Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Ramdhan Witarsa1a, Synthia Dewi2, Ida Nurlaili Fajar3, Iman Arief Munandar4
1, 2
PGSD FIP IKIP Siliwangi, Jalan Terusan Jenderal Sudirman No.3 Kota Cimahi
3
SDN Cibeureum Mandiri 1 Kota Cimahi
4
SDN 1 Kertajaya Padalarang Kab. Bandung Barat
a
Korespondensi: Ramdhan Witarsa Hp: 081221568012,
E-mail: ramdhanwitarsa@ikipsiliwangi.ac.id ; synthiadw@gmail.com ; idanur1486@gmail.com ;
imanarief1815@gmail.com
ABSTRACT
This study aims to analyze the literature and learning that there is relevance to Bloom's Taxonomy in
science learning that requires creative thinking among elementary school students in the City of
Cimahi and to identify missing aspects of Bloom's Taxonomy on the local cultural context that is
essential for promoting creative learning among elementary school students. The method used in this
research is quantitative descriptive with the steps taken as follows: documenting the objectives of
elementary school science curriculum in Indonesia, describing the nature of Bloom's Taxonomy in
science learning, reporting on research results and discussing problems occurring in the field related
to the application of Taxonomy Bloom, and reported research findings on issues in elementary school
science learning. The findings in this study are as follows: the reading material of science is an
important way for elementary school students' science learning especially in developing the thinking
creativity, syllabus and elementary school science learning plan with additional taxonomy should be
based on holistic learning containing three sets of abilities thinking, thinking, and effective
relationships with local cultural contexts. Conclusion: The effectiveness of learning creative thinking
in science. Implications: the findings in this study may help curriculum and teacher developers to
explore missing aspects of Bloom's Taxonomy that are linked to local cultural contexts so that it leads
to the development of future ways of information by designing an effective pedagogical approach and
fostering creative thinking among students elementary school.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis literatur dan pembelajaran yang ada relevansinya dengan
Taksonomi Bloom dalam pembelajaran sains yang membutuhkan pemikiran kreatif di kalangan siswa
sekolah dasar di Kota Cimahi. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang
hilang dalam Taksonomi Bloom terhadap konteks budaya lokal yang penting untuk mempromosikan
pembelajaran kreatif di kalangan siswa sekolah dasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif kuantitatif dengan langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:
mendokumentasikan tujuan kurikulum sains sekolah dasar di Indonesia, menguraikan sifat Taksonomi
Bloom dalam pembelajaran sains, melaporkan hasil-hasil penelitian dan membahas masalah yang
terjadi di lapangan terkait aplikasi Taksonomi Bloom, dan melaporkan temuan-temuan penelitian
mengenai isu-isu dalam pembelajaran sains sekolah dasar. Temuan-temuan dalam penelitian ini
sebagai berikut: bahan bacaan sains merupakan jalan penting bagi pembelajaran sains siswa sekolah
dasar terutama dalam mengembangkan kreativitas berpikir, silabus dan rencana pembelajaran sains
sekolah dasar dengan taksonomi tambahan harus didasarkan pada pembelajaran holistik yang
mengandung tiga set kemampuan, yaitu dasar pemikiran, pemikiran berpikir, dan hubungan efektif
dengan konteks budaya lokal. Kesimpulan: Adanya efektifitas pembelajaran pemikiran kreatif dalam
sains. Implikasi: temuan-temuan dalam penelitian ini dapat membantu pengembang kurikulum dan
guru untuk mengeksplorasi aspek yang hilang dalam Taksonomi Bloom yang dikaitkan dengan
konteks budaya lokal sehingga mengarah pada pengembangan cara informasi ke masa depan dengan
merancang pendekatan pedagogis yang efektif dan memupuk pemikiran kreatif di kalangan siswa
sekolah dasar.
PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan telah menerapkan sistem
pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan individu dengan kompetensi penting yang
memungkinkan mereka menjadi warga negara dan tenaga kerja yang baik untuk Negara.
Cakupan pendidikan di Indonesia meliputi kurikulum dan kegiatan co-kurikuler yang
membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan, norma, nilai, elemen budaya, dan
kepercayaan yang diperlukan. Kompetensi-kompetensi yang akan membuat mereka menjadi
individu-individu yang cerdas untuk dunia saat ini, masa depan pekerjaan dan masyarakat
(Case, 2013). Rencana pembangunan pendidikan Indonesia telah digariskan secara umum
meliputi keterampilan kepemimpinan, kemampuan dua bahasa, pengembangan spiritual dan
etika, identitas sosial, pengetahuan berguna, dan kemampuan berpikir yang memungkinkan
siswa bertahan di pasar yang semakin kompetitif.
Program pendidikan yang dapat mengembangkan hal-hal tersebut diatas bisa
dilakukan salah satunya melalui pendidikan holistik yang didasarkan pada Kebijakan
Pendidikan Nasional yang memerlukan pendidikan dan upaya terus menerus untuk
mengembangkan potensi individu secara terpadu. Tujuan pendidikan di Indonesia salah
Analisis Taksonomi Bloom dalam Pembelajaran Sains secara Kreatif di Sekolah Dasar
satunya adalah untuk menghasilkan individu yang memiliki kompetensi seimbang yang
dibuktikan dengan empat inti komponen, yaitu: intelektual, spiritual, emosional, dan kapasitas
fisik. Sistem pendidikan dikembangkan berbasis pada keyakinan dan pengabdian yang teguh
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Di Indonesia, pelajaran sains diajarkan baik di tingkat sekolah maupun universitas. Di
sekolah, sains ini adalah mata pelajaran wajib dalam Kurikulum Nasional di sekolah dasar
dan menengah. Hal ini diberikan sebagai bahan yang penting dalam pendidikan sejak dini
(Witarsa, dkk., 2017). Salah satu tujuan kurikulum sains adalah untuk membekali siswa
dengan keterampilan dasar dan pengetahuan sains yang memungkinkan mereka memiliki
komunikasi/literasi sains secara lisan dan tertulis yang efektif saat mereka masuk dan keluar
sekolah.
Reformasi pendidikan terakhir di Indonesia diperkenalkan standar sekolah dasar yang
baru untuk pendidikan sains tahun 2011 (Witarsa, dkk., 2017). Diantara strategi untuk
meningkatkan kemampuan berpikir sains secara kreatif di kalangan siswa adalah perluasan
pembelajaran sains secara kreatif di tingkat sekolah dasar. Dalam kurikulum sekolah dasar,
literasi sains diharapkan dapat berfungsi sebagai studi dan sumber. Dalam konteks sains
sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah dasar Indonesia, literatur berfungsi sebagai sumber
yang menyediakan jalan untuk mempromosikan pembelajaran sains secara kreatif, membantu
siswa meningkatkan kemampuan mereka dalam berpikir kreatif. Hal ini perlu dilakukan
sebagai mekanisme untuk meningkatkan keterampilan berpikir sains dan mengembangkan
karakter pribadi mereka. Sebagai studi, mata pelajaran berpikir sains secara kreatif diharapkan
bisa memberi siswa dengan paparan budaya dan pandangan dunia lainnya. Belajar dan
membaca materi sains secara kreatif akan memungkinkan mereka melakukan memperluas
pandangan mereka tentang dunia (Witarsa, dkk., 2017).
Permasalahan
Ada sejumlah tantangan yang dihadapi pada pembelajaran sains secara kreatif di
sekolah-sekolah dasar Indonesia. Di antara isu tersebut, peningkatan hasil belajar yang dicapai
oleh siswa, terutama apabila menyangkut adaptasi kurikulum yang menekankan pencapaian
Higher Order of Thinking Skills atau HOTS, berasal dari Taksonomi Bloom pada tujuan
belajar kognitif (Witarsa, dkk., 2017). Taksonomi Bloom telah ada sejak 1956, dan kemudian
direvisi pada tahun 2001 oleh Anderson L.W., dkk. Ada banyak kritik tentang taksonomi
Bloom yang asli dan yang telah direvisi, namun tidak ada yang melihat di luar penilaian
proses berpikir siswa. Furst menunjukkan bahwa taksonomi terlalu menyederhanakan alam
Analisis Taksonomi Bloom dalam Pembelajaran Sains secara Kreatif di Sekolah Dasar
berpikir dan hubungannya dengan belajar karena taksonomi Bloom banyak digunakan dalam
pengajaran non sains terutama dalam menguji dan mengevaluasi kinerja siswa. Hal penting
untuk menganalisis secara kritis kekurangan taksonomi Bloom dan mempelajari relevansinya
dalam konteks budaya lokal berbeda secara signifikan dengan yang ada pada HOTS yang
telah digunakan dalam menilai prestasi belajar siswa dalam komponen sains.
Penelitian sebelumnya menunjukkan tidak adanya penelitian yang mempelajari
bagaimana siswa mencapai tingkat berpikir tinggi jika mereka kesulitan memahami materi
yang mereka baca. Penelitian ini dilakukan untuk meninjau alat Taksonomi Bloom yang telah
mempengaruhi filosofi pembelajaran di sekitar kita, terutama dalam mempromosikan
pemikiran kreatif yang sering kali berfokus pada kemampuan berpikir tingkat tinggi. Secara
khusus, penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apakah Taksonomi Bloom relevan dengan pembelajaran keterampilan berpikir kreatif
dalam pembelajaran sains sekolah dasar?.
2. Apakah penting untuk menggabungkan nilai-nilai tertentu yang tidak ada dalam
Taksonomi Bloom misalnya religiusitas atau budaya lokal?.
3. Komponen-komponen apa saja yang menonjol dan mendukung kemampuan berpikir
kreatif dalam kelas sains agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat?.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini menganalisis taksonomi Bloom dan mempelajari relevansinya
dalam pembelajaran sains sekolah dasar serta mengeksplorasi aspek-aspek yang hilang dalam
Taksonomi Bloom terhadap konteks budaya lokal yang penting untuk mempromosikan
pemikiran kreatif di kalangan siswa sekolah dasar.
METODE
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian
deskritip kuantitatif digunakan untuk menjelaskan fenomena yang ada dengan menggunakan
angka-angka untuk mencandarkan karakteristik individu atau kelompok (Biggs & Collins,
2014).
Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan
langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut: mendokumentasikan tujuan kurikulum sains
sekolah dasar di Indonesia, menguraikan sifat Taksonomi Bloom dalam pembelajaran sains,
melaporkan hasil-hasil penelitian dan membahas masalah yang terjadi di lapangan terkait
aplikasi Taksonomi Bloom, dan melaporkan temuan-temuan penelitian mengenai isu-isu
dalam pembelajaran sains sekolah dasar.
Pembahasan
Taksonomi Bloom terhadap tujuan pendidikan adalah sistem klasifikasi oleh seorang
psikolog pendidikan, Benjamin Bloom yang menciptakannya pada tahun 1956. Tujuannya
adalah untuk membuat siswa sadar akan apa yang mereka pelajari, karenanya berusaha
mencapai tingkat pembelajaran yang lebih canggih dengan enam kategori belajar kognitif. Ini
berfokus pada mengembangkan kemampuan berpikir yang melibatkan akuisisi informasi
sederhana ke proses yang lebih kompleks.
Adams (2015) merangkum enam tingkat taksonomi Bloom terhadap tujuan
pembelajaran kognitif sebagai (1) Pengetahuan, yang memerlukan keterampilan kognitif dasar
yang mengharuskan siswa untuk mempertahankan potongan diskrit tertentu informasi, (2)
Pemahaman, yang mengharuskan siswa untuk menguraikan isi pengetahuan mereka dengan
kata-kata sendiri, mengklasifikasikan barang dalam kelompok, membandingkan dan
Analisis Taksonomi Bloom dalam Pembelajaran Sains secara Kreatif di Sekolah Dasar
membedakan barang dengan entitas sejenis lainnya, atau menjelaskan prinsip, (3) Aplikasi,
melibatkan siswa untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan, atau teknik dalam situasi
baru, (4) Analisis, yang mengharuskan siswa untuk membedakan antara fakta dan pendapat
juga mengidentifikasi klaim yang menjadi argumennya, (5) Sintesis, yang memerlukan
kebutuhan untuk membuat produk baru dalam situasi tertentu, dan (6) Evaluasi, yang
mengharuskan siswa untuk menilai secara kritis validitas sebuah studi dan menilai aplikasi
relevansi hasilnya.
Taksonomi Bloom terhadap tujuan pendidikan telah lama dianggap sebagai alat
penting perkembangan kognitif. Hal ini telah mempengaruhi banyak filosofi pengajaran di
seluruh dunia terutama dalam mempromosikan berpikir rasional, sering kali berfokus pada
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Taksonomi kemudian direvisi pada tahun 2001 oleh
Anderson. Namun, hal itu memicu kritik lebih lanjut dan dianggap sebagai kerangka kerja
yang paling parah (Emeny, 2014). Kasus menyoroti bahwa taksonomi membatasi kemampuan
siswa untuk berpikir diluar urutan dan dia memberi komentar sebagai seorang guru. Contoh:
"Bagaimana saya bisa mengharapkan mereka menangani aplikasi dan evaluasi apabila
pengetahuan awalnya tidak bagus?". Dia percaya bahwa ada kesalahan penerapan Taksonomi
Bloom sebagai teori pengajaran sering digunakan untuk membenarkan penurunan harapan
akan kemampuan siswa berpikir. Bagian berikut akan terlihat bagaimana sains sekolah dasar
digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan mengukur apakah
Taksonomi Bloom masih relevan untuk mempromosikan keterampilan semacam itu.
Keterampilan dalam menjawab pertanyaan apakah Taksonomi Bloom relevan menjadi
dasar belajar kreatif dalam pembelajaran sains sekolah dasar. Ada beberapa pertanyaan
penting yang harus dijawab. Pertama, apa yang terlibat dalam pembelajaran sains sekolah
dasar?. Apakah siswa terlibat secara sederhana dalam akuisisi informasi atau proses berpikir
kompleks sebagai cerminan pemikiran tingkat rendah, dan yang terakhir untuk pemikiran
tingkat tinggi?. Pembelajaran sains sekolah dasar memupuk kemampuan berpikir kreatif
ditetapkan sebagai kemampuan untuk menafsirkan fakta, menerapkan generalisasi, dan
mengenali kesalahan. Hal ini juga melibatkan usaha untuk mencari lebih banyak informasi
yang mengharuskannya mengajukan pertanyaan, dan datang dengan jawaban solusi atas apa
yang dia minta (Elias, 2014).
Siswa diajarkan di sekolah dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa
dalam menentukan cara pencarian arti hidup. Siswa memberikan arti hidup dengan
memasukkan gagasan tentang isu moral dan sosial. Hal ini memungkinkan mereka untuk
membedakan antara moral dan moral tindakan tidak bermoral. Mereka diajarkan untuk
Analisis Taksonomi Bloom dalam Pembelajaran Sains secara Kreatif di Sekolah Dasar
memahami aspek penting kehidupan, untuk memberi perhatian pada aspek kehidupan
tertentu, atau mengabaikan fenomena spesifik dan memikirkan aspek kehidupan yang layak
mendapat pengakuan atau kekaguman.
Norling (2009) menguraikan beberapa tujuan dan sasaran dalam pembelajaran sains
sekolah dasar. Diantara tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam sains
dengan pemahaman yang baik serta untuk merefleksikan sains dari perspektif yang berbeda
dan kreatif. Pembelajaran sains sekolah dasar memberi siswa kesempatan untuk
mengembangkan pemahaman tentang kehidupan, menumbuhkan toleransi, mengembangkan
standar moral, dan juga menanamkan pengaruh positif antara manusia dan alam.
Pembelajaran sains sekolah dasar akan mendorong gagasan atau teori tentang sifat dan
perilaku manusia, menentukan sikap moral, dan respons kebiasaan terhadap orang dan situasi.
Selain itu juga menghadapkan siswa pada bahasa dan budaya yang digambarkan oleh bahan
yang ada di lingkungan (Witarsa, dkk., 2017).
Saat pembelajaran sains sekolah dasar, tujuannya seringkali untuk memupuk
pemikiran. Siswa harus dilatih untuk mencoba dan menjawab pertanyaan serta pemahaman
untuk memverifikasi pemahaman mereka terhadap alam; belajar untuk mendeteksi kelemahan
mereka di penalaran logis; melakukan presentasi kelompok untuk meningkatkan kemampuan
mereka dalam sintesis, organisasi, komunikasi dan kerjasama; dibimbing dalam diskusi kelas
dengan keterampilan mempertanyakan untuk memprovokasi mereka berpikir kreatif; dan
diminta untuk mencoba membuat laporan individual untuk mempromosikan penalaran
deduktif atau induktif dan organisasi (Tung & Chang, 2009).
Kompetensi guru dalam keterampilan mengajar di kelas adalah penting untuk
menumbuhkan pengembangan kemampuan berpikir di kalangan siswa karena mereka dapat
memperbaiki diri dan mengembangkan kemampuan berpikir jika guru mereka mengajari
mereka cara berpikir kreatif dengan benar (Witarsa, dkk., 2017). Siswa dihadapkan dan diberi
semangat dengan pengalaman orang lain yang tinggal di tempat lain atau berbeda waktu dan
merangsang mereka untuk menghargai pengalaman. Siswa juga mendorong siswa lain untuk
secara kreatif bekerja pada arah alternatif kehidupan dan menilai implikasi yang terkait
dengan itu.
Siswa memberikan platform bagi siswa lain untuk memahami aspek-aspek budaya
lokal seperti yang tertulis dalam teks sains. Mereka akan mempelajari alusi dan rujukan ke
berbagai aspek budaya lokal (Norling, 2009). Subjek juga memberikan alternatif terhadap
perbedaan atau kesamaan budaya lokal yang mana dikaitkan dengan kedangkalan dalam
kontennya sedemikian rupa sehingga kurang memberikan dampak pada pendidikan.
Analisis Taksonomi Bloom dalam Pembelajaran Sains secara Kreatif di Sekolah Dasar
Pertanyaan kedua yang terkait dengan apakah siswa yang belajar sains akan terlibat
secara sederhana dalam akuisisi informasi atau proses berpikir kompleks. Bisa dikumpulkan
dari uraian di atas bahwa pembelajaran sains sekolah dasar membutuhkan kemampuan
kognitif tingkat tinggi, seperti yang ditemukan pada taksonomi Bloom. Meskipun demikian,
berada di lingkungan non-pribumi, pembelajaran sains sekolah dasar dihadapkan dengan
berbagai isu, antara lain menyangkut pengolahan keterampilan dasar taksonomi Bloom dua
terendah. Tung dan Chang (2009) mengemukakan bahwa alih-alih berfokus pada pemikiran
kreatif, mayoritas siswa di Taiwan fokus pada peningkatan kemampuan membaca mereka,
bukannya menjadi peserta didik aktif yang bersifat verbal dan ekspresif saat diberi pertanyaan
kreatif oleh gurunya. Para siswa ditemukan fokus pada mencoba memahami "apa yang
terjadi" daripada "mengapa atau bagaimana hal itu terjadi?". Mereka gagal merefleksikan dan
mengartikulasikan keyakinan dan tindakan mereka sehubungan dengan hal yang mereka
temukan dalam pembelajaran.
Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa siswa mendapat sedikit kesempatan untuk
berpikir sebagaimana diasumsikan oleh guru mereka. Siswa bergulat dengan dua tingkat
pertama taksonomi Bloom, dimana seharusnya tidak dikenai dengan pemikiran tingkat tinggi.
Emeny (2014) menyatakan bahwa ini adalah cacat yang diakibatkan oleh distorsi terhadap
teori Bloom dalam hal itu daripada meminta siswa untuk menerapkan, menganalisa,
mensintesis dan mengevaluasi, siswa hanya diminta untuk mengingat, walaupun tujuan
pembelajaran sains sekolah dasar adalah untuk menumbuhkan pemikiran kreatif. Singkatnya,
penekanan pada pencapaian keterampilan berpikir kreatif di antara kebutuhan siswa dan guru
untuk memasukkan komponen keterampilan berpikir dalam strategi pembelajaran mereka
(Ennis, 2015; Hazita, 2016; Kagan, 2005).
Jika tujuan ini ingin dicapai, maka ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi, baik
oleh guru maupun siswa. Siswa harus bisa mengatasi tugas berpikir tingkat tinggi (Emeny,
2014). Yang benar adalah seperti yang dinyatakan di atas, banyak siswa mengalami kesulitan
belajar di kelas sains (Othman & Mohamad, 2014). Siswa tidak mengerti isi materi sains,
mencegah mereka untuk memahami gagasan yang diajukan dalam sains, apalagi untuk
memahami melampaui sains yang sedang dijelaskan. Mereka harus diajar keterampilan
berpikir kreatif. Padahal ada pandangan bahwa berpikir adalah proses alami dimana siswa
mungkin tidak perlu diajarkan secara formal dalam perjalanan untuk berpikir (Choy & Cheah,
2009), dikatakan bahwa pengajaran formal masih dibutuhkan jika keunggulan dalam berpikir
adalah tujuan untuk dibudidayakan (Paramjit & Nooraida, 2014).
Analisis Taksonomi Bloom dalam Pembelajaran Sains secara Kreatif di Sekolah Dasar
kata lain, tugas dan pertanyaan yang diberikan oleh guru tidak boleh untuk tujuan mengingat
informasi tetapi untuk mensintesis atau menganalisanya. Singkatnya, skeptis pada sejauh
mana keterlibatan siswa dalam proses berpikir kompleks seperti banyak dari mereka harus
tinggal dengan perolehan informasi sederhana, mencerminkan keterlibatan mereka dalam
aktivitas berpikir dengan tingkat rendah. Berbeda dengan pemikiran tingkat tinggi yang harus
dibuktikan dengan kemampuan mereka dalam pemikiran kreatif.
Taksonomi belajar, misalnya kreativitas, religiusitas, budaya dalam tujuan taksonomi
pendidikan telah menjadi kerangka kerja yang berpengaruh di bidang pendidikan. Wineburg
dan Schneider (2010) melihat piramida Bloom agak memberi pesan salah tentang pentingnya
pengetahuan dalam belajar. Meskipun pengetahuan adalah prasyarat untuk berpikir kreatif,
namun bukan merupakan tujuan akhir proses pendidikan. Dalam hal ini, taksonomi Bloom
mengindikasikan usaha untuk menjadi nilai netral yang tidak mungkin dan tidak sesuai
dengan nilai yang dipikirkan dalam pendidikan pemikiran kreatif. Siswa tidak didorong untuk
mempertanyakan apa yang diajarkan guru mereka di kelas, bertentangan dengan gerakan
pendukung berpikir kreatif, bahwa adalah hal yang tabu bagi siswa untuk secara membabi
buta menerima informasi. Guru tidak tahu kemampuan berpikir siswa, entah mereka mampu
menghubungkan pengetahuan mereka dengan kenyataan atau mereka hanya menghafal untuk
mempersiapkan sebuah ujian. Guru harus mendorong siswa mereka untuk berpikir rasional
dengan tujuan untuk alasan dari apa yang benar dan salah dengan pemikiran mereka sendiri.
Sistem pendidikan Indonesia mengadopsi pendekatan pendidikan holistik, yang
ditandai dengan usaha terus-menerus mengembangkan individu yang memiliki kemampuan
intelektual, spiritual, emosional dan fisik yang seimbang. Dengan demikian, otoritas
pendidikan telah merancang serangkaian rencana pengembangan dan transformasi dengan
tujuan melengkapi siswa dengan kompetensi yang diinginkan. Diharapkan sistem pendidikan
bisa menghasilkan warga negara yang mampu, yang maju dan kemajuannya adalah hasil dari
sistem pendidikan. Agenda penting dalam sistem pendidikan yang baru adalah redefinisi
penilaian siswa dan metodenya, terbukti dalam pengenalan penilaian berbasis sekolah ini
diimplementasikan pada tahun 2011 di sekolah dasar, dan pada tahun 2012 di tingkat sekolah
menengah.
pelajaran tertentu, termasuk sains sekolah dasar. Hal ini tepat terutama ketika penilaian hasil
belajar siswa didasarkan pada taksonomi Bloom dimana tujuan pembelajarannya berfokus
pada aspek pembelajaran kognitif. Bagaimanapun juga, hasil penelitian ini berpendapat
bahwa taksonomi Bloom pada pembelajaran kognitif bukanlah taksonomi yang tepat untuk
merancang pendekatan pedagogis untuk sains sekolah dasar jika kita benar-benar ingin
mengajarkan pemikiran kreatif pada siswa. Ada kriteria lain yang perlu dipertimbangkan dari
keseluruhan kerangka taksonomi Bloom tidak lagi relevan tidak hanya pada konteks budaya
lokal Indonesia tetapi juga di era digital dimana pedagogi dalam pembelajaran sains dengan
konteks budaya lokal dan era digital sebagai kelompok sasaran perlu direformasi kearah yang
lebih kreatif.
Implikasi
Penelitian ini penting karena sejumlah alasan. Pertama, temuan mengenai relevansi
adopsi Taksonomi Bloom dalam pembelajaran sains di Indonesia menjelaskan alasan
mengapa tingkat efektivitas yang rendah dalam pembelajaran pemikiran kreatif. Kedua,
temuan bisa membantu pengembang kurikulum dan guru untuk mengeksplorasi aspek-aspek
yang hilang dalam Taksonomi Bloom terhadap konteks budaya lokal yang penting untuk
mempromosikan pemikiran kreatif di kalangan siswa. Diharapkan temuan juga bisa
menginformasikan pengembang kurikulum dalam perjalanan ke depan dalam
mempromosikan minat dan keterlibatan yang meningkat dengan subjek di antara siswa.
Temuan ini bisa menjadi dasar yang baik untuk merumuskan alternatif terhadap tujuan
pembelajaran Taksonomi Bloom sebagai bahan masukan bagi peneliti berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, N. E. (2015). Bloom’s taxonomy of cognitive learning objectives. Journal of the
Medical Library Association : JMLA, 103(3), 152-153. http://doi.org/10.3163/1536-
5050.103.3.010
Biggs, J. B., & Collis, K. F. (2014). Evaluating the quality of learning: The SOLO taxonomy
(Structure of the Observed Learning Outcome). New Yoyrk: Academic Press.
Breslin, F. (2015). Why public schools don’t teach critical thinking – part 1. Retrieved
February 9, 2016 from http://www.huffingtonpost.com/frank-breslin/why-public-
schools-dont-t_b_7956518.html
Choy, S. C., & Cheah, P. K. (2009). Teacher perceptions of critical thinking among students
and its influence on higher education. International Journal of Teaching and Learning
in Higher Education, 20(2), 198-206.
DeWitt, P. (2014). What’s our best taxonomy? Bloom’s or SOLO? Retrieved February 10,
2016 From
http://blogs.edweek.org/edweek/finding_common_ground/2014/02/whats_our_best_ta
xonomy_blooms_or_ solo.html
Emeny, W. (2014). Going SOLO on the journey towards deep learning. Retrieved February
13, 2016, from http://www.greatmathsteachingideas.com/2014/09/21/going-solo-on-
the-journey-towards-deep-learning/
Kagan, S. (2005). Rethinking thinking: Does Bloom’s taxonomy align with brain science.
Retrieved February 11, 2016, from
http://www.kaganonline.com/free_articles/dr_spencer_kagan/ASK29.php
Norling, T. (2009). Aims and objectives in the teaching of English literature at upper
secondary school. Vägar till språk och litteratur, 33.
O’neill, G., & Murphy, F. (2010). Guide to taxonomies of learning. UCD Teaching and
Learning/Resources.
Othman, N., & Mohamad, K. A. (2014). Thinking skill education and transformational
progress in Malaysia. International Education Studies, 7(4), 27-32.
https://doi.org/10.5539/ies.v7n4p27
Paramjit, K., & Nooraida, M. (2014) Examining the role of the English literature component
in the Malaysian English curriculum. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 134,
119-124. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.04.229
Suliman, A., & Yunus, M. M. (2014). A glimpse on the re-introduction of English literature in
Malaysian secondary schools. International Journal of Languages and Literatures,
2(2), 151-164.
Sylvia, L., John, B., Jonathan, E., Jerry, C., & Murali, A. (2016). Ministry Of Education:
English Writing Skills Need Improvement, The Malay Mail, Retrieved April 19, 2017,
Analisis Taksonomi Bloom dalam Pembelajaran Sains secara Kreatif di Sekolah Dasar
From Http://Www.Themalaymailonline.Com/Malaysia/Article/Ministry-Of-
Education-English-Writing-Skills-Ne ed-Improvement#Sthash.Fljskzgw.Dpuf
Tung, C. A., & Chang, S. Y. (2009). Developing critical thinking through literature reading.
Feng Chia Journal of Humanities and Social Sciences, 19, 287-317.
Wineburg, S., & Schneider, J. (2010). Was Bloom's taxonomy pointed in the wrong
direction?. Phi Delta Kappan, 91(4), 56-61.
https://doi.org/10.1177/003172171009100412
Witarsa, R., Permanasari, A., & Sa’ud, U.,S. (2017, July 22-23). The development of
teaching-based reflective teaching teachers to improve skills to make the plan of
creative for teachers’ basic school. Paper presented at the 1st International Conference
on Education, Science, Art and Technology (the 1st ICESAT) Universitas Negeri
Makassar. Retrieved from ojs.unm.ac.id/icesat/article/view/3687/2098