Sei sulla pagina 1di 15

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol.

18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

KAJIAN MENGENAI PERUBAHAN AFILIASI PADA


SISTEM ORGANISASI SOSIAL MASYARAKAT LEMATANG
1 2
Ari Kurniawan , Tony Rudyansjah

Received Article: 08 Mei 2017 Accepted Article: 10 Juni 2017

Abstract
This article discusses dynamics of social behavior which is constructed as
mechanism process to exacerbate social organization. This study examines how
social institutions provide significant influence to change social structures and power
relations within the family institution. Lematang society are exclusive patrilineal
society wherein each affiliated rules is always attracted by patrilineality. However
there are some patrilineal society who actually practiced different, where the rules are
affiliated to follow the matrilineality. This behavior displayed by the form of matrilocal
marriage (Kampi). In this matrilocal marriage, women became a central actor in her
household. This study is qualitative research with ethnographic method aimed to
obtain in-depth description of social organization in Lematang society. This research
showed that Kampi is one institutions to maintain lineage agnatic on families who do
not have a male children. The consequence of that rule is affiliation change in
patrilineal family institution. Women who conduct Kampi, would be lineage successor
of her parents. Husband will be affiliated to the agnatic clan his wife, while the
affiliated matrilineal descendants in his mother's lineage. This resulted in the
affiliation change, the position of men being subordinated, because men lose their
rights, descent, and resource access.

Keywords: Rule Affiliation, Patrilineal, Matrilineal

Abstrak
Artikel ini membahas dinamika perilaku sosial yang dibangun sebagai mekanisme
proses untuk menambah peran dari organisasi sosial. Penelitian ini bertujuan melihat
bagaimana lembaga sosial memberikan pengaruh yang signifikan untuk mengubah
struktur sosial dan kekuasaan hubungan dalam keluarga lembaga. Masyarakat
Lematang adalah masyarakat patrilineal yang eksklusif yang berafiliasi setiap aturan
yang selalu tertarik oleh patrilinealitas. Walaupun demikian ada beberapa patrilineal
masyarakat yang sebenarnya dilakukan yang berbeda, di mana aturan yang berafiliasi
dengan mengikuti sistem kekerabatan matrilineal. Perilaku ini ditampilkan oleh bentuk
perkawinan matrilokal (Kampi). Pada perkawinan matrilokal, perempuan menjadi
pusat aktor dalam rumah tangganya. Studi ini menggunakan penelitian kualitatif
dengan metode etnografi yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mendalam
mengenai organisasi sosial pada masyarakat Lematang. Penelitian ini menunjukkan
bahwa Kampi merupakan salah satu lembaga yang masih menjaga garis keturunan
dari keluarga yang tidak punya anak laki laki. Konsekuensi dari aturan tersebut adalah
terjadinya perubahan secara kelembagaan dalam lembaga keluarga patrilineal.
Perempuan yang melakukan Kampi, akan merubah garis keturunannya atau pengganti
dari orang tuanya. Suami akan yang berafiliasi dengan klan istrinya, ketika keturunan
matrilineal akan berafiliasi melalui garis keturunan ibunya. Hal ini menunjukkan
adanya perubahan kelembagaan dimana posisi laki-laki yang pernah berkuasa, karena
laki-laki telah kehilangan hak hak mereka, keturunan dan akses sumber daya.
Kata Kunci: Peran Kelembagaan, Patrilineal, Matrilineal

1
Penulis adalah mahasiswa pendidikan pascasarjana di Departemen Antropologi FISIP Universitas
Indonesia dan bekerja pada instansi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Lampung.
2
Penulis adalah dosen tetap Jurusan Antropologi FISIP Universitas Indonesia, Jakarta
Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial 89 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

A. Pendahuluan matrilinial. Kondisi ini dipengaruhi oleh

M
asyarakat Lematang merupakan perilaku kawin kampi.
salah satu komunitas patrilinial yang Kawin kampi merupakan perkawi
berada di Propinsi Sumatera Sela nan matrilokal dimana perempuan berperan
tan. Masyarakat Lematang menganut pola memberikan mahar kepada laki-laki.
3
perkawinan Connubium Asimetris , yakni Dengan kondisi tersebut, laki-laki beserta
pola perkawinan yang dilakukan antar klan keturunannya akan menjadi bagian dari
4
atau marga . Sistem organisasi sosial pada garis kerabat istrinya. Pada proses
masyarakat Lematang menunjukkan karak selanjutnya, pola matrilinial itu dipraktikkan
ter patrilinial, dengan pola perkawinan yang dengan sangat terstruktur serta menjadi
ideal adalah patrilokal. Dalam konsep bagian yang signifikan dalam membentuk
patrilinial ini, setiap pertalian garis sistem afiliasi di Lematang. Sifat-sifat
keturunan ditarik berdasarkan garis laki-laki matrilinial itu berada di balik struktur
(Haviland, 1985: 107). Sehingga, dalam patrilinial yang eksklusif sehingga tidak
praktik sosialnya, laki-laki menduduki posisi nampak memiliki kontribusi dalam
utama di berbagai ranah kehidupan. menjelaskan organisasi sosial di Lematang,
Terutama sebagai aktor sentral dalam yang nampak adalah komunitas Lematang
memberikan mahar kepada perempuan. menganut sistem kekerabatan patrilinial,
Pada perkawinan patrilokal ini, laki-laki pola residensi patrilokal dan pola kekuasaan
5
berperan penting dalam mempersiapkan patriarkat .
segala biaya perkawinan untuk mengambil Melalui perkawinan kampi ini, pola
perempuan dari kelompok patrilinial lain. post marital residence bergeser dari
Laki-laki juga akan menjadi peran yang patrilokal ke matrilokal. Begitu juga sistem
signifikan dalam menentukan segala afiliasi bergeser dari patrilinial ke matrilinial.
keputusan setelah perkawinan, termasuk Hal ini tentunya berakibat juga pada kondisi
pola menetap sesudah menikah, dan hak- relasi-relasi kuasa akibat dari pergeseran
hak terkait dengan keturunan. Masyarakat pola afiliasi dan post marital residence
Lematang termasuk salah satu masyarakat tersebut.
patrilinial eksklusif dimana semua terpusat
pada laki-laki, mulai dari garis keturunan, B. Kajian Teori
perkawinan, residensi, hingga kekuasaan. istem afiliasi dalam garis kerabat
Meskipun demikian, di Lematang juga
terdapat beberapa kelompok masyarakat
patrilinial yang justru berperilaku seperti
S adalah seperangkat aturan yang
mengatur keanggotaan individu
dalam sistem kekerabatan. Dalam hal ini
sistem afiliasi di dalamnya mencakup
3
aturan-aturan mengenai posisi, status,
Dari Penelitian Eka Hapsari yang melihat peran, hak dan kewajiban, pola menetap,
sistem perkawinan eksogami antar komunitas di
sistem aliansi, sistem pertukaran, hubu
Palembang seperti kasus perkawinan antara etnis
keturunan Tionghoa dengan etnis Melayu Palembang, ngan-hubungan afinitas, relasi kekuasaan,
dapat disimpulkan bahwa pola perkawinan di dan relasi-relasi sosial lainnya di dalam
Lematang adalah connubium asimetris struktur sosial (Valeri, 2001:142-145).
4
Lihat Van Wouden, Types of Sosial Structure Ember & Ember (2007: 383)
in Eastern Indonesia. Terj. R. Needham (terbitan membedakan tiga tipe pokok afiliasi
pertama 1935). The Hague: Martinus Nijhoff, 1968. berkaitan dengan garis keturunan, yaitu
Baca Juga Klan, Mitos, dan Kekuasaan; Struktur sistem keturunan unilinial, sistem keturunan
Sosial Indonesia Bagian Timur terj. Anggota IKAPI, ambilinial, dan sistem kekerabatan bilateral.
(Jakarta: graffiti Pers, 1985), hal. 6. Lihat Juga
Kuntjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi; Struktur 5
Lihat Octaviani Eka Hapsari, dalam Disonansi
Elementer Pertukaran Perempuan dalam Analisis Kognitif pada Orang Tua yang Anaknya Melakukan
Sistem Kekerabatan Levi Straus, (Jakarta: UI Press, Belarian, Studi Kasus Kawin Lari Antara Etnis
1987), hal. 221-225, dan Istutiah Gunawan dalam Pribumi dengan Etnis non Pribumi di Palembang.
Hierarchy and Balance; a study of Wanoaka Sosial (Jakarta: Universitas Indonesia, 2001), hal 4-5.
Organization, (Canberra: Dept. of Anthropology in Dinyatakan bahwa masyarakat Sumatera Selatan
kecuali Semende menganut sistem kekerabatan
Association with the Comparative Austronesian
patrilinial hal ini dibuktikan dengan pola residensi
Project, Research School of Pacific and Asian Studies, bagi perempuan yang berafiliasi dengan kerabat
Australian National University, 2000), hal. 7. suami.
90 | P a g e Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

Dua tipe pertama; unilinial descent dan diartikan sebagai sistem yang mengadopsi
ambilinial descent menurutnya didasarkan dua pihak, dalam kasus ini pihak ayah dan
pada aturan keturunan yaitu beberapa pihak ibu memilliki kedudukan yang sama
aturan yang menghubungkan individu pentingnya atau bisa juga tidak penting.
dengan kerabatnya mengacu kepada nenek Masyarakat bilateral tidak mengarah pada
moyang bersama. Fakta-fakta aturan sistem sistem keturunan bersama tetapi lebih
garis keturunan beroperasi di dalam sistem kepada garis horizontal, yakni perpindahan
sosialnya, individu akan merasakan dan dari sistem yang tertutup menjadi relatif
melihat bagaimana kerabat berperan lebih jauh dari sekedar hanya berdasarkan
penting dalam mendukung dan membantu sistem nenek moyang bersama (Ember &
dirinya di dalam organisasi sosialnya. Ember, 2007: 386-387).
Sedangkan sistem kekerabatan bilateral Valeri dalam tulisannya fragments
tidak berdasarkan pada aturan keturunan from forest and libraries mengatakan bahwa
atau nenek moyang dan tidak dikonstruksi afiliasi lebih luas dari sekedar penarikan
secara jelas oleh masing-masing kelompok garis kerabat individu kepada klan tertentu.
klan. Unilinial descent sama dengan fakta Afiliasi tidak hanya mencakup garis
bahwa seseorang berafiliasi dengan salah keturunan saja namun juga berkaitan erat
satu kelompok keturunan melalui garis dengan aturan-aturan menetap sesudah
keturunan dari salah satu nenek moyang, perkawinan, dan pola kekuasaan di dalam
hanya melalui pihak laki-laki maupun keluarga. Demikian ia mengatakan;
perempuan saja. Unilinial descent bisa
berupa patrilinial atau matrilinial saja. “…Although every exchange that
Sistem ambilinial descent adalah accompanies marriage forms part of a
sistem afiliasi antara individu dengan continuous flow between wife-givers and
kerabat yang mengambil garis keturunan wife-takers, three prestations are
dari pihak laki-laki dan perempuan. Dengan essential for a marriage to achieve its full
kata lain beberapa orang di dalam kelompok status. Each of these marks a stage in a
sosial berafiliasi dengan group kerabat cycle that involves a change in affiliation,
melalui ayah mereka dan juga melalui ibu residence, names, and associated
mereka. Konsekuensinya kelompok keturu prohibitions.” (Valeri, 2001:142).
nan terdiri dari dua jaringan genealogis yaitu
satu sisi pihak laki-laki dan pihak Ia melihat afiliasi sebagai sejumlah
perempuan di sisi lain. Sistem ambilinial aturan, norma, dan relasi-relasi kuasa yang
descent dapat disebut juga dengan sistem terbentuk di dalam sistem organisasi sosial,
double descent atau double unilinial terutama berkaitan dengan bagaimana
descent. Di mana seorang individu posisi dan peran suami/istri di dalam
(keturunan; garis anak atau garis cucu) keluarga, dan bagaimana hak-hak dan
dalam satu klan melakukan afiliasi untuk kewajiban mereka terhadap keturunannya.
beberapa maksud melalui sebuah kelompok Menurutnya konsep afiliasi tidak hanya
kerabat matrilinial, dan beberapa maksud terbatas pada sistem garis keturunan saja,
lain melalui kelompok patrilinial, misalnya melainkan lebih dari itu mencakup pola
dalam sebuah keluarga, keturunan pertama relasi kekuasaan suami dan istri, pola post
dan kedua mengikuti garis ayah, sedangkan marital residence, serta posisi dan status
pada keturunan ketiga dan seterusnya keturunannya. Melalui penelitiannya di
mengikuti garis ibu, dan kembali ke garis Indonesia Timur, ia merumuskan konsep
ayah, begitu seterusnya (Ember & Ember, afiliasi yang di dalamnya terkandung relasi-
2007: 385-386). relasi kuasa baik pihak suami ataupun istri,
Sistem afiliasi bilateral dimaksudkan dan bagaimana relasi-relasi kuasa itu
sebagai sistem kekerabatan yang tidak dipraktikkan di dalam post marital residence
jelas, artinya tidak berdasarkan garis dan keturunannya.
matrilinial, patrilinial, maupun ambilinial. Konsep afiliasi yang diusung Valeri
Kelompok bilateral dianggap sebagai juga dipengaruhi oleh konsep struktur
kelompok yang tidak memiliki garis sosialnya Radcliffe-Brown dimana sistem
keturunan atau kerabat yang tidak meyakini afiliasi sebuah masyarakat merupakan
berasal dari sebuah nenek moyang unsur terpenting dari struktur sosial yang di
bersama. Kekerabatan bilateral dapat dalamnya terdapat relasi-relasi sosial antar

Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial 91 | P a g e


JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

anggotanya. Struktur kekerabatan adalah dapat menempati posisi superior maupun


satu media dimana terdapat relasi-relasi inferior apabila terjadi perubahan pada
yang sifatnya diadik di antara para sistem garis keturunan dan pola resi
anggotanya, seperti hubungan ayah dengan densinya. Konsep afiliasi ini ia tampilkan
anak laki-laki maupun seorang saudara laki- pada sistem kekerabatan di Huaulu.
laki ibu dengan anak laki-laki saudara Menurutnya, sistem afiliasi menjadi bagian
perempuannya. Struktur sosial dasar yang tahapan dari sebuah silkuls aliansi yang
lebih kompleks didasarkan pada sebuah sempurna (Valeri, 2001: 142-145).
jaringan yang menghubungan antar anggota Aturan dalam sistem afiliasi menjadi
masyarakat yang ditetapkan melalui bagian terpenting yang mengatur posisi dan
hubungan genealogis. peran di dalam keluarga. Sebagaimana
yang jelaskan Valeri dalam penelitiannya
“...I regard as a part of the social bahwa di Huaulu terdapat berbagai aturan
structure all social relations of person to dalam sistem perkawinan. Aturan-aturan itu
person. The kinship structure of any meliputi upacara, mahar, hubungan sosial
society consist of a number of such dan aturan-aturan tempat tinggal. Dalam
dyadic relations, as between a father and sistem afiliasi, mahar memiliki peran yang
son, or a mother’s brother and his sangat penting karena menentukan siapa
sister’s son. The whole social structure is yang berkuasa dan pada siapa kekuasaan
a based on a network of such relations of itu dijalankan. mahar juga menentukan
person to person, established through siapa yang berhak atas keturunan mereka.
genealogical connections” (Radcliffe Pola residensi juga menjadi bagian penting
Brown, 1979: 191). dari aturan afiliasi.
Valeri mengatakan pola residensi
Selanjutnya, struktur sosial juga masyarakat Huaulu ketika pembayaran
mencakup di dalamnya diferensiasi para mahar pertama terselesaikan adalah
individu pada kelas-kelas sosial tertentu uxorilokal. Pada tahap uxorilokal sistem
yang dibentuk oleh peran sosial mereka afiliasi Huaulu masih dianggap belum
masing-masing di dalam kelompoknya. sempurna siklus aliansinya, karena
Seperti perbedaan posisi laki-laki dan masyarakat Huaulu pada akhirnya harus
perempuan, posisi kepala suku dan anggota berafiliasi secara agnatik, yaitu sistem garis
masyarakatnya, posisi pimpinan dan keturunan pada pihak laki-laki saja dan pola
karyawan, dan masih banyak faktor lain residensi berubah dari uxorilokal menjadi
yang membentuk relasi-relasi sosial, virilokal (Valeri, 2001: 142-143).
termasuk perbedaan klan atau suku
bangsa. C. Metode Penelitian

P
enelitian ini menggunakan pendeka
“...I include under social structure the tan kualitatif dengan metode etno
differentiation of individuals and of grafi. Metode etnografi digunakan
classes by their social role. The untuk mempelajari makna dari setiap
differential social positions of men and perilaku, bahasa, dan interaksi yang terjadi
women, of chiefs and commoners, of dalam komunitas Lematang. Digunakannya
employers and employees, are just as metode etnografi karena fenomena yang
much determinants of social relations as diteliti mengharuskan kedalaman observasi
belonging to different clans or different dan interpretasi perilaku manusia secara
nations” (Radcliffe Brown, 1979: 191- detil, termasuk untuk menangkap makna
192). realitas sosial budaya berdasarkan sudut
pandang subyek yang diteliti (dalam rangka
Valeri mendeskripsikan adanya mendapatkan native's point of view). Lebih
perubahan-perubahan yang terjadi terutama lanjut digunakannya metode etnografi juga
perubahan dari matrilateral menjadi patrila karena penelitian ini membutuhkan strategi
teral yang berpengaruh terhadap relasi yang dapat memberikan ruang lebih besar
kuasa di dalam keluarga. Menurutnya, kepada peneliti untuk mengeksplorasi
perubahan relasi kuasa terjadi mengikuti secara mendalam budaya dan sistem sosial
arah perubahan residensi dan sistem garis sebagai sebuah bagian yang fundamental
keturunan. Kekuasaan suami ataupun istri dari pengalaman dan pengetahuan

92 | P a g e Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial


JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

manusia. Alasan yang mendasar dari Pada pola perkawinan ini, pihak perempuan
penggunaan metode etnografi juga tertuju memiliki kekuatan penuh untuk memberikan
kepada ketercapaian data primer atau data biaya perkawinan (mahar/pintaan) kepada
dari pelaku secara langsung dan melakukan laki-laki yang dikampinya. Laki-laki yang
interaksi dengan orang yang diteliti. Oleh akan dinikahi hanya diminta menyiapkan
karena itu, teknik pengumpulan data yang mas kawin alakadarnya saja untuk syarat
digunakan dalam penelitian ini meliputi; ijab kobul, sedangkan untuk biaya
pengamatan terlibat (partisipant obser perkawinan dibebaskan. Semua biaya men
vation), wawancara mendalam (depth jadi tanggungjawab pihak perempuan, pola
Interview), dan studi kepustakaan (literatur perkawinan semacam ini mengarah kepada
review). pola perkawinan matrilokal.

D. “Kampi” Pola Perkawinan Matrilokal 1. Kampi; Ciri-ciri, dan Jenisnya

K
di Lematang awin kampi secara hukum adat

M
odel perkawinan yang sangat terbagi ke dalam dua macam yaitu:
7
dianjurkan di dalam komunitas tekampi tegoh dan tekampi semen
6
Lematang adalah tejujur , sistem tara. Tekampi tegoh adalah sistem kawin
perkawinan semacam ini adalah sistem kampi yang statusnya amat kuat bagi
yang umumnya terjadi di masyarakat karena seorang laki-laki untuk masuk ke dalam
sesuai dengan sifat-sifat patrilinial Lema garis keturunan istrinya, mereka menetap
tang. Tejujur memiliki pengertian secara matrilokal, dan berafiliasi secara
memberikan mas kawin dan biaya matrilinial ke keluarga istri seumur hidup
perkawinan (mahar/pintaan) kepada pihak nya, bahkan jika ia meninggal harus
perempuan, artinya laki-laki memiliki dikuburkan bersama dengan kuburan orang
kekuatan penuh dalam mengambil wanita tua istrinya, dan apabila ia keluar dari garis
dari klan lain, ataupun perempuan memiliki keturunan itu, ia harus pergi dengan tanpa
kuasa penuh dalam menentukan mahar membawa apapun termasuk anak-anaknya.
yang akan diterimanya. Pada perkawinan Tekampi tegoh jelas memiliki beban tugas
semacam inilah terjadi tawar-menawar yang berat seperti yang akan diuraikan
sampai terjadi kemufakatan yang disebut pada subbab berikutnya, tekampi tegoh juga
dengan istilah maduke rasan. Pola amat rawan dengan berbagai tekanan
perkawinan semacam ini dianggap paling psikologis yang harus ditanggung si pelaku
ideal oleh komunitas Lematang maupun kawin kampi tersebut.
masyarakat lain di Sumatera Selatan. Tekampi sementara adalah kampi
Istilah tekampi berasal dari istilah yang lemah, sistem ini hanya berlaku
lokal kampi atau ngampi yang berarti ambil sementara bagi laki-laki yang menghargai
atau mengambil; jika dihubungkan dengan permintaan kampi keluarga perempuan,
perkawinan, maka kampi atau ngampi namun dirinya juga menghargai dan
adalah mengambil anak laki-laki dari menjunjung tinggi harga diri ia dan
keluarga atau klan lain untuk meneruskan keluarganya. Tekampi jenis ini biasanya
garis keturunannya dan menjadikan laki-laki telah melalui proses negosiasi yang sulit
tersebut suami dari anak perempuannya. karena karena masing-masing pihak saling
Tekampi artinya terambil, si laki-laki mempertahankan garis keturunannya. Te
tersebut terambil dan ikut dengan istrinya kampi sementara selain bertugas sebagai
atau keluarga istrinya secara matrilokal. penerus keturunan di keluarga istri, ia juga
Tugas laki-laki tersebut sebagai penerus masih tetap sebagai penerus keturunan
garis keturunan di keluarga perempuan dikeluarganya. Jadi tekampi sementara
yang menikahinya itu. Tugas laki-laki sifatnya lebih fleksibel.
tekampi tidak hanya itu, ia juga diharuskan Seiring dengan perkembangan
menjaga harta pusaka secara turun zaman, saat ini lebih banyak yang
temurun, ia juga harus mengurus orang menganut sistem kampi sementara
tuanya (mertua) hingga meninggal, dan daripada kampi tegoh. Kampi sementara ini
saudara-saudara sekandung istrinya hingga biasanya terjadi karena ada tungguan
mereka hidup secara mandiri.
7
Tegoh adalah Istilah lokal yang berarti kuat dan
6
Mengarah pada pola perrkawinan patrilokal terikat
Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial 93 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

artinya si pelaku kawin kampi terutama penunggu jurai atau penerus garis darah
orang tua pihak perempuan meminta si laki- keluarga (penegak jurai). Dengan demikian
laki berafiliasi sementara ke keluarganya ia terpaksa keluar dari garis keturunan
9
sampai ada anak-anak lainnya yang keluarganya sendiri (menjadi jurai agayan ).
menikah. Jadi si laki-laki yang dikampi Begitupun bagi orang tua kandungnya,
sementara ini, setelah adik iparnya menikah mereka akan merasa bersalah karena anak
dalam status kampi tegoh, maka ia boleh laki-lakinya itu terbuang atau dibuang dari
keluar dari garis keturunan keluarga istri garis keturunannya, oleh karena itu
dan kembali ke garis keturunan keluarganya kebanyakan dari orang tua tidak akan
secara agnatik. Pola pembagian harta waris bersedia jika anak laki-lakinya dikampi.
dan pola residensinyapun berbeda dengan Kedua, stigma buruk yang dilekat
tekampi tegoh, pola residensi bisa berubah, kan kepada para pelaku kawin kampi
bisa patrilokal, virilokal, avunkulokal, atau terutama subjek laki-laki juga dianggap
neolokal. Oleh karena itu, kampi sementara menyebabkan tekanan psikologis si laki-laki
tidak disebut kampi oleh masyarakat, tetapi itu sendiri berikut juga orang tuanya. Laki-
lebih dikenal dengan istilah ngireng. Ngireng laki maupun orang tua si laki-laki yang
artinya mengiring, yakni mengiringi saudara menjalani kawin kampi dianggap lemah,
perempuan lain yang akan dikampi secara tidak mau berusaha, pemalas, tidak memiliki
tegoh atau mengiringi saudara laki-lakinya harga diri karena rela dibeli, serta hidupnya
yang masih kecil dan belum bisa menikah menumpang dan mengharap harta istri,
atau belum mandiri. pelaku pasrah menerima stigmatisasi
semacam ini. Ketiga laki-laki yang menjalani
2. Komponen dan Aturan-aturan kawin kampi diharuskan menetap secara
Kampi matrilokal, mengurus rumah tangganya,

A
dat kampi sifatnya sangat lembut mengurus orang tua istrinya hingga
karena proses negosiasi untuk meninggal, dan mengurus saudara kandung
menarik pihak keluarga laki-laki agar istrinya hingga mereka mandiri.
menyetujui anaknya masuk dalam garis Keempat laki-laki yang menjalani
keturunan keluarga perempuan tidaklah kawin kampi umumnya tertekan berat
mudah, biasanya dengan berbagai persya secara psikologis ketika ia harus hidup
ratan, di antaranya si laki-laki tidak bersedia bersama mertua dan keluarga istrinya,
mengeluarkan biaya sedikitpun untuk secara otomatis ia tidak memiliki kekuasaan
pelaksanaan ritual perkawinannya hingga untuk melakukan dan menentukan tindakan
selesai, jadi semua biaya dipersiapkan oleh nya karena berada di bawah otoritas
pihak keluarga perempuan, termasuk mas keluarga perempuan, dan selama hidupnya
kawin sebagai salah satu syarat perka selalu dikendalikan istrinya. Kelima pelaku
8
winan . kawin kampi memiliki tugas menjaga harta
Tugas laki-laki yang melakukan pusaka peninggalan orang tuanya secara
kawin kampi tergolong sangat berat. turun temurun, harta pusaka tidak boleh
Menurut tokoh adat, tidak banyak orang berpindah tangan kepada yang bukan garis
yang mampu menjalani kawin kampi di keturunan keluarganya.
tengah sistem patrilinial yang berlaku di Tugas yang amat berat inilah
Lematang. Pertama ia harus meneruskan membuat tidak semua orang bisa menjalani
garis keturunan mertuanya, ia sebagai kawin kampi, hanya orang-orang tertentu
saja yang bersedia menjalani sebagai orang
8
yang tekampi. Setiap laki-laki yang
Meskipun secara agama, mas kawin tetap melakukan kawin kampi maka ia terikat oleh
menjadi kewajiban pihak laki-laki, namun dari temuan perjanjian adat yang dilakukan ketika ia
data lapangan ada saja subjek tekampi tidak membawa
apapun ketika meminang, termasuk mas kawin. Pada
9
kondisi ini mas kawin biasanya disiapkan oleh pihak Jurai agayan dalam garis patrilinial adalah
keluarga perempuan, diberikan atau dipinjamkan istilah lokal untuk menyebut peran perempuan dalam
kepada laki-laki, sehingga seolah-olah mas kawin menciptakan hubungan besan, atau dalam arti lain
tersebut adalah milik mempelai laki-laki untuk posisi perempuan adalah sebagai keturunan yang
diberikan kepada mempelai perempuan saat ijab dibagi-bagikan, maksudnya adalah sebagai penerus
qobul, pada kenyataannya sebagian subjek laki-laki garis keturunan di kelompok patrilinial lain.
kawin kampi hanya secara simbolis saja sebagai Ssedangkan dalam perspektif matrilinial yang menjadi
pemilik mas kawin tersebut. jurai agayan adalah laki-laki yang tekampi.
94 | P a g e Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

menikah dahulu, mereka tidak bisa pihak perempuan, mereka mengadakan


melanggarnya, karena mereka memiliki semacam perjanjian dan kesepakatan
keyakinan apabila mereka melanggar maka kedua belah pihak bagaimana sifat kampi
akan mengalami celaka atau kutukan dari yang akan dijalaninya apakah tegoh apakah
leluhur mereka. Tidak hanya itu, sesuai sementara tergantung kepada kesepakatan.
aturan adat bahwa pelaku kawin kampi jika Jika orang tua memiliki anak hanya
mereka melanggar, terutama si laki-laki seorang dan perempuan, maka kawin kampi
pergi atau melepaskan tanggungjawabnya, berlaku kuat yakni kampi tegoh, karena
maka ia harus keluar dari garis keturunan hanya dia yang memegang kendali
istrinya dengan tidak membawa apapun, keturunan dan kendali terhadap harta orang
bahkan anaknya sekalipun, ia hanya tuanya. Begitupun jika si orang tua itu
membawa baju di badan. Sehingga memiliki anak perempuan lebih dari satu
bagaimanapun keadaannya mereka harus maka yang berhak terhadap kendali
tetap bertahan menjalaninya. keturunan, harta pusaka, dan merawat
Sistem kawin kampi tidak serta orang tua hingga meninggal adalah anak
merta terjadi begitu saja, sistem kawin perempuan yang dikampi.
kampi dilakukan karena beberapa faktor,
misalnya pertama faktor tidak memiliki anak 3. Tabu dan Mitos dalam
laki-laki, karena masyarakat Lematang Perkawinan Kampi
umumnya menganut garis keturunan ebagai masyarakat patrilinial,
patrilinial maka apabila ia tidak memiliki
anak laki-laki garis keturunannya dianggap
berhenti sampai di situ. Untuk melanjutkan
S masyarakat Lematang menginginkan
adanya kemapanan dalam struktur
mereka. Aturan-aturan dalam struktur itu
keturunannya, maka ia harus mengampikan dikonstruksi oleh mereka manakala sistem
anak perempuannya. Jika ia hanya memiliki ideal di dalam struktur itu tidak produktif
anak perempuan saja maka anak lagi. Dengan sendirinya sistem yang
perempuan tertualah yang akan menjalani menurut kolektif itu tidak ideal, terpaksa
kawin kampi. Jika suami anak perempuan digunakan sebagai ranah solusi dalam
tertua enggan dikampi maka diadakan mereproduksi struktur agar tetap relevan
negosiasi kampi sementara sampai adiknya dengan apa yang menjadi harapan dan
menikah, dan kemudian diteruskan kepada kesepakatan kolektifnya (Rudyansjah, 2015:
adik perempuannya sebagai tekampi tegoh. 16). Kawin kampi sebagai praktik sosial
Faktor yang kedua biasanya si laki- yang dianggap tidak ideal terpaksa
laki yang akan dikampi berada dalam dilakukan sebagai solusi merekonstruksi
kondisi ekonomi lemah, tidak memiliki struktur yang tidak produktif itu. Meskipun
pekerjaan, ataupun peninggalan harta waris pada praktiknya dianggap berlawanan
dari keluarganya. Dengan proses negosiasi dengan struktur asli mereka, pemahaman
keluarga maka si laki-laki tersebut bersedia kolektif yang demikian berada pada tataran
dikampi dan masuk ke garis keturunan struktur luar. Pemahaman yang demikian
istrinya. Faktor ketiga biasanya karena lambat laun terinternalisasi di dalam
orang tua si perempuan terlalu sayang tindakan dan pikiran kolektif sehingga
dengan anaknya karena anak perempuan praktik tersebut menjadi sesuatu yang
nya hanya satu orang sedangkan yang dilarang. Makna larangan itu ada pada
lainnya laki-laki, maka boleh saja orang konsekuensi aturan afiliasi dan relasi kuasa,
tuanya mengampikan anak perempuannya laki-laki yang dikampi akan berafiliasi
itu. Jika anak perempuannya itu melakukan secara genealogis ke dalam garis keturunan
kawin kampi maka kedudukannya dalam keluarga pihak istri. Melalui pola afiliasi
ahli waris akan sejajar dengan anak laki- semacam inilah dianggap melemahkan
lakinya. simbol-simbol maskulinitas laki-laki, karena
Bagi keluarga perempuan yang bergesernya patriarki. Laki-laki yang
anaknya melakukan kawin kampi, mereka melakukan kampi harus tinggal di pihak istri
harus siap secara materil dan moril untuk secara matrilokal, dari sini akan
melakukan negosiasi terhadap pihak memberikan peluang kekuasaan istri
keluarga laki-laki, karena biasanya laki-laki menjadi dominan dalam relasi kuasa.
yang akan dikampi menolak atau
mengajukan beberapa persyaratan kepada

Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial 95 | P a g e


JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

Laki-laki yang dikampi dianggap memiliki tekampi. Konsekuensinya juga tergolong


hutang mahar yang harus dibayarkan berat, ia harus keluar dari garis keturunan
kepada pihak pemberi istri. Pembayarannya pihak istrinya dengan tanpa membawa
bukan dengan uang, tetapi dengan apapun, baik harta maupun keturunannya.
pengabdian diri seorang laki-laki kepada Sebaliknya, di pihak keluarga pem
keluarga perempuan. Pengabdian itu bera beri istri juga memiliki hal-hal yang dianggap
gam bentuknya dari bentuk yang ringan tabu. Laki-laki yang tidak memiliki keturunan
hingga ke yang paling berat, bentuk yang laki-laki, maka garis keturunannya dianggap
paling berat adalah konsekuensi berhenti. Kondisi demikian tidak bisa
berafiliasinya laki-laki tersebut ke garis dibiarkan begitu saja. Apabila dibiarkan,
keturunan keluarga istrinya secara akan dianggap sebagai pelanggaran
matrilinial. Sejak itulah garis keturunan di terhadap tabu. Masyarakat Lematang sa
keluarga si laki-laki itu sendiri menjadi ngat menghormati leluhur mereka, dan
terputus dan hilang. Umumnya laki-laki yang selalu berusaha menjaga agar garis kerabat
bersedia dikampi oleh pihak perempuan pada klan agnatiknya tidak hilang. Hal ini
adalah laki-laki yang putus asa dan berada menjadi ketakutan bagi mereka jika tidak
pada kondisi sosial ekonomi lemah. Namun mampu menegakkan dan meneruskan
sesungguhnya laki-laki yang bersedia pertalian darah nenek moyangnya melalui
menjalani kampi bukanlah laki-laki sembara pranata perkawinan secara matrilokal itu.
ngan, karena ia harus siap lahir batin Namun sayangnya, kondisi itu tidak serta
menjalankan tugas yang berat itu. Laki-laki merta diterima kolektif sebagai pranata yang
yang menjalani kawin kampi menganggap ideal, karena kolektif memaknai situasi ini
dirinya sebagai laki-laki yang berjiwa besar. sebagai tindakan yang menciderai sistem
Masyarakatpun memandang bahwa laki-laki patriarki mereka, pada akhirnya mereka
yang berani menjalani kampi adalah laki-laki berada pada kebingungan kategori.
yang nekat dan berani mengambil resiko.
Laki-laki yang sudah bertekad untuk 4. Post Marital Residence

P
menjalani kampi, maka ia harus mematuhi erbedaan posisi dan peran sosial
segala larangan yang ditabukan oleh aturan individu-individu dalam struktur keke
adat kampi, larangan inilah yang berada di rabatan juga dipengaruhi oleh sistem
antara sakral dan profan itu. Tabu dipahami post marital residence. Post marital
sebagai sesuatu larangan suci, tabu residence itu sendiri terdiri dari patrilokal
merupakan batasan antara yang kudus residence yaitu pola residensi di mana istri
dengan yang duniawi, dan apabila terjadi dan anak-anak tinggal di kediaman suami
pelanggaran atas batasan itu maka atau di sekitar kediaman ayah suami.
konsekuensinya adalah bahaya suprana Matrilocal residence adalah pola residensi di
tural (Valeri, 2000:43-44). mana suami dan anak-anak tinggal di
Pelaku kampi laki-laki ditabukan kediaman istri atau di sekitar ayah istri. Pola
untuk kembali pada garis keturunan bilocal residence adalah pola tempat tinggal
keluarganya selama ia menjalani kawin yang mengadopsi keduanya yakni pola
kampi, bahkan jika dirinya meninggalpun matrilokal dan patrilokal. Sedangkan
harus dimakamkan di pemakaman keluarga avunculocal residence adalah pola kedia
istrinya. Tidak hanya dirinya, keturunannya man pasangan dan anak-anak berada di
pun tabu jika menetap atau tinggal serumah dekat kediaman saudara laki-laki ayah/ibu.
dengan keluarga dari ayahnya. Larangan ini Tiga pola di atas (patrilokal, matrilokal, dan
tidak boleh dilanggar oleh pelaku kampi, avunkulokal) merupakan bentuk tunggal dari
karena berhubungan dengan sesuatu yang sistem residensi yang kemudian disebut
disakralkan. Hal-hal yang ditabukan lainnya dengan istilah unilocal residence. Tipe
dalam adat kampi misalnya perginya laki- selanjutnya adalah neolocal residence yaitu
laki dari rumah tanpa pemberitahuan dan pola residensi independen yang terbentuk
tanpa alasan yang jelas hingga berbulan- sebagai kesepakatan pasangan dan
bulan meninggalkan anak dan istrinya. keluarga masing-masing pasangan untuk
Kasus ini dianggap sebagai pengunduran memisahkan diri atau tidak terikat pada
diri atau menyerahnya seorang laki-laki dari beberapa pola residensi yang disebutkaan
sistem kampi, dan dianggap melalaikan di atas (Ember & Ember, 2007:382).
tugas dan tanggungjawab sebagai seorang

96 | P a g e Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial


JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

Pola residensi yang berlaku umum di 5. Afiliasi Genealogis

P
Lematang adalah unilokal, bisa berupa ola afiliasi yang berkaitan dengan
patrilokal, matrilokal, atau neolokal, garis keturunan secara umum terdiri
tergantung kesepakatan kedua belah pihak. dari tiga bentuk, yaitu sistem garis
Pola post marital residence tidak selalu keturunan unilinial, ambilinial, dan bilateral.
tergantung pada jenis perkawinannya, Sistem unilinial dan ambilinial mendasarkan
namun sebaliknya jenis perkawinan tertentu pada ketentuan keturunan atau hubungan
(tekampi/tejujur) akan memengaruhi pola individu dengan kerabatnya yang mengacu
residensi yang berlaku. Selain pola tersebut, kepada nenek moyang bersama. Sistem
ada juga sebagian kecil yang menganut keturunan unilinial akan memperlihatkan
pola avunkulokal. Pola perkawinan tejujur berafiliasinya seseorang pada salah satu
umumnya pola residensi yang berlaku kelompok keturunan melalui garis keturunan
adalah patrilokal, virilokal (neolokal ikut dari salah satu nenek moyang, hanya
suami) meski tidak sedikit pula yang melalui pihak laki-laki maupun perempuan
menganut pola matrilokal, namun pola saja. Sistem garis keturunan unilinial bisa
matrilokal pada sistem afiliasi patrilinial berupa patrilinial atau matrilinial saja.
sifatnya hanya sementara saja, biasanya Sedangkan ambilinial menarik garis
karena faktor ekonomi si laki-laki tersebut, keduanya. Sistem bilateral tidak berda
apabila ia telah mampu secara ekonomi sarkan pada aturan keturunan atau nenek
maka ia akan menganut pola neolokal moyang bersama dan tidak dikonstruksi
secara independen. secara jelas oleh masing-masing kelompok
klan (Ember & Ember, 2007).
Berdasarkan pada temuan data di
lapangan sistem afiliasi garis keturunan
Patrilinial Patrilokal
pada masyarakat Lematang adalah
patrilinial namun bagi komunitas Lematang
matrilinial Matrilokal yang menganut sistem kawin kampi maka
pola afiliasinya menganut sistem garis
keturunan patrilinial dan matrilinial sekaligus
dalam satu garis kerabat/klen, atau yang
Bagan 1. Pola Residensi di Lematang kemudian disebut dengan istilah sistem
afiliasi ambilinial atau unilinial berganda.
Pada pola perkawinan tekampi atau Masyarakat Lematang bukanlah komunitas
kawin kampi, pola residensi yang berlaku yang lemah dalam sistem patrilinial, justru
umum adalah matrilokal, namun tergantung menjadi sistem afiliasi yang amat kuat, hal
jenis kampinya, apabila kampinya adalah ini diketahui dari pentingnya kedudukan
kampi tegoh maka pola umum residensinya anak laki-laki dalam garis keturunan, tidak
adalah matrilokal. Namun, jika kampinya hanya sebagai penerus generasi tetapi juga
adalah kampi sementara atau ngireng pola sebagai ahli waris bagi harta peninggalan
residensinya bisa dinegosiasikan antar orang tuanya, sedangkan anak perempuan
keluarga, bisa matrilokal, bisa juga neolokal. berkedudukan subordinat, hanya sebagai
Pola matrilokal pada kampi sementara pencipta hubungan besan dengan kelompok
sifatnya tidak masif, semacam sistem kerabat yang lain yang disebut dengan
kontrak melalui kesepakatan kedua istilah jurai agayan (menyebar dan
keluarga, (menurut masyarakat lokal biasa menegakkan garis keturunan kerabat pa
nya kampi sementara karena ada yang trilinial lain).
ditunggu misalnya saja menunggu sampai Melalui sejumlah informan yang
adik perempuannya menikah secara kampi saya temui, mereka menganggap dirinya
tegoh, lalu menggantikan kedudukan kakak ataupun kehidupan keluarganya menjadi
perempuanya sebagai kampi sementara), tidak sempurna apabila ia tidak memiliki
apabila masa kampi kakaknya tersebut anak laki-laki, sehingga kawin kampi
telah habis, maka ia diperkenankan untuk menjadi alternatif untuk menjaga dan
meninggalkan rumah orang tua, sehingga meneruskan garis keturunannya secara
pola yang dianut adalah pola residensi agnatik bagi orang tua perempuan, dan
neolokal. matrilinial bagi keturunannya. Bagi laki-laki
yang menjalani kawin kampi maka ia harus

Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial 97 | P a g e


JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

berafiliasi ke dalam garis keturunan pihak


istrinya, afiliasi semacam ini adalah
konsekuensi dari hutang mahar yang timbul
pada saat terjadinya perkawinan. Laki-laki == Matrilinial
yang dikampi maka ia harus menjadi
penerus dari garis keturunan mertuanya,
sedangkan di dalam keluarganya sendiri ia ==
sudah dihapus dari daftar silsilah keturunan
yang disebut dengan istilah jurai tebuang
atau keturunan yang terbuang. ==
Masyarakat Lematang sangat Patrilinial
menjunjung tinggi patriarki di dalam
keluarga, sehingga anak laki-laki menjadi
sangat penting kedudukannya dibandingkan Ket.
anak perempuan, terutama karena adanya
kepentingan akan menjadi penerus = Garis Keturunan
keturunan. Namun dalam kasus kawin == = Garis Perkawinan
kampi tidak demikian, karena anak-anak = Garis Perubahan Afiliasi
yang merupakan keturunannya akan Bagan 2. Bagan tentang rule affiliation
berafiliasi ke dalam garis keturunan ibunya pada perkawinan kampi
(matrilinial). Pada generasi selanjutnya
apabila pelaku kawin kampi memiliki anak 6. Struktur Organisasi Sosial
laki-laki dan anak laki-lakinya tersebut etiap komunitas atau suku memiliki
menikah secara patrilokal maka sistem garis
keturunan selanjutnya yang berlaku adalah
patrilinial.
S struktur organisasi sosial yang di
dalamnya terdapat peran dan posisi
tiap-tiap anggota keluarga, termasuk juga
Apabila pelaku kawin kampi komunitas Lematang. Struktur terkecil
tersebut tidak memiliki anak laki-laki, maka dalam sistem kekerabatan patrilinial di
10
kawin kampi akan diteruskan oleh Lematang disebut Jurai sedangkan
keturunannya, sehingga pola afiliasinya struktur yang lebih besar disebut Karang
11
akan bertahan pada pola matrilinial, ini Kampung . Karang Kampung adalah
berlaku sampai memiliki anak laki-laki. Jika struktur organisasi sosial yang terdiri dari
ia memiliki anak laki-laki kemudian anak beberapa Jurai yang diikat oleh nenek
laki-lakinya tersebut dikampi oleh keluarga moyang bersama. Di dalam Jurai, Masing-
patrilinial lain dalam perkawinan matrilokal masing anggota Jurai tersebut memiliki
maka secara otomatis anak laki-lakinya peran dan fungsi sesuai dengan
tersebut menjadi jurai agayan, dan penyebutannya. Status sosial tertinggi
berafiliasi ke dalam garis keturunan istrinya. dalam sistem organisasi sosial Lematang
12
Dalam hal ini meskipun pasangan yang dipegang oleh Tue Batin . Tue Batin
melakukan kawin kampi tersebut telah dipegang oleh saudara laki-laki ayah. Tue
memiliki anak laki-laki, maka ia harus tetap Batin memiliki kekuasaan terhadap
mempertahankan kawin kampi pada anak keturunan dari saudara laki-lakinya. Ia juga
perempuannya, karena anak laki-lakinya memiliki relasi kuasa yang kuat terhadap
berafiliasi ke dalam kelompok garis kerabat saudara kandungnya, serta berperan
patrilinial lain.
10
Jurai dalam istilah lokal adalah keturunan,
jurai dalam ssistem organisasi social Lematang berarti
institusi keluarga
11
Karang kampung dalam istilah lokal adalah
gabungan dari beberapa jurai dalam satu nenek
moyang, secara antropologis disebut klan.
12
Tue batin merupakan seseorang yang memiliki
== Patrilinial pertalian darah yang amat kuaat dengan penegak jurai.
Biasanya tue batin adalah saudara laki-laki ayah
dalam sistem patrilinial, atau saudara laki-laki ibu
== dalam sistem matrilinial, dalam istilah lokal disebut
mamak.
98 | P a g e Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

sebagai pengganti ayah jika ayah sudah terutama garis keturunan. Sebuah keluarga
tiada. yang anak perempuannya melakukan kawin
kampi maka ia memiliki hak atas harta
orang tuanya setidaknya 90% dari jumlah
harta, termasuk rumah yang ditinggali orang
1 2 tuanya. Sedangkan sisanya dibagi-bagikan
kepada saudaranya melalui kemufakatan
tetue jurai. Karena tidak ada anak laki-laki
maka posisi anak perempuan yang dikampi
akan menjadi anak laki-laki secara adat.
Sebagai penerus garis keturunan
3 4 orang tuanya, perempuan kampi sepe
nuhnya berhak atas harta yang ditinggalkan
oleh orang tuanya, kebun, rumah, atau yang
lainnya menjadi miliknya. Sedangkan
saudarannya yang lain tidak memiliki
5 kekuatan terhadap harta peninggalan,
dst... saudara kandung yang lain hanya akan
Ket. diberikan harta jika ada persetujuan dari
anak yang dikampi. Melalui kebijakan
= Laki-laki musyawarah, jika setuju, maka saudaranya
diberikan harta peninggalan, namun
= Perempuan 14
sekedarnya saja (sepengenjuk ). Apabila
anak perempuan yang dikampinya memiliki
= Garis Kerabat saudara kandung laki-laki maka bagian
keduanya adalah setara atau disamakan,
= Garis Keturunan berdasarkan hukum adat.
Kebijakan pembagian harta waris
= Garis Kekuasaan yang demikian dikarenakan anak perem
puan yang dikampi, berkedudukan sebagai
1 = Tue Batin I anak laki-laki (penegak jurai/tegakan
13
2 = Penegak Jurai I lanang), dan menantu dari anak yang di
3 = Tue Batin II kampinya itu akan berkedudukan sebagai
4 = Penegak Jurai II anak perempuan. Sedangkan anak
5 = Penegak Jurai III (kampi) dst… perempuan dalam adat melayu Lematang
tidak memiliki hak atas harta pusaka,
karena ia berperan sebagai jurai agayan.
Bagan 3. Struktur Organisasi Sosial di Maka laki-laki yang menjalani kawin kampi
Lematang akan berstatus sebagai jurai agayan
sehingga garis keturunannya terputus dari
Pada perkawinan kampi jika pelaku kampi garis keturunan keluarganya sendiri.
(penegak jurai III) tidak memiliki saudara Jika anak perempuan lain yang
laki-laki, maka tue batin diambil dari anak berstatus sebagai jurai agayan mendapat
laki-laki saudara laki-laki ayahnya begitu kan harta waris melalui persetujuan anak
seterusnya. kampinya, yang diberi secara sepengenjuk
saja, maka demikian juga yang berlaku
pada anak laki-laki yang masuk dalam
kampi pihak perempuan. Anak laki-laki yang
7. Harta Waris dikampi maka ia akan dihapus dari daftar

H
arta peninggalan atau harta waris ahli waris keluarganya sendiri, ia akan
menjadi bagian yang terpenting berstatus sebagai jurai agayan, sehingga
dalam sistem kawin kampi, karena
berkaitan dengan sistem afiliasi mereka,
14
Kata sepengenjuk merupakan istilah lokal
13
Penegak Jurai adalah seseorang ahli waris yang memiliki makna: tindakan memberikan sesuatu
keturunan yang bertugas meneruskan garis kepada orang lain dengan tidak ditentukan berapa
keturunan/pertalian darah nenek moyang. jumlahnya, atau memberi sesuatu dengan seiklasnya.
Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial 99 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

dikeluarganya sendiri ia tidak mendapat meninggalkan harta budal bertujuan agar


harta apapun terkecuali ada persetujuan aset tersebut tidak dijual, dan dipertahankan
dari penegak jurai di keluarganya. Misalnya secara turun-temurun, seperti yang terjadi
saja persetujuan dari saudara laki-lakinya, pada adat tunggu tubang di Semendo.
sehingga melalui kesepakatan, ia diberi Terlebih lagi peninggalan puyang (nenek
harta dari hasil pembagian di keluarganya, moyang) maka harus terus dipertahankan,
namun sifatnya hanya sepengenjuk saja. tidak boleh dijual. Dalam sistem kampi,
Harta peninggalan berupa rumah rumah atau harta yang diberikan pada anak
orang tuanya menjadi suatu keharusan kampinya kebanyakan bukan harta budal,
diberikan kepada anak yang dikampinya melainkan sudah dihibahkan melalui surat
karena dialah yang akan menjaga rumah itu wasiat maupun kesepakatan dan musyawa
dan mengurus kedua orang tuanya hingga rah jurai yang disaksikan oleh seluruh
meninggal. Rumah yang merupakan anggota jurai. Harta yang demikian tidak
peninggalan orang tuanya ini telah melalui dapat lagi diganggu gugat oleh anggota
proses turun-temurun dari generasi ke jurai yang lain.
generasi, sehingga wajib dipertahankan
keberadaannya. Rumah tersebut harus 8. Stigma Kawin Kampi

I
dirawat dan dijaga, tidak boleh dijual stilah kampi menjadi sesuatu yang tabu
ataupun berpindah pemilik. Fungsi rumah diucapkan bagi masyarakat Lematang,
tersebut adalah tempat berkumpulnya apalagi diucapkan kepada orang yang
keluarga besar ketika hari-hari besar, atau benar-benar mengalaminya. Masyarakat
untuk acara keluarga lainnya seperti Lematang amat menjaga sistem patrilinial
musyawarah batin jurai, dan ritual-ritual dan patriarkat mereka. Istilah kawin kampi
khusus. Meskipun anak yang dikampinya bagi masyarakat Lematang adalah sesuatu
kelak mampu mendirikan rumah sendiri yang sebisa mungkin tidak dilakukan,
berapapun jumlahnya, seeperti apapun karena akan melemahkan patriarki mereka.
mewahnya, ia tetap harus tinggal dan Berdasarkan temuan di lapangan,
menjaga rumah peninggalan oang tuanya masyarakat Lematang menganggap tradisi
itu (harta pusaka) sehingga pola kampi tidak cocok dilakukan pada
menetapnya cenderung matrilokal. komunitas mereka yang menarik garis
Harta lain seperti kebun karet atau keturunan dari anak laki-laki. Para laki-laki
huma ladang, tetap diberikan kepada anak Lematang juga menanggap praktik kawin
kampinya sebagai bekal untuk hidup, dan kampi akan membuat dirinya seperti kerbau
menghidupi semua anggota keluarganya dicucuk hidung pepatah lokal menyebut
termasuk saudara-saudaranya yang belum “macam kebau dicucuk buling” maknanya
mandiri. Namun kebun atau ladang sifatnya adalah kemanapun istrinya melangkah dan
tidak masif dipertahankan, kebun atau bergerak, si laki-laki akan selalu mengikuti
ladang masih diperbolehkan dijual jika nya tanpa kuasa untuk membantahnya.
keadaannya sangat mendesak. Pada Kondisi ini tentu sangat berkaitan erat
masyarakat Lematang dikenal juga adanya dengan masalah ekonomi, baik ekonomi
istilah harta budal. Harta budal adalah harta pihak perempuan maupun kondisi ekonomi
peninggalan orang tua yang belum pihak laki-lakinya. Perkawinan kampi yang
diwasiatkan secara khusus kepada ahli menempatkan laki-laki secara subordinat
warisnya. Dalam keadaan demikian, harta disebabkan kemiskinan. Pandangan masya
itu akan menjadi milik bersama (budal) para rakat menganggap jika laki-laki yang
ahli waris. Harta budal ini sifatnya tidak bisa bersedia dikampi adalah laki-laki yang
dijual oleh salah satu ahli waris. Apabila sangat miskin sehingga tidak mampu lagi
akan menjualnya, harus ada musyawarah untuk membayar mahar.
jurai yang dipimpin tetue batin, dan ada Beberapa informan yang saya temui
kesepakatan bersama antar ahli waris. mereka mengatakan bahwa orang-orang
Harta budal ini biasanya berupa yang melakukan kampi akan merasa dirinya
rumah orang tua, pekarangan kosong, hina, tersisih, dan tertekan, karena masya
sawah, atau sebidang kebun. Tapi rakat menilai kawin kampi adalah serendah-
umumnya adalah rumah orang tua dan rendahnya perkawinan. Bagi masyarakat
kebun. Biasanya orang tua yang sengaja Lematang, meski dirinya hidup dalam

100 | P a g e Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi


Sosial
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

kemiskinan namun akan tetap berusaha patriarki di Lematang, karena sistem


agar semua anak laki-lakinya jangan ada perkawinan yang ideal adalah patrilokal.
yang kampi, kemiskinan bagi mereka bukan Namun, kampi tetap dipertahankan
suatu alasan untuk menyerah pada eksistensinya di dalam struktur organisasi
keadaan. Perkawinan kampi menurutnya sosial mereka.
adalah seburuk-buruknya perkawinan di Kampi di satu sisi dilegitimasi
Lematang, bahkan jika dibanding kawin lari sebagai mekanisme untuk mengatasi masa
masih lebih terhormat kawin lari, karena lah hilangnya garis keturunan, di sisi lain
kawin lari dilakukan secara patrilokal. kampi dianggap sebagai praktik yang
Para informan mengatakan jika menodai sistem patrilinial dan patriarki. Hal
sampai ada salah satu dari anak laki-lakinya ini karena kawin kampi menghendaki
yang tekampi, maka dirinya akan menyesal perubahan afiliasi bagi laki-laki dan
seumur hidup dan merasa bersalah karena memosisikan laki-laki menjadi subordinat di
tidak memiliki tanggungjawab terhadap bawah ranah kekuasaan perempuan.
anak-anaknya. Mereka juga menambahkan Perubahan afiliasi tersebut mengakibatkan
jika dirinya sampai membiarkan kawin terputusnya garis patrilinial laki-laki di
kampi terjadi pada anaknya, maka anaknya keluarganya sendiri. Pola semacam ini
tersebut akan menanggung beban moril dianggap tidak ideal dalam pandangan
sepanjang hidupnya, ia akan merasa dirinya kolektif.
terbuang dari keluarganya sendiri karena Perkawinan matrilokal terjadi karena
harus terputus dari garis keturunan hutang mahar bagi laki-laki dalam sistem
agnatiknya. patrilinialnya. Hutang mahar ini akibat dari
Stigma negatif masyarakat terkait ketidakmampuan laki-laki dalam menunai
kawin kampi sangat erat kaitannya dengan kan kewajibannya sebagai aktor sentral
budaya patriarki di Lematang. Dalam dalam sistem patrilinial. Pada kondisi lain,
kebudayaan patriarki ini, perempuan diang alasan keluarga perempuan yang melaku
gap berperan domestik dalam urusan rumah kan kampi karena tidak memiliki anak laki-
tangga, sedangkan laki-laki berperan publik. laki sebagai penerus garis keturunan,
Padahal, perempuan sama halnya dengan sehingga mengubah status anak perempu
laki-laki, bisa melakukan apasaja di luar annya sebagai anak laki-laki untuk
peran domestiknya. Peran perempuan yang meneruskan keturunannya. Bagi orang
domestik inilah oleh prinsip maskulinitas Lematang yang tidak memiliki anak laki-laki,
telah menempatkan perempuan di bawah akan menjadi aib karena tidak mampu
laki-laki (Harum, 2012:1). Kondisi demikian mempertahankan garis patrilinialnya. Jika
diinternalisasi oleh komunitas menjadi se dibiarkan maka akan dianggap sebagai
buah kebiasaan, pada akhirnya segala tindakan melanggar tabu. Sedangkan bagi
perilaku yang menempatkan laki-laki dalam keluarga laki-laki, kawin kampi akan
posisi subordinat akan dianggap sebagai menjadi tindakan yang dihindari karena
perilaku yang tabu. terputusnya garis keturunan, oleh karena
nya keluarga laki-laki yang akan menjalani
9. Kampi Sebagai Mekanisme kampi harus memiliki anak laki-laki lebih
Mempertahankan Keturunan dari satu orang.
Agnatik Di sisi lain, biasanya keluarga laki-
ebagai sebuah praktik sosial, kawin laki yang menjalani kampi berada pada

S kampi dikonstruksi oleh kolektif


sebagai upaya mempertahankan ga
ris patrilinial mereka. Kampi dilegitimasi
kondisi ketidakmampuan membayar mahar
15
(bride price) , sehingga terjadilah negosiasi
antara kedua pihak untuk melaksanakan
sebagai bagian dari sistem organisasi sosial perkawinan matrilokal. Kampi merupakan
Lematang. Kawin kampi biasanya dilakukan kesepakatan dari negosiasi putusnya garis
oleh laki-laki yang tidak memiliki keturunan patrilinial di kedua belah pihak, serta kondisi
laki-laki sehingga anak perempuan kemiskinan laki-laki dan ketidakmampuan
statusnya dijadikan sebagai anak laki-laki membayar mahar. Konsekuensinya, laki-laki
untuk meneruskan garis keturunannya, harus berafiliasi ke dalam garis agnatik
sehingga pola perkawinannya menjadi
matrilokal. Oleh sebab itu, kampi dianggap
15
bertentangan dengan prinsip patrilinial dan Bride Price dalam istilah lokal adalah uang
jemputan (biaye antar-antaran)
Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial 101 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

istrinya, dan anak-anaknya harus berafiliasi kampi ini akan berlaku kepada generasi
ke dalam garis keturunan ibunya (matri selanjutnya jika belum juga memiliki
linial). Kondisi demikian menyebabkan keturunan laki-laki.
kebingungan kategori bagi kolektif, di satu Konsekuensi dari kampi adalah
sisi dimaknai kolektif sebagai tindakan berafiliasinya laki-laki tersebut ke dalam
mematuhi tabu atau solusi bagi terputusnya garis kerabat perempuan. Kawin kampi juga
garis patrilinial, di sisi lain dianggap menuntut kesiapan perempuan sebagai
melanggar tabu karena memutuskan garis aktor yang akan mengambilalih peran,
patrilinial sebagian yang lain. fungsi, dan posisi laki-laki beserta segala
Pola Afiliasi pada masyarakat tanggungjawab yang dilekatkan kepadanya
Lematang menganut pola patrilinial. Namun dalam sistem organisasi sosial. Sebaliknya
aturan-aturan dalam pola perkawinan pada laki-laki yang tekampi, ia akan
matrilokal (kampi) mengakibatkan perge berkedudukan sebagai tamu di keluarga
seran pada pola afiliasi di Lematang perempuan yang harus dihormati dan
menjadi matrilinial sehingga disebut dihargai. Tetapi pada kenyataannya, laki-
ambilinial. Melalui pergeseran pola afiliasi laki kampi justru memeroleh stigma buruk
ini ternyata turut juga memengaruhi relasi dan mengalami ketertekanan psikis karena
kekuasaan pada keluarga yang mempraktik berlakunya otoritas matriarki. Pengalaman
kan kampi tersebut. Pola matrilokal yang buruk demikian ini mengakibatkan kawin
mengedepankan istri sebagai peran utama kampi menjadi tabu dalam sistem organisasi
dalam mengakses sumber-sumber ekonomi sosial mereka. Kawin kampi dianggap
mengakibatkan relasi kekuasaan yang menjadi faktor utama berubahnya institusi
bersifat matriarki menjadi dominan. Pola patrilinial Lematang menjadi sistem
relasi matriarkat ini menempatkan laki-laki ambilinial yang di dalamnya memberlakukan
pada posisi subordinasi. Pola perkawinan sistem matrilinial untuk beberapa generasi.
matrilokal dikonstruksi oleh kolektif sebagai Perubahan pola afiliasi ini juga
satu mekanisme untuk mendukung mengakibatkan pemberlakuan residensi
langgengnya sistem patrilinial Lematang. matrilokal dan otoritas matriarkat.
Kawin kampi dilegitimasi sebagai solusi bagi
terputusnya garis keturunan patrilinial.
Pada kenyataannya, kawin kampi
dimaknai sebagai sebuah sistem yang
merusak institusi patriarki di Lematang.
Kontradiksi terhadap fenomena ini terlihat
dari stigma masyarakat terhadap pelaku
kampi yang dianggap telah melakukan
sebuah praktik abnormal. Bagi masyarakat
Lematang yang menjunjung patriarki posisi
laki-laki adalah superior dalam segala
bidang kehidupan, terutama sebagai
penerus garis patrilinial dan pengakses
sumber daya. Oleh sebab itu, bagi keluarga
yang tidak memiliki anak laki-laki maka garis
kerabatnya menjadi terputus. Untuk
mempertahankan dan membangun institusi
patrilinial itu, keluarga yang tidak memiliki
anak laki-laki diperbolehkan melakukan
perkawinan kampi yaitu mengambil salah
satu anak perempuannya untuk
meneruskan garis patrilinialnya. Kawin

Daftar Pustaka

102 | P a g e Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi


Sosial
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Desember 2016 Vol. 18 (2): 89-103__________ ISSN 1410-8356

Asosiasi Emiten Indonesia. 2014. Kamus Online Pasar Modal. Jakarta: Indonesian Public
Listed Companies Association
Ember, Carol R. and Melvin Ember. 2007. Anthropology Twelfth Edition. New Jersey:
Pearson Practice Hall
Firth, Raymond. 1963. We The Tikopia. Boston: Beacon Press.
Freud, Sigmund. 2001. Totem and Taboo; Some Points of Agreement between the Mental
Lives of Savages and Neurotics. London: Routledge Classics
Gunawan, Istutiah, 2000. Hierarchy and Balance; A Study of Wanoaka Sosial Organization,
Canberra: The Australian National University Press.

Harum, Diah Meutia. 2012. Internalisasi Ideology Gender dan Dominasi Maskulin pada
Tokoh Sassy dalam Novel Tea for Two . Jakarta: Universitas Indonesia
Hapsari, Octaviani Eka. 2001. Disonansi Kognitif pada Orang Tua yang Anaknya Melakukan
Kawin Lari, Studi Kasus Kawin Lari Antara Etnis Pribumi dengan Etnis non
Pribumi di Palembang. Jakarta: Universitas Indonesia
Haviland, William R. 1985. Anthropology 4th Edition, London: CBS College Publishing.
Hefni, Muhammad. 2012, Perempuan Madura di Antara Pola Residensi Matrilokal dan
Kekuasaan Patriarkat. dalam Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman/Vol 20, No
2 th. 2012
Koentjaraningrat, 1980. Sejarah Teori Antropologi, Jakarta: UI-Press
Murdock, George Peter. 1949. Sosial Structure, New York: The Macmillan Company.
Levi Strauss, Claude. 1972. Structural Anthropologi. London: Penguin.

Malinowski, Bronislaw. 1922. Argonauts of the Western Pacific. New York: EP. Dutton
Radcliffe-Brown, A.R. 1952. Structure and Function in Primitive Society. London: Routledge
Rudyansjah, Tony. 2015. Emile Durkheim; Pemikiran Utama dan Percabangannya ke
Radcliffe Brown, Fortes, Levi Strauss, Turner, dan Holbraad. Jakarta: Kompas
Media Nusantara.
Saifuddin, Achmad Fedyani. 2015. Logika Antropologi. Jakarta: Prenada Media Group
Turner, Victor. 1969. The Ritual Process; Structure and Anti-Structure. New York: Cornell
University Press
Valeri, Valerio. 2000. The Forest of Taboos; Morality, Hunting, and Identity among the
Huaulu of the Moluccas. Wisconsin: The University of Wisconsin Press
------------------. 2001. Fragment From Forests and Libraries. North Carolina: Carolina
Academic Press
Wouden, F.A.E Van. 1968. Sosiale Struucturtypen in de Groote Oost. 1935. Leiden: KITLV.
(Types of Sosial Structure in Eastern Indonesia. Terj. R. Needham (terbitan
pertama dalam Bahasa Inggris 1935). The Hague: Martinus Nijhoff). (Klan,
Mitos, dan Kekuasaan; Struktur Sosial Indonesia Bagian Timur terj. Anggota
IKAPI, (terbitan pertama dalam bahasa Indonesia 1985) Jakarta: graffiti Pers.

Kajian Mengenai Perubahan Afiliasi Pada Sistem Organisasi Sosial 103 | P a g e

Potrebbero piacerti anche