Abstract English and Indonesian

TRIASULFURON HERBICIDE EFFICACY, PARAQUAT, and COMBINATION

AGAINST WEEDS and FERNS on the PLANT NONPAKIS RUBBER (Hevea brasiliensis
[Muell.] Arg.)
By Pramudya, Sugiatno, Enggar and Darmaisam Mawardi
ABSTRACT
Rubber (Hevea brasiliensis plant [Muell.] Arg.) in Indonesia is an important foreign
exchange earner of the main commodities of the estate subsector. The presence of weeds on
plant gum cause crop productivity down. When weeds on rubber plantations are not
controlled then the rubber production in Indonesia will be down.
This research aims to (1) find out the influence of triasulfuron herbicide (Logran 75 WG),
paraquat (Gramoxone U.S. 276), and combination in controlling weeds and ferns nonpakis on
rubber plantations produce; (2) changes the composition of the weed ferns and nonpakis due
to the treatment of the herbicide paraquat, triasulfuron, and combination on rubber plantations
produce; and (3) knowing fitotoksisitas herbicide paraquat, triasulfuron, and combination
against the rubber plantations produce.
The research was carried out at PT Nusantara Plantation VII (Persero) Business Unit of the
laboratory and Five Way Weeds Faculty of Agriculture University of Lampung from May to
August 2005. The treatment is arranged with a group of mixed reviews with 3 replicates IE
triasulfuron dose 15; 30; and 40 g/ha; a combination dose of paraquat + triasulfuron (4.875 +
420) g/ha; (9.75 + 414) g/ha; and (14.625 + 414) g/ha; paraquat dose 414; 828; and 1242
g/ha; mechanical weeding; and control. The similarity range treatment tested with test data
additivity Bartlett, tested with Tukey test. If the variety treatment homogeneous, data is
analyzed. The difference of the two middle values tested by Different Real test the smallest
(BNT) 5%.
The results showed that at 2, 4, 8, and 12 weeks after application of triasulfuron herbicide
(MSA) all doses is not able to control weeds is total, fern, and nonpakis. Triasulfuron
herbicide combination treatment of paraquat + all doses are antagonists, for triasulfuron
herbicide does not add power control the herbicide paraquat. All herbicide treatments do not
cause poisoning on rubber plantations produce.
EFIKASI HERBISIDA TRIASULFURON, PARAQUAT, DAN KOMBINASINYA
TERHADAP GULMA PAKIS DAN NONPAKIS PADA TANAMAN KARET (Hevea
brasiliensis [Muell.] Arg.)
Oleh Enggar Pramudya, Sugiatno, dan Darmaisam Mawardi
ABSTRAK
Tanaman karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) di Indonesia merupakan komoditas penting
penghasil devisa utama dari subsektor perkebunan. Adanya gulma pada tanaman karet
menyebabkan produktivitas tanaman turun. Apabila gulma pada tanaman karet tidak
dikendalikan maka produksi karet di Indonesia akan turun.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh herbisida triasulfuron (Logran 75
WG), paraquat (Gramoxone 276 AS), dan kombinasinya dalam mengendalikan gulma pakis
dan nonpakis pada tanaman karet menghasilkan; (2) mengetahui perubahan komposisi gulma
pakis dan nonpakis akibat perlakuan herbisida triasulfuron, paraquat, dan kombinasinya pada
tanaman karet menghasilkan; dan (3) mengetahui fitotoksisitas herbisida triasulfuron,
paraquat, dan kombinasinya terhadap tanaman karet menghasilkan.
Penelitian dilaksanakan di PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Way Lima
dan Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Mei sampai
Agustus 2005. Perlakuan disusun dengan rancangan kelompok teracak sempurna dengan 3
ulangan yaitu triasulfuron dosis 15; 30; dan 40 g/ha; kombinasi triasulfuron + paraquat dosis
(4,875 + 414)g/ha; (9,75 + 414) g/ha; dan (14,625 + 414) g/ha; paraquat dosis 414; 828; dan
1242 g/ha; penyiangan mekanis; dan kontrol. Kesamaan ragam antarperlakuan diuji dengan
uji Bartlett, aditivitas data diuji dengan uji Tukey. Jika ragam antarperlakuan homogen, data
dianalisis ragam. Perbedaan dua nilai tengah diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 2, 4, 8, dan 12 minggu setelah aplikasi (MSA)
herbisida triasulfuron semua dosis tidak mampu mengendalikan gulma total, pakis, dan
nonpakis. Perlakuan kombinasi herbisida triasulfuron + paraquat semua dosis bersifat
antagonis, karena herbisida triasulfuron tidak menambah daya kendali herbisida paraquat.
Semua perlakuan herbisida tidak menimbulkan keracunan pada tanaman karet menghasilkan.
INFLUENCE of DOSAGE and HOW the APPLICATION of CHICKEN MANURE on the
GROWTH of PLANT PATCHOULI (Pogostemon cablin benth.)
By Rosidah, Sugiatno, and Evizal
ABSTRACT
Plant patchouli (Pogostemon cablin benth.) is a plant producing essential oil and commodity
export nonmigas that generate foreign exchange for the country. So far patchouli cultivated
and developed less than optimal, so that its productivity low.
This research aims to know the: (1) influence of dose of chicken manure on a patchouli plant
growth, (2) the influence of the way of the application of chicken manure on the growth of
plant patchouli, and (3) the influence of interaction of chicken manure dose level by means of
the application of plant growth on patchouli. This research was carried out on the grounds of
Lampung State Polytechnic from December 2005 until March 2006. The treatment arranged
in factorial (2 x 4) using the draft compartments divided by 3 times repeats. The first factor is
the way the application of fertilization, i.e. by means of a circular and embedded a scatterplot.
The second factor is the chicken manure dose consisting of 4 dosing levels, i.e. 0 ton/ha, 10
tons/ha, 20 ton/ha, and 30 tons/ha. Data were analyzed with the analysis of diversity and
difference between the middle of the treatment tested with Real Honest Difference test (BNJ)
5%.
The results showed the awarding of chicken manure increases against patchouli plant growth
variables indicated by the diameter of the stem, number of branches, number of leaves, dry
weight, fresh weight and berangkasan heading. How to chicken manure application did not
increase plant growth on Sapphire, except on the independent observation of the number of
leaves and the length of the root. On how different applications, a dose of chicken manure
increases against the number of branches and leaves of the crop amount of patchouli.
PENGARUH DOSIS DAN CARA APLIKASI PUPUK KANDANG AYAM PADA
PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.)
Oleh Rosidah, Sugiatno, dan Rusdi Evizal
ABSTRAK
Tanaman nilam (Pogostemon cablin benth.) merupakan tanaman penghasil minyak atsiri dan
merupakan komoditas ekspor nonmigas yang menghasilkan devisa bagi negara. Sampai saat
ini nilam dibudidayakan dan dikembangkan kurang optimal, sehingga produktivitasnya
rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh dosis pupuk kandang ayam pada
pertumbuhan tanaman nilam, (2) pengaruh cara aplikasi pupuk kandang ayam pada
pertumbuhan tanaman nilam, dan (3) pengaruh interaksi taraf dosis pupuk kandang ayam
dengan cara aplikasi pada petumbuhan tanaman nilam. Penelitian ini dilaksanakan di lahan
Politeknik Negeri Lampung dari bulan Desember 2005 sampai dengan Maret 2006. Perlakuan
disusun secara faktorial (2 x 4) menggunakan rancangan petak terbagi dengan 3 kali ulangan.
Faktor pertama adalah cara aplikasi pemupukan, yaitu dengan cara sebar melingkar dan
benam. Faktor kedua adalah dosis pupuk kandang ayam yang terdiri dari 4 taraf dosis, yaitu 0
ton/ha, 10 ton/ha, 20 ton/ha, dan 30 ton/ha. Data dianalisis dengan analisis ragam dan
perbedaan nilai tengah perlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5%.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk kandang ayam meningkatkan terhadap
pertumbuhan tanaman nilam yang ditunjukkan oleh peubah diameter batang, jumlah cabang,
jumlah daun, bobot kering berangkasan, dan bobot segar tajuk. Cara aplikasi pupuk kandang
ayam tidak meningkatkan pada pertumbuhan tanaman nilam, kecuali pada peubah
pengamatan jumlah daun dan panjang akar. Pada cara aplikasi yang berbeda, dosis pupuk
kandang ayam meningkatkan terhadap jumlah cabang dan jumlah daun tanaman nilam.
TRIASULFURON HERBICIDE PARAQUAT, INFLUENCE, and COMBINATION on
WEED FOLLOWED in the GARDEN of the OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.)
By Indra Prabowo, Sugiatno2, and Darmaisam Mawardi2
ABSTRACT
Oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) produces a heading has a wide enough so that the leaf
level penaungan and soil moisture is high enough. This can trigger the growth of weeds in the
gardens of Palm fern to produce.
This research aims to know the: (1) influence of triasulfuron herbicide, paraquat, and
combination on weed followed in the garden of the oil palm yield; (2) doses of the herbicide
paraquat, triasulfuron, and combination of the effective control of the weeds in the garden
followed oil palm yield; (3) the change of weeds community; and (4), triasulfuron herbicide
paraquat fitotoksisitas, and combination against oil palm plant produces.
The treatment is structured with a group of mixed reviews perfect i.e. 15 g triasulfuron/ha; 30
g triasulfuron/ha; 45 g triasulfuron/ha; g triasulfuron 4.875/ha paraquat + 414 g/ha; 9.750 g
triasulfuron/ha paraquat + 414 g/ha; 14.625 g triasulfuron/ha paraquat + 414 g/ha; paraquat
414 g/ha; 828 g/ha paraquat; paraquat 1242 g/ha; mechanical weeding; and control/weed
control without.
The results showed that weed control triasulfuron fern on 12 MSA while paraquat paraquat +
triasulfuron and the combination of being able to control on 8 and 12 MSA. Triasulfuron
14.625 combination g/ha + 414 g/ha paraquat is effective for controlling weeds in gardens of
Palm fern produces. Triasulfuron fern weed vegetation shows changes in observations 8
MSA, triasulfuron combination with paraquat fern weed vegetation shows the changes on 2,
4, and 8 MSA, while paraquat shows vegetation change on observation 2 MSA. Herbicide
treatment at all dose levels do not cause the onset of toxicity on plant oil palm produce.
PENGARUH HERBISIDA TRIASULFURON, PARAQUAT, DAN KOMBINASINYA
PADA GULMA PAKISAN DI KEBUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
MENGHASILKAN
Oleh Indra Prabowo, Sugiatno, dan Darmaisam Mawardi
ABSTRAK
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) menghasilkan memiliki tajuk daun yang cukup lebar
sehingga tingkat penaungan dan kelembaban tanah cukup tinggi. Hal ini dapat memicu
pertumbuhan gulma pakis di kebun kelapa sawit manghasilkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh herbisida triasulfuron, paraquat, dan
kombinasinya pada gulma pakisan di kebun kelapa sawit menghasilkan; (2) dosis herbisida
triasulfuron, paraquat, dan kombinasinya yang efektif mengendalikan gulma pakisan di kebun
kelapa sawit menghasilkan; (3) perubahan komunitas gulma; dan (4) fitotoksisitas herbisida
triasulfuron, paraquat, dan kombinasinya terhadap tanaman kelapa sawit menghasilkan.
Perlakuan disusun dengan rancangan kelompok teracak sempurna yaitu triasulfuron 15 g/ha;
triasulfuron 30 g/ha; triasulfuron 45 g/ha; triasulfuron 4,875 g/ha + paraquat 414 g/ha;
triasulfuron 9,750 g/ha + paraquat 414 g/ha; triasulfuron 14,625 g/ha + paraquat 414 g/ha;
paraquat 414 g/ha; paraquat 828 g/ha; paraquat 1242 g/ha; penyiangan mekanis; dan
kontrol/tanpa pengendalian gulma.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa triasulfuron mengendalikan gulma pakis pada 12 MSA
sedangkan paraquat dan kombinasi triasulfuron + paraquat mampu mengendalikan pada 8
dan 12 MSA. Kombinasi triasulfuron 14,625 g/ha + paraquat 414 g/ha efektif untuk
mengendalikan gulma pakis di kebun kelapa sawit menghasilkan. Triasulfuron menunjukkan
perubahan vegetasi gulma pakis pada pengamatan 8 MSA, kombinasi triasulfuron dengan
paraquat menunjukkan perubahan vegetasi gulma pakis pada 2, 4, dan 8 MSA, sedangkan
paraquat menunjukkan perubahan vegetasi pada pengamatan 2 MSA. Perlakuan herbisida
pada semua taraf dosis tidak menyebabkan terjadinya keracunan pada tanaman kelapa sawit
menghasilkan.
The INFLUENCE of the CONCENTRATION of POTASSIUM NITRATE (KNO3) against
the GROWTH of SPATIFILUM (Spathyphyllum walisii Schott)
on VEGETATIVE PHASE
By Indriani, Azita Rugayah, and Agus Karyanto
ABSTRACT
Spatifilum is one of the ornamental plant leaves and flowers are widely used as an
ornamental plant in the room as well as elements to decorate the garden so his performance
needs to be improved, especially in vegetative growth. One way to increase the plant's
vegetative growth spatifilum was awarding KNO3.
This research aims to know the influence of administering potassium nitrate (KNO3) against
the plant's vegetative growth spatifilum and knowing the concentration of the best influence
on plant spatifilum.
This research was carried out at the home of the auspices of the Faculty of Agriculture
University of Lampung, from June to October 2005. The design of the treatment used is the
draft group perfectly mixed reviews (RKTS) and four replicates. Factors of the treatment
used is five degrees of concentration, namely: K0 KNO3 (0 ppm), K1 (1500 ppm), K2 (3000
ppm), K3 (4500 ppm), K4 40 (6000 ppm). Each level of concentration treatment was
repeated four times, and each experiment consisted of two units of samples planted at each
pot. Its homogeneity range antarperlakuan tested with Barllet and to add test data was tested
with tukey test. Data analysis was done with her, followed by a test of polynomial orthogonal
and orthogonal comparisons at levels 5% and 1%.
The research results showed that: the grant of potassium nitrate (KNO3) stimulus as growth
and development had no effect on the vegetative growth of plants spatifilum which includes
high plant, number of leaves, leaf width, leaf stalk length, number of plantlets, greenish leaf-
level and the period of formation of the leaves, leaf length variable however on awarding of
KNO3 with 6000 ppm concentration decreases the length of the leaf. At high concentrations
of KNO3 allegedly lowered the rate of spatifilum plant vegetative growth due to excess NO3.
PENGARUH KONSENTRASI KALIUM NITRAT (KNO3) TERHADAP
PERTUMBUHAN SPATIFILUM (Spathyphyllum walisii Schott)
PADA FASE VEGETATIF
Oleh Azita Indriani, Rugayah, dan Agus Karyanto
ABSTRAK
Spatifilum merupakan salah satu tanaman hias daun dan bunga yang banyak digunakan
sebagai tanaman hias dalam ruangan maupun sebagai elemen penghias taman sehingga
penampilannya perlu ditingkatkan, khususnya pada pertumbuhan vegetatif. Salah satu cara
untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman spatifilum adalah pemberian KNO3.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kalium nitrat (KNO3)
terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman spatifilum serta mengetahui konsentrasi yang
memberikan pengaruh terbaik pada tanaman spatifilum.
Penelitian ini dilaksanakan di rumah naungan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dari
bulan Juni sampai Oktober 2005. Rancangan perlakuan yang digunakan adalah rancangan
kelompok teracak sempurna (RKTS) dengan empat ulangan. Faktor perlakuan yang
digunakan adalah lima taraf konsentrasi KNO3 yaitu: K0 (0 ppm), K1 (1500 ppm), K2 (3000
ppm), K3 (4500 ppm), K4 (6000 ppm). Setiap taraf konsentrasi perlakuan diulang sebanyak 4
kali dan setiap satuan percobaan terdiri dari dua sampel yang ditanam pada masing-masing
pot. Homogenitas ragam antarperlakuan diuji dengan uji Barllet dan kemenambahan data
diuji dengan uji tukey. Analisis data dilakukan dengan sidik ragam, dilanjutkan dengan uji
polynomial orthogonal dan perbandingan orthogonal pada taraf 5% dan 1%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: pemberian kalium nitrat (KNO3) sebagai perangsang
pertumbuhan dan perkembangan tidak berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif tanaman
spatifilum yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, lebar daun, panjang tangkai daun,
jumlah anakan, tingkat kehijauan daun dan periode pembentukan daun, namun pada variabel
panjang daun pemberian KNO3 dengan konsentrasi 6000 ppm menurunkan panjang daun.
Diduga KNO3 pada konsentrasi tinggi menurunkan laju pertumbuhan vegetatif tanaman
spatifilum karena NO3 berlebih.
INFLUENCE of SHADE AGAINST the ACCUMULATION of DRY INGREDIENTS a
FEW VARIETIES of PEANUTS (Arachis hypogaea l.)
By Triana Anggraeni, Muhammad Kamal, and Staunchly Setiawan
ABSTRACT
In Indonesia, peanuts is one of the vegetable protein source that is quite important in the
pattern of the population food menu. Expansion of the harvest is the biggest opportunity giver
factors in an attempt to increase production. Planting peanut plants sela in rubber plantation is
one of the efforts in the efficiency of land use between perennials line.

This research aims to (1) find out the accumulation of dry ingredients a few varieties of
peanuts on a different shade conditions; and (2) know the correlation between dry ingredients
and components of several varieties of peanuts on the condition of a different shade. And the
hypothesis proposed is (1) varietal Panther will show an accumulation of dry ingredients and
bigger results than other varieties; and (2) there is a positive correlation between
accumulation of dry ingredients with peanut results component on a different shade
conditions.

The treatment arranged in factorial 2 x 5 in the draft is divided into compartments (RPT) on
the draft group perfectly mixed reviews (RKTS) and three times in Deuteronomy. The main
plot is the treatment of the shade with 2 levels, namely 0% shade with or without shade (N0)
and 50% shade (N1). Children hide is 5 (five) varieties of peanuts, namely varieties of
Panther (V1), (V2) Giraffe varieties, varieties of elephant (V3), varieties of Sima (V4), and
variety Mahesa (V5). Data processed by analysis, followed by a real honest difference test
(BNJ) at the level of 1% and 5%. The data were analyzed using SAS (N.C. Release 6.12,
USA)

From the results obtained that (1) shade paranet 50% significantly lower accumulation of dry
ingredients plant peanuts. The highest accumulation of dry ingredients happen to good rod on
the condition of shading 0% and 50%, that is, each amounting to 64.6% and 69.6% of dry
material accumulation of a total of 2;() on the condition of shading 0% and 50% varieties of
Sima has accumulated dry ingredients of the highest compared with other varieties, i.e. each
of 32.65 28,43% and%; and (3) on the condition of shading 0% berangkasan total weight
variables correlated positively with a dry weight of ginofor (r = 0.89 **), while 50% shade
conditions the independent weighs berangkasan correlate positively with total number of
ginofor (r = 0,71**) and the number of seeds (r = 0,71**).
PENGARUH NAUNGAN TERHADAP AKUMULASI BAHAN KERING BEBERAPA
VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)
Oleh
Triana Anggraeni, Muhammad Kamal, dan Kukuh Setiawan
ABSTRAK
Di Indonesia, kacang tanah merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting
dalam pola menu makanan penduduk. Perluasan areal panen merupakan faktor pemberi
peluang terbesar dalam upaya peningkatan produksi. Penanaman kacang tanah sebagai
tanaman sela di lahan perkebunan karet merupakan salah satu upaya dalam efisiensi
pemanfaatan lahan antar baris tanaman keras yang cukup luas.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui akumulasi bahan kering beberapa varietas
kacang tanah pada kondisi naungan yang berbeda; dan (2) mengetahui korelasi antara bahan
kering dan komponen hasil beberapa varietas kacang tanah pada kondisi naungan yang
berbeda. Dan hipotesis yang diajukan adalah (1) varietas Panther akan menunjukkan
akumulasi bahan kering dan hasil yang lebih besar dibandingkan varietas lainnya; dan (2)
terdapat korelasi positif antara akumulasi bahan kering dengan komponen hasil kacang tanah
pada kondisi naungan yang berbeda.
Perlakuan disusun secara faktorial 2 x 5 dalam rancangan petak terbagi (RPT) pada
rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS) dengan tiga kali ulangan. Petak utama adalah
perlakuan naungan dengan 2 taraf, yaitu dengan naungan 0% atau tanpa naungan (N0) dan
naungan 50% (N1). Anak petak adalah 5 (lima) varietas kacang tanah, yaitu varietas Panther
(V1), varietas Jerapah (V2), varietas Gajah (V3), varietas Sima (V4), dan varietas Mahesa
(V5). Data diolah dengan analisis ragam, dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada
taraf 1% dan 5%. Data dianalisis dengan menggunakan SAS (N.C. Release 6.12, USA).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa (1) naungan paranet 50% secara nyata menurunkan
akumulasi bahan kering tanaman kacang tanah. Akumulasi bahan kering tertinggi terjadi pada
batang baik pada kondisi naungan 0% dan 50 %, yaitu masing-masing sebesar 64,6% dan
69,6% dari akumulasi bahan kering total;(2) pada kondisi naungan 0% dan 50% varietas
Sima memiliki akumulasi bahan kering yang tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya,
yaitu masing-masing sebesar 32,65% dan 28,43%; dan (3) pada kondisi naungan 0% peubah
bobot berangkasan total berkorelasi positif dengan bobot kering ginofor (r = 0.89**),
sementara itu pada kondisi naungan 50% peubah bobot berangkasan total berkorelasi positif
dengan jumlah ginofor (r = 0,71**) dan jumlah biji (r = 0,71**).
INFLUENCE the GRANTING of BIOFOSFAT on the GROWTH and YIELD of RICE
(Oryza sativa l.) In the LAND of PODSOLIK RED yellow (FMD)
By Nur Azizah Ritonga, Maria v. Rini, and Lazimar Zein
ABSTRACT
One of the strategies to increase the availability of P in soil reacts with acid fixation of such
high soil P Podsolik Red yellow (FMD) is by the giving of biological fertilizer phosphate
provider, known as biofosfat. Biological fertilizer is a biofosfat inokulum of microbes
capable of improving the solubility of nutrients in the soil and is packed in a special formula.

This research aims to know the: (1) influence the granting of biofosfat on the growth and
production of four rice varieties tested; (2) determine the best dose of biofosfat to improve
the growth and production of four rice varieties tested; (3) find out the influence of tested rice
varieties on the growth and production; and (4) know the persitindakan between the biofosfat
and the granting of four rice varieties tested. In this research the treatment arranged in
factorial treatment design (3 × 4) and repeat 5 times.
The first factor is biofosfat dosage: 0 g/l (A0), 10 g/l (A1), and 20 g/l (A2). The second factor
is the four rice varieties Ciherang: (CH), Sintanur (SN), Cilosari (CS) and IR64. Each unit
experiment applied experiment using a swath Design Group of mixed reviews. Data obtained
processed with Bartlett test for testing the antarperlakuan diversity and Tukey test to see the
nature of the kemenambahan data. If the data proved to be homogenous next analyzed. The
middle value of the separation was done with Real Honest Difference in test ranks and 0.05
dan 0.01.
The results showed that the granting of biofosfat can increase the growth and yield of rice
varieties tested 4. A dose of 20 g/l biofosfat generating growth and the results of four rice
varieties are best. Varietal Sintanur dry weight yield the best berangkasan on the grant of a
biofosfat dose of 10 g/l. of varieties of dry weight give Cilosari berangkasan best on the
giving of biofosfat doses of 0, 20 g/l g/l.
PENGARUH PEMBERIAN BIOFOSFAT PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI
(Oryza sativa L.) PADA TANAH PODSOLIK MERAH KUNING (PMK)
Oleh Nur Azizah Ritonga, Maria V. Rini, dan Lazimar Zein
ABSTRAK
Salah satu strategi yang sesuai untuk meningkatkan ketersediaan P pada tanah bereaksi asam
dengan fiksasi P tinggi seperti tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) adalah dengan
pemberian pupuk hayati penyedia fosfat yang dikenal dengan biofosfat. Pupuk hayati
biofosfat merupakan suatu inokulum mikroba yang berkemampuan meningkatkan kelarutan
hara dalam tanah dan dikemas dalam suatu formula khusus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh pemberian biofosfat pada
pertumbuhan dan produksi empat varietas padi yang diuji; (2) menentukan dosis biofosfat
yang terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi empat varietas padi yang diuji;
(3) mengetahui pengaruhi varietas padi yang diuji pada pertumbuhan dan produksi; dan (4)
mengetahui persitindakan antara pemberian biofosfat dan empat varietas padi yang diuji.
Dalam penelitian ini perlakuan disusun dalam rancangan perlakuan faktorial (3×4) dengan 5
kali ulangan. Faktor pertama adalah dosis biofosfat: 0 g/l (A0), 10 g/l (A1), dan 20 g/l (A2).
Faktor kedua adalah empat varietas padi: Ciherang (CH), Sintanur (SN), Cilosari (CS), dan
IR64. Setiap satuan percobaan diterapkan pada petak percobaan menggunakan Rancangan
Kelompok Teracak Sempurna. Data yang diperoleh diolah dengan uji Bartlett untuk menguji
keragaman antarperlakuan dan uji Tukey untuk melihat sifat kemenambahan data. Jika data
terbukti homogen selanjutnya dianalisis ragam. Pemisahan nilai tengah dilakukan dengan uji
Beda Nyata Jujur pada taraf 0,05 dan 0,01.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian biofosfat dapat meningkatkan pertumbuhan
dan hasil 4 varietas padi yang diuji. Dosis biofosfat 20 g/l menghasilkan pertumbuhan dan
hasil empat varietas padi yang terbaik. Varietas Sintanur menghasilkan bobot kering
berangkasan terbaik pada pemberian biofosfat dosis 10 g/l. Varietas Cilosari memberikan
bobot kering berangkasan terbaik pada pemberian biofosfat dengan dosis 0 g/l dan 20 g/l.
The INFLUENCE of CUTTING FLOWERS on the GROWTH and YIELD of MAIZE (Zea
mays l.) HYBRID VARIETIES of PIONEER
By Apriawan Ibalti Yuhadi, N-Nurmauli, and Hamim
ABSTRACT
Herawati Low national corn production among other things caused by widespread yet
superior varieties, low capitalization, the use of fertilizers that farmers have not been
appropriate dosage recommendations and over the function of the land.
Environmental factors greatly affect the increase in yields of corn, one of manipulating the
environment by cutting flowers this research aims to know the feedback of cutting flowers
towards the growth and yield of maize Varieties comparison system on 20 Pioneer cutting
flowers.
By using the design group of the perfect mixed reviews with three replicates, the treatment is
without cutting flowers (E0), cutting flowers 2:1 (E1) that is two lines of the plant cut flowers
the veterinary and one line is not; cutting flowers 3:1 (E2) that is three lines of the plant cut
flowers the veterinary and one line is not; cutting flowers 4:1 (E3), namely the four lines of
the plant cut flowers the veterinary and one line is not; cutting flowers 2:2 (E4) that is two
lines of the plant cut flowers veterinary two lines not; cutting flowers 3:2 (E5), namely the
three lines of the plant cut flowers the veterinary and two lines not; cutting flowers 4:2 (E6),
namely the four lines of the plant cut flowers the veterinary and two lines do not. Thus the
experiment unit in the form of 21 combination perlakua. Kehomogenan antarperlakuan range
tested Bartlett. When meet the assumptions of kehomogenan, and dianalisi. The middle value
of different treatment real tested BNT 5%.
The results showed that the male interest cuts not increases the growth and yield of corn
variety Pioneer
PENGARUH PEMOTONGAN BUNGA JANTAN PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL
JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA VARIETAS PIONEER
Oleh Apriawan Ibalti Yuhadi , Niar Nurmauli, dan Herawati Hamim
ABSTRAK
Rendahnya produksi jagung nasional antara lain disebabkan oleh belum meluasnya varietas
unggul, rendahnya permodalan petani, pemakaian pupuk yang belum sesuai dosis anjuran dan
alih fungsi lahan. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi peningkatan hasil panen jagung,
salah satu memanipulasi lingkungan yaitu dengan pemotongan bunga jantan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan pemotongan bunga jantan terhadap
pertumbuhan dan hasil jagung Varietas Pioneer 20 pada sistem perbandingan pemotongan
bunga jantan.
Dengan menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna dengan tiga ulangan, perlakuan
adalah tanpa pemotongan bunga jantan (E0), pemotongan bunga jantan 2:1 (E1) yaitu dua
baris tanaman yang dipotong bunga jantannya dan satu baris tidak; pemotongan bunga jantan
3:1 (E2) yaitu tiga baris tanaman yang dipotong bunga jantannya dan satu baris tidak;
pemotongan bunga jantan 4:1 (E3) yaitu empat baris tanaman yang dipotong bunga jantannya
dan satu baris tidak; pemotongan bunga jantan 2:2 (E4) yaitu dua baris tanaman yang
dipotong bunga jantannya dua baris tidak; pemotongan bunga jantan 3:2 (E5) yaitu tiga baris
tanaman yang dipotong bunga jantannya dan dua baris tidak; pemotongan bunga jantan 4:2
(E6) yaitu empat baris tanaman yang dipotong bunga jantannya dan dua baris tidak. Dengan
demikian satuan percobaan berupa 21 kombinasi perlakua. Kehomogenan ragam
antarperlakuan diuji Bartlett. Bila memenuhi asumsi kehomogenan, dan dianalisi ragam.
Nilai tengah perlakuan yang berbeda nyata diuji BNT 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemotongan bunga jantan tidak meningkatkan
pertumbuhan dan hasil jagung varietas Pioneer 20.
INFLUENCE of HOST PLANTS and PLANTING MEDIUMS in the PRODUCTION of
by a ABUSKULAR MYCORRHIZA BOLETUS
Vida Rosalinda, Maria Rini, and Sugianto Viva
To produce ABSTRACT Boletus mycorrhiza arbuskular (CMA) required the host plants and
the most suitable planting media. Therefore, to produce inokulum that much, some host
Crops such as corn, sorghum, Centrosema pubescens (CP), and Colopongium mucunoides
(CM), need to be tested on zeolite P-1 and P-3 in order to found a combination that is most
suitable for the production of inokulum Boletus mycorrhiza.
This research aims to (1) get the most suitable host plants to produce the CMA, and (3)
whether the influence of Plants on production of CMA is determined by the medium used.
The research was carried out in the greenhouse and Laboratory production of Plantation
Lampungsejak University December 2005 to April 2006. The treatment arranged in factorial
(4 × 2) daolam design group of mixed reviews with three replicates. The first factor is the
host Plant (corn, sorghum, and CP, CM), the second factor was the growing media (P-3
zeolites and zeolite P-1). Its homogeneity range tested with test Bartlet and kemenambahan
model tested with Tukey test. If both of these tests are not real, the data is processed with an
analysis of the multiform and continued with Real Honest Difference test (BNJ) 5%.
The results showed that the host plants of the Graminae (maize and sorghum) is more
appropriate for the production of the CMA since it has a high root infection percent the
number of spores that are more than the Plants of the Leguminosae (CP and CM). Production
of the CMA on the media plants zeolite P-3 dam planting media zeolite P-1 is no different so
both media can be used for perbanaykan CMA. Influence of host Plants on production of
CMA is not determined by the medium used as each host Plant showed a similar response to
the media's second plant used.
PENGARUH TANAMAN INANG DAN MEDIA TANAM PADA PRODUKSI
CENDAWAN MIKORIZA ABUSKULAR
Oleh
Vida Rosalinda, Maria Viva Rini, dan Sugianto
ABSTRAK
Untuk memproduksi cendawan mikoriza arbuskular (CMA) diperlukan tanaman inang dan
media tanam yang paling sesuai. Oleh karena itu, untuk menghasilkan inokulum yang
banyak, beberapa Tanaman inang seperti jagung, sorgum, Centrosema pubescens (CP), dan
Colopongium mucunoides (CM), perlu diujikan pada media zeolit P-1 dan P-3 agar
ditemukan kombinasi yang paling sesuai untuk produksi inokulum cendawan mikoriza.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan tanaman inang yang paling sesuai untuk
memproduksi CMA, dan (3) mengetahui apakah pengaruh Tanaman pada produksi CMA
ditentukan oleh media yang digunakan. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan
Laboratorium Produksi Perkebunan Universitas Lampungsejak bulan Desember 2005 hingga
April 2006. Perlakuan disusun secara faktorial (4×2) daolam rancangan kelompok teracak
sempurna dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah Tanaman inang (jagung, sorghum, CP,
dan CM), factor kedua adalah media tanam (zeolit P-3 dan zeolit P-1). Homogenitas ragam
diuji dengan uji Bartlet dan kemenambahan model diuji dengan uji Tukey. Bila kedua uji
tersebut tidak nyata, data diolah dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda
Nyata Jujur (BNJ) 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahawa tanaman inang dari golongan Graminae (jagung dan
sorghum) lebih sesuai untuk produksi CMA karena memiliki persen infeksi akar yang tinggi
jumlah spora yang lebih banyak daripada Tanaman dari golongan Leguminosae (CP dan
CM). Produksi CMA pada media tanaman zeolit P-3 dam media tanam zeolit P-1 tidak
berbeda sehingga kedua media dapat digunakan untuk perbanaykan CMA. Pengaruh
Tanaman inang pada produksi CMA tidak ditentukan oleh media yang digunakan karena
setiap Tanaman inang memperlihatkan respons yang sama untuk kedua media Tanaman yang
digunakan.
INFLUENCE of DOSAGE and FREQUENCY ALLOTMENT of NPK AGAINST EARLY
VEGETATIVE GROWTH of PLANTS
ORANGE KEPROK SIEM (Citrus reticulata var. microcarpa)
By Maryanto, Hanolo, Widho and Rigayah

ABSTRACT
To produce citrus fruits with good quality needed citrus plant that has a good early vegetative
growth. Early vegetative growth on the plant is an important phase in supporting the growth
of citrus plant next to the productive phase. To produce plants with orange of early vegetative
growth is good, needs to be done appropriately fertilizing, in order to guarantee the
availability of nutrient elements required in the metabolic processes of plants. Citrus plant
needs nutrient elements in sufficient amounts, especially macro nutrient elements such as
nitrogen, phosphorus, and potassium which can be done with the awarding of compound
fertilizer NPK with dose and frequency of the granting of the right.
This research aims to: (1) find out the influence of dosing NPK increasing towards the
growth of the initial citrus plant. (2) know the influence of the frequency allotment of NPK
plant early growth against the Orange. (3) find out the influence of the dosage of NPK plant
early growth against the Orange there are different granting frequencies. This research was
carried out in the village Way Dadi Sukarame Bandar Lampung at the beginning of April to
the end of July 2004. Factorial treatment design (5 × 2) and each treatment was applied in the
design of random groups (RACK). The first dose of NPK factor consisting of 5 levels i.e. 0
(DO), 10 (D1), 20 (D2), 30 (D3), and 40 (D4) g/plant. The second factor is the frequency of
granting a one-time grant of NPK IE at the time of planting (F1) and twice the grant (F2) ½
doses when planting and ½ dose of one month after the giving of the first. Each combination
treatment in re 3 times.
The results showed that (1) the awarding of NPK with doses of 20.63 g/plant is able to speed
up the appearance of shoots of plants Mandarin siem. (2) granting a one-time planting while
the NPK (Fl) further increase plant height than the granting of NPK twice (F2). (3) the
influence of the dosage of NPK does not depend on the frequency allotment of NPK on all
variable observation
PENGARUH DOSIS DAN FREKUENSI PEMBERIAN NPK TERHADAP
PERTUMBUHAN VEGETATIF AWAL TANAMAN JERUK
KEPROK SIEM (Citrus reticulata var. microcarpa)
Oleh Maryanto1, Widho Hanolo2, dan Rigayah2
ABSTRAK
Untuk menghasilkan buah jeruk dengan kualitas baik diperlukan tanaman jeruk yang
memiliki pertumbuhan vegetatif awal yang baik. Pertumbuhan vegetatif awal pada tanaman
merupakan fase penting yang mendukung pertumbuhan tanaman jeruk selanjutnya sampai
fase produktif. Untuk menghasilkan tanaman jeruk dengan pertumbuhan vegetatif awal yang
baik, perlu dilakukan pemupukan secara tepat, guna menjamin ketersediaan unsur hara yang
diperlukan dalam proses metabolisme tanaman jeruk. Tanaman jeruk membutuhkan unsur
hara dalam jumlah yang cukup, khususnya unsur hara makro seperti nitrogen, fosfor, dan
kalium yang dapat dilakukan dengan pemberian pupuk majemuk NPK dengan dosis dan
frekuensi pemberian yang tepat.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh pemberian dosis NPK yang semakin
meningkat terhadap pertumbuhan awal tanaman jeruk. (2) mengetahui pengaruh frekuensi
pemberian NPK terhadap pertumbuhan awal tanaman jeruk. (3) mengetahui pengaruh dosis
NPK terhadap pertumbuhan awal tanaman jeruk ada frekuensi pemberian yang berbeda.
Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan Way Dadi Sukarame Bandar Lampung pada awal
bulan April sampai akhir bulan Juli 2004. Rancangan perlakuan faktorial (5×2) dan setiap
perlakuan diterapkan dalam rancangan acak kelompok (RAK). Faktor pertama dosis NPK
yang terdiri dari 5 taraf yaitu 0 (DO), 10 (D1), 20 (D2), 30 (D3), dan 40 (D4) g/tanaman.
Faktor kedua adalah frekuensi pemberian NPK yaitu satu kali pemberian pada saat tanam
(F1) dan dua kali pemberian (F2) ½ dosis saat tanam dan ½ dosis satu bulan setelah
pemberian pertama. Masing-masing kombinasi perlakuan di ulang 3 kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pemberian NPK dengan dosis 20.63 g/tanaman
mampu mempercepat waktu pemunculan tunas tanaman jeruk keprok siem. (2) pemberian
NPK satu kali saat tanam (Fl) lebih meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan pemberian
NPK dua kali (F2). (3) pengaruh dosis NPK tidak tergantung pada frekuensi pemberian NPK
pada semua variabel pengamatan.