Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Disusun Oleh :
Nama : Poltak Romario Siboro
NPM : E1J017134
Shift : Selasa&Jumat 16.00-18.00 WIB ( B-2 )
Lokasi : Lahan percobaan Medan Baru
Dosen : Ir. Merakati Handajaningsih, MSc.
Co-ass : Nur Azizah (E1J015090)
Indra Bakti (E1J015137)
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
E1J017134
Ir. Merakati Handajaningsih, MSc. Nur Azizah & Indra Bakti Poltak Romario Siboro
NIP. 19620511 198702 2 002 ( E1J015090 ) (E1J015137) E1J017134
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Cover ·························································································· i
Lembar Pengesahan ········································································ ii
Daftar isi······················································································· iii
1. Pendahuluan ········································································ 1
1.1. Latar belakang ································································· 1
1.2. Tujuan ··········································································· 2
2. Tinjauan Pustaka ··································································· 3
2.1. Botani Tanaman ······························································· 3
2.1.1. . Jagung ........................................................................................... 3
2.1.1.1. Botani Jagung ..................................................................... 3
2.1.1.2. Syarat Tumbuh Jagung ..................................................... 5
2.1.2. Mentimun .................................................................................... 6
2.1.2.1. Botani Mentimun ................................................................ 6
2.1.2.2. Syarat Tunbuh Mentimun ................................................. 8
2.2. Jarak Tanam ··································································· 8
3. Metodologi ··········································································· 10
3.1. Waktu dan Tempat ···························································· 10
3.2. Alat dan Bahan ································································ 10
3.3. Rancangan Percobaan ······················································· 10
3.4. Tahapan Pelaksanaan ························································ 10
3.5. Variabel yang diamati ························································ 11
3.6. Analisi data ····································································· 11
4. Hasil dan Pembahasan ···························································· 12
4.1. Gambaran umum ······························································ 12
4.2. Hasil Percobaan ······························································· 12
4.2.1. Kualitas Benih ................................................................................. 13
4.2.2. Ph Tanah ........................................................................................... 13
4.2.3. Unsur Hara Yang Kurang .............................................................. 14
4.2.4. Intensitas Cahaya Tinggi ................................................................ 15
4.2.5. Ketersediaan Air Yang Ada Dilahan Percobaan .......................... 15
5. Penutup ·············································································· 17
5.1. Kesimpulan ····································································· 17
iii
5.2. Saran ············································································· 17
Daftar Pustaka ··············································································· 18
Lampiran ······················································································ 20
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar Pembuatan Bedengan .......................................................................... 20
2. Gambar Keran Air Dilahan ............................................................................... 20
3. Gambar Kolam Dilahan ..................................................................................... 20
4. Gambar Tanah Ultisol ........................................................................................ 20
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Pengolahan Lahan ............................................................................................... 20
2. Ketersediaan Air Di Lahan ................................................................................ 20
3. Jenis Tanah .......................................................................................................... 20
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kata hortikultura ( horticulture ) berasal dari bahasa latin, yakni hortus yang berarti
kebun dan colere yang berarti menumbuhkan (terutama sekali mikroorganisme) pada suatu
medium buatan (Zulkarnain 2014). Secara harfiah, hortikultura berarti ilmu yang
mempelajari pembudidayaan tanaman kebun atau tanaman sayuran, buah-buahan, bunga-
bungaan dan tanaman hias serta tanaman obat. Orang yang ahli mengenai hortikultura
dikenal sebagai hortikulturist.
Pada umumnya, isi kebun di Indonesia berupa tanaman sayuran, tanaman hias
dan wangi- wangian, tanaman bumbu masak, tanaman obat- obatan, dan tanaman penghasil
rempah. Sedangkan di negara maju, budidaya tanaman hortikultura sudah merupakan suatu
usaha tani yang berpola komersial. Yaitu diusahakan secara monokultur di ladang produksi
yang luas. Seiring dengan semakin pentingnya kedudukan hortikultura dalam kehidupan
sehari-hari sebagai sumber vitamin dan mineral disamping sebagai bahan baku produk
olahan, pengusahaan hortikultura di Indonesia kini mulai dilakukan secara monokultur dan
dikelola secara agribisnis.
Tanaman-tanaman yang digolongkan ke dalam tanaman hortikultura sangat luas
dan beragam, namun tanaman hortikultura memiliki banyak kesamaan pokok. Diantaranya
mudah rusak; mutu produk ditentukan oleh kandungan air; ketersediaan bersifat musiman;
harga produk ditentukan oleh kualitas; dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit;
sebagai sumber vitamin dan mineral serta berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rohani.
Oleh karena itu, tanaman hortikultura bersifat padat modal dan padat karya. Sehingga
membutuhkan masukan yang tinggi, namun menghasilkan keluaran yang tinggi pula
persatuan luas dan persatuan waktu.
Budidaya tanaman hortikultura menghendaki perhatian yang serius, khususnya
dalam penentuan persyaratan ekologinya, hal ini dikarenakan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman hortikultura sangat tergantung pada keadaan ekologi tempat tanaman
tersebut tumbuh. Apabila tanaman tersebut diusahakan pada lingkungan yang memenuhi
kebutuhan syarat tumbuhnya, dapat dipastikan tanaman tersebut akan tumbuh dan
berproduksi secara maksimal. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan
1
produksi tanaman hortikultura dapat dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor medium
tumbuh.
Melihat dari prospek produk hortikultura tersebut, kami tertarik untuk membudidayakan
komoditas tanaman hortikultura baik dari tanaman sayuran, buah-buahan, tanaman hias
terkecuali tanaman obat. Untuk itu kami melakukan praktikum budidaya tanaman
hortikiltura. Kegiatan yang kami lakukan adalah budidaya mentimun dan jagung.
1.2. Tujuan
1. Membandingkan pertumbuhan dan hasil jagung manis dan mentimun pada beberapa
tingkat populasi (jarak tanam).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Jagung
2.1.1.1. Botani Jagung
Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian
dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika
melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal
menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan
orang Inggris menamakannya corn.
Berdasarkan taksonomi tumbuahan, tanaman jagung dalam kerajaan tumbuhan
diklasifikasikan sebagai berikut :kingdom plantae (tumbuhan), divisi Spermatophyta
(tumbuhan berbiji), Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup), kelas :Monocotyledone
(berkeping satu), Ordo: Graminae (rumput-rumputan) Familia :Graminaceae Genus : Zea
Species : Zea mays L.
Jagung (Zea mays L) termasuk dalam keluarga rumput – rumputan. tanaman jagung
(Zea mays L) dalam sistematika ( Taksonomi ) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Diviso : Spermatophyta
Sub Diviso : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Graminae
Famili : Graminaeae
Genus : Zea
Spesies : Zea Mays L.
Akar yang tumbuh relatif dangkal merupakan akar adventif dengan percabangan yang
amat lebat, yang menyerap hara pada tanaman. Akar layang penyokong memberikan
tambahan topangan untuk tumbuh tegak dan membantu penyerapan unsur hara. Akar
layang ini tumbuh di atas permukaan tanah, tumbuh rapat pada buku-buku dasar dan tidak
bercabang sebelum masuk ke tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 2018).
Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan
buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi
3
batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60 – 300 cm
(Purwono dan Hartono, 2015).
Daun tanaman jagung berbentuk pita atau garis, mempunyai ibu tulang daun yang
terletak tepat di tengah-tengah daun. Tangkai daun merupakan pelepah yang biasanya
berfungsi untuk membungkus batang tanaman jagung. Daun pada tanaman jagung
mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman utamanya dalam penentuan
produksi (Warisno, 2014).
Jumlah daun umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang
terbuka sempurna adalah 3-4 hari setiap daun. Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai
jumlah daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate)
(Suprapto dan Marzuki, 2016).
Akar tanaman jagung berakar serabut, menyebar ke samping dan ke bawah sepanjang
25 cm. Bentuk sistem perakarannya sangat bervariasi. Akar yang terbentuk pada awal
perkecambahan ini bersifat sementara bahkan ada yang menggunakan istilah akar temporer,
akar ini berfungsi untuk mempertahankan tegaknya tanaman. Pada saat tanaman berumur 6
sampai 10 hari akar sebenarnya mulai tumbuh kurang lebih 2,5 cm dari permukaan tanah.
Akar adventif merupakan bentuk akar lain yang tumbuh dari pangkal batang diatas
permukaan tanah kemudian menembus dan masuk ke dalam tanah.
Batang jagung tidak berlubang, tetapi padat dan terisi oleh berkas-berkas pembuluh
sehingga makin memperkuat tegaknya tanaman. Batang jagung beruas, dan pada bagian
pangkal batang jagung beruas pendek dengan jumlah ruas berkisar antara 8-21.
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoceous) karena bunga jantan dan
bunga betina terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina (tongkol) muncul dari axillary
apical tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal diujung tanaman.
Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada
tongkol. Hampir 95 % dari persariannya berasal dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5
% yang berasal dari serbuk sari tanaman sendiri. Karena itu disebut juga tanaman bersari
bebas (cross pollinated crop) (Sunarti dkk, 2017).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu
tanaman (monoecious). tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku-oaceae,
yang disebut floret. pada jagung, dua f'loret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal :
gluma). bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga
4
(in'lorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. bunga betina tersusun
dalam tongkol. tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun.(Buning Argo
Subekti, dkk. 2013)
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai
bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Pada
umumnya, biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-
kelok dan berjumlah antara 8 – 20 baris biji. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu
kulit biji (seedcoat), endosperm dan embrio (Rukmana, 2018).
Pada pratikum tanaman jagung ini diberi beberapa perlakuan diantaranya pupuk
Urea,NPK,KCl. Pupuk urea memilki kandungan nitrogen yang sangat tinggi sehingga urea
merupakan salah satu pemberi nitrogen bagi tanaman sehingga bermanfaat bagi tanaman,
daun tanaman menjadi hijau. Hijaunya atau butiran-butiran hijau sangat membantu dalam
pembuatan makanan di daun yang sering disebut proses fotosintesis.
Pupuk kalium (KCl) berfungsi mengurangi efek negative dari pupuk N, memperkuat
batang tanaman, serta meningkatkan pembentukan hijau dan dan dan karbohidrat pada buah
dan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Kekurangan hara kalium menyebabkan tanaman
kerdil, lemah (tidak tegak, proses pengangkutan hara pernafasan dan fotosintesis terganggu
yang pada akhirnya mengurangi produksi.
5
Pengolahan tanah konvensional dikenal juga dengan istilah Olah Tanah Intensif
(OTI) yang menjadi pilar intensifikasi pertanian sejak program Bimas dicanangkan,
dan secara turun menurun masih digunakan oleh petani. Pada pengolahan tanah intensif,
tanah diolah beberapa kali baik menggunakan alat tradisional seperti cangkul maupun
dengan bajak singkal. Pada sistem OTI,permukaan tanah dibersihkan dari rerumputan dan
mulsa, serta lapisan olah tanah dibuat menjadi gembur agar perakaran tanaman dapat
berkembang dengan baik. Namun, pengolahan tanah yang dilakukan terus menerus
dapatmenimbulkan dampak negatif terhadap produktivitas lahan. Pengolahan tanahsecara
berlebihan dan terus menerus juga dapat memacu emisi gas CO2 secarasignifikan (Utomo,
2012).
Tanaman jagung menghendaki tanah yang gembur, subur, berdrainase yang baik, pH
tanah 5,6-7,0. Jenis tanah yang dapat toleran ditanami jagung antara lain
andosol,latosol dengan syarat pH-nya harus memadai untuk tanaman tersebut (
Rukmana,2018).
Jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan baik. Hal ini
dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P)
dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak. Oleh karena pada umumnya tanah di Indonesia
miskin hara dan rendah bahan organiknya, maka penambahan pupuk N, P dan K serta
pupuk organik (kompos maupun pupuk kandang) sangat diperlukan (Sitompul, 2018).
2.1.2. Mentimun
2.1.2.1. Botani Mentimun
Mentimun (cucumis sativus L) merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar
atau memanjat dengan perantaraan alat pemegang berbentuk pilin atau spiral. Bagian yang
di makan dari sayuran ini adalah buahnya. Biasanya buah mntimun di makan mneta sebagai
lalap dalam hidangan makanan dan juga di sajikan dalam bentuk buah segar.
Mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat),
temon atau antemon (Madura), ktimun atau antimun (Bali), hantimun (Lampung) dan timon
(Aceh). Nilai gizi mentimun cukup baik karena sayuran buah ini merupakaan sumber
mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100 g mentimun terdiri dari 15 kalori. 0,8 g
protein, 0,1 g pati, 3 g karbohidrat, 30 mg fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 thianine, 0,01
riboflavin, 14 mg asam, 0,45 vitamin A, 0,3 vitamin B1, dan 0,2 vitamin B2.
6
Timun memiliki klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Diviso : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Clas : Dicotiledonae
Ordo : Cucurbitales
Family : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Species : Cucumis sativus. L.
Tanaman mentimun berakar tunggang, akar tunggangnya akan tumbbuh lurus kedalam
tanah sampai kedalaman 20 cm. Perakaran tanaman mentimun dapat tumbuh dan
berkembang pada tanah yang berstruktur remah (Cahyono, 2013).
Mentimun merupakan tanaman semusim (annual) yang bersifat menjalar atau
memanjat dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin spiral. Batangnya basah serta
berbuku-buku. Panjang atau tinggi tanaman dapat mencapai 50-250 cm, bercabang dan
bersulur yang tumbuh pada sisi tangkai daun (Rukmana, 2014).
Daun tanaman mentimun berbentuk bulat dengan ujung daun runcing berganda dan
bergerigi, berbulu sangat halus, memiliki tulang daun menyirip dan bercabnng-cabang,
kedudukan daun tegap. Mentimun berdaun tunggal, bentuk, ukuran dan kedalaman lekuk
daun mentimun sangat bervariasi (Cahyono, 2013).
Bunga mentimun merupakan bunga sempurna, berbentuk terompet dan berukuran 2-3
cm, terdiri dari tangkai bunga dan benangsari. Kelopak bunga berjumlah 5 buah, berwarna
hijau dan berbentuk ramping terletak dibagian bawah tangkai bunga. Mahkota bunga terdiri
dari 5-6 buah, berwarna kuning terang dan berbentuk bulat (Cahyono, 2013).
Buah mentimun muda berwarna antara hijau, hijau gelap, hijau muda, dan hijau
keputihan sampai putih tergantung kultivar, sementara buah mentimun tua berwarna coklat,
coklat tua bersisik, kuning tua. Diameter buah mentimun antara 12-25 cm (Sumpena 2016).
Biji timun berwarna putih, berbentuk bulat lonjong (oval) dan pipih. Biji mentimun
diselaputi oleh lendir dan saling melekat pada ruang-ruang tempat biji tersusun dan
jumlahnya sangat banyak. Biji-biji ini dapat digunakan untuk perbanyakan dan pembiakan
(Cahyono, 2013).
7
2.1.2.2. Syarat Tumbuh Timun
Tanaman mentimun mempunyai daya adaptasi cukup luas terhadap lingkungan
tumbuhnya. Di Indonesia mentimun dapat di tanam di dataran rendah dan dataran tinggi
yaitu sampai ketinggian ± 100 m di atas permukaan laut (Sumpena 2016).
Tanaman mentimun tumbuh dan berproduksi tinggi pada suhu udara berkisar antara
20-320 C, dengan suhu optimal 270 C. Di daerah tropik seperti di Indinesia keadaan suhu
udara ditentukan oleh ketinggian suatu tempat dari permukaan laut. Cahaya juga
merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman mentimun, karena penyerapan
uunsur hara akan berlangsung optimal jika pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam/hari
(Cahyono, 2013).
Kelembaban relatif udara (rh) yang dikehendaki oleh tanaman mentimun untuk
pertumbuhannya antara 50-85%, sedangkan curah hujan optimal yang diinginkan 200-400
mm/bulan. Curah hujan yang terlalu tinggi tidak baik untuk pertumbuhan tanaman
mentimun, terlebih pada saat mulai berbunga karena curah hujan yang tinggi akan banyak
menggugurkan bunga (Sumpena 2016).
Pada umumnya hamper semua jenis tanah yang digunakan untuk lahan pertanian cocok
untuk ditanami mentimun. Untuk mendapatkan produksi yang tinggi dan kualitas yang
baik, tanaman mentimun membutuhkan tanah yang subur dan gembur, kaya akan bahan
organik, tidak tegenang, pH-nya 5-6. Namun masih toleran terhadap pH 5,5 batasan
minimal dan pH 7,5 batasan maksimal. Pada pH tanah kurang dari 5,5 akan terjadi
gangguan penyerapan hara oleh akar tanaman sehingga pertumbuhan tanaman terganggu,
sedangkan pada tanah yang terlalu basa tanaman akan terserang penyakit klorosis
(Rukmana, 2014).
8
dalam mendapatkan cahaya matahari, unsur hara dan air. Menurut Samadi (2014), jarak tanam
untuk tanaman mentimun adalah 30 cm x 60 cm.
Pada penelitian Abdurrazak (2016), mengatakan Pertumbuhan dan hasil mentimun
cenderung lebih rendah pada penggunaan jarak tanam 20 cm x 60 cm (J1) dan 30 cm x 60 cm
(J2). Hal ini disebabkan karena pada jarak tanam tersebut, kerapatan tanaman lebih tinggi
sehingga menyebabkan terjadinya kompetisi antar tanaman dalam memperebutkan unsur hara,
air maupun cahaya matahari. Kompetisi yang sangat tinggi dapat mengarah terjadinya
defisiensi faktor tumbuh dan akhirnya menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan hasil
tanaman.
Menurut Primantoro (2016) bahwa jarak tanam yang rapat akan menghasilkan populasi
tanaman yang lebih banyak per satuan luas, akan tetapi memperkecil pembagian unsur hara,
cahaya dan air se hingga dapat menurunkan hasil. Selanjutnya Jumin (2002) menambahkan
bahwa semakin tinggi kerapatan suatu tanaman akan mengakibatkan semakin besarnya tingkat
persaingan antar tanaman dalam mendapatkan unsur hara dan cahaya, sehingga hasil yang
diperoleh per satuan luas menjadi lebih rendah.
9
BAB III
METODOLOGI
c.Pemupukan
Pupuk kandang kotoran sapi. Pupuk kandang diberikan segera setelah pembuatan satuan
percobaan selesai, yakni dengan mencampurkan pupuk kandang dengan tanah sedalam 10-15 cm.
10
Pupuk anorganik diberikan seluruhnya pada saat tanaman berumur 1 minggu, kecuali untuk
pupuk Urea diberikan setelah pupuk NPK dan KCL di berikan. Pupuk Urea diberikan pada saat
tanaman mulai mengalami gejala-gejala tertentu atau pada saat sudah membutuhkan itu.
d.Perawatan tanaman
Pemeliharaan tanaman diantaranya menyiram tanaman setiap pagi dan sore hari (jika
tidak turun hujan), dan penyiangan serta pengolahan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Selain itu juga dilakukan penyulaman dengan tujuan untuk menyempurnakan tanaman
penyulaman juga dilakukan dengan cara mengambil dari lubang tanam yang lain dikarenakan jika
memulai menanam dari awal maka akan berpengaruh terhadap penyerbukan yang tidak merata
oleh karena itu digunakan sulaman dari tanaman dari lubang lain.
11
BAB IV
12
4.2.1. Kualitas benih
untuk mendapatkan daya kecambah yang bagus kita harus melihat kualitas benih,
menurut Rasyid (2015) Daya kecambah benih dipengaruhi oleh fi sik benih seperti luas
permukaan kulit biji dan daya serap air dan nutrisi biji (kandungan glukosa dan protein biji).
Selanjutnya bahwa penurunan daya kecambah benih disebabkan oleh meningkatnya
kecambah abnormal dan benih yang mati. Peningkatan persentase kecambah yang abnormal
dan persentase benih mati dikarenakan oleh adanya kebocoran sel yang berimbas pada
hilangnya unsurunsur dalam benih yang dirombak untuk menghasilkan energi untuk
mensintesis protein yang mana hasil perombakan tersebut digunakan untuk menghasilkan sel
- sel yang berguna pada saat berkecambah (Samuel et al., 2017).
Kualitas benih ditentukan oleh daya berkecambah benih. Sedangkan kadar air yang
aman untuk penyimpanan benih dalam suhu kamar selama 6 - 10 bulan tidak lebih dari 11
persen (Indartono, 2016).
Dari pengertian – pengertian di atas maka saya beranggapan bahwa yang menjadi salah
satu faktor gagalnya pertumbuhan benih mentimun dan jagung. Kualitas benih yang
diberikan mungkin memiliki daya kecambah yang rendah, padahal penyiraman yang kami
lakukan untuk memenuhi kadar airnya sudah dilakukan, akan tetapi masih saja tidak
berkecambah.
4.2.2. Ph Tanah
Seperti yang telah diketahui penanaman benih ini dilakukan dilahan ultisol, yang dimana
lahan ultisol adalah tanah yang mempunyai kandungan bahan organik yang rendah, tanahnya
berwarna merah kekuningan, reaksi tanah yang masam, kejenuhan basa yang rendah, dengan
kadar Al yang tinggi. Di samping itu Ultisol memiliki tekstur tanah liat hingga liat berpasir,
dengan bulk densty yang tinggi antara 1,3-1,5 g/cm3 (Prassetyo dan Suriadikarta, 2016),
sehingga mempengaruhi tingkat produktivitas tanaman yang akan dibudidayakan di tanah
Ultisol. Menurut Simanjuntak (2015) bahwa reaksi tanah (pH) Ultisol adalah< 5,5 (dengan
kriteria agak masam).
Di Indonesia sebaran Ultisol mencapai 45.8 juta atau sekitar 25% dari total luas daratan.
Tanah ini tersebar di Kalimatan (21.9 juta ha), di Sumatera (9.5 juta ha), Maluku dan Papua
(8,9 juta ha), Sulawei (4.3 juta ha), Jawa (1.2 juta ha), dan di Nusa Tenggara (53 ribu ha).
13
Tanah Ultisol dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hinggga berlereng
(Subagyo et al., 2004; dalam Paiman dan Armadon 2015).
Seperti yang kita ketahui kualitas ph tanah yang baik untuk mentimun yaitu 6-7 dan ph
tanah yang cocok untuk jagung yaitu 5,7-7,5. Pada lahan percobaan yang kami laksanakan
memiliki ph tanah yang lebih rendah dari yang dibutuhkan mentimun dan jagung. Hal ini
membuat benih dari tanaman tersebut gagal berkecambah. Sebenarnya ph tanah ini bisa
dinaikan lagi dengan menambahkan kapur, akan tetapi pada praktikum yang dilaksanakan
tidak dilakukan pemberian kapur.
4.2.3. Unsur Hara Yang Kurang
Seperti kita ketahui tanaman memerlukan Unsur hara yang lengkap agar dapat tumbuh
dengan baik dan menghasilkan produk yang berkualitas. Pemenuhan unsur hara kebutuhan
tanaman merupakan hal yang mutlak dilakukan, karena ketersediaan unsur hara di alam
sangat terbatas, dan semakin berkurang karena telah terserap oleh tanaman.
Sperti yang di katakana Simanungkalit, Dkk (2018) bahwa unsur hara terbagi menjadi 2
yaitu Unsur Hara Makro dan Unsur Hara Mikro, Unsur hara makro yaitu unsur hara yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar yang terdiri dari 1). Nitrogen, 2). Phosphor, 3).
Kalium, 4). Sulfur/belerang, 5). Calsium, dan 6). Magnesium. Unsur hara mikro yaitu unsur
hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang tidak terlalu banyak dan bervariasi
tergantung jenis tanaman yang terdiri dari 1). Klor, 2). Zat besi, 3). Mangan, 4).Tembaga, 5).
Seng , 6). Boron, dan 7).Molibdenum.
Kandungan unsur hara yang terdapat pada lahan percobaan yang berupa lahan yang
bertanah ultisol tidak mencukupi kebuthuhan tanaman. Munir (2016) menyatakan, bahwa
tanah Ultisol memiliki kepadatan tanah sebesar 1,10-1,35 g cm-3 dengan tingkat
permeabilitas, infiltrasi, dan perkolasi sedang hingga lambat, tingkat kemasaman tanah tinggi
sehingga kejenuhan Al tinggi, KTK rendah, dan kandungan unsur N, dan P, serta K rendah
sehingga tanah ini miskin secara fisik dan kimia. Dengan sifat yang demikian, tanah ini
rendah akan bahan organik dan strukturnya tidak begitu mantap sehingga peka terhadap
erosi (Hardjowigeno, 2017). Oleh karena itu, diperlukan tindakan untuk membenahi tanah
tersebut yaitu dengan memberikan input ke dalam tanah. Salah satunya adalah
denganmenambahkan biochar ke dalam tanah sebagai bahan pembenah tanah.
Dari penjelasan dan pengertian parah ahli saya beranggapan bahwa faktor tanah ultisol
ini menyebabkan gagalnya perkecambahan benih ini karena percobaan ini dilakukan pada
tanah ultisol.
14
4.2.4. Intensitas Cahaya Tinggi
Penanaman benih yang baik adalah pada lahan yang memiliki intensitas cahaya yang
rendah hal ini dikarenakan bahwa benih tidak terlalu memerlukan intensitas cahaya yang
tinggi, Pengaruh intensitas cahaya terhadap proses fisiologi akan terlihat pada keadaan
morfologi tanaman. Intensitas cahaya tinggi menyebabkan sel-sel daun lebih kecil, tilakoid
mengumpul, dan klorofil lebih sedikit, sehingga ukuran daun lebih kecil dan tebal. Selain itu
jumlah daun lebih banyak dengan stomata lebih kecil ukurannya dan tekstur daun lebih
keras. Menurut Rogomulyo, (2015), tanaman yang mendapat intensitas cahaya tinggi
daunnya lebih tebal, ukuran daun lebih kecil, ruas batang lebih pendek.
Cahaya mempunyai pengaruh yang penting bagi pertumbuhan tanaman budidaya,
terutama karena perannya dalam proses fotosintesis, membuka dan menutupnya stomata, dan
sintesis klorofil. Kebutuhan cahaya oleh tanaman berbeda-beda tergantung spesies, varietas,
dan tipe fotosintesis tanaman tersebut. Hasil percobaan Adnan (2017) menyatakan Tanaman
jagung yang itensitas cahayanya tinggi tampak hijau daunnya tumbuh dengan normal dan
melebar, batangnya tegak dan ukuran batangnya lebih besar. Hal tersebut dikarenakan
tanaman pada jagung mendapatkan cahaya matahari yang cukup. Berbeda dengan percobaan
yang itensitas cahayanya sedikit, tanaman pada percobaan ini hanyamen dapatkan cahaya
yang sedikit. Meskipun begitu perkecambahan tanaman jagung pada percobaan yang
itensitas cahayanya sedang lebih cepat dari pada pekecambahan yang itensitas cahayanya
tinggi. Dari hasil percobaan tersebut saya beranggapan bahwa faktor intensitas cahaya yang
tinggi sangat berpengaruh terhadap perkecambahaan.
16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Teknik budidaya tanaman jagung manis tidak sulit dilakukan baik dari segi pengolahan
lahan ataupun dari segi pemeliharaan, tetapi dibutuhkan keseriusan dalam pengerjaan
teknik budidaya tanaman jagung manis.
2. Pemberian pupuk organik dan anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap interaksi
perlakuan yang diberikan pada tanaman jagung manis.
3. Berat tongkol, panjang tongkol, jumlah biji/baris, diameter batang dan diameter tongkol
jagung pada setiap perlakukan yang di berikan tidak terlalu berpengaruh dikarenkan
ukuran semua variabel pengamatan panen hampir sama, adanya perbedaan karna dalam
pemeliharanya belum optimal.
5.2 Saran
Hendaknya ada perbaikan dari segi fasilitas pada kegiatan praktikum seperti gembor ,
kolam penyiraman dibeberapa titik, alat – alat yang dapat di pinjam dengan mudah.
Praktikan hendaknya merawat tanaman dengan baik dan rajin kelahan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrazak. 2016. Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Mentimun Akibat Perbedaan Jarak Tanam
Hatono dan Purwono , 2015. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga :
Jakarta
Indartono. 2016. Pengkajian Suhu Ruang Penyimpanan dan Teknik Pengemasan Terhadap
Kualitas Benih Kedelai. Gema Teknologi, 16 (3) Periode April 2016 - Oktober 2016.
Paiman.A., dan Y. G. Armando.2015. Potensi Fisik dan Kimia Lahan Marjinal untuk
Pertanian, Universitas Jambi. Akta Agrosia Vol. 13.No. 1 hlm. 89-97 jan-jun 2015.
Rasyid, H. 2012. Model Pendugaan Daya Simpan Benih Biji besar Dengan Pengusangan Cepat
Rogomulyo, R. 2015. Tanggapan Nilam (Fogostemon cablin Benth) Terhadap Pupuk NPK Pada
18
Rukmana, R, 2018. Usaha Tani Jagung. Kanisius : Jakarta.
Samuel, Sri Lestari Purnamaningsih, S. L.,Kendarini, N. 2017. Pengaruh Kadar Air Terhadap
Penurunan Mutu Fisiologis Benih Kedelai (Glycine max (L) Merill) Varietas Gepak
les/2017/11/JURNAL.pdf, 1 - 14 p
Simanjuntak. 2015. Perubahan Sifat Tanah Ultisol untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) oleh Perlakuan Kompos dan Jenis Air Penyiram.
Simanungkalit RDM, et.al. 2018. Unsur Hara dalam Tanah. Jawa Barat. Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Song, Nio Dan Banyo, Yunia. 2011. Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator Kekurangan
Air Pada Tanaman. Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No. 2. Hal 169-170.
Sumpena, U. 2016. Budidaya Mentimun. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm 1 dan 19.
Sunarti.S., A.S. Nuning., Syarifuddin dan R. Efendi, 2017. Morfologi Tanaman dan Fase
19
LAMPIRAN
1. Pengolahan Lahan
20