Sei sulla pagina 1di 14

Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta

Prospektif
Kedepannya

PERKEMBANGAN TEORI HUKUM DAN DOKTRIN HUKUM


PIERCING THE CORPORRATE VEIL DALAM UUPT DAN
REALITASNYA SERTA PROSPEKTIF KEDEPANNYA

Try Widiyono
Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta
Jalan Balai Rakyat Utan Kayu, Kecamatan Matraman Jakarta Timur 13120
trywidiyono@yahoo.com

Abstract
Legal theory was first created by the founder of the legal theory only to answer the challenge of how
to act in a legal traffic laws of economics. The legal theory on its journey still needs to be refined, as
it turns out there is a legal relationship and legal actions of the parties contained in the personalities
behind the legal entity that has not been touched by the law. The purpose of this paper to determine
the development of legal theory and legal doctrines The Corporate Veil Piercing in Limited Liability
Companies Act. Legal reforms of the legal entity can be viewed from two legal milestone, the first
time the birth of the legal theory that focuses on personification of legal entities as if a human and a
second at the time of the birth of corporate law doctrine known as the Veil Piercing the backdrop
Corporrate to uncover the veil of private law that was behind the company's shareholders, the Board
of Commissioners and Board of Directors, in addition to providing a theoretical foundation and
philosophy so that the Shareholders, the Board of Commissioners and Board of Directors to carry out
the management of the company is fair, correct and professional as well as full high integrity and are
accountable to stakeholders, which the Law. 40 of 2007 on Limited Liability Companies in general
have me resptie legal doctrine, however, in reality there are shareholders who violate the doctrine of
the law,

Keywords: theory, cvorporate veil, beyond

Abstrak
Teori badan hukum pertama diciptakan oleh para peletak dasar teori badan hukum hanya
untuk menjawab tantangan bagaimana badan hukum dapat bertindak dalam lalu lintas
hukum ekonomi. Teori badan hukum tersebut pada perjalanannya masih perlu untuk
disempurnakan, karena ternyata terdapat hubungan hukum dan tindakan hukum para
pihak yang terdapat pada pribadi-pribadi yang berada dibalik badan hukum yang belum
tersentuh oleh hukum. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui perkembangan teori
hukum dan doktrin hukum Piercing The Corporate Veil dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas. Reformasi hukum atas badan hukum dapat dilihat dari dua tonggak sejarah
badan hukum, yakni pertama saat lahirnya teori badan hukum yang menitikberatkan pada
personifikasi badan hukum seakan-akan sebagai manusia dan kedua pada saat lahirnya
doktrin hukum korporasi yang dikenal dengan nama Piercing the Corporrate Veil yang
dilatarbelakangi untuk mengungkap tabir hukum para pribadi yang berada di balik
perseroan yakni para Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi.Selain itu untuk
memberikan landasan teoritis dan filsafat agar para Pemegang Saham, Dewan Komisaris
dan Direksi dapat melakukan pengelolaan perseroan secara adil, benar dan profesional
serta penuh integritas yang tinggi dan bertanggung jawab kepada stakeholder, dimana
Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas secara umum telah
meresepsi doktrin hukum tersebut, namun demikian dalam realitanya terdapat
pemegang saham yang melanggar doktrin hukum tersebut antara lain dengan
mempengaruhi profesionalisme dan integritas Direksi dan Dewan Komisaris untuk
kepentingan share holder tanpa memperhatikan kepentingan stakeholder, di samping
maraknya pemegang saham melakukan perjanjian-perjanjian nominee saham, yang
melannggar disclosur principles baik dari segi informasi maupun tanggung jawab serta
bertentangan dengan prinsip good corporate governance sebagai implementasi doktrin
hukum tersebut di atas

Kata kunci: teori, corporate veil, kedepan

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 26


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

Pendahuluan pengembangan dan aplikasi yang tepat dalam


Teori badan hukum (Try Widiyono, sistem hukum positif di Indonesia. Para peletak
2008:12) yang dikembangkan oleh peletak dasar teori badan hukum belum menyadari
dasarnya antara lain Rudolf von Jehring, Otto bahwa tindakan hukum perseroan yang pada
von Gierke, Friedrich Carl von Savigny, A. hakekatnya dilakukan oleh para pribadi
Brinz dan Meyers diperlukan untuk manusia yang berada dibalik badan hukum
mendukung kepastian hukum dan konstruksi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pribadi
hukum akibat berkembangnya hubungan tersebut untuk melakukan perbuatan tercela
hukum dalam lalu lintas usaha ekonomi yang dengan tetap mendasarkan pada kewenangan
berkembang pada saat itu, dimana badan bertindak suatu badan hukum yang dianggap
hukum belum memperoleh konstruksi hukum sebagai subyek hukum.
yang tepat, sehingga badan hukum belum Hal tersebut dikarenakan pilihan politik
memberikan kontribusi optimal dalam lalu hukum Indonesia yang menganut asas
lintas hukum ekonomi. Teori badan hukum positivisme hukum yang me-reseptie doktrin
pada waktu awal diciptakan oleh para peletak hukum nullum delictum sine praevia lege poenali
dasar teori badan hukum hanya untuk yang artinya peristiwa pidana tidak akan ada
menjawab tantangan bagaimana badan hukum jika ketentuan pidana dalam undang-undang
dapat bertindak dalam lalu lintas hukum tidak ada terlebih dahulu. Filosofis dasar
ekonomi. berlakunya hukum pidana yang tidak berlaku
Teori badan hukum tersebut pada retroaktif tersebut terwujud dalam Pasal 1
perjalanannya masih perlu untuk KUHPdn yang menyatakan “Tiada suatu
disempurnakan, karena ternyata terdapat perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan
hubungan hukum dan tindakan hukum para ketentuan pidana dalam undang-undang yang ada
pihak yang terdapat pada pribadi-pribadi terdahulu dari pada perbuatan itu”, sehingga
yang berada dibalik badan hukum yang belum tanpa adanya perwujudan hukum dalam suatu
tersentuh oleh hukum, terutama atas tindakan- ketentuan hukum positif, maka tindakan
tindakan pribadi-pribadi tersebut dalam hukum apapaun sepanjang tidak diatur dalam
hukum perseroan, khususnya untuk normatif hukum positif, maka berdasarkan
mempertanggungjawabkan tindakan yang mazab positivisme hukum, tindakan hukum
bersangkutan pada shareholder dan stakehoder, yang dilakukan menjadi dibolehkan (mubah).
apabila yang bersangkutan melanggar rasa Dengan demikian implementasi doktrin
keadilan masyarakat. hukum korporasi dalam hukum positif di
Sehubungan dengan hal tersebut di Indonesia menjadi penting, antara lain agar
atas, para ahli hukum telah mulai menyibak perseroan-perseroan dapat dikelola dengan
tirai hukum yang terdapat pada suatu badan baik (good corporate governance) yang pada
hukum yakni siapa saja pribadi-pribadi yang akhirnya dapat mendukung perkembangan
berada dibalik suatu badan hukum agar yang mementum perkembangan ekonomi secara
bersangkutan dapat dimintakan tanggung makro.
jawab dalam suatu doktrin yang dikenal Dalam perkembangan hukum korporasi
Piercing the Corporrate Veil, di samping doktrin- saat ini sudah sedemikian pesat termasuk
doktrin hukum korporasi lainnya. Apabila berkembangnya perseroan-perseroan yang
teori badan hukum hendak mensimplikasikan tergabung dalam holding company yang di
badan hukum sebagai subyek hukum yang dalamnya terdapat para pengendali holding
membawa hak dan kewajiban seolah-olah yang di sebut ultimate share holder, namun
seperti manusia, maka doktrin hukum corporasi tulisan ini tidak membahas mengenai ultimate
hendak penyingkap tabir hukum dibalik share holder dari suatu holding company,
pribadi yang mengendalikan badan hukum walaupun tetap disinggung mengenai hal
tersebut. dimaksud sebagai gambaran arah untuk
Doktrin untuk menyingkap tabir menjawab tantangan berkembangnya holding
hukum perseroan atau yang dikenal dengan company dengan mengembangkan doktrin
Piercing the Corporrate Veil di Indonesia masih hukum Piercing the Corporrate Veil.
relatif baru, sehingga masih diperlukan

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 27


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

Fenomena hukum para pemilik modal ditentukan dalam Pasal 3 UUPT yang akan
yang secara yuridis formal disebut pemegang diuraikan tersendiri. Ciri demikian akan cocok
saham, mempunyai peluang untuk melakukan bagi orang-orang yang mempunyai modal,
tindakan hukum antara lain : tetapi merasa dirinya tidak mampu untuk
1. Mempunyai peluang untuk menjadikan mengendalikan suatu usaha tertentu, mereka
suatu perseroan sebagai vihicle dalam dapat hanya memiliki saham dan sekaligus
melakukan tindakan hukum yang tidak mempunyai tanggung jawab yang terbatas.
terpuji. Antara lain menganggap para Selanjutnya operasional usaha tersebut
anggota Direksi dan Para Dewan diserahkan kepada pihak yang lebih
Komisaris seakan-akan sebagai “pegawai” profesional yang akan bertindak sebagai
pemegang saham yang harus tunduk dan Direksi Perseroan, di bawah pengawasan
patuh pada pemegang saham. Dewan Komisaris. Pemegang sahamlah yang
2. Para Pemegang Saham juga sering mempunyai modal dan ide untuk mendirikan
mengambil kebijakan yang menjadi perseroan termasuk untuk mengangkat dan
wewenang Direksi dan/atau Dewan memberhentikan Direksi dan/atau Dekom.
Komisaris dan menjadikannya seakan- Dengan demikian, perseroan merupakan
akan sebagai boneka.pemegang saham . asosiasi modal yang diberi status badan
3. Maraknya perjanjian nominee saham, hukum.
untuk mengelabuhi kepemilkan saham Untuk melindungi kepentingan
yang sebenarnya.. stakehlder tersebut, khususnya terkait adanya
4. Membentuk holding company di bawah peluang dari pemegang saham untuk
pengendalian ultimate shareholder. melakukan tindakan hukum antara lain
Sehubungan dengan adanya peluang mepengaruhi perseroan sedemikian rupa
hukum sebagaimana tersebut diatas, maka isu sehingga bertentangan dengan asas kepatutan
hukum atau permasalahan hukum yang dan keadilan serta untuk memberikan
hendak dikemukakan dalam tulisan ini dukungan legalitas terhadap keberadaan
adalah: direksi dan dewan komisaris perseroan dalam
1. Siapakah para pribadi yang berada di menjalankan tugasnya masing-masing, maka
balik “perseroan” dan dapat berkembang doktrin hukum dalam hukum
mengendalikan suatu “perseroan” ? korporasi yang sering disebut Piercing the
2. Bagaimana doktrin hukum Piercing the Corporrate Veil.
Corporrate Veil memberikan arah
mengenai hal tersebut ?. Doktrin Utama Dalam Hukum Korporasi
3. Bagaimana menjawab tantangan Dilihat dari substansi materi dan
berkembangnya holding company yang idealisme yang terkandung dalam doktrin
dikendalikan oleh ultimeate share holder?. hukum korporasi ini, sesungguhnya doktrin
dimaksud diperlukan sebagai bagian dari
Pembahasan pengendalian akhlak para pribadi yang berdiri
Para Pribadi yang Berada di Belakang dibalik organ perseroan dalam menjalankan
Perseroan usahanya untuk tidak melakukan perbuatan
Perseroan terbatas sebagai subyek yang tercela yang dapat mencederai rasa
hukum pada hakekatnya adalah personifikasi keadilan masyarakat. Oleh karena itu, doktrin-
dari “subyek hukum” berupa orang. Namun doktrin hukum perseroan tersebut begitu
pada dasarnya pengendali pada perseroan penting
terbatas adalah para prubadi (orang) yang Guna memahami berbagai doktrin hukum
berada di belakangnya. Kata “terbatas” dalam modern dalam hukum perseroan, berikut
Perseroan Terbatas tersebut telah memberikan dikemukakan doktrin-doktrin hukum
gambaran mengenai salah satu karakteristik dimaksud sebagai berikut.
dari Perseroan Terbatas adalah terbatasnya 1. Piercing the Corporrate Veil
tanggung jawab pemegang saham sebesar Terjadinya Piercing the Corporrate Veil ialah
saham yang ditempatkan, kecuali pemegang apabila terjadi suatu perbuatan yang
saham melakukan kelalaian sebagaimana

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 28


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

dilakukan oleh pribadi yang berada dibalik c. Fungsi Dewan Komisaris adalah
perseroan antara lain sebagai berikut : mengawasi jalannya usaha perseroan.
a. Sekalipun pemegang saham perseroan Jika Dewan Komisaris lalai dalam
berdasarkan teori badan hukum yang menjalankan fungsinya sebagai
bersangkutan hanya mempunyai pengawas perseroan, maka yang
tanggung jawab sebesar saham yang bersangkutan juga dapat dimintakan
dimiliki dalam perseroan tersebut, tanggung jawabnya sampai harta
tetapi mengingat kewenangan para pribadi.
pemegang saham melalui lembaga 2. Doktrin Fuduciary Duty
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Doktrin Fuduciary Duty berawal dari
dapat mengangkat dan kesadaran bahwa tidak ada direksi tanpa
memberhentikan anggota Direksi dan adanya perseroan dan tidak ada perseroan
anggota Dewan Komisaris, serta dapat tanpa adanya direksi. Keberadaan direksi
memberikan persetujuan-persetujuan adalah sebab adanya perseroan dan adanya
tertentu atas tindakan hukum direksi perseroan adalah sebab adanya direksi.
dan dapat memberikan arahan Oleh karena itu, tidak dapat disangkal
dan/atau perintah atau kebijakan bahwa antara direksi dan perseroan
perseroan, maka jika para pemegang terdapat hubungan fiducia yang melahirkan
saham dalam melakukan RUPS “fiduciary duty” bagi direksi perseroan.
tersebut menggunakan kewenangannya Henry Campbell Black menyatakan
untuk menjadikan perseroan menjadi “Fiduciary duty. A duty to act for someone else’s
merugikan para stakeholder, misalnya benefit, while subordinating one’s personal
menjadi perseroan sebagai vihicle dalam interest to that of the other person. It is the
melakukan tindakan pidana, maka atas hignest standard of duty implied by law. (Henry
perbuatan tersebut kepada para Campbell Black, 1990:220). Widjaya
pemegang saham dapat dimintakan menyatakan tugas berdasarkan fiducia ini,
pertanggungjawaban bukan hanya meliputi dan berdasarkan kepercayaan
sebesar saham yang dimiliki tetapi (fiduciary duties, trust and confidence);
harus bertanggung jawab secara berdasarkan kecakapan, kehati-hatian dan
perdata sampai harta pribadi yang ketekunan (duties of skill, care and diligence)
bersangkutan dan tanggung jawab dan berdasarkan ketentuan undang-undang
pidana. (statutory duties).(Widjaya, Rai, I.G, 2000 :
b. Para anggota Direksi sebagai pihak 220).
yang mewakili perseroan dan Tidak dapat dipungkiri bahwa hignest
pengurusan dapat melakukan standard of duty implied by law juga sangat
tindakan apa saja terhadap perseroan erat dengan standar tingkah laku. Oleh
yang ia urus, tetapi berdasarkan karena itu, hal tersebut dapat kita kaitkan
doktrin hukum ini, dalam mengurus dengan batasan standar tingkah laku. Salah
perseroan wajib menjalankannya sesuai satu batasan standar tingkah laku adalah In
maksud, usaha dan kegiatan serta law of negligence, that degree of care which a
tujuan perseroan yang diatur dalam reasonably prudent person should exercise in
anggaran dasar perseroan dan same or similar circumstances. If a person’s
peraturan perundang-undangan yang conduct falls below such standard, he may be
berlaku. Apabila terdapat salah satu liable in damages for injuries or demages
atau lebih dari anggota direksi yang resulting form his conduct. See Negligence;
melanggar prinsip tersebut, maka Reasonable man doctrine or standard. (Henry
anggota direksi yang bersangkutan Campbell Black, 1990:1404)
dapat dimintakan tanggung jawab 3. Doktrin Self Dealing Transaction:
perdata sampai harta pribadi yang Tugas-tugas direksi dalam mengurus
bersangkutan dan tanggung jawab perseroan, sering akan mengambil suatu
pidana. kebijakan tertentu yang menyangkut
interest pribadi dan kelompoknya. Dalam

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 29


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

hal ini kebijakan yang diambil oleh Direksi Doktrin tersebut menolak segala tindakan
wajib dilakukan dengan sikap kejujuran pribadi Pemegang Saham, Dewan Komisaris
dan profesional, dengan mengacu kepada dan Direksi serta pegawai perseroan yang
maksud, tujuan dan usaha perseroan yang memanfaatkan jabatannya terutama atas
diatur dalam Anggaran Dasarnya. informasi yang diperoleh selaku pejabat
Sekalipun mungkin kebijakan yang akan tersebut yang kemudian digunakan untuk
diambil oleh direksi perseroan dapat saja memperoleh keuntungan dari adanya
menyangkut kepentingan dirinya sendiri, informasi yang diterima lebih awal
keluarga dan atau kelompoknya, maka dibandingkan dengan pihak lain, dan
pengambilan kebijakan tersebut tidak boleh dengan demikian pihak lain dirugikan atas
menguntungkan secara nyata bagi dirinya adanya transaksi yang dilakukan oleh
sendiri, keluarga dan/atau kelompoknya. pejabat yang bersangkutan.
Dalam doktrin hukum korporasi hal Doktrin Corporate Opportunity adalah
tersebut masuk area doktrin self dealing doktrin yang mengharuskan direksi
transaction. Self dealing transaction adalah perseroan untuk melakukan tindakan yang
pembatasan kewenangan dan larangan berorientasi pada profit, tetapi lebih dari itu
direksi perseroan dalam hal terjadi ia wajib selalu taat pada ketentuan yang
transaksi yang menyangkut kepentingan diatur dalam anggaran dasar perseroan dan
dirinya, termasuk keluarga dan ketentuan perundang-undangan yang
kelompoknya (adanya benturan berlaku, bersifat profesional dan
kepentingan). Hal terpenting dari doktrin memperhatikan kepentingan stakeholder dan
ini adalah kebijakan direksi perseroan sharehoder.
harus jujur, transparan dan dapat 5. Doctrine Businnes Judgment Rule
dipertanggungjawabkan secara hukum Doktrin ini, mendudukan direksi pada
serta tanpa keberpihakan dan atau proporsi manusia yang sebenarnya, dimana
menguntungkan diri, keluarga dan dalam usahanya mungkin saja mengalami
kelompoknya. kegagalan. Kegagalan yang diterima
Doktrin self dealing transaction ini begitu berdasarkan doktrin ini adalah kegagalan
penting terutama jika terdapat benturan manusiawi. Bagaimanapun direksi
kepentingan antara pribadi Pemegang perseroan yang menjalankan fungsi dan
Saham, anggota Komisaris dan Direksi tugasnya, dihadapkan kepada risiko
perseroan. Dalam hal ini Pemegang Saham, operasional, yang terkadang berada di luar
anggota Komisaris dan Direksi perseroan kemampuan maksimal diri yang
tidak boleh melakukan tindakan hukum bersangkutan.
yang menguntungkan dirinya, terutama jika Jadi sudah sepantasnya jika seorang direksi
terdapat adanya benturan kepentingan tidak digeneralisir untuk bertanggung jawab
antara kepentingan perseroan dengan atas kesalahan dalam mengambil keputusan
kepentingan pribadi dan kelompoknya. (mere errors of judgment), tanpa
4. Doctrine Corporate Oppotunity mempertimbangkan unsur manusiawinya.
Doktrin lain yang penting untuk Oleh karena itu, guna melindungi
dikemukakan adalah doctrine corporate ketidakmampuan yang disebabkan oleh
oppotunity yaitu seorang Direktur, komisaris adanya keterbatasan manusia, maka
atau pegawai perseroan lainnya ataupun tindakan direksi perlu dilindungi oleh
pemegang saham utama, tidak Doctrine Businnes Judgments Rule.
diperkenankan mengambil kesempatan 6. Ultra Virus dan Intra Vires
untuk mencari keuntungan pribadi Batas kewenangan pengurus perseroan
manakala tindakan yang dilakukan tersebut dalam hukum korporasi berada pada
sebenarnya merupakan perbuatan yang doktrin Ultra Virus dan Intra Vires. Secara
semestinya dilakukan oleh perseroan dalam sederhana pengertian Intra Vires adalah
menjalankan bisnisnya itu”. (Fuady, Munir, “dalam kewenangan”, sedangkan Ultra
2002 : 224). Virus diartikan sebagai “tidak melebihi
kewenangannya” (Ranuhandoko, 2000 : 522)

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 30


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

yang diatur dalam usaha perseroan pada Perseroan Terbatas yang saat ini telah diganti
Anggaran Dasar. Sedangkan mengenai Intra dengan Undang-undang No. 40 tahun 2007
Vires dinyatakan sebagai An act is said to be tentang Perseroan Terbatas dan berkembang
intra vire (“within the power”) of a person or dengan baik dalam lembaga perbankan dan
corporation when it is whitin the scope of his or pasar modal.
its powers or authority. Its is the opposite of Reseptie (penerimaan) doktrin hukum
ultra vires (q.v)” (Henry Campbell Black, korporasi di Indonesia terlihat dalam beberapa
1990:824) klausula yang terdapat dalam Undang-undang
Di samping itu, terdapat pendapat lain yang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menyatakan bahwa disebut “ultra vires” sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai
apabila tindakan yang dilakukan berada berikut :
diluar kapasitas (capasity) perusahaan, yang 1. Piercing the Corporrate Veil
dinyatakan dalam maksud dan tujuan Sebagaimana telah disinggung di atas
perusahaan yang tercantum dalam bahwa doktrin ini merupakan doktrin
Anggaran Dasar. Di Inggris, suatu tindakan untuk membuka tirai dari pribadi-pribadi
“ultra vires” adalah hanya bila secara yang terdapat dibelakang suatu badan
jelaskan di luar tujuan pokok perusahaan” hukum, baik para pemegang saham,
(Widjaya, I.G. Rai, 2000 : 227). anggota Direksi dan anggota Dewan
Doktrin Ultra Virus menitikberatkan pada Komisaris. Para pihak yang menjadi
kewajiban Direksi dalam mengurus pribadi Organ Perseroan yang semula
perseroan wajib sesuai maksud, usaha dan terdapat imunitas tanggung jawab, maka
tujuan perseroan sebagaimana diatur dalam berdasarkan doktrin Piercing the Corporrate
Anggaran Dasar, misalnya perseroan Veil ini mereka dapat diminta tanggung
tersebut berusaha dibidang perdagangan jawabnya sampai harta pribadi mereka,
tidak boleh melakukan usaha dibidang yaitu apabila mereka tidak menjalankan
pengeboran minyak yang tentunya hal fungsinya sebagai organ yang mempunyai
tersebut terkait dengan perizinan yang tugas, wewenang dan tanggung jawab
wajib dipenuhi sebelum operasional. yang diatur dalam Anggaran Dasar dan
Apabila Direksi melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan.
doktrin tersebut, maka Direksi yang Implemantasi doktrin hukum seperti
bersangkutan dapat diminta tersebut di atas antara lain tercantum
pertanggungjawaban secara pribadi. dalam Pasal 3. UUPT :
Sedangkan Intra Virus membatasi (1) Pemegang saham Perseroan tidak
kewenangan Direksi dalam bertindak yang bertanggung jawab secara pribadi atas
mewaikili perseroan sebagaimana diatur perikatan yang dibuat atas nama
dalam Anggaran Dasar dan peraturan Perseroan dan tidak bertanggung jawab
perundang-undangan yang berlaku, atas kerugian Perseroan melebihi saham
misalnya untuk melakukan perbuatan yang dimiliki.
hukum tertentu dalam Anggaran Dasar (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
wajib terlebih dahulu mendapatkan ayat (1) tidak berlaku apabila:
persetujuan dari Dewan Komisaris dan atau a. Persyaratan Perseroan sebagai
RUPS. badan hukum belum atau tidak
terpenuhi;
Reseptie dalam Undang-undang No. 40 b. Pemegang saham yang
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bersangkutan baik langsung
Salah satu upaya untuk maupun tidak langsung dengan
mengimplementasikan doktrin hukum itikad buruk memanfaatkan
perseroan dalam hukum positif di Indonesia Perseroan untuk kepentingan
adalah mengubah undang-undang Perseroan pribadi;
Terbatas yang diatur dalam Pasal 36 sampai c. Pemegang saham yang
dengan Pasal 55 KUHDagang dengan lahirnya bersangkutan terlibat dalam
Undang -undang No. 1 tahun 1995 tentang

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 31


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

perbuatan melawan hukum yang tindakan pengurusan yang


dilakukan oleh Perseroan; atau mengakibatkan kerugian; dan
d. Pemegang saham yang d. Telah mengambil tindakan untuk
bersangkutan baik langsung mencegah timbul atau berlanjutnya
maupun tidak langsung secara kerugian tersebut”.
melawan hukum menggunakan 3. Doktrin Self Dealing Transaction
kekayaan Perseroan, yang Pasal 99 ayat (1) : Anggota Direksi tidak
mengakibatkan kekayaan Perseroan berwenang mewakili Perseroan apabila:
menjadi tidak cukup untuk a. terjadi perkara di pengadilan antara
melunasi utang Perseroan”. Perseroan dengan anggota Direksi yang
Pasal 114 ayat (2) : “Setiap anggota bersangkutan; atau
Dewan Komisaris wajib dengan itikad b. anggota Direksi yang bersangkutan
baik, kehati-hatian dan bertanggung mempunyai benturan kepentingan
jawab dalam menjalankan tugas dengan Perseroan”.
pengawasan dan pemberian nasehat Pasal 93 ayat (1)” Yang dapat diangkat
kepada Direksi sebagaimana dimaksud menjadi anggota Direksi adalah orang
dalam Pasal 108 ayat (1) untuk perseorangan yang cakap melakukan
kepentingan perseroan dan sesuai perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5
maksud dan tujuan perseroan”. (lima) tahun sebelum pengangkatannya
2. Doktrin Fuduciary Duty pernah:
Pasal 85 ayat (1) : “Pemegang saham, baik a. dinyatakan pailit;
sendiri maupun diwakili berdasarkan surat b. menjadi anggota Direksi atau anggota
kuasa berhak menghadiri RUPS dan Dewan Komisaris yang dinyatakan
menggunakan hak suaranya sesuai dengan bersalah menyebabkan suatu Perseroan
jumlah saham yang dimilikinya”. dinyatakan pailit; atau
Pasal 97 ayat (2) : “Pengurusan c. dihukum karena melakukan tindak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pidana yang merugikan keuangan
wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi negara dan/atau yang berkaitan
dengan itikad baik dan penuh tanggung dengan sektor keuangan”.
jawab”. 4. Doctrine Corporate Oppotunity
Pasal 97 ayat (3) : “Setiap anggota Direksi Pasal 92 :
bertanggung jawab penuh secara pribadi (1) Direksi menjalankan pengurusan
atas kerugian Perseroan apabila yang Perseroan untuk kepentingan Perseroan
bersangkutan bersalah atau lalai dan sesuai dengan maksud dan tujuan
menjalankan tugasnya sesuai dengan Perseroan.
ketentuan sebagaimana dimaksud pada (2) Direksi berwenang menjalankan
ayat (2)”. pengurusan sebagaimana dimaksud
Pasal 97 ayat (5) :”Anggota Direksi tidak pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan
dapat dipertanggungjawabkan atas yang dipandang tepat, dalam batas
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat yang ditentukan dalam Undang-
(3) apabila dapat membuktikan: Undang ini dan/ atau anggaran dasar.
a. Kerugian tersebut bukan karena Dalam UUPT doktrin tersebut belum
kesalahan atau kelalaiannya; diatur secara jelas, tetapi dalam UU No.
b. Telah melakukan pengurusan 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
dengan itikad baik dan kehati- diatur secara tegas yaitu :
hatian untuk kepentingan dan a. Pasal 80 s/d 81 : Tanggung jawab
sesuai dengan maksud dan tujuan atas Informasi yang tidak benar
Perseroan; atau menyesatkan.
c. Tidak mempunyai benturan b. Pasal 85 s/d 89 : Pelaporan dan
kepentingan baik langsung Keterbukaan Informasi
maupun tidak langsung atas

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 32


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

c. Pasal 90 s/d 99 : Penipuan, anggota direksi dan dewan komisaris adalah


manipulasi Pasar dan Perdagangan pemecatan dirinya selaku anggota direksi dan
Orang Dalam (Insider trading). anggota dewan komisaris. Realitas demikian
5. Doctrine Businnes Judgment Rule menempatkan posisi direksi dan komisaris
Pasal 97 ayat (5) yang intinya Anggota pada posisi yang jauh dari sikap
Direksi tidak dapat dipertang- profesionalisme yang diperlukan dalam
gungjawabkan kerugian apabila dapat mengelola perseroan.
membuktikan, kerugian tersebut bukan Integritas seorang anggota direksi
karena salahnya, telah menjalankan perseroan dan dewan komisaris untuk menjaga
pengurusan dengan etikad baik, tidak loyalitasnya sebagai pihak yang diberi amanah
mempunyai benturan kepentingan yang untuk mengelola perseroan dengan baik dan
mengakibatkan kerugian dan telah benar sebagai pertanggungjawaban kepada
mengambil tindakan untuk mencegah stakeholder (semua pihak yang berhubungan
timbul atau berlanjutnya kerugian. dengan perseroan), merupakan tuntutan utama
6. Ultra Vires : bagi direksi dan dewan komisaris.
Pasal 92 ayat (1) : ”Direksi menjalankan Pengendalian pada anggota Direksi dan
pengurusan Perseroan untuk kepentingan dewan komisaris oleh pemegang saham, secara
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan formal dilakukan melalui Rapat Umum
tujuan Perseroan”. Pemegang Saham yang terdokumen secara
7. Intra Vires baik melalui putusan-putusan RUPS yang
Pasal 92 ayat (5) : “Dalam hal Direksi dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,
terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau namun demikian para pemegang saham sering
lebih, pembagian tugas dan wewenang kali melakukan pengendalian perseroan
pengurusan di antara anggota Direksi melalui suatu fakta yang sulit dibuktikan,
ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS”. karena boleh jadi instruksi itu terjadi pada
Pasal 92 ayat (6) : “Dalam hal RUPS pertemuan-pertemuan non formal yang tidak
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak terdokumentasi.
menetapkan, pembagian tugas dan Penghindaran dokumentasi pada
wewenang anggota Direksi ditetapkan pengendalian para pemegang saham melalui
berdasarkan keputusan Direksi”. jalur non formal sering dilakukan karena
Pasal 104 ayat (1) : “Direksi tidak pengendalian itu melanggar ketentuan dalam
berwenang mengajukan permohonan pailit UUPT dan/atau melanggar doktrin hukum
atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan korporasi, sehingga perlu dihindari adanya
Niaga sebelum memperoleh persetujuan dokumentasi. Karena apabila pengendalian itu
RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan terdokumentasi dapat dengan mudah
sebagaimana diatur dalam Undang- dibuktikan adanya pelanggaran oleh para
Undang tentang Kepailitan dan Penundaan pemegang saham, dengan ancaman hukum
Kewajiban Pembayaran Utang”. bagi para pemegang saham sebagaimana
diatur dalam Pasal 3 UUPT yakni kehilangan
Realitas imunitas dan terbatasnya tanggung jawab bagi
Harapan para ahli hukum sebagaimana pemegang saham.
dikemukakan dalam doktrin hukum tersebut
di atas, dan implementasi doktrin hukum Good Corporate Governance
tersebut dalam UUPT sebagaimana diuraikan Respon keinginan untuk menerapan
dalam sub bab sebelumnya, berbenturan prinsip Good Corporate Governance pertama kali
dengan kenyataan kepentingan para pemilik setelah berbagai doktrin hukum korporasi
modal sebagai pemegang saham. Para pertama kali pada tahun 1995 di-reseptie ke
pemegang saham dapat menggunakan modal dalam hukum positif yakni Undang-undang
yang dimiliki untuk mempengaruhi anggota No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,
direksi dan dewan komisaris untuk mengambil yang kemudian diikuti oleh Kementerian
kebijakan yang menguntungkan pemegang Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
saham. Ancaman riil yang diterima oleh dengan dikeluarkannya ketentuan berupa

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 33


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

Keputusan Menteri BUMN No.117/M- 2. Kemadirian yaitu suatu keadaan dimana


MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang perusahaan dikelola secara profensional
Penerapan Praktik Good Corporate Gouvernance tanpa benturan kepentingan dan
pada Badan Usaha Milik Negara. Selanjutnya pengaruh/tekanan dari pihak manapun
pada tahun 2006 Bank Indonesia melahirkan yang tidak sesuai dengan peraturan
ketentuan berupa Perarutan BI No. perundang-undangan yang berlaku dan
8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
Good Corporate Governance pada Bank Umum. 3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi,
Prinsip Good Corporate Governance pelaksanaan dan pertanggungjawaban
adalah penerapan lebih khusus detil atas Organ Perseroan sehingga pengelolaan
prinsip doktrin hukum korporasi yang perusahaan terlaksana secara efektif;
dikemukakan di atas. Dengan perkataan lain 4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di
implementasi lebih khusus dalam doktrin dalam pengelolaan perusahaan terhadap
hukum korparasi adalah penerapan Good peraturan perundang-undangan yang
Corporate Governance. Ini berarti sumber berlaku dan prinsip-prinsip korporasi
inspirasi dan hirarki norma yang menjadi spirit yang sehat;
penerapan prinsip Good Corporate Governance 5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan
adalah doktrin hukum sebagaimana kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
dikemukakan sebelumnya yang telah stakeholder yaitu timbul berdasarkan
diimplemtasikan semula dalam Undang- perjanjian dan peraturan perundang-
undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan undangan yang berlaku.
Terbatas yang telah digantikan dengan Beberapa ketentuan penerapan Good
Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Corporate Governance yang berlaku bagi organ
Perseroan terbatas. Hal ini dapat dimengerti perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang
karena implementasi doktrin hukum korporasi Saham, Dewan Komisaris dan Direksi yang
harus terlebih dahulu dimasukan dalam secara khsus diatur oleh Kementerian BUMN,
klausula hukum positif di Indonesia, antara lain :
khususnya dalam hukum perseroan dan hal 1. Perlindungan dan tanggung jawab para
tersebut telah tercermin dalam berbagai pasal Pemegang Saham tersebut antara lain
yang tersebar dalam Undang-tersebut di atas, dalam menjalankan wewenangnya pada
walaupun masih tetap perlu diperluas. RUPS dan mereka harus tetap
Good Corporate governance adalah memperhatikan prisip akuntabilitas yaitu
merupakan kaidah, norma ataupun pedoman tidak diperkenankan mencampuri kegiatan
korporasi yang diperlukan dalam sistem operasional perusahaan yang menjadi
pengelolaan perseroan yang sehat. Secara tanggung jawab Direksi sesuai dengan
formal Good Corporate Governance diatur dalam ketentuan anggaran dasar dan peraturan
pasal 1 butir a Keputusun Meneg BUMN perundang-undangan yang berlaku.
tersebut yaitu “suatu proses dan struktur yang 2. Dewan Komisaris sebagai pengawas
digunakan oleh orang perseroan untuk perseroan wajib memenuhi anggaran dasar
meningkatkan keberhasilan usaha dan dan peraturan perundang-undangan yang
akuntabilitas perusahaan guna mewudujudkan berlaku dan berfikir bebas, khususnya
nilai pemegang saham dalam jangka panjang memantau pelaksanaan Good Corporate
dengan tetap memperhatikan kepentingan Governance. Untuk efektifitas fungsi
stakeholder lainnya, berlandaskan perarutan pengawasan Dewan Komisaris, maka
perundangan dan nilai-nilai etika”. Adapun terhadap Dewan Komisaris dilarang untuk
prinsip Good Corporate Governance meliputi : merangkap jabatan pada perusahaan
1. Transparasi yaitu keterbukaan dalam tertentu. Oleh karena itu, Dewan
melaksanakan proses pengambilan Komisaris perlu adanya sarana untuk
keputusan dan keterbukaan dalam memperolah informasi yang diperlukan
mengemukakan informasi materiil dan oleh Komisaris antara lain dengan
relevan mengenai perusahaan; pembentukan Komite di bawah Dewan
Komisaris yang efektif. Di samping itu,

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 34


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

terdapat larangan terhadap komisaris vihicle-vihicle perusahaan untuk melakukan


untuk melakukan transaki yang kejahatan korporasi, bukan hanya terkait
mempunyai benturan kepentingan dan dengan adanya transfer pricing, tetapi juga
mengambil keuntungan pribadi dari kejahatan korporasi lainnya yang sulit untuk
kegiatan perseroan, selain gaji dan fasilitas mengejar para pemilik perusahaan untuk
yang diterimanya sebagai komisaris yang diminta pertanggungjawabannya.
ditentukan dalam RUPS. Perjanjian “nominee saham” adalah
3. Pengurus perseroan adalah direksi, perjanjian tentang kepemilikan saham antara
sehingga para anggota direksi wajib pihak pemegang saham yang tercantum dalam
mengetahui tugas dan tanggung jawabnya anggaran dasar dengan pihak lain, dimana
sesuai maksud, usaha dan tujuan pemilik saham yang sebeanrnya adalah pihak
perseroan serta mentaati seluruh lain di luar pemgang saham yang tercantum
ketentuan dalam Anggaran Dasar dan dalam anggaran dasar yang telah disetujui atau
peraturan yang berlaku. Selanjutnya, dilaporkan pada Kementerian Hukum dan
untuk efektifitas tugas pengurusan Direksi HAM RI.
wajib membuat tata tertib direksi yang Dapat juga dikatakan Perjanjian nominee
berisi pembagian tugas dan kewenangan saham adalah perjanjian antara pemilik saham
anggota Direksi (direktur bidang) serta yang secara formal tercantum dalam Anggaran
pengaturan dalam hal anggota direksi Dasar Perseroan dengan pihak ketiga, dimana
tidak hadir, prosedur dan tata tertib rapat pemegang saham yang tercantum dalam
Direksi serta pembentukan sistem anggaran dasar berdasarkan perjanjian
pengendalian internal. nominee saham tersebut sebenarnya pihak
Di samping itu, secara lebih rinci ketiga itulah yang menjadi pemilik saham atas
Bank Indonesia juga merespon implementasi perseroan tersebut.
Good Corporate Governance tersebut yang Perjanjian demikian, mengindikasikan
berlaku khusus terhadap badan hukum adanya pembohongan publik atas kepemilikan
perbankan dengan Peraturan Bank Indonesia saham yang sebenarnya yang tercantum dalam
No. 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 jo Anggaran Dasar maupun yang terdaftar pada
Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP pendaftaran resmi pada instansi yang
tanggal 30 Mei 2007 tentang Pelaksanaan Good berwenang termasuk pendaftaran perusahaan
Corporate Governance Bagi Bank Umum yang pada daftar perusahaan di Kementerian
intinya sama yaitu mengatur tentang tugas, Perdagangan dan Industri serta pendaftaran
wewenang dan tanggung jawab Dewan dalam daftar perseroan di Kementerian
Komisaris dan Direksi Bank umum serta Hukum dan HAM RI serta perijinan lainnya.
memberikan tekanan pada aspek transparansi Perjanjian nominee saham yang tidak
direksi, pembentukan komite-komite, Fungsi dikenal dalam hukum perseroan di Indonesia,
kepatuhan, audit internal dan eksternal, telah melahirkan para pemegang saham
managemen risiko rencana strategis dan boneka dan pengurus perseroan boneka.
laporan penilaian pelaksanaan Good Corporate Dengan adanya perjanjian nominee saham
Governance dan lain sebagainya. tersebut, sebenarnya perseroan yang
bersangkutan telah memberikan informasi
Perjanjian Nominee Saham dan Multi Purpose publik yang palsu (memberikan kebohongan
Vihicle publik) atas kepemilikan saham yang
Perkembangan hukum korporasi saat sebenarnya.
ini sudah sedemikian pesat, terutama dalam Asas hukum perjanjian nominee
perusahaan multi national yang melibatkan memang mendasarkan pada asas keterbukaan
berbagai korporasi dalam suatu holding yang dianut oleh KHUPdt yang dimuat dalam
company yang berada pada naungan group Pasal 1338 yang menyatakan “Semua perjnjian
usaha, Lahirnya perusahaan non operating yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
dan/atau multi purpose vihicle dalam lalu lintas undang bagi mereka yang membuatnya”, namun
hukum korporasi memberikan peluang bagi perjanjian itu sebenarnya telah melanggar sah
para pemilik perusahaan bersembunyi dibalik perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 35


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

KUHPdt yakni tidak terpenuhinya syarat subyek hukum yang berdiri sendiri, maka
obyektif yaitu melanggaran “kehalalan” dalam ultimate share holder tersebut dapat melakukan
membuat materi perjanjian yang mendapat apa saja, termasuk melakukan perbuatan-
ancaman atas perjanjian terserbut batal demi perbuatan yang tidak baik.
hukum. Terkait dengan perkembangan hukum
Kerancuan tersebut mengakibatkan korporasi tersebut, penulis sedang melakukan
adanya ketidakpastian hukum atas penelitian hukum mengenai hal dimaksud,
kepemilikan saham yang sebenarnya yang termasuk landasan hukum ultimate share holder
terwujud dalam anggaran Dasar Perseroan dan dalam mengendalikan holding company, dan
daftar perusahaan, dimana ternyata perlunya mengembangkan dan mengubah
kepemilikan saham tersebut berada pada pihak doktrin hukum Piercing the Corporrate Veil
lain di luar ketentuan yang diatur dalam menjadi Piercing the Holding Compay Veil serta
Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang urgensi pengaturan dalam hukum positif
Perseroan Terbatas. mengenai hal ini secepat mungkin.

Perkembangan Hukum Korporasi Kesimpulan


Dalam perkembangan hukum Teori badan hukum yang
korporasi saat ini sudah sedemikian pesat, menitikberatkan pada kehendak untuk
terutama dalam perusahaan multi national yang mempersonifikasikan suatu badan hukum
melibatkan berbagai korporasi dalam naungan seolah-olah seperti manusia, belum
suatu holding company (group usaha) di bawah memberikan perlindungan pada sharehoder
kendali seorang atau keluarga tertentu yang maupun pada stakeholder. Untuk melengkapi
disebut Ultimate Share Holder. Sulistiowati dan sekaligus sebagai perkembangan dari teori
memberikan batasan “pengertian perusahaan badan hukum dimaksud lahirlah doktrin
group mengacu kepada gabungan atau hukum korporasi yaitu Piercing the Corporrate
susunan perusahaan-perusahaan yang secara Veil, Doktrin Fuduciary Duty, Doktrin Self
yuridis mandiri yang dipandang sebagai induk Dealing Transaction, Doctrine Corporate
dan anak perusahaan yang terkait satu sama Opportunity, Doctrine Businnes Judgment Rule,
lain begitu erat sehingga membentuk suatu dan Ultra Virus dan Intra Vires. Doktrin hukum
kesatuan ekonomi yang tunduk pada suatu sebagaimana tersebut di atas, pada intinya
pimpinan suatu perusahaan induk sebagai adalah memberikan landasan teoritis dan
pimpinan sentral (Susilowati, 2010:4). filsafati kepada orang-orang yang berada di
Ultimate Share Holder pada dasarnya balik suatu badan usaha atau perseroan, yaitu
pihak yang mengendalikan suatu holding para pemegang saham, Direksi dan Dewan
company yang merupakan kumpulan dari Komisaris, agar mereka tidak melanggar
beberapa perusahaan (kumpulan dari badan- prinsip-prinsip keadilan dalam mengelola
badan hukum) yang masing-masing berdiri perseroan, termasuk kepada stakeholder, yaitu
sendiri-sendiri sebagai subyek hukum, namun pihak yang berhubungan dengan perseroan,
jika ditelusuri dari keseluruhan badan-badan termasuk para pegawai dan relasi perseroan.
usaha yang berkumpul menjadi satu dalam Oleh karena itu dalam penyusunan
holding company tersebut terdapat pemegang perundang-undangan yang terkait dengan
saham pengendali yang tertumpu pada suatu perseroan, maka doktrin hukum tersebut
seorang atau beberapa orang yang disebut wajib untuk di-resptie.
ultimate share holder dan mereka itu dalam Doktrin-doktrin hukum tersebut di atas,
praktik sebagai pihak yang mengendalikan pada umumnya telah di-resptie ke dalam
kebijakan strategis seluruh usaha dalam hukum positif di Indonesia yaitu dalam
holding company tersebut. Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang
Kewenangan yang begitu besar dari Perseroan Terbatas (UUPT) dalam klausula-
ultimate share holder dalam pengedalian seluruh klausula yang telah dikemukakan, walaupun
entity dalam suatu group usaha (holding terkadang masih bersifat umum dan belum
company) yang dapat berjumlah puluhan mendasar.
perusahaan yang secara hukum sebagai

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 36


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

Sekalipun doktrin hukum tersebut telah Andre Ata Ujan. Filsafat Hukum. Yogyakarta:
menjadi landasan dan telah di- resptie dalam Kanisius, 2009.
UUPT, namun demikian dalam realitanya para
pemegang saham, telah memanfaatkan Abdulkadir Muhamad. Hukum Perseroan
kekuasaannya melalui kepemilikan saham Indonesia. Jakarta: PT Citra Aditya bakti,
dalam perseroan untuk mempengaruhi 1996.
kemandirian para anggota Direksi dan Dewan
Komisaris, melalui pengendalian non formal Mariam Darus Badrulzaman. Aneka Hukum
untuk mempengaruhi dan mencederai sikap Bisnis. Bandung: Alumni, 1994.
profesionalisme dan integritas para anggota
Direksi dan Dewan Komisaris, sehingga Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian
menyimpang dari prinsip-prinsip doktrin Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
hukum tersebut di atas. Termasuk dalam 2007.
pelanggaran doktrin hukum tersebut adalah
pembuatan perjanjian nominee saham yang Carl Joachim Friedrich. Filsafat Hukum
dilakukan oleh pemegang saham. Perspekktif Historis. Bandung: Nusa
Tujuan akhir dari penerapan doktrin Media, Cetakan III, 2010.
hukum perseroan tersebut di atas adalah
adanya Good Corporate Governance yaitu tata Chidir Ali. Badan Hukum (Rechtspersoon).
pengelolaan perseroan yang baik. Oleh karena Bandung: Alumni, 2011.
itu, tindak lanjut dari reseptie doktrin hukum
perseroan tersebut adalah implementasinya Chatamarrasjid. Menyingkap Tabir Perseroan.
dalam Good Corporate Governance yaitu suatu Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.
tata pengelolaan yang baik dan benar.
Dalam perkembangan hukum Candrawulan. Hukum Perusahaan Multinasional,
perseroan terdapat suatu holding company yaitu Leberalisasi Hukum Perdagangan
gabungan atau susunan perusahaan- Internasional dan Hukum Penanaman Modal.
perusahaan yang secara yuridis mandiri yang Bandung: Alumni, 2011.
dipandang sebagai induk dan anak
perusahaan yang terkait satu sama lain begitu Dardji Darmodihardjo – Shidarta. Filsafat
erat sehingga membentuk suatu kesatuan Hukum. Jakarta: Gramedia Pustaka
ekonomi yang tunduk pada suatu pimpinan Utama, 1999.
suatu perusahaan induk sebagai pimpinan
sentral (ultimate share holder), dimana sampai Legal W. Friedmann. Teori dan Filsafat Hukum
saat ini mengenai holding company serta tugas (Hukum & Masalah-Masalah Kontemporer).
dan wewenang seerta tanggung jawab dari Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, tanpa
ultimate share holder tersebut belum terdapat tahun
peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai hal dimaksud, sehingga Munir Fuady. Doktrin-doktrin Modern Dalam
dapat memberikan peluang kepada para Corporate Law Eksistensinya Dalam Hukum
ultimate share holder untuk melakukan Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya
perbuatan yang tidak baik bahkan melakukan Bakti, 2002
kejahatan korporasi.
------------------------. Hukum bisnis Dalam Teori
dan Praktek. Buku Kesatu. Bandung: PT.
Daftar Pustaka Citra Aditya Bakti, 1996.
Achmad Ali. Menguak Teori Hukum (Legal
theory) dan Teori Peradilan Soedargo S. Gautama, Komala Lumanau, Liz
(Judicialprudence) Termasuk Internpretasi Asnahwati. Ikhtisar Hukum Perseroan
Undang-undang (Legisprudence), Jakarta: Berbagai Negara Yang Penting Bagi
Kencana Prenada Media Group, 2010. Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 1991

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 37


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

-------------------------, Himpunan Yurisprudensi Salim H.S. Perkembangan Teori dalam Ilmu


Indonesia Yang Penting Untuk Praktik Hukum. Jakarta: Rajawali Pers,2010.
Sehari-hari (Landmark Decisions) Berikut
Komentar. Jilid 2. Bandung: PT Citra Sunaryati Hartono. Beberapa Masalah
Aditya Bakti, 1992 Transnasional Dalam Penanaman Modal
Asing di Indonesia. Bandung: Binacipta,
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. 1972
Jakarta: Pranada Media Group. Cetakan
ke III, 2005. ---------------------------. Hukum Ekonomi
Pembangunan Indonesia. Bandung:
Padmo Wahjono. Pembangunan Hukum di Binacipta, 1982
Indonesia. Jakarta: Ind-Hill-Co, 1989
Marjanne Termorshuizen. Kamus Hukum
Paul Scholten. De Structur Der Belanda-Indonesia. Jakarta: Djambatan,
Rechtswetenschap. Bandung: Alumni, 1999
2005.
Tri Budiyono. Hukum Dagang, Bentuk Usaha
Rudhi Prasetya. Kedudukan Mandiri Perseroan Tidak Berbadan Hukum. Salatiga: Griya
Terbatas, Disertai Dengan Ulasan Menurut Media, 2011.
Undang-undang No. 1 tahun 1995.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001. Try Widiyono. Direksi Perseroan Terbatas
Keberadaan, Tugas Wewenang, dan
Ranuhandoko. Terminologi Hukum. Jakarta: Tanggung Jawab. Edisi Kedua. Jakarta:
Sinar Grapia, 2000 Ghalia Indonesia, 2008

Roscou Pound. Tugas Hukum. Jakarta: Bharata, Chatamarrasjid. Soal-soal Aktual Hukum
1965 Perseroan/Badan. Jakarta: Unkris, 1999

I. G Rai.Widjaya. Hukum Perusahaan. Jakarta: Fred B.G Tumbuan. Pendirian Perseroan Terbatas
Megapoin, 2000. dan Pertanggungjawaban Direksi dan
Dewan Komisaris serta Pihak terkait
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian lainnya. Seminar Dengan Pendapat
Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali, 1985. Publik Berkenaan dengan Perubahan
Aspek Hukum Perseroan Terbatas.
Surajiyo. Filsafat Ilmu, & Perkembangannya di Jakarta : 2001
Indonesia. Jakarta: cetakan ke lima, 2010.
---------------------------. Tugas dan Tanggung Jawab
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Direksi Perseroan Terbatas. Materi
Penerbit PT. Intermasa, 1984. Pendidikan Singkat Hukum Bisnis.
Jakarta: Unika Atma Jaya, 2000.
--------------------------. Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang. Jakarta: Pradnya Nyhart. The Role of Law in Economic
Paramita, 1983. Development, The meeting was a three
day Conference on Law and Economic
--------------------------. Tjitrosudibio. Kitab Development by the Sloan School of
Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Management of the Massachusetts
Pradnya Paramita, 1983. Institute of Technology, Massachusett in
December 1962.
Sulistiowati. Aspek Hukum dan Realitas Bisnis,
Perusahaan Group di Indonesia, Jakarta:
Erlangga, 2010.

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 38


Perkembangan Teori Hukum dan Doktrin Hukum Piercing the Corporrate Veil dalam UUPT dan Realitasnya serta Prospektif
Kedepannya

Ratnawati W. Prasodjo. Pembaharuan Undang- Beach: Southern Political Science


Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Association, 1969.
Perseroan Terbatas, Soosialisasi Rancangan
Perubahan UUPT, Jakarta: Departemen Winarno Yudho. “Ilmu Politik Dalam
Kehakiman dan HAM, 12 Nopember Pendidikan Hukum”. Hukum dan
2001 Pembangunan. No 1 tahun XIX. Depok:
FH UI,1989.
Sutan Remy Sjahdeini. Beberapa Pokok Pikiran
Mengenai Reformasi Hukum Perbankan Henry Black Campbell. Black’s Law Dictionary.
Indonesia. Jakarta: Penerbit Simposium Sixth Edition. ST. Paul, Minn: West
Universitas Indonesia, 1998 Publishing Co, 1990.

--------------------------. Tanggung Jawab Pemegang John M. Echols dan Hassan Shadily. Kamus
Saham Peseroan Pailit. Jakarta: Jurnal Indonesia Inggris. Jakarta: PT Gramedia,
Hukum Bisnis Volume 14, Juli 2001. edisi ketiga, 2003.

--------------------------. Tanggung Jawab Pribadi Suharso dan Ana Retnoningsih. Kamus Bahasa
Direksi dan Komisaris. Jurnal Hukum Indonesia Lengkap. Cetakan ke Sembilan.
Bisnis Volume 14, Jakarta, Juli 2001. Semarang: Widya Karya. 2011.
Wallace Mendelson. Law and The Development
of Nations. Presidential Address. Miami

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 39

Potrebbero piacerti anche