Sei sulla pagina 1di 15

Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.

2 2005

PENGELOLAAN AIR TANAH DAN INTRUSI AIR LAUT


Oleh:
Arie Herlambang dan R. Haryoto Indriatmoko

Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Lingkungan, BPPT

Abstract

Coastal Aquifer System of Jakarta consist of unconfined aquifer layers, confined aquifer I and
confined aquifer II. Resources of groundwater is very important for Jakarta City, for drinking
water, industry, hotel, government offices and various other facility. Important considering of
groundwater resources of Jakarta hence needed an effort to preserve the groundwater and
awake its continuity by conducting a system management of groundwater. Model used for the
management of groundwater system of aquifer coastal referred as Groundwater Model
Simulation and Optimization of Quasi Three Dimension ( OPT-Q3D). Model simulation and
optimization represent computer model of quasi-three dimensions with method of finite
difference used for the operation of infiltration of sea water. This model can conduct current
simulation of groundwater flow, head of fresh water and brine, and describe the movement of
interface fresh water and sea water. The model can also make optimization of system aquifer
with single or multi layers. Jakarta Groundwater Basin assumed consist three layers of
aquifer separated by impermeable layer. Applying of groundwater simulation model in Jakarta
can give information regarding balance of groundwater, head of freshwater, head of brine,
interface brine and freshwater, map of brine distribution and bargain in each; every aquifer.
Herein after model optimization will yield various information able to wear upon which
consideration to manage the amount of pumping of optimal ground water every area in each
layer of aquifer, amount of optimal pumping, optimal freshwater head, head of optimal brine
and map of infiltration.

Kata Kunci : Air Tanah, Pengelolaan, Intrusi Air Laut, Modeling

1. PENDAHULUAN
tentang jumlah pemompaan yang tepat dan posisi
1.1 Latar Belakang pengambilannya.
Perhitungan pemakaian air tanah akhir-akhir
Dengan semakin berkembangnya penduduk ini selalu dikaitkan dengan tingkat pelayanan air
perkotaan, maka tekanan terhadap kualitas air minum oleh perusahaan daerah (PDAM). Dengan
permukaan juga semakin meningkat. Sementara asumsi bahwa yang tidak memakai air PDAM
ini pelayanan air minum dengan sistem perpipaan akan memakai air tanah. Sebagai contoh untuk
oleh pemerintahmasih terbatas, oleh karena itu kota Jakarta, dengan total kapasitas produksi rill
dibanyak tempat air tanah merupakan sumber air 15.430 l/dtk dan terjual 8.102 l/dtk dengan 663.000
alternatif yang paling memungkinkan bagi satuan sambungan (setara dengan 4,5 juta orang).
masyarakat untuk mendapatkan dengan mudah Dengan jumlah penduduk yang telah mencapai
tanpa memerlukan proses pengolahan yang 10.421.948 jiwa dan asumsi tingkat kebutuhan
mahal. untuk kota metropolitan 250 liter/orang/hari, maka
Peraturan mengenai pengambilan air tanah kebutuhan air bersih kota Jakarta mencapai
juga telah ada, tetapi dalam pelaksanaan-nya 30.156 l/dtk. Dengan demikian pemakaian air
masih sulit dikendalikan, karena air merupakan tanah oleh masyarakat masih cukup besar, yaitu
kebutuhan pokok dan pemerintah belum dapat 22.054 l/dtk atau 1,9 juta m3/hari.
menyediakan sarana air bersih secara penuh, Seperti diketahui bahwa pengambilan air
sehingga masyarakat tetap mengambil air tanah tanah tidak merata, kondisi dapat dilihat dari peta
dengan berbagai alasan dan sulit dikendalikan. sebaran sumur dalam, dan peta muka air tanah
Kesulitan ini tampak dari tidak adanya data Jakarta. Pada tempat-tempat yang beban
pengambilan air tanahnya besar, permukaan air

211
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

tanahnya akan turun lebih dalam dibanding daerah 1.2 Permodelan Air Tanah
sekitarnya. Jika dilihat dari prediksi beban
pengambilan air tanah di wilayah Jakarta, Jakarta Kondisi akuifer tipe pantai seperti Jakarta,
pusat mempunyai beban yang paling berat dalam secara alami cukup ideal, karena wilayah imbuhan
pengambilan air tanahnya , mencapai 8.861,46 (recharge area) dan posisi lapisan akuifer cukup
m3/hari/km2 (Tabel 1), kondisi terberat ini sudah jelas. Permasalahan yang muncul dalam
dialami Jakarta Pusat sejak sebelum tahun 1990 pemodelan adalah bagaimana menyederhanakan
yang ditunjukkan dengan penurunan muka air bentuk alam yang rumit menjadi bentuk yang
tanah yang signifikan pada tiap lapisan akuifernya. sederhana dengan mempertimbangkan faktor-
Potensi air tanah Jakarta menurut JWRMS faktor penentunya. Dalam pembuatan model air
(1994), untuk air tanah dalam adalah 2.476 l/dtk tanah salah satu faktor yang menjadi kendala
dan air tanah dangkal adalah 25.720 adalah bagaimana menentukan kapasitas
l/dtk (Total 28.196 l/dtk), dengan pemompaan. Kondisi ini tidak hanya terjadi di
mempertimbangkan prediksi pemakaian air Indonesia, kapasitas pemompaan sulit diprediksi
tanah oleh masyarakat, maka potensi air tanah karena lemahnya sistem database dan penegakan
yang tersisa tinggal 6.141 l/dtk. Adanya sisa peraturan.
potensi ini yang menimbulkan salah persepsi Di beberapa daerah kondisi hidrogeologi
dibanyak kalangan yang menyatakan bahwa pantai secara sederhana digambarkan sebagai
Jakarta masih aman air tanahnya. Padahal sisa suatu individu lapisan akuifer taktertekan, lapisan
potensi yang hanya 21,7% itu sangat akuifer kepulauan atau akuifer tertekan (Gambar
mengkhawatirkan, karena sudah melebihi 50% 1). Secara lebih umum lagi susunan hidrogeologi
dari potensi air tanah yang ada. Dalam Cisadane sistem akuifer dalam lingkungan pantai adalah
River Basin Development Feasability Study tahun suatu jajaran lapisan dengan berbagai kondisi
1987, diketahui bahwa batas pengambilan air terdiri dari kombinasi lapisan akuifer tertekan dan
tanah aman untuk Cekungan Air Tanah Jakarta tak tertekan. Kondisi lapisan akuifer daerah pantai
adalah 3.600 l/dtk dan ketika itu pengambilan air pada umumnya tidak seideal dalam teori yaitu
tanah di Jakarta telah mencapai 6.800 l/dtk. Oleh yang hanya terdiri dari lapisan akuifer tunggal akan
karena itu rekomendasi yang muncul saat itu tetapi pada kenyataannya amatlah kompleks.
adalah perlu peningkatan kapasitas pelayanan air Lapisan akuifer yang paling atas dapat sebagai
bersih sistem perpipaan yang berasal dari lapisan akuifer tertekan atau dapat juga sebagai
pengolahan air permukaan untuk mengurangi lapisan tak tertekan. Tebal tipis lapisan akuifer di
tekanan terhadap eksploitasi air tanah yang berbagai tempat tidak sama (seragam). Juga
berlebihan. dimungkinkan terdiri dari lensa-lensa akuifer yang
Pengambilan air tanah yang berlebihan amat komplek. Kondisi yang tidak seideal seperti
akan menimbulkan ruang kosong dibawah tanah dalam teori adalah yang paling sering dijumpai.
yang memungkinkan terjadi proses kompaksi Untuk menggambarkan kondisi sistem
akibat tekanan beban tanah atau batuan di pantai, suatu gambaran penampang hidrogeologi
atasnya, yang tercermin dipermukaan sebagai yang ideal ditunjukkan dengan suatu sistem
amblesan (subsiden) yang datangnya dapat akuifer pantai berlapis yang lepas pantainya
secara perlahan-lahan atau tiba-tiba. Perhitungan diperluas hingga ke dasar tebing seperti terlihat
peluang kejadian amblesan ini sulit diprediksi, pada Gambar 2. Dalam keadaan yang alami,
sama seperti menghitung peluang kejadian gempa kondisi yang tidak terganggu, terdapat suatu garis
bumi, karena harus dimonitor secara terus- kemiringan hidrolik seimbang yang mengarah
menerus agar titik kritisnya tidak terlampaui. Pada kelaut, dalam setiap akuifer dengan air tawar yang
akuifer yang dekat dengan pantai, kekosongan mengalir kelaut (Gambar 2.a). Di lapisan paling
akibat pengambilan air tanah yang berlebihan atas pada akuifer tak tertekan air tawar mengalir
dapat mengakibatkan perubahan kesetimbangan bebas kelaut. Dibawahnya pada akuifer tertekan
hidrolik antara air tekanan air tawar dan air laut, air tawar mengalir ke laut melalui bocoran terus ke
yang mengkibatkan masuknya air laut ke arah lapisan atas dan atau mengalir bebas ketebing.
darat atau yang dikenal selama ini dengan intrusi Dibawah kondisi “steady-state” suatu “interface”
air laut. Oleh karena itu untuk akuifer tipe pantai yang tidak berubah dipertahankan bentuk dan
masuknya air laut dapat menghambat kejadian posisinya ditentukan oleh potensi air tawar dan
amblesan. Namun demikian kualitas air tanahnya garis kemiringan. Pada suatu kasus sistem satu
menjadi menurun dari tahun ke tahun akibat lapisan, air laut pada dasarnya akan statis pada
masuknya air laut dan merembesnya pencemaran kondisi “steady-state”. Pada suatu sistem lapisan,
limbah domestik lebih jauh pada air tanah dangkal. jika ada kebocoran vertikal air tawar kedalam

212
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

suatu daerah air asin, pada daerah ini air yang melakukan suatu sistem pengelolaan sumberdaya
bercampur akan menjadi tidak statis. air tanah.
Pada kenyataannya, pemisahan “interface”
air tawar dan air asin pada suatu daerah bersifat 1.3 Kondisi Fisik Cekungan Jakarta
transisi. interface transisi terbentuk karena efek
difusi dan penyebaran secara mekanik. Cooper Kondisi Geologi/Geomorfologi
(1959) dan Kohout (1964) telah menunjukkan
bahwa dalam daerah campuran, air asin yang Geologi permukaan daerah Jakarta dan
ditambah air yang kurang pekat dari air laut sekitarnya dibagi menjadi 6 sistem yaitu: 1.
semula, menyebabkanya naik dan bergerak kelaut Formasi Jatiluhur (Miosen). 2. Formasi
sepanjang “interface” (Gambar 3). Ini Bojongmanik (Miosen).3. Formasi Genteng
menyebabkan suatu siklus aliran air asin dari laut, (Pliosen). 4. Formasi Vulkanik Tua (Pleistosen). 5.
dasar samodra, ke daerah campuran dan kembali Formasi Vulkanik Muda (pleistosen). 6. Sedimen
ke laut. Siklus aliran ini terjadi dibawah kondisi Aluvial.
“steady-state”. Perubahan di dalam tanah oleh Formasi Jatiluhur (Miosen) dapat dilihat di
imbuhan atau perubahan luah aliran dalam daerah pegunungan sebelah tenggara cekungan Jakarta,
air tawar, menyebabkan perubahan “interface”. litologi formasi ini tersusun oleh batu lempung
Penurunan aliran air tawar yang masuk ke berlapis, pasir kuarsa, dan napal. Formasi ini
laut menyebabkan “interface” bergerak ke dalam mengalami pemadatan sehingga bersifat sebagai
tanah dan menghasilkan intrusi air asin ke dalam batuan dasar yang impermeabel. Formasi
akuifer. Sebaliknya suatu peningkatan aliran air Bojongmanik (Miosen) mempunyai tiga anggota,
tawar mendorong “interface” ke arah laut. Laju angota yang paling bawak susunan utama adalah
gerakan “interface” dan respon tekanan akuifer batu gamping dengan selang-seling antara
tergantung kondisi batas dan sifat akuifer pada lempung dan pasir. Batuan umumnya keras
kedua sisi “interface”. Pada sisi dengan air asin dengan permeabilitas rendah, tetapi mengandung
dapat bergerak kedalam atau keluar, pada sistem retakan dan lubang hasil pelarutan (solusi).
akuifer efek dari gerakan interface mempengaruhi Anggota kedua terdiri dari lempung, batu pasir
perubahan debit air tawar di lepas pantai. Dalam kuarsa, batu tuf dengan kandungan fosil muluska.
suatu sistem akifer berlapis, air asin dapat masuk Batuan ini bersifat impermeabel. Anggota ke tiga
akuifer oleh aliran melalui akuifer tersingkap atau terdiri dari batu pasir, yang mengandung lempung,
bocoran yang melewati lapisan pembatas atau batu pasir tuf kasar, dengan selang seling batu
lantai laut (Gambar 1.2 b). Oleh karena itu agar gamping. Batuan ini umumnya mempunyai
mengetahui sistem akuifer pantai, perlu upaya permeabilitas rendah. Formasi Genteng (Pliosen)
menguji dinamika aliran air tawar da air asin. Letaknya di daerah Tangerang, sekaligus
Pengelolaan sumberdaya air tanah pantai merupakan bagian dasar sungai Cisadane. Bagian
memerlukan suatu pengetahuan dinamika fisik dari atas formasi ini membentuk akuifer di daerah
fenomena intrusi air asin. Untuk alasan ini, yelah Tangerang. Formasi ini tersusun oleh batu pasir
dibangun suatu model numeris untuk intrusi air kasar tufaan, lempung, gabungan fragmen pumis.
asin yang dapat memberikan gambaran kondisi Formasi Vulkanik Tua, Fornasi ini terbagi
fisik sistem akuifer pantai secara komplek yang kedalam 4 anggota yaitu Breksi lahar (Vb), Aliran
meliputi berbagai variasi keruangan dan waktu. Lava Vulkanik Tua (VE), batuan Vulkanik Tua
Model yang sama telah diterapkan untuk Terpropilitisasi (Vp) dan Vulkanik Tua yang sulit
pengelolaan air tanah di cekungan Jakarta. Sistem dibedakan (Vu). Penyebaran formasi ini sangat
akuifer cekungan Jakarta memiliki tipe sistem luas di daerah selatan, pegunungan barat dan
akuifer pantai dengan lapisan akuifer yang terdiri timur. Sifat batuan permeabilitas tinggi sampai
dari lapisan akuifer taktertekan, lapisan akuifer rendah. Formasi Vulkanik muda, formasi ini
tertekan I dan lapisan akifer tertekan II. dikelompokkan menjadi vulkanik muda (V1),
Sumberdaya air tanah pada ketiga sistem akuifer batuan vulkanik mengandung pumis (Va) dan
tersebut merupakan sumberdaya air tanah yang batuan vulkanik muda (V), Batuan yang paling atas
sangat penting bagi kota Jakarta, baik untuk air (V) terdistribusi luas dan terdiri dari lempung
minum, air untuk industri, hotel, perkantoran dan tufaan, pasir, konglomerat, endapan lahar, lapuk.
berbagai fasilitas umum lainnya. Mengingat Lapisan ini mempunyai permeabilitas tinggi dan
pentingnya sumberdaya air tanah bagi Jakarta membentuk akuifer tak tertekan.
maka diperlukan suatu upaya terpadu untuk Sedimen aluvial, sedimen aluvial di Jakarta
melestarikan sumberdaya air tersebut agar tetap dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: aluvium sungai
handal dan terjaga kelestariannya dengan daerah pantai (As), pematang pantai (Ap) dan

213
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

aluvium (A1), As merupakan endapan sungai tua andesitik dan basaltik. Ini merupakan daerah
(purba) yang tersebar sepanjang pantai. akuifer tak tertekan yang bagus. Ap merupakan
endapan pasir lepas, dengan ukuran halus,
Sistem Akuifer Jakarta mengandung cangkang fosil. Ini termasuk akuifer
tak tertekan yang permeabel dan mempunyai
Menurut Soekardi (1982) satuan muka air tanah rendah. Al merupakan endapan
hidrogeologi Jakarta dibagi menjadi 2 lapisan yaitu resen, dibedakan menjadi 3 jenis yaitu aluvial
akuifer tak tertekan dan tertekan. Lapisan akuifer pantai, aluvial sungai dan llembah aluvial.
tak tertekan memiliki kedalaman sampai 60 m. Sedimen ini terdiri dari lempung, pasir, gravel dan
Lapisan ini dikelompokkan kedalam unit stratigrafi boulder andesit atau basalt, sifat permeabilitasnya
I. Lapisan ini disusun oleh litologi yang terdidi dari tinggi. Sedimen aluvial lembah juga mempunyai
lempung, lempung berpasir, lempung pasir tufaan, permeabilitas tinggi.
pasir berlempung, pasir dan gravel.
Lapisan akuifer tertekan dikelompok kan 2. METODOLOGI
menjadi 3 (tiga) grup. Pada grup I (A, B) terdiri dari
lapisan akuitard I, Artetis, Akuifer artetis I dan 2.1 Pendekatan Model Matematis
Akuitard II. Lapisan akuifer pada grup I ini meliputi
4 (empat) satuan stratigrafi yaitu Unit II, III, IV dan Pendekatan model matematis yang
V. Lapisan akuifer grup I unit II dan III ini digunakan untuk menganalisa penyusupan air laut
mempunyai Litologi yang terdiri dari Lempung di akuifer pantai adalah model komputer quasi tiga
keras, lempung berpasir, pasir, grafel batu pasir, dimensi dengan metode finite difference.
dan konglomerat. Unit IV dan V mempunyai litologi Permodelan akuifer yang digunakan sebagai
lempung, lempung berpasir, pasir kuarsa dan pendekatan adalah sharp interface, yaitu dengan
lempung keras. Lapisan akuifer grup I ini diapit menganggap adanya batas tegas yang
oleh dua buah lapisan semi permeabel mempunyai memisahkan antara air asin dengan air tawar
kedalaman sampai 150 m. dalam sebuah persamaan matematis. Persamaan
Lapisan akuifer grup II C merupakan lapisan tersebut merupakan gabungan antara persamaan
akuifer artetis II, lapisan ini termasuk dalam unit aliran air tawar dan air asin di
stratigrafi VI dan VII, dengan litologi terdiri dari: lapisan akuifer yang diselesaikan dengan
lempung berpasir, pasir berlempung dengan pasir algoritma Langrangian dan prosedur modifikasi
kuarsa, pasir kuarsa gravel, lempung dan lempung gradien (Formulasi 1). Model intrusi air laut
berpasir. Lapisan akuifer grup II C ini juga diapit kemudian dibentuk atas dasar model simulasi
oleh lapisan semi permeabel dengan kedalaman koputer oleh Essaid et al. (1989 dan 1990) dari
sampai 250 m. USGS (United State Geological Survey). Untuk
model simulasi ini digunakan 5 asumsi yaitu :
Lapisan akuifer grup III D terdiri dari lapisan
Akuitard III dan akuifer artetis III. Lapisan grup III D 1. Ketebalan daerah transisi adalah relatif kecil
ini termasuk dalam untit stratigrafi VIII dan IX terhadap ketebalan akuifer, sedangkan air asin
dengan litologi yang terdiri dari lempung berpasir, serta air tawar merupakan cairan yang
lempung gravel, utamanya lempung, lempung immiscible (tidak bersatu) yang dipisahkan
pasir dengan korelasi dengan lapisan pasir. oleh daerah batas (interface).
Sedimen ini mengandung konglomerat dengan
sortasi bagus. Komposisi batuan terdiri dari batuan
(1) (2) _________(3)____________

δh f δh  δh δh 
Sf B f   f    f  (1   ) s   …………….. Formulasi 1
δt δt  δt δt 
(4) (4) (5) (6)

  δh  δ  δh 
Bf Kfx f   Bf Kfy f   Qf  Qlf
x  δx  δy  δy 

214
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

δh s  δh δh  δ δhs  δ  δhs 
Ss BS   (1  δ) s  δ f    B s K sx 
 δ  B s K sy   Qs  Qls
δt  δ t δt  δx δx y  δy 
Keterangan :

Kfx = hidraulik konduktivitas air tawar arah x (LT-1)


Ksx = hidraulik konduktivitas air asin arah x (LT-1)
Kfy = hidraulik konduktivitas air tawar arah x (LT-1)
Ksy = hidraulik konduktivitas air asin arah x (LT-1)
Ø = Efektif porositas
Q f, Q s = sumber/penampungan air tawar/asin (LT-1)
Qlf Qls = Kebocoran air tawar/asin (LT-1)
(1) = Formulasi ini mewakili perubahan elastic storage dalam setiap domain
(2) = Formulasi ini mewakili perubahan storage air tawar karena aliran di dalam akuifer air tanah
dangkal
(3) = Formulasi ini mewakili perubahan storage dalam setiap domain karena pergerakan dari interface
(4) = Formulasi ini mewakili perbedaan fluk dalam arah sumbu x dan y
(5) = Formulasi ini mewakili sources (recharge) dan sinks (pumping) ke dalam akuifer
(6) = Formulasi ini mewakili nilai kebocoran akuitard

2. Untuk lapisan akuifer majemuk, setiap akuifer Xt  R n


dipisahkan oleh lapisan tidak tertekan atau
akuitard yang berisi media berongga yang Pt  R m
bervariasi.
3. Kebocoran aliran ke dan dari akuifer terjadi Keterangan :
secara vertikal dan dalam kondisi statis.
4. Pendekatan Dupoit diterapkan dalam sistem T = Fungsi yang mengontrol sistem akuifer
akuifer. dari Xt ke Xt+1 dimana variabel penentu Pt
5. Konduktivitas hidrolik dan koefisien storage adalah fungsi dari variabel hf , hs dan zt
tidak berubah secara vertikal. G = Satu kelompok kendala dan kontrol pada
periode perencanaan t untuk
Model matematis untuk proses optimisasi dapat meminimumkan penurunan muka air tanah
dilihat pada persamaan Formulasi 2. yang berlebihan atau efek interferensi
sumur. Dapat dieksperesikan juga
Model optimisasi ini kemudian dikembang kan oleh sebagian batas pemompaan air tanah,
Finney dan Willis (1989) dan diterjemahkan ke atau untuk memenuhi kebutuhan air atau
dalam bahasa komputer dengan algoritma BOX. imbuhan.
Model optimisasi ini kemudian digabungkan Lt = Fungsional objektif dalam periode
dengan model simulasi Essaid (1989) sehingga perencanaan t
menjadi model optimisasi pengelolaan air tanah. Xt = Vektor tertentu pada permulaan periode
perencanaan t
N Pt = Vektor kontrol yang menentukan
min J   Lt ( Xt , Pt , t ) ……. Formulasi 2 pemompaan atau imbuhan yang terjadi
t 1 selama periode perencanaan t.

Xt  1  T ( Xt , Pt , t ) 2.2 Pengoperasian Model Simulasi dan


Optimisasi
t  1,2,3.............., N

Dalam pengoperasian model secara garis
G ( Xt , Pt , t )  G ( Xt , Pt , t ) besar dapat dinyatakan bahwa simulasi model
akan mengolah tiga kelompok data masukan yaitu
t  1,2,3.............., N : pemompaan, parameter akuifer dan imbuhan
alami. Hasil simulasi akan dioptimisasikan dengan

215
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

pemompaan sebagai faktor penentu yang dapat dan Djaendi dkk. (1985). Nilai Kx untuk
diubah-ubah untuk mencapai nilai tujuan (volume daerah Jakarta utara antara 6,5 x 10-4 s.d.
air asin minimum). Dalam hal ini digunakan model 2,9 m/hari sedangkan untuk daerah
komputer SHARP yang dapat membuat simulasi Jakarta bagian tengah berkisar 1,32 x 10-4
aliran air tanah dan model komputer BOX yang s.d. 2,3 m/hari dan untuk daerah Jakarta
digunakan untuk optimisasi dari hasil simulasi bagian selatan nilainya berkisar antara 1,4
tersebut. Diagram alir pengerjaan Model Simulasi x 10-4 s.d. 1,1 m/dtk. Besarnya nilai Ky
dan Optimisasi dapat dilihat pada Gambar 4. adalah 1/100 dari nilai Kx.
Sepuluh tahun lalu untuk pengoperasian
model ini membutuhkan komputer SUN-4 (di BPP - Transmisivitas (T)
Teknologi) dan waktu yang diperlukan berkisar 26 Transmisivitas (T) untuk seluruh lapisan
menit (simulasi) dan 6 Jam 40 menit (optimisasi). kuarter dengan ketebalan 250 m adalah
Sedangkan di IBM-3090 (IPTN, Bandung) waktu kira-kira 250 m/hari di dekat pantai dan di
yang diperlukan untuk proses simulasi adalah 23 daerah selatan meningkat sampai 500
detik dan optimisasi 7 menit. Dengan adanya m/hari. Sedangkan menurut Joice dan
pengoperasian sistem UNIX pada PC, dan Kamata (1987) transmisivitas akuifer I
perkembangan mikroprosesor yang begitu cepat, berkisar antara 326 m/hari dan 9,6 m/hari
sekarang program ini dapat dijalankan pada dengan rata-rata 120 m/hari, akuifer II
komputer PC atau notebook. berkisar antara 300 m/hari dan 31 m/hari
dengan rata-rata 142 m/hari.
2.3 Data Input Model
- Koefisien Storage (STORF dan STORS)
Data masukan memegang peranan penting Koefisien daya simpan air tawar pada
dari suatu model simulasi. Bagaimanapun baiknya akuifer dalam (tertekan) atau STORF
suatu model simulasi apabila tidak ditunjang oleh adalah berkisar antara 10-2 dan 10-6
data masukan yang tepat akan mengakibatkan (Djaendi dkk, 1985). Nilai koefisien daya
hasil simulasi menjadi sulit dimengerti dan tidak simpan air untuk akuifer tertekan
mempunyai kecenderungan yang sama dengan diasumsikan homogen yaitu 10-6
kondisi yang sebenarnya dilapangan. Dalam sedangkan untuk akuifer tertekan II
model simulasi air tanah Jakarta ini, data masukan berkisar antara 1 x 10-4 - 3,6 x 10-3 dan
yang digunakan adalah : untuk akuifer tertekan II berkisar antara 1 x
10-4 - 3,6 x 10-3 dan untuk akuifer dangkal
a. Rancangan Blok dan Kondisi Daerah Batas sebesar 0,2. Koefisien daya simpan air
Daerah penelitian meliputi wilayah Jabotabek asin atau STORS untuk air tanah tertekan
dengan luas 4800 km2. Daerah ini dibagi I diasumsikan homogen yaitu sebesar 1 x
menjadi 12 x 16 blok dengan luas tiap blok 25 10-4, air tertekan II diasumsikan 1 x 10-18
km2. Kondisi batas daerah di sebelah selatan, dan untuk akuifer dangkal 1 x 10-20.
tenggara dan timur adalah singkapan batuan
yang berumur tersier yang dianggap sebagai - Porositas (POR)
daerah kedap air. Daerah batas ini dalam Nilai porositas untuk model simulasi ini
model komputer diberi kode “O” sedangkan masih diasumsikan homogen terutama
daerah yang lulus air atau titik aktif, dalam untuk akuifer tertekan I dan II (0,15 dan
model komputer diberi kode “1”. Daerah yang 0,05 %) sedangkan porositas akuifer
diasumsikan mempunyai tinggi tekan air tanah dangkal berkisar antara 5 – 15%. Nilai
konstan terletak di sebelah utara Bogor, batas porositas yang dimaksud disini adalah
timur, batas barat dan di derah utara porositas efektif batuan.
sepanjang pesisir dekat pantai. Daerah ini
dalam input model diberi tanda “-“ pada - Kebocoran Akuitard (Aquitard Leakage,
koefisien storagenya. AQL)
Kebocoran Akuitard sulit ditentukan secara
b. Parameter Akuifer : pasti dilapangan. Nilai kebocoran akuitard
untuk akuitard I masih diasumsikan
- Konduktivitas Hidrolik (Kx dan Ky) homogen yaitu sebesar 1,9 x 10-10 m/dtk
Data Kx dan Ky di dapat dari hasil dan akuitard II sebesar 1 x 10-10 m/dtk.
penelitian terdahulu antara lain dari
Schmidt & Haryadi (1986), CRDB (1987) - Tebal Akuifer (THCK)

216
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

Ketebalan akuifer air tanah Jakarta 2.4 Jumlah Pemompaan


sebenarnya sangat bervariasi, baik dari
arah selatan ke utara maupun dari barat Jumlah pemompaan air tanah Jkaarta
ke timur. Dalam model simulasi ini tebal hingga saat ini sulit ditentukan secara pasti. Data
akuifer diasumsikan homogen dan lapisan distribusi pemompaan dan prosentase pemakaian
akuifer dikelompokkan atas 3 bagian yaitu tiap wilayah diolah dari data PAM DKI Jakarta
: akuifer tertekan I (140 s/d 250 meter) sedangkan jumlah pemompaan totalnya ditentukan
tebalnya 90 meter, akuifer teretkan II (40 berdasarkan kebutuhan air tanah per kapita
s/d 140 meter) tebalnya 84 meter dan penduduk DKI Jkarta. Dengan melakukan simulasi
akuifer bebas III (0 s/d 40 meter) tebalnya Model Air Tanah Jakarta dapat diketahui berapa
40 meter. Tebal akuitard I rata-rata 19 besar pemompaan air tanah yang sebenarnya
meter dan tebal akuitard II adalah 15 untuk setiap akuifer dan setiap daerah.
meter.
3. APLIKASI MODEL
- Elevasi Akuifer (ZBOT)
Elevasi akuifer di alam sebenarnya sangat Model simulasi dan optimisasi air tanah telah
bervariasi (akuifer bergelombang), tetapi diaplikasikan di Cekungan Jakarta. Ada beberapa
dalam model ini akuifer dangkal alasan yang menyebabkan model tersebut
diasumsikan sebesar –40 meter, akuifer diterapkan di Cekungan Jakarta antara lain:
tertekan I adalah –140 meter dan akuifer 1. Sistem akuifer Cekungan Jakarta
tertekan II adalah –250 meter dari bawah merupakan sistem akuifer tipe pantai.
muka laut (bml). Pada program simulasi 2. Data tersedia cukup banyak baik itu data
sudah dipersiapkan untuk akuifer pemompaan, pemboran maupun data
bergelombang tetapi karena keterbatasan hidrogeologi lainnya. Pencatatan data
data untuk saat ini masih masih digunakan hidrogeologi sudah dimulai sejak tahun
ZBOT homogen, 1980.
3. Penelitian yang menyangkut kondisi air
- Elevasi Interface (ZINT) tanah Jakarta sudah banyak dilakukan dan
Elevasi interface adalah ketinggian titik pada umumnya disimpulkan bahwa kondisi
pertemuan antara air laut dan air tawar. air tanah Jakarta semakin turun baik dari
Data mengenai ketinggian interface segi kualitas dan kuantitas.
wilayah Jakarta di dapat dari studi 4. Kedudukan ibu kota Jakarta sangat strategis
Penyusupan Air Laut di Wilayah DKI dan penting, menyangkut berbagai
Jakarta 1989. Batas bagian bawah kepentingan.
interface dipakai bagian bawah dari
elevasi dasar dari masing-masing akuifer. 3.1 Hasil Simulasi

- Tinggi Tekan Air (PHIF) Simulasi dengan model komputer SHARP


Data tinggi tekan air tanah selalu dimonitor telah dilaksanakan berulang kali bersamaan
sejak tahun 1980 baik untuk air tanah dengan pelaksanaan kalibrasi model dan validasi
dangkal, tertekan I dan II. Untuk data. Proses kalibrasi dilakukan terhadap data
pengkalibrasian program simulasi tahun 1987. Pemompaan yang dilakukan sebesar
digunakan data PHIF tahun 1987 karena 7,9 m3/dt. Dari hasil simulasi yang dapat dilihat
data pada tahun tersebut adalah yang adalah tinggi tekan air tawar, pola depresi atau
paling lengkap. pola penurunan muka air tanah yang terjadi akibat
pemompaan, gambaran pergerakan interface air
- Imbuhan Alami (RECH) asin dan air tawar dan peta penyusupan air laut.
Dalam model ini nilai imbuhan alami hanya Hasil simulasi memang tidak dapat 100% sama,
terjadi pada akuifer bebas dari nilainya hal yang menjadi perhatian utama adalah hasil
ditentukan dari hasil studi DGTL dan simulasi menunjukkan kecenderungan akibat yang
INDEC et al. Pada beberapa tempat sama dari pengambilan air tanah yang berlebihan
dihitung berdasarkan jenis batuan, di daerah Jakarta.
tumbuhan penutup yang tumbuh di Hasil proses simulasi air tanah Jakarta
atasnya, curah hujan dan fluktuasi air tahun 1987 diketahui bahwa pengambilan air
tanah dangkal. tanah sebesar 7,9 m3/detik dapat mengakibatkan :
Lapisan I menunjukkan ada dua depresi disebelah

217
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

barat (,-18,7 M, Grogol) dan Timur (-13,7 M, buatan pada air tanah dangkal. Pengaturan ini
Pulogadung) sedangkan pada peta dasar tahun akan menghasilkan “output” imbuhan buatan
1987 (Gambar 4) menunjukkan satu depresi. Pada optimal yang lebih mungkin untuk dilaksanakan di
lapisan akuifer II secara umum menunjukkan lapangan, baik teknis maupun ekonomis. Lokasi
kecenderungan yang sama dengan peta dasar. dari imbuhan buatan disesuaikan dengan
Pada lapisan akuifer III depresi yang terjadi hampir kebijakan pengembangan kota dan tata guna
menyerupai peta dasar yaitu di bagian barat (-1 m, lahan yang ada. Dengan demikian informasi
Cengkareng) dan di bagian tengah (-1 m, Jakarta besarnya imbuhan buatan optimal yang akan
Pusat) sedangkan pada peta dasar terjadi di diberikan oleh model optimisasi akan sesuai
sebelah barat dan di timur. lokasinya dengan apa yang seharusnya dilakukan.
Dari hasil simulasi 1987, 1990, 2000, 2015 Dari hasil optimisasi tahun 1987, 1990, 2000
dapat terlihat bagaimana perubahan kondisi air dan 2015 kemudian diringkas seperti Tabel 2.
tanah dari tahun ke tahun.Dari hasil simulasi Proses optimisasi (historis) tanpa dilakukan
tersebut dapat pula diperlihatkan bahwa akibat imbuhan buatan menunjukkan nilai obyektif
naiknya laju pemompaan akan terjadi penurunan (“Objective value”) yang lebih tinggi dibandingkan
air tanah semakin dalam dari tahun ke tahun,dan dengan proses opimisasi dengan melakukan
penyusupan air laut yang semakin jauh ke arah imbuhan buatan. Nilai obyektif ini mencerminkan
daratan. ”Cone depresi” pada tempat-tempat yang volume air laut yang masuk ke dalam akuifer air
besar pengambilan air tanahnya sulit untuk tawar. Peningkatan nilai obyektif menunjukkan
dihindari karena kecepatan pulih muka air tanah adanya intrusi air laut. Dari keadaan itu dapat
sangat rendah dibanding laju disimpulkan bahwa imbuhan buatan dapat
pengambilannya.Untuk menghindari kejadian ini menahan laju penyusupan air laut. Pada tingkat
maka perlu diadakan pengaturan lokasi pemompaan tertentu proses optimisasi dapat
pemompaan air tanah disesuaikan dengan menjadi tidak efektif lagi sebab terlalu banyak
kemampuan daerahnya. imbuhan buatan yang harus dilakukan sehingga
dalam menafsirkan hasil optimisasi ini perlu hati-
3.2 Hasil Optimisasi hati.
Kondisi saat ini menunjukkan harapan yang
Proses optimisasi dilakukan agar potensi air sebaliknya, hasil penelitian Rahardjo dan
tanah yang terbatas ini dapat dimanfaatkan Saraswati (2002), di daerah Depok menunjukkan
seoptimal mungkin tanpa mengakibatkan bahwa dengan bertambahnya penduduk dan luas
penyusupan air laut lebih jauh ke arah darat. wilayah tutupan imbuhan air tanah menurun dari
Sedangkanjarak penyusupan yang tahun ke tahun. Kondisi ini tentu sangat
diinginkan,sebenarnya dapat pula ditentukan memprihatinkan, dalam jangka panjang akan
dengan menentukan batasnya dalam input model. berpengaruh terhadap pengisian air tanah Jakarta.
Proses optimisasi dilakukan untuk tahun Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan real yang
1987,1990,2000 dan 2015 sesuai dengan proses dapat diterapkan di lapangan untuk meningkatkan
simulasi agar hasilnnya dapat dibandingkan. nilai imbuhan air tanah, terutama di daerah yang
Proses optimisasi berusaha mendapatkan sudah direkomendasikan sebagai daerah resapan.
pemompaan optimal untuk setiap setiap tahun Konstribusi silang sebaiknya juga dilakukan dari
yang diprediksi. Pemompaan optimal sering juga wilayah pemakai ke wilayah pemasok (utara ke
diimbangi oleh imbuhan buatan yang optimal. selatan).
Batas maksimal laju imbuhan buatan dapat diatur
sedemikian rupa sehingga kecepatannya sama 3.3 Peta Imbuhan Air Tanah
dengan kecepatan resapan air tanah dengan
harapan agar nilai imbuhan buatan optimalnya Salah satu keunggulan program ini adalah
tidak terlalu besar. Walaupun untuk mengadakan munculnya rekomendasi wilayah yang harus
peresapan pada akuifer dalam tentu merupakan dilakukan imbuhan (bisa secara alami atau
persoalan yang sulit terutama menyangkut biaya, buatan), sesuai dengan sifat fisik akuifer yang
pengadaan air baku dan teknis. dinformasikan kedalam data input. Angka yang
Program optimisasi ini dapat diatur agar ditunjukan dalam peta (Gambar 5, 6 dan 7) adalah
imbuhan buatan dalam akuifer dalam (I dan II) besarnya imbuhan yang harus dilakukan didaerah
ditiadakan sehingga yang ada hanya imbuhan. tersebut (dalam satuan m3/detik).
Tanda minus menunjukkan imbuhan. Dengan resapan atau luasan waduk yang harus dibangun
perhitungan sederhana dan mengenal sifat-sifat di wilayah tersebut agar resapan airnya.
wilayah, maka dapat dihitung jumlah sumur

218
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

Besarnya imbuhan buatan yang harus d. Mengatur pemompaan dan mengurangi


dimasukkan kembali kedalam akuifer dangkal pembuangan di Jakarta ke laju imbuhan;
untuk daerah seluas 25 km2 berkisar antara e. Melaksanakan pengukuran untuk
1.082.419- 54.120.960 m3/tahun atau antara 1,08 melindungi dan meningkatkan imbuhan air
- 54,12 m3/tahun/m2. Lokasi imbuhan buatan tanah.
dapat dilihat pada Peta Lokasi Imbuhan Buatan 4. Kegiatan jangka pendek juga dibituhkan
Berdasarkan Hasil Optimisasi Pengelolaan Air untuk mendapatkan data yang diperlukan
Tanah. Jika diasumsikan 1 (satu) sumur resapan untuk pengelolaan akuifer cekungan air
dengan diameter 0,8 meter, lebar bidang resapan tanah Jakarta, meliputi :
1 meter pada tanah dengan permeabilitas rendah a. Pengumpulan dan evaluasi data pada
(0,00105 m/hari), maka kapasitas sumur resapan sumur bor dalam
adalah 0,592 m3/tahun/unit. Dengan demikian b. Mengajak ahli yang sudah dikenal ke
untuk daerah Jakarta dan sekitarnya dibutuhkan ‘land subsidence’ untuk meng-evaluasi
kurang lebih 2 juta sumur resapan. bukti yang ada
Mengingat jumlah sumur resapan demikian c. Melaksanakan geodetik levelling yang
besar, maka dibutuhkan dana yang sangat besar teliti dan menetapkan ‘benchmark’
untuk melestarikan air tanah Jakarta, agar tetap (titik acuan) untuk membantu studi
lestari. Sosialisasi sumur resapan sudah dilakukan land subsidence;
oleh Pemda DKI, demikian juga dengan d. Evaluasi kemungkinan secara buatan
percontohannya. Dalam kondisi krisis ekonomi, untuk meningkatkan imbuhan air
sebaiknya program pembuatan sumur resapan, tanah seperti situ-situ, sumur imbuhan
dikaitkan dengan program bantuan ekonomi untuk dan perencanaan kota;
memperkuat jaring pengaman sosial, dengan cara e. Lakukan kembali pengoperasian
memperbaiki lingkungan dan meningkatkan model air tanah untuk menyediakan
kesejahteraan masyarakat. data tambahan untuk perencanaan
pengembangan air tanah.
5. Pemberian imbuhan air pada sistem akuifer
4. REKOMENDASI dengan mengikuti skenario yang
dikeluarkan oleh Model Optimisasi
1. Air tanah merupakan sumber yang berharga Pengelolaan Air Tanah akan dapat dipakai
dalam hal mensuplai kebutuhan air sebagai bahan masukan dalam
JABOTABEK. Oleh karena itu, penanganan pengelolaan air tanah.
yang tepat dari cekungan air tanah harus
dijalankan dalam sudut pandang konservasi
dan pengembangan. DAFTAR PUSTAKA

2. Keduanya program jangka panjang dan 1. Cordery,I. 1976, Evaluation And


kegiatan jangka pendek direkomendasikan Improvement of Quality Characteristics of
untuk mengelola dan mengembangkan Urban Stormwater. New South Wales,
sumber air tanah di Jabotabek. Pengelolaan Australia, The University of New South
ini harus diterapkan dengan mengutamakan Wales School Of Civil Engineering.
daerah barat dan selatan-barat (barat-daya) 2. CRBD, 1987, Cisadane River Basin
Jakarta, dimana suplai air permukaan yang Development Feasability Study,
tidak akan tersedia Directorate General of Water Resources
Development, Jakarta, Vol. 1-12.
3. Program jangka panjang yang dibutuhkan 3. Dadi Harnandi, Dipl. H. dan Wawan
untuk mendapatkan data yang diperlukan Sungkawan, Dipl. H. 1988, Laporan Hasil
untuk mengelola sumber daya meliputi : Tinjauan Sumur Pantau di Wilayah
a. Konsolidasi dari inventarisasi sumur; Jabotabek Periode Agustus-November
b. Program pemantauan permukaan air yang 1988, Dit. Jend. Geologi dan Sumber
lebih memadai; Daya Mineral, Dit. GTL, Sub. Dit.
c. Mempertahankan program pemantauan Hidrogeologi, Bandung.
kualitas air yang ada Rancangan dan 4. DEG, 1985, Groundwater Geophysics,
pembangunan suplai air alternatif untuk Vol. 2-3 (1984), GHAG-CTA 40, HAG 64,
menggantikan pemompaan berlebihan 64.1, 64.2, 65, 85, 86, 87, DEG,
dari sumur bor di area Jakarta Utara. Bandung.

219
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

5. Deny, J. 1994. Kelestarian Imbuhan Air 16. Haryoto. I, Herlambang. A, Haryadi. R,


Tanah Dengan Memanfaatkan Teknologi 1996, Upaya Penanggulangan Banjir di
Konservasi Air Tanah. Dalam Seminar Jakarta, disampaikan dalam Seminar
Memasyarakatkan Penggunaan Air tanah Airborne Digital Multispektral Video dan
di Wilayah Jakarta Seefisien Mungkin. Rancang Bangun Sumur Resapan Untuk
Jakarta, 26 Oktober 1994. Mengatasi Banjir Jakarta, Tanggal 12
6. DGTL, 1988, Studi Intrusi Penyusupan Nopember 1996
Air Laut di Wilayah DKI Jakarta, GTL dan 17. Herlambang, Arie, dkk, 1989, Data Base
PAM JAYA, Bandung. Air Tanah Jakarta, Studi Optimisasi
7. Djaendi, 1985, Studi Air Tanah Jakarta, Pengelolaan Air Tanah Jakarta, Dit P.S,
Vol.4-6 Evaluasi, Uji Pemompaan Sumur Dep. Analisa Sistem, BPPT, Jakarta.
Pengamat Kuningan, Walang Baru, 18. Herlambang, Arie, dan Hernaningsih,
Tongkol, Cilodok dan Cipondok, GHAG Tatik, 1991, Model Simulasi dan
CTA 40, HAG 95, DEG, Bandung. Optimalisasi Pengelolaan Air Tanah
8. Djaeni, G. Kohler dan B. Soefner, Jakarta Jakarta, Seminar Pengembangan Air
Ground Water Study, Vol 6-2, Piezometric Tanah, PPS Keairan, Teknik Sipil
Heads of The Unconfined Aquifer System Universitas Trisakti.
1984-1985, GHAG CTA 40, HSG 103, 19. Herlambang, Arie, dkk, 1990, Simulasi
DEG, Bandung. dan Kalibrasi, Studi Optimisasi
9. Djoko Warsito, 1984, Studi Air Tanah Pengelolaan Air Tanah Jakarta, Dit P.S,
Jakarta, Vol. 4, Topografi dan Geologi Dep. Analisa Sistem, BPPT, Jakarta
Daerah Jakarta-Bogor termasuk Kompilasi 20. Herlambang, Arie, dkk. 1991. Simulasi dan
Data Aliran Permukaan, GHAG-CTA 40, Kalibrasi, Studi Model Optimisasi
HAG 76, DEG, Bandung. Pengelolaan Air Tanah Jakarta. Jakarta.
10. Esaid, Hedeff I., 1989, The Computer Direktorat Pengkajian Sistem, Kedeputian
Medel SHARP: A Quasi-Three Bidang Analisis Sistem, Badan Pengkajian
Dimensional Finite-Difference Model to dan Penerapan Teknologi.
Simulate Fresh Water and Saltwater Flow 21. M. Hobler, 1985, Studi Air Tanah Jakarta,
in Layered Coastal Aquifer Systems, Vol 6-2, Air Sungai di Daerah Cekungan
USGS, Manlo Park, California. Jakarta, GHAG-CTA 40, HAG 96, DEG,
11. Esaid, Hedeff, I., 1990, The Computer Bandung.
Model SHARP: A Quasi-Three 22. PAM JAYA, 1981, Pengumpulan dan
Dimensional Finite-Difference Medol ti Kompilasi Data PAM dalam Bentuk Bank
Simulate Fresh-Water and Saltwater Flow Data (Ilustrasi, Tabel, Grafik, Laporan),
in Layered Coastal Aquifer Systems, Vol 11, Sektor Water Supply dan
USGS, Manlo Park, California. Resources, Rencana Induk Pembangunan
12. Fauzi Maimun dan Maridjo, 1985, Jakarta DKI 1985-2005.
Grounwater Study, Vol. 6-1, Location and 23. Pemerintah Daerah Khusus Ibukota
Topographic Elevation of DEG Monitoring Jakarta, Brosur, Sumur Resapan Buatan
Wells in the Jakarta-Bogor Area, GHAG Air Hujan. Jakarta. Dinas Pertambangan
CTA 40, HAG 94, DEG, Bandung. DKI.
13. Finney, B. A., Samsuhadi dan Willis,R., 24. Rahardjo dan Saraswati (2002), Simulasi
Groundwater Management in The Jakarta Pengimbuhan Air Tanah Dangkal di
basin, 1989. Depok, Sains Indonesia, 7(1):31-36.
14. Haryadi Tirtomihardjo, 1985, Studi Air 25. Soki Yamamoto, Prof. Dr., 1972,
Tanah Jakarta, Vol 6-2, Air Sungai di Geohydrologic Investigation for Municipal
Daerah Cekungan Jakarta, GHAG-CTA Water Supply of City of Jakarta, Nihon
40, HAG 114, DEG, Bandung. Suido Consultants Co, Ltd, Tokyo.
15. Haryoto, I, dkk. 1992. Optimisasi, Studi 26. Sunjoto. 1992. Brosur Sistem Drainase Air
Model Optimisasi Pengelolaan Air Tanah Hujan Berwawasan Lingkungan.
Jakarta. Jakarta. Direktorat Pengkajian Yogyakarta. Fakultas Teknik Universitas
Sistem, Kedeputian Bidang Analisis Gadjah Mada.
Sistem, Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi.

220
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

Tabel 1. Prediksi Beban Pengambilan Air Tanah Di Wilayah Jakarta (m3/hari/km2)

Prediksi Pengambilan Beban


Wilayah Luas (km2)
Air Tanah (m3/hari) (m3/hari/km2)

Jakarta Pusat 482,595.13 54.46 8,861.46


Jakarta Barat 604,211.67 131.45 4,596.51
Jakarta Selatan 342,049.82 146.84 2,329.40
Jakarta Timur 345,617.21 178.07 1,940.91
Jakarta Utara 130,991.77 139.58 938.47
1,905,465.60 650.40

Gambar 1. Contoh Suatu Kondisi Hidrogeologi Dalam Akuifer Pantai. (A). Akuifer Tak tertekan Dengan
Lapisan Dasar Impermeabel, (B). Akuifer tak Tertekan Pulau Dengan Dasar Bebas, (C). Akuifer Tertekan.

221
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

Gambar 2. Potongan Melintang Yang Ideal Suatu Sistem Akuifer Pantai

Gambar 3. Sirkulasi Air Asin Dari Laut Menuju Daerah Transisi dan Kembali Ke Laut Pada Daerah Interface
(Zone Transisi)

222
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

PENGEMBANGAN MODEL SIMULASI MODEL OPTIMISASI IMPLEMENTASI


DATA BASE AIR
DATA BASE DAN
DATA INPUT

CONVERT,
DATA SOSIAL
FORMAT
EKONOMI
DATA INPUT
PENGUMPULAN
DATA
DATA
KEBUTUHAN AIR
TAMBAHAN
PREDIKSI OPTIMISASI :
INPUT DATA INPUT DATA INPUT
IMBUHAN KALIBRASI - TAHUN 2000
OPTIMISASI - TAHUN 2010
- TAHUN 2020
DATA AIR
PERMUKAAN
VALIDASI KALIBRASI
DATA AIR
TANAH
DATA BASE 1. PEMAKAIAN
DATA KUALITAS TERBARU MODEL MATEMATIS DAN PENGELOLAAN
AIR OPTIMISASI SUMBERDAYA AIR
MODEL MATEMATIS
BOX ALGORITMA 2. PRASARANA DAN SARANA
SIMULASI AIR TANAH
DATA
SUMBER AIR
METEOROLOGI
3. PENGGUNAAN LAHAN
DAN TATA RUANG
DATA
SUMUR BOR

EVALUASI
OUTPUT HASIL SIMULASI OUTPUT HASIL OPTIMISASI
SOFT WARE DATA
1. DATA HEAD AIR TAWAR 1. DATA HEAD AIR TAWAR
DATA BASE AIR
2. DATA HEAD AIR ASIN 2. DATA HEAD AIR ASIN
1. AIR PERMUKAAN
3. DATA IMBUHAN 3. DATA IMBUHAN
2. HIDROMETEOROLOGI
4. DATA PEMOMPAAN 4. DATA PEMOMPAAN
3. AIR TANAH
5. PETA INTRUSI AIR ASIN 5. PETA INTRUSI AIR ASIN
4. SUMUR BOR

Gambar 4. Diagram alir pengerjaan Model Simulasi Dan Optimisasi

Tabel 2. Hasil Proses Optimisasi

Tahun Pemompaan Keterangan Akuifer Akuifer Akuifer Nilai Objektif


(m3/detik) Dangkal Dalam I Dalam II (m3/detik)
(m3/detik) (m3/detik) (m3/detik)
1987 7,9 Pemompaan 3,87 2,05 1,91 2,94
Historis
Pemompaan 4,45 2,18 2,27 2,90
Optimal
Imbuhan Buatan 0,21 0,01 0,05
Imbuhan Alami 26,18 0,00 0,00
1990 8,1 Pemompaan 3,96 2,09 1,96 2,94
Historis
Pemompaan 4,55 2,33 2,32 2,93
Optimal
Imbuhan Buatan 0,24 0,04 0,08
Imbuhan Alami 26,18 0,00 0,00
2000 9,6 Pemompaan 4,48 2,92 1,79 2,95
Historis
Pemompaan 4,69 2,49 2,32 2,93
Optimal
Imbuhan Buatan 0,18 0,06 0,09
Imbuhan Alami 26,18 0,00 0,00
2015 10,4 Pemompaan 4,85 3,16 1,94 2,95
Historis
Pemompaan 5,09 2,69 2,52 2,94
Optimal
Imbuhan Buatan 0,18 0,09 0,03
Imbuhan Alami 26,18 0,00 0,00

223
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

Gambar 5 : Kapasitas imbuhan untuk lapisan air tanah dangkal (m3/dtk)

Gambar 6 : Kapasitas imbuhan untuk lapisan air tanah dalam (40 – 140 m, m3/dtk)

224
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005

Gambar 7: Kapasitas imbuhan untuk lapisan air tanah dalam (140 – 250 m, m3/dtk)

225

Potrebbero piacerti anche