Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
1 Januari 2012
1) Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri
Papua, Jl. Gunung Salju Amban Manokwari, Papua Barat.
2) Alumni Jurusan Teknologi Pertanian, Fapertek UNIPA
*)
e-mail Korespondensi: ningrum_mrt@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia umbi dan pati ubi kayu serta
sifat fisik pati ubi kayu asal Distrik Masni. Penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu
persiapan bahan dan karakterisasi kimia umbi segar, ekstraksi pati dan karakterisasi
kimia dan fisik ubi kayu. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan perbandingan air
dan umbi 3:1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan pati umbi kayu berkisar
antara 13,12% sampai 46,09% sedangkan kadar pati dari pati ubi kayu antara 81,40%
sampai 89,55%. Kadar amilosa pati berkisar antara 12,28% sampai 27,38 % sedangkan
kadar amilopektin berkisar antara 72,61% sampai 87,71%. Bentuk granula pati adalah
bulat, bulat terpotong, elips dengan ukuran berkisar antara 5–25 μm, suhu gelatinisasi
berkisar 65–69oC dan daya pengembangan pati berkisar antara 1,42–26,65.
Kata kunci: Ubi kayu, umbi, pati, sifat fisik dan kimia
Abstract
The aim of this research was to evaluate the chemical composition of tubers and cassava
starch and cassava starch physical Masni District. This study consists of three (3) stages:
preparation of materials and chemical characterization of fresh tubers, starch extraction
and chemical and physical characterization of cassava. Extraction is done by using a 3:1
ratio of water and tubers. The results showed that the starch content of the fresh tubers
ranged from 13.12% to 46.09% while the starch content of cassava starch between
81.40% to 89.55%. Amylose starch levels ranged from 12.28% to 27.38% while the
amylopectin content ranged from 72.61% to 87.71%. Starch granule shape is round,
round cut, elliptical with a size ranging between 5-25 μm, the temperature ranges from
65-69oC gelatinization and power development starches ranged from 1.42 to 26.65.
Keywords: cassava, tubers, starch, physical and chemical properties
Tabel 3. Kandungan Amilosa dan Amilopektin Pati Lima Kultivar Ubi Kayu
Kultivar Ubi Kayu
Komponen
Basirau Saripin Klenteng Dhuru Ubi kayu putih
Kadar amilosa (%) 19,81 24,44 22,15 12,28 27,38
Kadar amilopektin (%) 80,19 75,55 77,84 87,71 72,61
Perbedaan rasio amilosa dan (2003) bahwa pati dengan kadar amilosa
amilopektin dalam pati berpengaruh tinggi banyak digunakan untuk berbagai
terhadap sifat fisik dan kimia pati. Pati produk seperti pada biodegradable film
dengan kandungan amilosa tinggi, yang berfungsi sebagai substrat enzim
memiliki kemampuan menyerap air dan maupun sebagai pengikat dalam
mengembang lebih besar karena amilosa pembuatan tablet, sedangkan pati free
memiliki kemampuan membentuk ikatan amylose sangat diperlukan untuk bahan
hidrogen yang lebih besar daripada baku makanan bayi dan kertas film. Pati
amilopektin. Selain itu, pati dengan dengan kandungan amilopektin tinggi
kandungan amilosa tinggi bersifat kurang sangat sesuai untuk bahan roti dan kue
rekat dan kering, sedangkan pati yang karena sifat amilopektin yang sangat
memiliki kandungan amilopektin tinggi berpengaruh terhadap swelling properties
bersifat rekat dan basah (Hidayat et al., (sifat mengembang pada pati). Walaupun
2007) . komposisi amilosa amilopektin pati ubi
Tinggi rendahnya rasio amilosa dan kayu di Distrik Masni bervariasi, namun
amilopektin di dalam pati sangat patinya lebih didominasi oleh amilopektin
berpengaruh penting dalam aplikasi produk sehingga pati umbi kayu di Distrik Masni
yang dihasilkan. Seperti yang lebih sesuai digunakan untuk bahan roti
dikemukakan oleh Hartati dan Prana dan kue.
Karakteristik Fisik Pati Ubi Kayu dari tiap pati ubi kayu ini jika
Hasil pengujian sifat fisik lima dibandingkan dengan bentuk pati dari
kultivar ubi kayu asal Distrik Masni bahan lain misalnya jagung dan sagu,
disajikan pada Tabel 4. Pati ubi kayu menampilkan perbedaan yang sangat jelas.
kultivar Ubi Kayu Putih menghasilkan Pati jagung dominan dengan bentuk
derajat putih yang tertinggi dan dapat hexagonal atau bersegi banyak, sedangkan
dikatakan terbaik karena mencapai angka pati sagu rata-rata berbentuk lonjong dan
100%. Berdasarkan spesifikasi persyaratan lonjong terpotong (Van Beynum dan
mutu SNI tahun 1994, derajat putih pati Roels, 1985). Bentuk dan ukuran granula
kultivar Ubi Kayu Putih, Klenteng, Dhuru pati untuk setiap kultivar, diamati
dan Basirau masing-masing sebesar 100%, menggunakan mikroskop dengan
99,49%, 98,85% dan 97,36% tergolong perbesaran 400 kali dapat dilihat pada
dalam syarat mutu I dengan syarat minimal Gambar 1.
94,5%, sedangkan derajat putih pati ubi Suhu gelatinisasi pati bervariasi
kayu kultivar Saripin (89,06%) masuk dengan kisaran antara 65-69oC di mana
dalam syarat mutu III, karena kurang dari pati Ubi Kayu Putih memiliki suhu
92%. gelatinisasi yang paling rendah (650C)
Ukuran granula pati dari lima sedangkan pati Dhuru memiliki suhu
kultivar ubi kayu bervariasi dengan kisaran gelatinisasi paling tinggi (690C) (Tabel 4).
antara 5–25 μm dengan bentuk granula Kisaran suhu gelatinisasi tersebut sesuai
yang dapat dikatakan sama dan tidak dengan penjelasan Van Beynum dan Roels
berbeda yaitu bulat, ada juga yang bulat (1985), yaitu suhu gelatinisasi untuk
terpotong dan elips. Akan tetapi, bentuk tapioka (ubi kayu) adalah 65-700C.
Pati ubi kayu dengan ukuran granula struktur kristalin, dan gelatinisasi mulai
besar memiliki suhu gelatinisasi lebih terjadi ketika ikatan pada struktur amorf
tinggi dibandingkan dengan pati yang mulai melemah.
memiliki ukuran granula kecil (Tabel 4). Fenomena menarik lainnya
Granula pati yang lebih besar memiliki ditemukan pada suhu gelatinisasi pati
ketahanan yang lebih tinggi terhadap kultivar Ubi Kayu Putih. Berdasarkan
perlakuan panas dan air dibanding granula penjelasan sebelumnya, seharusnya dengan
pati yang kecil (Santosa et al., 2002). ukuran granula pati besar dan kandungan
Sehingga lebih besarnya ukuran granula amilosa tinggi suhu gelatinisasi dari pati
pati ubi kayu menyebabkan suhu awal Ubi Kayu Putih tinggi, namun hasil
gelatinisasinya lebih tinggi jika penelitian menunjukkan bahwa suhu
dibandingkan dengan pati yang memiliki gelatinisasi pati kultivar Ubi Kayu Putih
ukuran granula kecil. paling rendah yaitu 65oC jika dibandingkan
Hidayat et al (2007), menjelaskan dengan empat kultivar lainnya (Tabel 4).
bahwa suhu gelatinisasi selain bergantung Selain granula pati dan kandungan
pada ukuran granula pati juga berkaitan amilosa, komponen protein dalam pati juga
erat dengan kandungan amilosa. Ukuran mempengaruhi suhu gelatinisasi (Santosa
granula pati kultivar Saripin paling kecil et al., 2002). Dijelaskan lebih lanjut bahwa
(5-15 µm) namun suhu gelatinisasi yang protein mempunyai kemampuan untuk
dicapai tinggi, karena suhu gelatinisasi mengabsorpsi air. Jumlah air yang
pada pati kultivar Saripin lebih bergantung diabsorpsi akan meningkat secara
pada kandungan amilosanya. Kandungan proporsional. Air dapat diikat oleh protein
amilosa pati kultivar Saripin tertinggi melalui ikatan hidrogen. Kemampuan
(24,44%) jika dibandingkan kandungan absorpsi tersebut menyebabkan
amilosa pati kultivar Basirau, Klenteng dan pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih
Dhuru yaitu masing-masing sebesar lambat, sehingga meningkatkan suhu dan
19,81%, 22,15% dan 12,28% (Tabel 3). waktu gelatininsasi. Kandungan protein
Hal ini dapat terjadi karena amilosa lebih pati kultivar Ubi Kayu Putih rendah jika
didominasi dengan struktur amorf. Lebih dibandingkan dengan kandungan protein
lanjut Lisisnska and Leszczynski (1989) empat kultivar lainnya, sehingga
menjelaskan bahwa untuk memutuskan kemampuan untuk untuk mengabsorpsi air
struktur amorf dibutuhkan energi yang juga rendah akibatnya suhu dan waktu
lebih besar dibandingkan memutuskan gelatinisasinya juga rendah.
Hidayat, B., A. B. Ahza dan Sugiyono. Sarungallo, Z.L., B. Santoso dan E.F.
2007. Karakterisasi Tepung Ubi Jalar Tethool. 2008. Sifat Fisikokimia dan
(Ipomoea batatas L.) Varietas Fungsional Pati Buah Aibon
Shiroyutaka Serta Kajian Potensi (Brugueira gymnorhiza L.). Jurnal
Penggunaannya Sebagai Sumber Natur Indonesia Vol. 12 No. 2 : 156-
Pangan Karbohidrat Alternatif. Jurnal 162.
Teknologi dan Industri Pangan Vol. 18 Standar Nasional Indonesia (SNI). 1994.
No. 1 : 32-39. Tapioka. SNI 01-3451-1994. Dewan
Lisisnska, G and W. Leszczynski. 1989. Standarisasi Nasional. Jakarta.
Potato Science and Technology. Van Beynum, G. M. A., dan J. A. Roels.
Elsevier Applied Science Ltd, London.
1985. Starch Conversion Technology.
Santosa, B. A., S. Widowati, R. H. Marcel Decker Inc. New York.
Soeprapto dan Saifudin. 2002. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan
Ektraksi, Isolasi dan Hasil Olah Pati Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Kacang Tunggak (Vigna ungguiculata Jakarta.
L, Walp). Jurnal Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan Vol. 21 No.1 : 58-
62.