Sei sulla pagina 1di 11

KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF POLITIK DI PESYARIKATAN

MUHAMMADIYAH KABUPATEN BONE 9


M Amin, Tenriawaru septiananinda Amran, Nuryanti Mustari

KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF


POLITIK DI PESYARIKATAN
MUHAMMADIYAH KABUPATEN BONE
1 2 2
M Amin , Tenriawaru septiananinda Amran , Nuryanti Mustari
1
Prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
2
Prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Muhammadiyah Makassar
E-mail : amin@unismuh.ac.id

Abstract
Gender equality is both male and female both as servants, and together can gain access,
control, participation, and benefit in development, seeing the reality that is happening now
that the political system has not run smoothly about women's involvement in parties politics, in
Muhammadiyah is very open about gender equality. This article discusses gender equality in a
political perspective that only becomes a discourse in the life of democracy, for example the
current period of women's representation in political parties from 2014 to 2019 is 17.6%,
meaning Law No. 8 of 2012 article 8 paragraph (2) concerning representation 30% women have
not yet reached their role. This article uses a type of qualitative descriptive research, and the
topics studied are gender equality in a political perspective in Persyarikatan Muhammadiyah
Bone District, the location of this research is at the Muhammadiyah Regional Leadership
Secretariat of Bone Regency. The data collection techniques carried out are interviews,
observation and documentation. The results of the study showed that Muhammadiyah was not
practicing politics, but that did not mean that this agreement was anti-political and did not
understand politics. Seeing gender equality in Muhammadiyah organizations is not really a
problem, but in the political sphere gender equality in a political perspective is still just a
discourse, because based on Law No. 8 of 2012 concerning political party regulations that
require political parties at least 30% for female candidates as election conditions, but its role is
still very far away.

Abstrak
Kesetaraan gender adalah laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba, dan sama-sama
dapat memperoleh akses, kontrol, partisipasi, dan manfaa dalam sebuah pembangunan,
melihat realita yang terjadi sekarang ini bahwa sistem politik belum berjalan dengan mulus
tentang keterlibatan perempuan dalam partai politik, di Muhammadiyah sangat terbuka
tentang kesetaraan gender. Artikel ini membahas tentang kesetaraan gender dalam perspektif
politik yang hanya sekedar menjadi wacana dalam kehidupan demokrasi, misalnya periode
sekarang keterwakilan perempuan dalam partai politik dari tahun 2014 sampai 2019 sebesar
17,6% artinya UU No 8 tahun 2012 pasal 8 ayat (2) tentang keterwakilan perempuan 30%
belum sampai pada perannya. Artikel ini menggunakan tipe penelitian fenomenologi yang
dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai masalah yang diteliti
berdasarkan pengalaman yang telah dialami informan teknik analisis data dalam penelitian ini
di lakukan secara deksriptif kualitatif dan interpretatif untuk mendapatkan suatu makna yang
sesuai dengan kajian budaya di harapkan, dan topik yang diteliti adalah Kesetaraan gender
10 JURNAL ANALISIS SOSIAL POLITIK
VOLUME 5, NO 1, JULI 2019

dalam perspektif politik di persyarikatan Muhammadiyah Kabupaten Bone, lokasi penelitian ini
bertempat di Sekretariat Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bone. Adapun teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara wawancara, observasi dan
dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Muhammadiyah tidak berpolitik praktis,
namun bukan berarti persyarikatan ini antipolitik dan tidak paham politik. Melihat kesetaraan
gender dalam organisasi Muhammadiyah sebenarnya tidak dipermasalahkan, namun di lingkup
politik kesetaraan gender dalam perspektif politik masih sekedar wacana, karena berdasarkan
Undang-undang No 8 Tahun 2012 tentang peraturan partai politik yang mengharuskan partai
politik minimal 30% untuk caleg perempuan sebagai syarat pemilu, namun itu masih sangat
jauh perannya.
Kata kunci :Muhammadiyah, Kesetaraan gender, Perspektif politik

PENDAHULUAN utama yang memegang pengaruh


Negara Indonesia merupakan terhadap bidang-bidang lainnya. Baik itu
negara yang sedang berkembang dan pendidikan, ekonomi, keamanaan, dan
menerapkan sistem demokrasi, dimana lain-lain. Konsep politik tersebut
hak untuk dipilih dan memilih tentu mengacu pada hubungan kekuasaan
menjadi sebuah keunggulan di dalamnya. yang lebih luas, tidak hanya pada tataran
Namun yang terjadi saat ini politik elit politik, tetapi pada masyarakat
menjadi suatu hal yang sulit untuk umum dengan berbagai kategori berbeda
didapatkan oleh masyarakat Indonesia yang terimplikasi di dalamnya misalnya,
khusnya bagi para perempuan. gender, kelas, golongan usia, etnisitas,
Demokrasi mencakup kondisi budaya, dan sebagainya.
ekonomi dan sosial dalam terjadinya Data tersebut memperlihatkan
praktik kebebasan politik. Baik secara bahwa kuota 30% perempuan di parlemen
bebas ataupun setara. Dalam kondisi belum dapat direalisasikan. Laporan
warna Negara diizinkan untuk perkembangan PBB pada tahun 1995 yang
berpatisiasi aktif secara langsung atau menganalisis gender dan pembangunan di
melalui perwakilan dalam melakukan 174 negara menyatakan bahwa:
perumusan, pengembangan, serta “Meskipun benar bahwa tidak ada
pembuatan hokum hubungan nyata yang terbentuk antar
Politik secara umum di tingkat partisipasi perempuan dalam
definisikan sebagai ilmu dan sebagai seni lemabagalembaga politik dan kontribusi
maupun praktik tentang pemerintah yang mereka terhadap kemajuan perempuan,
di dalamnya terdapat aspek kekuasaan tetapi 30% keanggotaan dalam lembaga-
yang terorganisir, institusi-institusi lembaga politik dianggap sebagai jumlah
kekuasaan, ataupun perlawanan- kritis yang dapat membantu perempuan
perlawanan.Ketika berbicara politik untuk memberi pengaruh yang berarti
orang kemudian merujuk pada partai dalam politik” (Suryani dalam Adeni
politik, lembaga eksekutif atau legislatif. dan Harahap 2018:2).
Padahal, seperti yang kita ketahui bahwa Berbicara persoalan gender
pada dasarnya manusia adalah homo memang tidak akan pernah ada habisnya,
politicus, yang berarti bahwa mereka teramat banyak kajian-kajian atau
memiliki kecenderungan berpolitik penelitian tentang gender namun dalam
dalam kehidupan sehari-hari. khalayak banyak perbincangan yang
Politik adalah unsur yang penting sudah semakin merebak, namun dalam
dalam pemerintahan suatu realitanya masih sering terjadi
Negara.Politik merupakan sebuah aspek kesalahpahaman tentang konsep gender.
KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF POLITIK DI PESYARIKATAN
MUHAMMADIYAH KABUPATEN BONE 11
M Amin, Tenriawaru septiananinda Amran, Nuryanti Mustari

Gender menjadi aspek dominan 17,86% dan menurun di periode 2014-


dalam definisi politik tersebut. Dalam 2019 menjadi 17,32% atau sebanyak 97
relasi kelas, golongan usia maupun orang (Databoks dalam Adeni dan
etnisitas, gender juga terlibat di Harahap, 2018:2).
dalamnya. mHubungan gender dengan Organisasi Muhammadiyah di
politik dapat ditemukan mulai dari Kabupaten Bone sangat terbuka terhadap
lingkungan keluarga antara suami dan peran politik perempuan. „Aisyiyah
istri sampai pada tataran kemasyarakatan berpandangan bahwa tidak ada larangan
yang lebih luas, misalnya dalam politik dalam islam dan budaya masyarakat
praktis. Tataran hubungan kekuasaan itu Indonesia bagi perempuan untuk
pun bervariasi, mulai dari tataran berperan di ruang publik, baik untuk
simbolik, dalam penggunaan bahasa dan menjadi anggota dewan maupun kepala
wacana sampai pada tataran yang lebih Negara.
real dalam masalah perburuhan, migrasi, Menurut pengamatan sementara
kekerasan, tanah, dan keterwakilan penulis menyatakan bahwa Kabupaten
perempuan dalam partai politik. Bone merupakan suatu daerah yang juga
Dimensi-dimensi yang dapat menjadi menyelenggarakan pemilihan umum
dasar analisis terhadap relasi gender dan pada tahun 2014 namun kuota yang
politik pun beragam, mulai dari dimensi terpernuhi hanya 27,78%, artinya belum
kultural, ideologis, sampai historis. memenuhi kuota 30% sesuai dengan
Hubungan genderdengan politik ini Undang-Undang yang telah di tetapkan,
penting untuk dicermati karena banyak maka dari itu peran perempuan dalam
permasalahan yang ada dalam dunia politik nampaknya masih sekadar
masyarakat bertolak dari ketimpangan diskursus. Dalam dunia politik,
hubungan keduanya. sebenarnya perempuan bisa menembus
Undang-Undang Republik apa saja dengan kualitas yang
Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 8 dimilikinya. Ia mampu menjadi
ayat (2) tentang Pemilihan Umum pemimpin dari tingkat kepala desa
Anggota DPR, DPD, dan DPRD sampai presiden dan wilayah publik
menegaskan bahwa keterwakilan yang signifikan lainnya. Namun harapan
perempuan sekurang-kurangnya 30 itu sangat jauh dari kenyataan di
persen (Kertati, 2014:21). lapangan. Penulis sangat menyayangkan
Perempuan sejak dahulu telah karena perempuan banyak yang ditolak
memperjuangkan suara mereka agar oleh komunitasnya sendiri ketika ingin
didengar dan dapat direalisasikan dalam berperan lebih. Banyak kalangan
kehidupan.Demikian pula di parlemen perempuan yang tidak siap dan
(DPR), perempuan berusaha untuk mendukung ketika sesama perempuan
memperoleh “kursi” agar dapat maju bersaing dalam sebuah ranah
duduk di parlemen dengan tujuan dapat politik.
menyampaikan aspirasi perempuan. Sehingga dapat di simpulkan
Keterwakilan perempuan dalam arena bahwa perempuan dan politik dalam
politik (parlemen, DPR) mengalami perspektife kesetaraan gender harus
pasang surut sejak tahun 1950. seimbang dan berimbang tanpa
Keterwakilan perempuan yang terendah melupakan hakekat dan kodratnya
ada pada DPR 1050-1995 (3,7%) Kesetaraan gender merupakan
(Agustina dalam Adeni dan Harahap, suatu konsep yang sangat rumit dan
2018:2) dan tertinggi pada DPR 2009- mengandung kontroversi. Hingga saat
2014 yang berjumlah 100 orang atau ini belum ada konsensus mengenai
12 JURNAL ANALISIS SOSIAL POLITIK
VOLUME 5, NO 1, JULI 2019

pengertian dari kesetaraan antara laki- berperan dan berpartisipasi dalam


laki dan perempuan. Ada yang kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial
mengatakan bahwa kesetaraan yang dan budaya, pendidikan, dan pertahanan
dimaksud adalah kesamaan hak dan & keamanan nasional (hankamnas) serta
kewajiban yang tentunya masih belum kesamaan dalam menikmati hasil
jelas. Kemudian ada pula yang pembangunan. Terwujudnya kesetaraan
mengartikannya dengan konsep mitra dan keadilan gender ditandai dengan
kesejajaran antara laki -laki dan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan, yang juga masih belum jelas perempuan dan laki-laki sehingga
artinya. Sering juga diartikan bahwa dengan demikian antara perempuan dan
antara laki-laki dan perempuan memiliki lakilaki memiliki akses, kesempatan
hak yang sama dalam melakukan berpartisipasi, dan kontrol atas
aktualisasi diri, namun harus sesuai pembangunan, serta memperoleh
dengan kodratnya masing-masing (Riant manfaat yang setara dan adil dari
Nugroho, 2008:59) pembangunan. Memiliki akses berarti
Gender adalah perbedaan antara memiliki peluang atau kesempatan untuk
laki-laki dan perempuan dalam peran, menggunakan sumber daya dan memiliki
fungsi, hak, tanggung jawab, dan wewenang untuk mengambil keputusan
perilaku yang dibentuk oleh tata nilai terhadap cara penggunaan dan hasil
sosial, budaya dan adat istiadat dari sumber daya tersebut. Memiliki kontrol
kelompok masyarakat yang dapat berarti memiliki kewenangan penuh
berubah menurut waktu serta kondisi untuk mengambil keputusan atas
setempat. Tanggung jawab dan perilaku penggunaan dan hasil sumber daya.
yang dibentuk oleh tata nilai sosial, Keadilan gender merupakan suatu proses
budaya dan adat istiadat dari kelompok dan perlakuan adil terhadap kaum
masyarakat yang dapat berubah menurut lakilaki dan perempuan. Dengan
waktu serta kondisi setempat keadilan gender berarti tidak ada lagi
(Puspitawati, 2012:1) pembakuan peran, beban ganda,
Dari penyataan di atas dapat subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan
dikatakan bahwa gender adalah suatu terhadap perempuan maupun laki-laki.
konsep yang digunakan untuk Ibid dalam (Silvana, 2013:11)
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan Kesetaraan Gender, al-Qur‟an
perempuan dilihat dari segi pengaruh menegaskan bahwa (1) laki-laki dan
sosial budaya. Gender dalam arti ini perempuan sama-sama sebagai hamba,
adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (2) laki-laki dan perempuan sama-sama
(social constructions), bukannya sesuatu sebagai khalifah, (3) laki-laki dan
yang bersifat kodrati. Dalam konteks perempuan menerima perjanjian
tersebut, gender harus dibedakan dari primordial, (4) Adam dan Hawa terlibat
jenis kelamin (seks). Jenis kelamin secara aktif dalam drama kosmis, dan (5)
merupakan pensifatan atau pembagian laki-laki dan perempuan berpotensi
dua jenis kelamin manusia yang meraih prestasi. (Nasaruddin, 2001:247)
ditentukan secara biologis yang melekat kesetaraan gender adalah laki-laki dan
pada jenis kelamin tertentu perempuan dapat memperoleh
Kesetaraan gender dapat juga akses, control, partisipasi, manfaat yang
berarti adanya kesamaan kondisi bagi sama dalam menwujudkan
lakilaki maupun perempuan dalam pembangunan. Penilaian dan
memperoleh kesempatan serta hak- penghargaan yang sama diberikan oleh
haknya sebagai manusia, agar mampu masyarakat terhadapa persamaan dan
KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF POLITIK DI PESYARIKATAN
MUHAMMADIYAH KABUPATEN BONE 13
M Amin, Tenriawaru septiananinda Amran, Nuryanti Mustari

perbedaan perempuan dan laki-laki yang telah mendarah daging dalam


dalam berbagai peran yang mereka persyarikatan ini. Pembuktian pada
jalankan. (Suryani, 2010:8) khittah ini terlihat dari: Khittah
Secara operasional, muatan Palembang (1956-1959), khittah
gender banyak di temukan dalam Ponorogo (1969), Khittah Ujung
keputusan muktamar sebagai Pandang (1971), Khittah Denpasar
“permusyawaratan tertinggi dalam (2002).
persyarikatan” disamping itu, dalam Sebagai gerakan Islam non-
batasan tertentu, terutama menyangkut politik, Muhammadiyah dalam AD
masalah perempuan dan keluarga, (Anggaran Dasar) 1912, Artikel 2a
keputusan muktamar Aisyiyah juga merumuskan tujuan berdirinya:
memiliki posisi organisatoris yang sama. “menyebarkan pengajaran Agama
Kedua muktamar tersebut merupakan kanjeng Nabi Muhammad Sallallahu
artikulasi dari aspek yang diistilah „Alaihi Wassalam kepada penduduk
Gramsci sebagai historycally organic Bumipitera di dalam residensi
ideology yang memuat nilai dasar, visi, Yogyakarta. Dua tahun kemudian dalam
misidan norma yang direproduksi secara AD 1914, Artikel 2a, perumusan tujuan
struktural oleh Muhammadiyah. itu mengalami perubahan yang cukup
Penegasan status yang berimplikasi pada penting: “memajukan dan
peran laki-laki dan perempuan di menggembirakan pengajaran dan
Muhammadiyah akan diklarifikasi pelajaran Agama Islam di Hindia
berdasarkan keputusan muktamar Nederland” perubahan AD yang
Muhammadiyah dan muktama organisasi fundamental tentang tujuan organasasi
otonom (ortom) n, utamanya Aisyiyah terjadi pda Muktamar Muhamamdiyah
serta Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Pelajar ke-31 (21-26 Desember 1950) di
Muhammadiyah (IPM) dan sebagainya Jogjakartadalam iklim pasca revolusi
sebagai pembanding (Pimpinan Pusat kemerdekaan yang mulai bersinggung
Muhammadiyah, 2005:573). dengan teologi politik. Dalam pasal 2
Muhammadiyah sejak berdirinya tujuan itu dirumuskan berikut:
dikenal sebagai sebagai organisasi Islam “Maksud dan tujuan Persyarikatan ini
yang bergerak dalam bidang dakwah. akan menegakkan dan menjunjung tinggi
Secara normatif Muhammadiyah tidak agama Islam sehingga dapat
bermain di lapangan politik serta mewujudkan masyarakat Islam yang
memiliki hubungan apapun dengan sebenar-benarnya. (Djaidan Badawi
kekuatan politik. Muhammadiyah 1998:1).
mampu memagari dirinya dari politik (Mawardi dan Sultaniyah dalam
dengan Khittah (garis perjuangan) yang Qodir dkk, 2015:1) menyusun wacana
terpatri dalam tubuh organisasi ini. Sikap pemikiran di ranah politik,
netral terhadap partai yang diputuskan Muhammadiyah tidak mungkin melompat
melalui Muktamar ke 38 Makasar terus dari sesuatu yang kosong Oleh sebab itu,
dipertahankan. Prinsip netral terhadap apa yang berlaku di era klasik perlu
partai sebagai upaya menghindari ditinjau selintas. Adalah Abu al-Hasan al-
benturan antara kepentingan antara Mawardi (974-1058 M) yang membuka
kecenderungan kultural dan struktural diskusi teologi politiknya dalam sebuah
(Khoiri, 2013:171). Bersama berjalannya pernyataan terkenal yang berbunyi: “Al-
waktu Muhammadiyah terus imâmah maudh ῡ‟atun likhilâfati
membentengi dirinya dengan apa yang alnubuwwah fî ḥirâsati al-dîn wa siyâsati
disebut ”khittah” (garis perjuangan) al-dunyâ.” Kepemimpinan
14 JURNAL ANALISIS SOSIAL POLITIK
VOLUME 5, NO 1, JULI 2019

politik dilembagakan sebagai pengganti yang dilakukan. Adapun penelitian yang


peran kenabian untuk melindungi agama relevan dengan penelitian ini adalah
dan mengatur urusan dunia. Bagi al- Penelitian yang dilakukan oleh
Mawardi, masalah politik kenegaraan Wawan Gunawa Abdul Wahid pada
tidak bisa dipisahkan dengan peran yang tahun 2012 dengan judul “Membaca
pernah dijalankan oleh nabi di era Kepemimpinan Perempuan Dalam RUU
Madinah (622-632 M). Sekalipun nabi Kesetaraan Gender dan Keadilan
telah wafat, masalah kepemimpinan Gender dengan Perspektif
komunitas Muslim harus dilanjutkan, Muhammadiyah”. Adapun kesimpulan
sebab jika tidak demikian, sejarah Islam penelitiannya adalah wawasan
sudah pasti lumpuh sejak masa-masa Muhammadiyah tentang kepemimpinan
awal dengan segala masalah pelik yang perempuan menampilkan keberpihakan
menyertainya. pada kesetaraan gender. Keberpihakan
Pertanyaan tentang adakah itu tampak pada putusan, fatwa serta
budaya budaya politik Muhammadiyah, wacana yang disajikan yang memberikan
bagaimanakah model, perkembangan, kesempatan bagi perempuan untuk
dan implikasinya merupakan tampil menjadi pemimpin dalam
perbincangan menarik, dalam konteks ini berbagai tingkatannya di ruang publik.
cenderung untuk melihat fenomena Bahkan memperhatikan waktu
kemunculan Muhammadiyah tahun 1921 kemunculannya, kajian majelis Tarjih
sebagai reprensentasi dari gerakan kaum tentang hukum perempuan dalam dunia
muslim kota yang berupaya politik serta menjadi hakim dapat
merumuskan; pertama, jati dirinya dalam dipandang sebagai pioner dalam
konteks keagamaan maupun agenda bidangnya. Melihat penelitian yang
kebangsaan. Kedua, merumuskan relevan diatas terdapat perbedaan pada
identitas masyarakat atau bangsa yang penelitian yang akan di lakukan.
hendak di tegakkan dan di bangun. Dua Penelitian tentang kesetaraan gender
hal ini menjadi penting antara lain dalam perspektif politik di persyarikatan
karena ini sekaligus menunjukkan Muhammadiyah Kabupaten Bone lebih
keseriusan organisasi ini untuk berfokus pada indikator akses,
menawarkan ideologi yang dianggap partisipasi, kontrol, dan manfaat.
tepat bagi masyarakat maupun bangsa. Sedangkan penelitian relevan di atas
Dalam kaitan ini maka paling tidak ada fokus kepada Rancangan Undang-
tiga perkembangan Muhammadiyah: Undang kesetaraan gender dalan
pertama, face identifikasi diri. Pada fase keadilan gender
ini, sebagai bagian dari revitalisme Islam Penelitian yang dilakukan oleh
awal abad XX, Muhammadiyah Jajang Kurnia pada tahun 2011 dengan
menampilkan dirinya sebagai gerakan judul “Peran Pimpinan Pusat Aisyiyah
Islam modern yang berbasis perkotaan Pemberdayaan Politik Perempuan”.
dan menjanjikan perubahan. (Sudarnoto Adapun kesimpulan penelitiannya
Abdul Hakim dalam Nashir, 2000:83) adalah keberadaan pemimpin perempuan
Peneliti harus mempelajari tidak hanya dalam tubuh organisasi
penelitian sejenis di masa lalu untuk Muhammadiyah, namun di luar itu
mendukung penelitian yang dilakukan. Muhammadiyah dan juga Aisyiyah
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan berpandangan bahwa tidak ada larangan
gambaran kepada penulis tentang dalam ajaran islam bagi perempuan
penelitian terdahulu dengan penelitian untuk menjadi anggota dewan, kepala
daerah bahkan kepala negara sekalipun.
KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF POLITIK DI PESYARIKATAN
MUHAMMADIYAH KABUPATEN BONE 15
M Amin, Tenriawaru septiananinda Amran, Nuryanti Mustari

Sedangkan peneliti yang akan lakukan 18 Nopember 1912 M di Yogyakarta


yaitu mengetahui Kesetaraan Gender oleh K.H.Ahmad Dahlan. Di „Aisyiyah
dalam Perspektif Politik di Ortom khusus Muhammadiyah ada
Muhammadiyah Kabupaten Bone namanya Lembaga Hubungan
dengan 4 indikator yakni: Akses, kontrol, Organisasi, Hukum, dan Advokasi (
partisipasi, dan manfaat. LHOHA) bertujuan untuk membangun
Dengan permasalahan tersebut dan menjalin hubungan kerjasama dalam
sehingga tujuan penelitian yaitu untuk rangka memperluas sayap gerakan untuk
mengetahui Kesetaraan gender dalam mencapai tujuan organisasi.
perspektif politik di persyarikatan Berkaitan dengan gender,
Muhammadiyah Kabupaten Bone. Aisyiyah merupakan mitra bagi
Muhammadiyah untuk melakukan
METODE PENELITIAN dakwah di masyarakat. Mitra ini terus
Jenis penelitian dari penelitian ini dibangun untuk peningkatan dakwah
adalah penelitian kualitatif dengan serta pengabdian pada masyarakat.
menggunakan tipe penelitian perempuan terkait dengan kesetaraan
Fenomenologi Dan lokasi penelitian gender dimana perempuan mempunyai
akan dilakukan di Kantor Pimpinan akses serta kontrol dalam pengambilan
Daerah Muhammadiyah Kabupaten keputusan dalam organisasi, dan
Bone dengan topik penelitian mengenai kesempatan antara laki- laki dan
Kesetaraan Gender dalam Perspektif perempuan dalam memperoleh
Politik di Persyarikatan Muhammadiyah kedudukan pada struktur organisasi.
Kabupaten Bone. Dengan melakukan Dalam organisasi otonom
observasi dan wawancara dengan Muhammadiyah yaitu Aisyiyah
beberapa orang informan diataranya kaitannya dengan peran yang dilakukan
Pimpinan daerah Muhammadiyah, dalam kesetaraan gender.
Pimpinan daerah Aisyiyah, Ketua Ada 4 (empat) indikator
Majelis Tarjih Hukum dan Ham, Ketua kesetaraan gender yaitu:
Majelis Tarjih Amal Usaha dan anggota 1. Akses
legilatif partai PAN. Adapun teknik Akses merupakan kosakata
pengumpulan data yang dilakukan yaitu dalam bahasa Indonesia yang diserap
dengan cara wawancara, observasi dan dari bahasa Inggris yaitu access yang
dokumentasi. berarti jalan masuk. hal yang penting
untuk mendapatkan suatu manfaat di
dalam dunia politik, akses berarti jalan
HASIL DAN PEMBAHASAN atau izin masuk ke suatu tempat/wilayah
Kabupaten Bone adalah salah satu baik yang dapat dilihat dengan mata atau
Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan tidak di mana kita dapat berhubungan
yang terletak atau yang di posisikan di dengan sumber daya yang ada di dalam
pesisir timur Provinsi Sulawesi Selatan wilayah tersebut sesuai dengan izin yang
yang berjarak 174 km dari Kota dimiliki, seperti yang kita ketahui bahwa
Makassar dan mempunyai Ibu Kota untuk menduduki suatu jabatan kita
Tanete Riattang. Muhammadiyah harus mencari bagaimana akses untuk
merupakan salah satu organisasi sosial- dapat mencapai tujuan yang kita
keagamaan yang terbesar di Indonesia, inginkan.
yang berpusat di Yogyakarta, Daerah Adapun proses yang dilakukan
Istimewa Yogyakarta. Organisasi ini Muhammadiyah untuk mendapatkan
didirikan pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau akses yaitu:
16 JURNAL ANALISIS SOSIAL POLITIK
VOLUME 5, NO 1, JULI 2019

1) undang-undang pemilu tidak ada Adapun hal yang bisa dilakukan dalam
batasan siapapun sebagai warga mengontrol setiap anggota yaitu:
Negara berhak untuk ikut Muhammadiyah tetap mengontrol
berpartisipasi dalam dunia politik anggotanya yang ikut dalam partai
selama ada kemampuan untuk maju, politik karena ketika ada yang
sebagai organisasi Muhammadiyah mencalonkan diri sebagai anggota
dan Aisyiyah yang tidak berpolitik legilatif maka akan diberhentikan sesuai
praktis tapi mendorong anggotanya dengan keputusan yang ada di
ikut berpolitik maka dari itu Muhammadiyah.
Muhammadiyah selalu memberi Berdasarkan Hasil wawancara di
akses atau jalan untuk masuk dalam atas dapat di katakan bahwa di setiap
partai politik organisasi tentu semua anggotanya di
2) Anggota Aisyiyah diberi akses dan kontrol, dan sebagaimana yang kita
sangat di dukung untuk berpolitik ketahui di dalam mengontrol sebuah
bahkan di dorong untuk menyebar ke Organisasi kita tidak bisa membeda-
semua partai politik bedakan antara laki-laki dan perempuan,
kita harus memberikan masukan,
Berdasarkan dari hasil sumbangsi dan arahan yang sama bagi
wawancara di atas menunjukkan adanya ke duanya. Wanita dan pria memiliki
akses agar Muhammadiyah dapat kondisi yang berbeda, baik dari segi fisik
partisipasi di dalam perjalanan Politik di biologis, maupun dari segi fisik
Indonesia. Dalam organisasi psikologisnya. Perbedaan tersebut
Muhammadiyah apa lagi di Kabupaten merupakan sumber dari perbedaan
Bone ternyata sangat mendukung jika fungsi dan peran yang diemban wanita
ada anggota Aisyiyah yang mencalonkan dan pria. Jika memperhatikan perbedaan
diri sebagai anggota legislatif, karena yang peran dan fungsi yang diembannya,
memang di Aisyiyah sendiri tidak pernah maka akan terlihat bahwa
mempermasalahkan tentang partisipasi pergerakan/perjalanan yang dilakukan
perempuan dalam dunia politik sekalipun oleh wanita memiliki pola yang berbeda
ada sebagian orang yang mengatakan dengan pergerakan/perjalanan yang
bahwa perempuan hanya bisa dipimpin dilakukan oleh pria. Laki-laki dan
dan hanya bisa mengurus urusan rumah perempuan adalah setara. Setarak baik
tangga, namun di Aisyiyah sendiri tidak sebagai subyek maupun obyek, setara
pernah mempermasalahkan hal seperti untuk sama-sama diertimbangkan
itu. Karena fokus gerakan kebutuhannya spesifiknya, juga setara
Aisyiyah adalah pemberdayaan untuk masuk dan terlibat dalam proses,
perempuan, dengan amal usaha di merasakan hasil output dan outcomes
bidang pendidikan, kesehatan, maupun menerima distribution
kesejahteraan sosial, ekonomi dan resources. Laki-laki dan perempuan
pemberdayaan masyarakat. Aisyiyah di sam-sam memiliki potensi untuk
Kabupaten Bone selalu memberi akses berkonstribusi dalam pembangunan:
atau jalan serta mendukung dan pengambilan keputusan politik, ketenaga
mendorong anggotanya agar tetap ikut di kerjaan dan pengentasan kemiskinan.
dunia politik Perlibatan laki-laki dan perempuan
secara seimbang, dengan demikian
2. Kontrol adalah kebutuhan. Dan terkait mengenai
Kontrol harus diberikan sama surat keputusan yang dimaksud bahwa
terhadap laki-laki dan perempuan. ketika ada anggota muhammadiyah
KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF POLITIK DI PESYARIKATAN
MUHAMMADIYAH KABUPATEN BONE 17
M Amin, Tenriawaru septiananinda Amran, Nuryanti Mustari

mencalonkan diri sebagai anggota juga mempunyai peluang untuk


legislatif maka akan di keluarkan surat beraprtisipasi dalam dunia politik.
Keputusan Pimpinan Muhammadiyah
Pusat Nomor 41/KEP/1.0/B/2013 4. Manfaat
Manfaat adalah yakni suatu
3. Partisipasi penghadapan yang semata-mata
Partisipasi secara bahasa di menunjukkan kegiatan menerima. Manfaat
artikan sebagai pengambilan bagian atau juga dapat di artikan sebagai hal atau cara
pengikut sertaan. Partisipasi sangat hasil kerja dalam pemanfaatan sesuatu
penting bagi pembangunan diri dan yang berguna, manfaat-manfaat yang di
kemandirian warga Negara. Melalui peroleh itu tentunya akan menyebabkan
partisipasi, individu menjadi warga perubahan terhadap suatu fungsi tertentu.
publik, dan mampu membedakan Muhammadiyah adalah organisasi yang
persoalan pribadi dengan persoalan terbuka menerima pandangan-pandangan
masyarakat. Tanpa partisipasi, semua apa lagi persoalan gender politik di
orang akan di kuasa oleh kepentingan Muhammadiyah, artinya selama tidak
pribadi dan pemuasan kebutuhan pribadi bertentangan dengan Islam sebagai Al-
mereka yang berkuasa. Muhammadiyah qur‟an dan Sunnah. Kita di
tidak berpolitik karena Muhammadiyah Muhammadiyah maupun aisyiyah terbuka
bukan partai politik, sekarang kader- menerima masukan dan pandangan dari
kadern warga muhammadiyah di dorong, elemen, berbicara persoalan politik apa
secara organisasi mereka tidak berpolitik lagi dengan adanya Undang-undang
tetapi secara individu mereka di dorong Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003
untuk politik. Jika berbicara tentang pasal 65 ayat (1) tentang Pemilihan Umum
partisipasi Aisyiyah dalam dunia politik Anggota DPR,DPD, dan DPRD bahwa
yaitu ada kecenderungan rendah di agar selalu memperhatikan keterwakilan
bandingkan laki-laki. Pasalnya, mereka perempuan sekurang-kurangna 30%.
lebih banyak melibatkan diri dalam
urusan rumah tangga atau domestik. Berdasarkan Hasil wawancara di
Namun kita di Muhammadiyah tidak atas dapat di katakan bahwa
pernah membatasi perempuan ikut Muhammadiyah selalu menerima
berpartisipasi dalam dunia politik masukan atau pandangan dari orang-
Berdasarkan hasil wawancara orang tertentu, baik itu mengenai dengan
dapat di gambarkan bahwa dunia politik maupun dalam lingkup
Muhammadiyah sebagai gerakan Muhammadiyah, sekalipun itu tidak
dakwah masyarakat yang tidak brpolitik bertentangan dengan ajaran Islam, dari
praktis, namun tetapi Muhammadiyah pernyataan di atas juga dapat dikatakan
mendorong masyarakatnya bekerja sama akomodasi yang dirumuskan kuota
dengan pihak manapun kebaikan dan politik perempuan adalah 30% dari
kemaslahatan serta menciptakan pencalonan perwakilan rakyat,
ketertiban dalam dunia politik, dan sebagaimana yang di jelaskan di atas
perempuan mempunyai keterbatasan tentang Undang-undang Republik
dalam ikut berpartisipasi dalam dunia Indonesia Nomor 12 Tahun2003 pasal 6
politik karena lebih melibatkan diri di ayat (1) bahwa setiap partai politik peserta
dalam urusan rumah tangganya, pemilu dapat mengajukan calon anggota
sebagaian perempuan juga berfikiran DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
bahwa hanya laki-laki yang dapat jadi Kabupsten/Kota untuk setiap daerah
pemimpin namun sebenarnya perempuan pemilihan dengan memperhatikan
18 JURNAL ANALISIS SOSIAL POLITIK
VOLUME 5, NO 1, JULI 2019

keterwakilan perempuan sekurang- terkait Kesetaraan Gender dalam


kurangnya 30%. Melihat dari hasil Perspektif Politik di Persyarikatan
wawancara secara keseluruhan dapat Muhammadiyah Kabupaten Bone maka
dikatakan Muhammadiyah jika dilihat dapat di simpulkan sebagai berikut :
dari pandangan politik yaitu politik Muhammadiyah tidak berpolitik praktis,
praktis sebenarnya bukan wilayah namun Muhammadiyah selalu
Muhammadiyah. Namun Persayrikatan mendorong anggotanya untuk ikut
Muhammadiyah tidak alergi politik. berpartisipasi dalam dunia politik,
Muhammadiyah sampai saat ini masih Muhammadiyah di Kabupaten Bone
berpegang teguh pada khittahnya sebagai sangat terbuka jika berbicara pesoalan
organisasi sosial kemasyarakatan. Politik terlebih jika membahas persoalan
Sebagaimana dalam kepribadian Kesetaraan Gender dalam Perspektif
Muhammadiyah, organisai ini bukanlah Politik, Muhammadiyah selalu memberi
partai politik, namun bukan berarti ruang ataupun akses serta kontrol bagi
persyarikatan ini antipolitik dan tidak kaum laki-laki bahkan perempuan untuk
paham politik. ikut berpartisipasi dalam partai politik,
Melihat kesetaraan gender di karena Muhammadiyah tidak pernah
dalam organisasi Muhammadiyah mendiskriminasi Anggotanya jika ada
sebenarnya tidak dipermasalahkan yang ingin maju untuk mencalonkan diri
terlebih jika berbicara tentang partisipasi sebagai anggota legislatif.
anggotanya di dalam dunia politik. Organisasi Muhammadiyah
Dari beberapa anggota Aisyiyah sendiri di bagi menjadi beberapa
di Kabupaten Bone hanya ada satu orang organisasi otonom khusus yang di
yang mencalonkan diri sebagai anggota dalamnya terdapat organisasi otonom
legislatif selama 2 periode namun dia khusus laki- laki dan organisasi
tidak pernah lolos, hal itu karena adanya perempuan, kedua persyarikatan
masalah ekonomi, kehidupan bersama- sama di beri manfaat
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa mensosialisasikan kesetaraan gender
dan bernegara, di Kabupaten Bone terutama dalam tubuh persyarikatan
politik tanpa uang kita tidak bisa duduk Muhammadiyah.
di kursi parlemen, seperti halnya Keterwakilan perempuan dalam
sekarang yang membuat orang-orang dunia politik secara umum masih
lolos menduduki kursi parlemen karena sekedar diskursus, harapan dari
adanya money politik, yang mayoritas kenyataan sangat jauh di lapangan,
menggunakan money politik itu laki-laki karena masih banyak perempuan di
karena pasca pemilihan ulang yang Indonesia yang memikirkan budaya
dilakukan di salah satu kelurahan ada patriarkhi, namun di dalam sosialisasi
caleg yang menyogok warga dengan kesetaraan gender ini dilakukan oleh
jumlah uang yang sangat besar, ada juga Aisyiyah dalam organisasi
yang menyalah gunakan wewenangnya Muhammadiyah. Dengan adanya
sebagai pimpinan di kantor, hal ini sosialisasi kesetaraan gender ini sudah
sangat susah di jangkau bagi perempuan ada Anggota Aisyiyah yang ikut serta
yang mencalonkan diri namun dalam berpolitik bahkan Dengan adanya
ekonominya rendah sosialisasi kesetaraan gender ini timbul
peran kesetaraan gender dari Aisyiyah
KESIMPULAN itu sendiri dalam hal ini Pimpinan
Berdasarkan hasil dan Daerah Aisyiyah.
pembahasan pada bab sebelumnysa
KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF POLITIK DI PESYARIKATAN
MUHAMMADIYAH KABUPATEN BONE 19
M Amin, Tenriawaru septiananinda Amran, Nuryanti Mustari

SARAN Puspitawati, H. (2012). Gender dan


1. Kepada Pimpinan Daerah Keluarga: Konsep dan Realita di
Muhammadiyah agar selalu Indonesia. PT IPB Press. Bogor
memberikan akses bagi anggota yang Qodir, Z., Nurmandi, A., &Yamin, M.
ingin ikut berpartisipasi dalam N. (2015). Ijtihad politik
lingkup partai politik serta Muhammadiyah: politik sebagai
mengontrol anggotanya baik yang amal usaha.
lolos dalam pencalonan maupun Silvana, N. (2013). Keterwakilan
yang tidak Perempuan dalam Kepengurusan
2. Kepada pengurus Muhammadiyah Partai Politik dan Pencalonan
dan Aisyiyah agar selalu melakukan Legislatif. Program Sarjana
sosialisasi tentang kesetaraan gender Universitas Jenderal Soedirman.
dalam pespektif politik, namun Purwokerto.
jangan hanya dalam lingkup Suryani, E. (2010). Sosialisasi
Muhammadiyah saja tapi dalam Kesetaraan Gender Pada
lingkup keseluruhan/umum agar Pegawai Kantor Kesejahteraan
semua masyarakat baik laki-laki Sosial dan Pemberdayaan
maupun perempuan dapat Masyarakat Kabupaten
memotivasi dirinya untuk ikut Bekasi. Kybernan (Jurnal Ilmu
berpartisipasi dalam dunia politik Pemerintahan).

DAFTAR PUSTAKA
Kertati, I. (2014). Implementasi kuota 30
persen keterwakilan politik
perempuan di parlemen. Laporan
Bappeda Kota Semarang.
Khoiri, N. (2013). Pemikiran Politik
Hukum Islam Muhammadiyah.
Asy-syirah. 47(1).
Nasaruddin Umar, (2001) Argumen
Kesetaraan Gender, Perspektif
al-Qur’ân. Jakarta:Paramadina
Nashir, H., Azra, A Ismail, F., Kompas,
T.W., Azizy, A, Q. A., Roosita,
E., & Nugraha, P. 2000.
Muhammadiyah “digugat”
Reposisi di tengah Indonesia
yang berubah
Nugroho, Rian. (2008). Gender dan
Administrasi Publik, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta,
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2005
“Keputusan Muktamar
Muhammadiyah ke-45 tentang
Anggaran Rumah Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
Malang. Tahun Langkah
Perjuangan (tt)

Potrebbero piacerti anche