Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
2 2005
Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Lingkungan, BPPT
Abstract
Coastal Aquifer System of Jakarta consist of unconfined aquifer layers, confined aquifer I and
confined aquifer II. Resources of groundwater is very important for Jakarta City, for drinking
water, industry, hotel, government offices and various other facility. Important considering of
groundwater resources of Jakarta hence needed an effort to preserve the groundwater and
awake its continuity by conducting a system management of groundwater. Model used for the
management of groundwater system of aquifer coastal referred as Groundwater Model
Simulation and Optimization of Quasi Three Dimension ( OPT-Q3D). Model simulation and
optimization represent computer model of quasi-three dimensions with method of finite
difference used for the operation of infiltration of sea water. This model can conduct current
simulation of groundwater flow, head of fresh water and brine, and describe the movement of
interface fresh water and sea water. The model can also make optimization of system aquifer
with single or multi layers. Jakarta Groundwater Basin assumed consist three layers of
aquifer separated by impermeable layer. Applying of groundwater simulation model in Jakarta
can give information regarding balance of groundwater, head of freshwater, head of brine,
interface brine and freshwater, map of brine distribution and bargain in each; every aquifer.
Herein after model optimization will yield various information able to wear upon which
consideration to manage the amount of pumping of optimal ground water every area in each
layer of aquifer, amount of optimal pumping, optimal freshwater head, head of optimal brine
and map of infiltration.
1. PENDAHULUAN
tentang jumlah pemompaan yang tepat dan posisi
1.1 Latar Belakang pengambilannya.
Perhitungan pemakaian air tanah akhir-akhir
Dengan semakin berkembangnya penduduk ini selalu dikaitkan dengan tingkat pelayanan air
perkotaan, maka tekanan terhadap kualitas air minum oleh perusahaan daerah (PDAM). Dengan
permukaan juga semakin meningkat. Sementara asumsi bahwa yang tidak memakai air PDAM
ini pelayanan air minum dengan sistem perpipaan akan memakai air tanah. Sebagai contoh untuk
oleh pemerintahmasih terbatas, oleh karena itu kota Jakarta, dengan total kapasitas produksi rill
dibanyak tempat air tanah merupakan sumber air 15.430 l/dtk dan terjual 8.102 l/dtk dengan 663.000
alternatif yang paling memungkinkan bagi satuan sambungan (setara dengan 4,5 juta orang).
masyarakat untuk mendapatkan dengan mudah Dengan jumlah penduduk yang telah mencapai
tanpa memerlukan proses pengolahan yang 10.421.948 jiwa dan asumsi tingkat kebutuhan
mahal. untuk kota metropolitan 250 liter/orang/hari, maka
Peraturan mengenai pengambilan air tanah kebutuhan air bersih kota Jakarta mencapai
juga telah ada, tetapi dalam pelaksanaan-nya 30.156 l/dtk. Dengan demikian pemakaian air
masih sulit dikendalikan, karena air merupakan tanah oleh masyarakat masih cukup besar, yaitu
kebutuhan pokok dan pemerintah belum dapat 22.054 l/dtk atau 1,9 juta m3/hari.
menyediakan sarana air bersih secara penuh, Seperti diketahui bahwa pengambilan air
sehingga masyarakat tetap mengambil air tanah tanah tidak merata, kondisi dapat dilihat dari peta
dengan berbagai alasan dan sulit dikendalikan. sebaran sumur dalam, dan peta muka air tanah
Kesulitan ini tampak dari tidak adanya data Jakarta. Pada tempat-tempat yang beban
pengambilan air tanahnya besar, permukaan air
211
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
tanahnya akan turun lebih dalam dibanding daerah 1.2 Permodelan Air Tanah
sekitarnya. Jika dilihat dari prediksi beban
pengambilan air tanah di wilayah Jakarta, Jakarta Kondisi akuifer tipe pantai seperti Jakarta,
pusat mempunyai beban yang paling berat dalam secara alami cukup ideal, karena wilayah imbuhan
pengambilan air tanahnya , mencapai 8.861,46 (recharge area) dan posisi lapisan akuifer cukup
m3/hari/km2 (Tabel 1), kondisi terberat ini sudah jelas. Permasalahan yang muncul dalam
dialami Jakarta Pusat sejak sebelum tahun 1990 pemodelan adalah bagaimana menyederhanakan
yang ditunjukkan dengan penurunan muka air bentuk alam yang rumit menjadi bentuk yang
tanah yang signifikan pada tiap lapisan akuifernya. sederhana dengan mempertimbangkan faktor-
Potensi air tanah Jakarta menurut JWRMS faktor penentunya. Dalam pembuatan model air
(1994), untuk air tanah dalam adalah 2.476 l/dtk tanah salah satu faktor yang menjadi kendala
dan air tanah dangkal adalah 25.720 adalah bagaimana menentukan kapasitas
l/dtk (Total 28.196 l/dtk), dengan pemompaan. Kondisi ini tidak hanya terjadi di
mempertimbangkan prediksi pemakaian air Indonesia, kapasitas pemompaan sulit diprediksi
tanah oleh masyarakat, maka potensi air tanah karena lemahnya sistem database dan penegakan
yang tersisa tinggal 6.141 l/dtk. Adanya sisa peraturan.
potensi ini yang menimbulkan salah persepsi Di beberapa daerah kondisi hidrogeologi
dibanyak kalangan yang menyatakan bahwa pantai secara sederhana digambarkan sebagai
Jakarta masih aman air tanahnya. Padahal sisa suatu individu lapisan akuifer taktertekan, lapisan
potensi yang hanya 21,7% itu sangat akuifer kepulauan atau akuifer tertekan (Gambar
mengkhawatirkan, karena sudah melebihi 50% 1). Secara lebih umum lagi susunan hidrogeologi
dari potensi air tanah yang ada. Dalam Cisadane sistem akuifer dalam lingkungan pantai adalah
River Basin Development Feasability Study tahun suatu jajaran lapisan dengan berbagai kondisi
1987, diketahui bahwa batas pengambilan air terdiri dari kombinasi lapisan akuifer tertekan dan
tanah aman untuk Cekungan Air Tanah Jakarta tak tertekan. Kondisi lapisan akuifer daerah pantai
adalah 3.600 l/dtk dan ketika itu pengambilan air pada umumnya tidak seideal dalam teori yaitu
tanah di Jakarta telah mencapai 6.800 l/dtk. Oleh yang hanya terdiri dari lapisan akuifer tunggal akan
karena itu rekomendasi yang muncul saat itu tetapi pada kenyataannya amatlah kompleks.
adalah perlu peningkatan kapasitas pelayanan air Lapisan akuifer yang paling atas dapat sebagai
bersih sistem perpipaan yang berasal dari lapisan akuifer tertekan atau dapat juga sebagai
pengolahan air permukaan untuk mengurangi lapisan tak tertekan. Tebal tipis lapisan akuifer di
tekanan terhadap eksploitasi air tanah yang berbagai tempat tidak sama (seragam). Juga
berlebihan. dimungkinkan terdiri dari lensa-lensa akuifer yang
Pengambilan air tanah yang berlebihan amat komplek. Kondisi yang tidak seideal seperti
akan menimbulkan ruang kosong dibawah tanah dalam teori adalah yang paling sering dijumpai.
yang memungkinkan terjadi proses kompaksi Untuk menggambarkan kondisi sistem
akibat tekanan beban tanah atau batuan di pantai, suatu gambaran penampang hidrogeologi
atasnya, yang tercermin dipermukaan sebagai yang ideal ditunjukkan dengan suatu sistem
amblesan (subsiden) yang datangnya dapat akuifer pantai berlapis yang lepas pantainya
secara perlahan-lahan atau tiba-tiba. Perhitungan diperluas hingga ke dasar tebing seperti terlihat
peluang kejadian amblesan ini sulit diprediksi, pada Gambar 2. Dalam keadaan yang alami,
sama seperti menghitung peluang kejadian gempa kondisi yang tidak terganggu, terdapat suatu garis
bumi, karena harus dimonitor secara terus- kemiringan hidrolik seimbang yang mengarah
menerus agar titik kritisnya tidak terlampaui. Pada kelaut, dalam setiap akuifer dengan air tawar yang
akuifer yang dekat dengan pantai, kekosongan mengalir kelaut (Gambar 2.a). Di lapisan paling
akibat pengambilan air tanah yang berlebihan atas pada akuifer tak tertekan air tawar mengalir
dapat mengakibatkan perubahan kesetimbangan bebas kelaut. Dibawahnya pada akuifer tertekan
hidrolik antara air tekanan air tawar dan air laut, air tawar mengalir ke laut melalui bocoran terus ke
yang mengkibatkan masuknya air laut ke arah lapisan atas dan atau mengalir bebas ketebing.
darat atau yang dikenal selama ini dengan intrusi Dibawah kondisi “steady-state” suatu “interface”
air laut. Oleh karena itu untuk akuifer tipe pantai yang tidak berubah dipertahankan bentuk dan
masuknya air laut dapat menghambat kejadian posisinya ditentukan oleh potensi air tawar dan
amblesan. Namun demikian kualitas air tanahnya garis kemiringan. Pada suatu kasus sistem satu
menjadi menurun dari tahun ke tahun akibat lapisan, air laut pada dasarnya akan statis pada
masuknya air laut dan merembesnya pencemaran kondisi “steady-state”. Pada suatu sistem lapisan,
limbah domestik lebih jauh pada air tanah dangkal. jika ada kebocoran vertikal air tawar kedalam
212
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
suatu daerah air asin, pada daerah ini air yang melakukan suatu sistem pengelolaan sumberdaya
bercampur akan menjadi tidak statis. air tanah.
Pada kenyataannya, pemisahan “interface”
air tawar dan air asin pada suatu daerah bersifat 1.3 Kondisi Fisik Cekungan Jakarta
transisi. interface transisi terbentuk karena efek
difusi dan penyebaran secara mekanik. Cooper Kondisi Geologi/Geomorfologi
(1959) dan Kohout (1964) telah menunjukkan
bahwa dalam daerah campuran, air asin yang Geologi permukaan daerah Jakarta dan
ditambah air yang kurang pekat dari air laut sekitarnya dibagi menjadi 6 sistem yaitu: 1.
semula, menyebabkanya naik dan bergerak kelaut Formasi Jatiluhur (Miosen). 2. Formasi
sepanjang “interface” (Gambar 3). Ini Bojongmanik (Miosen).3. Formasi Genteng
menyebabkan suatu siklus aliran air asin dari laut, (Pliosen). 4. Formasi Vulkanik Tua (Pleistosen). 5.
dasar samodra, ke daerah campuran dan kembali Formasi Vulkanik Muda (pleistosen). 6. Sedimen
ke laut. Siklus aliran ini terjadi dibawah kondisi Aluvial.
“steady-state”. Perubahan di dalam tanah oleh Formasi Jatiluhur (Miosen) dapat dilihat di
imbuhan atau perubahan luah aliran dalam daerah pegunungan sebelah tenggara cekungan Jakarta,
air tawar, menyebabkan perubahan “interface”. litologi formasi ini tersusun oleh batu lempung
Penurunan aliran air tawar yang masuk ke berlapis, pasir kuarsa, dan napal. Formasi ini
laut menyebabkan “interface” bergerak ke dalam mengalami pemadatan sehingga bersifat sebagai
tanah dan menghasilkan intrusi air asin ke dalam batuan dasar yang impermeabel. Formasi
akuifer. Sebaliknya suatu peningkatan aliran air Bojongmanik (Miosen) mempunyai tiga anggota,
tawar mendorong “interface” ke arah laut. Laju angota yang paling bawak susunan utama adalah
gerakan “interface” dan respon tekanan akuifer batu gamping dengan selang-seling antara
tergantung kondisi batas dan sifat akuifer pada lempung dan pasir. Batuan umumnya keras
kedua sisi “interface”. Pada sisi dengan air asin dengan permeabilitas rendah, tetapi mengandung
dapat bergerak kedalam atau keluar, pada sistem retakan dan lubang hasil pelarutan (solusi).
akuifer efek dari gerakan interface mempengaruhi Anggota kedua terdiri dari lempung, batu pasir
perubahan debit air tawar di lepas pantai. Dalam kuarsa, batu tuf dengan kandungan fosil muluska.
suatu sistem akifer berlapis, air asin dapat masuk Batuan ini bersifat impermeabel. Anggota ke tiga
akuifer oleh aliran melalui akuifer tersingkap atau terdiri dari batu pasir, yang mengandung lempung,
bocoran yang melewati lapisan pembatas atau batu pasir tuf kasar, dengan selang seling batu
lantai laut (Gambar 1.2 b). Oleh karena itu agar gamping. Batuan ini umumnya mempunyai
mengetahui sistem akuifer pantai, perlu upaya permeabilitas rendah. Formasi Genteng (Pliosen)
menguji dinamika aliran air tawar da air asin. Letaknya di daerah Tangerang, sekaligus
Pengelolaan sumberdaya air tanah pantai merupakan bagian dasar sungai Cisadane. Bagian
memerlukan suatu pengetahuan dinamika fisik dari atas formasi ini membentuk akuifer di daerah
fenomena intrusi air asin. Untuk alasan ini, yelah Tangerang. Formasi ini tersusun oleh batu pasir
dibangun suatu model numeris untuk intrusi air kasar tufaan, lempung, gabungan fragmen pumis.
asin yang dapat memberikan gambaran kondisi Formasi Vulkanik Tua, Fornasi ini terbagi
fisik sistem akuifer pantai secara komplek yang kedalam 4 anggota yaitu Breksi lahar (Vb), Aliran
meliputi berbagai variasi keruangan dan waktu. Lava Vulkanik Tua (VE), batuan Vulkanik Tua
Model yang sama telah diterapkan untuk Terpropilitisasi (Vp) dan Vulkanik Tua yang sulit
pengelolaan air tanah di cekungan Jakarta. Sistem dibedakan (Vu). Penyebaran formasi ini sangat
akuifer cekungan Jakarta memiliki tipe sistem luas di daerah selatan, pegunungan barat dan
akuifer pantai dengan lapisan akuifer yang terdiri timur. Sifat batuan permeabilitas tinggi sampai
dari lapisan akuifer taktertekan, lapisan akuifer rendah. Formasi Vulkanik muda, formasi ini
tertekan I dan lapisan akifer tertekan II. dikelompokkan menjadi vulkanik muda (V1),
Sumberdaya air tanah pada ketiga sistem akuifer batuan vulkanik mengandung pumis (Va) dan
tersebut merupakan sumberdaya air tanah yang batuan vulkanik muda (V), Batuan yang paling atas
sangat penting bagi kota Jakarta, baik untuk air (V) terdistribusi luas dan terdiri dari lempung
minum, air untuk industri, hotel, perkantoran dan tufaan, pasir, konglomerat, endapan lahar, lapuk.
berbagai fasilitas umum lainnya. Mengingat Lapisan ini mempunyai permeabilitas tinggi dan
pentingnya sumberdaya air tanah bagi Jakarta membentuk akuifer tak tertekan.
maka diperlukan suatu upaya terpadu untuk Sedimen aluvial, sedimen aluvial di Jakarta
melestarikan sumberdaya air tersebut agar tetap dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: aluvium sungai
handal dan terjaga kelestariannya dengan daerah pantai (As), pematang pantai (Ap) dan
213
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
aluvium (A1), As merupakan endapan sungai tua andesitik dan basaltik. Ini merupakan daerah
(purba) yang tersebar sepanjang pantai. akuifer tak tertekan yang bagus. Ap merupakan
endapan pasir lepas, dengan ukuran halus,
Sistem Akuifer Jakarta mengandung cangkang fosil. Ini termasuk akuifer
tak tertekan yang permeabel dan mempunyai
Menurut Soekardi (1982) satuan muka air tanah rendah. Al merupakan endapan
hidrogeologi Jakarta dibagi menjadi 2 lapisan yaitu resen, dibedakan menjadi 3 jenis yaitu aluvial
akuifer tak tertekan dan tertekan. Lapisan akuifer pantai, aluvial sungai dan llembah aluvial.
tak tertekan memiliki kedalaman sampai 60 m. Sedimen ini terdiri dari lempung, pasir, gravel dan
Lapisan ini dikelompokkan kedalam unit stratigrafi boulder andesit atau basalt, sifat permeabilitasnya
I. Lapisan ini disusun oleh litologi yang terdidi dari tinggi. Sedimen aluvial lembah juga mempunyai
lempung, lempung berpasir, lempung pasir tufaan, permeabilitas tinggi.
pasir berlempung, pasir dan gravel.
Lapisan akuifer tertekan dikelompok kan 2. METODOLOGI
menjadi 3 (tiga) grup. Pada grup I (A, B) terdiri dari
lapisan akuitard I, Artetis, Akuifer artetis I dan 2.1 Pendekatan Model Matematis
Akuitard II. Lapisan akuifer pada grup I ini meliputi
4 (empat) satuan stratigrafi yaitu Unit II, III, IV dan Pendekatan model matematis yang
V. Lapisan akuifer grup I unit II dan III ini digunakan untuk menganalisa penyusupan air laut
mempunyai Litologi yang terdiri dari Lempung di akuifer pantai adalah model komputer quasi tiga
keras, lempung berpasir, pasir, grafel batu pasir, dimensi dengan metode finite difference.
dan konglomerat. Unit IV dan V mempunyai litologi Permodelan akuifer yang digunakan sebagai
lempung, lempung berpasir, pasir kuarsa dan pendekatan adalah sharp interface, yaitu dengan
lempung keras. Lapisan akuifer grup I ini diapit menganggap adanya batas tegas yang
oleh dua buah lapisan semi permeabel mempunyai memisahkan antara air asin dengan air tawar
kedalaman sampai 150 m. dalam sebuah persamaan matematis. Persamaan
Lapisan akuifer grup II C merupakan lapisan tersebut merupakan gabungan antara persamaan
akuifer artetis II, lapisan ini termasuk dalam unit aliran air tawar dan air asin di
stratigrafi VI dan VII, dengan litologi terdiri dari: lapisan akuifer yang diselesaikan dengan
lempung berpasir, pasir berlempung dengan pasir algoritma Langrangian dan prosedur modifikasi
kuarsa, pasir kuarsa gravel, lempung dan lempung gradien (Formulasi 1). Model intrusi air laut
berpasir. Lapisan akuifer grup II C ini juga diapit kemudian dibentuk atas dasar model simulasi
oleh lapisan semi permeabel dengan kedalaman koputer oleh Essaid et al. (1989 dan 1990) dari
sampai 250 m. USGS (United State Geological Survey). Untuk
model simulasi ini digunakan 5 asumsi yaitu :
Lapisan akuifer grup III D terdiri dari lapisan
Akuitard III dan akuifer artetis III. Lapisan grup III D 1. Ketebalan daerah transisi adalah relatif kecil
ini termasuk dalam untit stratigrafi VIII dan IX terhadap ketebalan akuifer, sedangkan air asin
dengan litologi yang terdiri dari lempung berpasir, serta air tawar merupakan cairan yang
lempung gravel, utamanya lempung, lempung immiscible (tidak bersatu) yang dipisahkan
pasir dengan korelasi dengan lapisan pasir. oleh daerah batas (interface).
Sedimen ini mengandung konglomerat dengan
sortasi bagus. Komposisi batuan terdiri dari batuan
(1) (2) _________(3)____________
δh f δh δh δh
Sf B f f f (1 ) s …………….. Formulasi 1
δt δt δt δt
(4) (4) (5) (6)
δh δ δh
Bf Kfx f Bf Kfy f Qf Qlf
x δx δy δy
214
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
δh s δh δh δ δhs δ δhs
Ss BS (1 δ) s δ f B s K sx
δ B s K sy Qs Qls
δt δ t δt δx δx y δy
Keterangan :
215
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
pemompaan sebagai faktor penentu yang dapat dan Djaendi dkk. (1985). Nilai Kx untuk
diubah-ubah untuk mencapai nilai tujuan (volume daerah Jakarta utara antara 6,5 x 10-4 s.d.
air asin minimum). Dalam hal ini digunakan model 2,9 m/hari sedangkan untuk daerah
komputer SHARP yang dapat membuat simulasi Jakarta bagian tengah berkisar 1,32 x 10-4
aliran air tanah dan model komputer BOX yang s.d. 2,3 m/hari dan untuk daerah Jakarta
digunakan untuk optimisasi dari hasil simulasi bagian selatan nilainya berkisar antara 1,4
tersebut. Diagram alir pengerjaan Model Simulasi x 10-4 s.d. 1,1 m/dtk. Besarnya nilai Ky
dan Optimisasi dapat dilihat pada Gambar 4. adalah 1/100 dari nilai Kx.
Sepuluh tahun lalu untuk pengoperasian
model ini membutuhkan komputer SUN-4 (di BPP - Transmisivitas (T)
Teknologi) dan waktu yang diperlukan berkisar 26 Transmisivitas (T) untuk seluruh lapisan
menit (simulasi) dan 6 Jam 40 menit (optimisasi). kuarter dengan ketebalan 250 m adalah
Sedangkan di IBM-3090 (IPTN, Bandung) waktu kira-kira 250 m/hari di dekat pantai dan di
yang diperlukan untuk proses simulasi adalah 23 daerah selatan meningkat sampai 500
detik dan optimisasi 7 menit. Dengan adanya m/hari. Sedangkan menurut Joice dan
pengoperasian sistem UNIX pada PC, dan Kamata (1987) transmisivitas akuifer I
perkembangan mikroprosesor yang begitu cepat, berkisar antara 326 m/hari dan 9,6 m/hari
sekarang program ini dapat dijalankan pada dengan rata-rata 120 m/hari, akuifer II
komputer PC atau notebook. berkisar antara 300 m/hari dan 31 m/hari
dengan rata-rata 142 m/hari.
2.3 Data Input Model
- Koefisien Storage (STORF dan STORS)
Data masukan memegang peranan penting Koefisien daya simpan air tawar pada
dari suatu model simulasi. Bagaimanapun baiknya akuifer dalam (tertekan) atau STORF
suatu model simulasi apabila tidak ditunjang oleh adalah berkisar antara 10-2 dan 10-6
data masukan yang tepat akan mengakibatkan (Djaendi dkk, 1985). Nilai koefisien daya
hasil simulasi menjadi sulit dimengerti dan tidak simpan air untuk akuifer tertekan
mempunyai kecenderungan yang sama dengan diasumsikan homogen yaitu 10-6
kondisi yang sebenarnya dilapangan. Dalam sedangkan untuk akuifer tertekan II
model simulasi air tanah Jakarta ini, data masukan berkisar antara 1 x 10-4 - 3,6 x 10-3 dan
yang digunakan adalah : untuk akuifer tertekan II berkisar antara 1 x
10-4 - 3,6 x 10-3 dan untuk akuifer dangkal
a. Rancangan Blok dan Kondisi Daerah Batas sebesar 0,2. Koefisien daya simpan air
Daerah penelitian meliputi wilayah Jabotabek asin atau STORS untuk air tanah tertekan
dengan luas 4800 km2. Daerah ini dibagi I diasumsikan homogen yaitu sebesar 1 x
menjadi 12 x 16 blok dengan luas tiap blok 25 10-4, air tertekan II diasumsikan 1 x 10-18
km2. Kondisi batas daerah di sebelah selatan, dan untuk akuifer dangkal 1 x 10-20.
tenggara dan timur adalah singkapan batuan
yang berumur tersier yang dianggap sebagai - Porositas (POR)
daerah kedap air. Daerah batas ini dalam Nilai porositas untuk model simulasi ini
model komputer diberi kode “O” sedangkan masih diasumsikan homogen terutama
daerah yang lulus air atau titik aktif, dalam untuk akuifer tertekan I dan II (0,15 dan
model komputer diberi kode “1”. Daerah yang 0,05 %) sedangkan porositas akuifer
diasumsikan mempunyai tinggi tekan air tanah dangkal berkisar antara 5 – 15%. Nilai
konstan terletak di sebelah utara Bogor, batas porositas yang dimaksud disini adalah
timur, batas barat dan di derah utara porositas efektif batuan.
sepanjang pesisir dekat pantai. Daerah ini
dalam input model diberi tanda “-“ pada - Kebocoran Akuitard (Aquitard Leakage,
koefisien storagenya. AQL)
Kebocoran Akuitard sulit ditentukan secara
b. Parameter Akuifer : pasti dilapangan. Nilai kebocoran akuitard
untuk akuitard I masih diasumsikan
- Konduktivitas Hidrolik (Kx dan Ky) homogen yaitu sebesar 1,9 x 10-10 m/dtk
Data Kx dan Ky di dapat dari hasil dan akuitard II sebesar 1 x 10-10 m/dtk.
penelitian terdahulu antara lain dari
Schmidt & Haryadi (1986), CRDB (1987) - Tebal Akuifer (THCK)
216
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
217
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
barat (,-18,7 M, Grogol) dan Timur (-13,7 M, buatan pada air tanah dangkal. Pengaturan ini
Pulogadung) sedangkan pada peta dasar tahun akan menghasilkan “output” imbuhan buatan
1987 (Gambar 4) menunjukkan satu depresi. Pada optimal yang lebih mungkin untuk dilaksanakan di
lapisan akuifer II secara umum menunjukkan lapangan, baik teknis maupun ekonomis. Lokasi
kecenderungan yang sama dengan peta dasar. dari imbuhan buatan disesuaikan dengan
Pada lapisan akuifer III depresi yang terjadi hampir kebijakan pengembangan kota dan tata guna
menyerupai peta dasar yaitu di bagian barat (-1 m, lahan yang ada. Dengan demikian informasi
Cengkareng) dan di bagian tengah (-1 m, Jakarta besarnya imbuhan buatan optimal yang akan
Pusat) sedangkan pada peta dasar terjadi di diberikan oleh model optimisasi akan sesuai
sebelah barat dan di timur. lokasinya dengan apa yang seharusnya dilakukan.
Dari hasil simulasi 1987, 1990, 2000, 2015 Dari hasil optimisasi tahun 1987, 1990, 2000
dapat terlihat bagaimana perubahan kondisi air dan 2015 kemudian diringkas seperti Tabel 2.
tanah dari tahun ke tahun.Dari hasil simulasi Proses optimisasi (historis) tanpa dilakukan
tersebut dapat pula diperlihatkan bahwa akibat imbuhan buatan menunjukkan nilai obyektif
naiknya laju pemompaan akan terjadi penurunan (“Objective value”) yang lebih tinggi dibandingkan
air tanah semakin dalam dari tahun ke tahun,dan dengan proses opimisasi dengan melakukan
penyusupan air laut yang semakin jauh ke arah imbuhan buatan. Nilai obyektif ini mencerminkan
daratan. ”Cone depresi” pada tempat-tempat yang volume air laut yang masuk ke dalam akuifer air
besar pengambilan air tanahnya sulit untuk tawar. Peningkatan nilai obyektif menunjukkan
dihindari karena kecepatan pulih muka air tanah adanya intrusi air laut. Dari keadaan itu dapat
sangat rendah dibanding laju disimpulkan bahwa imbuhan buatan dapat
pengambilannya.Untuk menghindari kejadian ini menahan laju penyusupan air laut. Pada tingkat
maka perlu diadakan pengaturan lokasi pemompaan tertentu proses optimisasi dapat
pemompaan air tanah disesuaikan dengan menjadi tidak efektif lagi sebab terlalu banyak
kemampuan daerahnya. imbuhan buatan yang harus dilakukan sehingga
dalam menafsirkan hasil optimisasi ini perlu hati-
3.2 Hasil Optimisasi hati.
Kondisi saat ini menunjukkan harapan yang
Proses optimisasi dilakukan agar potensi air sebaliknya, hasil penelitian Rahardjo dan
tanah yang terbatas ini dapat dimanfaatkan Saraswati (2002), di daerah Depok menunjukkan
seoptimal mungkin tanpa mengakibatkan bahwa dengan bertambahnya penduduk dan luas
penyusupan air laut lebih jauh ke arah darat. wilayah tutupan imbuhan air tanah menurun dari
Sedangkanjarak penyusupan yang tahun ke tahun. Kondisi ini tentu sangat
diinginkan,sebenarnya dapat pula ditentukan memprihatinkan, dalam jangka panjang akan
dengan menentukan batasnya dalam input model. berpengaruh terhadap pengisian air tanah Jakarta.
Proses optimisasi dilakukan untuk tahun Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan real yang
1987,1990,2000 dan 2015 sesuai dengan proses dapat diterapkan di lapangan untuk meningkatkan
simulasi agar hasilnnya dapat dibandingkan. nilai imbuhan air tanah, terutama di daerah yang
Proses optimisasi berusaha mendapatkan sudah direkomendasikan sebagai daerah resapan.
pemompaan optimal untuk setiap setiap tahun Konstribusi silang sebaiknya juga dilakukan dari
yang diprediksi. Pemompaan optimal sering juga wilayah pemakai ke wilayah pemasok (utara ke
diimbangi oleh imbuhan buatan yang optimal. selatan).
Batas maksimal laju imbuhan buatan dapat diatur
sedemikian rupa sehingga kecepatannya sama 3.3 Peta Imbuhan Air Tanah
dengan kecepatan resapan air tanah dengan
harapan agar nilai imbuhan buatan optimalnya Salah satu keunggulan program ini adalah
tidak terlalu besar. Walaupun untuk mengadakan munculnya rekomendasi wilayah yang harus
peresapan pada akuifer dalam tentu merupakan dilakukan imbuhan (bisa secara alami atau
persoalan yang sulit terutama menyangkut biaya, buatan), sesuai dengan sifat fisik akuifer yang
pengadaan air baku dan teknis. dinformasikan kedalam data input. Angka yang
Program optimisasi ini dapat diatur agar ditunjukan dalam peta (Gambar 5, 6 dan 7) adalah
imbuhan buatan dalam akuifer dalam (I dan II) besarnya imbuhan yang harus dilakukan didaerah
ditiadakan sehingga yang ada hanya imbuhan. tersebut (dalam satuan m3/detik).
Tanda minus menunjukkan imbuhan. Dengan resapan atau luasan waduk yang harus dibangun
perhitungan sederhana dan mengenal sifat-sifat di wilayah tersebut agar resapan airnya.
wilayah, maka dapat dihitung jumlah sumur
218
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
219
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
220
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
Gambar 1. Contoh Suatu Kondisi Hidrogeologi Dalam Akuifer Pantai. (A). Akuifer Tak tertekan Dengan
Lapisan Dasar Impermeabel, (B). Akuifer tak Tertekan Pulau Dengan Dasar Bebas, (C). Akuifer Tertekan.
221
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
Gambar 3. Sirkulasi Air Asin Dari Laut Menuju Daerah Transisi dan Kembali Ke Laut Pada Daerah Interface
(Zone Transisi)
222
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
CONVERT,
DATA SOSIAL
FORMAT
EKONOMI
DATA INPUT
PENGUMPULAN
DATA
DATA
KEBUTUHAN AIR
TAMBAHAN
PREDIKSI OPTIMISASI :
INPUT DATA INPUT DATA INPUT
IMBUHAN KALIBRASI - TAHUN 2000
OPTIMISASI - TAHUN 2010
- TAHUN 2020
DATA AIR
PERMUKAAN
VALIDASI KALIBRASI
DATA AIR
TANAH
DATA BASE 1. PEMAKAIAN
DATA KUALITAS TERBARU MODEL MATEMATIS DAN PENGELOLAAN
AIR OPTIMISASI SUMBERDAYA AIR
MODEL MATEMATIS
BOX ALGORITMA 2. PRASARANA DAN SARANA
SIMULASI AIR TANAH
DATA
SUMBER AIR
METEOROLOGI
3. PENGGUNAAN LAHAN
DAN TATA RUANG
DATA
SUMUR BOR
EVALUASI
OUTPUT HASIL SIMULASI OUTPUT HASIL OPTIMISASI
SOFT WARE DATA
1. DATA HEAD AIR TAWAR 1. DATA HEAD AIR TAWAR
DATA BASE AIR
2. DATA HEAD AIR ASIN 2. DATA HEAD AIR ASIN
1. AIR PERMUKAAN
3. DATA IMBUHAN 3. DATA IMBUHAN
2. HIDROMETEOROLOGI
4. DATA PEMOMPAAN 4. DATA PEMOMPAAN
3. AIR TANAH
5. PETA INTRUSI AIR ASIN 5. PETA INTRUSI AIR ASIN
4. SUMUR BOR
223
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
Gambar 6 : Kapasitas imbuhan untuk lapisan air tanah dalam (40 – 140 m, m3/dtk)
224
Arie Herlambang Dan R. Haryoto Indriatmoko : Pengelolaan Air Tanah . JAI Vol. 1 , No.2 2005
Gambar 7: Kapasitas imbuhan untuk lapisan air tanah dalam (140 – 250 m, m3/dtk)
225