Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Abstract
Gender equality is both male and female both as servants, and together can gain access,
control, participation, and benefit in development, seeing the reality that is happening now
that the political system has not run smoothly about women's involvement in parties politics, in
Muhammadiyah is very open about gender equality. This article discusses gender equality in a
political perspective that only becomes a discourse in the life of democracy, for example the
current period of women's representation in political parties from 2014 to 2019 is 17.6%,
meaning Law No. 8 of 2012 article 8 paragraph (2) concerning representation 30% women have
not yet reached their role. This article uses a type of qualitative descriptive research, and the
topics studied are gender equality in a political perspective in Persyarikatan Muhammadiyah
Bone District, the location of this research is at the Muhammadiyah Regional Leadership
Secretariat of Bone Regency. The data collection techniques carried out are interviews,
observation and documentation. The results of the study showed that Muhammadiyah was not
practicing politics, but that did not mean that this agreement was anti-political and did not
understand politics. Seeing gender equality in Muhammadiyah organizations is not really a
problem, but in the political sphere gender equality in a political perspective is still just a
discourse, because based on Law No. 8 of 2012 concerning political party regulations that
require political parties at least 30% for female candidates as election conditions, but its role is
still very far away.
Abstrak
Kesetaraan gender adalah laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba, dan sama-sama
dapat memperoleh akses, kontrol, partisipasi, dan manfaa dalam sebuah pembangunan,
melihat realita yang terjadi sekarang ini bahwa sistem politik belum berjalan dengan mulus
tentang keterlibatan perempuan dalam partai politik, di Muhammadiyah sangat terbuka
tentang kesetaraan gender. Artikel ini membahas tentang kesetaraan gender dalam perspektif
politik yang hanya sekedar menjadi wacana dalam kehidupan demokrasi, misalnya periode
sekarang keterwakilan perempuan dalam partai politik dari tahun 2014 sampai 2019 sebesar
17,6% artinya UU No 8 tahun 2012 pasal 8 ayat (2) tentang keterwakilan perempuan 30%
belum sampai pada perannya. Artikel ini menggunakan tipe penelitian fenomenologi yang
dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai masalah yang diteliti
berdasarkan pengalaman yang telah dialami informan teknik analisis data dalam penelitian ini
di lakukan secara deksriptif kualitatif dan interpretatif untuk mendapatkan suatu makna yang
sesuai dengan kajian budaya di harapkan, dan topik yang diteliti adalah Kesetaraan gender
10 JURNAL ANALISIS SOSIAL POLITIK
VOLUME 5, NO 1, JULI 2019
dalam perspektif politik di persyarikatan Muhammadiyah Kabupaten Bone, lokasi penelitian ini
bertempat di Sekretariat Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bone. Adapun teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara wawancara, observasi dan
dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Muhammadiyah tidak berpolitik praktis,
namun bukan berarti persyarikatan ini antipolitik dan tidak paham politik. Melihat kesetaraan
gender dalam organisasi Muhammadiyah sebenarnya tidak dipermasalahkan, namun di lingkup
politik kesetaraan gender dalam perspektif politik masih sekedar wacana, karena berdasarkan
Undang-undang No 8 Tahun 2012 tentang peraturan partai politik yang mengharuskan partai
politik minimal 30% untuk caleg perempuan sebagai syarat pemilu, namun itu masih sangat
jauh perannya.
Kata kunci :Muhammadiyah, Kesetaraan gender, Perspektif politik
1) undang-undang pemilu tidak ada Adapun hal yang bisa dilakukan dalam
batasan siapapun sebagai warga mengontrol setiap anggota yaitu:
Negara berhak untuk ikut Muhammadiyah tetap mengontrol
berpartisipasi dalam dunia politik anggotanya yang ikut dalam partai
selama ada kemampuan untuk maju, politik karena ketika ada yang
sebagai organisasi Muhammadiyah mencalonkan diri sebagai anggota
dan Aisyiyah yang tidak berpolitik legilatif maka akan diberhentikan sesuai
praktis tapi mendorong anggotanya dengan keputusan yang ada di
ikut berpolitik maka dari itu Muhammadiyah.
Muhammadiyah selalu memberi Berdasarkan Hasil wawancara di
akses atau jalan untuk masuk dalam atas dapat di katakan bahwa di setiap
partai politik organisasi tentu semua anggotanya di
2) Anggota Aisyiyah diberi akses dan kontrol, dan sebagaimana yang kita
sangat di dukung untuk berpolitik ketahui di dalam mengontrol sebuah
bahkan di dorong untuk menyebar ke Organisasi kita tidak bisa membeda-
semua partai politik bedakan antara laki-laki dan perempuan,
kita harus memberikan masukan,
Berdasarkan dari hasil sumbangsi dan arahan yang sama bagi
wawancara di atas menunjukkan adanya ke duanya. Wanita dan pria memiliki
akses agar Muhammadiyah dapat kondisi yang berbeda, baik dari segi fisik
partisipasi di dalam perjalanan Politik di biologis, maupun dari segi fisik
Indonesia. Dalam organisasi psikologisnya. Perbedaan tersebut
Muhammadiyah apa lagi di Kabupaten merupakan sumber dari perbedaan
Bone ternyata sangat mendukung jika fungsi dan peran yang diemban wanita
ada anggota Aisyiyah yang mencalonkan dan pria. Jika memperhatikan perbedaan
diri sebagai anggota legislatif, karena yang peran dan fungsi yang diembannya,
memang di Aisyiyah sendiri tidak pernah maka akan terlihat bahwa
mempermasalahkan tentang partisipasi pergerakan/perjalanan yang dilakukan
perempuan dalam dunia politik sekalipun oleh wanita memiliki pola yang berbeda
ada sebagian orang yang mengatakan dengan pergerakan/perjalanan yang
bahwa perempuan hanya bisa dipimpin dilakukan oleh pria. Laki-laki dan
dan hanya bisa mengurus urusan rumah perempuan adalah setara. Setarak baik
tangga, namun di Aisyiyah sendiri tidak sebagai subyek maupun obyek, setara
pernah mempermasalahkan hal seperti untuk sama-sama diertimbangkan
itu. Karena fokus gerakan kebutuhannya spesifiknya, juga setara
Aisyiyah adalah pemberdayaan untuk masuk dan terlibat dalam proses,
perempuan, dengan amal usaha di merasakan hasil output dan outcomes
bidang pendidikan, kesehatan, maupun menerima distribution
kesejahteraan sosial, ekonomi dan resources. Laki-laki dan perempuan
pemberdayaan masyarakat. Aisyiyah di sam-sam memiliki potensi untuk
Kabupaten Bone selalu memberi akses berkonstribusi dalam pembangunan:
atau jalan serta mendukung dan pengambilan keputusan politik, ketenaga
mendorong anggotanya agar tetap ikut di kerjaan dan pengentasan kemiskinan.
dunia politik Perlibatan laki-laki dan perempuan
secara seimbang, dengan demikian
2. Kontrol adalah kebutuhan. Dan terkait mengenai
Kontrol harus diberikan sama surat keputusan yang dimaksud bahwa
terhadap laki-laki dan perempuan. ketika ada anggota muhammadiyah
KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF POLITIK DI PESYARIKATAN
MUHAMMADIYAH KABUPATEN BONE 17
M Amin, Tenriawaru septiananinda Amran, Nuryanti Mustari
DAFTAR PUSTAKA
Kertati, I. (2014). Implementasi kuota 30
persen keterwakilan politik
perempuan di parlemen. Laporan
Bappeda Kota Semarang.
Khoiri, N. (2013). Pemikiran Politik
Hukum Islam Muhammadiyah.
Asy-syirah. 47(1).
Nasaruddin Umar, (2001) Argumen
Kesetaraan Gender, Perspektif
al-Qur’ân. Jakarta:Paramadina
Nashir, H., Azra, A Ismail, F., Kompas,
T.W., Azizy, A, Q. A., Roosita,
E., & Nugraha, P. 2000.
Muhammadiyah “digugat”
Reposisi di tengah Indonesia
yang berubah
Nugroho, Rian. (2008). Gender dan
Administrasi Publik, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta,
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2005
“Keputusan Muktamar
Muhammadiyah ke-45 tentang
Anggaran Rumah Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
Malang. Tahun Langkah
Perjuangan (tt)