91 Pemukiman 2,988.72 2,205.81 Lebih
1 II Hutan Rakyat 305.18 Sawah 28,681.45 Sawah 4,988.15 (23,693.30) Kurang
Sempadan Jalan 5,790.65 Semak Belukar - Semak Belukar 26,326.68 26,326.68 Lebih
Kaw. Perkebunan Rakyat 4,509.50 Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 13,876.74 13,876.74 Lebih
Kaw. Permukiman 782.91
Kaw. Pertanian 28,681.45
Hutan Lindung 45,247.77 Hutan 50,663.79 Hutan 16,260.30 (34,403.49) Kurang
Hutan Produksi Tetap 5,010.05 Kebun Campuran 11,258.18 Kebun Campuran 4,425.54 (6,832.64) Kurang
Hutan Rakyat 405.98 Lahan Terbuka 7,353.31 Lahan Terbuka 8,974.66 1,621.35 Lebih
2 III Sempadan Jalan 7,353.31 Pemukiman 1,310.84 Pemukiman 4,876.84 3,566.00 Lebih
Kaw. Perkebunan Rakyat 11,258.18 Sawah 30,571.46 Sawah 4,420.61 (26,150.85) Kurang
Kaw. Permukiman 1,310.84 Semak Belukar - Semak Belukar 32,953.79 32,953.79 Lebih
Kaw. Pertanian 30,571.46 Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 29,245.83 29,245.83 Lebih
Hutan Lindung 2,210.18 Hutan 2,316.19 Hutan 1,420.66 (895.53) Kurang
Hutan Produksi Tetap 106.01 Kebun Campuran 68.41 Kebun Campuran 2.65 (65.76) Kurang
Sempadan Jalan 203.77 Lahan Terbuka 203.77 Lahan Terbuka 93.93 (109.84) Kurang
3 IV Kaw. Perkebunan Rakyat 68.41 Pemukiman 21.47 Pemukiman 14.04 (7.43) Kurang
Kaw. Permukiman 21.47 Sawah 316.65 Sawah 24.92 (291.73) Kurang
Kaw. Pertanian 316.65 Semak Belukar - Semak Belukar 1,290.10 1,290.10 Lebih
Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 80.18 80.18 Lebih
Hutan Lindung 5,098.11 Hutan 5,106.28 Hutan 1,328.60 (3,777.69) Kurang
Hutan Rakyat 8.17 Kebun Campuran 2,753.59 Kebun Campuran 1,115.48 (1,638.11) Kurang
Sempadan Jalan 3,386.13 Lahan Terbuka 3,386.13 Lahan Terbuka 1,449.79 (1,936.35) Kurang
4 V Kaw. Perkebunan Rakyat 2,752.00 Pemukiman 729.60 Pemukiman 1,109.22 379.62 Lebih
Kaw. Permukiman 729.60 Sawah 11,883.48 Sawah 4,474.41 (7,409.07) Kurang
Kaw. Pertanian 11,883.48 Semak Belukar - Semak Belukar 5,966.67 5,966.67 Lebih
Kaw. Wisata 1.59 Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 8,414.93 8,414.93 Lebih
Hutan Lindung 17,323.33 Hutan 18,369.68 Hutan 14,597.12 (3,772.56) Kurang
Hutan Produksi Tetap 1,046.35 Kebun Campuran 2,804.23 Kebun Campuran 1,007.00 (1,797.23) Kurang
Sempadan Jalan 1,065.59 Lahan Terbuka 1,065.59 Lahan Terbuka 1,684.92 619.33 Lebih
5 VI Kaw. Perkebunan Rakyat 2,450.19 Pemukiman 228.95 Pemukiman 1,525.39 1,296.45 Lebih
Kaw. Permukiman 228.95 Sawah 6,172.47 Sawah 86.04 (6,086.43) Kurang
Kaw. Pertanian 6,172.47 Semak Belukar - Semak Belukar 5,126.28 5,126.28 Lebih
Kaw. Wisata 354.04 Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 4,614.16 4,614.16 Lebih
Cagar Budaya Pusuk Buhit 518.80 Hutan 1,054.73 Hutan - (1,054.73) Kurang
Hutan Lindung 474.90 Kebun Campuran 393.51 Kebun Campuran 199.36 (194.15) Kurang
Hutan Produksi Terbatas 0.62 Lahan Terbuka 32.23 Lahan Terbuka 668.09 635.86 Lebih
Hutan Produksi Tetap 60.41 Pemukiman 1.89 Pemukiman 105.70 103.81 Lebih
6 VII
Sempadan Jalan 32.23 Sawah 456.43 Sawah 15.84 (440.59) Kurang
Kaw. Perkebunan Rakyat 393.51 Semak Belukar - Semak Belukar 642.18 642.18 Lebih
Kaw. Permukiman 1.89 Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 307.62 307.62 Lebih
Kaw. Pertanian 456.43
Hutan Lindung 10,522.46 Hutan 10,522.46 Hutan 2,611.30 (7,911.16) Kurang
Sempadan Jalan 1,875.66 Kebun Campuran 2,340.32 Kebun Campuran 105.99 (2,234.33) Kurang
Kaw. Perkebunan Rakyat 2,326.46 Lahan Terbuka 1,875.66 Lahan Terbuka 1,744.83 (130.83) Kurang
7 VIII Kaw. Permukiman 320.94 Pemukiman 320.94 Pemukiman 2,635.10 2,314.16 Lebih
Kaw. Pertanian 2,045.95 Sawah 2,045.95 Sawah 258.53 (1,787.42) Kurang
Kaw. Wisata 13.86 Semak Belukar - Semak Belukar 7,221.82 7,221.82 Lebih
Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 2,527.74 2,527.74 Lebih
Total 261,151.65 261,151.65 261,151.65 152,233.38 (152,233.38) Lebih
Sumber : Hasil Analisis Peneliti
218
% terhadapLuas
No. Jenis Tanah Variasi Bentuk Lahan
DTA
Pangururan, Balige dan Laguboti serta terdapat ratusan pompa air milik
masyarakat maupun perhotelan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air
domestik. Keseluruhan aktifitas ini memberi dampak pada penurunan kualitas air
danau (Sitanggang2009).
Menurut data Badan Koordinasi Pelestarian Ekosistem Kawasan Danau
Toba (BKPEKDT), ada sekitar 81lokasi Keramba Jaring Apung di perairan Danau
Toba yang mempunyai kegiatan perikanan. Dokumen LTEMP No. 0401
menyebutkan bahwa jumlah keramba jaring apung yang tercatat pada tahun 1999
berjumlah 2.407 unit, terdiri dari 1.704 unit milik masyarakat dan 703 unit milik
perusahaan swasta dengan luas keseluruhan areal perairan yang digunakan sekitar
40 Ha. Di perairan ini terdapat berbagai jenis ikan, diantaranya jenis ikan asli
yang hampir punah antara lain Ikan Batak yang terdiri dari dua spesies yaitu
Lissochilus sumatranus dan Labeobarbus sorodan, juga terdapat remis yang
bersifat endemik yaitu Remis Toba (Corbicula tobae). Sedangkan berbagai jenis
ikan, baik yang alami maupun hasil budidaya yang bukan endemic antara lain
adalah ikan Mas, Mujair, Nila, Tawes, Lele dan Gabus (LTEMP, 2004).
Kondisi Daerah Tangkapan Air Danau Toba, khususnya di wilayah hulu
telah mengalami degradasi kualitas lingkungan yang sangat berat berupa
perubahan tataguna lahan dan konversi hutan, fluktuasi debit air yang tinggi, dan
pencemaran air yang berat. Laju erosi dan sedimentasi yang terjadi semakin tinggi
dan telah mencapai tingkat yang membahayakan bagi pengguna air di DTA Danau
Toba maupun DAS Asahan secara keseluruhan(LTEMP 2004). Degradasi
lingkungan berupa pencemaran air yang berasal dari pertanian, pemukiman dan
industri menyebabkan karat pada peralatan dan instalasi produksi energi listrik
PLTA dan PDAM. Kondisi ini menimbulkan potensi kerugian bagi PLTA dan
PDAM, karena tidak dapat berproduksi secara konstan pada kapasitas yang
direncanakan (Tampubolon, 2009). Kerusakan hutan di sekitar Danau Toba sudah
sedemikian parah. Hal ini diperkirakan terjadi akibat penebangan pohon secara
liar dan adanya aktifitas penebangan untuk kebutuhan pabrik pulp. JICA (2004)
melaporkan bahwa jumlah total lahan tidur, lahan kosong dan lahan kritis di DTA
Danau Toba mencapai luas 24 ribu hektar, atau sekitar 18% dari total wilayah
yang tersedia untuk pertanian (Aswandi dan Sunandar AD, 2007).
4
02020’LU
04000’LU
0
03 00’LU
0
02 00’LU
01000’Lu
00000’
0
01 00’LS
0 0 0 0
97 00’BT 98 00’BT 99 00’BT 100 00’ BT
0 0
96 50’BT 100 40’BT
6
MODEL KONSERVASI
SUMBER DAYA AIR DANAU TOBA
YANG BERKELANJUTAN
8
Pemanfaatan Sumber Daya
Alam Kawasan Danau Toba
Degradasi Lingkungan
Kawasan Danau Toba
Permasalahan Lingkungan
Masalah Keberlanjutan
10
lapisan kulit bumi turun ke bawah membentuk cekung dan akhirnya terisi
air. Contohnya adalah Danau Toba di Sumatera Utara.
• Danau Vulkanik/Danau Kawah. Danau vulkanik adalah danau yang
terbentuk pada bekas kawah gunung berapi. Contohnya adalah Danau
Batur di Bali.
Sesuai dengan kepentingan PLTA Asahan yakni terjaganya daya dukung
lingkungan hidup dan sasaran mafaatnya serta tersedianya volume air danau yang
berkelanjutan untuk membangkitkan daya listrik sesuai kapasitas terpasang
PLTA maka diperlukan intakerata-rata tahunan ke Danau Toba lebih besar dari
110 m3/s . Untuk itu, elevasi permukaan air Danau Toba perlu dijaga pada
kisaran 903,00 m – 905,00 m. Namun permasalahan yang dihadapi saat ini
adalah menurunnya daya tangkap dan daya tahan air DTA Danau Toba yang
diduga bersumber dari perubahan-perubahan pada sektor kehutanan, pertanian,
perikanan, parawisata, industri dan penyimpangan tata ruang (Asahan, 2003)
lahan kelas III adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat perikut: (1)
lereng agak curam, (2) kepekaan erosi agak tinggi atau erosi yang telah terjadi
cukup berat, (3) sering tergenang banjir, (4) permeabilitas sangat lambat, (5)
masih sering tergenang meskipun drainase telah diperbaiki, (6) dangkal, (7)
daya menahan air rendah, (8) kesuburan tanah rendah dan tidak mudah
diperbaiki, (9) salinitas atau Na sedang, (10) penghambat iklim sedang.
Tanah yang berdrainase agak buruk dengan permeabilitas lambat perlu
perbaikan drainase. Perlu pemilihan pola tanam yang dapat memperbaiki
struktur tanah sehingga menjadi mudah diolah. Untuk mencegah pelumpuran
dan meningkatkan permeabilitas tanah, perlu dilakukan penambahan bahan
organik, disamping tidak mengolah tanah pada waktu basah.
d. Kelas IV
Lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat yang membatasi
pilihan tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat
berhati-hati, atau kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas
karena salah satu atau kombinasi dari penghambat berikut: (1) lereng curam,
(2) kepekaan erosi besar, (3) erosi yang telah tejadi berat, (4) tanah dangkal,
(5) daya menahan air rendah, (6) sering tergenang banjir yang menimbulkan
kerusakan berat pada tanaman, (7) drainase terhambat dan masih sering
tergenang meskipun telah dibuat saluran drainase, (8) salinitas atau Na agak
tinggi, (9) penghambat iklim sedang.
Pada lahan yang berlereng curam, bila digunakan untuk tanaman
semusim diperlukan pembuatan teras atau pergiliran dengan tanaman penutup
tanah atau makanan ternak atau pupuk hijau selama 3 sampai 5 tahun. Untuk
tanah yang berdrainase buruk, perlu membuat saluran-saluran drainase.
e. Kelas V
Lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi
mempunyai penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat
membatasi penggunaan lahan ini. Akibatnya, lahan ini hanya cocok untuk
tanaman rumput ternak secara permanen atau dihutankan. Lahan ini datar,
akan tetapi mempunyai salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1)
drainase yang sangat buruk atau terhambat, (2) sering kebanjiran, (3) berbatu-
batu dan (4) penghambat iklim cukup besar.
19
f. Kelas VI
Lahan kelas VI mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga
tidak sesuai untuk pertanian dan hanya sesuai untuk tanaman rumput ternak
atau dihutankan. Penggunaan untuk padang rumput harus dijaga agar
rumputnya selalu menutup dengan baik. Bila dihutankan, penebangan kayu
harus selektif. Bila dipaksakan untuk tanaman semusim, harus dibuat teras
bangku. Lahan ini mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki, yaitu
salah satu atau lebih sifatsifat berikut: (1) lereng sangat curam, (2) bahaya
erosi atau erosi yang telah terjadi sangat berat, (3) berbatu-batu, (4) dangkal,
(5) drainase sangat buruk atau tergenang, (8) daya menahan air rendah, (7)
salinitas atau kandungan Na tinggi, dan (9) penghambat iklim besar.
g. Kelas Vll
Lahan kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usaha tani tanaman
semusim dan hanya sesuai untuk padang penggembalaan atau dihutankan.
Faktor penghambatnya lebih besar dari kelas VI, yaitu salah satu atau
kombinasi sifat-sifat berikut: (1) lereng terjal, (2) erosi sangat berat, (3) tanah
dangkal, (4) berbatu-batu, (5) drainase terhambat, (6) salinitas atau Na sangat
tinggi, dan (7) iklim sangat menghambat.
h. Kelas Vlll
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan harus
dibiarkan dalam keadaan alami atau dibawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat
digunakan untuk daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung. Penghambat
yang tidak dapat diperbaiki lagi dari lahan ini adalah salah satu atau lebih sifat
berikut: (1) erosi atau bahaya erosi sangat berat, (2) iklim sangat buruk, (3)
tanah selalu tergenang, (4) berbatu-batu, (5) kapasitas menahan air sangat
rendah, (6) salinitasnya atau kandungan Na sangat tinggi, dan (7) sangat terjal.
Bad-land, batuan singkapan, pasir pantai, bekas-bekas pertambangan,
dan lahan yang hampir gundul termasuk dalam kelas ini.
20
Rrata-rata
2.4.3 Evaporasi
Evaporasi merupakan peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak
dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara (Sosrodarsono, 1978).
Evaporasi dapat terjadi pada sungai, danau, laut, dan permukaan tanah.Faktor-
faktor yang mempengaruhi besarnya evaporasi yakni radiasi matahari, angin,
kelembaban dan suhu.Jumlah air yang menjadi uap naik ke atmosphere yang
berlangsung secara terus menerus merupakan peristiwa penguapan atau evaporasi
yang besarnya untuk suatu danau sebesar 0,70 dari evaporasi hasil pengukuran
lapangan dengan panci evaporasi (Epe)
Ev = 0.70 x Epe……………….(2.2)
2.4.4 Transpirasi
Transpirasi adalah penguapan air dari daun dan cabang tanaman melalui
pori-pori daun oleh proses fisiologi. Semua jenis tanaman memerlukan air untuk
kelangsungan hidupnya, dan masing-masing tanaman berbeda kebutuhannya.
Transpirasi sulit diukur karena hanya sebagian kecil air yang tertinggal didalam
tubuh tumbuh-tumbuhan, sebagian dari padanya setelah diserap oleh akar-akar
dan dahan-dahan akan ditranspirasikan lewat bagian tubuh tumbuh-tumbuhan
yang berdaun sehingga perhitungan transpirasi digabungkan dengan evaporasi
yang disebut evapotranspirasi (Sosrodarsono, 1978)
25
2.4.5 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap dan
bergerak dari permukaan tanah, permukaan air, serta tanaman menguap keudara
(Sosrodarsono, 1976).Secara umum di lapangan sulit membedakan antara
evaporasi dan transpirasi apabila tanahnya tertutup oleh tumbuh-tumbuhan dan
kedua proses tersebut saling berkaitan sehingga dinamakan evapotranspirasi.
Faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah suhu air, suhu udara,
kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari. Evapotranspirasi
tergantung pada : (i) Adanya persediaan air yang cukup, (ii) Faktor iklim, seperti
suhu, kelembaban dan (iii) Jenis dan pengolahan tumbuh-tumbuhan
Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan rumus :
E = ETp – ET ……………………………(2.3)
dimana m = singkapan lahan (Exposed surface (%) dan n = jumlah hari hujan
dalam sebulan.
WS=CH- ET ……………………………………..(2.7)
CH = Curah hujan; ET = Evapotranspirasi Terbatas/Aktual
Untuk menjelaskan proses aliran air di dalam sistem tanah dan sungai
digunakan pendekatan yang dikembangkan oleh F.J. Mock(Sri Harto Br.,
1988).Metode ini mampu menduga infiltrasi (I), aliran dasar (Bf), dan limpasan
(RO) yang nilainya sesuai dengan persamaan berikut:
I = WS x i …………………………………….(2.8)
DRO = WS – I …………………………………….(2.9)
Vn = [0.5 x ( 1+k ) x I ] + ( k x Vn-1 )…….…….(2.10)
Bf = I x ( Vn – Vn-1 )…………..………..…...….(2.11)
.
I = infiltrasi, S= surplus air, i = koefisien infiltrasi, DRO = direct run off, Vn=
simpanan air tanah bulan ini; Vn-1= simpanan air tanah bulan lalu; Bf= aliran
dasar, k=faktor resesi air tanah
WS = Pnet - SS
hujan (R)
transpirasi
inf evaporasi
iltr
as
i
Q = 0.0116 . Ro . A/H
dV t = V t – V t-1 RO = BF + DRO
Metode ini menganggap bahwa hujan yang jatuh pada catchment area
sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi
direct run off dan sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Infiltrasi
ini pertama-tama akan menjenuhkan top-soil dulu baru kemudian menjadi
perkolasi ke tampungan air tanah yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai
base flow. Dalam hal ini harus ada keseimbangan antara hujan yang jatuh dengan
evapotranspirasi, direct run off dan infiltrasi sebagai soil moisture dan ground
water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung di
permukaan tanah (direct run off) dan base flow (Sri Harto Br. 1993).Metode
Mock mempunyai dua prinsip pendekatan perhitungan aliran permukaan yang
29
terjadi di sungai, yaitu neraca air di atas permukaan tanah dan neraca air bawah
tanah yang semua berdasarkan hujan, iklim dan kondisi tanah. Rumus untuk
menghitung aliran permukaan terdiri dari (Sri Harto Br., 1988):
Hujan netto : (Pnet)= P – ET
Evapotranspirasi aktual : ET = ETp – [ETp*(m/20)*(18-n)]
Kelebihan air : (WS) = Pnet – SS
Perubahan kandungan air tanah : dVt = Vt – Vt-1
Kandungan Air tanah : Vt = ½ (1+k).I + k. Vt-1
Laju Infiltrasi : I = Ci . WS
Aliran Air tanah : BF = I – dVt
Aliran langsung : DRO = WS – I
Aliran permukaan: : RO = BF + DRO
Dalam satuan debit : Q = 0,0116 . RO . A/H
Pnet = hujan netto, dalam mm; P = hujan, dalam mm; Eto = evapotranspirasi
potensial, dalam mm; Eta = evapotranspirasi aktual, dalam mm; WS = kelebihan
air, dalam mm; SS = daya serap tanah atas air, dalam mm; SM = kelembaban
tanah, dalam mm; dV =perubahan kandungan air tanah, dalam mm; Vt =
kandungan air tanah, dalam mm; I = laju infiltrasi, dalam mm; Ci = koefisien
infiltrasi (<1); k = koefisien resesi aliran air tanah (<1); DRO = aliran langsung,
dalam mm; BF = aliran air tanah, dalam mm; RO = aliran permukaan, dalam
mm; H = jumah hari kalender dalam sebulan, hari; m = bobot lahan tak tertutup
vegetasi (0 < m< 40%); A = luas DAS, dalam km2; Q = debit aliran
permukaan, m3/det
∆S = Inflow – Outflow
Inflow = Presipitasi (P) + Aliran Sungai dari Luar DAS (Qsi) +
Aliran Air bawah tanah (Qgi)….(2.13)
P = Presipitasi
Qsi = Aliran dari sungai diluar DAS
Qgi = Aliran dari bawah tanah
Sumber daya alam adalah unsur-unsur lingkungan alam baik fisik maupun
hayati yang diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan
meningkatkan kesejahteraannya (Soerianegara, 1977).Sumber daya alam
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan tetap
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Dengan demikian
sumber daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan
ekonomi dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Atas dasar fungsi
ganda tersebut, sumber daya alam harus dikelola secara seimbang untuk
menjamin pembangunan berkelanjutan .
Menurut UU SDA No.7 tahun 2004 pasal 1 ayat 18, konservasi sumber
daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat,
dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu
sekarang maupun yang akan datang.
Dalam UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Bab I ayat I
ditegaskan bahwa sumber daya air adalah air, sumber air dan daya (potensi) air
yang terkandung didalamnya. Dalam UU tersebut, ayat 2 menegaskan bahwa
istilah air yaitu semua air yang terdapat pada, di atas atau di bawah permukaan
tanah. Termasuk pengertian air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang
berada di darat. Secara keseluruhan konservasi sumber daya air dalam UU
tersebut ayat 20 mempunyai definisi yaitu upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia
dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk
hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.
Dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnyadisebutkan bahwa konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya. Konservasi sendiri secara harifiah berasal dari kata Conservation
yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki
pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you
have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore
32
SOSIAL : EKOLOGi :
Pertumbuhan Kualitas Air,
Penduduk, Kuantitas Air
Pemukiman Penggunaan
Stabilitas dan Lahan
Pemerataan
Input Lingkungan
PROSES
Umpan Balik
4. Pemodelan Sistem
Model merupakan penyederhanan sistem dimana sistem adalah sangat
kompleks sehingga tidak mungkin membuat model yang dapat menggambarkan
seluruh proses yang terjadi dalam sistem (Hartisari, 2007).Pemodelan yang
efektif merupakan keterkaitan antara dunia maya yang dinyatakan dalam model
dengan dunia nyata sehingga tujuan model sebagai penyederhanaan sistem akan
tercapai (Hartrisari, 2007)
Pembuatan suatu model dimaksudkan untuk memahami dengan cepat
mekanisme proses yang terjadi dalam suatu sistem dalam rangka mencapai suatu
tujuan, memprediksi suatu kondisi yang akan datang dengan model yang bersifat
kuantitatif dan untuk menunjang proses pengambilan suatu keputusan.
Menyatakan kembali permasalahan yang akan diselesaikan sesuai dengan tujuan
kajian sistem, menyusun hipotesis, memformulasi model, menguji model dan
menganalisis model dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi sesuai dengan
tujuan yang telahditetapkan dan hal yang penting yangdilakukan dalam tahap ini
adalah menetapkan variable penting yang merupakan representasi dari sistem.
Pilihan dalam membangun Model adalah dapat dilakukan dengan
Pemodelan dengan Kotak Gelap (Black Box) dan Pemodelan Mekanistik
39
b. Evaluasi Model, melihat kesesuaian antara hasil model dengan realitas serta
dengan tujuan yang telah ditentukan
c. Validasi Model, melihat kesesuaian hasil model dibandingkan dengan realitas
bila model dijalankan dengan data yang lain. Validasi merupakan usaha untuk
menyimpulkan model apakah model sistem yang dibangun merupakan
perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, yang dapat menghasilkan
kesimpulan yang menyakinkan (Eriyatno, 1999).
2.9. Model Keputusan AHP
Salah satu model yang dipergunakanuntuk pengambilan keputusan pada
pembuatan kebijakan adalahMetode AHP yangdikembangkan oleh Thomas L.
Saaty, yang terdiri dari sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan
efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan
mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan
tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu
susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang
pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk
menetapkan variable yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan
bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini
adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas
persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses
pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-
bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi
nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan
mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana
yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil
pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang
kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan,
hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot
atau prioritas.Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika
yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai
pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita
secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah
dibuat (Saaty, 1993).
41
Tingkat
Kepenting Definisi Penjelasan
an
1 Kedua elemen sama penting Dua elemen mempunyai pengaruh
yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman dan penilaian sedikit
penting daripada elemen yang mendukung satu elemen disbanding
lain elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih Pengalaman dan penilaian sangat
penting daripada elemen yang kuat mendukung satu elemen
lain disbanding elemen yang lainnya
7 Satu elemen jelas lebih Satu elemen dengan kuat didukung
penting dari elemen lainnya dan dominan terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak lebih Bukti yang mendukung elemen
penting dari elemen lainnya yang satu terhadap elemen lain
memiliki tingkat penegasan
tertinggi yang mungkin
menguatkan
2,4,6,8 Nilai antara dua nilai Nilai ini diberikan bila ada dua
pertimbangan yang berdekatan kompromi diantara dua pilihan
Kebalikan Jika untuk aktifitas I mendapat
satu angka bila dibandingkan
dengan aktifitas j, maka j
mempunyai nilai kebalikannya
bila dibandingkan dengan i
C1 C2 ……. Cn
C1 1 a12 ….…
A =(aij ) C2 1 / a12 1 …….
….. ……. …… 1
Cn 1/a1n 1/a2n ……. 1
lahan yang paling berpengaruh terhadap debit banjir adalah lahan sawah
dan pemukiman kemudian tegalan
• Kusratmoko, etal.2002. Studi Hidrologi Hutan Kota Kampus
Universitas Indonesia Depok, Makara Sains, Vol.6, No.1, April 2002,
Jurusan Geografi , Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia, Depok, 16424 E-mail: Kusre000@yahoo.com.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengamatan hidrologi di kawasan
hutan kota Kampus Universitas Indonesia Depok telah dilakukan selama
bulan September 2000 - Februari 2001, dalam upaya untuk mengidentifi
kasi pengaruh tutupan lahan terhadap pembentukan aliran air. Hasil
analisis data menunjukkan, bahwa tutupan vegetasi bawah berupa rumput
dan semak pada penggunaan lahan hutan kota di Kampus Universitas
Indonesia memainkan peranan penting sebagai faktor pengontrol
pembentukan aliran permukaan dan bawah tanah, terutama signifi kan
selama kejadian-kejadian hujan konvektif. Proporsi air hujan lolos pada
lokasi tersebut, yang menghasilkan aliran permukaan dan bawah tanah,
bervariasi antara 5,3-7,2%. Sementara pada lokasi pengamatan tanpa
vegetasi bawah dan lapisan seresah dihasilkan angka proporsi aliran
sebesar 12,5-18,9%.
• Tampubolon, 2008. Studi Jasa Lingkungan di Kawasan Danau
TobaCentre of Forest and Nature Conservation Research and
Development (CFNCRD) and International Tropical Timber Organization
(ITTO) Bogor, Mei 2009. Studi ini menyatakan bahwa potensi ekonomi
jasa lingkungan Kawasan Danau Toba sangat besar yaitu Rp.
1.386.311.032.980,80 yang terdiri dari jasa lingkungan air sebesar Rp.
Rp. 785.155.388.680,80; jasa penyerapan karbon sebesar Rp.
599.471.892.800 dan jasa wisata/rekreasi sebesar Rp 1.683.751.500 per
tahun. Sudah barang tentu, nilai ekonomi ini masih di bawah nilai
ekonomi yang sesungguhnya karena disamping masih banyak jasa
lingkungan yang belum dihitung juga disebabkan penilaian ekonomi jasa
lingkungan selalu under - price. Kawasan Danau Toba berperan sebagai
penyedia (provider) jasa lingkungan berupa sumberdaya air, sekuestrasi
karbon, wisata/rekreasi dan jasa lainnya. PLTA, PDAM, DMI,
47
hak marga tapi lahan mutlak diusahakan dan dikelola mengikuti prinsip
konservasi tanah dan air.
• Parhusip,2005.Penelitian Air Tanah Untuk Pengembangan Daerah
Irigasi di Nainggolan Pulau Samosir,Departemen of Civil Engineering
(2005) ITB Master Theses from JBPTITBSI / 2005-02-03. Dalam
penelitian ini dilakukan survey geolistrik yang terutama ditujukan untuk
mengetahui daerah prospek perlapisan tanah sebagai akifer. Pada daerah
prospek tersebut diteliti juga keberadaan parameter akifer, seperti
ketebalan, kedalaman, maupun konduktivitas hidrolik akifer melalui uji
pemompaan sumur (pumping test). Sistem irigasi pertanian pada daerah
penelitian, khususnya tanaman padi, umumnya adalah tadah hujan. Saat
ini sudah mulai diterapkan sistem irigasi dengan memompa air langsung
dari danau, yang diangkat ke elevasi tertentu yang selanjutnya
didistribusikan dengan gravitasi. Hasil penelitian menunjukkan
terdapatnya akifer bebas yang berpotensi untuk digunakan sebagai sumber
air irigasi. Simulasi numerik yang dilakukan menunjukkan bahwa potensi
ketersediaan air daerah penelitian mampu untuk melayani air irigasi
sawah tanaman padi seluas 140 Ha. Untuk kondisi "optimis" penurunan
air di dalam sumur sekitar 2,4 m, sedangkan untuk kondisi "pesimis"
sekitar 5,5 m. Karena muka airtanah (MAT) di daerah persawahan cukup
dangkal (orde3m) maka kedalaman sumur untuk dapat mengairi sawah
seluas 140 Ha tersebut sekitar 5,4 m ("optimis") dan 8,5 m ("pesimis"),
sehingga eksploitasi air akan relatif mudah. Dengan demikian sumber air
ini dapat dimanfaatkan untuk perencanaan irigasi dengan "sumur pompa",
untuk menggantikan sistem pemompaan langsung dari Danau Toba.
Penerapan sistem irigasi ini, akan relatif lebih murah, efisien, akrab, dan
sederhana (teknologi tepat guna), serta pola tanam dapat menjadi 2-3 kali
per tahun maupun budi daya tanaman unggulan dapat dilakukan,
disamping penambahan luas lahan pertanian.
• Siti,2008.Rencana Penataan Kawasan Wisata yang Berkelanjutan di
Danau Toba Sumatera Utara (Kasus: Sub DAS Naborsahon).
Program Studi Arsitektur Lanskap, Sekolah Pascasarjana IPB. Penelitian
ini menyatakan bahwa Danau Toba terletak di Propinsi Sumatera Utara,
49
Indonesia dan tercatat sebagai danau air tawar terbesar di Asia Tenggara
dan salah satu danau yang terdalam di dunia (lebih dari 500 m) yang
ditengahnya terdapat Pulau Samosir dan pada saat ini diusulkan sebagai
World Heritage. Kondisi topografi Danau Toba berada pada ketinggian
906 - 1800 m dpl didominasi oleh perbukitan dan pegunungan, dengan
kenyamanan fisik berupa temperatur udara yang sejuk dan potensi visual
danau. Sumberdaya danau dan pegunungan memberikan daya tarik bagi
perkembangan wisata, yaitu berupa pemanfaatan kawasan danau dan
pegunungan baik secara fisik maupun visual. Keindahan alam Danau
Toba menjadikan kawasan ini menjadi daerah kunjungan wisata yang
sangat potensial, dan telah berkembang menjadi kawasan wisata yang
populer baik dalam skala nasional maupun internasional. Pada saat ini
kawasan Danau Toba telah mengalami kerusakan fisik, visual dan
ekologis sehingga terus cenderung menurun kualitasnya. Bila hal tersebut
tidak dicegah, dapat menurunnya kualitas fisik danau dan kualitas
sumberdaya wisata sehingga berdampak terhadap jumlah kunjungan
wisata dan selanjutnya akan menurunkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini merencanakan
penataan kawasan wisata yang berkelanjutan, yang bertujuan untuk (1)
identifikasi dan analisis potensi ekologis danau dan potensi wisata, (2)
identifikasi dan analisis keikutsertaan masyarakat lokal dan pemerintah
dalam mendukung pengembangan kawasan wisata, dan (3) Merencanakan
penataan kawasan wisata Danau Toba yang berkelanjutan (sustainable
tourism). Penelitian dilakukan di sub DAS Naborsahon yang berada di
dalam Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba dan pada saat ini penuh
dengan aktivitas dan akomodasi wisata. Observasi dilakukan terhadap
lima desa yang mewakili daerah hulu, tengah dan hilir, yaitu desa
Sipangan Bolon, Girsang, Parapat, Tigaraja dan Pardamean Ajibata.
Penelitian ini memakai tiga model analisis, yaitu metode deskriptif
kualitatif untuk mengklasifikasi kawasan potensi wisata, metode spasial
digunakan untuk kawasan wisata berkelanjutan berdasarkan kepekaan
lingkungan, sosial ekonomi masyarakat dan potensi wisata, dan yang
terakhir adalah metode Analisis Hierarki Proses (AHP) digunakan untuk
menentukan skala prioritas dalam pengembangan kawasan wisata secara
50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disajikan pada bab sebelumnya,
penelitian ini akan melakukan kajian terhadap kondisi ekologis daerah tangkapan
air Danau Toba. Kajian akan dilakukan untuk mengetahui perubahan penggunaan
lahan, perubahan tata ruang, kependudukan dan kondisi sumber daya fisik selama
beberapa tahun pada daerah tangkapan air kawasan Danau Toba serta pengaruh
langsungnya terhadap kondisi hidrologis Danau Toba.
Aspek kuantitas Danau Toba dikaji dengan menganalisa neraca air Danau
Toba dengan menghitung ketersediaan air, pemanfaatan air dan cadangan air
Danau Toba setiap tahunnya dengan tujuan untuk mengendalikan fluktuasi tinggi
muka air di bendung Siruar dalam rangka menjamin pasokan air untuk
pengoperasian PLTA Asahan. Kajian ini dilakukan dengan menganalisa pengaruh
curah hujan, iklim, karakteristik topografi, tutupan lahan selama beberapa tahun
sebelumnya dengan memakai metode F.J.Mock (Sri Harto Br. 1988)
Persepsi para pakar terhadap pengelolaan, pemanfaatan dan konservasi
daerah tangkapan air Danau Toba akandianalisa menjadi kelengkapan model
kebijakan konservasi sumber daya air danau. Tahapan penelitian diawali dengan
survey pengumpulan data primer dan sekunder, hasil survei ini dianalisis dengan
memakai metode AHP.
Ketiga kajian dan data tersebut di atas dijadikan acuan dalam penyusunan
model dengan menggunakan model dinamis untuk melihat saling keterkaitan antar
faktor dan untuk mendapatkan skenario kebijakan konservasi danau melalui
Sistem Dinamis. Alur penelitian disajikan pada Gambar 12.
52
KAJIAN EKOLOGIS
MODEL
KAJIAN
KAJIAN KONSERVASI
PERSEPSI
NERACA SUMBER DAYA AIR
PAKAR
AIR
F.J.MOCK
SISTEM DINAMIS AHP
REKOMENDASI
53
Bahan yang akan digunakan meliputi peta peta topografi, data pengelolaan
lahan, peta kawasan hutan, peta kemiringan lahan, peta bentuk lahan, peta
geologi, pata tanah, peta rencana tata ruang wilayah, data distribusi hujan, Citra
Satelit, perangkat GIS/SIG) dan kuesioner untuk wawancara dengan para pakar.
54
5. Metode Analisis
55
56
3. Analisis Tataruang
Analisis tata ruang ini dilakukan dengan mengkonfrontasikan Peta Rencana Tata
Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) dengan Peta Kemampuan Lahan serta Peta
Penggunaan Lahan hasil analisis terdahulu dengan cara overlay. Melalui analisis ini, akan
diketahui apakah penggunaan lahan telah sesuai dengan alokasi rencana dalam
RTRWP
57
Untuk menentukan besarnya hujan rata-rata pada daerah aliran digunakan data
curah hujan maximum setiap hujan dari stasuin hujan dengan metoda Poligon
Theissen, dengan rumus (2.1)
2. Analisa Evapotranspirasi
Evapotranspirasi Potensial (ETp=e)
Perhitungan nilai ETp menggunakan metode Dr. Thornthwaite yang
memanfaatkan suhu udara sebagai indeks ketersediaan energi panas untuk
berlangsungnya proses Evapotranspirasi dengan asumsi suhu udara tersebut
berkorelasi dengan radiasi matahari dan unsur lain yang mengendalikan proses
(Sosrodarsono, 1976).
ETp = e = 1,6 * (10*t/I) a ………………(2.4)
a = 0,000000675.I³ – 0,0000771.I² + 0.017921.I + 0.49239
a
;
58
Vn = [0.5 x ( 1+k ) x I ] + ( k x Vn‐1 )
Bf = I x ( Vn – Vn‐1 )…………..…………..….(3.10)
59
Laju Infiltrasi : I = Ci . WS
60
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air
yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistem (sub sistem) tertentu
seperti yang disajikan pada Gambar 13.
Ev
P ET Ev
P
P
Qro
Qs
t1
∆S t2 O1
Qbf
Danau
O3
I = O ± ∆S atau I - O = ± ∆S
I =I1 + I2 + I3+I4
61
62
yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam proses menentukan tujuan dan hirarki
tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria yang
bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam memilih kriteria-
kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan
kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Lengkap, kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang
penting, yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk
pencapaian tujuan.
2. Operasional, dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai
arti bagi pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati
terhadap alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk
membantu penjelasan alat untuk berkomunikasi.
3. Tidak berlebihan, menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya
mengandung pengertian yang sama.
4. Minimum, diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk
mempermudah pemahaman terhadap persoalan, serta
menyederhanakan persoalan dalam analisis.
Untuk menyelesaikan persoalan dengan AHP menggunakan prinsip
sebagai berikut :
1. Menyusun Hirarki(Decomposition)
Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan decomposition, yaitu
memecahpersoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya.Jika ingin mendapatkan
hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga
didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi.Karena alasan ini maka proses
analisis ini dinamai hirarki (Hierarchy). Pembuatan hirarki tersebut tidak
memerlukan pedoman yang pasti berapa banyak hirarki tersebut dibuat,
tergantung dari pengambil keputusan-lah yang menentukan dengan
memperhatikan keuntungan dan kerugian yang diperoleh jika keadaan tersebut
diperinci lebih lanjut. Ada dua jenis hirarki, yaitu hirarki lengkap dan hirarki tidak
lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada semua tingkat memiliki
63
semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian maka
dinamakan hirarki tidak lengkap.
64
Tingkat
Definisi Penjelasan
Kepentingan
1 Kedua elemen sama penting Dua elemen mempunyai pengaruh
yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman dan penilaian sedikit
penting daripada elemen yang lain mendukung satu elemen disbanding
elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat
daripada elemen yang lain kuat mendukung satu elemen
disbanding elemen yang lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting Satu elemen dengan kuat didukung
dari elemen lainnya dan dominan terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak lebih Bukti yang mendukung elemen yang
penting dari elemen lainnya satu terhadap elemen lain memiliki
tingkat penegasan tertinggi yang
mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai antara dua nilai Nilai ini diberikan bila ada dua
pertimbangan yang berdekatan kompromi diantara dua pilihan
Kebalikan Jika untuk aktifitas I mendapat
satu angka bila dibandingkan
dengan aktifitas j, maka j
mempunyai nilai kebalikannya
bila dibandingkan dengan i
65
1. Penggunaan AHP
AHP dapat digunakan dalam memecahkan berbagai masalah diantaranya
untuk mengalokasikan sumber daya, analisis keputusan manfaat atau biaya,
menentukan peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke masa
depan yang diproyeksikan dan menetapkan prioritas pengembangan suatu unit
usaha dan permasalahan kompleks lainnya. Secara umum, langkah-langkah dasar
dari AHP dapat diringkas dalam penjelasan berikut ini:
1. Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. Bila AHP digunakan untuk
memilih alternatif atau penyusunan prioritas alternatif, maka pada tahap ini
dilakukan pengembangan alternatif.
2. Menyusun masalah dalam struktur hirarki. Setiap permasalahan yang kompleks
dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur.
3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki. Proses ini
menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian tujuan, sehingga elemen
dengan bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Langkah pertama pada
tahap ini adalah menyusun perbandingan berpasangan yang ditransformasikan
dalam bentuk matriks, sehingga matriks ini disebut matriks perbandingan
berpasangan.
C merupakan kriteria dan memiliki n dibawahnya, yaitu A1 sampai dengan An.
Nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj dinyatakan dalam aij yang
menyatakan hubungan seberapa jauh tingkat kepentingan Ai bila dibandingkan
dengan Aj. Bila nilai aij diketahui, maka secara teoritis nilai aji adalah 1/aij,
sedangkan dalam situasi i=j adalah mutlak 1. Nilai numerik yang dikenakan
untuk perbandingan diatas diperoleh dari skala perbandingan yang dibuat oleh
Saaty pada tabel diatas. Untuk menyusun suatu matriks yang akan diolah
datanya, langkah pertama yang dilakukan adalah menyatukan pendapat para
responden melalui rata-rata geometrik yang secara sistematis ditulis sebagai
66
Urutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Matriks
(RI) 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
67
68
69
Menurut Saaty (1994) tahapan analisa data dengan AHP adalah: (1)
Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah; (2) Membuat struktur
hierarki yang dimulai dengan penentuan tujuan umum, sub-sub tujuan, kriteria
dan kemungkinan alternatif pada tingkat kriteria yang paling bawah. Penyusunan
hierarki dilakukan melalui diskusi mendalam dengan pakar yang mengetahui
persoalan yang sedang dikaji.
4. Struktur Hirarki
Untuk menganalisis kebijakan secara rasional dengan memilih alternatif
yang paling disukai oleh para pakar, maka dipakai metode Analytical Hierarchy
Process (AHP). Bagan alir dtruktur hirarkinya disajikan pada Gambar 14.
KEBIJAKAN KONSERVASI
SUMBER DAYA AIR DANAU TOBA
FAKTOR
AKTOR
TUJUAN.
ALTERNATIP
70
6. Pemodelan Sistem
1. Analisis Kebutuhan
71
72
1. Formulasi Permasalahan
Permasalahan sistem pada dasarnya adalah terdapatnya perbedaan
antara ketersediaan dari kondisi nyata dengan kebutuhan yang
diinginkan.Pada kondisi nyata, permasalahan sistem ditunjukan oleh
adanya isu yang berkembang sehubungan dengan terjadinya penurunan
kualitas perairan dan degradasi lahan di kawasan danau Toba serta
penurunan muka air danau.
Dalam memenuhi kebutuhan air yang berfluktuasi, perubahan besaran
ketersediaan air harus didukung oleh keberadaan sumber dan cadangan air yang
baik.Jumlah air yang diindikasikan oleh tinggi permukaan air harus berada pada
kisaran yang ditetapkan terutama pada bulan-bulan kering sehingga kebutuhan air
73
Pertumbuhan Penduduk +
Penggunaan Lahan
+
+
+
Kebutuhan
Air Evapotranspirasi
Pemanfaatan Air
+ +
+
+ Aliran
+ +
Permukaan
-
+
+
Evaporasi
Ketersediaan
air danau +
Resapan air
+ dan Aliran
Dibawah Tanah
INPUT
INPUT TIDAK LINGKUNGAN
TERKONTROL Peraturan Pemerintah OUTPUT YANG
1. Curah Hujan DIKENHENDAKI
2. Evapotranspirasi 1. Tinggi Muka Air yang stabil
3. Evaporasi Danau 2. Neraca Air Positip
4. Jenis Tanah
5. Topografi
MODEL
74
4. Pengujian Model
Validasi merupakan usaha untuk menyimpulkan model apakah
model sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari
realitas yang dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan yang
menyakinkan (Eriyatno, 1999).Validasi yang dilakukan adalah
terhadap struktur model dan keluaran model (output
model).Validasitersebut dilakukan dengan membandingkan hasil
keluaran model yang dirancang dengan data obsevasi lapangan pada
suatu periode tertentu.
75
-
Kualitas
Air
+
Kawasan
Industri
Kawasan
Parawisata
+ +
+
Kawasan
- + Pemukiman
+
Penggunaan
+
Lahan
Kawasan
Terbangun
Pertumbuhan Pertanian
Penduduk
Kawasan - +
+ Hutan
-
-
Evapotran +
spirasi +
+
+
Infiltrasi
Pemanfaatan + Presipitasi
Air
+
+
+
+ Perkolasi
Aliran Evaporasi
Permukaan
+
+ +
Ketersediaan
Air +
Aliran
Dibawah
Tanah
+
76
I1 = inflow pada waktu t1; I2= inflow pada waktu t2; O1= outflow pada
waktu t1; O2= outflow pada waktu t2; S1= volume danau pada waktu t1dan
S2= volume danau pada waktu t1. dt adalah interval dari waktuSt adalah
volume atau tinggi muka air awalS t+dt adalah kondisi muka air pada akhir.
Simulasi pengendalian tinggi muka air disajikan pada Gambar 18.
Tekanan Karakteristi Hujan
Penduduk k DTA /Sub
Evapotranspira
Tata Kemampua
Ruang nLahan
Penggunaa Infiltrasi Direct Run
n Lahan
Base Flo w
Evaporasi
Konservasi
Debit Masuk
Persepsi Masyarakat
Vo lu me
Debit Keluar
77
2. Rekomendasi
Dari hasil simulasi dapat ditentukan rekomendasi yang terbaik dari peubah
yang dapat dikendalikan untuk memwujudkan tujuan.
78
3. Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tahapan yang disajikan dalam Gambar 19
Pengumpulan Data
KAJIAN EKOLOGIS DTA
MODEL KAJIAN
KAJIAN
KONSERVASI PERSEPSI
NERACA AIR
SUMBER DAYA AIR MASYARAKA
T
F.J.MOCK SISTEM DINAMIS AHP
REKOMENDASI
79
80
meter. Muka air tertinggi terjadi pada bulan Januari tahun 2004 sebesar 905,08 m
dpl dan terendah terjadi pada bulan Juli tahun 1998 sebesar 902,28 m. Tinggi
muka air merupakan refleksi dari neraca air yang terjadi di daerah tangkapan air.
Dari hasil analisis ditemukan tinggi permukan danau rata-rata berada pada elevasi
903,85 m dpl.
77
Bab IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
78
a. Tipe Iklim
Menurut sistem klasifikasi iklim Oldeman, daerah tangkapan air Danau
Toba termasuk ke dalam tipe iklim B1, C1, C2, D2, dan E2. Bulan basah (Curah
Hujan ≥ 200 mm/bulan) bervariasi 3 – 9 bulan, sedangkan bulan kering (Curah
Hujan ≤ 100 mm/bulan) berturut-turut antara 2 – 3 bulan. Menurut sistem
klasifikasi iklim Scmidt dan Ferguson, DTA Danau Toba termasuk ke dalam tipe
iklim A, B dan C.
b. Temperatur
Suhu rata-rata pada DTA Danau Toba adalah 20,63ºC. Suhu bulanan rata-
rata yang terendah terjadi pada bulan Februari sebesar 19,70 ºC dan tertinggi pada
bulan Agustus sebesar 21,40 ºC. Suhu terendah yang pernah terjadi adalah 15,10
ºC pada bulan Januari 1997 dan yang tertinggi 22,80 ºC berada pada bulan Maret
2001 serta pada bulan Agustus 2001. Temperatur udara pada tahun 1997-2007,
disajikan pada Tabel Lampiran 1.
c. Kelembaban Udara
Kelembaban rata-rata tahunan adalah 82,61 %, kelembaban maksimum
rata-rata berada pada bulan Nopember sebesar 86,07% dan minimum pada bulan
Juli sebesar 78,02%. Kelembaban udara pada tahun 1997-2007 disajikan pada
Tabel Lampiran 2
80
d. Penyinaran Matahari
Penyinaran matahari rata-rata adalah 48 %, maksimum rata-rata bulanan
adalah 53% yang terjadi pada bulan Februari dan Maret dan minimum rata-rata
bulanan terjadi pada bulan Oktober. Pada periode tahun 1997 – 2007,
penyinanaran matahari maksimum terjadi pada bulan Januari 1997 sebesar 70%
dan minimum sebesar 30% pada bulan Oktober 20007, seperti dijelaskan pada
Tabel Lampiran 3
e. Kecepatan Angin
Kecepatan angin dari mulai tahun1997- 2007 yang didapatkan dari stasiun
Klimatologi Parapat Kabupaten Simalungun disajikan pada Tabel Lampiran 4.
Kecepatan angin bulanan rata-rata adalah 2,66 m/det, kecepatan angin bulanan
maksimum terjadi pada bulan Juli sebesar 3,37 m/det dan minimum ratarata
terjadi pada bulan Januari sebesar 2,45 m/det. Kecepatan angin terbesar yang
pernah terjadi selama tahun 1997 – 2007 adalah pada bulan Juli 2006 sebesar 5,40
m/det dan terkecil terjadi pada bulan Juni 1997 sebesar 0,50 m/det.
Peta Tanah yang bersumber dari Puslitanak Bogor, maka didapat hasil seperti
dijelaskan pada Gambar Lampiran 1 dan Tabel 10
Luas
No Tanah
(ha) (%)
1 Dystrandepts 20.893,32 7,83
2 Dystropepts 32.348,15 12,12
3 Eutropepts 63.254,02 23,71
4 Flupaquents 5.914,60 2,22
5 Hapludalfs 2.079,84 0,78
6 Humitropepts 8.775,90 3,29
7 Hydrandepts 89.347,44 33,49
8 Tropaquepts 22.464,34 8,42
9 Tropohemists 2.585,55 0,97
10 Lereng Terjal 19.148,72 7,18
Total 266.811,89 100,00
82
lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Tanah ini berlokasi
berada di daerah tropika yang memiliki cuaca terus menerus panas (hangat) dan
memiliki memiliki tingkat kejenuhan basa tinggi.
Dystrandepts. Jenis tanah ini termasuk ordo Inceptisol yang merupakan
tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada tanah Entisol.Umumnya
mempunyai horizon penciri kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut,
sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Tanah ini memiliki sifat andik
(memiliki bahan organik tinggi) dan memiliki tingkat kejenuhan basa yang
rendah. Tanah ini memiliki luasan sebesar 20.893,32 ha (7,83%) yang tersebar di
sekeliling Danau Toba yang memiliki kemiringan lereng yang agak landai sampai
agak curam.
Dystropepts. Jenis tanah ini termasuk ordo Inceptisol yang merupakan
tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada tanah Entisol. Umumnya
mempunyai horizon penciri kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut,
sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Tanah ini berlokasi berada di
daerah tropika yang memiliki cuaca terus menerus panas (hangat) dan memiliki
memiliki tingkat kejenuhan basa rendah. Tanah ini memiliki luasan sebesar
32.348,15 ha (12,12%) yang tersebar di sekeliling Danau Toba yang memiliki
kemiringan lereng yang agak landai yaitu di sebelah barat dekat Danau Toba dan
di sebelah timur dekat batas DRA Danau Toba.
Fluvaquents. Jenis tanah ini termasuk ordo Entisol merupakan tanah yang
masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada
horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Tanah ini memiliki
warna kelabu kebiruan karena adanya pengaruh penggenangan oleh air dan
biasanya sering ditemukan karatan. Selain itu juga tanah ini memiliki bahan
organik menurun tidak teratur terhadap kedalaman tanah. Tanah ini memiliki
luasan sebesar 5.914,60 ha (2,22%) yang tersebar di P.Samosir dengan
kemiringan lereng yang agak datar.
Hapludalfs. Jenis tanah ini termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah
yang terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik) dan
mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm
dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari
83
horison di atasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Tanah ini
biasanya terdapat di daerah lembab (humid). Selain itu juga, tanah ini memiliki
tingkat perkembangan yang masih baru/muda dan susunan horison yang masih
sedikit.
Humitropepts. Jenis tanah ini termasuk ordo Inceptisol yang merupakan
tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada tanah Entisol.Umumnya
mempunyai horizon penciri kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut,
sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Tanah ini berlokasi berada di
daerah tropika yang memiliki cuaca terus menerus panas (hangat) dan biasanya
memiliki lapisan bahan organik halus di lapisan atasnya (Humus). Tanah ini
memiliki luasan sebesar 8.775,90 ha (3,29%) yang tersebar di tengah pulau
Samosir dengan kemiringan lereng yang agak landai.
Tropaquepts. Jenis tanah ini termasuk ordo Inceptisol yang merupakan
tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada tanah Entisol. Umumnya
mempunyai horizon penciri kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut,
sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Tanah ini biasanya berada di
lokasi berair/tergenang dan berada di daerah tropika yang memiliki cuaca terus
menerus panas (hangat). Tanah ini memiliki luasan sebesar 22.464,34 ha (8,42%)
yang tersebar di pulau Samosir dan di dekat perairan Danau Toba.
Tropohemist, Jenis tanah ini termasuk ordo Histosol merupakan tanah-
tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur
pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung
bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Tanah ini memiliki bahan
organik dengan tingkat dekomposisi sedang (hemik) dan berada di daerah tropika
yang memiliki cuaca terus menerus panas (hangat). Tanah ini memiliki luasan
sebesar 2.585,55 ha (0,97%) yang tersebar setempat-setempat di dekat perairan
Danau Toba dengan kemiringan lereng datar.
4.1.4 Geologi
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Pematang Siantar, Sumatera, skala
1:250.000 (Clarke, etal. 1982) dan Peta Geologi Lembar Sidikalang, Sumatera,
skala 1:250.000 (Aldiss, et al. 1983), daerah penelitian disusun oleh berbagai
macam formasi batuan. Batuan tersebut dipengaruhi oleh struktur geologi di
84
beberapa tempat tertentu, disertai dengan kegiatan intrusi seperti disajikan pada
Gambar Lampiran 3 dan Tabel 11.
Formasi batuan yang terdapat di DTA Danau Toba, diuraikan di bawah ini.
¾ Anggota Batu gamping Formasi Alas (Ppal), terutama terdiri dari pualam,
sekis-kalk, genes, lapisan batu gamping pejal dan batugamping kristalin,
termasuk Tapanuli Group, bersentuhan sesar dengan formasi batuan di
sekitarnya yang diduga berumur Karbon Akhir hingga Perem Awal.
¾ Satuan Tufa Toba (Qvt) terutama terdiri dari tufa berkomposisi riodasit
yang sebagian teralaskan, berumur Plistosen. Formasi geologi ini
merupakan formasi yang memiliki luasan yang paling luas di DTA Danau
Toba sebesar 123.988,07 ha atau 46,47% dari total luasan DTA Danau
Toba.
¾ Anggota Batugamping Formasi Kuala (Mtks), terdiri dari lapisan batu
gamping pejal Sibaganding, batu gamping kristalin dan batu gamping
85
86
(2) Batuan yang mempunyai potensi resapan dan akuifer buruk, potensi longsoran
dan erosi rendah. Kawasan ini hanya dapat melalukan air hujan yang jatuh sebagai
aliran permukaan. Perubahan penggunaan lahan pada kawasan seperti ini juga
kurang berpengaruh nyata terhadap fungsi hidroorologis DTA secara keseluruhan
sehingga pengaruhnya terhadap kuantitas dan kualitas perairan Danau Toba juga
kurang nyata.
(3) Batuan yang mempunyai potensi resapan sedang sampai tinggi, akuifer baik,
potensi erosi rendah, potensi longsor sedang. Kawasan ini berfungsi sebagai
kawasan resapan yang menyimpan air hujan dan menjadi suplai/pasokan air
selama musim kemarau. Penutupan hutan pada kawasan seperti ini akan semakin
meningkatkan potensi resapannya
(4) Batuan yang mempunyai potensi resapan sedang sampai tinggi, akuifer sedang
sampai baik, sedangkan potensi erosi rendah,`potensi longsor sedang. Kawasan ini
berfungsi sebagai kawasan resapan yang akan banyak menyimpan air hujan dan
menjadi suplai/pasokan air selama musim kemarau. Penutupan hutan pada
kawasan seperti ini akan semakin meningkatkan potensi resapannya.
(5) Batuan yang mempunyai potensi resapan rendah sampai sedang, akuifer buruk
sampai sedang, potensi erosi rendah sampai sedang, potensi longsor sedang.
Kawasan seperti ini berfungsi sebagai kawasan resapan yang akan banyak
menyimpan air hujan dan menjadi /pasokan air selama musim kemarau apabila
penutupan lahannya merupakan hutan alam.
(6) Batuan yang mempunyai potensi resapan sedang sampai tinggi, akuifer sedang
sampai baik, potensi erosi rendah sampai sedang, potensi longsor sedang sampai
tinggi. Kawasan seperti ini berfungsi sebagai kawasan resapan yang banyak
menyimpan air hujan dan menjadi suplai/pasokan air selama musim kemarau.
4.1.5 Topografi
a. Ketinggian Tempat
Topografi kawasan pinggiran Danau Toba didominasi daerah pegunungan.
Data ketinggian tempat disajikan pada Tabel 12 dan Gambar Lampiran 4.
87
No K e ting gia n te m pa t L ua s (h a) %
(m dp l)
1 85 3 - 1 00 0 59 .44 8,9 9 2 2,2 8
2 10 00 - 11 50 39 .82 8,6 5 1 4,9 3
3 11 50 - 13 00 37 .63 7,2 1 1 4,1 1
4 13 00 - 14 50 57 .20 5,7 7 2 1,4 4
5 14 50 - 16 00 35 .52 8,4 3 1 3,3 2
6 16 00 - 17 50 17 .48 7,3 6 6,5 5
7 17 50 - 19 00 14 .25 5,2 9 5,3 4
8 19 00 - 21 00 5 .29 4,0 6 1,9 8
9 21 00 - 22 66 12 6,1 1 0,0 5
To ta l 2 66 .81 1,8 9
Daerah Tangkapan Air Danau Toba terletak pada ketinggian 853 m dpl -
2266 m dpl dan permukaan danau berada pada ketinggian 905 m dpl. Sekitar
77,72 % daerah tangkapan air Danau Toba berada diatas ketinggian 1000 m dpl
dan 63,79 % berada pada ketinggian antara 1000 - 1600 m dpl. Sisanya, sebesar
13,92 % berada pada daerah ketinggian antara 1600 - 2266 m dpl.
b. Kemiringan Lereng
Daratan pada daerah tangkapan air Danau Toba didominasi (84.59%) oleh
daratan yang berbukit-bukit hingga bergunung (kemiringan >3%). Kemiringan
DTA Danau Toba disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 5
Persentase
No Luas (ha) %
Kemiringan Lereng
1 0–3 41.127,72 15,41
2 3–8 79.857,79 29,93
3 8 – 15 54.689,74 20,50
4 15 – 25 33.206,51 12,45
5 25 – 40 24.705,14 9,26
6 >40 33.224,99 12,45
Jumlah 266.811,89
88
90
Luas lahan daratan DTA Danau Toba pada tahun 2001 yang bervegetasi
(hutan, kebun campuran, sawah dan semak belukar) sebesar 181.490,14 ha
(68,64%) dan lahan yang tidak bervegetasi (lahan terbuka, tegalan dan
pemukiman) sebesar 82.923,35 ha (31,36%). Tahun 2007, penggunaan lahan
bervegetasi berubah menjadi 168.085,87 ha (63,77%) serta lahan yang tidak
bervegetasi menjadi 95.483,29 ha (36,23%). Perubahan lahan bervegetasi dan
yang tidak bervegetasi dari tahun 2001 ke tahun 2007 adalah 13.404,27 ha atau
5,07%.Tahun 2009, penggunaan lahan bervegetasi berubah menjadi 108.672,20 ha
(41,42%) serta lahan yang tidak bervegetasi berubah menjadi 153.668,35 ha
(58,58%). Perubahan lahan bervegetasi dan yang tidak bervegetasi dari tahun
2007 ke tahun 2009, adalah 59.413,67 ha atau 22,54% dari luas daratan. Luas
lahan yang tidak bervegetasi menjadi dasar penentuan nilai faktor singkapan lahan
pada perhitungan neraca air dengan metode F.J.Mock
Luas hutan yang terdapat di DTA Danau Toba pada tahun 2001 mencapai
39,86 %, pada tahun 2005 menjadi 22,76 % dan tahun 2009 sebesar 23,83 % dari
luas daratan. Lahan yang tertutup hutan sebesar 16,46% dari luas DTA Danau
Toba dan ini sudah jauh berada di bawah angka standar minimal presentase luas
92
hutan pada suatu daerah aliran sungai atau danau yang masih tergolong baik, yaitu
30 % dari total luas suatu daerah tangkapan air.
Kebun Campuran
Perubahan luas kebun campuran dari tahun ke tahun pada DTA Danau
Toba disajikan pada Gambar 24
Semak Belukar
Perubahan luas lahan semak belukar dari tahun ke tahun pada DTA Danau
Toba disajikan pada Gambar 26
Lahan Terbuka
Perubahan luas lahan terbuka pada DTA Danau Toba dari tahun ke tahun
disajikan pada Gambar 27
94
Lahan terbuka terdiri dari alang-alang dan rumput yang terdapat pada
tempat yang relatif datar dan sebagian kecil dipunggung-punggung bukit. Lahan
terbuka cenderung semakin cepat meningkat dari tahun ke tahun, tahun 2001
sebesar 6,55% , tahun 2005 meningkat menjadi 8,22% dan pada tahun 2009
menjadi 17,09%.
Tegalan / Ladang
Perubahan luas tegalan/ladang dari tahun ke tahun pada DTA Danau Toba
disajikan pada Gambar 28
Luas tegalan ladang meningkat dengan cepat dari 20,86% pada tahun 2001
menjadi 22,84% pada tahun 2005 selanjutnya pada tahun 2009 menjadi 35,95%
dari luas DTA Danau Toba. Dari kondisi di atas maka diperkirakan air limpasan
jauh lebih besar dari pada air yang terinfiltrasi ke dalam tanah.
95
Pemukiman
Perubahan luas tegalan/ladang dari tahun ke tahun pada DTA Danau Toba
disajikan pada Gambar 29
96
Luas pada
Penggunaan Kebun Lahan Pemukima Semak Tegalan
No. tahun 2001 Hutan Sawah Tubuh Air Unclass
Lahan Campuran Terbuka n Belukar /Ladang
(ha)
1 Hutan 105.404,54 43.862,69 8.401,22 5.531,94 2.743,08 3.580,48 30.210,70 10.036,43 1.038,01 0,00
2 Kebun Campuran 6.861,51 638,47 1.030,01 1.743,65 297,17 53,55 1.886,62 1.146,48 65,57 0,00
3 Lahan Terbuka 17.309,61 2.244,83 900,71 3.497,39 929,42 193,95 4.463,70 5.002,51 77,11 0,00
4 Pemukiman 10.455,00 602,67 388,33 1.339,95 2.865,93 487,59 2.118,09 2.504,80 147,64 0,00
5 Sawah 22.220,72 677,05 1.091,90 1.441,97 2.312,96 7.198,92 4.927,98 3.586,82 983,13 0,00
6 Semak Belukar 47.003,37 7.513,63 1.085,86 3.138,12 1.502,27 957,40 20.396,79 11.256,78 1.152,53 0,00
7 Tegalan/Ladang 55.158,49 3.909,61 704,09 4.824,85 2.542,75 1.795,66 15.301,07 25.331,04 749,42 0,00
8 Tubuh Air 115.077,56 346,69 9,78 118,16 421,08 338,09 462,28 1.233,30 112.148,17 0,00
9 Unclass 449,29 191,64 23,09 28,14 0,00 9,48 81,27 106,31 9,36 0,00
Luas tahun 2007 (ha) 379.940,09 59.987,27 13.634,99 21.664,17 13.614,65 14.615,13 79.848,48 60.204,47 116.370,94 0,00
Sumber : Hasil analisis
Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi tutupan lahan yang lain dari
tahun 2001 sampai tahun 2007 secara berurutan adalah menjadi: (1) Kebun
campuran sebesar 8.401,22 ha; (2) Lahan terbuka sebesar 5.531,94 ha; (3)
Pemukiman sebesar 2.734,08 ha; (4) Sawah sebesar 3.580,48 ha;(5) Semak
belukar sebesar 30.210,70ha; (6) Tegalan/ladang sebesar 10.036,43 ha; (7) Tubuh
air sebesar 1.038,011 ha dan (8) Unclass tidak ada. Sehingga luas total hutan pada
tahun 2001 yang berubah penggunaanya menjadi bukan hutan pada tahun 2007
adalah sebesar 61.124,58 ha.
Sebaliknya perubahan penggunaan lahan dari bukan hutan pada tahun
2001 menjadi hutan pada tahun 2007 adalah dari : (1) Kebun campuran sebesar
638,47 ha; (2) Lahan terbuka sebesar 2.224,83 ha; (3) Pemukiman sebesar 602,67
ha; (4) Sawah sebesar 677,05 ha;(5) Semak belukar sebesar 7.513,63ha; (6)
Tegalan/ladang sebesar 3.909,61 ha; (7) Tubuh air sebesar 346,69 ha dan (8)
Unclass191,64 ha. Dengan demikian luas total nonhutan yang berubah
penggunaanya pada tahun 2001 menjadi hutan pada tahun 2007, adalah 16.124,58
ha. Dengan demikian defisit hutan adalah sebesar 45.417,27 ha. Luas hutan tahun
2007 adalah105.404,54ha dikurang 45.417,27 ha menjadi 59.987,27 ha. Dengan
hal yang sama seperti analisis di atas maka dinamika perubahan penggunaan lahan
ke penggunaan lahan lainnya dapat dihitung seperti yang telah disajikan pada
Tabel 17
97
IIe 35.502,37
1 II
IIs 50.841,84
IIIe 40.605,42
2 III
IIIs 61.613,13
3 IV IVe 2.995,18
Ve 22.464,34
4 V
Vw 2.585,55
5 VI VIe 28.917,02
6 VII VIIe 2.138,32
7 VIII VIIIe 19.388,65
Keterangan : e=faktor pembatasnya adalah erosi; w= faktor pembatasnya
adalah genangan air dan s =faktor pembatasnya adalah akar tanaman
98
22,22% dari luas daratan yang digunakan tidak sesuai dengan kemampuan lahan
daerah tangkapan air Danau Toba. Penggunaan lahan yang tidak sesuai ini harus
diupayakan untuk dikembalikan penggunaan yang sesuai dengan kemampuan
lahannya untuk mendapatkan kondisi yang ideal. Dari jenis penggunaan lahan
tersebut yang tidak memungkinkan untuk dirobah kembali adalah penggunaan
lahan pemukiman seluas 5.375,41 ha (2,06% dari luas daratan DTA Danau Toba)
dan yang masih memungkinkan untuk dikembalikan penggunaan lahannya
sebesar 52.641,12 ha atau 20,65% dari luas daratan DTA Danau Toba.
99
100
Unit Sub
No Kelas Luas (Ha) Arahan Penggunaan Lahan
Lahan Kelas
1 Af.6.2.2 II IIe 5.825,06 Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam
2 Af.6.3.3 II IIe 4.963,37 Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam
3 Afq.3.4 II IIs 5.914,60 Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam
4 Aq.2.2.1 V Ve 22.464,34 Penggembalaan intensif, hutan dan cagar alam
5 Au.3.2 V Vw 2.585,55 Penggembalaan intensif, hutan dan cagar alam
6 Hu.1.1.1 II IIe 6.446,18 Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam
7 dHu.1.8.2 III IIIe 1.840,88 Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam
8 Hu.3.2.3 III IIIe 7.075,41 Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam
9 Hu.5.1.2 II IIe 15.263,12 Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam
10 Hu.5.2.2 III IIIe 7.890,45 Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam
11 Hu.5.2.3 III IIIe 11.980,19 Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam
12 Hu.5.2.4 III IIIe 10.256,43 Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam
13 Kc.5.3 IV IVe 2.079,84 Pertanian Intensitas terbatas, penggembalaan, hutan dan cagar alam
14 Ma.2.3.3 VI VIe 3.270,24 Penggembalaan intensitas sedang, hutan dan cagar alam
15 Mfq.2.2.3 IV IVe 530,87 Pertanian Intensitas terbatas, penggembalaan, hutan dan cagar alam
16 Mfq.2.3.3 VI VIe 4.411,33 Penggembalaan intensitas sedang, hutan dan cagar alam
17 Mg.2.3.3 VI VIe 172,55 Penggembalaan intensitas sedang, hutan dan cagar alam
18 Mu.2.2.3 IV IVe 384,46 Pertanian Intensitas terbatas, penggembalaan, hutan dan cagar alam
19 Mu.2.3.3 VI VIe 14.199,10 Penggembalaan intensitas sedang, hutan dan cagar alam
20 Mu.2.3.4 VI VIe 6.863,81 Penggembalaan intensitas sedang, hutan dan cagar alam
21 Qd.1.1.0 II IIs 8.983,48 Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam
22 Qd.1.1.1 II IIs 16.612,51 Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam
23 Qd.1.1.2 III IIIs 7.567,17 Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam
24 Qd.1.1.3 III IIIs 5.672,12 Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam
25 Qd.1.2.1 III IIIs 6.770,07 Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam
26 Qd.1.2.2 III IIIs 21.336,11 Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam
27 Qd.1.2.3 III IIIs 20.267,66 Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam
28 Qd.1.3.2 II IIs 7.789,91 Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam
29 Qd.1.3.3 II IIs 11.541,34 Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam
30 Qd.1.9.2 III IIIe 1.562,07 Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam
31 Qd.2.3.2 II IIe 61,90 Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam
32 Vad.1.2.3 VII VIIe 1.033,72 Penggembalaan intensitas terbatas, hutan dan cagar alam
33 Vad.1.4.2 II IIe 2.942,74 Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam
34 Vd.1.2.3 VII VIIe 1.104,60 Penggembalaan intensitas terbatas, hutan dan cagar alam
35 X.1 VIII VIIIe 19.388,65 Cagar alam/hutan lindung
102
lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung adalah seluas 87.676,72
ha atau 33,25% dariluas daratan. Sementara itu, pada kawasan budidaya
ditemukan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan budidaya
yaitu hutan seluas 26.266,58 ha atau 9,97 % dari luas daratan. Dengan demikian,
luas penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan pada DTA
Danau Toba menurut RTRW Propinsi Sumatera Utara ditemukan seluas
113.943,30 ha atau 43,22% dari luas daratan. Hasil analisis disajikan pada Tabel
23
Berdasarkan draft peta RTRW Danau Toba ditemukan bahwa luas
kawasan lindung pada DTA Danau Toba adalah 134.518 ha atau 50,96% dari luas
daratan dan kawasan budidaya adalah sebesar 129.471 ha atau 49,04%dari luas
daratan. Data hasil rekaman Citralandsat pada tahun 2007, ditemukan jumlah luas
pengunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kawasan lindung yaitu hutan adalah
33.720,69 ha atau 12,79 % dari luas daratan dan jumlah luas penggunaan lahan
yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung adalah seluas 100.797,31 ha
atau 38,18 % dariluas daratan. Sementara itu, pada kawasan budidaya ditemukan
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan budidaya yaitu hutan
seluas 26.266,58 ha atau 9,97 % dari luas daratan. Dengan demikian, luas
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan ditemukan seluas
127.063,89 ha atau 48,13 % dari luas daratan. Hasil analisis tersebut disajikan
pada Tabel 23
103
Tabel 20 Penggunaan Lahan di DTA Danau Toba Yang Tidak Sesuai Dengan RTRW
Kelas
Tutupan Lahan Tutupan Lahan
No Kemampuan Rencana Tata Ruang Luas (Ha) Luas (Ha) Luas (Ha) Lebih Kurang Ket
(RTRW) (CitraLandsat)
Lahan
Cagar Budaya Pusuk Buhit 193,13 Hutan 45.758,97 Hutan 23.619,03 (22.139,94) Kurang
Hutan Lindung 39.808,73 Kebun Campuran 4.509,50 Kebun Campuran 6.770,55 2.261,05 Lebih
Hutan Produksi Terbatas 0,71 Lahan Terbuka 5.790,65 Lahan Terbuka 6.953,62 1.162,97 Lebih
Hutan Produksi Tetap 5.451,22 Pemukiman 782,91 Pemukiman 2.988,72 2.205,81 Lebih
1 II Hutan Rakyat 305,18 Sawah 28.681,45 Sawah 4.988,15 (23.693,30) Kurang
Sempadan Jalan 5.790,65 Semak Belukar - Semak Belukar 26.326,68 26.326,68 Lebih
Kaw. Perkebunan Rakyat 4.509,50 Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 13.876,74 13.876,74 Lebih
Kaw. Permukiman 782,91
Kaw. Pertanian 28.681,45
Hutan Lindung 45.247,77 Hutan 50.663,79 Hutan 16.260,30 (34.403,49) Kurang
Hutan Produksi Tetap 5.010,05 Kebun Campuran 11.258,18 Kebun Campuran 4.425,54 (6.832,64) Kurang
Hutan Rakyat 405,98 Lahan Terbuka 7.353,31 Lahan Terbuka 8.974,66 1.621,35 Lebih
2 III Sempadan Jalan 7.353,31 Pemukiman 1.310,84 Pemukiman 4.876,84 3.566,00 Lebih
Kaw. Perkebunan Rakyat 11.258,18 Sawah 30.571,46 Sawah 4.420,61 (26.150,85) Kurang
Kaw. Permukiman 1.310,84 Semak Belukar - Semak Belukar 32.953,79 32.953,79 Lebih
Kaw. Pertanian 30.571,46 Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 29.245,83 29.245,83 Lebih
Hutan Lindung 2.210,18 Hutan 2.316,19 Hutan 1.420,66 (895,53) Kurang
Hutan Produksi Tetap 106,01 Kebun Campuran 68,41 Kebun Campuran 2,65 (65,76) Kurang
Sempadan Jalan 203,77 Lahan Terbuka 203,77 Lahan Terbuka 93,93 (109,84) Kurang
3 IV Kaw. Perkebunan Rakyat 68,41 Pemukiman 21,47 Pemukiman 14,04 (7,43) Kurang
Kaw. Permukiman 21,47 Sawah 316,65 Sawah 24,92 (291,73) Kurang
Kaw. Pertanian 316,65 Semak Belukar - Semak Belukar 1.290,10 1.290,10 Lebih
Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 80,18 80,18 Lebih
Hutan Lindung 5.098,11 Hutan 5.106,28 Hutan 1.328,60 (3.777,69) Kurang
Hutan Rakyat 8,17 Kebun Campuran 2.753,59 Kebun Campuran 1.115,48 (1.638,11) Kurang
Sempadan Jalan 3.386,13 Lahan Terbuka 3.386,13 Lahan Terbuka 1.449,79 (1.936,35) Kurang
4 V Kaw. Perkebunan Rakyat 2.752,00 Pemukiman 729,60 Pemukiman 1.109,22 379,62 Lebih
Kaw. Permukiman 729,60 Sawah 11.883,48 Sawah 4.474,41 (7.409,07) Kurang
Kaw. Pertanian 11.883,48 Semak Belukar - Semak Belukar 5.966,67 5.966,67 Lebih
Kaw. Wisata 1,59 Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 8.414,93 8.414,93 Lebih
Hutan Lindung 17.323,33 Hutan 18.369,68 Hutan 14.597,12 (3.772,56) Kurang
Hutan Produksi Tetap 1.046,35 Kebun Campuran 2.804,23 Kebun Campuran 1.007,00 (1.797,23) Kurang
Sempadan Jalan 1.065,59 Lahan Terbuka 1.065,59 Lahan Terbuka 1.684,92 619,33 Lebih
5 VI Kaw. Perkebunan Rakyat 2.450,19 Pemukiman 228,95 Pemukiman 1.525,39 1.296,45 Lebih
Kaw. Permukiman 228,95 Sawah 6.172,47 Sawah 86,04 (6.086,43) Kurang
Kaw. Pertanian 6.172,47 Semak Belukar - Semak Belukar 5.126,28 5.126,28 Lebih
Kaw. Wisata 354,04 Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 4.614,16 4.614,16 Lebih
Cagar Budaya Pusuk Buhit 518,80 Hutan 1.054,73 Hutan - (1.054,73) Kurang
Hutan Lindung 474,90 Kebun Campuran 393,51 Kebun Campuran 199,36 (194,15) Kurang
Hutan Produksi Terbatas 0,62 Lahan Terbuka 32,23 Lahan Terbuka 668,09 635,86 Lebih
Hutan Produksi Tetap 60,41 Pemukiman 1,89 Pemukiman 105,70 103,81 Lebih
6 VII
Sempadan Jalan 32,23 Sawah 456,43 Sawah 15,84 (440,59) Kurang
Kaw. Perkebunan Rakyat 393,51 Semak Belukar - Semak Belukar 642,18 642,18 Lebih
Kaw. Permukiman 1,89 Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 307,62 307,62 Lebih
Kaw. Pertanian 456,43
Hutan Lindung 10.522,46 Hutan 10.522,46 Hutan 2.611,30 (7.911,16) Kurang
Sempadan Jalan 1.875,66 Kebun Campuran 2.340,32 Kebun Campuran 105,99 (2.234,33) Kurang
Kaw. Perkebunan Rakyat 2.326,46 Lahan Terbuka 1.875,66 Lahan Terbuka 1.744,83 (130,83) Kurang
7 VIII Kaw. Permukiman 320,94 Pemukiman 320,94 Pemukiman 2.635,10 2.314,16 Lebih
Kaw. Pertanian 2.045,95 Sawah 2.045,95 Sawah 258,53 (1.787,42) Kurang
Kaw. Wisata 13,86 Semak Belukar - Semak Belukar 7.221,82 7.221,82 Lebih
Tegalan/Ladang - Tegalan/Ladang 2.527,74 2.527,74 Lebih
Total 261.151,65 261.151,65 261.151,65 152.233,38 (152.233,38) Lebih
Sumber : Hasil analisis
104
sebesar 127.089,08 ha atau 47,63% dari luas daratan DTA Danau Toba dan
kawasan budidayaadalah 139.721,24 ha atau 52,37% dari luas daratan DTA
Danau Toba, seperti yang disajikan pada Tabel 22.
Data hasil rekaman Citralandsat pada tahun 2007, ditemukan jumlah luas
pengunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kawasan lindung yaitu hutan adalah
33.720,69 ha atau 12,79 % dari luas daratan dan jumlah luas penggunaan lahan
yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung adalah seluas 93.368,39 ha atau
35,39% dariluas daratan. Sementara itu, pada kawasan budidaya ditemukan
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan budidaya yaitu hutan
seluas 26.266,58 ha atau 9,97 % dari luas daratan. Dengan demikian, luas
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan menurut SK 201
Menhut/2006 ditemukan seluas 119.634,97 ha atau 45, 35 % dari luas
daratan.Hasil analisis disajikan pada Tabel 23.
Hasil analisis penggunaan lahan pada daerah tangkapan air Danau Toba
yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan, rencana tataruang dan rencana
kawasan hutan menunjukkan bahwa daerah tangkapan air Danau Toba harus
segera dilakukan upaya konservasi. Ketidaksesuaian penggunaan lahan tersebut
menjadi berpengaruh besar terhadap kelestarian kuantitas air Danau Toba. Hasil
analisis disajikan pada Tabel 23
106
Tabel 23 Penggunaan Lahan Yang Tidak Sesuai dengan Kemampuan Lahan, Tata
Ruang dan Rencana Kawasan Hutan di DTADanau Toba (2007)
Tata Ruang
Penggunaan Kemampuan Lahan Hutan dan Perairan
RTRW P Sumut RTRW Danau Toba
No. Fungsi Kawasan Lahan
Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai
ha ha ha ha ha ha ha ha ha
Tahun 2001
1 Kawasan Lindung 126.167,03 112.844,10 121.397,41 134.518,00 127.089,08
a. Hutan 56.714,25 56.714,25 56.129,85 56.714,25 64.683,16 56.714,25 77.803,75 56.714,25 70.374,83
b. Non Hutan 69.452,78 21,29% 24,53% 29,47% 26,68%
2 Kawasan Budidaya 138.246,46 150.807,55 142.254,23 129.471,00 136.721,24
a. Hutan 48.690,29 - 48.690,29 - 48.690,29 - 48.690,29 - 48.690,29
b. Non Hutan 89.556,17 102.117,26 18,47% 93.563,94 18,47% 80.780,71 18,44% 88.030,95 18,46%
Jumlah 264.413,49 263.651,65 104.820,14 263.651,64 113.373,45 263.989,00 126.494,04 263.810,32 119.065,12
39,76% 43,00% 47,92% 45,13%
Tahun 2007
3 Kawasan Lindung 125.355,02 112.844,10 121.397,41 134.518,00 127.089,08
a. Hutan 33.720,69 33.720,69 79.123,41 33.720,69 87.676,72 33.720,69 100.797,31 33.720,69 93.368,39
b. Non Hutan 91.634,33 12,79% 30,01% 33,25% 38,18% 35,39%
4 Kawasan Budidaya 138.214,14 150.807,55 142.254,23 129.471,00 136.721,24
a. Hutan 26.266,58 - 26.266,58 - 26.266,58 - 26.266,58 - 26.266,58
b. Non Hutan 111.947,56 124.540,97 9,96% 115.987,65 9,96% 103.204,42 9,95% 110.454,66 9,96%
Jumlah 263.569,16 263.651,65 105.389,99 263.651,64 113.943,30 263.989,00 127.063,89 263.810,32 119.634,97
39,97% 43,22% 48,13% 45,35%
4.1.10 Sosial-Kependudukan
a. Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk menunjukkan bahwa yang tinggal di daerah
tangkapan air Danau Toba cukup rendah. Hasil perhitungan pertumbuhan
penduduk dari tahun 2002 sampai dengan 2009 didapat adalah 1,14% pertahun.
Hal ini terjadi karena pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2004 terjadi
penurunan jumlah penduduk yang diduga terjadi karena lapangan kerja pada
kawasan ini sangat sedikit. Hal ini mendorong penduduk untuk mencari pekerjaan
yang lebih baik di luar Kawasan Danau Toba. Penduduk yang bermukim di dalam
DTA Danau Toba yang secara administratif tersebar di 7 kabupaten disajikan pada
Tabel Lampiran 7 dan Tabel 24.
107
Tabel 24 Jumlah penduduk pada setiap kabupaten di DTA Danau Toba (jiwa)
No. Kabupaten 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Penduduk
Tahun
(jiwa)
2007 665.953
2017 745.707
2027 835.012
2037 935.012
2047 1.046.989
2057 1.172.375
Catatan : Pertumbuhan penduduk rata-rata
1,14% per tahun (Hasil Analisis)
108
1200000
) 1100000
a
iw
(J 1000000
k
u
d
u
d 900000
n
e
p
h 800000
la
m
u
J
700000
600000
2007 2017 2027 2037 2047 2057
Ta hun
Gambar 30 Perkiraan Penduduk di DTA Danau Toba
dan jumlah seluruh penduduk (P). Luas lahan pertanian yang dapat memberikan
hasil untuk memenuhi kehidupan yang layak dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah produktivitas lahan serta jenis tanaman yang dibudidayakan.
Berdasarkan data Kabupaten Dalam Angka tahun 2007, rata-rata
kepadatan penduduk DTA Danau Toba pada tahun 2007 adalah 249 jiwa/km2.
Luas lahan pertanian berdasarkan overlay antara peta kemampuan lahan dengan
tutupan lahan di seluruh DTA Danau Toba adalah 14.615 ha. Tetapi berdasarkan
kemampuan lahan, DTA Danau Toba yang dapat dijadikan lahan pertanian adalah
seluas 70 % atau seluas 103.815,29 ha dari seluruh luas kawasan budidaya dan
30% lainnya untuk pemukiman dan infrastruktur. Nilai kebutuhan lahan pertanian
minimum untuk mendapatkan kehidupan yang layak diasumsikan seragam yaitu
0,78/ha/orang sesuai dengan yang ditetapkan tapak ekologi (ecological foot print)
untuk Indonesia (Said R et al. 2009). Jumlah penduduk di DTA Danau Toba yang
bermata pencaharian petani adalah 70 % dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14
% per tahun. Perhitungan tekanan penduduk terhadap lahan dapat dirumuskan
110
No Stasiun Koordinat
1 Situnggaling (Tanah Karo) 2,9125 LU ; 98,5103 BT
2 Sitinjo (Dairi-Sidikalang) 2,7395 LU ; 98,3703 BT
3 Dolok Sanggul (Humbang Hasundutan) 2,2895 LU ; 98,7434 BT
4 Sinur (Toba Samosir) 2,2333 LU ; 98,9833 BT
5 Laguboti (Toba Samosir) 2,3479 LU ; 99,1557 BT
6 Lumbanjulu (Toba Samosir) 2,5786 LU ; 99,0559 BT
7 Parapat (Simalungun) 2,7000 LU ; 98,9300 BT
8 Pangururan (Samosir) 2,6000 LU ; 98,7200 BT
112
450
400
)
m
(m
350
N
A
J
300
U
H 250
H
A
R 200
U
C
150
100
50
0
1 13 25 37 49 61 73 85 97 109 121 133 145 157 169 181
Bulan
300
)
m 250
m 230.93
( 226.18 230.06
at
ar 200 197.00
‐a 179.89 184.15
ta 175.85
r 154.03 153.79
150 147.54
n
ja
u 118.55
H
h
ar 100 98.02
u
C
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
Gambar 33 Curah hujan rata-rata bulanan DTA Danau Toba
Puncak musim hujan terjadi pada bulan April, Oktober dan Nopember
dengan curah hujan rata-rata bulanan berkisar antara 226,18 mm/bulan sampai
dengan 230,93 mm/bulan. Dan puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni-
Juli dengan curah hujan rata-rata bulanan berkisar antara 98,02-118,55 mm/bulan.
a. Evapotranspirasi
Perhitungan nilai ETp Evapotranspirasi Potensial (ETp=e)
menggunakan metode Dr. Thornthwaite yang memanfaatkan suhu udara sebagai
indeks ketersediaan energi panas untuk berlangsungnya proses Evapotranspirasi
dengan asumsi suhu udara tersebut berkorelasi dengan radiasi matahari dan unsur
lain yang mengendalikan proses (Sosrodarsono, 1978).
ETp = e = 1,6 * (10*t/I) a …………………………………………(2.4)
a = 0,000000675.I³ – 0,0000771.I² + 0.017921.I + 0.49239
114
a
;
e = Evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan) dan t = suhu rata-rata
bulanan (ºC)
Perbedaan evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas
(ET) dibanding dengan evapotranspirasi potensial dihitung menurut metode
F.J.Mock (Sri Harto Br. 1993) dengan rumus :
1 Daerah Terbuka 20 % - 40 %
2 Hutan Lebat 0 % - 10 %
3 Lahan Sekunder 10 % - 40 %
Faktor Singkapan Lahan yang dihitung sesuai dengan jenis tutupan lahan
pada DTA Danau Toba disajikan pada Tabel Lampiran 10 dan 11.Metode
perhitungan nilai singkapan lahan tersebut menggunakan interpretasi nilai
singkapan lahan dari masing-masing tutupan lahan pada Tabel Lampiran tersebut
115
di atas. Dengan menghitung luas tutupan lahan dikalikan dengan nilai singkapan
lahan pada Tabel 20 dan dibagi luas total tutupan lahan,dihasilkan nilai singkapan
lahan rata-rata. Berdasarkan luas hasil dari interpretasi Citra Landsat maka
didapatkan nilai singkapan lahan untuk setiap tahun pengamatan. Dari hasil
perhitungan didapat nilai faktor singkapan lahan pada tahun 2001 adalah sebesar
0,35 dan pada tahun 2007 adalah sebesar 0,30 sebagaimana disajikan pada Tabel
Lampiran 10 dan 11. Nilai singkapan inilah yang dipakai untuk menghitung nilai
evapotranspirasi terbatas atau evapotranspirasi aktual dengan rumus sebagai
berikut :
Luas Tutupan Lahan x Nilai Singkapan Lahan Setiap Jenis Tutupan Lahan
m = ----------------------------------------------------------------------------
Luas Total Tutupan Lahan
116
Curah hujan surplus rata-rata yang terjadi pada DTA Danau Toba adalah
sebesar 111,76 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar
183,87 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Juni yakni sebesar 28,26
mm/bulan. Namun pada beberapa bulan nilai curah hujan surplus adalah nol, hal
ini terjadi karena pada bulan tersebut evapotranspirasi lebih besar dari curah hujan
yang terjadi sehingga nilai surplus curah hujan tidak ada atau bernilai nol.
Curah hujan surplus rata-rata yang terjadi pada DTA Danau Toba adalah
sebesar 111,76 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar
183,87 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Juni yakni sebesar 28,26
mm/bulan.
d. Infiltrasi
Nilai infiltrasi tergantung kepada kemiringan lahan, porositas tanah dan
luas penutupan lahan serta nilai koefisien adalah antara 0-1. Dalam hal ini dipakai
koefisien infiltrasi sebesar 0.4 sesuai dengan hasil perhitungan pada analisis
topografi. Besar infiltrasi di DTA Danau Toba disajikan pada Tabel 31
Infiltrasi bulanan rata-rata yang terjadi pada DTA Danau Toba adalah
sebesar 44,71 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar
73,55 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Juni yakni sebesar 11,30
mm/bulan. Pada beberapa bulan tertentu infiltrasi air ke dalam tanah tidak ada.
118
Tahun
Aliran permukaan bulanan (mm/bl)
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
1997 41,21 49,50 114,34 88,47 40,12 27,75 75,21 21,38 26,84 87,90 106,73 33,11
1998 55,57 37,76 4,11 15,11 7,40 10,56 77,72 160,75 49,71 25,18 96,69 88,38
1999 49,82 25,62 83,82 21,57 40,29 0,63 20,11 52,20 167,36 118,54 52,12 60,15
2000 57,07 49,10 88,15 70,19 3,99 8,39 117,51 65,65 54,13
2001 109,15 23,32 103,66 74,18 11,09 15,57 59,36 159,89 91,99 58,38
2002 118,69 22,18 39,53 102,38 71,88 7,53 12,91 12,17 57,57 165,62 93,31 57,59
2003 60,15 85,58 106,16 147,42 54,30 52,09 50,16 74,54 38,62 80,60 135,65 102,53
2004 58,58 110,19 82,64 147,36 78,30 71,64 160,50 104,17 142,17 112,18
2005 109,69 23,79 68,90 96,40 18,95 12,29 27,35 51,78 28,86 198,26 129,24 66,10
2006 95,97 108,22 60,45 139,55 86,02 26,10 50,26 65,55 136,90 110,35 98,31
2007 76,37 53,53 53,03 146,61 93,41 30,10 39,40 48,06 87,62 136,49 75,52 89,44
Rata-rata 75,66 53,53 70,11 98,07 51,71 18,65 43,34 58,89 78,14 121,35 99,95 74,57
Infiltrasi bulanan rata-rata yang terjadi pada DTA Danau Toba adalah
sebesar 70,33 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar
121,35 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Juni yakni sebesar 18,65
mm/bulan
Tahun
Aliran bawah tanah bulanan (mm/bl)
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
1997 16,24 33,00 49,03 58,98 26,74 18,50 33,99 14,25 17,89 18,74 35,01 22,08
1998 34,53 25,18 2,74 10,08 4,93 7,04 20,61 55,94 33,14 16,79 40,68 53,29
1999 33,21 17,08 35,76 14,38 26,52 0,42 11,67 19,13 51,56 77,81 34,75 40,10
2000 38,05 32,74 42,80 46,79 2,66 5,59 - - 24,81 - 26,50 34,56
2001 35,90 15,54 - 21,50 3,42 4,07 6,83 8,34 18,32 22,36 27,96 44,76
2002 62,43 12,40 24,82 40,09 46,32 2,29 6,18 6,38 17,27 51,19 61,73 37,68
2003 57,43 54,69 62,01 74,70 34,72 32,23 31,19 39,01 24,73 38,43 58,41 67,70
2004 36,89 56,25 53,70 69,22 50,58 - 31,30 - 42,32 69,21 76,87 74,10
2005 71,38 14,25 40,05 48,23 11,02 6,25 15,35 20,69 18,19 54,44 85,67 43,34
2006 61,02 64,07 38,81 62,66 55,90 14,83 - 19,11 29,92 52,07 70,06 64,84
2007 50,91 35,69 35,35 56,61 62,27 20,06 26,27 31,52 39,74 60,72 50,34 59,63
Rata-rata 45,27 32,81 35,01 45,75 29,55 10,12 16,67 19,49 28,90 41,98 51,63 49,28
Aliran di bawah permukaan tanah bulanan rata-rata yang terjadi pada DTA
Danau Toba adalah sebesar 33,87 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan
Oktober sebesar 51,63 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Juni yakni
sebesar 10,12 mm/bulan
h. Limpasan (Run Off)
Limpasan (RO) adalah jumlah air dari daratan yang masuk ke danau yang
merupakan jumlah air limpasan permukaan dan aliran di bawah permukaan tanah
yang masuk ke danau.Curah Hujan daratan adalah curah hujan yang jatuh ke
daratan pada DTA Danau Toba, kemudian masuk ke danau sebagai limpasan
permukaan atau direct run-off (DRO) dan limpasan air tanah atau base flow(Bf)
dimana RO = DRO + Bf seperti disajikan pada Tabel 34.
Tabel 34 Limpasan air (Run Off)
Tahun
Limpasan air bulanan (mm/bl)
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
1997 57,46 82,51 163,37 147,45 66,86 46,25 109,20 35,63 44,73 106,64 141,75 55,19
1998 90,10 62,94 6,86 25,19 12,33 17,60 98,33 216,68 82,84 41,97 137,37 141,66
1999 83,03 42,70 119,58 35,94 66,81 1,05 31,78 71,32 218,93 196,35 86,87 100,24
2000 95,11 81,84 130,95 116,98 6,64 13,98 - - 142,31 - 92,15 88,69
2001 145,05 38,86 - 125,16 77,60 15,16 22,40 8,34 77,68 182,25 119,96 103,14
2002 181,12 34,58 64,36 142,47 118,20 9,83 19,09 18,55 74,84 216,81 155,05 95,27
2003 117,58 140,27 168,17 222,12 89,02 84,31 81,35 113,54 63,35 119,02 194,06 170,23
2004 95,48 166,44 136,34 216,58 128,88 - 102,94 - 202,82 173,38 219,04 186,28
2005 181,07 38,03 108,95 144,63 29,97 18,54 42,71 72,47 47,05 252,70 214,91 109,44
2006 156,99 172,28 99,25 202,21 141,93 40,93 - 69,36 95,47 188,97 180,41 163,15
2007 127,28 89,22 88,38 203,22 155,69 50,16 65,66 79,58 127,36 197,20 125,86 149,07
Rata-rata 120,93 86,33 98,75 143,81 81,27 27,07 52,13 62,32 107,04 152,30 151,58 123,85
Limpasan air bulanan rata-rata yang terjadi pada DTA Danau Toba adalah
sebesar 100,62 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar
152,30 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Juni yakni sebesar 27,07
mm/bulan.
120
Tahun
Evaporasi bulanan dari danau (mm/bl)
Jan Peb Maret April Mei Juni Juli Aug Sep Okt Nop Des
1997 50,62 84,08 71,61 80,33 76,49 75,60 78,12 65,59 72,45 67,87 41,90 48,83
1998 56,96 56,15 60,22 59,85 71,61 67,73 73,24 69,98 70,88 69,98 63,00 56,96
1999 60,22 64,68 55,34 75,60 65,10 59,85 66,73 73,24 69,30 53,71 51,98 50,45
2000 63,47 55,86 73,24 56,70 68,36 63,00 79,75 65,10 45,68 66,73 55,13 61,85
2001 61,85 55,86 69,98 53,55 68,36 56,70 65,10 74,87 50,40 63,47 58,28 55,34
2002 37,43 51,45 65,10 53,55 63,47 63,00 79,75 65,10 53,55 55,34 50,40 52,08
2003 61,85 42,63 65,10 48,83 81,38 56,70 61,85 65,10 74,87 68,36 42,53 50,45
2004 55,34 48,51 43,94 50,40 71,61 74,03 61,85 79,75 72,45 61,85 59,85 55,34
2005 83,00 64,68 76,49 66,15 65,10 77,18 66,73 73,24 69,30 53,71 51,98 50,45
2006 56,96 60,27 66,73 66,15 68,36 66,15 69,98 91,14 66,62 57,94 54,20 51,92
2007 58,75 58,36 64,77 61,11 69,98 65,99 70,31 72,26 64,10 62,33 52,76 53,54
Rata-rata 58,77 58,41 64,77 61,11 69,98 65,99 70,31 72,31 64,51 61,93 52,91 53,38
Tahun
Keluaran air bulanan ke Sungai Asahan (mm/bl)
Januari Peb Maret April Mei Juni Juli Aug Sep Okt Nop Des
1997 224,73 228,76 252,12 423,51 401,08 295,60 256,28 258,36 250,96 251,42 238,01 243,33
1998 233,85 246,80 241,94 243,10 242,17 251,42 253,27 242,63 253,74 258,13 238,47 259,98
1999 235,70 231,07 240,55 247,26 223,44 222,74 230,84 242,17 240,55 247,26 248,88 240,09
2000 244,95 239,63 235,23 233,38 238,47 238,01 237,78 238,93 237,31 234,31 232,92 234,08
2001 235,00 224,82 380,72 169,54 108,94 68,00 54,82 48,80 53,66 96,45 67,08 62,91
2002 56,90 65,92 66,61 63,61 65,69 78,18 114,49 116,34 117,50 116,81 151,50 153,12
2003 166,77 176,48 184,58 214,42 194,06 204,70 212,10 220,66 233,15 221,36 218,35 222,97
2004 223,24 231,91 233,97 223,07 237,36 237,62 233,41 230,73 202,83 187,35 159,85 155,77
2005 160,94 169,96 169,42 165,87 169,68 172,23 173,71 172,37 166,00 165,68 167,01 162,69
2006 162,82 174,36 183,19 191,68 211,36 223,18 220,25 233,90 233,42 236,05 224,00 344,88
2007 256,27 305,61 458,87 275,67 376,43 263,41 267,54 274,55 269,06 254,89 260,21 256,98
Rata-rata 200,11 208,67 240,66 222,83 224,43 205,01 204,95 207,22 205,29 206,34 200,57 212,44
122
Keluaran air bulanan rata-rata dari Danau Toba ke Sungai Asahan adalah
sebesar 211,54 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Agustus sebesar
240,66 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Nopember yakni sebesar
200,11 mm/bulan.
Kebutuhan Air
No. Kategori Kota Jumlah Penduduk (Jiwa)
Bersih (L/O/H)
124
g. Dugaan Aliran air yang lain yang masuk ke Danau Toba dan aliran
yang ke luar dari Danau Toba
Yang dimaksud dengan Aliran Air yang lain (Al) adalah ada aliran air
yang berasal dari Daerah Tangkapan Air yang lain yang masuk ke DTA selain
dari Sungai Larenun. Dugaan ini berasal dari selisih antara jumlah air hasil
perhitungan pengukuran tinggi permukaan air Danau Toba di lapangan dengan
jumlah air hasil perhitungan ketersediaan air dari Danau Toba.
Air yang masuk ke Danau Toba di kurangi dengan air yang ke luar Danau
Toba akan menambah atau mengurangi tinggi permukaan air sehingga di dapatkan
angka tinggi permukaan air danau secara perhitungan.
Air yang masuk ke Danau Toba =I
Air yang ke luar Danau Toba =O
Selisih air adalah : dL = I – O
Elevasi awal permukaan = WLo
Elevasi akhir perhitungan : WL1 = WLo + dL
Elevasi pengamatan : WLobs
126
yang lain yang yang masuk sehingga jumlah air yang masuk ke Danau Toba
menjadi terdiri dari :
1. Curah Hujan Danau (I1)
2. Run Off (I2)
3. Debit Sungai Lau Renun (I3)
4. Aliran Air Yang Lain ( I4)
Secara total jumlah air yang masuk ke Danau Toba adalah IW = I1 + I2 +
I3 + I4, seperti yang disajikan pada Tabel 40.
128
Hasil perhitungan neraca air tahun 1997-2007 yang dijelaskan pada Tabel
41, menunjukkan bahwa jumlah air selama 11 tahun Danau Toba masih
menunjukkan kelebihan air sebanyak 416,26 juta m3dan tinggi permukaan air
berada diantara 902.4-905,5 m dpl. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa daerah
tangkapan air Danau Toba mengalami defisisit setiap tahunnya. Pada tahun 1999,
2003 dan tahun 2007 DTA Danau Toba mengalami kelebihan air tetapi cenderung
kelebihan tersebut semakin berkurang setiap 4 tahun. Secara berurutan kelebihan
tersebut dari tahun 1997, 2003 dan 2007 adalah 1937,49 juta m3, 1028,41 juta m3
dan 800,79 juta m3. Dari angka tersebut dapat diduga untuk tahun berikutnya
sudah semakin turun dan cenderung terjadi defisit air yang semakin besar
Pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 dan dari tahun 2000 sampai
dengan tahun 2001 serta tahun 2004 sampai tahun 2006 jumlah keluaran air dari
Danau Toba lebih besar dari jumlah air yang masuk ke Danau Toba. Namun pada
tahun dari tahun 1998 sampai akhir tahun 1999 dan tahun 2001 sampai dengan
tahun 2004 jumlah air yang masuk ke Danau Toba lebih besar dari air yang ke
luar dari Danau Toba. Volume air Danau Toba semakin lama semakin berkurang
sementara tinggi permukaan air danau relatip sama.
130
Hasil pengamatan tinggi permukaan air Danau pada tahun 2001 berbeda
dengan pada tahun 2005 seperti disajikan pada Gambar 36. Pada tahun 2001
tinggi permukaan air danau berada diantara 903,4 mm/bl sampai dengan 904,3
mm/bl sementara pada tahun 2005 tinggi permukaan air danau berada antara
904,00 mm/bl sampai dengan 905,00 mm/bl artinya terjadi peningkatan tinggi
permukaan air.
132
(m dpl )
Tinggi permukaan air
905.0
904.5
904.0
903.5
903.0
902.5
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Bulan ke 49 = Jan 2001 dan Bulan ke 60 = Des 2001
905.0
904.5
904.0
903.5
903.0
902.5
Gambar 36 Tinggi Permukaan Air Danau Toba, tahun 2001 dan 2005
134
perbandingan pasangan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio diturunkan
dalam bentuk eigen vektor utama atau fungsi eigen.Analisis kebijakan ini disusun
atas lima level/hierarki, seperti yang disajikan pada Gambar 37.
4.3.2 Penyusunan Kuesioner dan Identitas Pakar
Setelah itu dilakukan penyusunan kuesioner berdasarkan level/hierarkhi
dan diisi dengan jawaban pertanyaan dari pakar.Diskusi difokuskan pada
pertanyaan-pertanyaan spesifik untuk memperoleh pemahaman yang mendalam
dari sudut pandang dan pengalaman pakar, persepsi, pengetahuan, dan sikap
tentang kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba yang berkelanjutan.
Kuesioner ditanyakan kepada 11 pakar. Identitas pakar yang diwawancarai adalah
disajikan pada Tabel 44.
Tabel 44 Daftar pakar yang diwawancarai tentang persepsi Danau Toba
KEBIJAKAN KONSERVASI
SUMBERDAYA AIR DANAU Fokus
TOBA YAN BERKELANJUTAN
Faktor
SUMBER DAYA SUMBER DAYA KEBIJAKAN TEKNOLOGI
ALAM MANUSIA PEMERINTAH
0,096
0,261 0,129 0,513
Aktor
Tujuan
EKOLOGI NERACA SOSIAL EKONOMI
AIR
0,272 0,198 0,234
0,296
Alternatif
Gambar 37. Hirarki penentuan kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba
136
Tingkat
No. Elemen Pendapat Pakar
Prioritas
I. Fokus
Konservasi Sumberdaya Air
II. Faktor
1. Kebijakan Pemerintah 0,513 1
2. Sumber Daya Alam 0,261 2
3. Sumberdaya Manusia 0,129 3
4. Teknologi 0,096 4
III Tujuan
1. Pemerintah 0,491 1
2. Masyarakat 0,197 2
3. Pengusaha 0,168 3
4. Akademisi 0,074 4
5. LSM 0,070 5
IV Tujuan
1. Neraca Air 0,296 1
2. Ekologi 0,272 2
3. Ekonomi 0,234 3
4. Sosial 0,198 4
V. Alternatif Kebijakan
1. Konservasi Hutan pada Kawasan Hutan 0,491 1
2. Konservasi Kawasan Pertanian 0,197 2
3. Konservasi Kawasan Pemukiman 0,168 3
4. Konservasi Kawasan Industri 0,074 4
5. Konservasi Kawasan Pariwisata 0,070 5
LSM. Level keempat adalah Tujuan yang terdiri dari 5 sub level yaitu 1).
Ekologi, 2). Neraca Air, 3). Sosial, 4). Kelembagaan, dan 5). Ekonomi. Level
kelima adalah Alternatif terdiri dari 5 sub level yaitu 1). Konservasi Hutan pada
Kawasan Berhutan, 2). Konservasi Kawasan Pertanian, 3). Konservasi Kawasan
Pemukinan, 4). Konservasi Kawasan Pariwisata, dan 5). Konservasi Kawasan
Industri. Garis-garis yang menghubungkan kotak-kotak antar level merupakan
hubungan yang perlu diukur dengan perbandingan pasangan dengan arah ke level
yang lebih tinggi. Level 1 merupakan fokus dari penelitian yakni Kebijakan
Konservasi Sumberdaya Air Danau Toba yang Berkelanjutan.
Faktor-faktor pada level 2 diukur dengan perbandingan pasangan berarah
ke level 1. Misalnya didalam Kebijakan Konservasi Sumberdaya Air Danau Toba
yang Berkelanjutan, mana yang lebih penting antara faktor sumberdaya manusia
dan sumberdaya alam. Mana yang lebih penting antara faktor sumberdaya
manusia dan kebijakan pemerintah,antara sumberdaya manusia dan teknologi,
antara kebijakan pemerintah dan teknologi, dan seterusnya. Faktor-faktor tersebut
diukur secara relatif antara satu dengan yang lain, dengan skala pengukuran relatif
1 hingga 9, seperti yang tertera dalam Tabel AHP.
Dari analisa AHP yang dilakukan, seperti ditunjukkan dalam Tabel AHP,
responden/pakar menganggap faktor kebijakan pemerintah sebagai prioritas
utama, yaitu 51,3% dan urutan prioritas pilihan pakar selanjutnya adalah faktor
sumberdaya alam (26,1%), sumberdaya manusia (12,9%) dan teknologi (9,6%),
sebagaimana tertera pada gambar berikut ini.
138
b. Aktor
Sehubungan para pakar/responden memilih kebijakan pemerintah sebagai
faktor yang paling penting, maka tentu saja aktor yang dapat melakukan
penyusunan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan Kebijakan Konservasi
Sumberdaya Air Danau Toba yang Berkelanjutan adalah pemerintah (49,1%),
masyarakat (19,7%) dan pengusaha (16,8%). Sedangkan aktor yang paling tidak
berperan terhadap kebijakan pemerintah adalah akademisi (7,4%) dan LSM (7 %).
Gambarberikut inimenunjukkan bahwa pada level 3 (aktor) diperoleh hasil
analisis yaitu pemerintah merupakan aktor yang paling berperan dalam penentuan
kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba. Hal ini menunjukkan bahwa
aspirasi pemerintah menjadi fokus perhatian dalam penentuan kebijakan
konservasi sumberdaya air. Pemerintah dalam hal ini memegang otoritas dalam
perencanaan dan pembangunan kawasan serta berperan menjamin kelestarian
pemanfaatan sumberdaya untuk kesejahteraan masyarakat. Adapun prioritas aktor
yang berpengaruh pada kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba yang
Berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 39
140
pembangunan itu baik dari segi ekonomi, lingkungan maupun sosial budaya,
sehingga segala keputusan yang akan diambil dalam pengelolaan suatu kawasan
selayaknya masyarakat ikut dalam pengambilan keputusan tersebut termasuk
melakukan pengawasan.Dalam konservasi sumberdaya air Danau Toba diperlukan
tanggung jawab bersama artinya semua stakeholder mampu bekerjasama dengan
prinsip keterpaduan secara simbiosis atau saling menguntungkan sehingga tidak
ada pihak yang dirugikan.
c. Tujuan
Harapan para pakar, kebijakan pemerintah untuk konservasi sumberdaya
air Danau Toba adalah dengan mewujudkan tujuan neraca air adalah sebesar
29,6%, kemudian mewujudkan tujuan ekologi adalah sebesar 27,3%, mewujudkan
tujuan ekonomi adalah sebesar 23,4% dan terakhir untuk tujuan sosial adalah
sebesar 19,8%. Hasil diskusi dengan pakar, pihak terkait dan penelitian di
lapangan, level tujuan diuraikan lagi menjadi beberapa sub level yaitu: Neraca
Air, Ekologi, Ekonomi, Sosial. Hasil analisis pendapat para pakar terhadap 4
(empat) sub level tujuan tersebut diperoleh bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam
konservasi sumberdaya air Danau Toba, seperti terlihat pada Gambar 40.
Tingginya nilai skor tujuan neraca air dan ekologi dibandingkan dengan
tujuan lainnya menunjukkan bahwa neraca air dan ekologi menjadi perhatian
utama konservasi sumberdaya air Danau Toba. Karena keberlanjutan neraca air
dan ekologi sebagai parameter dan asset utama yang menyediakan kebutuhan
manusia. Lingkungan menyediakan sistem pendukung kehidupan untuk
141
142
penggunaan lahan sesuai tata ruang menjadi prioritas utama dalam konservasi
sumberdaya air Danau Toba. Hal ini disebabkan karena pakar menilai bahwa air,
vegetasi dan aktivitas manusia dalam pemanfaatan ruang merupakan satu
kesatuan, yang satu sama lain membentuk hubungan timbal balik dalam sistem
hidrologi. Aktivitas manusia yang membabat hutan, menebangi pohon pelindung,
merusak sempadan sungai, serta membuang sampah sembarangan menyebabkan
berkurangnya daya dukung lahan untuk menyerap air hujan. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya kerusakan hutan sehingga menimbulkan bencana alam
seperti banjir, erosi, sedimentasi dan tanah longsor.
Selama ini tingkat kesadaran masyarakat terhadap fungsi vegetasi, sungai,
danau dan waduk sebagai daerah resapan air sangat rendah. Oleh karena itu
menjadi tanggung jawab besar bagi pemerintah sebagai pengelola kawasan
konservasi sumberdaya air Danau Toba. Kondisi ini memaksa pemerintah daerah
untuk melakukan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya menjaga
kelestarian Danau Toba sebagai daerah resapan air. Selain itu pelaku perusakan
kawasan konservasi harus ditindak tegas dengan memberikan hukuman dan sanksi
yang seberat-beratnya sehingga menimbulkan efek jera. Mengembalikan fungsi
daerah resapan air dapat juga dilakukan melalui penggunaan ruang sesuai dengan
peruntukannya artinnya bahwa kawasan Danau Toba harus tetap dipertahankan
keberadaannya dengan mengendalikan jumlah urban sprawl yang mengarah ke
Danau Toba melalui penerbitan peraturan yang melarang penduduk sekitar atau
penduduk perkotaan untuk mengkonversi lahan menjadi daearah pemukiman atau
lainnya yang tidak sesuai dengan peruntukan dan kesesuaian lahan. Pengaturan
dapat dilakukan dengan memperketat sistem perizinan yang sudah ada sehingga
mempersulit akses penduduk untuk konservasi sumberdaya air Danau Toba secara
berkelanjutan hal penting yang perlu juga diperhatikan adalah pemanfaatan ruang
sebab apabila pengaturan ruang di Danau Toba tidak terarah dengan baik akan
menimbulkan konflik pemanfaatan lahan sebagai akibat dari semakin
meningkatnya jumlah penduduk urban ke Danau Toba.
Sebagaimana diketahui bahwa permasalahan utama dalam konservasi
sumberdaya air Danau Toba adalah belum berfungsinya secara optimal penataan
ruang dalam rangka menyelaraskan, mensinkronkan dan memadukan berbagai
143
rencana dan program sektor. Berbagai fenomena bencana seperti banjir, longsor
dan kekeringan serta berkurangnya kawasan konservasi pada dasarnya merupakan
indikasi yang kuat terjadinya ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang, antara
manusia dengan alam maupun antara kepentingan ekonomi dengan pelestarian
lingkungan. Disisi lain dalam penerapannya sering terjadi inkonsistensi antara
Rencana Tata Ruang Wilayah dengan eksisting penggunaan lahan/pemanfaatan
ruang yang tidak berwawasan lingkungan. Berbagai dampak yang timbul akibat
ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang kawasan konservasi seperti hilangnya
estetika Danau Toba, pola pembangunan permukiman yang mengarah ke sekitar
kawasan, dan hilangnya akses masyarakat ke Danau Toba.
Untuk mengoptimalkan peran Danau Toba yang multiuse, dalam rangka
menghindari terjadinya kompetisi, konflik, dan perbedaan kepentingan, maka
secara operasional perlu dilakukan penzonasian kawasan untuk menclusterkan
kegiatan yang kompatibel dan memisahkan yang in compatible berdasarkan
aktivitas dan fungsi-fungsi wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan
pemanfaatan sumberdaya yang saling bertentangan dan menentukan yang mana
kegiatan-kegiatan dilarang dan diijinkan untuk setiap zona peruntukkan. Atau
dengan kata lain sebagai upaya untuk menciptakan suatu keseimbangan antara
kebutuhan-kebutuhan pembangunan dan kegiatan konservasi sumberdaya air
Danau Toba. Selain tujuan neraca air dan ekologi, tujuan ekonomi juga sangat
berpengaruh terhadap Kebijakan Konservasi Sumberdaya Air di kawasan Danau
Toba. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, subkriteria yang perlu diperhatikan
adalah keberlanjutan usaha, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
penyediaan infrastruktur.
Untuk mendukung konservasi sumberdaya air Danau Toba, yang harus
diprioritaskan adalah adanya pertumbuhan ekonomi yang mampu mendorong
terbentuknya usaha-usaha kecil atau menengah yang didirikan oleh mayarakat
secara swadaya dengan bantuan modal dari pihak pengelola, sehingga terjadi
simbiosis antara pihak-pihak yang terkait dan sinergi yang mempertinggi kinerja
ekonomi masyarakat dan lingkungan. Keberadaan Danau Toba diharapkan
mampu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak
pembangunan ekonomi di wilayahnya secara berimbang (balanced development)
144
tersebut dapat berupa keterkaitan secara fisik, sosial dan ekonomi seperti adanya
jaringan jalan, jaringan telekomunikasi, dan infrastruktur lainnya untuk
mendukung pergerakan roda perekonomian masyarakat di sekitar kawasan. Ini
berarti keberadaan Danau Toba dituntut secara sukarela untuk menyediakan
infrastruktur yang diperlukan baik yang dibutuhkan oleh Danau Toba untuk
aktivitasnya sendiri demi menjamin kelancaran usahanya maupun infratruktur
yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Tujuan lain yang berpengaruh dalam konservasi sumberdaya air Danau
Toba adalah keberlanjutan sosial. Manfaat yang diharapkan adalah meningkatnya
peran masyarakat dalam usaha konservasi sumberdaya air di Danau Toba sebagai
langkah pelestarian dan perlindungan lingkungan. Dalam penyelenggaraan
penataan ruang, pelaksanaan hak dan kewajiban serta peran serta masyarakat
sangat diperlukan untuk memperbaiki mutu perencanaan, membantu terwujudnya
pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, serta
menaati keputusan-keputusan dalam rangka penertiban pemanfaatan ruang. Dalam
rangka memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui rencana tata ruang,
pemerintah berkewajiban mengumumkan atau menyebarluaskan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan pada tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat
mengetahui dengan mudah (Sugandhy, 1999).
Keberadaan masyarakat di sekitar kawasan sangat penting untuk
diperhatikan hal ini bertujuan untuk minimisasi konflik kepentingan dalam
konservasi sumberdaya air Danau Toba. Diharapkan keberadaan Danau Toba
mampu memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan sosial masyarakat
khususnya sekitar Danau Toba misalnya penyediaan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat lokal. Banyaknya stakeholder yang terlibat dalam konservasi
sumberdaya air Danau Toba, diharapkan mampu bersimbiosis dalam penggunaan
sumberdaya sehingga memberikan keuntungan kepada stakeholder.
Pengelolaan dan pengendalian konservasi sumberdaya air Danau Toba
memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
kehidupan sosial masyarakat sekitar kawasan. Konservasi sumberdaya air Danau
Toba harus mampu memberikan dampak positif terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat sekitar melalui program-program pemberdayaan dan keterlibatan
146
masyarakat secara langsung dalam kegiatan pemanfaatan atau budidaya, hal ini
akan mampu meminimalisasi konflik dan kesenjangan sosial yang terjadi di
lingkungan masyarakat sekitar kawasan sehingga menjamin stabilitas penduduk
dalam memenuhi kebutuhan dasar dan memperhatikan keanekaragaman budaya
lokal (dengan mengakui dan menghargai sistem sosial dan kebudayaan yang
berlaku, mendorong partisipasi masyarakat lokal sehingga mampu mendefinisikan
kebutuhan dan keinginan, tujuan serta aspirasinya melalui pemberian tanggung
jawab kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang pada
akhirnya menentukan dan berpengaruh pada kesejahteraan hidup mereka, serta
mengurangi angka kemiskinan melalui penyediaan lapangan kerja bagi
masyarakat lokal.
Dalam kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba yang
berkelanjutan, pertimbangan aspek sosial sangat penting karena pembangunan
yang tidak sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat selain kurang
memenuhi sasaran, juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Perkembangan dan
perubahan lingkungan yang terjadi menyebabkan menurunnya kondisi
lingkungan, timbulnya ketegangan sosial dan konflik yang menyebabkan tidak
diindahkannya masalah-masalah yang bersifat persahabatan. Sehingga interaksi
manusia dengan alam yang tadinya serasi dan seimbang menjadi destruktif
sifatnya. Aspek sosial menyangkut sikap masyarakat dan individu dalam
memandang kehidupan (norma budaya), kerja dan wewenang, struktur
administrasi dan struktur birokrasi dalam sektor pemerintah/publik maupun
swasta, hukum, pola-pola kekerabatan dan agama, tradisi budaya, wewenang dan
integritas instansi pemerintah, partisipasi masyarakat dalam perumusan keputusan
dan kegiatan pembangunan serta keluwesan atau kekakuan ekonomi dan sosial.
Oleh karena itu pihak pengelola harus mengetahui aturan masyarakat yang
berlaku di kawasan yang akan dibangun sehingga pengalokasian sumberdaya dan
distribusi pendapatan tepat sasaran dan tidak melanggar norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat. Pihak pengelola harus memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk terlibat dalam seluruh kegiatan pemanfaatan yang
berkaitan dengan keberadaan Danau Toba. Sehingga tingkat pengangguran dapat
dikurangi dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan hal ini akan
147
Ga
mbar 41. Prioritas kebijakan konservasi sumberdaya air kawasan Danau Toba.
148
4.4 PEMODELAN
4.4.1 Analisis Kebutuhan
Hasil wawancara kepada pihak yang mempunyai kepentingan
danketerkaitan terhadap konservasi air Danau Toba, didapatkan kebutuhan
stakeholder seperti disajikan dalam Tabel 46
Diagram I-O disajikan pada Gambar 42 dan Causal Loop Diagram pada
Gambar 43
150
INPUT LINGKUNGAN
Peraturan Pemerintah
INPUT TIDAK
OUTPUT YANG
TERKONTROL
DIKENHENDAKI
1. Curah Hujan
1. Tinggi Muka Air yang stabil
2. Evapotranspirasi
2. Neraca Air Positip
3. Evaporasi Danau
4. Jenis Tanah
5. Topografi
MODEL KONSERVASI
SUMBER DAYA AIR
DANAU TOBA
UMPAN BALIK
Pertumbuhan Penduduk +
Penggunaan Lahan
+
+
+
Kebutuhan
Air Evapotranspirasi
Pemanfaatan Air
+ +
+
+ Aliran
+ +
Permukaan
-
+
+
Evaporasi
Ketersediaan
air danau +
Resapan air
+ dan Aliran
Dibawah Tanah
Sub Model
Ekologi
Model
Neraca Air dan Tinggi
Permukaan Air
G
a
m
b
a
r
4
Gambar 45 Rangkaian elemen pembentuk model neraca air
152
Penduduk Jlh_Penduduk
Laju_Penduduk KA_Industri PLTA_Asahan
KA_Penduduk
Fraksi_Penduduk
KA_Sosial_Ekonomi
Untuk memperkirakan jumlah penduduk pada masa yang akan datang dan
laju pertumbuhan dipergunakan formula analisis geometrik.Model pertumbuhan
pendudukyang digunakan adalah model pertumbuhan penduduk secara
geometrik(geometric rate of growth) dengan dasar bunga-berbunga
(bungamajemuk), dimana angka pertumbuhan (rate of growth ) sama untuksetiap
tahun, dengan rumus matematika :
Pt = Po( 1 + r)t,
dimana:
Pt = jumlah penduduk pada tahun ke-t.
Po = jumlah penduduk pada tahun awal.
r = angka rata-rata laju pertumbuhan penduduk.
T = jangka waktu (dalam tahun)
La_Renun
RO_Danau
Curah_Hujan d_Vn
Run_Off kVn_13
Base_Flow
Direct_Run_Off
Koefisien_Limpasan kVn_1
Rate_33 Rate_36
Water_Surplus
Koeff_Infiltrasi
Constant_17
Evapotranspirasi
Constant_15
Infiltrasi GW03
kxInf
Evapotranspirasi_Potensial kVn_011
kVn_01
Evaporasi_Aktual
Rate_37 Rate_38
Constant_19
Jumlah_Hari_Hujan_setiap_bulan GW01
Constant_18
Faktor_Tutupan_Lahan
e
Faktor_Resesi_k
Gambar 47 Sub model ekologi
154
Model keluaran air dari danau terdiri dari penjumlahan kebutuhan air
rumah tangga, kebutuhan air sosial, kebutuhan air industri, kebutuhan air untuk
memutar turbin PLTA Asahan, keluaran air dari celah-celah lapisan dasar danau
dan evaporasi danau.Komponen keluaran ini digabung menjadi Keluaran air.
Model masukan air terdiri dari curah hujan di daratan, curah hujan yang langsung
jatuh ke danau, debit air yang berasal dari sungai Larenun dan debit air lain yang
merupakan dugaan air yang masuk dari beberapa cekungan air disekitar dan dari
luar daerah tangkapan air Danau Toba. Selisih antara masukan dan keluaran air
ditambah dengan elevasi permukaan air danau sebelumnya merupakan tinggi
permukaan air.
PDDK_Simulasi Debit_Lain2
Penduduk
Laju_Penduduk
KAP
Efisiensi_PLTA
KAI
PDDK_Obsv
KAPI
PLTA
Fraksi_Penduduk
Evaporasi
Keluaran1
OutFlow_x_1000000
Rate_40
Level_4
MASUKAN Constant_21 KELUARAN Out Inflow Outflow
Kondisi_Neraca
Constant_10 WL_Observasi
La_Renun
Ketersediaan_ Constant_20
IW
d_Vn
Debit_Lain1 RO_Danau
Direct_Run_Off Koefisien_Limpasan
Water_Surplus kVn_1
Rate_33 Rate_36
Koeff_Infiltrasi
Eff_ET GW03
Constant_17
Infiltrasi
ET
Constant_15
kxInf
kVn_011
ETp
kVn_01
dE
Rate_37 Rate_38
Constant_19
GW01
Jumlah_Hari_Hujan_setiap_bulan
Constant_18
Faktor_Singkapan_Lahan
e
Faktor_Resesi_k
156
) 750,000
a 740,000
iw
j( 730,000
k 720,000 Simulasi
u 710,000 Geometrik
d
u 700,000
d
n
e 690,000
p 680,000
h
a
l 670,000
m 660,000
u
J
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
Jumlah Penduduk Hasil Simulasi (jiwa)
Jumlah Penduduk Hasil Geometrik (jiwa)
Hasil pengujian model dengan cara grafis dan uji statistik menunjukkan
bahwa hubunganantara debit hasil model dengan hasil pengukuran di lapangan
cukup signifikan. Nilai uji korelasi menunjukkan nilai r-hitung sebesar 0,89lebih
besar dari r-tabel sebesar 0,576, terdapat korelasi yang kuat antara hasil simulasi
dari model dengan data observasi lapangan. Model dapat digunakan untuk analisis
ketersediaan air di Danau Toba denganmelakukan perencanaan alternatif
penggunaan lahan dan pengaturan debit air ke sungai Asahan.
158
Curah hujan
Bulan Rata-rata andalan 80 %
mm/bl mm/bl
Jan 183,30 138,29
Peb 147,54 104,68
Mar 180,73 131,02
Apr 228,17 148,78
Mei 154,90 99,44
Jun 98,87 59,56
Jul 119,48 70,52
Aug 154,91 96,86
Sep 185,87 122,34
Okt 231,47 134,57
Nop 232,62 173,41
Des 199,62 144,84
159
160
1. Curah hujan surplus yang merupakan curah hujan yang jatuh di DTA
Danau Toba yang dikurangi dengan evapotranspirasi yang terjadi.
2. Curah hujan surplus yang jatuh di daratan, selanjutnya mengalir ke
danau melalui mekanisme air limpasan permukaan dan air bawah
tanah.
3. Curah hujan yang jatuh langsung ke danau.
4. Debit air sungai Larenun yang berasal dari daerah tangkapan air
lainnya atau bukandari DTA Danau Toba.
5. Debit air yang berasal dari cekungan air tanah disekitar DTA Danau
Toba.
Sementara itu, jumlah air yang ke luar dari Danau Toba, terdiri dari
komponen sebagai berikut :
1. Penguapan air dari danau atau evaporasi danau.
2. Debit air yang dilepas ke sungai Asahan untuk kebutuhan PLTA
Asahan
3. Kebutuhan air penduduk dan industri.
4. Debit yang diperkirakan ke luar dari danau melalui celah-celah lapisan
batu di dasar danau ke daerah yang lebih rendah elevasi
permukaannya.
a. Skenario Existing
Dilakukan sesuai dengan kondisi existing yang telah terjadi tanpa effort
apapun sehingga cukup mudah melaksanakan karena sudah terjadi hanya
melanjutkan saja tanpa ada usaha terhadap nilai peubah Pertumbuhan penduduk
sebesar 1,14%, koefisien infiltrasi sebesar 0.4, faktor singkapan lahan (m) adalah
0.35, fraksi evapotranspirasi adalah 1,0atau tidak ada upaya untuk memperkecil
evapotranspirasi serta debit air yang dilepas ke sungai Asahan untukkebutuhan air
PLTA Asahan adalah sebesar 91,69 m3/det atau 100% dari rata-rata pemakaian
debit selama tahun 1997-2007.
b. Skenario Optimis
Skenario optimisdilakukan dengan mempertimbangkan kemudahan
pencapaian tujuan dan upaya melaksanakan peubah cukup sulitnamun optimis
mencapai hasil yang diinginkan.Kebijakan yang dilakukan adalah
mempertahankan debit air yang dilepas ke sungai Asahan untuk kebutuhan air
PLTA Asahan sebesar 91,69 m3/det atau 100% dari rata-rata pemakaian debit
selama tahun 1997-2007. Kemudian menekan pertumbuhan penduduk menjadi
0,8% per tahun, memperkecil jumlah air yang melimpas dengan sampai mencapai
koefisien air limpasansebesar 0,55;mengupayakan memperbesar daya serap tanah
sehingga mempunyai koefisien infiltrasi sebesar 0,45;menambah jumlah luas
lahan yang bervegetasi sehingga nilai singkapan lahan menjadi 0,25 serta
mengupayakan memperkecil nilai evapotranspirasi menjadi 75% dari
evapotranspirasi existing.Dengan kebijakan tersebut di atas, maka neraca air
menjadi positip dengan perkataan lain kondisi neraca air Danau Toba menjadi
lebih baik 100 % dari kondisi existing serta tinggi muka air danau sesuai dengan
yang diinginkan berada pada elevasi yang diinginkan.
c. Skenario Moderat
Kebijakan dilakukan dengan mempertimbangkan pencapaian tujuan dan
upaya melaksanakan peubah lebih mudah namun tidak optimis mencapai hasil
yang diinginkan. Kebijakan yang dilakukan adalah mengendalikan pertumbuhan
penduduk menjadi 1,0 % per tahun, memperkecil jumlah air yang melimpas
162
dengan menambah koefisien air limpasan dari 0,6 menjadi 0,57; memperbaiki
daya serap tanah sehingga mempunyai koefisien infiltrasi sebesar 0,43;
menambah jumlah luas lahan yang bervegetasi sehingga nilai singkapan lahan
menjadi 0,30; memperkecil nilai evapotranspirasi menjadi 85% dari
evapotranspirasi existing serta debit air yang dilepas ke sungai Asahan untuk
kebutuhan air PLTA Asahan sebesar 91,69 m3/det atau 100% dari rata-rata
pemakaian debit selama tahun 1997-2007.Dengan kebijakan tersebut di atas, maka
neraca air menjadi positip dengan perkataan lain kondisi neraca air Danau Toba
menjadi lebih baik 75 % dari kondisi existing serta tinggi muka air danau sesuai
dengan yang diinginkan berada pada elevasi yang diinginkan.
d. Skenario Pesimis
Kebijakan dilakukan dengan mempertimbangkan kemudahan pencapaian
tujuan dan upaya melaksanakan peubah cukup mudah namun pesimis mencapai
hasil yang diinginkan.Kebijakan yang dilakukan adalah mengendalikan
pertumbuhan penduduk menjadi 1,2 % per tahun, memperkecil jumlah air yang
melimpas dengan menambah koefisien air limpasan dari 0,6 menjadi 0,58;
memperbaiki daya serap tanah sehingga mempunyai koefisien infiltrasi sebesar
0,42; menambah jumlah luas lahan yang bervegetasi sehingga nilai singkapan
lahan menjadi 0,32; memperkecil nilai evapotranspirasi menjadi 88% dari
evapotranspirasi existing serta debit air yang dilepas ke sungai Asahan untuk
kebutuhan air PLTA Asahan sebesar 91,69 m3/det atau 100% dari rata-rata
pemakaian debit selama tahun 1997-2007.Dengan kebijakan tersebut di atas, maka
neraca air menjadi positip dengan perkataan lain kondisi neraca air Danau Toba
menjadi lebih baik 50 % dari kondisi existing serta tinggi muka air danau sesuai
dengan yang diinginkan berada pada elevasi yang diinginkan.
163
Nilai
No. Skenario Peubah Terkendali Satuan
Peubah
1. EXISTING Pertumbuhan Penduduk (Fp) 1,14 % /thn
Tanpa Nilai Koefisien Infiltrasi (If) 0,40
melakukan Nilai Faktor Singkapan Lahan (m) 0,35
perubahan Debit ke PLTA Asahan (100%) 91,69 m3/det
terhadap peubah Efisiensi Evapotranspirasi 1,0
2. OPTIMIS Pertumbuhan Penduduk (Fp) 0,80 % /thn
Sulit melakukan Nilai Koefisien Infiltrasi (If) 0,45
peubah tetapi Nilai Faktor Singkapan Lahan (m) 0,25
hasil yang akan Debit ke PLTA Asahan (100%) 91,69 m3/det
dicapai optimis Efisiensi Evapotranspirasi 0,75
sesuai dengan
yang diinginkan
3. MODERAT Pertumbuhan Penduduk (Fp) 1,00 % /thn
Lebih mudah Nilai Koefisien Infiltrasi (If) 0,43
melakukan Nilai Faktor Singkapan Lahan (m) 0,30
peubah dan Debit ke PLTA Asahan (100%) 91,69 m3/det
tidak optimis Efisiensi Evapotranspirasi 0,85
mencapai hasil
yang diinginkan.
4. PESIMIS Pertumbuhan Penduduk (Fp) 1,20 % /thn
Mudah Nilai Koefisien Infiltrasi (If) 0,41
melakukan Nilai Faktor Singkapan Lahan (m) 0,32
peubah tetapi Debit ke PLTA Asahan (100%) 91,69 m3/det
pesimis Efisiensi Evapotranspirasi 0,88
mencapai hasil
yang diinginkan
164
4.5.3 Prediksi Neraca Air Danau Toba dengan status tanpa intervensi
Prediksi neraca air pada masa depan dengan status tanpa intervensi adalah
kondisi dimana tidak ada perubahan inputartinya tidak ada campur tangan dari
pemerintah sebagai pembuat kebijakan konservasi, kondisi dibiarkan seperti apa
adanya yang sudah terjadi. Pertumbuhan penduduk tetap sebesar 1,14% pertahun,
tidak ada upaya mengurangi air limpasan dan menambah kapasitas daya tangkap
air sehingga koefisien infiltrasi yang dipergunakan adalah 0,40, penggunaan lahan
tetap seperti semula dimana nilai singkapan lahan 35 % dan debit ke sungai
Asahan rata-rata dilepas sebesar 91,69 m3/det. Hasil simulasi menunjukkan, pada
tahun 2017 dan 2057 kondisi daerah tangkapan air Danau Toba sebagai berikut :
a. Penduduk
Jumlah penduduk dengan pertumbuhan 1,14% per tahun, pada tahun 2017
adalah 746.327 jiwa. Pada tahun 2057 jumlah penduduk di daerah tangkapan air
Danau Toba sebesar 1.172.375 jwa atau hampir 2 kali dari jumlah penduduk pada
tahun 2007 yakni sebesar 665.953 jiwa.
b. Ketersediaan air
Kondisi ketersediaan air pada tahun 2017 sampai tahun 2057 yang terdiri
dari kondisi air limpasan, resapan air atau infiltrasi, base flow dan run off adalah
tetap sama seperti dijelaskan oleh Gambar 52.
250
200 1
1
1
mm/bulan
1 Run_Off
150 1 1 1
3 1 3 Base_Flow
2
100 3 3 3
1 4 1 4 3 Direct_Run_Off
3 3 3
4 24 2 1 34 24 2
50 2 4 2 3 2 Infiltrasi
2 4 1 42 4
34 2
23
0 4 12
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
Bulan : Jan - Des 2017
c. Neraca Air
Hasil simulasi menunjukkan bahwa ketersediaan air pada tahun 2017
defisit 461,70 x 106m3dan pada tahun 2057 defisit bertambah menjadi sebesar
492,84 x106 m3 seperti dijelaskan pada Tabel 52
1,200
1,000
2 1 1
800 2 1 2 2 1
1 1
2 1 2 2 2 MASUKAN
600 1 1
1 2 1 2 KELUARAN
2 2
400 1
12 2
200
1
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Bulan : Jan - Des 2017
166
Neraca air kondisi negatip terjadi mulai bulan Januari sampai dengan
bulan Oktober dan neraca air kondisi positip terjadi pada bulan Oktober sampai
dengan Desember.Sebaran neraca air setiap bulannya pada tahun 2057
ditunjukkan oleh Grafik 54.
1,000
2 1 1
800 2 1 2 2 1
1 1
2 1 2 2 2 MASUKAN
600 1 1
1 2 1 2 KELUARAN
1 2 2
400
12 2
200
1
109110111112113114115116117118119120121
Bulan : Jan - Des 2057
Neraca air kondisi negatip terjadi mulai bulan Januari sampai dengan
bulan Oktober dan neraca air kondisi positip terjadi pada bulan Oktober sampai
dengan Desember.
906
Tinggi Permukaan Air (m)
905
904
903
902
901
900
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
Tinggi Muka Air Danau Toba kondisi existing, tahun 2017
Gambar 55 Tinggi Muka Air Danau Toba, Kondisi Eksisting tahun 2017
167
906
904
903
902
901
900
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
Tinggi Muka Air Danau Toba kondisi existing, tahun 2057
Gambar 56 Tinggi Muka Air Danau Toba, Kondisi Eksisting tahun 2057
Tinggi muka air yang akan terjadi selama tahun 2017 pada kondisi
existing berada pada kisaran 900,5 m dpl sampai dengan 901,3 m dpldan tinggi
muka air yang akan terjadi selama tahun 2057 pada kondisi existing adalah berada
pada kisaran terendah 900,2 m dpl sampai dengan tertinggi 901,1 m dpl.Kondisi
tinggi muka air tersebut berada dibawah 903,0 m dpl merupakan kondisi yang
tidak diinginkan, sehingga diperlukan suatu upaya untuk memperbaiki kondisi
daerah tangkapan air.
Jumlah air untuk kebutuhan pemakaian air masih dapat terpenuhi tetapi
kondisi tersebut menyebabkan lingkungan bermasalah khususnya di seluruh tepi
Danau Toba karena tinggi muka air Danau Toba yang terendah turun sekitar 2 m
dari yang dipersyaratkan. Untuk memperbaiki kondisi ini, maka dilakukan
skenario. Skenario tersebut dilakukan dengan merubah beberapa input peubah
pada model sesuai dengan strategi konservasi yang telah disebutkan diatas..
Tinggi permukaan air terendah pada tahun 2017 menjadi 900,5 m dpl
artinya permukaan air danau turun 2,0 m dari tinggi permukaan air danau terendah
kondisi yang dipersyaratkan yakni 903,00 m dpl. Kalau dibiarkan terus sampai
dengan tahun 2057 maka tinggi permukaan Danau Toba turun menjadi 900,10 m
dpl.Kondisi ini adalah kondisi yang tidak diinginkan oleh masyarakat dan
pemerintah karena sudah merusak ekosistem ditepi danau dan mengganggu
aktifitas operasional transportasi danau.
168
Existing
Moderat
Pesimis
Optimis
170
Pesimis
Eksisting
Moderat
Optimis
b. Ketersediaan Air
Kondisi ketersediaan air di DTA Danau Toba pada tahun 2017 untuk
skenario optimis, moderat dan pesimis disajikan pada Gambar 59.
Jumlah air ( mm / bulan )
250
200 1 1 1
1 1 Run_Off
1 1
150 1
3 3 Base_Flow
1 2
100 3 4 1 4 3
3 Direct_Run_Off
2 4 2 4 3 4 2 1 2 4 2 3
2 3 4
50 2 1 3 4 3 2
Infiltrasi
4 3 4 2 2 4
2 3
4
0 1 2
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
Skenario Optimis : Jan - Des Tahun 2017
250
Jumlah air (mm/bulan)
200 1
1 1
1 1 Run_Off
1 1
150 1
3 3 Base_Flow
2
100 3 1 4 1 4 3
3 3 Direct_Run_Off
3 4 1 2 4 3
2 4 2 4 2 2 3 3 4 2
50 3 2 Infiltrasi
2 1 4 4
4 3 4 2 2
2 3
0 4 1 2
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
Skenario Moderat : Jan - Des 2017
250
Jumlah air (mm/bulan)
200 1
1 1
1 1 Run_Off
1
150 1 1
3 3 Base_Flow
2
100 3 3 1 1 3
4 4 3 Direct_Run_Off
3 3 3
1 2 4
2 4 2 4 4 2 2 3
3 4
2
2
Infiltrasi
50 4 1
2 4 4
3 4 2 2
2 3
0 4 1 2
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
Skenario Pesimis : Jan - Des 2017
172
baik khususnya di daerah tangkapan air Danau Toba sampai pada tahun 2057.
Dari hasil simulasi dapat dijelaskan bahwa jumlah air limpasan dan air yang
infiltrasi selama satu tahun akan menjadi jumlah dari total Run Off selama satu
tahun, hanya penyebarannya yang berbeda pada setiap bulannya untuk masing-
masing skenario.
c. Neraca Air
Hasil simulasi neraca air untuk skenario optimis, moderat dan pesimis
tahun 2017 disajikan pada Tabel 55 dan tahun 2057 disajikan pada Tabel 56.
Tabel 55 Skenario Neraca Air Danau Toba tahun 2017
Neraca Air 2017 (x1.000.000 m3)
Bulan Optimis Moderat Pesimis
Masukan Keluar Masukan Keluar Masukan Keluar
Jan 784,09 707,43 768,38 707,50 764,28 707,58
Feb 835,43 969,91 822,80 969,99 820,14 970,07
Mar 585,32 716,59 567,11 716,67 562,09 716,75
Apr 951,90 961,29 942,93 961,37 943,29 961,45
Mei 743,34 638,96 725,72 639,04 720,85 639,13
Jun 382,46 363,04 366,84 363,12 362,91 363,21
Jul 144,06 367,05 144,06 367,13 144,06 367,21
Aug 476,80 718,58 463,92 718,66 461,88 718,75
Sep 586,83 559,54 570,12 559,63 566,69 559,71
Okt 959,35 946,26 944,55 946,34 943,97 946,43
Nop 901,41 701,81 881,38 701,90 875,81 701,98
Des 828,14 519,61 808,71 519,70 803,08 519,79
Jumlah 8.179,13 8.170,07 8.006,52 8.171,05 7.969,05 8.172,06
Neraca Air 9,06 -164,53 -203,01
1,000
2 1 1
800 2 1 2 2 1
1 1
2 1 2 2 2 MASUKAN
600 1 1
1 2 1 2 KELUARAN
2 2
400 1
12 2
200
1
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Skenario Optimis : Jan - Des 2017
Jumlah Air (x1.000.000 m3)
1,200
1,000
2 1 1
800 2 1 2 2 1 1
1 1
2 2 2 2
600 1 MASUKAN
1 1 1
2 2 2
400 1 KELUARAN
12 2 2
200
1
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Skenario Moderat : Jan - Des 2017
Jumlah air (x1.000.000m3)
1,200
1,000
2 1 1
800 1 2 2 1
12 1 2 2
1
2 2
600 1 MASUKAN
1 1 1
2 2 2
400 1 KELUARAN
12 2 2
200
1
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Skenario Pesimis: Jan - Des 2017
174
1,000
2 1 1
1
800 1 2 1 2 2 1
2 1 2 2 2 MASUKAN
600 1 1
1 1
2 2 2 KELUARAN
400 1 2
12 2
200
1
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Skenario Optimis : Jan - Des 2057
Jumlah air ( x 1.000.000 m3)
1,200
1,000
2 1 1
800 2 1 2 2 1 1
1 2 1 2 2 2 1
600 MASUKAN
1 1 1
2 2 2
400 1 KELUARAN
12 2 2
200
1
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Skenario Moderat : Jan - Des 2057
Jumlah air ( x1.000.000 m3)
1,200
1,000
2 1 1
800 2 1 2 2 1 1
1 2 1 2 2 MASUKAN
2 1
600 1
1 2 1 2
1 2 KELUARAN
400 2
12 2
200
1
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Skenario Pesimis,: Jan - Des 2057
Skenario Optimis
Hasil simulasi dengan skenario optimis, menunjukkan bahwa neraca air
pada tahun 2017 positip dimana keluaran air lebih kecil dari masukan air sebesar
9,06x 106 m3. Dari tabel menunjukkan bahwa selama tahun 2017 jumlah air yang
masuk adalah 8.179,13 x106 m3dan jumlah air yang keluar sebesar 8.170,07x106
m3. Kondisi neraca negatip atau keluaran air lebih besar dari masukan air selama
tahun 2017 terjadi pada bulan Februari sampai dengan April dan pada bulan Juli
sampai dengan Augustus. Kondisi neraca air positip pada tahun 2017 terjadi pada
bulan Mei dan Juni serta pada bulan September sampai dengan bulan Desember.
175
176
8.172,06 x 106 m3. Kondisi neraca negatip atau keluaran air lebih besar dari
masukan air selama tahun 2017 terjadi 8 (delapan) bulan yaitu pada bulan
Februari sampai dengan April dan pada bulan Juni sampai dengan September.
Kondisi neraca air positip terjadi 4(empat) bulan yakni pada tahun 2017 terjadi
pada bulan Mei dan Juni serta pada bulan Oktober sampai dengan bulan
Desember.
Hasil simulasi dengan skenario pesimis, menunjukkan bahwa neraca air
pada tahun 2057 negatip dimana keluaran air lebih besar dari masukan air sebesar
236,40x 106 m3. Dati tabel menunjukkan bahwa jumlah air yang masuk selama
tahun 2057 adalah 7.969,05 x 106 m3 dan jumlah air yang keluaran sebesar
8.205,45 x106 m3. Kondisi neraca negatip atau keluaran air lebih besar dari
masukan air selama tahun 2057 terjadi terjadi 8 (delapan) bulan pada bulan
Februari sampai dengan April dan pada bulan Juni sampai dengan Oktober.
Kondisi neraca air positip pada tahun 2057 terjadi 4(empat) bulan yaitu pada
bulan Januari dan Mei serta pada bulan Nopember dan Desember.
Hasil simulasi tinggi permukaan air Danau Toba untuk skenario optimis,
moderat dan pesimis pada tahun 2057 disajikan pada Tabel 58
Tabel 58 Tinggi permukaan air Danau Toba, Skenario 2057
Optimis
Moderat
Pesimis
Eksisting
Optimis
Moderat
Pesimis
Eksisting
Skenario Optimis
Hasil simulasidengan skenario optimis, menunjukkan bahwa tinggi
permukaan air Danau Toba pada tahun 2017 yang terendah berada pada elevasi
904,90 m dpl dan yang tertinggi berada pada elevasi 905,47m dpl. Kedua posisi
tersebut masih berada di dalam batas tinggi permukaan air danau yang diinginkan
yakni berkisar pada elevasi 903,00 -905,50 mdpl.Hasil simulasidengan skenario
optimis, menunjukkan bahwa tinggi permukaan air Danau Toba pada tahun 2057
yang terendah berada pada elevasi 904,73 m dpl dan yang tertinggi berada pada
elevasi 905,31. Kedua posisi tersebut masih berada di dalam batas tinggi
permukaan air danau yang diinginkan yakni berkisar pada elevasi 903,00 -905,50
m dpl.
Skenario Moderat
Hasil simulasidengan skenario moderat, menunjukkan bahwa tinggi
permukaan air Danau Toba pada tahun 2017 yang terendah berada pada elevasi
903,92 m dpl dan yang tertinggi berada pada elevasi 904,55 m dpl. Kedua posisi
179
tersebut masih berada di dalam batas tinggi permukaan air danau yang diinginkan
yakni berkisar pada elevasi 903,00-905,50 m dpl.Hasil simulasidengan skenario,
menunjukkan bahwa tinggi permukaan air Danau Toba pada tahun 2057 yang
terendah berada pada elevasi 903,69 m dpl dan yang tertinggi berda pada elevasi
904,33 m dpl. Kedua posisi tersebut masih berada di dalam batas tinggi
permukaan air danau yang diinginkan yakni berkisar pada elevasi 903,00-905,50
m dpl.
Skenario Pesimis
Hasil simulasi dengan skenario pesimis, menunjukkan bahwa tinggi
permukaan air Danau Toba pada tahun 2017 yang terendah berada pada elevasi
902,91 m dpl dan yang tertinggi berada pada elevasi 903,61 m dpl. Kedua posisi
tersebut ada yang tidak berada di dalam batas tinggi permukaan air danau yang
diinginkan yakni kisaran elevasi 903,00 -905,50 m dpl yaitu pada bulan Agustus,
September dan Oktober. Pada bulan yang lainnya berada pada posisi yang
diinginkan.Hasil simulasidengan skenario pesimis, menunjukkan bahwa tinggi
permukaan air Danau Toba pada tahun 2057 yang terendah berada pada elevasi
902,62 m dpl dan yang tertinggi berada pada elevasi 903,34 m dpl. Kedua posisi
tersebut tidak berada di dalam batas tinggi permukaan air danau yang diinginkan
yakni kisaran elevasi 903,00 -905,50 m dpl.
Dari hasil simulasi tersebut di atas yang terbaik adalah pada skenario
optimis. Pada tahun 2017 neraca air menunjukkan bahwa jumlah air yang masuk
lebih besar dari yang keluar. Pasokan air ke PLTA Asahan dapat diberikan rata-
rata 100% sesuai dengan yang diinginkan. Tinggi muka air berada dalam batas
yang diinginkan yakni 905,30-905,50 m dpl serta perbedaan antara elevasi
tertinggi dengan elevasi terendah hanya 0,60 m ini menunjukkan bahwa skenario
berhasil dan cukup baik. Pada tahun 2057, neraca air menunjukkan bahwa
keluaran air sedikit lebih besar dari masukan air yaitu sebesar 10,62 x 106 m3. Hal
ini terjadi akibat dari pertambahan penduduk semakin besar sehingga kebutuhan
air juga semakin bertambah, namun hanya dalam jumlah yang relatip sedikit.
180
4. Debit air yang berasal dari cekungan air tanah disekitar kawasan Danau Toba,
merupakan hal yang khusus. Diperkirakan air tersebut berasal dari Cekungan
Air Tanah (CAT) disekitar Danau Toba. Untuk mempertahankan debit air ini
maka dalam kebijakan konservasi Danau Toba seharusnya wilayah cadangan
air tanah ini harus dilakukan juga upaya konservasi. Wahyudin (2010)
menyatakan di sekitar KDT terdapat 5 cekungan air tanah (CAT) yakni 3 CAT
lintas kabupaten (CAT Medan, CAT Sidakalang, CAT Tarutung) dan 2 CAT
dalam kabupaten (CAT Samosir dan CAT Porsea-Prapat)
5. Debit air yang dilepas ke sungai Asahan untuk kebutuhan PLTA Asahan, tetap
dipertahankan 100 % dari rata-rata saat ini yakni 91,69 m3/det (227
mm/bulan) dan tinggi muka air danau selalu berada pada elevasi yang
diinginkan yakni berkisar 903,00-905,00 m dpl. Hal ini dimaksudkan agar
tujuan ekonomi pemanfaatan Danau Toba tetap dipertahankan, PLTA dapat
berjalan dengan baik karena pasokan air tetap dapat terpenuhi namun tidak
mengganggu ekosistem di sekitar danau.
6. Pertumbuhan penduduk di DTA Danau Toba adalah sangat kecil yaitu sebesar
1,14% pertahun. Namun didalam perhitungan kebutuhan air pada masa yang
akan datang akan tetap berpengaruh, sehingga konservasi air dalam hal
pemakaian air oleh penduduk harus dilakukan upaya program kebijakan
Reduce, Reuse dan Recycle (R3). Dengan program R3 ini maka kebutuhan air
penduduk dan kebutuhan air industri. .
7. Mengganti tanaman penutup lahan di daerah tangkapan air Danau Toba dari
yang ada saat ini di DTA Danau Toba menjadi jenis tanaman yang berpotensi
mengurangi evapotranspirasi minimal sebesar 25 % dari kondisi yang ada saat
ini.
Keseluruhan pilihan tersebut diatas menunjukkan harus ada upaya yang
keras dan biaya yang sangat besar. Tetapi pilihan skenario kebijakan tersebut
lebih baik jika dibandingkan dengan upaya mengurangi pasokan air ke PLTA
Asahan. Pengurangan air ke Sungai Asahan akan mengakibatkan pengoperasian
PLTA Asahan menjadi berkurang dan ini adalah kondisi yang tidak diinginkan.
Kondisi yang diinginkan adalah neraca air positip dan tinggi muka air berada
selalu di antara 903,00 - 905,00 m dpl
183
BAB V
SARAN DAN SIMPULAN
5.1 Simpulan
1. Kajian ekologis daerah tangkapan air Danau Toba dapat memberikan
informasi tentang kondisi potensial ketersediaan air di DTA Danau Toba. Hasil
penelitian terhadap kondisi ekologis daerah tangkapan air Danau Toba
menunjukkan bahwa daerah tangkapan air Danau Toba sudah terjadi degradasi
kualitas ekologis. Oleh karena itu diperlukan upaya konservasi untuk melakukan
perbaikan ekologis agar dapat dipertahankan fungsi Danau Toba secara maksimal.
Kesimpulan ini berdasarkan analisis data yang telah dibahas di atas, diantaranya
adalah:
a. Penggunaan lahan yang bervegetasi pada tahun 2001 adalah 68,64%
dan yang tidak bervegetasi adalah 31,36% dan tahun 2007 berubah menjadi
penggunaan lahan yang bervegetasi 63,77% dan yang tidak bervegetasi
sebesar 36,23% dari luas daratan DTA Danau Toba.
b. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan
mencapai 21,29 % pada tahun 2001 dan 30,01 % pada tahun 2007.
c. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRWP Sumatera Utara
mencapai 24,53% pada tahun 2001 dan 33,25% pada tahun 2007.
d. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW Danau Toba
29,47 % mencapai pada tahun 2001 dan 38,18 % pada tahun 2007
e. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan Rencana Kawasan Hutan
berdasarkan SK 201 Menhut /2006, mencapai 26,68% pada tahun 2001 dan
35,39 % pada tahun 2007
f. Tekanan penduduk sangat tinggi yakni 3,5 yang berpotensi
penggunaan lahan kearah non pertanian khususnya ke kawasan lindung.
g. Dinamika perubahan penggunaan lahan yang dominan terjadi dari
suatu kawasan lahan penggunaan tertentu keseluruh penggunaan lainnya dan
sebaliknya dari seluruh jenis penggunaan lahan kepenggunaan lahan
tertentu.
Hal ini menggambarkan ketidakteraturan dari penggunaan lahan. Luas lahan yang
tidak bervegetasi menjadi dasar penentuan nilai faktor singkapan lahan pada
184
4. Model dinamis neraca air dibangun dari struktur jumlah air yang masuk dan
keluar dari Danau Toba. Jumlah Air yang masuk ke Danau Toba diperhitungkan
dari potensi ketersediaan air DTA Danau Toba dan debit air yang berasal dari luar
daerah tangkapan air DanauToba. Hasil simulasi menunjukkan, prediksi kondisi
masa yang akan datang diperlukan suatu tindakan konservasi sumber daya air
untuk memperbaiki kinerja air danau. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
model dapat mengatur debit air operasional yang optimal ke PLTA Asahan. Hasil
simulasi model menunjukkan bahwa untuk kondisi tahun 2017 sampai dengan
tahun 2057 skenario yang terbaik adalah mengendalikan pertumbuhan penduduk
antara 0,8%-1,0% pertahun, memperkecil jumlah air yang melimpas di permukaan
tanah dengan mengupayakan nilai koefisien limpasan antara 0,55-0,57; menambah
daya serap tanah terhadap air dengan menambah koefisien infiltrasi menjadi 0,43-
0,45; mengupayakan nilai faktor tutupan lahan antara 0,25-0,30; mengatur debit
air rata-rata yang di lepas ke Sungai Asahan 91,69 m3/det serta melakukan
penggantian tanaman tutupan lahan di DTA Danau Toba dengan tanaman yang
dapat mereduksi evapotranspirasi ekisting minimal 25%.
5.2 Saran
1. Untuk mencapai tujuan konservasi sumber daya air Danau Toba yang
berkelanjutan maka kebijakan konservasi harus berorientasi kepada perbaikan
kemampuan lahan menyerap air, memperkecil jumlah dan laju air limpasan pada
saat musim hujan, mengupayakan agar penggunaan lahan disesuaikan dengan
kemampuan lahan di daerah tangkapan air Danau Toba.
2. Sehubungan dengan kecenderungan neraca air Danau Toba semakin besar
menjadi neraca air negatip di mana masukan air lebih kecil dari keluaran air maka
agar pemerintah melakukan suatu tindakan nyata untuk mencapai tujuan
konservasi sumber daya air Danau Toba yang berkelanjutan.
3. Untuk itu diperlukan studi lanjutan tentang Daerah Tangkapan Air Danau
Toba terutama tentang jenis tutupan lahan tanaman yang mereduksi minimal 25%
evapotranspirasi saat ini.
187
DAFTAR PUSTAKA
AswandidanSunandar AD.
2007.PeningkatanKapasitasRehabilitasiLahanKritisPada Daerah
Tangkapan Air Danau Toba, Prosiding Expose HasilPenelitian, 2007.
BalaiKehutananAekNauli. Medan
DewiIN.2005. KajianSosialekonomibudayadanpersepsimasyarakatsekitarDanau
Tempe, ProfilPusatPenelitianSosialEkonomidanKebijakanKehutanan,
Dephut , Jakarta.
Dojildo JR, BestGA. 1992. Chemistry of Water and Water Pollution. Ellis
Horwood Limited. New York.
LingkunganPerairan. Kanisius.Yogyakarta.
FAO. 1976. Frame Work for Land Evaluation. Soils Bulletin 32, Rome-Italy
Hartrisari.2007.KonsepSistemdanPemodelanUntukIndustridanLingkungan,
SEAMEO BIOTROP , Bogor
ITB.2001.
KajianTeknisPemanfaatanSumberDayaAlamdanLingkunganKawasanDan
au Toba, Bandung Jawa Barat
189
Krebs CJ. 1989. Ecology Metodology, Harper and Rows Publisher. New York.
190
http:// www.dephut.go.id/INFORMASI/skep/skmenhut/101_04.htm, 25
juni2010
NurwijayantoE. 2008.
AnalisisKawasanHutandanKawasanLindungDalamRangkaArahanPenataa
nRuang di Kabupaten Deli Serdang.Tesis Magister Sains, Program
StudiIlmuPerencanaan Wilayah. IPB, Bogor.
Ott.WR. 1978. Environmental Indices, Theory and Practice. Ann Arbor Science.
Michigan.
191
Rustiadi E,SaefulhakimS,PanujuDR.2006.PerencanaandanPengembangan
Wilayah.FakultasPertanian. IPB Bogor
SoerianegaraI.1977.PengelolaanSumberDayaAlam. BagianI
.JurusanPengelolaanSumberDayaAlamdanLingkungan.SekolahPascasarjan
a, IPB.Bogor
SimanihurukM. 2005.
PendekatanPartsipasifDalamPerencanaanKonservasiLingkungan Di
Daerah Tangkapan Air Danau Toba” JurnalWawasan, Oktober 2005,
Volume 11, Nomor 2
Siti ZY. 2008. RencanaPenataanKawasanWisata yang Berkelanjutan di Danau
Toba Sumatera Utara (Kasus: Sub DAS Naborsahon). Program
StudiArsitekturLanskap, SekolahPascasarjana IPB
192
Lampiran : DaftarSingkatan
214
193
Gambar Lampiran 1 Peta Administrasi DTA Danau Toba
194
Gambar Lampiran 3 Peta Kemiringan Lereng
196
Gambar Lampiran 4 Peta Geologi DTA Danau Toba
197
Gambar Lampiran 5 Peta Tanah DTA Danau Toba
198
Gambar Lampiran 6 Peta Kawasan Hutan DTA Danau Toba
199
Gambar Lampiran 7 Pata Tutupan Lahan DTA Danau Toba , tahun 2001
200
Gambar Lampiran 8 Peta Tutupan Lahan DTA Danau Toba, 2007
201
Gambar Lampiran 9 Peta Satuan Lahan DTA Danau Toba
202
Gambar Lampiran 10 Peta Kemampuan Lahan DTA Danau Toba
203
Gambar Lampiran 11 Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba (Draft)