Sei sulla pagina 1di 17

Website: http://jurnaledukasikemenag.

org
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendi dikan Agama dan Keagamaan, 15(1), 2017, 109-125

PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK DI LEMBAGA


PEMASYARAKATAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DAN
BANTAENG

CHILDREN’S RELIGIOUS COACHING IN A


CORRECTIONAL FACILITY IN BULUKUMBA AND
BANTAENG REGENCIES
Abdul Rahman Arsyad
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar
Kantor Jl. A. P. Petta Rani No. 72 Makassar
E-mail: arsyadrahman056@gmail.com

Naskah diterima 7 Januari 2017, direvisi 23 Februari 2017, disetujui 20 Maret 2017

Abstrak
Abstract
Penelitian dilaksanakan di Lapas Bulukumba
The study was conducted in the Correctional dan Rutan Bantaeng dengan menggunakan
Facility of Bulukumba and the Detention House metode kualitatif. Masalah penelitian memuat
of Bantaeng using qualitative method. The study tentang bagaimana pembinaan keagamaan
issue includes how to foster children’s religious in anak di lembaga pemasyarakatan dengan tujuan
correctional institutions with the aim at revealing mengungkap dan menggambarkan proses,
and describing the process, behavioral impacts, dampak perilaku, pendukung dan penghambat
support and barrier to religious coaching for terhadap pembinaan keagamaan bagi warga
prisoners of the Correctional Facility (WBP). The binaan pemasyarakatan (WBP). Hasil penelitian
result of the study shows that religious coaching is menunjukkan bahwa pembinaan keagamaan
carried out in an integrated manner implemented dilaksanakan secara integrasi yang dilaksanakan
in a mosque and skill room by using an assistance di masjid dan ruang keterampilan dengan
method (cadreisation) focusing on fiqh (salat) and menggunakan metode asistensi (kaderisasi) yang
reading the Qur’an (BTQ) separately between male fokus pada fiqh (salat) dan baca tulis Qur’an
and female WBP. The role of religious organization (BTQ) secara terpisah antara WBP pria dan wanita.
(Wahdah) and prisoners of the Correctional Peran organisasi keagamaan (Wahdah) dan warga
Facility (WBP) helps the Correctional Facility/ binaan pemasyarakatan (WBP) sangat membantu
Detention House authorities contribute to the pihak lapas/rutan dalam memberikan kontribusi
religious coaching. Although on the other hand, pembinaan keagamaan. Meskipun di sisi lain,
the optimization of the religious coaching has not optimalisasi pembinaan keagamaan belum
worked maximally because the synergy between berjalan secara maksimal, karena sinergisitas
antara Menkumham dan Kementerian Agama
the Minister of Justice and Human Rights and the
(penyuluh Agama) terjadi kevakuman sejak
Ministry of Religious Affairs (counselor of religion)
tahun 2008 s/d 2009. Pihak pengelola (pembina)
was vacant since 2008 to 2009. The Correctional lapas dan rutan memiliki keterbatasan dalam
Facility/Detention managers have limitation in mengimplementasikan pembinaan keagamaan,
implementing the religious coaching: a) Ratio diantaranya: a) Rasio antara pembina dan WBP
between the coach and WBP is not balanced; b) tidak seimbang; b) Pembinaan diaplikasikan
Coaching is naturally applied; c) Knowledge of secara alami; c) Pengetahuan pengelola (pembina)
the Correctional Facility/Detention managers on lapas/rutan tentang pengetahuan agama
religious and religious knowledge is actualized dan keagamaan diaktualisasikan berdasarkan
by experience; d) lack of media support and pengalaman; d) Minimnya dukungan media
coaching facilities (religious and spatial books) dan fasilitas (buku-buku agama dan ruang)
and e) Schedule of coaching activities has not been pembinaan; dan e) Jadwal kegiatan pembinaan
consistent. belum konsisten.

Keywords: Religious Coaching, Children, Kata Kunci: Pembinaan Keagamaan, Anak, LAPAS,
Correctional Facility and Detention House dan RUTAN

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan AgamaVolume dan Keagamaan,


15, Nomor 1,p-ISSN:1693-6418, e-ISSN: 2580-247X
April 2017 | http://jurnaledukasikemenag.org
This is anThis
openis access
an openarticle
accessunder
articleCC-BY-SA licenselicense
under CC-BY-SA (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
(https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) 109
A bdu l R ahman Ars yad

PENDAHULUAN beresiko terkena tindakan kejahatan


(crime rate) (Data registrasi POLRI: ringkasan
Pendidikan dinilai memiliki peran
eksekutif statistik kriminal, 2014).
penting dalam upaya menanamkan
rasa keagamaan pada seseorang anak. Kemenkumham RI melansir dari
Sehingga peran pendidikan di keluarga, sejumlah lembaga pemasyarakatan yang
lingkungan, pendidikan kelembagaan, tersebar di Indonesia (tahanan/napi anak)
pendidikan di masyarakat, agama dan tiga tahun terakhir (2014–2016) lewat
masalah sosial sangat berperan dalam SDP (sistem database pemasyarakatan).
membentuk sikap keagamaan anak/remaja.1 Adapun jumlah tahanan/napi anak
Kriminalitas termasuk masalah sosial dan dan jumlah tahanan dan napi secara
merupakan penyimpangan sosial dalam keseluruhan, yaitu: (1) tahun 2014 jumlah
masyarakat. Pelbagai tindakan kriminal tahanan/napi anak 5.118 orang (tahanan
sering dijumpai secara langsung dan tidak 1.936 orang dan napi 3.182 orang) dari
langsung, sebagaimana dapat dilihat dalam 164.170 tahanan dan napi; (2) tahun 2015
pemberitaan baik dari media cetak atau jumlah tahanan/napi anak 3.590 (tahanan
elektronik. Kriminalitas dapat dilakukan 869 orang dan napi 2.721 orang) dari
siapa saja, kapan saja dan di mana saja, 170.637 tahanan dan napi; dan (3) tahun
termasuk oleh mereka yang masih tergolong 2016 jumlah tahanan/napi anak 3.127
anak-anak. (tahanan 838 orang dan napi 2.289 orang)
dari 187.049 tahanan dan napi. (SDP smslap.
Menurut Biro Pengendalian Operasi
ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly).
Mabes Polri yang dilangsir oleh BPS
Kriminal tahun 2014 jumlah kejahatan Secara umum pemerintah memberi
yang menonjol tahun 2011-2013, yaitu: pembinaan bagi para pelaku tindak kriminal
pembunuhan, penganiayaan, kesusilaan, (narapidana) yang dilaksanakan melalui
penculikan, pencurian, narkotika, dan Lembaga Pemasyarakatan. “Pembinaan itu
korupsi. Adapun jumlah kejahatan tahun mempunyai arti memperlakukan seseorang
2011 (347.605), tahun 2012 (341.159), dan yang berstatus narapidana untuk dibangun
tahun 2013 (342.084). Terkait dengan agar bangkit menjadi seseorang yang baik.
tingkat kriminal yang terjadi di Indonesia. Atas dasar pengertian pembinaan yang
Menurut numbeo.com, dari indeks kejahatan demikian itu, sasaran yang perlu dibina
pada tahun 2015 Indonesia berada pada adalah pribadi dan budi pekerti narapidana,
peringkat 68 dari 147 Negara dan kejahatan yang didorong untuk membangkitkan rasa
yang tercermin dari tahun ke tahun. harga diri pada diri sendiri dan pada diri
Sedangkan perhitungan BPS Indonesia, orang lain, serta mengembangkan rasa
periode 2013 setiap dalam 1 menit 23 detik tanggung jawab untuk menyesuaikan diri
terjadi satu tindakan kriminal, sementara dengan kehidupan yang tenteram dan
dari 100.000 orang terdapat 140 orang sejahtera dalam masyarakat dan selanjutnya

1
Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Pengaruh
Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. h. 251

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan | http://jurnaledukasikemenag.org


110 This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DAN BANTAENG

berpotensi untuk menjadi manusia yang Setiap warga negara berhak


berkepribadian dan bermoral tinggi”.2 mendapatkan pendidikan/pembinaan
Secara khusus, narapidana anak keagamaan, baik lewat pendidikan formal
memiliki sejumlah hak yang perlu dipenuhi maupun pendidikan non-formal. Karena
pemerintah. Hak asasi anak termuat dalam pendidikan agama merupakan konsep
Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi pendidikan bertujuan untuk membina dan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang mencerahkan jiwa manusia. Berdasar itu,
hak anak. Salah satu hak anak adalah maka masalah penelitian dapat dirumuskan
memperoleh pengajaran agama sesuai yang sebagai berikut: 1) Bagaimana pembinaan
mereka anut.Regulasi telah mengatur hal ini keagamaan dan dampak perilaku warga
dalam rangka melindungi hak anak untuk binan pemasyarakatan anak di lembaga
memperoleh pendidikan agama dalam pemasyarakatan; 2) Bagaimana faktor
kehidupan mereka. Di dalam UU No 23 Tahun pendukung dan penghambat pembinaan
2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 43 keagamaan di lembaga pemasyarakatan?
menyebutkan perlindungan hak anak dalam Penelitian ini difokuskan pada
memeluk agamanya meliputi pembinaan, penelusuran terkait pelaksanaan pembinaan
pembimbingan, dan pengamalan ajaran agama yang dilakukan di lingkungan lapas
agama bagi anak. terhadap narapidana anak. Termasuk pula
Pembinaan narapidana/warga binaan sebagai fokus penelitian adalah faktor-faktor
dilakukan secara terus menerus sejak yang menjadi pendukung dan penghambat
warga binaan masuk dalam lembaga pelaksanaan pembinaan keagamaan
pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan terhadap narapidana anak yang dilakukan
merupakan suatu proses pembinaan warga dan diprogramkan dalam lapas.
binaan sebagai makhluk Tuhan, individu
dan sebagai masyarakat. Dalam pembinaan Kerangka Konseptual
warga binaan dikembangkan keadaan
Pembinaan Keagamaan
jasmani, rohani serta kemasyarakatannya
dan dibutuhkan pula elemen-elemen yang Pembinaan dalam arti bahasanya
berkaitan untuk mendukung keberhasilan adalah: menyeru, mengajak, memanggil,
dalam pembinaan. Elemen-elemen tersebut mengundang, mendoakan yang terkandung
adalah lembaga-lembaga yang berkaitan di dalamnya arti menyampaikan sesuatu
dengan pengembangan semua segi kepada orang lain untuk mencapai tujuan
kehidupan warga binaan dan tenaga-tenaga tertentu.4 Pembinaan Islamiyah berarti:
pembina yang cukup cakap dan penuh menyeru, mengajak dan memberikan
dengan rasa pengabdian.3 pengertian serta bimbingan manusia
untuk beriman kepada Allah SWT dan
mentaati-Nya, sesuai dengan garis yang
2
Poernomo, Bambang. 1986. Pelaksanaan Pidana
Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan. Yogyakarta:
Liberty. h. 187.
3
Dwidja Priyatno. 2006. Pidana Penjara di Indonesia. Jamaluddin Kafie. 1993. Psikologi Dakwah.
4

Bandung: Refika Aditama. h. 105-106 Surabaya: Indah Press. h. 29

Volume 15, Nomor 1, April 2017 | http://jurnaledukasikemenag.org


This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) 111
A bdu l R ahman Ars yad

telah diwahyukan oleh Allah SWT dan peraturan hukum yang berlaku baik hukum
disunnahkan Rasulullah SAW.5 perundang-undangan atau hukum yang lain
Pembinaan adalah usaha, tindakan, dan dan sekarang berada dalam rumah tahanan
kegiatan yang dilakukan secara efektif dan atau lembaga pemasyarakatan.
efisien untuk memperoleh hasil yang lebih
baik.6 Sedangkan keagamaan berarti segala Pola Pembinaan Narapidana dalam
sesuatu yang berhubungan dengan agama.7 Sistem Pemasyarakatan
Jadi pembinaan keagamaan dalam penelitian Sistem Pemasyarakatan di negara kita
ini adalah segala aktifitas keagamaan, dalam kenyataannya belum dapat dikatakan
yang meliputi pemahaman penghayatan sebagai suatu sistem pemasyarakatan
pengamalan ajaran agama Islam bagi yang sesungguhnya. Gunakaya
narapidana anak khususnya agama Islam berpendapat apabila kita membahas tentang
yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan sistem pemasyarakatan yang sesungguhnya
yang bertujuan untuk membina para harus memiliki beberapa unsur, yaitu: 1)
narapidana melalui pendekatan religius. harus adanya sarana peraturan perundang-
undangan dan praturan pelaksanaannya,
Narapidana Anak yang merupakan landasan struktural yang
Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 menunjang atau melaksanakan dasar
angka 7 Undang Undang Nomor 12 Tahun bagi ketentuan-ketentuan operasional
1995 dinyatakan bahwa yang dimaksud suatu konsepsi, dalam hal ini konsepsi
dengan narapidana adalah “Terpidana yang pemasyarakatan; 2) harus tersedia sarana
menjalani pidana hilang kemerdekaannya personil yang mencukupi dan memadai bagi
di lembaga pemasyarakatan”. Pembinaan kebutuhan pelaksanaan tugas pembinaan
merupakan upaya untuk menyadarkan narapidana; 3) sarana administrasi
narapidana atau anak pidana agar menyesali keuangan, sebagai sarana materiil untuk
perbuatannya, dan mengembalikannya keperluan operasional; dan 4) sarana
menjadi warga masyarakat yang baik, taat fisik yang sesuai dengan kebutuhan bagi
kepada hukum, menjunjung tinggi nilai- pelaksanaan pembinaan narapidana dalam
nilai norma, sosial dan keagamaan, sehingga proses pemasyarakatan.8
tercapai kehidupan masyarakat yang Dalam rangka usaha ke arah diperoleh-
aman tertib dan damai. Narapidana anak nya keseragaman dalam tindakan pembinaan
menurut KUHP pasal 45 adalah: anak yang bagi narapidana maka berdasarkan hasil-
belum dewasa dan mencapai genap umur hasil rapat kerja Direktorat Jenderal Bina
21 tahun, belum menikah dan anak tersebut Tuna Warga pada tahun 1976, di beberapa
melakukan sesuatu yang dianggap melanggar wilayah Pemasyarakatan telah disusun
pola-pola pembinaan narapidana dalam
LP sebagai berikut: a) Pola Penerimaan/
5
Sahilun A. Nasir. 1999. Ilmu Dakwah. Jember: Pendaftaran Warga Baru (Perihal Admis
STAIN Press. h. 4
6
Alwi, Hasan. 2002. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka. h. 152 A. Widiada Gunakaya. 1988. Sejarah dan Konsepsi
8

7
Ibid. h. 12 Pemasyarakatan. Bandung: Armico. h. 130-131

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan | http://jurnaledukasikemenag.org


112 This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DAN BANTAENG

dan Orientasi, dan Perihal Klasifikasi/ yang telah memperoleh kekuatan hukum
Diversifikasi), b) Pola Perawatan Narapidana tetap.10 Narapidana adalah terpidana yang
(Perihal Pakaian, Makanan, Kesehatan dan menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Dinas Medis, dan Pemberitahuan Sakit lapas.11 Narapidana merupakan terpidana
dan Kematian Narapidana), c) Pola Tata yang sedang menjalani pidana hilang
Tertib Disiplin Narapidana (Perihal Tata kemerdekaan. a. Anak Didik Pemasyarakatan
Tertib, dan Prosedur Mengajukan Keluhan/ adalah: (1) Anak Pidana yaitu anak yang
Pengadaan Narapidana), d) Pola Bimbingan/ berdasarkan putusan pengadilan menjalani
pendidikan Agama Bagi Narapidana (Perihal pidana di lapas anak paling lama sampai
Umum, dan Program Keagamaan), e) Pola berumur 18 (delapan belas) tahun; (2)
Pendidikan dan Rekreasi Bagi Narapidana Anak negara yaitu anak yang berdasarkan
(Perihal Pendidikan, Rekreasi, Pendidikan putusan pengadilan diserahkan pada
Kepramukaan, Perpustakaan), f) Pola negara untuk dididik dan ditempatkan di
Pekerjaan Narapidana (Perihal Pekerjaan lapas anak paling lama sampai berumur
Narapidana, Jenis Pekerjaan Narapidana, 18 (delapan belas) tahun; (3) Anak sipil
Syarat Pemberian Pekerjaan, Hasil-hasil yaitu anak yang atas permintaan orang
Pekerjaan, dan Pemberian Imbalan Jasa), g) tua atau walinya memperoleh penetapan
Pola Pelaksanaan Mekanisme Kerja Dewan pengadilan untuk dididik di lapas anak
Pembina Pemasyarakatan Dalam Instalansi paling lama sampai berumur 18 (delapan
Pelaksanaan (Status dan Susunan Dewan belas) tahun; b. Lembaga pemasyarakatan;
Pembina Pemasyarakatan, Sidang-sidang sebagai instansi terakhir di dalam sistem
Dewan Pembina Pemasyarakatan), h) Pola peradilan pidana dan pelaksanaan putusan
Tentang Hak-hak Narapidana dan lain- pengadilan (hukum) di dalam kenyataannya
lain (Perihal Hubungan Dengan Pihak Lain, tidak mempersoalkan, apakah seseorang
Pelaksanaan Pemberian Remisi, Perihal terbukti bersalah atau tidak.12 Lembaga
Pelaksanaan Pemberian Cuti dan sebagainya, pemasyarakatan (lapas) adalah merupakan
Penyelenggaraan Integrasi, dan Pelaksanaan tempat dilakukan kegiatan pembinaan
Lepas Bersyarat), i) Pola Pengangkutan, mental, dan di ruang mana saja dijadikan
Pemindahan dan Peminjaman Narapidana sebagai tempat kegiatan, waktu-waktu apa
(Perihal Pengangkutan Narapidana, saja, serta siapa yang terlibat dalam kegiatan
Pemindahan Narapidana, Peminjaman tersebut.
Narapidana), j) Pola Tentang Keamanan, k) Pendidikan atau bimbingan merupakan
Pola Pemeliharaan Sarana Fisik LP. 9 sarana yang mendukung keberhasilan negara
menjadikan narapidana menjadi anggota
Pemasyarakatan
Narapidana adalah seorang yang 10
Bambang Waluyo. 2000. Pidana dan Pemidanaan.
dipidana berdasarkan putusan pengadilan Jakarta: Sinar Grafika. h. 36
11
Ibid. h. 78
12
Panjaitan, Petrus Irwan dan Simonangkis
Dipraja, R. Achmad S. Soema dan Romli
9
Pandapotan. 1995. Lembaga Pemasyarakatan dalam
Atmasasmita, 1979. Sistem Pemasyarakatan di Indonesia. Perspektif Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Pustaka
Bandung: Percetakan Ekonomi. h. 64-65 Sinar Harapan. h. 37

Volume 15, Nomor 1, April 2017 | http://jurnaledukasikemenag.org


This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) 113
A bdu l R ahman Ars yad

masyarakat. Lembaga pemasyarakatan terkecil yakni dalam kehidupan berkeluarga.


berperan dalam pembinaan narapidana Pada lingkup inilah yang paling memberikan
anak yang memperlakukan narapidana anak pengaruh besar kepada baik buruknya anak.
agar menjadi lebih baik, yang perlu dibina Pada dasarnya kesejahteraan anak tidak
adalah pribadi narapidana, membangkitkan sama, tergantung dari tingkat kesejahteraan
rasa harga diri dengan kehidupan yang orang tuanya.
tentram dan sejahtera dalam masyarakat, Penempatan secara khusus dalam lapas
sehingga potensial menjadi manusia yang anak berarti pembinaan narapidana anak
berkepribadian dan bermoral tinggi.13 dilakukan dalam sistem pemasyarakatan.
Pendidikan narapidana di lapas Menurut ketentuan Pasal 60 Undang-
mempunyai arti memperlakukan seseorang Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
yang berstatus narapidana untuk dibangun Anak, bahwa Anak didik pemasyarakatan
agar bangkit menjadi seseorang yang berbudi ditempatkan di lapas yang terpisah dari
pekerti yang baik. Dan salah satu tujuannya narapidana dewasa. Anak yang ditempatkan
yaitu berusaha ke arah memasyarakatkan di lapas anak, berhak memperoleh
kembali seseorang yang pernah mengalami pendidikan dan latihan baik formal maupun
konflik sosial, menjadi seseorang yang informal sesuai bakat dan kemampuan, serta
benar-benar sesuai dengan jati dirinya. memperoleh hak lain. Guna melaksanakan
Sehingga dapat dipahami bahwa pemasyarakatan dan sistem pemasyarakatan
tujuan akhir dari sistem pemasyarakatan tersebut dilakukan oleh suatu lembaga,
adalah memulihkan kesatuan hubungan yaitu lapas yang merupakan tempat untuk
sosial (reintegrasi sosial) Warga Binaan melaksanakan pembinaan narapidana dan
Pemasyarakatan dengan/ke dalam anak didik pemasyarakatan (vide Pasal 1
masyarakat. Khususnya masyarakat di angka 3 UUP No. 12 Tahun 1995).
tempat tinggal asal mereka melalui suatu “Melalui pelaksanaan pembinaan dengan
proses (proses pemasyarakatan/pembinaan) sistem pemasyarakatan maka Anak Didik
yang melibatkan unsur-unsur atau Pemasyarakatan diharapkan menyadari
elemen-elemen, petugas pemasyarakatan, kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak
narapidana dan masyarakat. mengulangi tindak pidana lagi. Pada akhirnya
diharapkan dapat diterima kembali oleh
Perlakuan WBP Anak lingkungan masyarakat, dan dapat ikut aktif
berperan dalam pembangunan, dapat hidup
Anak menurut Undang-Undang Nomor
secara wajar sebagai warga yang baik dan
23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
bertanggung jawab”. 14
adalah: Seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang Peraturan Pemerintah Republik
masih dalam kandungan. Adapun proses Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang
pembinaan anak dapat dimulai dari lingkup Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan khususnya
13
Gultom Muidin. 2008. Perbandingan Hukum
Terhadap Anak dalam Sistim Peradilan Pidana Anak di Darwan Print. 2003. Hukum Anak Indonesia.
14

Indonesia, Jakarta: Refika Aditama. h. 126 Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. h. 58

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan | http://jurnaledukasikemenag.org


114 This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DAN BANTAENG

pasal yang mengatur tentang pendidikan dasar pemikiran dari pembinaan anak tidak
dan pengajaran yaitu Pasal 9 sampai Pasal 13 dapat dilepaskan dari tujuan utama untuk
Selanjutnya setiap napi berhak mewujudkan kesejahteraan anak yang
mengikuti pembinaan melalui program pada dasarnya merupakan bagian integral
Asimilasi, yang meliputi: 1) Asimilasi dari kesejahteraan sosial, dalam arti bahwa
ke dalam yaitu: a) Pendidikan agama, kesejahteraan atau kepentingan anak berada
b) Olah raga, dan c) Keterampilan; 2) dibawah kepentingan masyarakat. Akan
Asimilasi keluar, yaitu: pembinaan ini tetapi harus dilihat bahwa mendahulukan
dititikberatkan pada atau di luar lembaga kesejahteraan dan kepentingan anak itu
pemasyarakatan dengan pengawalan dari pada hakikatnya merupakan bagian dari
petugas pemasyarakatan. Wujud pembinaan usaha mewujudkan kesejahteraan sosial.15
ini adalah: a) Perkebunan di sekitar lembaga Perbedaan perlakukan dan ancaman
pemasyarakatan, b) Bekerja membersihkan yang diatur dalam Undang-undang Sistem
halaman kantor lembaga pemasyarakatan, Peradilan Pidana Anak dimaksudkan
dan c) Pemberian izin untuk alasan penting. untuk lebih memberikan perlindungan
dan pengayoman terhadap anak dalam
Pendidikan Keagamaan Anak menyongsong masa depannya yang
masih penjang. Selain itu, pembedaan
Berdasarkan ketentuan Pasal 6
tersebut dimaksudkan untuk memberikan
Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995,
kesempatan kepada anak agar setelah
dinyatakan bahwa: Pembinaan Warga
melalui pembinaan akan diperoleh jati
Binaan Pemasyarakatan dilakukan di
dirinya untuk menjadi manusia yang lebih
lapas dan pembimbingan warga binaan
baik, yang berguna bagi diri, keluarga,
pemasyarakatan dilakukan oleh Lapas.
masyarakat, bangsa dan negara.16
Sedangkan pembinaan di lapas dilakukan
terhadap narapidana dan anak didik Lalu mengenai perlindungan
pemasyarakatan. hukumnya, hal ini dapat diwujudkan antara
lain dengan dilakukannya beberapa usaha
Sistem pembinaan pemasyarakatan
sebagai berikut: pembinaan, pendampingan,
dilaksanakan berdasarkan asas: a)
pengawasan, penjaminan pendidikan
Pengayoman, b) Persamaan perlakuan dan
kontruktif, integratif, kreatif, positif, dan
pelayanan, c) Pendidikan, d) Pembimbingan,
usaha ini tidak boleh mengabaikan aspek-
e) Penghormatan harkat dan martabat
aspek mental, sosial, dan fisik dari seorang
manusia, f) Kehilangan kemerdekaan
narapidana anak.17
merupakan satu-satunya penderitaan, g)
Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan
dengan keluarga dan orang-orang tertentu.
Dalam hal pemidanaan anak tidak 15
Sutatiek Sri. 2013. Rekontruksi Sistem Sanksi
dapat diperlakukan sama dengan orang dalam Hukum Pidana Anak Indonesia. Yoyakarta:
dewasa karena anak yang mendapatkan Aswojo Pressindo. h. 25
sanksi pidana sebenarnya adalah korban 16
Wagiati Soetedjo dan Melani. 2013. Hukum
Pidana Anak, Bandung: Refika Aditama. h. 27
dari lingkungan sekitarnya. Jadi, tujuan dan 17
Ibid. h. 94

Volume 15, Nomor 1, April 2017 | http://jurnaledukasikemenag.org


This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) 115
A bdu l R ahman Ars yad

METODELOGI PENELITIAN hukum dengan berbagai kasus serta memiliki


kategori dan kapasitas yang berbeda,
Penelitian ini merupakan penelitian
diantaranya: Sarana dan prasasarana, SDM
kualitatif bermaksud untuk memahami
para pembina serta kondisi warga binaan
fenomena tentang apa yang dialami
pemasyarakatan (WBP) secara kuantitas.
oleh subjek.18 Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian adalah Secara kuantitas warga binaan
wawancara, observasi, telaah dokumen. pemasyarakatan terbilang lebih banyak di
Wawancara dilakukan untuk menghimpun lapas dibanding rutan, baik WBP dewasa dan
data yang terkait dengan komponen anak (pria dan wanita), sehingga pelaksanaan
pembinaan lewat Kepala LAPAS, Kepala Tata kegiatan pembinaan nampak ada perbedaan
Usaha, Kepala Seksi Pembina Keagamaan, dalam hal waktu dan kesempatan para
Guru atau Sipir, Narapidana Anak, Observasi pembina. Lokasi penelitian terbilang sangat
dilakukan untuk menghimpun data strategis, karena berdekatan dengan POLRES
terkait dengan pelaksanaan pembinaan dan KORAMIL sehingga memudahkan pihak
keagamaan anak di lingkungan LAPAS, MENKUMHAM dalam koordinasi apabila
sedangkan telaah dokumen dilakukan terjadi sesuatu.
untuk menghimpun data tertulis terkait Masing-masing lapas dan rutan memiliki
dengan jenis pembinaan keagamaan. Data pembina dengan berlatar belakang keilmuan
yang sifatnya kualitatif diperoleh dari hasil serta status yang berbeda pada aspek
wawancara dan studi dokumen dianalisis keagamaan dan keterampilan. Sedangkan
dengan teknik analisis kualitatif model yang terlibat langsung dalam pembinaan
interaktif yang secara simultan terdiri atas yaitu: petugas lapas/rutan, organisasi
tahapan, diantaranya: pengumpulan data, dan WBP. Adapun yang bertanggung
pengklasifikasiaan data, penyajian data, dan jawab langsung dalam pembinaan di lapas
penarikan simpulan/verifikasi.19 Penelitian dan rutan Abd. Rahman. S.Sos (Kasubsi
Pembinaan Keagamaan Anak di Lembaga Bimbingan Pemasyarakatan), Mansyur.
Pemasyarakatan dilaksanakan di Kab. S.Sos (Kasubsi Pelayanan Tahanan).
Bulukumba dan Bantaeng propinsi Sulawesi Secara kuantitas jumlah WBP yang
Selatan selama lima belas hari. sementara mengikuti pembinaan di
Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Kabupaten
HASIL DAN PEMBAHASAN Bulukumba relatif besar dibanding WBP
yang berada di Rumah Tahanan (rutan)
Setting Penelitian
Kabupaten Bantaeng. Adapun jumlah warga
Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten binaan pemasyarakatan lapas Bulukumba
Bantaeng merupakan wilayah bertetangga, adalah 315 (pria 296 dan wanita 19) dengan
masing-masing memiliki wadah atau warga binaan pemasyarakatan anak 3 orang
lembaga yang dapat membina para pelanggar dengan kasus yang berbeda; sedangkan
jumlah WBP rutan Bantaeng 115 (pria
18
Lexy J. Moleong. 2011. Metodologi Penelitian 113 dan wanita 2) dengan warga binaan
Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya. h. 6 pemasyarakatan anak 1 orang.
19
Ibid. h. 280

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan | http://jurnaledukasikemenag.org


116 This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DAN BANTAENG

Terkait dengan nomenklatur lapas bentuk pembinaan keagamaan, agar terbiasa


terlihat adanya perbedaan dengan rutan, menjaga dan mengetahui tujuan, fungsi dan
terutama pada aspek kuantitas, dalam manfaat pentingnya menjaga kebersihan.
melaksanakan kegiatan pembinaan Hal ini merupakan kegiatan rutin bagi
keagamaan diantaranya: 1) Bimpas Lapas WBP, dimana masing-masing blok memiliki
Bulukumba; 3 pegawai lapas bertanggung kordinator untuk bertanggungjawab agar
jawab dan dibantu 2 orang WBP; 2) lingkungan lapas/rutan selalu kelihatan
Pelayanan Rutan Bantaeng, 2 pegawai bersih. Kegiatan ini, adalah salah satu
rutan bertanggung jawab dan dibantu 1 kriteria yang dijadikan sebagai aturan/
orang WBP. Karena terbatasnya tenaga kebijakan yang dikeluarkan pihak lapas/
pengelola (pembina), sehingga pihak lapas/ rutan, untuk melihat dan menilai kondite
rutan memberdayakan WBP yang memiliki atau kondisi bagi WBP terkhusus masalah
kemampuan/kompetensi pada bidang kedisiplinan dalam menjaga kebersihan
keagamaan. setiap hari.
Implementasi pembinaan keagamaan
Pembinaan Keagamaan Lapas dan Rutan yang diterapkan rutan dan lapas terlihat
ada perbedaan dalam hal jadwal, misalnya:
Pembinaan Keagamaan
Rutan Bantaeng (rutin), sedangkan Lapas
Menurut Kasubsi Bimpas (Abd. Rahman, Bulukumba (dua kali seminggu). Adapun
S.Sos). Program pembinaan keagamaan yang waktu kegiatan berlangsung sejak pukul
diterapkan di lembaga pemasyarakatan dan 09.00-10.30 pagi dengan jenis kegiatan
rumah tahanan hanya terfokus pada fiqh pengajian (tadarrus) yang dilaksanakan
dan BTQ, sedangkan untuk pengkajian atau di masjid. Efektif dan efesisensinya suatu
siraman rohani terkadang dilakukan disela- kegiatan, maka pola yang diterapkan
sela kegiatan pengajian, jumatan serta di saat oleh pembina dan asisten pembina
memperingati hari besar Islam. Hal tersebut adalah secara berkelompok. Strategi
merupakan konsep utama yang dijadikan ini, selain memudahkan pembina dalam
sebagai acuan dalam merubah pola pikir dan mengevaluasi atau mengetahui sejauh mana
membentuk prilaku napi/tahanan menjadi perkembanganWBP dalam memahami BTQ.
lebih baik lagi. Pelaksanaan pembinaan
Polarisasi yang dikembangkan
diaplikasikan secara integrasi dengan cara
lapas Bulukumba dan rutan Bantaeng
terpisah antara napi/tahanan perempuan
adalah pengkaderan. Pola pengkaderan
dan laki-laki. Hal tersebut dilakukan untuk
diterapkan, karena adanya keterbatasan
mengefektifkan dan mengefesiensikan
yang dimiliki, misalnya: minimnya tenaga
para pembina dalam melangsungkan suatu
(pengelola) pembina dan sumber daya
kegiatan keagamaan.
manusia (SDM). Selain itu, bagi WBP yang
Sebelum melangsungkan kegiatan, mememiliki pengetahuan atau kemampuan
terlebih dahulu WBP diwajibkan di bidang tersebut dapat berkontribusi atau
membersihkan semua ruang dan lorong membantu pembina dalam melangsungkan
(lingkungan) lapas/rutan. Selain aturan aktivitas sehari-hari yang terkait dengan
lapas/rutan, juga merupakan salah satu kegiatan BTQ.

Volume 15, Nomor 1, April 2017 | http://jurnaledukasikemenag.org


This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) 117
A bdu l R ahman Ars yad

Menurut Mansyur. S.Sos (Kasubsi Pembelajaran dasar (pengenalan huruf)


Pelayanan) dan H. Saharuddin (WBP) rutan memerlukan waktu yang relatif tidak
Bantaeng, mengapa pembinaan keagamaan singkat, sehingga dituntut kesabaran bagi
dilaksanakan secara rutin. Karena ini para pembina (pengajar) dalam memberikan
momentum yang tepat dalam memberikan materi. Karena tidak semua WBP memiliki
pencerahan dan pengenalan bagi WBP agar kemampuan yang sama begitupun dengan
dapat membentuk mentalitas dan moral para pembina dalam penguasaan metode
serta yang tak kalah pentingnya adalah pembelajaran.
setelah bebas, mereka dapat mengabdikan Pembelajaran dilakukan secara
dirinya dan bisa kembali menyatu di tengah- integrasi, karena adanya keterbatasan yang
tengah masyarakat khusunya pada keluarga. dimiliki pihak lapas/rutan, terutama pada
Pembinaan salat yang dimaksud di sini aspek tenaga (pembina) dan SDM. Sehingga
adalah semua usaha yang ditujukan untuk pembinaan kegamaan belum berjalan
memperbaiki dan meningkatkan akhlak secara optimal, tetapi hak tersebut, tidak
(budi pekerti) warga binaan pemasyarakatan mengurangi semangat dalam melaksanakan
serta memberi bekal kepada mereka tentang kegiatan secara rutin.
ajaran-ajaran Islam sebagai pengendali Menurut WBP Lapas Bulukumba (Anto
sikap dan tingkah laku warga binaan baik dan Haris), dengan adanya program BTQ
selama di dalam maupun setelah keluar yang diterapkan di lapas, ini merupakan
dari lembaga pemasyarakatan, karena salat salah satu aspek yang dapat membantu
merupakan tolok ukur budi pekerti warga bagi warga binaan pemasyarakatan dalam
binaan. Pembinaan salat di sini terdiri dari pengenalan lebih fokus terhadap kitab
dua kegiatan, yaitu: 1) kegiatan utama suci Islam, yaitu: Al-Qur’an. Dampak dari
yang meliputi pembinaan salat, 2) kegiatan program tersebut, terlihat sangat direspon
pendukung meliputi, pengajian/siraman warga binaan, misalnya: masing-masing
rohani, pengajaran BTQ, dan peringatan WBP memiliki Iqra dan Qur’an, serius
Hari Besar Islam. dalam mengikuti pembelajaran, dan saling
Ada beberapa jenis kegiatan pembinaan membantu sesama warga binaan, serta
keagamaan yang dikembangkan, kepedulian yang tinggi dalam pengadaan
diantaranya: iqra dan Qur’an (inisiatif) melalui iuran.
a) Baca Tulis Qur’an (BTQ), Kegiatan b) Fiqh, Maka pembinaan salat bagi warga
BTQ, merupakan program dalam pembinaan binaan pemasyarakatan bertujuan untuk
keagamaan yang harus diikuti oleh semua memberi bekal agar mereka hidup sesuai
warga binaan, karena ini merupakan dengan ajaran Islam dan mau menjalankan
aturan/kebijakan pihak lapas/rutan, perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya
sehingga BTQ diwajibkan bagi semua WBP untuk memperoleh ketenagan, ketentraman
untuk ikut secara rutin. Dengan alasan, agar dan kebahagiaan jiwa sehingga akan
dapat cepat mengenal huruf hijaiyyah dan menghindarkan dari perbuatan keji dan
membaca dengan baik (tajwid). mungkar.

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan | http://jurnaledukasikemenag.org


118 This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DAN BANTAENG

Arah dari pembinaan salat terhadap pemasyarakat dapat mengenal lebih jauh
warga binaan pemasyarakatan bukan dan bisa diaplikasikan sehari-hari.
mengajarkan salat secara ritual akan tetapi Pada prinsipnya, bagaimana warga
lebih kepada mengajarkan salat secara binaan pemasyarakatan sudah terbiasa
aktual, yaitu: bagaimana sebenarnya melaksanakan ibadah (fardhu dan sunnah)
hakikat dan fungsi salat dalam kehidupan baik secara individu maupun berjamaah.
sehari-hari. Karena tujuan pembinaan Sedangkan yang menjadi pengelola masjid
salat yang sesungguhnya adalah warga dan imam rawatib dipercayakan kepada
binaan pemasyarakatan lebih mendekatkan WBP. Sehingga untuk dapat mengetahui
diri kepada Allah SWT sehingga akan tingkat kemampuan dalam penguasaan
mengendalikan sikap dan perbuatan mereka bacaan salat dan do’a, hanya dapat dilihat
selama menjalani hidup. pada imam. Karena, yang dipercayakan
Kegiatan ini, tidak hanya sebatas teori menjadi imam rawatib, hanya 2 orang saja
atau pemahaman yang diberikan oleh (Anto dan Haris).
pembina, tetapi bagaimana warga binaan Menurut Asri (pembina), Kaderisasi
pemasyarakat dapat mengaplikasikan imam sangat penting dikembangkan, karena
sehari-hari. Adapun yang diperkuat pada ini merupakan program jangka panjang.
pembinaan ini adalah: Memperkenalkan Sehingga pihak pembina, memprogramkan
jenis-jenis salat (wajib dan sunnah), tata kaderisasi tertsebut. Ada beberapa kriteria
cara berudhu dan salat, bacaan salat dan dalam pengkaderisasian imam, diantaranya:
do’a, serta pengkaderan Imam. melihat kepribadian (sifat dan perilaku
Pengenalan salat tidak hanya sebatas keseharian WBP di lingkungan lapas/rutan,
untuk diketahui, tetapi yang terpenting penguasaan bacaan/do’a salat (fardhu
bagaimana bisa mengaplikasikan. dan sunnah), dan kepedulian terhadap
Pelaksanaan salat sunnah Duha, sebagian kemasjidan. Hal tersebut, yang dijadikan
besar warga binaan pemasyarakatan sudah sebagai acuan pedoman yang diterapkan
melaksanakan secara rutin sebelum memulai pihak lapas/rutan dalam kaderisasi imam.
pembelajaran BTQ, begitupun sebelum dan Pihak lapas/rutan sampai sekarang
sesudah melaksanakan salat fardhu. Materi- berupaya mewujudkan kaderisasi
materi salat yang telah didapatkan, sudah imam, agar kegiatan kemasjidan (salat
dapat diaplikasikan (praktek) sesuai waktu. berjamaah) dapat terimplemtasikan setiap
Etika dalam pelaksanaan berwudhu hari. Pihak lapas/rutan mengeluarkan
sudah nampak terlihat, misalnya: terstruktur aturan/kebijakan dalam pelaksanaan
dalam membasuh, budaya antri dan tidak salat berjamaah, yaitu: warga binaan
tergesa-gesa dalam berwudhu, bahkan para pemasyarakatan tidak semua bisa salat
WBP membersihkan diri (mandi) sebelum berjamaah di masjid, ini dikarenakan faktor
melaksanakan salat Jum’at. Tujuan pihak keamanan. Sehingga hanya salat (duhur dan
lapas/rutan memberikan pembinaan ashar) yang diperbolehkan seluruh WBP
keagamaan (fiqh), agar warga binaan melaksanakan secara berjamaah di masjid.
Untuk sahalat subuh, magrib dan isya yang

Volume 15, Nomor 1, April 2017 | http://jurnaledukasikemenag.org


This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) 119
A bdu l R ahman Ars yad

bisa melaksanakan salat berjamaah bagi WBP perilaku warga binaan pemasyarakatan
yang memiliki kondite baik, diantaranya: serta merupakan momentum yang tepat
Blok koki dan punya kontribusi di lapas/ bagi pihak pemerintah (Kementerian Agama
rutan (membantu tugas-tugas pembina) dan Kemhumkam) dalam mengembangkan
dengan jumlah yang tidak banyak, yaitu: kegiatan tersebut.
kurang lebih 21 orang saja. Pengembangan pembinaan keagamaan
c) Pengkajian/Siraman Rohani, yang diimplementasikan pihak Menhunkam
Pengertian bimbingan secara luas adalah (lapas/rutan) selama ini, masih dalam
suatu proses pemberian bantuan secara taraf dasar, yaitu: pengenalan huruf
terus menerus dan sistimatis kepada hijaiyah dan hafalan do’a salat, sehingga
individu dalam memecahkan masalah yang masih memerlukan referensi-referensi
dihadapinya, agar tercapai kemampuan yang terkait dengan keagamaan dalam
untuk memahami dirinya, mampu mengoptimalisasikan pembinaan
untuk mengarahkan dirinya dan mampu keagamaan khususnya. Karena, warga
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, binaan pemasyarakatan bervariatif dalam
baik dalam keluarga maupun masyarakat.20 hal keilmuan agama yang dimiliki, baik
Kegiatan pengkajian yang dilakukan dalam hal usia, kasus, maupun karakter.
pihak lapas/rutan hanya pada tataran Adapun narasumber/uztadz yang
permukaan (dasar) saja. Misalnya: biasa memberikan pencerahan/pengkajian
pengenalan huruf hijaiyah (mengaji) keagamaan terkadang kurang maksimal
dan hafalan do’a salat, pada prinsipnya dalam menyampaikan/memberikan materi.
bagaimana materi keagamaan bisa Terlepas masalah waktu, pengalaman (jam
memberikan pencerahan bagi WBP yang terbang) dan materi yang disampaikan.
sifatnya masalah kebaikan. Ada perbedaan Seyogyanya, para narasumber/uztadz
pembinaan keagamaan antara pembelajaran memiliki latar belakang yang spesifik
BTQ dengan pengkajian, dimana waktu pada bidang ilmunya serta materi-materi
pengkajian terkadang hanya dikondisikan kegamaan yang disampaikan mudah dicerna,
disela-sela pembelajaran BTQ. Sehingga, dipahami, serta bisa langsung diaplikasikan
warga binaan pemasyarakatan minim oleh warga binaan pemasyarakatan.
dalam menyerap pengetahuan dan wawasan Peran penyuluh agama (Kementerian
keagamaan (pemahaman). Agama) sangat-sangat dibutuhkan dalam
Pencerahan wawasan keagamaan memberikan pencerahaan di lapas/rutan. Ini
terkadang didapatkan lewat khutbah Jum’at merupakan momentum bagi Kementerian
dan peringatan Hari Besar Islam saja, itupun Agama dalam memberikan kontribusi
dengan durasi sangat singkat. Pencerahan keagamaan terhadapa masyarakat,
hal semacam ini merupakan salah satu pilar khususnya warga binaan pemamasyarakatan
atau kekuatan guna merubah pola pikir dan di lapas/rutan. Terlepas dari tupoksi
Kementerian Agama dalam pelayanan
keagamaan terhadap masyarakat, juga bisa
20
Khoirul Umam dan A. Achyar Aminudin. 1998.
Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung. CV. Pustaka memenuhi kebutuhan para penyuluh agama
Setia. h. 12 (angka kredit).

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan | http://jurnaledukasikemenag.org


120 This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DAN BANTAENG

Dampak Prilaku Warga Binaan tersebut bisa dijadikan sebagai pedoman


Pemasyarakatan dalam pembinaan keagamaan sehari-hari.
Secara kuantitas jumlah warga binaan Secara garis besar; pihak lapas/rutan
pemasyarakatan di lapas Bulukumba dan yang dijadikan sebagai keharusan bagi warga
rutan Bantaeng relatif kecil dibanding binaan pemasyarakatan bisa bersyahadat
dengan warga binaan pemasyarakatan yang dengan benar, melaksanakan salat, dan
ada di lapas/rutan Kabupaten/Kota yang membaca Qur’an (mengaji) dengan benar.
tersebar di Propinsi Sulawesi Selatan. Tetapi, Untuk mengetehaui perubahan WBP secara
dalam hal pembinaan tidak melihat dari keseluruhan setelah mengikuti kegiatan
aspek kuantitas (usia dan kasus). Karena, pembinaan keagamaan, hanya dapat
bukan jumlah yang akan dirubah, melainkan dilihat pada aspek salat dan BTQ. Karena,
bagimana perubahan perilaku, pola pikir ini merupakan kegiatan rutin yang diikuti
dan moral warga binaan pemasyarakatan oleh semua warga binaan, sehingga nampak
bisa lebih baik setelah menjalani masa terlihat aktivitas ibadah sehari-hari.
pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Dari hasil evaluasi pihak pembina, belum
Kewajiban para warga binaan semua warga binaan pemasyarakatan dapat
pemasyarakatan dalam mengikuti kegiatan diberikan kepercayaan dalam memberikan
pembinaan keagamaan, dimulai saat kontribusi di lingkungan lapas/rutan,
berstatus WBP tanpa melihat usia, kasus, diantaranya: pengelola kemasjidan (Imam,
dan jenis hukuman yang divoniskan. Muadzin, dan Mengajar BTQ). Dari 300 an
Kebijakan yang dikeluarkan pihak lapas/ WBP, terdapat dua orang (Anto dan Haris)
rutan, yaitu: 1) Langkah awal para WBP yang dipercayakan mendampingi BIMPAS
diharuskan bisa mengucapkan dua kalimat dalam memberikan pembinaan keagamaan,
syahadat; 2) Mengikuti pembelajaran BTQ; terkhusus dalam pelaksanaan salat
3) Melaksanakan salat (fardhu dan sunnah) berjamaah (imam). Namun, yang bertidak
setiap hari; dan 4) Mengikuti kegiatan- sebagai muadzin tidak ada penetapan,
kegiatan pengkajian/siraman rohani; serta tergantung dari kesiapan dari salah satu
5) Pembinaan lainnya yang terkait dengan WBP.
pembinaan mental dan akhlak. Pelaksanaan salat zuhur dan asar secara
Berdasarkan jenis kebijakan yang berjamaah, terkadang kapasitas masjid tidak
dikeluarkan pihak lapas/rutan dalam dapat menampun jamaah, sehingga sebagian
hal pembinaan keagamaan di atas, para melaksanakan di ruang/blok masing-
warga binaan pemasyarakatan harus masing. Beda halnya pelaksanaan salat
bisa mengikuti kegiatan tersebut. Karena berjamaah pada magrib, isya dan subuh,
minimnya pengetahuan agama yang dimiliki tidak semua WBP dapat melaksanakan salat
seseorang, sehingga mudah terjerumus berjamaah di masjid. Ini merupakan aturan
ke arah yang negatif. Maka, dengan lapas/rutan dalam hal mengantisipasi
konsep ini yang dijadikan sebagai pilar, kaburnya warga binaan pemasyarakatan.
guna memperbaiki perilaku, mental, dan Antusias warga binaan terlihat
moral para warga binaan pemasyarakatan. saat adzan dikumandangkan, semua
Walaupun sifatnya mendasar, tetapi konsep

Volume 15, Nomor 1, April 2017 | http://jurnaledukasikemenag.org


This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) 121
A bdu l R ahman Ars yad

meninggalkan aktifitasnya dan bergegas terutama dalam mengoprasionalisasikan


menuju ke masjid untuk melaksanakan salat kegiatan keagamaan.
berjamaah tanpa diperintah (diumumkan),
begitupun dengan pelaksanaan Pendukung dan Penghambat Pembinaan
pembelajaran BTQ, masing-masing warga
binaan membawa Iqra, Qur’an. Sebelum Eksistensi kegiatan keagamaan dapat
melaksanakan pembelajaran BTQ, berjalan secara efektif dan efesiensi,
sebahagian besar WBP melaksanakan salat apabila ditunjang dengan saranan dan
sunnah (du’ha). Pembiasan-pembiasan prasarana. Kepemilikan sarana dan
yang dilakukan oleh warga binaan dalam prasarana di lembaga pemasyarakatan dan
melaksanakan ibadah, tidak terlepas dari rumah tahanan terlihat ada perbedaan,
ketauladanan para pembina. Begitupun diantaranya: ruang belajar, fasilitas, dan
halnya, bagi WBP yang dipercayakan para kuantitas (pengelola), serta yang tak kalah
ruang-ruang lain dalam memberikan pentingnya adalah sumber daya manusia
kontribusi kepada pihak lapas/rutan dalam (SDM) pembina keagamaan.
hal pelayanan dan administrasi. Peran organisasi keagamaan (wahdah)
Tidak semua warga binaan dan Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah
pemasyarakatan diberikan kesempatan Tahanan memiliki kepedulian yang
untuk diperbantukan dalam melayani tinggi dalam memberikan bimbingan
warga binaan pemasyarakatan dan BIMPAS serta didukung oleh warga binaan
setiap hari, misalnya: koki, adminstrasi, pemasyarakatan dalam mengikuti kegiatan
kemasjidan, kebersihan di luar dan dalam tersebut. Begitupun dengan Kementerian
lapas/rutan. Menurut Kepala Seksi Bimpas Agama (penyuluh agama) pernah
(Abd. Rahman, S.Sos), keterlibatan WBP memberikan pembinaan sampai 2008 – 2009.
dalam berkontribusi dilingkungan lapas/ Sehingga, kegiatan pembinaan keagamaan
rutan, harus memiliki memenuhi kriteria, masih diimplementasikan sampai sekarang.
diantaranya: rajin beribadah, santun dalam Ruang pembelajaran telah disiapkan
berkomunikasi, dan taat dalam aturan. oleh pihak lapas/rutan, walaupun dengan
Ada beberapa contoh perubahan kapasitas yang terbatas, tetapi tidak
terhadap warga binaan pemasyarakatan mengurangi nilai kegiatan dan semangat
selama mengikuti kegiatan pembinaan, pembina dalam memberikan bimbingan.
terutama dalam hal ibadah, diantaranya: Terutama pada kegiatan BTQ, dimana
Dandu (WBP) berusia 16 tahun dengan para warga binaan telah mempersiapkan
kasus pembunuhan, setelah menjalani atau memiliki Iqra dan Qur’an, sehingga
masa pembinaan sudah rutin melaksanakan memudahkan dalam melangsungkan
salat fardhu, sebelumnya tidak pernah kegiatan pembelajaran. Disamping, para
malaksanakan salat. Begitupun halnya WBP memiliki inisiatif dalam pengadaan
dengan WBP (Anto, Haris, H. Saharuddin) Qur’an (nyumbang) atas dasar kemauan
sejak keberadaan mereka, pihak Bimpas sendiri, tanpa ada tekanan dari pihak
dan Pelayanan lapas/rutan sangat terbantu, Bimpas.

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan | http://jurnaledukasikemenag.org


122 This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DAN BANTAENG

Menurut H. Saharuddin (WBP) rutan Sumber referensi masih didominasi


Bantaeng, kegiatan pembinaan keagamaan dari buku-buku ilmu pengetahuan umum
dapat eksis atau berkesinambungan (keterampilan). Sedangkan untuk buku-
apabila metode yang digunakan adalah buku agama terbilang belum ada, begitupun
metode asistensi. Metode tersebut dapat halnya dengan Iqra dan Qur’an terkadang
menghasilkan kaderisasi dan memudahkan pengadaannya dari inisiatif warga binaan
bagi pihak (pembina) dalam mengaplikasikan pemasyarakatan sendiri.
secara rutin kegiatan bimbingan. Misalnya: Para pengelola (Bimpas dan
mengevaluasi kompetensi WBP, baik dari Pelayanan), masih bertumpuh pada
aspek keilmuan yang dimiliki maupun dari Organisasi Keagamaan, Pembina lapas/
aspek perilaku (kepribadian) yang dimilki rutan, dan warga binaan pemasyarakatan
bagi warga binaan. Tak kalah pentingnya yang memiliki keilmuan (kompetensi)
adalah para pembina memaksimalkan diri keagamaan. Itupun, tidak semua memiliki
dalam memperlihatkan ketauladananya ilmu pengetahuan yang didapatkan secara
dalam berkomunikasi (interaksi), berperilaku akademik. Pada prinsipnya, bagaimana
sehari-hari saat memberikan bimbingan warga binaan pemasyarakatan bisa
baik didalam maupun di luar ruang mendapatkan pencerahan dan pemahaman
kegiatan. Hal ini dilakukan dengan alasan, keagamaan dalam bentuk baca tulis Qur’an,
karena WBP bukan orang jahat, tetapi orang salat berjamaah, serta dapat merubah pola
yang masih kabur dalam memahami ilmu pikir dan tingkah laku dengan baik.
agama. Sehingga, diperlukan pembiasan- Pengembangan pembinaan keagamaan
pembiasaan yang sifatnya baik, agar kelak belum dikelola secara profesional, karena
mereka dapat mengaktualisasikan setelah terjadi kefakuman antara pihak lapas/rutan
menyelesaikan masa pembinaannya. dengan Kementerian Agama (penyuluh
Pelaksanaan pembinaan keagamaan agama) dalam mensinergikan pembinaan
berjalan secara alami, karena adanya keagamaan, baik dalam pemenuhan fasilitas
keterbatasan yang dimiliki pihak lapas/ maupun penempatan tenaga (pengelola)
rutan, diantaranya: a) Kapasitas ruang yang belum relevan dengan profesi sebagai
kegiatan; b) Reverensi (buku-buku agama, pembina keagamaan.
Iqra, dan Qur’an); c) Tenaga (pengelola)
memiliki ilmu yang tidak linear dengan
PENUTUP
tupoksinya; dan d) Minimnya SDM.
Pemenuhan ruang dan fasilitas kegiatan Pelaksanaan pembinaan keagamaan
pembinaan belum terkategori layak, karena diaktualisasikan secara integrasi, dengan
kegiatan pembinaan masih dilaksanakan metode asistensi (pengkaderan). Karena,
secara integrasi dalam satu ruang. Sehingga, minimnya tenaga pengelola yang memiliki
optimalisasi kegiatan belum dapat berjalan SDM dan latar belakang pendidikan
secara maksimal. Efektifitas dan efesiensinya pengelola (pembina) tidak linear dengan
suatu kegiatan pembinaan, selayaknya tupoksi. Sehingga pembinaan keagamaan
para warga binaan pemasyarakatan belum berjalan secara optimal. Penggunaan
dikelompokkan berdasarkan usia dan kasus. metode pembinaan masih dalam bentuk

Volume 15, Nomor 1, April 2017 | http://jurnaledukasikemenag.org


This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) 123
A bdu l R ahman Ars yad

manual (alami) dan terbatasnya media ini, terutama pada kalangan responden/
pembelajaran yang dijadikan sebagai informan (Kementrian Agama Kabupaten
rujukan/pedoman, dalam melangsungkan Bulukumba dan Bantaeng, serta LAPAS
kegiatan pembinaan, diantaranya: buku dan RUTAN). Semoga laporan penelitian
bacaan agama, Iqra, dan Qur’an. Secara ini, bisa dijadikan sebagai sumber data
signifikan dampak pembinaan kegamaan dan informasi, terkhusus pada pemangku
terhadap warga binaan pemasyarakatan kebijakan Kementerian Agama RI.
dapat dilihat pada tataran implementasi
baca tulis qur’an (BTQ) dan melaksanakan DAFTAR PUSTAKA
salat secara berjamaah (fiqh). Karena,
ini merupakan ketetapan pihak lapas/
A. Nasir, Sahilun (1999): Ilmu Dakwah.
rutan dalam mengaktualisasikan kegiatan
Jember, STAIN Press.
pembinaan keagamaan (Bimas dan
Pelayanan). Alwi, Hasan (2002): Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta, Balai Pustaka.
Beberapa rekomendasi yaitu: diharapkan
pemerintah terkait (Kementerian Agama, (2007): Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta, Balai Pustaka
Kemenhumkam, Pemda) agar bisa
lebih meningkatkan sinergisitas dalam Anwar (2007): Bimbingan dan Konseling Islam
membangun komunikasi serta selektif (Teori dan Praktek), Semarang, Cipta
dalam merekrut dan menempatkan tenaga Prima Nusantara.
penyuluh berdasar pada latar belakang Dipraja, R. Achmad S. Soema dan
pendidikan. Pemenuhan fasilitas pembinaan Romli Atmasasmita (1979): Sistem
keagamaan (media) pembelajaran sangat Pemasyarakatan Di Indonesia. Bandung,
Percetakan Ekonomi.
penting, dalam mewujudkan eksistensinya
kegiatan pembinaan. Sehingga, diperlukan Faqih, Ainurrahim (2000): Dasar-Dasar
adanya kerjasama antara pihak Menhumkan Bimbingan Dan Konseling Islami.
dengan lembaga/instansi terkait dalam Yogyakarta, UII Press
pengadaan yang berdasar pada kebutuhan Gunakaya, A.Widiada (1988): Sejarah Dan
warga binaan pemasyarakatan. Konsepsi Pemasyarakatan. Bandung,
Armico.
Pengembangan pembinaan keagamaan
diperlukan adanya inovasi dan kreatifitas Hellen (2002): Bimbingan dan Konseling,
pihak pembina. Sehingga pemahaman, Jakarta, Ciputat Press.
pengetahuan, dan wawasan keagamaan Jalaluddin (1996): Psikologi Agama. Pengaruh
warga binaan pemasyarakatan tidak hanya Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan.
terfokus pada dua aspek saja. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada
Kafie, Jamaluddin (1993): Psikologi Dakwah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Surabaya, Indah Press
Khoirul Umam dan A. Achyar Aminudin
Penulis menghaturkan banyak terima (1998): Bimbingan Dan Penyuluhan.
kasih kepada Balai Litbang Agama Makassar Bandung, CV. Pustaka Setia.
yang ikut berkontribusi pada penelitian

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan | http://jurnaledukasikemenag.org


124 This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DAN BANTAENG

Moleong, Lexy J (2011): Metodologi Penelitian Print, Darwan (2003): Hukum Anak Indonesia.
Kualitatif. Bandung, PT. Rosdakarya Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.
Muidin, Gultom (2008): Perbandingan Hukum Priyatno, Dwidja (2006): Pidana Penjara di
Terhadap Anak Dalam Sistim Peradilan Indonesia. Bandung, Refika Aditama.
Pidana Anak di Indonesia, Jakarta, Refika Sri, Sutatiek (2013): Rekontruksi Sistem Sanksi
Aditama. Dalam Hukum Pidana Anak Indonesia.
Panjaitan, Petrus Irwan dan Simonangkis, Yoyakarta, Aswojo Pressindo.
Pandapotan (1995): Lembaga Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012,
Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem tentang Sistem Peradilan Anak
Peradilan Pidana. Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2012,
tentang Perlindungan Anak Dalam Rangka
---------, Pasal 1 Undang-Undang Republik Meningkatkan Efektifitas Penyelenggaraan
Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Perlindungan Anak
Tentang Pemasyarakatan, Redaksi
Sinar Grafika Wagiati Soetedjo dan Melani (2013): Hukum
Pidana Anak. Bandung, Refika Aditama).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat Waluyo, Bambang (2000): Pidana dan
dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Pemidanaan. Jakarta, Sinar Grafika.
Binaan Pemasyarakatan
Poernomo, Bambang (1986): Pelaksanaan
Pidana Penjara dengan Sistem
Pemasyarakatan.Yogyakarta, Liberty.

Volume 15, Nomor 1, April 2017 | http://jurnaledukasikemenag.org


This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) 125

Potrebbero piacerti anche