Sei sulla pagina 1di 25

Peran Manajemen Sumberdaya Manusia Untuk Mengurangi

Tingkat Ketidakhadiran Karyawan PT Eternity


Muhammad Khisfan1 Meiliani2 dan Sri Warsono3
Mahasiswa Magister Manajemen, Universitas Bengkulu11
Dosen Program Pascasarjana, Universitas Bengkulu2,3

Abstract: The purpose of study ware: the role of human resource management in
reducing employee absence rates. This research is a qualitative descriptive study. Data
collection by distributing questionnaires and interviews with informants. Respondents
were 56 employees of PT Eternity, determined by the Solvin formula and selected by
proportional random sampling. The research informants were five people, namely
managers, supervisors, supervisors and two staff members. Aspects of the role of human
resource management are aspects of work schedules, technology systems, assertiveness,
sanctions (punishments) and awards. Data were analyzed by descriptive statistics and
qualitative descriptive. The results showed that PT Eternity's general human resource
management had a role in reducing the level of absenteeism of PT Eternity employees
both in terms of work scheduling aspects, technological system aspects, assertiveness
aspects, sanctions or punishments. However, on the aspect of the award, there has not
been seen a strategy by PT Eternity to reduce employee absenteeism. Therefore, it is
expected that PT Eternity's management can consider giving bonuses to employees with
high attendance rates. Article 6 of Ministerial Regulation No. 78 of 2015 concerning
remuneration, it can be seen that bonuses are categorized in non-wage income, and are
not mandatory. That is, there is nothing wrong if the company does not provide employee
incentives outside of salary to increase employee attendance. PT Eternity can also
consider the level of attendance in evaluating promotions or positions for employees. The
high level of absenteeism will harm the company, even though the employee is not paid
when not at work. This is caused by a production schedule that has to be delayed, the
quality of goods tends to decrease, and social security that remains to be paid by the
company to employees. Therefore, PT Eternity must be able to reduce the level of
employee absence, especially the reward system imposed by the company.

Keywords: Human Resource Management, Absence

Pendahuluan

PT Eternity adalah sebuah perusahaan swasta yang bergerak di industri


pengolahan kayu. Produk dari PT Eternity selain untuk dipasok ke luar negeri, juga untuk
dalam negeri. Perusahaan ini mulai beroperasi di Bengkulu sejak tahun 2007. Pabrik dan
kantornya berlokasi sama yakni di Jalan Dua Jalur Simpang Kandis RT.01/ RW.04
Kelurahan Sumber Jaya, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu. Berdasarkan
data dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BP2TPM) Kota
Bengkulu, PT Eternity memproduksi komoditi industri berupa:
1. Molding; tergolong Industri Barang Bangunan dari Kayu (16221), dengan Kapasitas
Produksi 2500 m3/ tahun.
2. Laminasi; tergolong Industri Kayu Lapis Laminasi termasuk Decorative Plywood
(16212), dengan Kapasitas Produksi 3500 m3/ tahun.
3. Furnitur dan komponen Furnitur; tergolong Industri Furnitur dari Kayu (31001),
dengan Kapasitas Produksi 500 set.
4. Serbuk Arang Kayu; tergolong Industri Kayu Bakar dan Pelet Kayu (16295), dengan
Kapasitas Produksi 2000 ton.
Perusahaan mempunyai kebijakan untuk memperkerjakan karyawan tetap dan
karyawan kontrak, terutama di tingkat operator produksi. Kebijakan untuk
memperkerjakan karyawan kontrak tersebut diterapkan oleh perusahaan karena dua hal.
Pertama karena besarnya fluktuasi pesanan yang diterima sepanjang tahun. Alasan kedua
karena perkiraan pimpinan perusahaan bahwa dalam jangka waktu lima tahun ke depan
akan terjadi penurunan permintaan pasar yang cukup besar disebabkan perubahan
teknologi. Jumlah karyawan tetap hanya cukup untuk berproduksi memenuhi sebagian
dari pesanan minimum, sedangkan karyawan kontrak yang umumnya di tingkat operator,
digunakan untuk meningkatkan produksi dengan tujuan memenuhi pesanan keseluruhan.
Jumlah karyawan tetap saat ini adalah sekitar 130 orang. Jumlah karyawan
keseluruhan setiap bulan selalu berfluktuasi atas dasar rencana produksi bulanan yang
disesuaikan dengan jumlah permintaan. Sebagai contoh, sepanjang tahun 2017 jumlah
karyawan keseluruhan berfluktuasi setiap bulan antara kurang lebih 8 orang di bulan
Februari pada waktu permintaan rendah, sampai lebih dari 11 orang di bulan Agustus
pada waktu permintaan tinggi. Sebagian besar dari karyawan tersebut (antara 76.7% s/d
82.9%) bekerja di bagian produksi.
Pimpinan perusahaan PT Eternity tersebut selama ini merasa tidak puas dengan
produktivitas karyawan di lapisan bawah, baik karyawan kontrak maupun tetap. Sebagai
contoh disebutkan bahwa meskipun karyawan didorong terus agar dapat mencapai target
produktivitas, tetap saja target tidak tercapai. Tabel 1 memperlihatkan kinerja
produktivitas rata-rata yang ada di pabrik selama lima tahun terakhir (2014 – 2017).
Terlihat bahwa selama lima tahun terakhir, tidak ada sasaran produktivitas yang dapat
tercapai 100 %. Bagi pimpinan perusahaan, tidak tercapainya sasaran produktivitas
merupakan kegagalan dalam manajemen, terlepas dari dampaknya terhadap biaya yang
meningkat.
Tabel 1. Produktivitas Bagian Produksi

2014 2015 2016 2017


86,0% 93,3% 91,6% 87,1%
Sumber Data: Laporan Perusahaan, diolah kembali, 2018

Pimpinan perusahaan melihat ada beberapa gejala yang diduga menjadi penyebab
tidak tercapainya sasaran produktivitas. Gejala pertama yang diamati oleh pimpinan
perusahaan adalah tingkat ketidakhadiran (absensi) karyawan yang tinggi. Tabel 1.2
memperlihatkan tingkat ketidakhadiran karyawan pada tahun 2017. Terlihat bahwa
tingkat ketidakhadiran karyawan berkisar antara 4,2 % sampai dengan 8,0 %. Hal ini
menyebabkan perencanaan pekerjaan menjadi terganggu karena ada pekerjaan yang tidak
dapat dilaksanakan disebabkan karyawan tidak hadir, sehingga mengurangi hasil
produksi yang telah direncanakan.
Tabel 2. Tingkat Ketidakhadiran Karyawan 2017

Bulan Jumlah Karyawan Jumlah Absen % Ketidakhadiran


Januari 130 150 4,6 %
Februari 130 144 4,4 %
Maret 130 223 6,8 %
April 130 213 5,7 %
Mei 130 261 8,0 %
Juni 130 210 6,4 %
Juli 130 206 6,3 %
Agustus 130 219 6,7 %
September 130 137 4,2 %
Oktober 130 216 6,6 %
November 130 196 6,0 %
Desember 130 174 5,3 %
Sumber: Laporan Perusahaan, data diolah. (jumlah hari kerja 25 hari)

Gejala lain yang juga diamati oleh pimpinan perusahaan adalah tidak terlihatnya
para manajer mengambil tindakan apapun untuk meningkatkan produktivitas bawahan
mereka meskipun para manajer telah mendapatkan pelatihan di luar pabrik mengenai
kerjasama dan Manajemen Sumberdaya Manusia. Selain itu, kepada para supervisor,
leader dan operator juga telah diberikan on the job training yang dapat mendukung agar
sasaran produktivitas dapat tercapai, namun pimpinan perusahaan tidak melihat hal itu
terjadi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peran manajamen sumberdaya
manusia untuk mengurangi ketidakhadiran karyawan PT Eternity.

Tinjauan Pustaka

Banyak literatur menekankan pentingnya “memiliki kebijakan manajemen


ketidakhadiran yang kuat, yang mendefinisikan dengan jelas, untuk manajer dan staf, apa
penyakit ketidakhadiran, kapan bisa diambil, bagaimana dan kapan harus dilaporkan dan
dicatat, dan langkah apa yang harus dilakukan diambil untuk mengelola kehadiran pada
tingkat individu ”(Whitaker, 2001). Model Harvard oleh Beer et al. (2015) adalah
pemetaan sebab-akibat yang luas dari determinan dan konsekuensi dari kebijakan
MSDM. Model ini (Gambar 1) berkontribusi terhadap pengambilan keputusan jangka
panjang dengan tujuan efektivitas organisasi dan kesejahteraan individu, dengan
demikian, memperkenalkan ideologi MSDM dibedakan dari manajemen personalia.
Model Harvard menunjukkan bahwa manajer perlu mengenali berbagai
pemangku kepentingan yang berbeda dari organisasi dan pandangan mereka yang
berbeda untuk menentukan cara menjalankan bisnis. Pemangku kepentingan memiliki
pandangan yang berbeda tentang "tujuan bisnis efisiensi, pertumbuhan, dan investasi di
satu sisi dan kebutuhan karyawan untuk keamanan, kesetaraan, kepuasan kerja, dan
kesejahteraan ekonomi di sisi lain" (Beer et al., 2015). Model ini juga menunjukkan
bahwa sementara kebijakan dan praktik MSDM perlu mempertimbangkan faktor
situasional dan memiliki hubungan yang jelas antara kebijakan HRM dan strategi
organisasi, mereka harus mempertimbangkan karakteristik tenaga kerja; motivasi, nilai,
dan kapasitas mereka. Ketika kebijakan SDM dilaksanakan dengan keseimbangan yang
baik dari kepentingan pemangku kepentingan dan faktor situasional, hasil SDM yang
positif dapat diharapkan, seperti kesesuaian yang lebih tinggi, di mana karyawan melihat
kebijakan baru yang menguntungkan mereka (Beer et al., 2015).

Gambar 1. The “Harvard” model

Sumber: Beer et al. (2015)

Beer et al (2015) mengusulkan agar para peneliti mulai mengadopsi perspektif


multi stakeholder dari model Harvard lama ketika membentuk kebijakan MSDM, dan
melakukan topik penelitian seperti bagaimana praktik MSDM mempengaruhi karyawan
dan kesejahteraan, dan bagaimana “melakukan dengan baik" mendapatkan komitmen
karyawan. Faktor situasional, seperti undang-undang, serikat pekerja, dan kondisi pasar
kerja, dapat bertindak baik sebagai kendala dan pengaruh terhadap pembentukan
kebijakan MSDM. Kecuali kebijakan MSDM mempertimbangkan semua faktor dan
pemangku kepentingan ini, mereka cenderung gagal dalam memenuhi kebutuhan
karyawan dan tujuan organisasi (Beer et al., 2015). Pilihan kebijakan yang dibuat oleh
manajer mempengaruhi kompetensi karyawan secara keseluruhan, komitmen karyawan,
tingkat kesesuaian antara tujuan karyawan dan orang-orang dari organisasi dan efektivitas
biaya keseluruhan praktik MSDM (Beer et al., 2015). Oleh karena itu, berhasil
menerapkan dan memelihara praktik-praktik manajemen ketidakhadiran dalam suatu
organisasi harus menimbulkan kesejahteraan karyawan dan penurunan perilaku kerja
kontra-produktif, yang mengarah ke peningkatan dalam keberhasilan organisasi.
Menurut survei CIPD dari tahun 2016, 93% organisasi memiliki ketidakhadiran
tertulis atau kebijakan manajemen kehadiran dan bahkan dua pertiga organisasi terkecil
(satu hingga sembilan karyawan) memiliki kebijakan (CIPD, 2016). Ketika manajemen
di organisasi menerapkan kebijakan baru untuk karyawan, mereka harus memastikan
kebijakan tersebut dikomunikasikan dengan benar, dijelaskan, dan bahwa semua
karyawan menyadari kebijakan tersebut, memahami kebijakan, bahwa mereka menerima
sinyal yang disampaikan dan bahwa mereka memahami konsekuensinya (Hayday, 2008).
CIPD melaporkan pada tahun 2016 bahwa lebih banyak organisasi bahwa
kesejahteraan karyawan dalam keputusan bisnis mereka untuk menurunkan angka
ketidakhadiran dan meningkatkan kinerja bisnis (CIPD, 2016). Masalah ketidakhadiran
karyawan merupakan salah satu masalah yang membebani perusahaan. Forte (2017)
menyatakan bahwa kedisiplinan karyawan merupakan tolak ukur kesuksesan dari sebuah
perusahaan. Karyawan yang bekerja sesuai dengan jam kerjanya adalah harapan setiap
perusahaan. Kehadiran seorang karyawan sebagai sebuah kewajiban yang harus
dilakukan kecuali ada hal-hal lain yang sifatnya penting dan hal tersebut dapat
dipertanggung jawaban oleh yang bersangkutan. Sistem kehadiran karyawan sudah
ditentukan dan diatur dari perusahaan dan kemudian diterapkan di masing-masing bagian
(Farrell, 2005)
Berangkat dari model Harvard, penelitian ini mengembangkan peran MSDM dari
Bermingham (2013) dalam sistem kehadiran karyawan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
bagan kerangka analisis berikut ini:

Gambar 2. Kerangka Analisis

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan


dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden dan melakukan wawancara
kepada informan. Responden dalam penelitian ini sebanyak 56 orang, merupakan
karyawan PT Eternity Kota Bengkulu sebanyak 56 orang, ditetapkan dengan rumus
Solvin dan dipilih secara proportional random sampling. Informan penelitian sebanyak
lima orang yakni manajer, supervisor, pengawas dan dua orang staff. Aspek yang dari
peran manajemen sumber daya manusia adalah aspek jadwal kerja, sistem teknologi,
ketegasan, sanksi (hukuman) dan penghargaan. Data dianalisis secara deskriptif statistik
dengan cara memberikan gambaran deskriptif mengenai aspek-aspek penelitian melalui
pendekatan distribusi frekuensi rata-rata (mean) jawaban kecenderungan jawaban
responden, serta dianalisis secara deskriptif kualitatif berdasarkan tahapan Miles dan
Huberman.

Hasil Penelitian

Demografi Responden
Responden penelitian adalah karyawan PT Eternity sebanyak 54 orang. Kuesioner
disebarkan langsung oleh penulis kepada 54 responden PT Eternity secara proportional
random sampling. Kuesioner yang disebarkan seluruhnya dapat diolah (100%), dan
ditabulasi untuk selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk tabel frekuensi. Tabel 3
menjelaskan distribusi frekuensi demografi responden berdasarkan umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan dan masa kerja.

Tabel 3. Demografi Responden


Karakteristik Responden Jumlah %
Umur
1. <25 tahun 11 19,64
2. 25-35 tahun 18 32,14
3. >35 tahun 27 48,21
Jenis Kelamin
1. Pria 53 94,64
2. Wanita 3 5,36
Pendidikan
1. SMU 33 58,93
2. Diploma 3 5,36
3. S1 20 35,71
4. S2 0 0,00
5. Lainnya 0 0,00
Masa Kerja
1. < 5 tahun 33 58,93
2. 5-10 tahun 15 26,79
3. > 10 tahun 8 14,29
Status Perkawinan
1. Menikah 30 53,57
2. Belum menikah 26 46,43
Jumlah 56 100
Sumber: Hasil Penelitian, Data Diolah 2018

Tabel 3 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden berumur lebih dari
35 tahun (48,21%). Artinya, 48,21 persen karyawan PT Eternity termasuk dalam
kelompok yang produktif. Sebagaimana definisi BPS (2016) bahwa kelompok usia
produktif adalah mereka yang berada dalam rentang usia 15 sampai dengan 64 tahun.
Usia dapat menjadi faktor ketika datang ke absensi, beberapa ketidakhadiran meningkat
seiring bertambahnya usia dan yang lain menyimpulkannya menurun seiring
bertambahnya usia (Løkke Nielsen, 2008). Bukti yang mendukung korelasi positif antara
usia dan ketidakhadiran adalah misalnya kerusakan kesehatan secara umum dan lebih
rawan terhadap penyakit jangka panjang (Barmby & Treble, 2004). Bukti lebih lanjut
mendukung bahwa ketidakhadiran menurun dengan bertambahnya usia, dan banyak
penelitian menunjukkan korelasi negatif antara usia dan ketidakhadiran (Ng & Feldman,
2008). Bukti lain juga menunjukkan fakta bahwa karyawan yang lebih tua memiliki lebih
banyak keseimbangan kehidupan kerja dan karyawan yang lebih muda yang memiliki
anak lebih rentan untuk tidak hadir (Richert & Stankiewicz, 2016).
Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa hampir seluruhnya karyawan PT
Eternity berjenis kelamin jenis kelamin pria sebanyak 53 (94,64%). Hal ini dikarenakan
karakteristik pekerjaan PT Eternity lebih memprioritaskan jenis kelamin pria
dibandingkan dengan wanita. Karakteristik pekerjaan ini misalnya cutting, sewing,
finishing, packing yang lebih banyak menggunakan tenaga fisik. Meskipun hasil dari
penelitian sebelumnya dengan tegas menyatakan bahwa perempuan lebih sering absen
daripada laki-laki, penyebab perbedaan ini belum dipahami sepenuhnya (Mastekaasa &
Olsen, 2016). Di beberapa negara wanita memiliki tingkat ketidakhadiran yang lebih
tinggi daripada pria. Seringkali diasumsikan bahwa ketidakhadiran wanita yang lebih
sering dijelaskan dengan kehamilan dan cuti hamil, tetapi ketika tingkat ketidakhadiran
dikoreksi untuk faktor-faktor ini, wanita tampaknya memiliki persentase ketidakhadiran
yang sama dengan pria, tetapi ketidakhadiran mereka lebih sering (Drenth & Henk, 2013).
Tabel 3 menunjukkan bahwa 58,93% responden berpendidikan SMA sederajat.
PT Eternity sebagai perusahaan swasta yang bergerak di industri pengolahan kayu tidak
memprioritaskan jenjang pendidikan tinggi, terutama pekerja bagian pengolahan dan
produksi. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan tingkat pendidikan yang
lebih rendah cenderung memiliki tingkat ketidakhadiran yang lebih tinggi daripada orang
dengan pendidikan tinggi. Juga telah ditunjukkan bahwa pelatihan dan pengalaman
memiliki efek positif pada penurunan tingkat ketidakhadiran. Dapat diasumsikan bahwa
karyawan dengan tugas manajerial memiliki pendidikan tinggi, atau setidaknya lebih
banyak pelatihan dan pengalaman, dan karenanya harus memiliki lebih sedikit absensi
daripada karyawan tanpa tugas manajerial (Drenth & Henk, 2013). Tabel 3 menunjukkan
lebih dari sebagian (58,93) responden memiliki masa kerja kurang dari lima tahun. Masa
minimum dua tahun pengalaman kerja dinilai cukup untuk pegawai dapat mengenal dan
mempelajari pekerjaannya. Sadodin et al. (2010) menjelaskan bahwa semakin lama
tenaga kerja bekerja, makin banyak pengalaman yang dimiliki tenaga kerja yang
bersangkutan. Pengalaman bekerja banyak memberikan keahlian dan keterampilan kerja.
Pengalaman bekerja merupakan modal utama seseorang untuk terjun dalam bidang
tertentu.
Tabel 3 menunjukkan bahwa lebih dari sebagian besar responden sudah menikah
(53,57%). Artinya, 53,57% karyawan PT Eternity memiliki tanggung jawab terhadap
keluarga. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan peningkatan absen adalah tanggung
jawab keluarga. Ketika karyawan harus menjaga anggota keluarga karena sakit atau
kurangnya pengaturan perawatan anak, itu mungkin membatasi kemampuan mereka
untuk menghadiri pekerjaan. Alasan yang berbeda telah dikaitkan dengan ketidakhadiran
keluarga, tetapi faktor yang paling umum adalah jenis kelamin karyawan. Perempuan
lebih sering dikaitkan dengan tanggung jawab keluarga dan rumah sementara laki-laki
lebih sering dikaitkan dengan pekerjaan penuh waktu untuk memberikan penghasilan
(VandenHeuvel, 1997). Namun, di negara-negara di mana kesetaraan gender tinggi,
perempuan dan laki-laki tampaknya berbagi tanggung jawab tanggung jawab keluarga
dan rumah, seperti yang ditunjukkan oleh pandangan keseimbangan peran yang egaliter
(Väänänen et al., 2008)

Demografi Informan
Informan pada penelitian ini berjumlah lima orang, terdiri dari masing-masing
satu orang, manajer, supervisor dan pengawas dan dua orang dari pegawai staf. Berikut
data demografi informan yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini:
Tabel 4. Demografi Informan
No Inisial Jenis kelamin Umur Pendidikan Jabatan
1 AJ Laki-laki 48 tahun S2 Manajer
2 DW Perempuan 37 tahun S1 Supervisor
3 BB Laki-laki 40 tahun S1 Pengawas
4 DM Laki-laki 35 tahun SMA Pegawai
5 JS Laki-laki 28 tahun SMA Pegawai
Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari lima informan, sebanyak empat orang berjenis
kelamin laki-laki dan satu orang berjenis kelamin perempuan. Dari umur, informan
terendah berumur 28 tahun dari pegawai staf dan tertinggi berumur 48 tahun sebagai
manajer. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebanyak dua informan berpendidikan SMA,
sebanyak dua informan berpendidikan strata satu dan satu informan berpendidikan strata
dua. Informan-informan ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa mereka memiliki
banyak informasi untuk mengungkap permasalahan penelitian.

Peran MSDM untuk Mengurangi Tingkat Ketidakhadiran


Telah dijelaskan sebelumnya bahwa manajemen sumber daya manusia (MSDM)
memiliki dua fungsi utama, fungsi manajerial dan fungsi operasional. Dalam kaitannya
untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran, penulis mengelompokkan lima aspek MSDM
untuk mengurangi ketidakhadiran karyawan PT Eternity yaitu jadwal, sistem teknologi,
ketegasan, sanksi dan penghargaan (Beer et al., 2015; Bermingham, 2013; Aksoy, 2013).
Pada sub berikut dijelaskan tanggapan responden terhadap peran MSDM PT Eternity atas
dimensi tersebut.

Tabel 5. Tanggapan terhadap Pengaturan Jadwal


Skor Jawaban
Rata-
No Pernyataan Penilaian
STS TS CS S SS rata
1 PT. Eternity menetapkan waktu
kerja didasarkan kepada kebutuhan 0 0 4 43 9 4,09 Berperan
dengan mengindahkan peraturan.
2 Jumlah jam kerja karyawan PT.
Eternity adalah 6 hari dalam
0 0 0 52 4 4,07 Berperan
seminggu atau 5 hari kerja dalam 1
minggu
3 Jam istirahat di PT. Eternity tidak Sangat
0 0 0 44 12 4,21
dihitung sebagai jam kerja berperan
Rata-rata Pengaturan Jadwal 4,13 Berperan
Sumber: Hasil Penelitian, Data Diolah 2018
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui tanggapan responden terhadap pengaturan
jadwal kerja karyawan. Tanggapan responden terhadap pernyataan nomor satu dengan
nilai rata-rata sebesar 4,09 (berperan). Pernyataan ini menyebutkan bahwa “PT. Eternity
menetapkan waktu kerja didasarkan kepada kebutuhan-kebutuhan dengan mengindahkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Artinya manajemen atau organisasi telah
menetapkan jadwal kerja sesuai dengan peraturan perundangan. Hasil ini sesuai dengan
pendapat pegawai PT. Eternity berikut:

“Sesuai, perusahaan biasanya membuat jadwal kerja berpedoman dengan aturan yang ada. Untuk
mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai belum dapat, tidak bisa hanya dilihat dari jadwal
kerja” (wawancara dengan Jejen Suprianto, pegawai, September 2018)

Pengaturan jadwal kerja PT. Eternity didasarkan pada Undang-Undang No.13


tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana hari kerja seminggu sebanyak 6 hari, jam
kerjanya adalah 7 jam dalam satu hari dan 40 jam dalam satu minggu dan apabila
karyawan melebihi dari ketentuan tersebut maka dimasukan dalam waktu kerja lembur.
Sedangkan jadwal mulai dan berakhirnya waktu kerja diatur secara jelas sesuai dengan
kebutuhan para pihak dalam peraturan perusahaan. Adanya pengaturan jadwal secara
tepat dan diketahui oleh seluruh karyawan dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran.
Hasil tanggapan responden ini sesuai dengan pendapat Pengawas Lapangan informan PT.
Eternity bahwa jadwal sesuai aturan hanya landasan:

“Sama seperti jadwal kerja pada perusahaan umumnya, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Tidak bisa, jadwal kerja tidak bisa mengurangi absensi, tapi sebagai landasan mengetahui
kehadiran pegawai” (wawancara dengan Bambang, pengawas lapangan, September 2018)

Karyawan dapat mengetahui batas keterlambatan datang dan pulang kerja, kapan
hari libur dan waktu lembut dan lain sebainya. Hal ini juga dapat dijadikan sebagai
landasan dalam pemberian sanksi maupun penghargaan terhadap tingkat kedisiplinan
karyawan. Tabel 5 dapat diketahui tanggapan responden terhadap pernyataan nomor dua
dengan nilai rata-rata sebesar 4,21 (sangat berperan). Pernyataan ini menyebutkan bahwa
“Jam istirahat di PT. Eternity tidak dihitung sebagai jam kerja”. Pendapat pegawai bahwa
hanya mengatur jadwal kerja saja belum dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran
pegawai:

“Kurang mengerti juga pak, saya rasa sudah sesuai aturan. Untuk mengurangi tingkat
ketidakhadiran pegawai belum, dengan jadwal kerja saat ini, masih ada karyawan yang tidak
masuk kerja” (wawancara dengan Dimas Murti, Pegawai, September 2018)

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa PT. Eternity menetapkan 6 hari
kerja dalam satu minggu sehingga jam kerjanya 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Hasil
ini sama seperti yang diungkapkan manajer PT. Eternity bahwa jadwal kerja dibuat sesuai
dengan aturan ketenagakerjaan:

“PT. Eternity menetapkan aturan kerja berdasarkan pada Undang-Undang No.13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, dimana hari kerja seminggu sebanyak 6 hari, atau 7 jam dalam satu
hari dan 40 jam dalam satu minggu. Kalau mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai, saya rasa
belum ya” (wawancara dengan Ali Junaidi, Manajer, September 2018)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran manajemen PT.


Eternity pada aspek jadwal kerja adalah penetapan jadwal yang didasarkan kepada
kebutuhan-kebutuhan berdasarkan pada Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Tabel 5 dapat diketahui tanggapan responden terhadap pernyataan
nomor tiga dengan nilai rata-rata sebesar 4,07 (berperan). Pernyataan ini menyebutkan
bahwa “Jam istirahat di PT. Eternity tidak dihitung sebagai jam kerja”. Pengaturan jadwal
jam istirahat bagi karyawan PT. Eternity diatur dalam peraturan perusahaan, dimana
istirahat sebanyak 1 jam dimulai pada pukul 12.00 wib sampai pukul 13.00 wib. Hasil
tanggapan responden ini sesuai dengan pendapat supervisor PT. Eternity berikut:

“Sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, masuk kerja mulai jam setengah delapan,
pulang jam empat sore. Kecuali hari jum’at, pulang sampai jam setengah lima. Untuk waktu
istirahat hanya satu jam, dari jam dua belas sampai jam satu” (wawancara dengan Desi Wardenti,
Supervisor, September 2018)

Sebesar apapun dedikasi seorang karyawan untuk pekerjaan, ia tetap


membutuhkan waktu istirahat untuk mengembalikan energinya. Dengan fokus yang
diperbarui pada saat istirahat, ia akan mampu berkarya dengan lebih baik hingga akhir
jam kerja. Sebagaimana aturan dalam Pasal 79 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan bahwa pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti
kepada pekerja/buruh dan istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam
setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak
termasuk jam kerja. PT. Eternity dalam menimbang kedua ketentuan waktu istirahat kerja
tersebut, memberikan waktu istirahat sepanjang 1 (satu) jam pada siang hari, yaitu sekitar
pukul 12.00-13.00. Sementara untuk para pekerja muslim yang biasanya merupakan
mayoritas, diberikan istirahat tambahan’ untuk melaksanakan Shalat Ashar.
Pertimbangan yang sama juga diterapkan pada hari Jumat. Karena pekerja lelaki harus
melakukan ibadah salat Jumat, maka jam istirahat siang menjadi lebih panjang. Namun
demikian, PT. Eternity juga tetap mengizinkan pekerja yang beragama selain Islam untuk
melakukan ibadahnya pada jam kerja. Tekanan pekerjaan yang tinggi akan meningkatkan
absen karyawan. Maka dari itu, pemberlakukan waktu istirahat yang disesuaikan dengan
aturan dan kebutuhan perusahaan merupakan salah satu kebijakan yang tepat, untuk
mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan.
Berdasarkan uraian pada aspek jadwal kerja dapat disimpulkan bahwa jadwal
kerja PT. Eternity dibuat dan tetapkan berdasarkan peraturan ketenagakerjaan dan sesuai
dengan jadwal kerja perusahaan pada umumnya. Sebanyak 6 hari kerja seminggu, 7 jam
dalam satu hari dan 40 jam dalam satu minggu dan apabila karyawan melebihi dari
ketentuan tersebut maka dimasukan dalam waktu kerja lembur. Sedangkan waktu istirahat
sebanyak 1 (satu) jam pada siang hari, yaitu sekitar pukul 12.00-13.00. Pengaturan jadwal
kerja bukan untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai, namun lebih kepada
landasan supaya dapat mengetahui batasan ketidakhadiran itu sendiri.

Tabel 6. Tanggapan terhadap Sistem Teknologi


Skor Jawaban Rata-
No Pernyataan Penilaian
STS TS CS S SS rata
1 PT. Eternity menggunakan sistem
Sangat
teknologi berupa mesin pencatat 0 0 0 39 17 4,30
berperan
kehadiran
2 Pengisian kartu hadir saat datang Sangat
0 0 0 42 14 4,25
dilakukan karyawan bersangkutan berperan
3 Pengisian kartu hadir saat pulang
dilakukan karyawan bersangkutan 0 0 0 46 10 4,18 Berperan
Sangat
Rata-rata Sistem Teknologi 4,24
berperan
Sumber: Hasil Penelitian, Data Diolah 2018
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui tanggapan responden terhadap sistem
teknologi. Tanggapan responden terhadap pernyataan nomor satu dengan nilai rata-rata
sebesar 4,30 (sangat berperan). Pernyataan ini menyebutkan bahwa “PT. Eternity
menggunakan sistem teknologi berupa mesin pencatat kehadiran (misal, amano sidik jari,
kartu kehadiran magnetik, absensi sidik jari otomatis”. PT. Eternity saat ini menggunakan
absensi sidik jari otomatis, langsung terkoneksi ke sever bagian personalia. Absensi
kehadiran dilakukan karyawan pada saat mulai kerja pukul 07.30 dan akhir jam kerja
pukul 16.00. Jika karyawan absensi kehadiran datang melebih waktu yang ditetapkan
maka dinyatakan telat dan dicatat dalam kartu kehadiran, sedangkan untuk absensi pulang
tidak boleh kurang dari pukul 16.00. Karyawan dinyatakan tidak hadir jika melakukan
absensi sidik jari pada saat mulai dan berakhirnya pekerjaan atau hanya absensi datang
saja, kecuali jika ada pemberitahuan tertulis atau lisan melalui telepon yang dapat diterima
oleh perusahaan. Tanggapan responden ini sesuai dengan pendapat Pengawas Lapangan
PT. Eternity sebagai berikut:
“Pencatatan melalui absen sidik hari. Alat ini telah diatur waktunya sesuai dengan jadwal kerja
perusahaan. Dengan absensi sidik jari, kehadiran pegawai meningkat dibandingkan sebelumnya
tidak memakai. Perusahaan juga dapat mengetahui tingkat ketidakhadiran karyawan dengan lebih
akurat” (wawancara dengan Bambang, Pengawas, September 2018)

Absen sidik jari mengatur jam mulai kerjanya sesuai dengan aturan PT. Eternity
hingga berakhirnya waktu kerja. Jika ada karyawan yang terlambat maka mesin absen
elektronik akan mencatat lama keterlambatan karyawan saat masuk kerja. Jika karyawan
tidak absen sama sekali, maka dinyatakan karyawan tidak hadir. Cara ini merupakan
upaya yang dilakukan PT. Eternity untuk meningkatkan kehadiran karyawan. Mesin
absensi sidik jari ini menjadikan alat penunjang PT. Eternity yang sebelumnya
menggunakan sistem manual. Alat ini sudah diatur waktunya sesuai aturan yang berlaku
dalam mencatat kehadiran karyawan, sehingga sistem ini dapat mengurangi tingkat
ketidakhadiran karyawan.
Tabel 6 dapat diketahui tanggapan responden terhadap pernyataan nomor dua
dengan nilai rata-rata sebesar 4,25 (sangat berperan). Pernyataan ini menyebutkan bahwa
“Pengisian kartu hadir (absensi) saat datang dilakukan karyawan bersangkutan”. Artinya
pencatatan kehadiran saat datang melalui absensi sidik jari tidak dapat diwakilkan, harus
dilakukan karyawan yang bersangkutan. Hal ini sebenarnya untuk mencegahnya titip
absen oleh karyawan yang tidak menggunakan mesin absensi atau masih menggunakan
sistem manual berupa tanda tangan. Tanggapan responden ini sesuai dengan pendapat
manajer PT. Eternity sebagai berikut:

“Pencatatan menggunakan sistem sidik jari. Penggunaan sistem sidik jari ini cukup efektif
mengurangi ketidakhadiran pegawai. Jika pegawai absensi datang melebih waktu yang ditetapkan
maka dinyatakan telat, jadi dengan teknologi ini fisik pegawai bersangkutan harus hadir di kantor,
karena tidak dapat diwakilkan” (wawancara dengan Ali Junaidi, Manajer, September 2018)

Adanya penggunaan teknologi yang mengharuskan karyawan bersangkutan untuk


hadir maka budaya titip absen sebelumnya dapat dihentikan dan tingkat ketidakhadiran
dapat ditekan. Pihak perusahaan juga dapat mengetahui tingkat ketidakhadiran karyawan
dengan lebih akurat. Skor tanggapan responden pada pernyataan nomor tiga sebesar 4,19
(berperan) bahwa pencatatan kehadiran saat pulang kerja juga harus dilakukan karyawan
yang bersangkutan. Informasi yang mendalam dan terperinci mengenai kehadiran
karyawan dapat menentukan prestasi kerja, gaji, produktivitas, atau kemajuan perusahaan
secara umum. Tanggapan responden ini sesuai dengan pendapat supervisor PT. Eternity
sebagai berikut:

“Sistem pencatatan menggunakan absensi sidik jari. Inilah alasan kami menggunakan sistem sidik
jari untuk meningkatkan kehadiran karyawan. Mesin absensi sidik jari ini menjadikan alat
penunjang perusahaan yang sebelumnya menggunakan sistem manual” (wawancara dengan Desi
Wardenti, Supervisor, September 2018)

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa pada pencatatan absensi karyawan


konvensional yang dipergunakan perusahaan sebelumnya memerlukan banyak intervensi
pegawai bagian personalia maupun kejujuran karyawan yang sedang dicatat
kehadirannya. Hal ini sering memberikan peluang adanya manipulasi data kehadiran
apabila pengawasan yang kontinyu pada proses ini tidak dilakukan semestinya. Hasil ini
sesuai dengan pendapat pegawai staf bahwa absensi tanda tangan dapat dimanipulasi
pegawai dengan cara titip absen:
“Masuk dan pulang kerja harus absen sidik jari. Dapat, dapat mengurangi. Absen sidik jari ini
membuat pegawai harus absen sendiri, kalau selama ini kan cuma absen tanda tangan, jadi bisa
dititip” (wawancara dengan Dimas Murti, Pegawai, September 2018)

Berdasarkan tanggapan responden dan kutipan wawancara dengan informan dapat


diketahui bahwa pada aspek sistem teknologi, PT. Enternity menerapkan sistem absensi
berbasis sidik jari, dengan sistem ini proses pengambilan informasi kehadiran karyawan
menjadi hampir seratus persen akurat karena didasarkan sidik jari masing-masing serta
proses pencatatan dan pelaporannya menjadi otomatis. Kesalahan maupun manipulasi
kehadiran dapat dihilangkan karena intervensi karyawan bagian administrasi atau
personalia menjadi minimal. Dengan demikian, penggunaan teknologi absensi sidik jari
dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan.

Tabel 7. Tanggapan terhadap Ketegasan


Skor Jawaban
Rata-
No Pernyataan Penilaian
STS TS CS S SS rata
1 PT. Eternity menerapkan peraturan
absensi tidak dengan kaku dan
0 0 4 48 4 4,00 Berperan
menakutkan bagi karyawan yang
menjalaninya
2 Tidak mengenal adanya pertemanan
0 0 0 7 49 3,88 Berperan
dalam penerapan peraturan absensi
Rata-rata Sistem Teknologi 4,24 Berperan
Sumber: Hasil Penelitian, Data Diolah 2018

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui tanggapan responden terhadap ketegasan.


Tanggapan responden terhadap pernyataan nomor satu dengan nilai rata-rata sebesar 4,00
(berperan). Pernyataan ini menyebutkan bahwa “PT. Eternity menerapkan peraturan
absensi tidak dengan kaku dan menakutkan bagi karyawan yang menjalaninya”. Tidak
dapat dipungkiri bahwa peran manajemen perusahaan dapat berpengaruh terhadap tingkat
absensi karyawan. Jika pihak manajemen tidak tegas terhadap aturan yang diterapkan,
atau cenderung tebang pilih untuk menerapkan sanksi terhadap karyawan yang sering
mangkir maka menimbulkan kecenderungan ketidakpuasan terhadap manajemen,
sehingga peluang karyawan untuk tidak hadir (Misal mencari alasan “palsu”, demi di
izinkan absen untuk melampiaskan ketidak puasanya) semakin meningkat. Pendapat
Manajer PT. Eternity juga menyatakan bahwa adanya ketegasan dalam penerapan sistem
absensi:

“Perusahaan sudah sangat tegas terhadap pegawai yang tidak hadir dengan alasan yang tidak
jelas. Perusahaan juga tidak pandang bulu menerapkan aturan, siapa saja yang melanggar akan
di sanksi sesuai aturan perusahaan” (wawancara dengan Ali Junaidi, Manajer, September 2018)

Peran manajemen PT. Eternity saat ini sudah tepat, ketegasan manajemen terhadap
pelanggaran absensi akan mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Ketegasan pihak
manajemen PT. Eternity sesuai dengan apa yang dikatakan pengawas perusahaan berikut:

“Tidak ada ampunan bagi karyawan yang terlambat, jika karyawan absen masuk kerja lebih satu
detik saja, maka dianggap telat. Begitu juga dengan absen pulang, idealnya absensi pulang satu
jam setelah jadwal pulang. Jika jadwal pulang kerja jam empat, maka jam empat sampai jam lima
adalah waktu yang ideal untuk absen. Namun jika, absen hingga larut malam, maka dapat
dipertanyakan” (wawancara dengan Bambang, Pengawas, September 2018)

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa adanya ketegasan pihak


manajemen dalam menerapkan sistem kehadiran pegawai. Tabel 7 dapat diketahui
tanggapan responden terhadap pernyataan nomor dua dengan nilai rata-rata sebesar 3,88
(berperan). Pernyataan ini menyebutkan bahwa “Tidak mengenal adanya pertemanan
dalam penerapan peraturan absensi”. Hasil ini mengindikasikan bahwa adanya ketegasan
manajemen PT. Eternity dalam penerapan aturan absensi. Dalam praktiknya, intervensi
terhadap karyawan personalia pengelola absensi tidak dapat dihindari karena alasan
pertemanan. Saat ini manajemen PT. Eternity telah menerapkan aturan yang tegas, dan
tidak boleh ada intervensi terhadap karyawan pengelola absen untuk memanipulasi data
karyawan karena alasan pertemanan, sebagaimana pendapat informan supervisor berikut:

“Sudah tegas, pelanggaran-pelanggaran ke kedisiplinan, misalnya mangkir, bolos, hanya absen


saja akan diberi hukuman sesuai pelanggaran. Hal ini berlaku untuk seluruh pegawai perusahaan,
termasuk pimpinan jika melanggar” ” (wawancara dengan Desi Wardenti, Supervisor, September
2018)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada aspek ketegasan pihak
perusahaan menerapkan aturan yang tegas dan adil bagi seluruh karyawan. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran dan menghilangkan tendensi
karyawan untuk menghalalkan segala cara demi menaikkan persentase kehadirannya.
Dengan demikian peran manajemen semakin terlihat untuk mengurangi tingkat
ketidakhadiran pegawai, peran tersebut secara garis besar yaitu tegas terhadap
pelanggaran ketidakhadiran dan menerapkan sanksi kepada seluruh sumber daya manusia
perusahaan.

Tabel 8. Tanggapan terhadap Sanksi (hukuman)


Skor Jawaban
Rata-
No Pernyataan Penilaian
STS TS CS S SS rata
1 Adanya sanksi atau hukuman bagi
0 0 0 53 3 4,05 Berperan
karyawan yang terlambat masuk
2 Adanya sanksi bagi yang
0 0 0 46 10 4,19 Berperan
meninggalkan jam kerja
3 Karyawan yang tidak masuk karena Sangat
0 0 0 42 14 4,25
sakit atau karena alasan lain berperan
Rata-rata Sistem Teknologi 4,16 Berperan
Sumber: Hasil Penelitian, Data Diolah 2018

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui tanggapan responden terhadap sanksi atau


hukuman dalam kaitannya dengan pelanggaran kehadiran. Tanggapan responden atas
pernyataan nomor satu dengan nilai rata-rata sebesar 4,05 (berperan). Pernyataan ini
menyebutkan bahwa “Adanya sanksi atau hukuman bagi karyawan yang terlambat masuk
kerja”. Artinya, PT. Eternity telah menerapkan sanksi atau hukuman bagi karyawan yang
terlambat masuk kerja. Pemberian sanksi ini dipertegas pendapat manajer PT. Eternity
berikut:

“Perusahaan menerapkan sanksi denda berupa pemotongan gaji bagi pegawai yang tidak tepat
waktu masuk kantor. Misal, jika pegawai terlambat maksimal 15 menit dari jam kerja, maka akan
dipotong 20% dari tunjangan tergantung kehadiran (misal: tunjangan makan atau tunjangan
transportasi), sedangkan jika terlambat lebih dari 15 menit maka tunjangan tergantung kehadiran
karyawan tersebut dipotong 100%. Sistem pemotongan ini sangat efektif mengurangi tingkat
ketidakhadiran pegawai” (wawancara dengan Ali Junaidi, Manajer, September 2018)

Adanya pemberian sanksi bagi karyawan diharapkan memberi efek jera bagi
karyawan yang datang tidak waktu dan mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Hal
ini sebagaimana ditegaskan oleh supervisor PT. Eternity bahwa tujuannya mengurangi
tingkat ketidakhadiran:

“Sanksi dan hukuman untuk pelanggaran kehadiran tergantung pelanggaran, misalnya untuk telat
absen masuk kerja dipotong dari tunjangan uang makan. Sedangkan sanksi untuk pegawai yang
tidak hadir dapat surat peringatan sampai pemecatan. Sanksi dan hukuman yang diterapkan
perusahaan dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai” (wawancara dengan Desi
Wardenti, Supervisor, September 2018)

Sanksi keterlambatan (sanksi bagi karyawan yang datang terlambat atau tidak
tepat waktu) tidak diatur dalam Undang-Undang ketenagakerjaan. Namun demikian, PT.
Eternity mengatur hal semacam ini dalam peraturan perusahaan. PT. Eternity menerapkan
denda atau sanksi berupa pemotongan gaji bagi karyawan yang tidak tepat waktu masuk
kantor. Hal ini dapat dipahami mengingat PT. Eternity sebagai pihak yang mengeluarkan
biaya untuk penggajian karyawan tentunya menuntut karyawan untuk mendedikasikan
waktu kerjanya secara optimal sebagai imbal balik dari gaji karyawan tersebut.
Tabel 8 dapat diketahui tanggapan responden atas pernyataan nomor dua dengan
nilai rata-rata sebesar 4,19 (berperan). Pernyataan ini menyebutkan bahwa “Adanya
sanksi bagi karyawan yang meninggalkan jam kerja (misal bolos, mangkir, alfa)”.
Artinya, PT. Eternity telah menerapkan sanksi kepada karyawan yang melanggar aturan
kehadiran perusahaan. PT. Eternity menerapkan sanksi terhadap pelanggaran aturan ini
dengan cara memberikan surat peringatan pertama atas pelanggaran bolos, mangkir, alfa.
Kemudian jika pelanggaran tersebut masih berlanjut akan diterbitkan surat peringatan
kedua. Jika setelah surat peringatan kedua pelanggaran masih tetap berlanjut, maka pihak
PT. Eternity akan menerbitkan surat pemecatan kepada karyawan yang bersangkutan.
Uraian ini dikutip dari pendapat pengawas PT. Eternity berikut:

“Sanksi dan hukuman ketidakhadiran pegawai ada tiga tingkatan, pertama jika pegawai mangkir
sebanyak tiga kali berturut-turut, maka akan diterbitkan surat peringatan. Namun jika setelah
surat peringatan pertama karyawan masih tetap mangkir sampai hari ke enam, maka akan diberi
surat peringatan kedua. Setelah surat peringatan kedua karyawan masih tetap mangkir sampai
hari keempat belas, maka akan diterbitkan surat pemecatan. Sangat dapat mengurangi tingkat
ketidakhadiran pegawai” (wawancara dengan Bambang, Pengawas, September 2018)

PT. Eternity mengharapkan dengan adanya sanksi semacam ini dapat memberikan
peringatan dan juga dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Hal ini
dibenarkan pegawai bahwa mereka menjadi berpikir dua kali jika sampai tidak hadir:

“Sanksi seperti pemotongan tunjangan, hukuman jika pelanggaran yang dilakukan berat, dapat
diberhentikan perusahaan. Saya rasa dapat mengurangi, rugi jika sampai tunjangan berkurang,
apalagi sampai dipecat” (Wawancara Dimas Murti, Staff, September 2018)

Urian di atas menjelaskan bahwa dengan adanya sanksi dan hukuman terhadap
pelanggaran kehadiran yang diterapkan manajemen PT. Eternity membuat tingkat
kehadiran karyawan menjadi lebih tinggi. Tabel 8 dapat diketahui tanggapan responden
atas pernyataan nomor tiga dengan nilai rata-rata sebesar 4,25 (sangat berperan).
Pernyataan ini menyebutkan bahwa “Karyawan yang tidak masuk kerja karena sakit (surat
keterangan dokter) atau karena alasan lain (membuat pemberitahuan tertulis)” PT.
Eternity dapat menerima karyawan yang tidak masuk kerja karena sakit atau karena alasan
lain (misal, urusan keluarga) yang dapat diterima perusahaan. Sebagaimana pendapat
pegawai PT. Eternity yang pernah mengalami hal demikian:

“Jika tidak hadir kerja karena sakit, maka wajib membawa surat keterangan dokter. Jika
ketidakhadiran karena hal-hal lain misalnya urusan keluarga, maka diwajibkan membuat
pemberitahuan tertulis dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan” (Wawancara Jejen
Suprianto, Staff, September 2018)

Pendapat di atas menjelaskan bahwa adanya dispensasi dan pertimbangan


perusahaan bagi karyawan yang tidak hadir dengan alasan yang dapat dipertanggung
jawabkan dan diterima perusahaan. Adanya pertimbangan dari pihak manajemen bagi
karyawan yang tidak masuk kerja dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan
diharapkan dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Berdasarkan uraian pada
aspek sanksi atau hukuman menunjukkan adanya peran manajemen sumber daya manusia
dalam mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Perannya di sini adalah memberikan
sanksi yang tepat sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuat sehingga dapat
memberikan efek jerah bagi para karyawan untuk tidak hadir di kantor. Perusahaan juga
memberikan pertimbangan bagi karyawan yang tidak hadir dengan alasan yang jelas dan
dapat dipertanggung jawabkan.

Tabel 9. Tanggapan terhadap Penghargaan


Skor Jawaban
Rata-
No Pernyataan Penilaian
STS TS CS S SS rata
1 Pemberian insentif bagi karyawan Tidak
0 0 48 8 0 2,24
dengan tingkat kehadiran tinggi berperan
2 Pertimbangan kenaikan pangkat atau
Tidak
jabatan bagi karyawan dengan tingkat 0 52 4 0 0 2,07
berperan
kehadiran tinggi
3 Adanya sistem penghargaan lainnya
Tidak
bagi karyawan dengan tingkat 4 51 1 0 0 1,95
berperan
kehadiran tinggi
Tidak
Rata-rata Sistem Teknologi 2,05
berperan
Sumber: Hasil Penelitian, Data Diolah 2018

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui tanggapan responden terhadap sistem


penghargaan PT. Eternity kaitannya dengan kehadiran. Tanggapan responden terhadap
pernyataan nomor satu dengan nilai rata-rata sebesar 2,24 (tidak berperan). Pernyataan ini
menyebutkan bahwa “Pemberian bonus bagi karyawan dengan tingkat kehadiran tinggi”.
Artinya, belum adanya penghargaan dari manajemen PT. Eternity berupa bonus bagi
karyawan dengan tingkat kehadiran tinggi. Hasil tanggapan responden ini, dibenarkan
manajer PT. Eternity dengan pendapatnya sebagai berikut:
“Untuk penghargaan belum ada sistem yang diterapkan, perusahaan belum menerapkan strategi
semacam ini menekan tingkat ketidakhadiran pegawai” (Wawancara Ali Junaidi, Manajer,
September 2018).

Uraian di atas menjelaskan bahwa PT. Eternity tidak memberikan sistem


penghargaan untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Pasal 6 Peraturan
Menteri No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dapat dilihat bahwa bonus dikategorikan
dalam pendapatan non-upah, dan sifatnya tidak wajib. Artinya, tidak ada yang salah jika
PT. Eternity tidak menyediakan insentif karyawan di luar gaji. Namun demikian, untuk
mengurangi tingkat ketidakhadiran maka pemberian bonus bagi karyawan memiliki
tingkat kehadiran yang tinggi wajib dipertimbangkan PT. Eternity. Hasil ini hampir sama
dengan apa yang dikatakan supervisor PT. Eternity berikut:

“Belum ada sistem penghargaan, mungkin ke depan dapat menjadi pertimbangan pimpinan untuk
menekan tingkat ketidakhadiran pegawai” (Wawancara Desi Wardenti, Supervisor, September
2018)

Bonus bagi karyawan selama ini dipersepsikan sebagai salah satu cara efektif
untuk motivasi kerja karyawan dan mengurangi tingkat ketidakhadiran. Perusahaan
sebenarnya memiliki kebanggaan apabila mampu memberikan bonus kepada
karyawannya. Tabel 9 dapat diketahui tanggapan responden terhadap pernyataan nomor
dua dengan nilai rata-rata sebesar 2,07 (tidak berperan). Pernyataan ini menyebutkan
bahwa “Pertimbangan kenaikan pangkat atau jabatan bagi karyawan dengan tingkat
kehadiran tinggi”. Artinya, pertimbangan kenaikan jabatan pada PT Eternity tidak
dipertimbangkan dengan tingkat kehadiran. Mempertimbangkan kehadiran dalam
kenaikan pangkat atau jabatan sebenarnya dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran
karyawan. Karyawan akan termotivasi untuk selalu hadir di perusahaan, karena untuk
kenaikan pangkat atau jabatan mereka harus disiplin terhadap kehadiran. Pendapat
pengawas PT Eternity juga setuju jika adanya penerapan sistem penghargaan di
perusahaan:

“Belum, perusahaan belum memberikan sistem semacam ini. Seharusnya memang ada
penghargaan bagi pegawai dengan tingkat kehadiran yang baik” (Wawancara Bambang,
Supervisor, September 2018)

Selian penghargaan bonus dan pertimbangan kenaikan jabatan atau pangkat, PT


Eternity juga tidak menerapkan sistem penghargaan lainnya untuk mengurangi tingkat
ketidakhadiran. Skor tanggapan penghargaan lainnya bagi karyawan dengan tingkat
kehadiran tinggi sebesar 1,95 (tidak berperan). Hasil ini menunjukkan manajemen sumber
daya manusia PT Eternity belum berperan dalam pemberian penghargaan untuk
mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Harapan pegawai juga menginginkan
adanya sistem penghargaan diterapkan perusahaan, sebagaimana pendapat pegawai
berikut:

“Belum menerapkan, ya sebaiknya ada timbal balik, jangan sanksi dan hukuman saja. Sekali-kali
bolehlah penghargaan” (Wawancara Dimas Murti, Pegawai, September 2018).

Penghargaan merupakan bentuk metode dalam memotivasi karyawan untuk


melakukan meningkatkan kehadirannya. Seharusnya, manajemen PT Eternity dalam
menerapkan metode pemberian penghargaan untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran.
Adanya penghargaan akan mengasosiasikan perbuatan dan kelakuan karyawan dengan
perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu
perbuatan yang baik secara berulang-ulang.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa manajemen


sumber daya manusia secara umum berperan untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran
karyawan PT Eternity. Berikut dibahas aspek-aspek dari peran sumber daya manusia
dalam mengurangi tingkat ketidakhadiran:
Jadwal
Pada aspek penjadwalan kerja, manajemen sumber daya manusia PT Eternity telah
menetapkan waktu kerja didasarkan kepada kebutuhan berdasarkan Undang-Undang
No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan perusahaan. Hari kerja
karyawan dalam seminggu sebanyak 6 hari, jam kerjanya adalah 7 jam dalam satu hari
dan 40 jam dalam satu minggu dan apabila karyawan melebihi dari ketentuan tersebut
maka dimasukan dalam waktu kerja lembur. Sedangkan jadwal mulai dan berakhirnya
waktu kerja diatur secara jelas sesuai dengan kebutuhan para pihak dalam peraturan
perusahaan. Adanya pengaturan jadwal secara tepat dan diketahui oleh seluruh karyawan
dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran. Karyawan dapat mengetahui batas
keterlambatan datang dan pulang kerja, kapan hari libur dan waktu lembut dan lain
sebainya. Hal ini juga dapat dijadikan sebagai landasan dalam pemberian sanksi maupun
penghargaan terhadap tingkat kedisiplinan karyawan.
Suatu sistem penjadwalan tenaga kerja yang baik akan memiliki potensi untuk
membuat penghematan yang signifikan dalam waktu dan biaya, serta menurunkan tingkat
ketidakhadiran (Li et al., 2012). Penjadwalan tenaga kerja harus mampu mengatasi
masalah dan menghasilkan lebih banyak alternatif untuk pengambilan keputusan yang
lebih baik. Kosasih (2012) menyatakan bahwa pengaturan waktu termasuk dalam
perencanaan tenaga kerja yang berkenaan dengan jadwal kerja dan jumlah tenaga kerja
yang akan dipertahankan. Dalam menentukan jadwal kerja, perusahaan terikat oleh
peraturan ketenagakerjaan yang dikeluarkan ILO (International Labor Organizational)
yang menetapkan perusahaan memperkerjakan pegawainya selama 40 jam/minggu. Bank
atau perkantoran lainnya, waktu kerjanya siang hari selama 8 jam dengan istirahat 1 jam
(pukul 08.00 - pukul 16.00) kalau lebih dari 40 jam, maka kelebihan itu harus dimasukkan
sebagai lembur (overtime) dan hari sabtu hanya setengah hari. Pengaturan jadwal kerja
menimbulkan konsekuensi terhadap biaya tenaga kerja (labor cost).
PT. Eternity mengatur jadwal istirahat dalam peraturan perusahaan, dimana
istirahat sebanyak 1 jam dimulai pada pukul 12.00 wib sampai pukul 13.00 wib. Sebesar
apapun dedikasi seorang karyawan untuk pekerjaan, ia tetap membutuhkan waktu
istirahat untuk mengembalikan energinya. Dengan fokus yang diperbarui pada saat
istirahat, ia akan mampu berkarya dengan lebih baik hingga akhir jam kerja. Tekanan
pekerjaan yang tinggi akan meningkatkan absen karyawan. Maka dari itu, pemberlakukan
waktu istirahat yang disesuaikan dengan aturan dan kebutuhan perusahaan merupakan
salah satu kebijakan yang tepat, untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan.
Sebagaimana aturan dalam Pasal 79 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan bahwa pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada
pekerja/buruh dan istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah
bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk
jam kerja. PT. Eternity dalam menimbang ketentuan waktu istirahat kerja memberikan
waktu istirahat selama satu jam, mulai pukul 12.00-13.00 wib. PT. Eternity juga
mengizinkan pekerja yang beragama selain Islam untuk melakukan ibadahnya pada jam
kerja. Artinya, PT. Eternity telah memberikan peran atas hak karyawan sebagaimana
diamanatkan dalam peraturan perusahaan.

Sistem Teknologi
Manajemen sumber daya manusia pada aspek sistem teknologi PT Eternity
berperan dalam mengurangi ketidakhadiran karyawan. Saat ini PT. Eternity telah
menerapkan sistem absensi sidik jari otomatis dalam sistem pencatatan kehadiran
karyawan, sistem ini langsung terkoneksi ke sever bagian umum (personalia). Absensi
kehadiran dilakukan karyawan pada saat mulai kerja pukul 07.30 dan akhir jam kerja
pukul 16.00. Jika karyawan absensi kehadiran datang melebih waktu yang ditetapkan
maka dinyatakan telat dan dicatat dalam kartu kehadiran, sedangkan untuk absensi pulang
tidak boleh kurang dari pukul 16.00. Karyawan dinyatakan tidak hadir jika melakukan
absensi sidik jari pada saat mulai dan berakhirnya pekerjaan atau hanya absensi datang
saja, kecuali jika ada pemberitahuan tertulis atau lisan melalui telepon yang dapat diterima
oleh perusahaan.
Sejak tahun 1970-an, beberapa perusahaan sedikitnya sepuluh negara didunia
sudah menggunakan absensi sidik jari (James et al, 2006). Awalnya efisiensi menjadi
dasar penggunaan sistem identifikasi sidik jari di perusahaan, alat ini mendorong
perusahaan untuk menghemat waktu, tenaga, sekaligus menjamin keamanan. Dengan
berkembangnya penelitian, bukti absensi sidik jari dapat mengurangi tingkat
ketidakhadiran karyawan dan membantu divisi sumber daya manusia untuk mengevaluasi
kinerja para karyawannya. Adanya penerapan absensi sidik jari di PT. Eternity, berarti
pengisian kartu hadir (absensi) saat datang maupun akhir pekerjaan harus dilakukan
karyawan bersangkutan”. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya peran manajemen sumber
daya manusia PT Eternity dalam pengelolaan sumber daya manusianya. Pada alat
pencatatan absensi karyawan yang konvensional memerlukan banyak intervensi pegawai
bagian personalia maupun kejujuran karyawan yang sedang dicatat kehadirannya. Hal ini
sering memberikan peluang adanya manipulasi data kehadiran apabila pengawasan yang
kontinu pada proses ini tidak dilakukan semestinya. Proses pencatatan dan pelaporan
kehadiran karyawan merupakan proses yang repetitif (berulang). Pada alat pencatatan
absensi karyawan yang konvensional memerlukan banyak intervensi karyawan bagian
personalia maupun kejujuran karyawan. Hal ini dimungkinkan adanya manipulasi data
kehadiran apabila pengawasan yang kontinyu pada proses ini tidak dilakukan semestinya.
Dengan sistem absensi berbasis sidik jari proses pengambilan informasi kehadiran
karyawan menjadi hampir 100 persen akurat karena didasarkan sidik jari masing-masing
serta proses pencatatan dan pelaporannya menjadi otomatis oleh software khusus.
Kesalahan maupun manipulasi catatan dapat dihilangkan karena intervensi karyawan
bagian administrasi atau personalia menjadi minimal.
Penerapan teknologi berupa mesin absen sidik jari merupakan upaya yang
dilakukan PT. Eternity untuk meningkatkan kehadiran karyawan. Mesin absensi sidik jari
ini menjadikan alat penunjang PT. Eternity yang sebelumnya menggunakan sistem
manual. Pencatatan kehadiran melalui absensi sidik jari tidak dapat diwakilkan, harus
dilakukan karyawan yang bersangkutan. Hal ini sebenarnya untuk mencegahnya titip
absen oleh karyawan yang tidak menggunakan mesin absensi atau masih menggunakan
sistem manual berupa tanda tangan. Adanya penggunaan teknologi yang mengharuskan
karyawan bersangkutan untuk hadir maka budaya titip absen sebelumnya dapat dihentikan
dan tingkat ketidakhadiran dapat ditekan. Pihak perusahaan juga dapat mengetahui tingkat
ketidakhadiran karyawan dengan lebih akurat.

Ketegasan
Peran manajemen sumber daya manusia PT Eternity pada aspek ketegasan
kaitannya dalam mengurangi ketidakhadiran karyawan sudah dilakukan. Peran
manajemen perusahaan dapat berpengaruh terhadap tingkat absensi karyawan. Jika pihak
manajemen tidak tegas terhadap aturan yang diterapkan, atau cenderung tebang pilih
untuk menerapkan sanksi terhadap karyawan yang sering mangkir maka menimbulkan
kecenderungan ketidakpuasan terhadap manajemen, sehingga peluang karyawan untuk
tidak hadir. Sikap dan perilaku karyawan didorong adanya kontrol diri yang kuat. Artinya,
sikap dan perilaku untuk mentaati peraturan organisasi muncul dari dalam diri karyawan
tersebut. Sikap dan perilaku dalam kehadiran harus ditandai oleh berbagai inisiatif, dan
kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya, karyawan yang dikatakan mempunyai
tingkat kehadiran yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara
kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak (niat) untuk menyesuaikan diri dengan
peraturan-peraturan organisasi.
PT. Eternity tidak mengenal adanya pertemanan dalam penerapan absensi. Hasil
ini mengindikasikan bahwa adanya ketegasan manajemen PT. Eternity dalam penerapan
aturan absensi. Dalam praktiknya, intervensi terhadap karyawan personalia pengelola
absensi tidak dapat dihindari karena alasan pertemanan. Saat ini manajemen PT. Eternity
telah menerapkan aturan yang tegas, dan tidak boleh ada intervensi terhadap karyawan
pengelola absen untuk memanipulasi data karyawan karena alasan pertemanan. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran dan menghilangkan tendensi
karyawan untuk menghalalkan segala cara demi menaikkan persentase kehadirannya.

Sanksi (Hukuman)
Peran manajemen sumber daya manusia PT. Eternity dalam hal sanksi atau
hukuman pelanggaran kehadiran sudah baik. PT. Eternity telah menerapkan sanksi atau
hukuman bagi karyawan yang terlambat masuk kerja. PT. Eternity mengatur menerapkan
denda atau sanksi berupa pemotongan gaji bagi karyawan yang tidak tepat waktu masuk
kantor. Hal ini dapat dipahami mengingat PT. Eternity sebagai pihak yang mengeluarkan
biaya untuk penggajian karyawan tentunya menuntut karyawan untuk mendedikasikan
waktu kerjanya secara optimal sebagai imbal balik dari gaji karyawan tersebut. Potongan
tunjangan diterapkan dengan tujuan memberi efek jera bagi karyawan yang datang tidak
waktu dan mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan.
Potongan gaji hanya boleh diterapkan dari tunjangan variabel kehadiran, bukan
dari gaji pokok dan/atau tunjangan tetap. Sesuai definisi dan prinsipnya, gaji pokok dan
tunjangan tetap tidak dikaitkan dengan kehadiran pekerja maupun pencapaian prestasi
kerja tertentu (lihat penjelasan pasal 94 UU No. 13/2003) sehingga secara hukum tetap
harus dibayarkan selama karyawan tersebut masih bekerja di perusahaan yang
bersangkutan meskipun karyawan tersebut sering datang terlambat.
PT. Eternity juga menerapkan sanksi kepada karyawan yang melanggar aturan
kehadiran perusahaan. PT. Eternity memberikan surat peringatan pertama atas
pelanggaran bolos, mangkir, alfa. Kemudian jika pelanggaran tersebut masih berlanjut
akan diterbitkan surat peringatan kedua. Jika setelah surat peringatan kedua pelanggaran
masih tetap berlanjut, maka pihak PT. Eternity akan menerbitkan surat pemecatan kepada
karyawan yang bersangkutan. PT. Eternity dapat menerima karyawan yang tidak masuk
kerja karena sakit atau karena alasan lain yang dapat diterima perusahaan. Karyawan
bersangkutan wajib memberitahukan kepada atasannya pada hasil tersebut secara tertulis
atau telepon selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya. Jika karyawan yang
bersangkutan tidak hadir kerja karena sakit, maka wajib membawa surat keterangan
dokter setelah ia masuk kerja kembali. Namun, jika ketidakhadiran karena hal-hal lain
misalnya urusan keluarga dan lain sebagainya yang dapat diterima perusahaan, maka
karyawan diwajibkan membuat pemberitahuan tertulis dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Adanya pertimbangan dari pihak manajemen bagi karyawan
yang tidak masuk kerja dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan diharapkan
dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan.

Penghargaan
Pada aspek penghargaan, manajemen sumber daya manusia PT Eternity belum
memiliki peran dalam mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Belum adanya
penghargaan seperti bonus bagi karyawan dengan tingkat kehadiran tinggi menunjukkan
bahwa manajemen tidak memainkan perannya untuk memotivasi karyawan. Bonus bagi
karyawan selama ini dipersepsikan sebagai salah satu cara efektif untuk motivasi kerja
karyawan dan mengurangi tingkat ketidakhadiran. Undang-Undang Ketenagakerjaan
tidak mengatur soal bonus untuk para pekerja. Pengertian bonus dapat ambil dari
definisinya dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor 07 tahun 1990 bahwa bonus
adalah bukan merupakan bagian dari upah, melainkan pembayaran yang diterima pekerja
dari hasil keuntungan perusahaan atau karena pekerja menghasilkan hasil kerja lebih besar
dari target produksi yang normal atau karena peningkatan produktivitas; besarnya
pembagian bonus diatur berdasarkan kesepakatan. Pasal 6 Peraturan Menteri No 78 Tahun
2015 tentang Pengupahan, dapat dilihat bahwa bonus dikategorikan dalam pendapatan
non-upah, dan sifatnya tidak wajib. Artinya, tidak ada yang salah jika sebuah perusahaan
tidak menyediakan insentif karyawan di luar gaji. Pijakan pemahaman ini perlu diketahui
oleh kedua belah pihak, yaitu perusahaan dan karyawan. Namun, bila karyawan dan
perusahaan telah menyepakati adanya bonus tertentu yang harus dibayarkan perusahaan
(tercantum dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama),
maka pembayaran bonus karyawan menjadi wajib dilakukan. Adanya kesepakatan
tersebut membuat karyawan berhak menuntut perusahaan untuk membayarkan bonus
yang menjadi hak mereka.
Penghargaan dalam bentuk kenaikan pangkat atau jabatan juga belum dilakukan
pihak PT Eternity untuk memotivasi karyawannya supaya memiliki tingkat kehadiran
yang tinggi. Mempertimbangkan kehadiran dalam kenaikan pangkat atau jabatan
sebenarnya dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Banyak kajian yang
berkembang dalam bidang ekonomi dan mempelajari penghargaan terhadap karyawan.
Sebagai bukti empiris dari solusi optimal pengelolaan pemberian penghargaan, menurut
Markham et al. (2012) dapat menurunkan ketidakhadiran karyawan sebesar 52 persen.

Implikasi Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum manajemen PT Eternity


berperan dalam mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. PT Eternity baik pada
aspek penjadwalan kerja, aspek sistem teknologi, aspek ketegasan, aspek sanksi atau
hukuman. Namun pada aspek penghargaan, belum ada terlihat strategi PT Eternity
mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Oleh sebab itu, diharapkan manajemen PT
Eternity dapat mempertimbangkan pemberian bonus bagi karyawan dengan tingkat
kehadiran tinggi. Pasal 6 Peraturan Menteri No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dapat
dilihat bahwa bonus dikategorikan dalam pendapatan non-upah, dan sifatnya tidak wajib.
Artinya, tidak ada yang salah jika perusahaan tidak menyediakan insentif karyawan di
luar gaji untuk meningkatkan kehadiran karyawan. PT Eternity juga dapat
mempertimbangkan tingkat kehadiran dalam penilaian kenaikan pangkat atau jabatan
bagi karyawan. Tingginya tingkat absensi akan merugikan pihak perusahaan, meskipun
karyawan tersebut tidak dibayar sewaktu tidak masuk kerja. Hal ini disebabkan oleh
jadwal produksi yang terpaksa tertunda, mutu barang yang cenderung berkurang, dan
jaminan sosial yang masih harus dibayar oleh perusahaan kepada karyawan. Karena itu
PT Eternity harus dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan khususnya sistem
penghargaan yang diberlakukan perusahaan.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat simpulkan bahwa


manajemen sumber daya manusia secara umum berperan dalam mengurangi tingkat
ketidakhadiran karyawan PT Eternity.
1. Pada aspek penjadwalan kerja, manajemen PT Eternity telah menetapkan jadwal kerja
berdasarkan Undang-Undang No.13 tahun 2003 dan peraturan perusahaan. Hari kerja
ditetapkan sebanyak 6 hari dan kelebihan jam kerja dihitung lembur. Jam istirahat
sebanyak 1 jam dimulai pada pukul 12.00-13.00 wib. Adanya pengaturan jadwal
secara tepat dan diketahui oleh seluruh karyawan dapat mengurangi tingkat
ketidakhadiran. Karyawan dapat mengetahui batas keterlambatan datang dan pulang
kerja, kapan hari libur dan waktu lembut dan lain sebainya. Hal ini juga dapat
dijadikan sebagai landasan dalam pemberian sanksi maupun penghargaan terhadap
tingkat kedisiplinan karyawan.
2. Pada aspek sistem teknologi, manajemen PT Eternity menerapkan sistem absensi sidik
jari dan pengisian absensi harus dilakukan karyawan bersangkutan. Mesin absensi
sidik jari ini menjadikan alat penunjang PT. Eternity yang sebelumnya menggunakan
sistem manual. Alat ini sudah diatur waktunya sesuai aturan yang berlaku dalam
mencatat kehadiran karyawan, sehingga sistem ini dapat mengurangi tingkat
ketidakhadiran karyawan
3. Pada aspek ketegasan, PT. Eternity telah menerapkan aturan yang tegas, dan tidak ada
intervensi terhadap karyawan pengelola absen untuk memanipulasi data karyawan
karena alasan pertemanan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran
dan menghilangkan tendensi karyawan untuk menghalalkan segala cara demi
menaikkan persentase kehadirannya.
4. Pada aspek sanksi (hukuman), PT. Eternity menerapkan sanksi pemotongan gaji bagi
karyawan yang tidak tepat waktu masuk kantor. Besaran potongan dipertimbangkan
manajemen PT. Eternity dengan bijak dengan tidak menzalimi hak-hak karyawan. PT.
Eternity juga menerapkan sanksi kepada karyawan yang bolos, mangkir, alfa dengan
cara memberikan surat peringatan (SP1, SP2 dan pemecatan). Adanya sanksi
semacam ini diharapkan memberikan peringatan dan juga dapat mengurangi tingkat
ketidakhadiran karyawan.
5. Pada aspek penghargaan, manajemen PT Eternity belum memiliki peran dalam
mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Belum adanya penghargaan seperti
bonus bagi karyawan dengan tingkat kehadiran tinggi menunjukkan bahwa
manajemen tidak memainkan perannya untuk memotivasi karyawan. Penghargaan
dalam bentuk kenaikan pangkat, jabatan dan bentuk penghargaan lainnya juga belum
dilakukan pihak PT Eternity untuk memotivasi karyawannya supaya memiliki tingkat
kehadiran yang tinggi.
Dari analisis dan kesimpulan di atas, maka program manajemen sumber daya
manusia yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengatasi tingkat ketidakhadiran
dengan cara memberikan penghargaan kepada karyawan. Penghargaan yang diberikan
dapat berupa pemberian bonus bagi karyawan dengan tingkat kehadiran tinggi. Bonus ini
dapat berupa pemberian uang tunai, program jalan-jalan bagi karyawan dengan kehadiran
sepuluh tertinggi. Pemberian piala atau memajang foto karyawan dengan paling rajin
berdasarkan absensi yang tidak pernah telat. Kemudian, perusahaan dapat
mempertimbangkan atau memasukkan tingkat kehadiran dalam penilaian kenaikan
pangkat atau jabatan bagi karyawan. Penilaian yang dilakukan harus secara objektif dan
berdasarkan rekapitulasi dari absensi sidik jari.

Daftar Pustaka

Aksoy , E. (2015). The influence of HRM as a process on absenteeism: Exploring the influence
of the meta -features of HRM system strength on absenteeism, Thesis Master of Business
Administration, University of Twente.

Barmby, T., Ercolani, M., & Treble, J. (2004). Sickness absence in the UK 1984-2002, 65–88.

Beehr, T. A. (2014). Psychological Stress in the Workplace (Psychology evivals). Routledge.

Beer, M., Boselie, P., & Brewster, C. (2015). Back to the future: Implications for the field of
HRM of the multistakeholder perspective proposed 30 years ago. Human Resource
Management, 54(3), 427–438.

Beer, M., Spector, B., Lawrence, P. R., Mills, D. Q., & Walton, R. E. (2015). Managing Human
Assets. Simon and Schuster.

Bermingham, C. (2013). Employee’s Understanding of Workplace Absenteeism and the


Investigation of Stress as a Contributing Factor, Norma Smurfit Library National College
of Ireland

Boselie, P. (2010). Strategic human resource management: A balanced approach. Tata McGraw-
Hill Education.

Brooke, P.P. & Jr. (2006), ‘Beyond the Steers and Rhodes Model of Employee Attendance’,
Academy of Management Review, 11(2): pp. 345-361.

CIPD. (2016). Absence Management 2016 (Annual Survey Report No. 17). London, UK:
Chartered Institute of Personnel and Development. Retrieved from
https://www.cipd.co.uk/Images/absence-management_2016_tcm18-16360.pdf

Combe, C. (2014). Introduction to management. Oxford University Press.


Deery, M., & Jago, L. (2015). Revisiting talent management, work-life balance and retention
strategies. International Journal of Contemporary Hospitality Management; Bradford,
27(3), 453–472.

Dessler, Gary, 2011. Manajemen sumber daya manusia. Penerbit Indeks, Jakarta.

Drenth, P. J. D., & Henk, T. (2013). A Handbook of Work and Organizational Psychology:
Volume 2: Work Psychology. Taylor & Francis. Retrieved from
https://books.google.is/books?id=gZ3E1VuuKAIC

Forte, Allison N.S. (2017). Strategies for Reducing Employee Absenteeism for a Sustainable
Future: A Bermuda Perspective. Walden Dissertations and Doctoral Studies, Walden
University

Gaol, L. Jimmy. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo.

Guzzo, Richard A. (1983). Sizing up the Impact of human resources productivity programs.
National Productivity Review, 2, 376-385.

Hendry, C. (2012). Human Resource Management. Routledge.

Hillier, D., Fewell, F., Cann, W., & Shephard, V. (2005). Wellness at work: Enhancing the quality
of our working lives. International Review of Psychiatry, 17(5), 419–431.

Kearns, P. (2008). HR strategy: business focused, individually centred. Amsterdam: Butterworth-


Heinemann.

Kinyili, J.M. (2015). Role of human resource management practices on retention of staff in public
health institutions in machakos county, Kenya. Thesis Doctor of Philosophy, Kenya:
University of Agriculture and Technology.

Løkke Nielsen, A.-K. (2008). Determinants of absenteeism in public organizations: a unit-level


analysis of work absence in a large Danish municipality. Internasional Journal of Human
Resource Management, 19(7), 1330–1348.

Mastekaasa, A., & Olsen, K. M. (2016). Gender, absenteeism, and job characteristics. Work and
Occupations, 25(2), 195–228.

McDaid, D., Curran, C., & Knapp, M. (2005). Promoting mental well-being in the workplace: A
European policy perspective. International Review of Psychiatry, 17(5), 365–373.

Mondy, R. W., & Martocchio, J. J. (2016). Human resource management (14. ed., global ed).
Boston: Pearson.

Ng, T. W. H., & Feldman, D. C. (2008). The relationship of age to ten dimensions of job
performance. Journal of Applied Psychology, 93(2), 392–423.

Otto, T., Riives, J., & Loun, K. (2007). Productivity improvement through monitoring of human
resources competence level. DAAAM Scientific Book.

Parboteeah, K. P., Addae, H. M., & Cullen, J. B. (2005). National culture and absenteeism: An
empirical test. International Journal of Organizational Analysis; Bingley, 13(4), 343–
361.
Peretz, H., & Fried, Y. (2012). National cultures, performance appraisal practices, and
organizational absenteeism and turnover: A study across 21 countries. Journal of Applied
Psychology, 97(2), 448–459.

Reiche, B. S., Lee, Y., & Quintanilla, J. (2012). Cultural perspectives on comparative HRM. In
C. Brewster & W. Mayrhofer (Eds.), Handbook of Research on Comparative Human
Resource Management (pp. 51–68). Cheltenham: England: Edward Elgar Publishing.

Rhodes, S. R., & Steers, R. M. (1990). Managing employee absenteeism. Boston, MA: Addison-
Wesley.

Richert-Kaźmierska, A., & Stankiewicz, K. (2016). Work - life balance: Does age matter? Work,
55(3), 679–688.

Rivai, V (2013) Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori Ke Praktek,
Rajagrafindo persada, Bandung.

Sadri,G. and Lewis,M.(1995) ‘Combatting Absenteeism in the Workplace’, Management


Research News, 18(1-2): pp.24 – 30.

Sagie, A. (1998). Employee absenteeism, organizational commitment, and job satisfaction:


Another look. Journal of Vocational Behavior, 52(2), 156–171.

Sanders, K., & Nauta, A. (2014).Social cohesiveness and absenteeism - The relationship between
characteristics of employees and short-term absenteeism within an organization.Small
Group Research, 35(6), 724-741.

Sanders, K., Shipton, H., & Gomes, J. F. S. (2014). Guest editors’ introduction: Is the HRM
process important? Past, current, and future challenges. Human Resource Management,
53(4), 489–503.

Schneider, B. (2012). Interactional psychology and organizational behavior. Michigan State


University Department of Psychology.

Smulders, PW 2010, 'Comments on Employee Absence/Attendance as a Dependent Variable in


Organizational Research',Journal Of Applied Psychology, 65(3): pp. 368-371.

Soane, E., Shantz, A., Alfes, K., Truss, C., Rees, C., & Gatenby, M. (2013). The association of
meaningfulness, well-being, and engagement with absenteeism: A moderated mediation
model. Human Resource Management, 52(3), 441–456.

Steers, R. M., & Rhodes, S. R. (1978). Major influences on employee attendance: A process
model. Journal of Applied Psychology, 63, 391-407.

Tenhiälä, A., Giluk, T. L., Kepes, S., Simón, C., Oh, I.-S., & Kim, S. (2016). The research-
practice gap in human resource management: A cross-cultural study. Human Resource
Management, 55(2), 179–200.

Tenhiälä, A., Linna, A., von Bonsdorff, M., Pentti, J., Vahtera, J., Kivimäki, M., Elovainio, M.
(2013). Organizational justice, sickness absence and employee age. Journal of
Managerial Psychology, 28(7/8), 805–825.
Umar, Husein.(2008). Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan. Rajagrafindo Persada,
Jakarta

Väänänen, A., Kumpulainen, R., Kevin, M. V., Ala-Mursula, L., Kouvonen, A., Kivimäki, M.
Vahtera, J. (2008). Work-family characteristics as determinants of sickness absence: A
large-scale cohort study of three occupational grades. Journal of Occupational Health
Psychology, 13(2), 181–196.

VandenHeuvel, A. (1997). Absence because of family responsibilities: An examination of


explanatory factors. Journal of Family and Economic Issues, 18(3), 273–297.

Whitaker, S. C. (2011). The management of sickness absence. Occupational and Environmental


Medicine, 58(6), 420–424.

Wright, P. M., & McMahan, G. C. (1992). Theoretical perspectives for strategic human resource
management. Journal of Management, 18(2), 295–320.

Potrebbero piacerti anche