Sei sulla pagina 1di 10

Penggunaan Automatic Weather Station (AWS) untuk Informasi

Lama Penyinaran (Sunshine Duration) di Perkebunan Kelapa Sawit

Iput Pradiko, Nuzul Hijri Darlan, dan Hasril Hasan Siregar

Pusat Penelitian Kelapa Sawit


Jl. Brigjen Katamso No. 51 Kampung Baru Medan 20158
E-mail: iputpradiko@gmail.com

ABSTRACT

AWS (Automatic Weather Station) was widely used on climate and weather
observations in oil palm plantations. AWS has several advantages over conventional climate
and weather observation stations; recording data automatically and continuously. However,
some types of AWS could not record sunshine duration data (hours/day). Actually, sunshine
duration (hours/day) can be determined from the intensity of solar radiation (W/m 2) using
some equations. This study was conducted to determine sunshine radiation based on
intensity of solar radiation data that collected from AWS. The study was conducted at
Special Agricultural Meteorological Station (SMPK) of Aek Pancur Sub-Station, Indonesian
Oil Palm Research Institute (IOPRI), that located at 3 028'N and 98047'E in altitude 50 meters
above sea level. AWS which was used in this study is Davis Vantage Pro-II Plus. Solar
radiation data was collected from January to April 2015. To determine sunshine duration,
solar radiation data was processed using a FAO and Observation Method. Estimation of
sunshine duration using FAO Method has Root Mean Square Error (RMSE), Mean Bias
Error (MBE), Mean Absolute Bias Error (MABE), and Pearson correlation test (r) respectively
1.77; -0.90; 1.37 and 0.90. Meanwhile, RMSE, MBE, MABE and r of sunshine duration
estimation using Observation Method are respectively 3.52; 2.62; 2.80 and 0.80. Results of
FAO Method validation show that sunshine duration at Aek Pancur Sub-Station can be
𝑅𝑠
(𝑅𝑎)−0,25
determined by the equation 𝑛 = 1,2439 × ( 𝑁) + 0,1792; where n : sunshine
0,5
duration, Rs: solar radiation measured by AWS, Ra: extraterrestrial radiation, and N:
maximum sunshine duration per month.

Keywords: AWS, oil palm, solar radiation, sunshine duration

ABSTRAK

Automatic Weather Station (AWS) sudah mulai banyak digunakan dalam pengamatan
iklim dan cuaca di perkebunan kelapa sawit. AWS memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan stasiun pengamatan iklim dan cuaca yang konvensional, salah satunya adalah
kemampuan perekaman data secara otomatis dan kontinu. Namun demikian, salah satu
kekurangan pada beberapa jenis AWS yaitu tidak tersedianya informasi lama penyinaran
(jam/hari). Sebenarnya lama penyinaran (jam/hari) dapat ditentukan dari data irradiasi surya
(W/m2) menggunakan beberapa persamaan. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan
lama penyinaran berdasarkan data irradiasi yang direkam AWS. Penelitian dilakukan di
Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus (SMPK) Kebun Aek Pancur PPKS (Pusat Penelitian
Kelapa Sawit) yang terletak di 3028' LU dan 98047' BT dengan ketinggian 50 mdpl. AWS
yang digunakan adalah jenis AWS Davis Vantage Pro-II Plus. Data irradiasi yang digunakan
adalah data dari Januari sampai April 2015. Data tersebut diolah menggunakan metode

1
yang dikembangkan oleh FAO dan Metode Observasi guna menentukan nilai lama
penyinaran. Hasil estimasi menggunakan metode FAO memiliki nilai Root Mean Square
Error (RMSE), Mean Bias Error (MBE), Mean Absolute Bias Error (MABE), dan uji korelasi
Pearson (r) berturut-turut sebesar 1,77; -0,90; 1,37 dan 0,90. Sementara itu, nilai RMSE,
MBE, MABE dan r hasil estimasi nilai lama penyinaran menggunakan Metode Observasi
berturut-turut adalah 3,52; 2,62; 2,80 dan 0,80. Hasil validasi terhadap metode FAO
menunjukkan bahwa lama penyinaran di Kebun Aek Pancur dapat ditentukan berdasarkan
𝑅𝑠
(𝑅𝑎)−0,25
persamaan 𝑛 = 1,2439 × ( 𝑁) + 0,1792; n : lama penyinaran, Rs : radiasi terukur
0,5
oleh AWS dalam sehari, Ra : radiasi ekstraterestial, dan N : lama penyinaran maksimum per
bulan.

Kata kunci : AWS, kelapa sawit, lama penyinaran, irradiasi

I. PENDAHULUAN
Cuaca dan iklim terdiri atas beberapa unsur, yaitu radiasi matahari, suhu udara, curah
hujan, kelembaban udara evapotranspirasi, kecepatan dan arah angin, tekanan udara, dan
keawanan. Diantara unsur-unsur tersebut, radiasi matahari yang tersusun atas dua variabel;
irradiasi (irradiasi) dan lama penyinaran, merupakan unsur cuaca dan iklim yang penting
dalam perkebunan kelapa sawit setelah curah hujan (Uexkull and Fairhust, 1991). Tanaman
kelapa sawit merupakan tanaman heliofit yaitu tanaman yang menyukai cahaya dan kurang
optimal jika terkena naungan. Lama penyinaran yang diperlukan oleh tanaman kelapa sawit
adalah 5 – 7 jam/hari atau 1.800 – 2.200 jam/tahun (Verheye, 2010). Sementara itu, irradiasi
optimal yang diperlukan dalam satu hari adalah lebih besar atau sama dengan 16
MJ/m2/hari (Hartley,1988).

Radiasi matahari merupakan sember energi utama alam (Bakirci, 2009) dan faktor
utama dalam proses fotosintesis. Pada tanaman kelapa sawit dewasa, proses penjarangan
(thinning) dapat meningkatkan laju fotosintesis dan mengurangi laju respirasi (Corley, 1976).
Lebih lanjut lagi, menurut Hartley (1988), naungan pada tanaman kelapa sawit dapat
menyebabkan penurunan kecepatan pertumbuhan dan produksi bunga betina, serta
produksi tandan buah. Pamin et al. (1997) juga menyatakan bahwa gangguan penerimaan
radiasi matahari akibat gangguan asap akibat kebakaran hutan di Riau pada Tahun 1997
dapat menyebabkan penurunan produktivitas hingga 5,5% dan penurunan rendemen
minyak kelapa sawit hingga 2%. .

Berdasarkan uraian tersebut, lama penyinaran dan irradiasi sangat bermanfaat bagi
perkebunan kelapa sawit. Informasi dan data mengenai lama penyinaran dan irradiasi dapat
digunakan sebagai dasar untuk antisipasi dampak negatif akibat penerimaan radiasi surya
yang kurang optimal maupun dasar untuk mengoptimalkan produktivitas tanaman kelapa
sawit. Cara untuk memperoleh informasi lama penyinaran dan irradiasi dapat dilakukan
melalui perhitungan dengan alat manual maupun otomatis.

Perhitungan irradiasi dan lama penyinaran secara manual dapat dilakukan


menggunakan solarimeter dan Campbell Stokes. Sementara itu, perhitungan secara
otomatis dapat dilakukan menggunakan sensor radiasi matahari yang terintegrasi dalam
AWS (Automatic Weather Station). AWS (Automatic Weather Station) sudah mulai banyak
digunakan dalam pengamatan iklim dan cuaca di perkebunan kelapa sawit. AWS memiliki

2
beberapa keunggulan dibandingkan stasiun pengamatan iklim dan cuaca yang
konvensional, salah satunya adalah kemampuan perekaman data secara otomatis dan
kontinu. Namun demikian, salah satu kekurangan pada beberapa jenis AWS yang
digunakan adalah tidak tersedianya informasi lama penyinaran (jam/hari). Sebenarnya lama
penyinaran dapat dihitung menggunakan beberapa persamaan, antara lain berdasarkan
irradiasi (Turton, 1987; Cañada, 1988; Jibril, 1991; Kuye and Jagtap, 1992; Baar et al., 1996;
Halouani et al., 1996; Vivar et al., 2014), kombinasi irradiasi, kelembaban udara, dan suhu
(Gopinathan and Soler, 1992; Fagbenl, 1994), maupun kombinasi antara irradiasi, jumlah
hari hujan dan letak astronomis (Lewiw, 1992).

Selain metode-metode tersebut, lama penyinaran dapat dihitung dari nilai irradiasi
global, irradiasi ekstraterestial, serta letak astronomis wilayah kajian berdasarkan metode
yang dikembangkan oleh Food and Agricultural Organization (FAO) (Donreboos and Pruitt,
1992). Metode lain yang dapat digunakan adalah Metode Observasi yang didasarkan
banyaknya irradiasi saat kertas pias pada Campbell Stokes terbakar. Penelitian ini dilakukan
untuk menentukan metode/model terbaik guna menghitung lama penyinaran berdasarkan
data irradiasi yang telah direkam oleh AWS. Metode yang diuji adalah metode yang
dikembangkan FAO dan metode observasi langsung di lapangan.

II. BAHAN DAN METODE


2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di SMPK (Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus) Kebun Aek
Pancur PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) yang terletak 3028' LU dan 98047' BT dengan
ketinggian 50 mdpl. Data yang digunakan adalah data irradiasi yang terekam oleh AWS
dalam kurun waktu Januari-Maret 2015.
2.2 Alat dan Bahan
AWS yang digunakan adalah jenis AWS Davis Vantage Pro-II Plus (Gambar 1.a).
AWS ini terdiri atas sensor unsur cuaca, data logger (untuk merekam data), serta solar
panel (untuk sumber tenaga). Jenis sensor yang terdapat dalam AWS ini adalah sensor
penakar hujan, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, serta radiasi matahari.
Data dari sensor tersebut ditransmisikan ke data logger menggunakan wireless (jaringan
tanpa kabel) dengan jarak maksimum 300 m (Anonim, 2015). Sementara itu, digunakan juga
Campbell Stokes (Gambar 1.b) yang terdapat dalam SMPK (Stasiun Meteorologi Pertanian
Khusus) Kebun Aek Pancur Pusat PPKS. Campbell Stokes merupakan alat untuk mengukur
lama penyinaran (sunshine duration). Alat tersebut sudah dikalibrasi oleh BMKG (Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika).
Data yang digunakan adalah data irradiasi yang terekam oleh AWS dan terukur oleh
Campbell Stokes dalam kurun waktu Januari-April 2015. Data irradiasi dari AWS terekam
setiap 15 menit dengan satuan W/m 2. Sementara itu, data lama penyinaran Campbell
Stokes terukur setiap hari, dengan satuan jam/hari. Jumlah data yang terkumpul adalah 92
hari; 46 hari pertama untuk Uji Root Mean Square Error (RMSE), Mean Bias Error (MBE),
Mean Absolute Bias Error (MABE), dan Korelasi Pearson (r), sedangkan 46 hari selanjutnya
digunakan untuk uji coba model yang diperoleh.

3
a b
Gambar 1. (a) AWS (Automatic Weather Station) (b) Campbell Stokes (sumber : dokumen
pribadi)

2.3 Analisis Data


Secara sederhana, analisis data dilakukan sesuai dengan skema pada Gambar 2.
Data irradiasi dikonversi menjadi menjadi nilai lama penyinaran menggunakan dua metode,
yaitu : Metode Observasi dan Metode FAO. Metode Observasi merupakan metode konversi
yang didasarkan pada irradiasi saat kertas pias pada Campbell Stokes terbakar. Sementara
itu, Metode FAO merupakan metode konversi empiris yang telah banyak digunakan
(Doorenbos and Pruitt, 1992).
Hasil estimasi nilai lama penyinaran dari kedua metode tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan data lama penyinaran hasil perhitungan Campbell Stokes
menggunakan Uji RMSE, MBE, MABE, dan Korelasi Pearson (r). Metode yang memiliki nilai
RMSE yang lebih rendah dan r yang lebih tinggi merupakan metode yang akan diuji lebih
lanjut.

Data lama penyinaran (jam/hari)

Hasil estimasi lama Uji RMSE dan Korelasi


Data intensitas radiasi (MJ/m2/hari) Metode observasi
penyinaran Pearson

Hasil estimasi lama Uji RMSE dan Korelasi


Metode FAO
penyinaran Pearson

Metode dengan hasil uji


Uji Metode/Model RMSE dan Korelasi
Pearson terbaik

Gambar 2. Skema sederhana analisis data guna memperoleh model konversi irradiasi
menjadi lama penyinaran
2.3.1 Konversi Irradiasi Harian
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengkonversi data irradiasi per 15 menit
(W/m ) menjadi radiasi matahari harian (MJ/m2/hari) dengan persamaan :
2

4
𝑡
𝑀𝐽 𝑄𝑠 ×60 ×3600
𝑅𝑠 ( ) = (1)
𝑚2 /ℎ𝑎𝑟𝑖 1000000

Keterangan : Rs = radiasi matahari dalam sehari (MJ/m2/hari); Qs = akumulasi irradiasi per 15 menit dalam
sehari (W/m2); t = interval perekaman data AWS (menit).

2.3.2 Penghitungan Lama Penyinaran Menggunakan Metode Observasi


Prinsip penghitungan pada metode ini adalah penghitungan banyaknya nilai irradiasi
yang memiliki nilai lebih besar dari nilai irradiasi saat kertas pias pada Campbell Stokes
terbakar. Berdasarkan hasil pengamatan pada periode Januari-Maret 2015, nilai treshold
terbakarnya kertas pias di Kebun Aek Pancur adalah 180 W/m 2. Nilai tersebut berbeda
dengan treshold yang ditentukan oleh World Meteorological Organization (WMO) yaitu
sebesar 120 W/m 2. Persamaan untuk menghitung lama penyinaran berdasarkan Metode
Observasi adalah sebagai berikut :
𝑗𝑎𝑚 𝑡
𝑛𝑖 ( ) = 𝑛𝑄 × (2)
ℎ𝑎𝑟𝑖 60

Keterangan : ni = lama penyinaran hari ke-i; nQ = jumlah irradiasi hasil rekaman AWS (≥180 W/m2); t = interval
perekaman data AWS (menit).

2.3.3 Penghitungan Lama Penyinaran Menggunakan Metode FAO


Persamaan untuk menghitung lama penyinaran dari data irradiasi berdasarkan FAO
adalah sebagai berikut :
𝑅𝑠
(𝑅𝑎)−0,25
𝑛= 𝑁 (3)
0,5

Keterangan : Rs = irradiasi matahari dalam sehari (MJ/m2/hari); n = lama penyinaran; N = lama penyinaran
maksimum; Ra = irradiasi ekstraterestrial (MJ/m2/hari).

2.3.4 Uji RMSE, MBE, MABE, dan Korelasi Pearson


Pengujian RMSE merupakan metode untuk menghitung perbedaan antara nilai hasil
perhitungan di lama penyinaran menggunakan Campbell Stokes dan hasil penghitungan
lama penyinaran menggunakan Metode FAO dan observasi. Rumus untuk menghitung
RMSE, MBE, dan MABE berturut-turut ditunjukkan pada Persamaan 4.a, 4.b, dan 4.c. Nilai
RMSE yang semakin mendekati 0 menunjukkan bahwa suatu nilai dugaan/hasil
penghitungan semakin mendekati nilai aslinya di lapangan. Nilai MBE negatif menunjukkan
bahwa hasil model berada di atas hasil sebenarnya, sedangkan MBE positif menunjukkan
bahwa hasil model berada di bawah hasil sebenarnya (Ma and Iqbal, 1983). Sementara itu
MABE merepresentasikan tingkat ketepatan model, semakin kecil nilainya semakin baik
suatu model (Akinoglu, 1991).

2
∑𝑛
𝑖=1(𝑦𝑖 − 𝑥𝑖)
RMSE = √ (4.a)
𝑛

1
MBE = ∑𝑛𝑖=1( 𝑦𝑖 − 𝑥𝑖) (4.b)
n

1
MABE = ∑𝑛𝑖=1(⎸𝑦𝑖 − 𝑥𝑖 ⎸) (4.c)
n

Keterangan : yi = nilai lama penyinaran Campbell Stokes hari ke-i; xi = nilai dugaan lama penyinaran
berdasarkan Metode FAO maupun observasi hari ke-i; n = jumlah data.

5
Sementara itu, uji Korelasi Pearson (r) dilakukan berdasarkan Persamaan 5. Nilai
korelasi yang semakin mendekati 1 atau -1 menunjukkan bahwa tingkat korelasi antara hasil
penghitungan lama penyinaran berdasarkan Metode FAO atau Observasi semakin erat
dengan nilai lama penyinaran hasil perhitungan dengan Campbell Stokes. Nilai r = 1
menunjukkan korelasi positif, sedangkan nilai r = (-1) menunjukkan korelasi
negatif/berlawanan.


n
( xi  x)  ( yi  y )
i 1
r (5)
 
n n
( xi  x) 2  ( yi  y ) 2
i 1 i 1

Keterangan : yi = nilai lama penyinaran Campbell Stokes hari ke-i; xi = nilai dugaan lama penyinaran
berdasarkan Metode FAO maupun observasi hari ke-i; n = jumlah data.

2.3.5 Validasi dan Uji Coba Model


Validasi dan uji coba model dilakukan menggunakan persamaan regresi linear dengan
sumbu x adalah lama penyinaran yang diperoleh dari metode yang memiliki nilai RMSE
yang mendekati 0 dan r yang mendekati +1 atau -1; dan sumbu y adalah lama penyinaran
hasil perhitungan menggunakan Campbell Stokes. Selanjutnya model tersebut diujicobakan
terhadap data lama penyinaran selama 46 hari.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Lama Penyinaran dan Irradiasi Matahari


Lama penyinaran dan irradiasi matahari harian di lokasi penelitian ditampilkan pada
Gambar 3. Secara umum dapat diketahui bahwa semakin tinggi irradiasi surya maka akan
semakin tinggi juga nilai lama penyinaran. Nilai irradiasi matahari tertinggi adalah 22,7
MJ/m2/hari; terendah adalah 6,4 MJ/m 2/hari; dan rata-rata sebesar 16,2 MJ/m 2/hari. Kondisi
tersebut sesuai dengan lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Septiadi et al. (2009) yang
menyatakan bahwa irradiasi matahari rata-rata di Indonesia sebesar 12,4 MJ/m 2/hari.
Sementara itu, lama penyinaran tertinggi sebesar 10,4 jam/hari; terendah 0 jam/hari dan
rata-rata sebesar 5,7 jam/hari.

Gambar 3. Lama penyinaran dan irradiasi matahari harian di Kebun Aek Pancur 1 Januari -
2 April 2015

6
3.2 Hasil Uji RMSE, MBE, MABE, dan Korelasi Pearson
Hasil Uji RMSE, MBE, MABE dan Korelasi Pearson (r) ditampilkan pada Tabel 1. Hasil
Hasil uji menunjukkan bahwa penghitungan lama penyinaran menggunakan Metode FAO
lebih baik dibandingkan penghitungan menggunakan Metode Observasi. Hal ini ditunjukkan
dari nilai RMSE, MBE dan MABE yang lebih rendah dan r yang lebih tinggi dibandingkan
hasil penghitungan dengan Metode Observasi.
Hasil plotting nilai lama penyinaran menggunakan Metode FAO dan Observasi serta
hasil pengukuran menggunakan Campbel Stokes ditampilkan pada Gambar 4. Nilai lama
penyinaran yang diperoleh dari hasil konversi irradiasi matahari menggunakan Metode FAO
memiliki pola fluktuasi nilai yang menyerupai nilai lama penyinaran hasil perhitungan dengan
Campbell Stokes. Sementara itu, nilai lama penyinaran yang dihasilkan oleh Metode
Observasi memiliki pola yang hampir sama, tetapi nilainya cenderung di atas nilai lama
penyinaran yang diukur dengan Campbell Stokes. Hal ini sesuai dengan MBE Metode
Observasi yang bernilai negatif dan MBE Metode FAO yang bernilai positif.

Tabel 1. Hasil Uji RMSE dan Korelasi Pearson terhadap Metode FAO dan Observasi
Metode RMSE MBE MABE r
FAO 1,77 0,90 1,37 0,90
Observasi 3,52 -2,62 2,80 0,80

12 FAO Campbell Stokes Observasi


Lama penyinaran (jam)

10

0
01/01/2015 11/01/2015 21/01/2015 31/01/2015 10/02/2015

Gambar 4. Perhitungan dan penghitungan lama penyinaran menggunakan Campbell


Stokes, Metode FAO dan Observasi

3.3 Validasi dan Uji Coba Model


Validasi dan uji coba model dilakukan terhadap Metode/Model FAO, sebagai metode
yang memiliki nilai bias lebih rendah dan nilai korelasi yang lebih tinggi. Validasi model
dilakukan dengan mengkoreksi nilai lama penyinaran hasil perhitungan Metode FAO
menggunakan persamaan regresi linear sederhana antara perhitungan lama penyinaran
berdasarkan Model/Metode FAO dan hasil perhitungan dengan Campbell Stokes (Gambar
4.a).
Persamaan regresi untuk validasi model adalah y = 1,2439x + 0,1792 dengan nilai R 2
sebesar 79,67%. Nilai y adalah lama penyinaran (jam/hari) yang diukur menggunakan
Campbell Stokes, sedangkan x adalah lama penyinaran yang dihitung dari AWS
menggunakan Metode FAO. Nilai R2 menunjukkan keterwakilan nilai lama penyinaran hasil
perhitungan menggunakan Campbell Stokes oleh nilai lama penyinaran hasil perhitungan
dengan Model FAO. Jika dianalogikan, seandainya terdapat 10 kali perhitungan lama
penyinaran menggunakan Model FAO, maka sebanyak 7-8 hasil perhitungan akan
merepresentasikan nilai lama penyinaran yang tercatat oleh Campbell Stokes.

7
Lebih jauh lagi, jika digabungkan dengan Persamaan 3, maka persamaan/model untuk
mengukur lama penyinaran dari nilai irradiasi di Kebun Aek Pancur adalah sebagai berikut :

𝑅𝑠
(𝑅𝑎)−0,25
𝑛 = 1,2439 × ( 𝑁) + 0,1792 (6)
0,5

Keterangan : n = lama penyinaran (jam/hari); Rs = radiasi matahari dalam sehari (MJ/m2/hari); N =


lama penyinaran maksimum; Ra = radiasi ekstraterestrial (MJ/m2/hari). Nilai Ra ditentukan dari nilai
empiris FAO yang tergantung pada letak lintang dan bujur suatu tempat.

Hasil uji coba model tersebut ditampilkan pada Gambar 4.b. Titik merah merupakan
prediksi lama penyinaran hasil perhitungan menggunakan Model FAO yang telah divalidasi
(Persamaan 6), sedangkan titik biru adalah lama penyinaran hasil pengukuran Campbell
Stokes. Model tersebut memiliki nilai R 2 sebesar 84% dengan standar deviasi sebesar
±1,14. Nilai RMSE, MBE, MABE dan r terhadap lama penyinaran hasil pengukuran
Campbell Stokes berturut-turut sebesar 1,19; 0,3; 0,9 dan 0,92. Nilai RMSE, MBE, MABE,
dan r model hasil validasi menunjukkan bahwa model menjadi lebih baik, karena nilainya
lebih kecil dibandingkan model sebelum validasi.

12 12,0
y = 1,2439x - 0,1792
10 R² = 0,7967 10,0
Lama penyinaran (jam)

Lama penyinaran (jam)


Campbell Stoke

Campbell Stoke

8 8,0

6 6,0
Y
4 4,0
Predicted Y

2 2,0

0 -
0 2 4 6 8 10 0,0 5,0 10,0 15,0
Lama penyinaran (jam) Lama penyinaran (jam)
Metode FAO Metode FAO

a b

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Metode FAO merupakan metode atau model terbaik untuk menghitung lama
penyinaran dari nilai irradiasi. Berdasarkan hasil validasi dan uji RMSE, MBE, MABE dan r
maka diperoleh model estimasi lama penyinaran dari nilai irradiasi yaitu 𝑛 = 1,2439 ×
𝑅𝑠
(𝑅𝑎)−0,25
( 𝑁) + 0,1792. Nilai n = lama penyinaran (jam/hari); Rs = irradiasi matahari dalam
0,5

sehari (MJ/m2/hari); N = lama penyinaran maksimum; Ra = irradiasi ekstraterestrial


(MJ/m2/hari).

8
4.2 Saran
Untuk memperoleh model yang lebih valid dapat dilakukan validasi dengan time series
data yang lebih panjang. Selain itu, penggunaan model ini di lokasi lain harus didahului
dengan validasi dan penentuan letak astronomis lokasi terkait (letak lintang dan bujur).

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kami sampaikan kepada Adi yang telah banyak membantu proses
pengumpulan data radiasi matahari di SMPK Aek Pancur.

DAFTAR PUSTAKA

Akinoglu BG. A review of sunshine-based models used to estimate monthly average global
solar radiation. Renewable Energy 1991 (1-3/4) : 479–497.
Anonim . 2015. Weatherlink DAVIS. [terhubung berkala] http://www.davisnet.com (20 April
2015).
Baar A.G., S.M. McGinn and Si Bing Chen. 1996. A Comparison of methods to Estimate
Daily Global Solar Irradiation from other Climatic Variables on the Canadian Prairies.
Solar Energy (56).
Bakirci Kadir. 2009. Correlations for estimation of daily global solar radiation with hours of
bright sunshine in Turkey. Energy (34) : 485-501.
Cañada J. 1988. Global Solar Radiation in Pais Valenciano Using Sunshine Hours.
International Journal of Ambient Energy (4).
Corley, R.H.V: Photosynthesis and Productivity. 1976. In: R.H.V. Corley, J.J. Hardon and B.
Wood (Eds.). Oil Palm Research, Elesevier Scientific Pub. Co. Amsterdam. p.55.
Doorenbos J. and Pruitt W. O. 1992. Guidelines for Predicting Crop Water Requirements.
FAO Irrigation and Drainage Paper. 144p.
Fagbenl Layi. 1994. Evaluation of Global and Diffuse Solar Irradiation in Ibadan from
Specific Humidity and relative Sunshine. International Journal of Ambient Energy
(15).
Gopinathan K.K. and A. Soler. 1992. A Sunshine Dependent Global Insolation Model for
Latitudes Between 60°N and 70°N. Renewable Energy (2).
Halouani N., C.T. Nguyen and D. Vo-Ngoc. 1993. Calculation of Monthly Average Global
Solar Radiation on Horizontal Surfaces using Daily Hours of Bright Sunshine. Solar
Energy (50).
Hartley C.W.S. 1988. The Oil Palm. New York : Longman Scientific & Tecnical copublished
in America with John Wiley & Sons.
Jibril Z. 1991. Estimation of Solar Radiation over Jordan – Predicted Tables. Renewable
Energy (1).
Kuye A and S.S. Jagtap. 1992. Analysis of Solar Radiation Data fort Port Harcourt, Nigeria.
Solar Energy (49).
Lewiw G. 1992. An Empirical Relation for Estimating Global Irradiation for Tennesse. Solar
Energy Conversion and Management (33).
Ma CCY and Iqbal M. 1983. Statistical comparison of models for estimating solar radiation
on inclined surfaces. Solar Energy (31) :313–317.
Pamin, K. Hutomo, T. E. Syamsudin dan Y.T. Adiwiganda. 1997. Upaya penanggulangan
dampak kekeringan dan kebakaran pada tanaman kelapa sawit. Makalah pada

9
Seminar Sehari Penanggulangan Kekeringan dan Kebakaran Tanaman. Kelapa
Sawit. PPKS dan GAPKI. Medan 19 November 1997.
Measurement of sunshine duration. Part I: Measurement of meteorological variables.World
Meteorological Organisation (WMO). Guide to Meteorological Instruments and
Methods of Observation, 8th ed. Secretariat of the World Meteorological
Organisation; 2008. Update 2010.
Septiadi Deni, Pieldrie Nanlohy, M. Souissa dan Francis Y. Rumlawang. 2009. Proyeksi
potensi energi surya sebagai energi terbarukan (Studi wilayah Ambon dan
terbarukan). Jurnal Meteorologi dan Geofisika 10 (1) : 22 – 28.
Turton S.M. The Relationship between Total Irradiation and Sunshine Duration in the Humid
Tropics. Solar Energy (38).
Uexkull H.R., T.H. Fairhust. 1991. Fertilizing for High Yield and Quality The Oil Palm. WI-
Bulletin No. 12, International Potash Institute-Bern/Switzerland.
Verheye W. 2010. Growth and Production of Oil Palm. In: Verheye, W. (ed.), Land Use,
Land Cover and Soil Sciences. Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS),
UNESCO-EOLSS Publishers, Oxford, UK. [terhubung berkala] http://www.eolss.net
(8 Oktober 2013).
Vivar M., M.Fuentes, M. Norton, G.Makrides, I. de Bustamante. 2014. Estimation of
sunshine duration from the global irradiance measured by a photovoltaic silicon solar
cell. Renewable and Sustainable Energy Reviews (36) : 26–33.

10

Potrebbero piacerti anche