Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Abstract: The purpose of study ware: the role of human resource management in
reducing employee absence rates. This research is a qualitative descriptive study. Data
collection by distributing questionnaires and interviews with informants. Respondents
were 56 employees of PT Eternity, determined by the Solvin formula and selected by
proportional random sampling. The research informants were five people, namely
managers, supervisors, supervisors and two staff members. Aspects of the role of human
resource management are aspects of work schedules, technology systems, assertiveness,
sanctions (punishments) and awards. Data were analyzed by descriptive statistics and
qualitative descriptive. The results showed that PT Eternity's general human resource
management had a role in reducing the level of absenteeism of PT Eternity employees
both in terms of work scheduling aspects, technological system aspects, assertiveness
aspects, sanctions or punishments. However, on the aspect of the award, there has not
been seen a strategy by PT Eternity to reduce employee absenteeism. Therefore, it is
expected that PT Eternity's management can consider giving bonuses to employees with
high attendance rates. Article 6 of Ministerial Regulation No. 78 of 2015 concerning
remuneration, it can be seen that bonuses are categorized in non-wage income, and are
not mandatory. That is, there is nothing wrong if the company does not provide employee
incentives outside of salary to increase employee attendance. PT Eternity can also
consider the level of attendance in evaluating promotions or positions for employees. The
high level of absenteeism will harm the company, even though the employee is not paid
when not at work. This is caused by a production schedule that has to be delayed, the
quality of goods tends to decrease, and social security that remains to be paid by the
company to employees. Therefore, PT Eternity must be able to reduce the level of
employee absence, especially the reward system imposed by the company.
Pendahuluan
Pimpinan perusahaan melihat ada beberapa gejala yang diduga menjadi penyebab
tidak tercapainya sasaran produktivitas. Gejala pertama yang diamati oleh pimpinan
perusahaan adalah tingkat ketidakhadiran (absensi) karyawan yang tinggi. Tabel 1.2
memperlihatkan tingkat ketidakhadiran karyawan pada tahun 2017. Terlihat bahwa
tingkat ketidakhadiran karyawan berkisar antara 4,2 % sampai dengan 8,0 %. Hal ini
menyebabkan perencanaan pekerjaan menjadi terganggu karena ada pekerjaan yang tidak
dapat dilaksanakan disebabkan karyawan tidak hadir, sehingga mengurangi hasil
produksi yang telah direncanakan.
Tabel 2. Tingkat Ketidakhadiran Karyawan 2017
Gejala lain yang juga diamati oleh pimpinan perusahaan adalah tidak terlihatnya
para manajer mengambil tindakan apapun untuk meningkatkan produktivitas bawahan
mereka meskipun para manajer telah mendapatkan pelatihan di luar pabrik mengenai
kerjasama dan Manajemen Sumberdaya Manusia. Selain itu, kepada para supervisor,
leader dan operator juga telah diberikan on the job training yang dapat mendukung agar
sasaran produktivitas dapat tercapai, namun pimpinan perusahaan tidak melihat hal itu
terjadi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peran manajamen sumberdaya
manusia untuk mengurangi ketidakhadiran karyawan PT Eternity.
Tinjauan Pustaka
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Demografi Responden
Responden penelitian adalah karyawan PT Eternity sebanyak 54 orang. Kuesioner
disebarkan langsung oleh penulis kepada 54 responden PT Eternity secara proportional
random sampling. Kuesioner yang disebarkan seluruhnya dapat diolah (100%), dan
ditabulasi untuk selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk tabel frekuensi. Tabel 3
menjelaskan distribusi frekuensi demografi responden berdasarkan umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan dan masa kerja.
Tabel 3 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden berumur lebih dari
35 tahun (48,21%). Artinya, 48,21 persen karyawan PT Eternity termasuk dalam
kelompok yang produktif. Sebagaimana definisi BPS (2016) bahwa kelompok usia
produktif adalah mereka yang berada dalam rentang usia 15 sampai dengan 64 tahun.
Usia dapat menjadi faktor ketika datang ke absensi, beberapa ketidakhadiran meningkat
seiring bertambahnya usia dan yang lain menyimpulkannya menurun seiring
bertambahnya usia (Løkke Nielsen, 2008). Bukti yang mendukung korelasi positif antara
usia dan ketidakhadiran adalah misalnya kerusakan kesehatan secara umum dan lebih
rawan terhadap penyakit jangka panjang (Barmby & Treble, 2004). Bukti lebih lanjut
mendukung bahwa ketidakhadiran menurun dengan bertambahnya usia, dan banyak
penelitian menunjukkan korelasi negatif antara usia dan ketidakhadiran (Ng & Feldman,
2008). Bukti lain juga menunjukkan fakta bahwa karyawan yang lebih tua memiliki lebih
banyak keseimbangan kehidupan kerja dan karyawan yang lebih muda yang memiliki
anak lebih rentan untuk tidak hadir (Richert & Stankiewicz, 2016).
Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa hampir seluruhnya karyawan PT
Eternity berjenis kelamin jenis kelamin pria sebanyak 53 (94,64%). Hal ini dikarenakan
karakteristik pekerjaan PT Eternity lebih memprioritaskan jenis kelamin pria
dibandingkan dengan wanita. Karakteristik pekerjaan ini misalnya cutting, sewing,
finishing, packing yang lebih banyak menggunakan tenaga fisik. Meskipun hasil dari
penelitian sebelumnya dengan tegas menyatakan bahwa perempuan lebih sering absen
daripada laki-laki, penyebab perbedaan ini belum dipahami sepenuhnya (Mastekaasa &
Olsen, 2016). Di beberapa negara wanita memiliki tingkat ketidakhadiran yang lebih
tinggi daripada pria. Seringkali diasumsikan bahwa ketidakhadiran wanita yang lebih
sering dijelaskan dengan kehamilan dan cuti hamil, tetapi ketika tingkat ketidakhadiran
dikoreksi untuk faktor-faktor ini, wanita tampaknya memiliki persentase ketidakhadiran
yang sama dengan pria, tetapi ketidakhadiran mereka lebih sering (Drenth & Henk, 2013).
Tabel 3 menunjukkan bahwa 58,93% responden berpendidikan SMA sederajat.
PT Eternity sebagai perusahaan swasta yang bergerak di industri pengolahan kayu tidak
memprioritaskan jenjang pendidikan tinggi, terutama pekerja bagian pengolahan dan
produksi. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan tingkat pendidikan yang
lebih rendah cenderung memiliki tingkat ketidakhadiran yang lebih tinggi daripada orang
dengan pendidikan tinggi. Juga telah ditunjukkan bahwa pelatihan dan pengalaman
memiliki efek positif pada penurunan tingkat ketidakhadiran. Dapat diasumsikan bahwa
karyawan dengan tugas manajerial memiliki pendidikan tinggi, atau setidaknya lebih
banyak pelatihan dan pengalaman, dan karenanya harus memiliki lebih sedikit absensi
daripada karyawan tanpa tugas manajerial (Drenth & Henk, 2013). Tabel 3 menunjukkan
lebih dari sebagian (58,93) responden memiliki masa kerja kurang dari lima tahun. Masa
minimum dua tahun pengalaman kerja dinilai cukup untuk pegawai dapat mengenal dan
mempelajari pekerjaannya. Sadodin et al. (2010) menjelaskan bahwa semakin lama
tenaga kerja bekerja, makin banyak pengalaman yang dimiliki tenaga kerja yang
bersangkutan. Pengalaman bekerja banyak memberikan keahlian dan keterampilan kerja.
Pengalaman bekerja merupakan modal utama seseorang untuk terjun dalam bidang
tertentu.
Tabel 3 menunjukkan bahwa lebih dari sebagian besar responden sudah menikah
(53,57%). Artinya, 53,57% karyawan PT Eternity memiliki tanggung jawab terhadap
keluarga. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan peningkatan absen adalah tanggung
jawab keluarga. Ketika karyawan harus menjaga anggota keluarga karena sakit atau
kurangnya pengaturan perawatan anak, itu mungkin membatasi kemampuan mereka
untuk menghadiri pekerjaan. Alasan yang berbeda telah dikaitkan dengan ketidakhadiran
keluarga, tetapi faktor yang paling umum adalah jenis kelamin karyawan. Perempuan
lebih sering dikaitkan dengan tanggung jawab keluarga dan rumah sementara laki-laki
lebih sering dikaitkan dengan pekerjaan penuh waktu untuk memberikan penghasilan
(VandenHeuvel, 1997). Namun, di negara-negara di mana kesetaraan gender tinggi,
perempuan dan laki-laki tampaknya berbagi tanggung jawab tanggung jawab keluarga
dan rumah, seperti yang ditunjukkan oleh pandangan keseimbangan peran yang egaliter
(Väänänen et al., 2008)
Demografi Informan
Informan pada penelitian ini berjumlah lima orang, terdiri dari masing-masing
satu orang, manajer, supervisor dan pengawas dan dua orang dari pegawai staf. Berikut
data demografi informan yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini:
Tabel 4. Demografi Informan
No Inisial Jenis kelamin Umur Pendidikan Jabatan
1 AJ Laki-laki 48 tahun S2 Manajer
2 DW Perempuan 37 tahun S1 Supervisor
3 BB Laki-laki 40 tahun S1 Pengawas
4 DM Laki-laki 35 tahun SMA Pegawai
5 JS Laki-laki 28 tahun SMA Pegawai
Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari lima informan, sebanyak empat orang berjenis
kelamin laki-laki dan satu orang berjenis kelamin perempuan. Dari umur, informan
terendah berumur 28 tahun dari pegawai staf dan tertinggi berumur 48 tahun sebagai
manajer. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebanyak dua informan berpendidikan SMA,
sebanyak dua informan berpendidikan strata satu dan satu informan berpendidikan strata
dua. Informan-informan ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa mereka memiliki
banyak informasi untuk mengungkap permasalahan penelitian.
“Sesuai, perusahaan biasanya membuat jadwal kerja berpedoman dengan aturan yang ada. Untuk
mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai belum dapat, tidak bisa hanya dilihat dari jadwal
kerja” (wawancara dengan Jejen Suprianto, pegawai, September 2018)
“Sama seperti jadwal kerja pada perusahaan umumnya, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Tidak bisa, jadwal kerja tidak bisa mengurangi absensi, tapi sebagai landasan mengetahui
kehadiran pegawai” (wawancara dengan Bambang, pengawas lapangan, September 2018)
Karyawan dapat mengetahui batas keterlambatan datang dan pulang kerja, kapan
hari libur dan waktu lembut dan lain sebainya. Hal ini juga dapat dijadikan sebagai
landasan dalam pemberian sanksi maupun penghargaan terhadap tingkat kedisiplinan
karyawan. Tabel 5 dapat diketahui tanggapan responden terhadap pernyataan nomor dua
dengan nilai rata-rata sebesar 4,21 (sangat berperan). Pernyataan ini menyebutkan bahwa
“Jam istirahat di PT. Eternity tidak dihitung sebagai jam kerja”. Pendapat pegawai bahwa
hanya mengatur jadwal kerja saja belum dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran
pegawai:
“Kurang mengerti juga pak, saya rasa sudah sesuai aturan. Untuk mengurangi tingkat
ketidakhadiran pegawai belum, dengan jadwal kerja saat ini, masih ada karyawan yang tidak
masuk kerja” (wawancara dengan Dimas Murti, Pegawai, September 2018)
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa PT. Eternity menetapkan 6 hari
kerja dalam satu minggu sehingga jam kerjanya 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Hasil
ini sama seperti yang diungkapkan manajer PT. Eternity bahwa jadwal kerja dibuat sesuai
dengan aturan ketenagakerjaan:
“PT. Eternity menetapkan aturan kerja berdasarkan pada Undang-Undang No.13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, dimana hari kerja seminggu sebanyak 6 hari, atau 7 jam dalam satu
hari dan 40 jam dalam satu minggu. Kalau mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai, saya rasa
belum ya” (wawancara dengan Ali Junaidi, Manajer, September 2018)
“Sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, masuk kerja mulai jam setengah delapan,
pulang jam empat sore. Kecuali hari jum’at, pulang sampai jam setengah lima. Untuk waktu
istirahat hanya satu jam, dari jam dua belas sampai jam satu” (wawancara dengan Desi Wardenti,
Supervisor, September 2018)
Absen sidik jari mengatur jam mulai kerjanya sesuai dengan aturan PT. Eternity
hingga berakhirnya waktu kerja. Jika ada karyawan yang terlambat maka mesin absen
elektronik akan mencatat lama keterlambatan karyawan saat masuk kerja. Jika karyawan
tidak absen sama sekali, maka dinyatakan karyawan tidak hadir. Cara ini merupakan
upaya yang dilakukan PT. Eternity untuk meningkatkan kehadiran karyawan. Mesin
absensi sidik jari ini menjadikan alat penunjang PT. Eternity yang sebelumnya
menggunakan sistem manual. Alat ini sudah diatur waktunya sesuai aturan yang berlaku
dalam mencatat kehadiran karyawan, sehingga sistem ini dapat mengurangi tingkat
ketidakhadiran karyawan.
Tabel 6 dapat diketahui tanggapan responden terhadap pernyataan nomor dua
dengan nilai rata-rata sebesar 4,25 (sangat berperan). Pernyataan ini menyebutkan bahwa
“Pengisian kartu hadir (absensi) saat datang dilakukan karyawan bersangkutan”. Artinya
pencatatan kehadiran saat datang melalui absensi sidik jari tidak dapat diwakilkan, harus
dilakukan karyawan yang bersangkutan. Hal ini sebenarnya untuk mencegahnya titip
absen oleh karyawan yang tidak menggunakan mesin absensi atau masih menggunakan
sistem manual berupa tanda tangan. Tanggapan responden ini sesuai dengan pendapat
manajer PT. Eternity sebagai berikut:
“Pencatatan menggunakan sistem sidik jari. Penggunaan sistem sidik jari ini cukup efektif
mengurangi ketidakhadiran pegawai. Jika pegawai absensi datang melebih waktu yang ditetapkan
maka dinyatakan telat, jadi dengan teknologi ini fisik pegawai bersangkutan harus hadir di kantor,
karena tidak dapat diwakilkan” (wawancara dengan Ali Junaidi, Manajer, September 2018)
“Sistem pencatatan menggunakan absensi sidik jari. Inilah alasan kami menggunakan sistem sidik
jari untuk meningkatkan kehadiran karyawan. Mesin absensi sidik jari ini menjadikan alat
penunjang perusahaan yang sebelumnya menggunakan sistem manual” (wawancara dengan Desi
Wardenti, Supervisor, September 2018)
“Perusahaan sudah sangat tegas terhadap pegawai yang tidak hadir dengan alasan yang tidak
jelas. Perusahaan juga tidak pandang bulu menerapkan aturan, siapa saja yang melanggar akan
di sanksi sesuai aturan perusahaan” (wawancara dengan Ali Junaidi, Manajer, September 2018)
Peran manajemen PT. Eternity saat ini sudah tepat, ketegasan manajemen terhadap
pelanggaran absensi akan mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Ketegasan pihak
manajemen PT. Eternity sesuai dengan apa yang dikatakan pengawas perusahaan berikut:
“Tidak ada ampunan bagi karyawan yang terlambat, jika karyawan absen masuk kerja lebih satu
detik saja, maka dianggap telat. Begitu juga dengan absen pulang, idealnya absensi pulang satu
jam setelah jadwal pulang. Jika jadwal pulang kerja jam empat, maka jam empat sampai jam lima
adalah waktu yang ideal untuk absen. Namun jika, absen hingga larut malam, maka dapat
dipertanyakan” (wawancara dengan Bambang, Pengawas, September 2018)
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada aspek ketegasan pihak
perusahaan menerapkan aturan yang tegas dan adil bagi seluruh karyawan. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran dan menghilangkan tendensi
karyawan untuk menghalalkan segala cara demi menaikkan persentase kehadirannya.
Dengan demikian peran manajemen semakin terlihat untuk mengurangi tingkat
ketidakhadiran pegawai, peran tersebut secara garis besar yaitu tegas terhadap
pelanggaran ketidakhadiran dan menerapkan sanksi kepada seluruh sumber daya manusia
perusahaan.
“Perusahaan menerapkan sanksi denda berupa pemotongan gaji bagi pegawai yang tidak tepat
waktu masuk kantor. Misal, jika pegawai terlambat maksimal 15 menit dari jam kerja, maka akan
dipotong 20% dari tunjangan tergantung kehadiran (misal: tunjangan makan atau tunjangan
transportasi), sedangkan jika terlambat lebih dari 15 menit maka tunjangan tergantung kehadiran
karyawan tersebut dipotong 100%. Sistem pemotongan ini sangat efektif mengurangi tingkat
ketidakhadiran pegawai” (wawancara dengan Ali Junaidi, Manajer, September 2018)
Adanya pemberian sanksi bagi karyawan diharapkan memberi efek jera bagi
karyawan yang datang tidak waktu dan mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Hal
ini sebagaimana ditegaskan oleh supervisor PT. Eternity bahwa tujuannya mengurangi
tingkat ketidakhadiran:
“Sanksi dan hukuman untuk pelanggaran kehadiran tergantung pelanggaran, misalnya untuk telat
absen masuk kerja dipotong dari tunjangan uang makan. Sedangkan sanksi untuk pegawai yang
tidak hadir dapat surat peringatan sampai pemecatan. Sanksi dan hukuman yang diterapkan
perusahaan dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai” (wawancara dengan Desi
Wardenti, Supervisor, September 2018)
Sanksi keterlambatan (sanksi bagi karyawan yang datang terlambat atau tidak
tepat waktu) tidak diatur dalam Undang-Undang ketenagakerjaan. Namun demikian, PT.
Eternity mengatur hal semacam ini dalam peraturan perusahaan. PT. Eternity menerapkan
denda atau sanksi berupa pemotongan gaji bagi karyawan yang tidak tepat waktu masuk
kantor. Hal ini dapat dipahami mengingat PT. Eternity sebagai pihak yang mengeluarkan
biaya untuk penggajian karyawan tentunya menuntut karyawan untuk mendedikasikan
waktu kerjanya secara optimal sebagai imbal balik dari gaji karyawan tersebut.
Tabel 8 dapat diketahui tanggapan responden atas pernyataan nomor dua dengan
nilai rata-rata sebesar 4,19 (berperan). Pernyataan ini menyebutkan bahwa “Adanya
sanksi bagi karyawan yang meninggalkan jam kerja (misal bolos, mangkir, alfa)”.
Artinya, PT. Eternity telah menerapkan sanksi kepada karyawan yang melanggar aturan
kehadiran perusahaan. PT. Eternity menerapkan sanksi terhadap pelanggaran aturan ini
dengan cara memberikan surat peringatan pertama atas pelanggaran bolos, mangkir, alfa.
Kemudian jika pelanggaran tersebut masih berlanjut akan diterbitkan surat peringatan
kedua. Jika setelah surat peringatan kedua pelanggaran masih tetap berlanjut, maka pihak
PT. Eternity akan menerbitkan surat pemecatan kepada karyawan yang bersangkutan.
Uraian ini dikutip dari pendapat pengawas PT. Eternity berikut:
“Sanksi dan hukuman ketidakhadiran pegawai ada tiga tingkatan, pertama jika pegawai mangkir
sebanyak tiga kali berturut-turut, maka akan diterbitkan surat peringatan. Namun jika setelah
surat peringatan pertama karyawan masih tetap mangkir sampai hari ke enam, maka akan diberi
surat peringatan kedua. Setelah surat peringatan kedua karyawan masih tetap mangkir sampai
hari keempat belas, maka akan diterbitkan surat pemecatan. Sangat dapat mengurangi tingkat
ketidakhadiran pegawai” (wawancara dengan Bambang, Pengawas, September 2018)
PT. Eternity mengharapkan dengan adanya sanksi semacam ini dapat memberikan
peringatan dan juga dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Hal ini
dibenarkan pegawai bahwa mereka menjadi berpikir dua kali jika sampai tidak hadir:
“Sanksi seperti pemotongan tunjangan, hukuman jika pelanggaran yang dilakukan berat, dapat
diberhentikan perusahaan. Saya rasa dapat mengurangi, rugi jika sampai tunjangan berkurang,
apalagi sampai dipecat” (Wawancara Dimas Murti, Staff, September 2018)
Urian di atas menjelaskan bahwa dengan adanya sanksi dan hukuman terhadap
pelanggaran kehadiran yang diterapkan manajemen PT. Eternity membuat tingkat
kehadiran karyawan menjadi lebih tinggi. Tabel 8 dapat diketahui tanggapan responden
atas pernyataan nomor tiga dengan nilai rata-rata sebesar 4,25 (sangat berperan).
Pernyataan ini menyebutkan bahwa “Karyawan yang tidak masuk kerja karena sakit (surat
keterangan dokter) atau karena alasan lain (membuat pemberitahuan tertulis)” PT.
Eternity dapat menerima karyawan yang tidak masuk kerja karena sakit atau karena alasan
lain (misal, urusan keluarga) yang dapat diterima perusahaan. Sebagaimana pendapat
pegawai PT. Eternity yang pernah mengalami hal demikian:
“Jika tidak hadir kerja karena sakit, maka wajib membawa surat keterangan dokter. Jika
ketidakhadiran karena hal-hal lain misalnya urusan keluarga, maka diwajibkan membuat
pemberitahuan tertulis dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan” (Wawancara Jejen
Suprianto, Staff, September 2018)
“Belum ada sistem penghargaan, mungkin ke depan dapat menjadi pertimbangan pimpinan untuk
menekan tingkat ketidakhadiran pegawai” (Wawancara Desi Wardenti, Supervisor, September
2018)
Bonus bagi karyawan selama ini dipersepsikan sebagai salah satu cara efektif
untuk motivasi kerja karyawan dan mengurangi tingkat ketidakhadiran. Perusahaan
sebenarnya memiliki kebanggaan apabila mampu memberikan bonus kepada
karyawannya. Tabel 9 dapat diketahui tanggapan responden terhadap pernyataan nomor
dua dengan nilai rata-rata sebesar 2,07 (tidak berperan). Pernyataan ini menyebutkan
bahwa “Pertimbangan kenaikan pangkat atau jabatan bagi karyawan dengan tingkat
kehadiran tinggi”. Artinya, pertimbangan kenaikan jabatan pada PT Eternity tidak
dipertimbangkan dengan tingkat kehadiran. Mempertimbangkan kehadiran dalam
kenaikan pangkat atau jabatan sebenarnya dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran
karyawan. Karyawan akan termotivasi untuk selalu hadir di perusahaan, karena untuk
kenaikan pangkat atau jabatan mereka harus disiplin terhadap kehadiran. Pendapat
pengawas PT Eternity juga setuju jika adanya penerapan sistem penghargaan di
perusahaan:
“Belum, perusahaan belum memberikan sistem semacam ini. Seharusnya memang ada
penghargaan bagi pegawai dengan tingkat kehadiran yang baik” (Wawancara Bambang,
Supervisor, September 2018)
“Belum menerapkan, ya sebaiknya ada timbal balik, jangan sanksi dan hukuman saja. Sekali-kali
bolehlah penghargaan” (Wawancara Dimas Murti, Pegawai, September 2018).
Pembahasan
Sistem Teknologi
Manajemen sumber daya manusia pada aspek sistem teknologi PT Eternity
berperan dalam mengurangi ketidakhadiran karyawan. Saat ini PT. Eternity telah
menerapkan sistem absensi sidik jari otomatis dalam sistem pencatatan kehadiran
karyawan, sistem ini langsung terkoneksi ke sever bagian umum (personalia). Absensi
kehadiran dilakukan karyawan pada saat mulai kerja pukul 07.30 dan akhir jam kerja
pukul 16.00. Jika karyawan absensi kehadiran datang melebih waktu yang ditetapkan
maka dinyatakan telat dan dicatat dalam kartu kehadiran, sedangkan untuk absensi pulang
tidak boleh kurang dari pukul 16.00. Karyawan dinyatakan tidak hadir jika melakukan
absensi sidik jari pada saat mulai dan berakhirnya pekerjaan atau hanya absensi datang
saja, kecuali jika ada pemberitahuan tertulis atau lisan melalui telepon yang dapat diterima
oleh perusahaan.
Sejak tahun 1970-an, beberapa perusahaan sedikitnya sepuluh negara didunia
sudah menggunakan absensi sidik jari (James et al, 2006). Awalnya efisiensi menjadi
dasar penggunaan sistem identifikasi sidik jari di perusahaan, alat ini mendorong
perusahaan untuk menghemat waktu, tenaga, sekaligus menjamin keamanan. Dengan
berkembangnya penelitian, bukti absensi sidik jari dapat mengurangi tingkat
ketidakhadiran karyawan dan membantu divisi sumber daya manusia untuk mengevaluasi
kinerja para karyawannya. Adanya penerapan absensi sidik jari di PT. Eternity, berarti
pengisian kartu hadir (absensi) saat datang maupun akhir pekerjaan harus dilakukan
karyawan bersangkutan”. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya peran manajemen sumber
daya manusia PT Eternity dalam pengelolaan sumber daya manusianya. Pada alat
pencatatan absensi karyawan yang konvensional memerlukan banyak intervensi pegawai
bagian personalia maupun kejujuran karyawan yang sedang dicatat kehadirannya. Hal ini
sering memberikan peluang adanya manipulasi data kehadiran apabila pengawasan yang
kontinu pada proses ini tidak dilakukan semestinya. Proses pencatatan dan pelaporan
kehadiran karyawan merupakan proses yang repetitif (berulang). Pada alat pencatatan
absensi karyawan yang konvensional memerlukan banyak intervensi karyawan bagian
personalia maupun kejujuran karyawan. Hal ini dimungkinkan adanya manipulasi data
kehadiran apabila pengawasan yang kontinyu pada proses ini tidak dilakukan semestinya.
Dengan sistem absensi berbasis sidik jari proses pengambilan informasi kehadiran
karyawan menjadi hampir 100 persen akurat karena didasarkan sidik jari masing-masing
serta proses pencatatan dan pelaporannya menjadi otomatis oleh software khusus.
Kesalahan maupun manipulasi catatan dapat dihilangkan karena intervensi karyawan
bagian administrasi atau personalia menjadi minimal.
Penerapan teknologi berupa mesin absen sidik jari merupakan upaya yang
dilakukan PT. Eternity untuk meningkatkan kehadiran karyawan. Mesin absensi sidik jari
ini menjadikan alat penunjang PT. Eternity yang sebelumnya menggunakan sistem
manual. Pencatatan kehadiran melalui absensi sidik jari tidak dapat diwakilkan, harus
dilakukan karyawan yang bersangkutan. Hal ini sebenarnya untuk mencegahnya titip
absen oleh karyawan yang tidak menggunakan mesin absensi atau masih menggunakan
sistem manual berupa tanda tangan. Adanya penggunaan teknologi yang mengharuskan
karyawan bersangkutan untuk hadir maka budaya titip absen sebelumnya dapat dihentikan
dan tingkat ketidakhadiran dapat ditekan. Pihak perusahaan juga dapat mengetahui tingkat
ketidakhadiran karyawan dengan lebih akurat.
Ketegasan
Peran manajemen sumber daya manusia PT Eternity pada aspek ketegasan
kaitannya dalam mengurangi ketidakhadiran karyawan sudah dilakukan. Peran
manajemen perusahaan dapat berpengaruh terhadap tingkat absensi karyawan. Jika pihak
manajemen tidak tegas terhadap aturan yang diterapkan, atau cenderung tebang pilih
untuk menerapkan sanksi terhadap karyawan yang sering mangkir maka menimbulkan
kecenderungan ketidakpuasan terhadap manajemen, sehingga peluang karyawan untuk
tidak hadir. Sikap dan perilaku karyawan didorong adanya kontrol diri yang kuat. Artinya,
sikap dan perilaku untuk mentaati peraturan organisasi muncul dari dalam diri karyawan
tersebut. Sikap dan perilaku dalam kehadiran harus ditandai oleh berbagai inisiatif, dan
kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya, karyawan yang dikatakan mempunyai
tingkat kehadiran yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara
kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak (niat) untuk menyesuaikan diri dengan
peraturan-peraturan organisasi.
PT. Eternity tidak mengenal adanya pertemanan dalam penerapan absensi. Hasil
ini mengindikasikan bahwa adanya ketegasan manajemen PT. Eternity dalam penerapan
aturan absensi. Dalam praktiknya, intervensi terhadap karyawan personalia pengelola
absensi tidak dapat dihindari karena alasan pertemanan. Saat ini manajemen PT. Eternity
telah menerapkan aturan yang tegas, dan tidak boleh ada intervensi terhadap karyawan
pengelola absen untuk memanipulasi data karyawan karena alasan pertemanan. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi tingkat ketidakhadiran dan menghilangkan tendensi
karyawan untuk menghalalkan segala cara demi menaikkan persentase kehadirannya.
Sanksi (Hukuman)
Peran manajemen sumber daya manusia PT. Eternity dalam hal sanksi atau
hukuman pelanggaran kehadiran sudah baik. PT. Eternity telah menerapkan sanksi atau
hukuman bagi karyawan yang terlambat masuk kerja. PT. Eternity mengatur menerapkan
denda atau sanksi berupa pemotongan gaji bagi karyawan yang tidak tepat waktu masuk
kantor. Hal ini dapat dipahami mengingat PT. Eternity sebagai pihak yang mengeluarkan
biaya untuk penggajian karyawan tentunya menuntut karyawan untuk mendedikasikan
waktu kerjanya secara optimal sebagai imbal balik dari gaji karyawan tersebut. Potongan
tunjangan diterapkan dengan tujuan memberi efek jera bagi karyawan yang datang tidak
waktu dan mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan.
Potongan gaji hanya boleh diterapkan dari tunjangan variabel kehadiran, bukan
dari gaji pokok dan/atau tunjangan tetap. Sesuai definisi dan prinsipnya, gaji pokok dan
tunjangan tetap tidak dikaitkan dengan kehadiran pekerja maupun pencapaian prestasi
kerja tertentu (lihat penjelasan pasal 94 UU No. 13/2003) sehingga secara hukum tetap
harus dibayarkan selama karyawan tersebut masih bekerja di perusahaan yang
bersangkutan meskipun karyawan tersebut sering datang terlambat.
PT. Eternity juga menerapkan sanksi kepada karyawan yang melanggar aturan
kehadiran perusahaan. PT. Eternity memberikan surat peringatan pertama atas
pelanggaran bolos, mangkir, alfa. Kemudian jika pelanggaran tersebut masih berlanjut
akan diterbitkan surat peringatan kedua. Jika setelah surat peringatan kedua pelanggaran
masih tetap berlanjut, maka pihak PT. Eternity akan menerbitkan surat pemecatan kepada
karyawan yang bersangkutan. PT. Eternity dapat menerima karyawan yang tidak masuk
kerja karena sakit atau karena alasan lain yang dapat diterima perusahaan. Karyawan
bersangkutan wajib memberitahukan kepada atasannya pada hasil tersebut secara tertulis
atau telepon selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya. Jika karyawan yang
bersangkutan tidak hadir kerja karena sakit, maka wajib membawa surat keterangan
dokter setelah ia masuk kerja kembali. Namun, jika ketidakhadiran karena hal-hal lain
misalnya urusan keluarga dan lain sebagainya yang dapat diterima perusahaan, maka
karyawan diwajibkan membuat pemberitahuan tertulis dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Adanya pertimbangan dari pihak manajemen bagi karyawan
yang tidak masuk kerja dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan diharapkan
dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan.
Penghargaan
Pada aspek penghargaan, manajemen sumber daya manusia PT Eternity belum
memiliki peran dalam mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Belum adanya
penghargaan seperti bonus bagi karyawan dengan tingkat kehadiran tinggi menunjukkan
bahwa manajemen tidak memainkan perannya untuk memotivasi karyawan. Bonus bagi
karyawan selama ini dipersepsikan sebagai salah satu cara efektif untuk motivasi kerja
karyawan dan mengurangi tingkat ketidakhadiran. Undang-Undang Ketenagakerjaan
tidak mengatur soal bonus untuk para pekerja. Pengertian bonus dapat ambil dari
definisinya dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor 07 tahun 1990 bahwa bonus
adalah bukan merupakan bagian dari upah, melainkan pembayaran yang diterima pekerja
dari hasil keuntungan perusahaan atau karena pekerja menghasilkan hasil kerja lebih besar
dari target produksi yang normal atau karena peningkatan produktivitas; besarnya
pembagian bonus diatur berdasarkan kesepakatan. Pasal 6 Peraturan Menteri No 78 Tahun
2015 tentang Pengupahan, dapat dilihat bahwa bonus dikategorikan dalam pendapatan
non-upah, dan sifatnya tidak wajib. Artinya, tidak ada yang salah jika sebuah perusahaan
tidak menyediakan insentif karyawan di luar gaji. Pijakan pemahaman ini perlu diketahui
oleh kedua belah pihak, yaitu perusahaan dan karyawan. Namun, bila karyawan dan
perusahaan telah menyepakati adanya bonus tertentu yang harus dibayarkan perusahaan
(tercantum dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama),
maka pembayaran bonus karyawan menjadi wajib dilakukan. Adanya kesepakatan
tersebut membuat karyawan berhak menuntut perusahaan untuk membayarkan bonus
yang menjadi hak mereka.
Penghargaan dalam bentuk kenaikan pangkat atau jabatan juga belum dilakukan
pihak PT Eternity untuk memotivasi karyawannya supaya memiliki tingkat kehadiran
yang tinggi. Mempertimbangkan kehadiran dalam kenaikan pangkat atau jabatan
sebenarnya dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan. Banyak kajian yang
berkembang dalam bidang ekonomi dan mempelajari penghargaan terhadap karyawan.
Sebagai bukti empiris dari solusi optimal pengelolaan pemberian penghargaan, menurut
Markham et al. (2012) dapat menurunkan ketidakhadiran karyawan sebesar 52 persen.
Implikasi Penelitian
Daftar Pustaka
Aksoy , E. (2015). The influence of HRM as a process on absenteeism: Exploring the influence
of the meta -features of HRM system strength on absenteeism, Thesis Master of Business
Administration, University of Twente.
Barmby, T., Ercolani, M., & Treble, J. (2004). Sickness absence in the UK 1984-2002, 65–88.
Beer, M., Boselie, P., & Brewster, C. (2015). Back to the future: Implications for the field of
HRM of the multistakeholder perspective proposed 30 years ago. Human Resource
Management, 54(3), 427–438.
Beer, M., Spector, B., Lawrence, P. R., Mills, D. Q., & Walton, R. E. (2015). Managing Human
Assets. Simon and Schuster.
Boselie, P. (2010). Strategic human resource management: A balanced approach. Tata McGraw-
Hill Education.
Brooke, P.P. & Jr. (2006), ‘Beyond the Steers and Rhodes Model of Employee Attendance’,
Academy of Management Review, 11(2): pp. 345-361.
CIPD. (2016). Absence Management 2016 (Annual Survey Report No. 17). London, UK:
Chartered Institute of Personnel and Development. Retrieved from
https://www.cipd.co.uk/Images/absence-management_2016_tcm18-16360.pdf
Dessler, Gary, 2011. Manajemen sumber daya manusia. Penerbit Indeks, Jakarta.
Drenth, P. J. D., & Henk, T. (2013). A Handbook of Work and Organizational Psychology:
Volume 2: Work Psychology. Taylor & Francis. Retrieved from
https://books.google.is/books?id=gZ3E1VuuKAIC
Forte, Allison N.S. (2017). Strategies for Reducing Employee Absenteeism for a Sustainable
Future: A Bermuda Perspective. Walden Dissertations and Doctoral Studies, Walden
University
Guzzo, Richard A. (1983). Sizing up the Impact of human resources productivity programs.
National Productivity Review, 2, 376-385.
Hillier, D., Fewell, F., Cann, W., & Shephard, V. (2005). Wellness at work: Enhancing the quality
of our working lives. International Review of Psychiatry, 17(5), 419–431.
Kinyili, J.M. (2015). Role of human resource management practices on retention of staff in public
health institutions in machakos county, Kenya. Thesis Doctor of Philosophy, Kenya:
University of Agriculture and Technology.
Mastekaasa, A., & Olsen, K. M. (2016). Gender, absenteeism, and job characteristics. Work and
Occupations, 25(2), 195–228.
McDaid, D., Curran, C., & Knapp, M. (2005). Promoting mental well-being in the workplace: A
European policy perspective. International Review of Psychiatry, 17(5), 365–373.
Mondy, R. W., & Martocchio, J. J. (2016). Human resource management (14. ed., global ed).
Boston: Pearson.
Ng, T. W. H., & Feldman, D. C. (2008). The relationship of age to ten dimensions of job
performance. Journal of Applied Psychology, 93(2), 392–423.
Otto, T., Riives, J., & Loun, K. (2007). Productivity improvement through monitoring of human
resources competence level. DAAAM Scientific Book.
Parboteeah, K. P., Addae, H. M., & Cullen, J. B. (2005). National culture and absenteeism: An
empirical test. International Journal of Organizational Analysis; Bingley, 13(4), 343–
361.
Peretz, H., & Fried, Y. (2012). National cultures, performance appraisal practices, and
organizational absenteeism and turnover: A study across 21 countries. Journal of Applied
Psychology, 97(2), 448–459.
Reiche, B. S., Lee, Y., & Quintanilla, J. (2012). Cultural perspectives on comparative HRM. In
C. Brewster & W. Mayrhofer (Eds.), Handbook of Research on Comparative Human
Resource Management (pp. 51–68). Cheltenham: England: Edward Elgar Publishing.
Rhodes, S. R., & Steers, R. M. (1990). Managing employee absenteeism. Boston, MA: Addison-
Wesley.
Richert-Kaźmierska, A., & Stankiewicz, K. (2016). Work - life balance: Does age matter? Work,
55(3), 679–688.
Rivai, V (2013) Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori Ke Praktek,
Rajagrafindo persada, Bandung.
Sanders, K., & Nauta, A. (2014).Social cohesiveness and absenteeism - The relationship between
characteristics of employees and short-term absenteeism within an organization.Small
Group Research, 35(6), 724-741.
Sanders, K., Shipton, H., & Gomes, J. F. S. (2014). Guest editors’ introduction: Is the HRM
process important? Past, current, and future challenges. Human Resource Management,
53(4), 489–503.
Soane, E., Shantz, A., Alfes, K., Truss, C., Rees, C., & Gatenby, M. (2013). The association of
meaningfulness, well-being, and engagement with absenteeism: A moderated mediation
model. Human Resource Management, 52(3), 441–456.
Steers, R. M., & Rhodes, S. R. (1978). Major influences on employee attendance: A process
model. Journal of Applied Psychology, 63, 391-407.
Tenhiälä, A., Giluk, T. L., Kepes, S., Simón, C., Oh, I.-S., & Kim, S. (2016). The research-
practice gap in human resource management: A cross-cultural study. Human Resource
Management, 55(2), 179–200.
Tenhiälä, A., Linna, A., von Bonsdorff, M., Pentti, J., Vahtera, J., Kivimäki, M., Elovainio, M.
(2013). Organizational justice, sickness absence and employee age. Journal of
Managerial Psychology, 28(7/8), 805–825.
Umar, Husein.(2008). Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan. Rajagrafindo Persada,
Jakarta
Väänänen, A., Kumpulainen, R., Kevin, M. V., Ala-Mursula, L., Kouvonen, A., Kivimäki, M.
Vahtera, J. (2008). Work-family characteristics as determinants of sickness absence: A
large-scale cohort study of three occupational grades. Journal of Occupational Health
Psychology, 13(2), 181–196.
Wright, P. M., & McMahan, G. C. (1992). Theoretical perspectives for strategic human resource
management. Journal of Management, 18(2), 295–320.