Sei sulla pagina 1di 14

KAWISTARA

VOLUME 7 No. 1, 22 April 2017 Halaman 1-114

PEMBERDAYAAN PRANATA SOSIAL MELALUI


KOMUNIKASI LINGKUNGAN: MENAKAR PELIBATAN PERAN
PEREMPUAN DALAM MITIGASI BANJIR CITARUM

Iriana Bakti, Hanny Hafiar, Heru Riyanto Budiana, dan Lilis Puspitasari
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
Email: irianabaktipr@gmail.com

ABSTRACT
The study is titled implementation of environmental communication based on the social institution
in coping with the flood in the Citarum Watershed Upstream. Citarum river pollution and silting are
currently in a state of particular caused by forest encroachment in the upstream, land use, household
waste, animal husbandry, industry, offices, etc, so when the rainy season caused the occurrence of
floods. In addition, these conditions have resulted in water quality being unfit to be utilized, both for
drinking water, washing, bathing, irrigation for agriculture and so on. The actuator environment seeks
to restore the Citarum Watershed upstream conditions by building public awareness so they may
want to change their attitudes and behavior, one of them by not disposing of waste into the river. The
selected communities are those that are incorporated in a social institution in the region. The purpose
of the research is to find out about the types of institution, the reason for utilizing the institution, and
the role of the environment actuator communication in a social institution. The methods used in this
research is descriptive with qualitative data to describe the various realities of communication activities
related to the environment by leveraging social institution in coping with the disaster of the flood in
the area of Citarum Watershed Upstream. Research results showed in the region there are four types
of institutions, namely the institution of religious, economic, agricultural and social. Institution related
to religious activity is Majlis Ta’lim (the place of informal Islamic teaching and education), institution
related to the activity of the economy is an arisan (regular social gathering), institution related to social
activity is the PKK (Family Welfare Guidance), and institution related to the agricultural activity is The
Association of Farmers Group (Gapoktan). The reason for the environment actuator utilizing social
institution are as the entrance (access) to carry out flood mitigation program, already familiar, easy to
invited to cooperate and to expand the network. The role of the environment actuator in the institution
as a communicator and facilitator in conducting dissemination of information and training of waste
utilization to the members of the institutions.

Keywords: Citarum Watershed Upstream; Contamination; Environment actuator; Environment


communication; Social institution; .

ABSTRAK
Pencemaran dan pendangkalan sungai Citarum saat ini sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan
oleh perambahan hutan di hulu sungai, alih fungsi lahan, limbah rumah tangga, peternakan, industri,
perkantoran, dan sebagainya, sehingga ketika musim hujan menyebabkan banjir. Selain itu, kondisi
ini mengakibatkan kualitas air menjadi tidak layak untuk dimanfaatkan, baik untuk air minum,
cuci, mandi, pengairan untuk keperluan pertanian dan sebagainya. Penggiat lingkungan berupaya
untuk memulihkan kondisi DAS Citarum hulu dengan membangun kesadaran agar masyarakat
mau mengubah sikap dan perilakunya. Salah satunya dengan tidak membuang sampah ke sungai.
Masyarakat yang dipilih untuk diberdayakan oleh penggiat lingkungan adalah mereka yang tergabung

94
Iriana Bakti -- Pemberdayaan Pranata Sosial melalui Komunikasi Lingkungan:
Menakar Pelibatan Peran Perempuan dalam Mitigasi Banjir Citarum

dalam pranata sosial yang melibatkan perempuan Penduduk yang tinggal di DAS Citarum
di wilayah Citarum Hulu. Oleh karena itu, lebih dari 15 juta orang dimana sebagian
tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui; orang menggantungkan hidupnya dari sungai
jenis pranata, alasan pemanfaatan pranata, tersebut, sehingga sering menimbulkan masalah
dan peran komunikasi penggiat lingkungan
yang kompleks. Penduduk yang tinggal di DAS
dalam pranata sosial yang melibatkan peran
perempuan. Metode yang digunakan dalam
citarum ini sering menjadi korban banjir pada
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif untuk musim hujan dan kekeringan pada musim
menggambarkan berbagai realitas yang berkaitan kemarau, serta menjadi korban pencemaran
dengan aktivitas komunikasi lingkungan dalam limbah, baik limbah rumah tangga maupun
menanggulangi bencana banjir di wilayah DAS limbah industri terutama industri tekstil.
Citarum Hulu. Hasil penelitian menunjukan di Terjadinya bencana banjir, bukan
wilayah tersebut terdapat empat jenis pranata, hanya persoalan tingginya curah hujan
yaitu pranata yang berkaitan dengan aktivitas dan pendangkalan sungai citarum, tetapi
keagamaan meliputi Majelis Ta’lim; pranata yang menyangkut kebijakan pembangunan yang
terkait aktivitas perekonomian adalah kelompok
lebih mengedepankan sektor ekonomi,
arisan; pranata yang berkaitan dengan aktivitas
sosial adalah PKK; dan pranata yang terlibat
sedangkan peran ekologi dan sosial
dalam aktivitas pertanian adalah gabungan dikesampingkan. Selain itu upaya penyelesaian
kelompok tani (Gapoktan). Alasan penggiat bencana banjir tidak selalu harus dilakukan
lingkungan memanfaatkan pranata sosial yang dengan cara pendekatan teknis penuh, tetapi
melibatkan perempuan adalah sebagai jalan juga harus melibatkan lintas sektoral dengan
masuk (akses) untuk melaksanakan program mempertimbangkan peran sosial dan adaptasi
penanggulangan bencana banjir, sudah kenal, lingkungan.
mudah diajak kerjasama, dan memperluas Lingkungan DAS Citarum Hulu saat
jaringan. Peran penggiat lingkungan di dalam ini kondisinya sangat memprihatinkan,
pranata tersebut adalah sebagai komunikator dan
karena kualitas sungainya sudah tidak layak
fasilitator dalam mendiseminasikan informasi
serta pelatihan pemanfaatan limbah kepada para
dikonsumsi untuk kebutuhan rumahtangga,
anggota pranata tersebut. baik untuk minum, mandi, maupun untuk
mencuci. Hal ini disebabkan oleh pencemaran
Kata Kunci: Bencana banjir; DAS Citarum Hulu; yang bersumber dari limbah rumah tangga,
Komunikasi lingkungan; Penggiat lingkungan; industri, perkantoran, dan sebagainya.
Pranata sosial; . Hal lain yang juga dapat dikemukakan
berkaitan dengan limbah tersebut adalah
PENGANTAR dikutip dari http/lifestyle.kompasiana.com/
Banjir merupakan salah satu bencana alam urban/2011/04/26/citarum-polutan-dan
yang sering melanda beberapa wilayah di Jawa kehidupan:
Barat yang disebabkan oleh meluapnya sungai
yang tidak dapat menampung debit air hujan. “Data yang tersaji dalam Citarum Fact Sheet
Salah satu sungai yang jadi penyebab banjir tiap per 22 Maret 2010 memaparkan bahwa polutan
terbesar sungai citarum adalah limbah domestik
tahun adalah Citarum yang mengalir dari hulu rumah tangga. Porsi buangan bahan organik
Cisanti sampai ke wilayah karawang. Sungai itu bisa mencapai 60 persen, lainnya 30 persen
Citarum sebenarnya memiliki nilai startegis, limbah asal industri, sisanya berasal dari
karena selain menjadi pemasok air untuk pertanian dan peternakan”.
tenaga listrik bagi Pulau Jawa dan Bali, juga
menyediakan air untuk persawahan sampai Untuk menanggulangi bencana banjir
wilayah Pantura, dan pemasok air bersih bagi tersebut, diperlukan upaya yang keras dan
ibu kota. Namun demikian, sungai citarum terencana, serta berkesinambungan karena
menjadi sangat rawan bencana terutama penurunan kualitas air sungai Citarum telah
ketika musim hujan airnya cepat meluap ke merata mulai dari hulu hingga hilir. Para
permukaan dan menimbulkan bencana banjir. stakeholder bekerja keras sama melakukan
aktivitas komunikasi lingkungan, seperti

95
Kawistara, Vol. 7, No. 1, 22 April 2017: 94-107

penyuluhan/pelatihan, maupun memberikan pengetahuan tentang masalah lingkungan


advokasi lingkungan kepada masyarakat yang akibat hambatan komunikasi yang sering
berdomisili di wilayah tersebut. terjadi.
Salah satu stakeholders yang peduli terha­
dap penanggulangan bencana banjir Citarum “Communicators do not just interact with others
and with sosial objects, they also communicate
adalah para penggiat lingkungan yang dalam with themselves. Communicators undertake self
kegiatannya memanfaatkan pranata sosial conversations as part of the process of interacting:
di wilayah tersebut. Pranata sosial tersebut we talk to ourselves, have conversation with our
mencerminkan bagaimana masyarakat hidup minds in order to make distinctions among things
dan berinteraksi dengan orang lain (penggiat and people”. (Littlejohn and Foss, 2008:83)
lingkungan dan tetangganya), sehingga dapat
Pemanfaatan pranata sosial oleh
memudahkan penggiat lingkungan masuk dan
penggiat lingkungan dalam memulihan DAS
melakukan aktivitasnya dalam pemulihan DAS
Citarum Hulu merupakan kesepahaman,
Citaum Hulu tersebut. Berdasarkan kondisi
dan kesepakatan bersama diantara penggiat
sungai Citarum tersebut, penulis tertarik untuk
lingkungan dengan masyarakat, yang didasari
melakukan penelitian tentang implementasi
keleluasan memasuki pranata-praata sosial
komunikasi lingkungan berbasis pranata sosial
di wilayah tersebut sebagai modal sosial
dalam penanggulangan bencana banjir di DAS
dalam mendukung tindakan bersama untuk
Citarum Hulu.
kepentingan bersama yaitu memulihkan DAS
Komunikasi lingkungan sebagai strategi
Citarum Hulu.
komunikasi dan/atau konsep aturan sehingga
Pranata/kelembagaan di wilayah DAS
masyarakat yang menerima komunikasi dapat
Citarum Hulu merupakan modal sosial yang
memahami apa yang secara personal mereka
menurut James Colemen (1990), “merupakan
harus lakukan untuk melindungi lingkungan,
inheren dalam struktur relasi antarindividu.
memahami apa yang dilakukan pemerintah
Struktur relasi membentuk jaringan sosial
atau para penggiat lingkungan untuk
yang menciptakan berbagai ragam kualitas
melakukan pencegahan banjir dan peningkatan
sosial berupa saling percaya, terbuka, kesatuan
kualitas lingkungan, dan berhati-hati terhadap
norma, dan menetapkan berbagai jenis sanksi
ancaman kepada kesehatan manusia dan
bagi anggotanya” (http://kangebink.blogspot.
lingkungan. Robert Cox (2006) dalam Jurin
co.id/2013/10/menguatkan-modal-sosial
et.al. (2010: 14) mendefinisikan komunikasi
masyarakat.html). Dengan ragam kualitas
lingkungan:
sosial yang melekat dalam diri para anggota
“Informal – a study of the ways in which we pranata tersebut, penggiat lingkungan tidak
communicate about environment, the effects of bisa sembarangan masuk begitu saja, tetapi
this communication on our perceptions of both harus memasukinya dengan persiapan yang
the environment and ourselves, and therefore on matang.
our relationship with the natural world. Formal
– the pragmatic and constitutive vehicle for our Oleh karena itu, ketika masuk ke dalam
understanding of the environment as well as pranata sosial, para penggiat lingkungan
our relationships to the natural world; it is the terlebih dahulu mempersipkan langah-langkah
symbolic medium that we use in constructing yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan,
environmental problems and negotiating dan evaluasi untuk mengetahui efektivitas
society’s different responses to them”.
komunikasi lingkungan yang dilakukan di
Pemahaman tersebut bisa terjadi akibat wilayah DAS Citarum Hulu tersebut. Pranata
kehadiran para penggiat lingkungan yang sosial merupakan suatu wahana di mana
berusaha menyadarkan mereka untuk selalu orang-orang dari berbagai latar belakang dapat
peduli terhadap lingkungan sekitarnya. berinteraksi, berbagi informasi dan tindakan-
Kehadiran penggiat lingkungan sebagai tindakan lainya untuk berbagai tujuan, di mana
komunikator dapat mengurangi kesenjangan menurut Raho (2007: 106-114):

96
Iriana Bakti -- Pemberdayaan Pranata Sosial melalui Komunikasi Lingkungan:
Menakar Pelibatan Peran Perempuan dalam Mitigasi Banjir Citarum

“Dalam proses interaksi sosial, manusia meng­ tuntutan sosial tersebut. Biasanya lembaga yang
komunikasikan arti-arti kepada orang-orang masih eksis adalah yang mampu menjalankan
lain melalui simbol-simbol. Kemudian orang-
fungsinya dalam melayani kebutuhan
orang lain menginterpretasikan simbol-simbol
itu dan mengarahkan tingkah laku mereka ber­ masyarakat setempat, yang menurut Kedi
dasarkan interpretasi mereka. Dengan kata Suradisastra (2005) fungsi lembaga lokal adalah
lain, aktor-aktor terlibat dalam proses saling :
mempengaruhi”.
“(a) Mengorganisir dan memobilisasi sum­
Budaya tidak sekedar diartikan sebagai ber­
daya; (b) Membimbing stakeholder pem­
koleksi dari simbol-simbol yang dimaknai bangunan dalam membuka akses ke sumberdaya
produksi; (c) Membantu meningkatkan sustain­
bersama dalam suatu komunitas, tapi juga ability pemanfaatan sumberdaya alam; (d)
dapat dikatakan sebagai suatu sistem penge­ Menyiapkan infra­struktur sosial di tingkat lokal;
tahuan, dibentuk dan dipengaruhi oleh ke­ (e) Mempengaruhi lembaga-lembaga politis; (f)
mampuan masing-masing individu/ manusia, Membantu menjalin hubungan antara petani,
kemudian mengorganisir dan mengolah penyuluh dan peneliti lapang; (g) Meningkatkan
akses ke sumber informasi; (h) Meningkatkan
informasi sehingga menciptakan model kohesi sosial; (i) Membantu mengembangkan
internal dari realitas (Keesing dalam Gudykunst sikap dan tindakan koperatif, dll”.
dan Young, 1992:13). Dengan demikian, budaya
menjadi landasan dalam berkomunikasi, Sementara itu menurut Sallatang (1982)
yang sekaligus juga merupakan pola perilaku dalam Zamzami (2016: 57):
yang dapat menuntun pelakunya untuk
melakukan tindakan yang bermakna, sebab “Pranata sosial yang terwujud dalam suatu
lembaga sosial diartikan sebagai “norma lama”
seperti dikatakan Garna (2008: 31), semua
atau aturan-aturan sosial yang telah berkembang
kebudayaan menyediakan dan memberi secara tradisional dan terbangun atas budaya
pedoman bagi para pelakunya melalui nilai- lokal sebagai komponen dan pedoman pada
nilai yang mengeluarkan cara atau norma beberapa jenis/tingkatan lembaga sosial yang
bagi penyediaan bahan dan alasan berpikir saling berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan
pokok masyarakat untuk mempertahankan nilai.
serta pengambilan tindakan bagaimana yang
Norma lama yang dimaksud yaitu aturan-
sebaiknya dilakukan seseorang dalam situasi aturan sosial yang merupakan bagian dari
yang dihadapinya. Menurut Colletta (1987): lembaga sosial dan simbolisasi yang mengatur
kepentingan masyarakat di masa lalu”.
“Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai
perilaku berpola yang ada dalam kelompok Lembaga sosial yang menjalankan
tertentu yang anggota-anggotanya memiliki
makna yang sama serta simbol yang sama
prilaku berpola khususnya di Indonesia
untuk mengkomunikasikan makna tersebut. antara lain adalah mesjid. Kebudayaan islam
Selanjutnya Colletta menjelaskan, makna-makna di Indonesia menempatkan mesjid sebagai
yang dimiliki secara bersama ini secara fungsional pranata keagamaan yang utama, karena
terwujud melalui pranata-pranata (struktur) dalam mesjid sebagi sebuah pranata (struktur)
politik, ekonomi, agama, dan sosial. Perilaku
berpola tersebut, atau kebiasaan, merupakan
terjadi perilaku berpola seperti adan, berdoa
penghubung antara struktur dan fungsi yang dilakukan oleh ustad (secara simbolis)
kebudayaan sebagaimana dikomunikasikan pakai sorban, baju gamis dan menggunakan
secara simbolis”. kata-kata kunci dengan para jamaahnya.
Kebiasaan berdoa ini menurut Colleta (1987:
Dinamika sosial dalam suatu wilayah 3) menghubungkan pranata mesjid dengan
dapat dilihat dari berfungsi tidaknya organ/ perwujudan fungsi religius dari pencapaian
struktur/lembaga kemasyarakatan dalam kedamaian batin, sekaligus melakukan fungsi
melayani tuntutan sosial yang ada di wilayah tersembunyi lainnya seperti perubahan sosial.
tersebut. Keberadaan organ/strukur/lembaga Pranata sosial selain mesjid adalah
seringkali mengalami pasang surut karena arisan yang biasa dilakukan khususnya
tidak mampu melayani kebutuhan dan oleh ibu-ibu di suatu wilayah. Pemanfaatan

97
Kawistara, Vol. 7, No. 1, 22 April 2017: 94-107

arisan sebagai sarana untuk memberdayakan Sementara itu, terkait dengan kegiatan
masyarakat cukup potensial, karena menurut penanggulangan bencana alam, Maskud (2016)
Colleta (1987: 15) Pranata sosial tradisional ini menyatakan:
(arisan) memberi kesempatan yang baik bagi
program pembangunan untuk masuk ke dalam “Secara umum kegiatan penanggulangan
bencana alam dapat dibagi ke dalam tiga
pertukaran informasi (fungsi pendidikan) dan kegiatan utama, yaitu: (1) kegiatan pra bencana
kerjasama keuangan secara alamiah (fungsi yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,
ekonomis) yang telah berlangsung dalam kesiapsiagaan, serta peringatan dini; (2)
kegiatan sosial yang lebih luas ini. kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup
Pranata-pranata yang ada di wilayah kegiatan tanggap darurat untuk meringankan
penderitaan sementara, seperti kegiatan Search
DAS Citarum Hulu ini merupakan struktur and Rescue (SAR), bantuan darurat dan
prilaku berpola yang sangat potensial untuk pengungsian; dan (3) kegiatan pasca bencana
dimanfaatkan dalam kegiatan penanggulangan yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi,
bencana banjir karena seperti dikatakan oleh dan rekonstruksi”.
Oxfam (2012) dalam Hapsoro dan Buchari
(2015): Oleh karena itu, tujuan penulisan ini
adalah untuk mengetahui: jenis pranata, alasan
“Bencana (disaster) merupakan fenomena yang pemanfaatan pranata, dan peran komunikasi
terjadi akibat kolektifitas atas kom­ponen bahanya penggiat lingkungan dalam pranata sosial
(hazard) yang mempengaruhi kondisi alam dan yang melibatkan peran perempuan. Hal ini
lingkungan, serta bagai­mana tingkat kerentanan
(Vulnerability) dan kemampuan (capacity) suatu dimaksudkan agar dapat memberi manfaat
komunitas dalam mengelola ancaman”. dalam menentukan langkah komunikasi
lingkungan yang efektif melalui pemberdayaan
Untuk itu, para penggiat lingkungan pranata sosial yang melibatkan peran
sebagai suatu komunitas dalam mengelola perempuan dalam mitigasi banjir Citarum
ancaman bencana banjir sungai citarum Metode yang digunakan adalah metode
tersebut mencoba memanfaatkan pranata- deskriptif dengan data kualitatif. Untuk
pranata yang ada. Hal ini disebabkan, memperoleh data yang dibutuhkan, penulis
dalam pranata tersebut peluang untuk melaksanakan langkah-langkah pengumpulan
melaksanakan tindakan kolektif lebih besar, data sebagai berikut: (1). Wawancara
konsensus relatif lebih mudah dibangun, mendalam. Wawancara dilakukan untuk
koordinasi lebih cenderung lebih lancar, dan mendapatkan informasi tentang kegiatan
proses mengumpulkan, menganalisis, dan komunikasi lingkungan berbasis pranata sosial
mendistribusikan informasi relatif lebih lancar, dalam menanggulangi bencana banjir di DAS
sehingga dapat meminimalisir kerentanan Citarum Hulu. (2). Observasi partisipatoris
yang berpotensi terjadinya bencana banjir di dilakukan untuk mengamati berbagai aktivitas
DAS Citarum Hulu. Penyebab kerentanan yang komunikasi lingkungan berbasis pranata
paling mendasar menurut Wisner (2004) dalam sosial, di mana semua gejala dicatat dengan
Hapsoro dan Buchari (2015): menggunakan instrumen-instrumen dan
direkam guna mendapatkan data yang akurat
“Berupa kemiskinan, infrastruktur, sumber dari informan sesuai dengan kebutuhan.
daya, ideologi, sistem ekonomi dan faktor-faktor
prakondisi umum. Tekanan dinamis yang (3). Studi dokumentasi digunakan sebagai
menjadi penyebab kerentanan yaitu institusi pelengkap untuk mendukung peneliti dalam
lokal, pendidikan, pelatihan, soft skill, investasi menganalisis data penelitan yang bekaitan
lokal, pasar lokal, kebebasan pers, kekuatan dengan aktivitas komunikasi berbasis pranata
makro, ekspansi penduduk, urbanisasi, degradasi sosial, sehingga kekeliruan interpretasi dapat
lingkungan. Keren­ tanan bencana berdasarkan
kondisi fisik yaitu lokasi yang berbahaya, dihindari.
infrastruktur dan bangunan, ekonomi local, Narasumber yang dijadikan informan
kehidupan yang beresiko, tingkat pendapatan dalam proses pengumpulan data ini adalah
yang rendah dan tindakan umum”. para penggiat lingkungan yang ditentukan

98
Iriana Bakti -- Pemberdayaan Pranata Sosial melalui Komunikasi Lingkungan:
Menakar Pelibatan Peran Perempuan dalam Mitigasi Banjir Citarum

secara purposif sesuai dengan aktivitasnya sosialnya dan terbentuk karena hubungan
dalam kegiatan komunikasi lingkungan di antar pribadi, hubungan antar kelompok atau
DAS Citarum Hulu. Penentuan narasumber nilai-nilai sosial dan pranata- pranata” (Bakti
ini disesuikan dengan tujuan pemilihan sampel et al., 2015). Pranata sosial ini merupakan
secara purposif dari Maxwell (1996) dalam kelembagaan lokal yang di dalamnya
Alwasillah (2008: 147-148), yaitu: berkumpul sejumlah orang yang beraktivitas
sesuai dengan kebutuhannya. Supaya program
“Karena kekhasan atau kerepresentatifan dari latar, komunikasi lingkungannya dapat diterima,
individu atau kegiatan. Demi heterogenitas dalam
populasi. Untuk meng­kaji kasus-kasus yang kritis maka para penggiat lingkungan menjadi
terhadap (mementahkan) teori-teori yang ada, yakni bagian dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena
yang menjadi landasan di awal penelitian maupun itu, mereka memanfaatkan kelembagaan-
yang berkembang dalam proses penelitian. Mencari kelembagaan (pranata sosial) yang ada di
perbandingan-perban­ dingan untuk memecahkan wilayah garapannya, seperti pranata yang
alasan-alasan perbedaan antara latar, kejadian, atau
individu”. berkaitan dengan aktivitas keagamaan, pranata
yang berkaitan dengan aktivitas sosial, dan
Untuk mendapatkan data yang lengkap pranata yang berkaitan aktivitas ekonomi.
dan valid, peneliti melakukan triangulasi, Ketiga pranata sosial tersebut secara
karena menurut Alwasillah (2008: 150), intensif berjalan atau menjadi aktivitas
triangulasi ini menguntungkan peneliti keseharian masyarakat di wilayah DAS
dalam dua hal, yaitu (1) mengurangi resiko Citarum Hulu, Mulai dari Wilayah Kabupaten
terbatasnya kesimpulan pada metode dan Bandung (Cisanti, Paseh, Majalaya, Ciparay,
umber data tertentu, dan (2) meningkatkan Solokan Jeruk, Baleendah, dan Katapang)
validitas kesimpulan sehingga lebih merambah sampai Wilayah Kabupaten Bandung Barat
pada ranah yang lebih luas. (Batujajar, Cililin, Sindangkerta, dan Lembang).
Berdasarkan hasil wawancara dengan
PEMBAHASAN informan, diperoleh hasil penelitian tentang
Aktivitas penanggulangan bencana pranata sosial yang berlaku di lingkungan
banjir sungai Citarum oleh para penggiat DAS Citarum Hulu sebagai berikut:
lingkungan mempertimbangkan nilai-nilai
yang berkaitan dengan pranata sosial yang Tabel 1 Pranata Sosial yang Diberdayakan
dimiliki oleh masyarakat di wilayah yang dalam Mitigasi Bencana Banjir
menjadi sasaranya. Setiap komunitas ataupun NO JENIS PRANATA KELOMPOK
organisasi, memiliki nilai-nilai tersendiri yang SOSIAL
terkristalisasi menjadi budaya yang dipegang 1. Pranata sosial yang Majelis Ta’lim
oleh komunitas ataupun organisasi. Adapun berkaitan dengan
budaya organisasi merupakan sekumpulan aktivitas keagamaan
nilai dan kebiasaan yang diyakini, diciptakan, 2. Pranata sosial yang kelompok
dibakukan secara formal maupun informal berkaitan dengan arisan
oleh anggota organisasi, yang berfungsi aktivitas ekonmi
sebagai pedoman dalam bertingkah laku dan 3. Pranata sosial yang PKK
pengelolaan organisasi untuk mencapai apa berkaitan dengan Gapoktan
yang diinginkan sebagai tujuan organisasi aktivitas sosial
(Suparna, R, & Winoto, 2013). (sumber: data penelitian)
Sedangkan nilai yang diyakini disinya­
lir dapat menumbuhkan motif untuk ber­ Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat
partisipasi dalam menjaga lingkungan. Hal mengenai nilai-nilai pranata sosial yang
ini sejalan dengan pernyataan dari Sherif dan diperhatikan oleh para penggiat lingkungan
Sherif (1956) bahwa “Motif timbul karena dalam penangglangan bencana banjir sungai
perkembangan individu dalam tatanan Citarum, menurut Deni Riswandani, sebagai

99
Kawistara, Vol. 7, No. 1, 22 April 2017: 94-107

berikut: “Agar bisa masuk ke lingkungan yang membimbing majelis ta’limnya. Menurut
masyarakat yang dibina, harus tahu kebiasaan Rival:
masyarakat setempat, masyarakat Citarum
merupakan masyarakat berbudaya, agamis, “...saya bekerjasama dengan ustadz yang
membimbing majelis ta’lim...supaya mudah
dan memiliki motivasi yang kuat untuk menyampaikan pesan apalagi anggotanya
memperbaiki lingkungan hidup”. banyak yang kenal. Jadi saya hanya memfasilitasi
Adapun pendekatan religius yang saja tapi kadang-kadang saya menyampaikan
dimanfaatkan Deni ditujukan kepada majelis informasi juga kepada anggota majelis ta’lim”.
ta’lim, pesantren, dan madrasah yang ada di
wilayah garapannya. Pesan-pesan lingkungan Senada dengan penggiat lingkungan
disisipkan dalam forum-forum pengajian sebelum­nya, Fitriani juga melakukan penang­
yang intensitasnya ditingkatkan lagi di bulan gulangan bencana banjir di DAS Citarum Hulu
ramadhan yang sasarannya perempuan yang dengan menggunakan pendekatan religius.
merupakan ibu-ibu rumah tangga di Sukahaji Menurut Fitriani
dan ibu-ibu pedagang pasar di Separako, dua- “...karena masyarakatnya muslim,...jadi
duanya ada di Majalaya. penyampaian informasi lingkungan lebih mudah
Sedangkan Aam Aminuddin ketika melalui kegiatan pengajian”. Upaya pendekatan
melaksanakan kegiatan penanggulangan lewat pengajian memudahkan Fitriani dalam
bencana banjir di sungai Citarum dengan melakukan kegiatan penanggulangan bencana
banjir sungai Citarum, ia menyatakan: “Saya
menghadiri pengajian di majelis ta’lim. memanfaatkan majelis ta’lim, karena akses
Pernyataan yang disampaikan oleh Aam ketika ini memudahkan dan mereka akan menerima
sedang melakukan aktivitasnya: “...manusia, programnya, juga dapat memperluas jaringan,
hewan, dan tumbuhan sebagai mahluk hidup karena ibu-ibu pengajian mengajinya di beberapa
harus dapat hidup bersama secara harmonis, tempat, sehingga informasinya bisa nyampai
juga ke wilayah lain”.
sehingga tuhan pun meridoi”. Kata-kata
tersebut menjadi alat untuk menyadarkan
Sementara itu, yaitu Devi Jamatin
masyarakat yang sering disampaikan di majelis
dalam penanggulangan bencana banjir di
ta’lim sebagai perwujudan keprihatinannya
DAS Citarum Hulu lebih sering melakukan
terhadap kondisi lingkungan di Pacet tempat
pendekatan kepada kelompok tani, seperti
di mana ia berdomisili. Selanjutnya menurut
yang dinyatakannya: “saya mau masuk ke
Aam: “Masyarakat Pacet itu agamis, religius,
konservasi misalnya mau penghijauan bersama
mereka sering membahas dan mendalami fiqih
kelompok tani, baik sendiri maupun membawa
wudhu, namun filosofis air sebagai salah satu
pihak lain sebagai pembicara terutama kalau
unsur yang diperlukan untuk wudhu, jarang
materinya berakitan dengan sesuatu yang baru,
tersentuh”.
yang saya bukan ahlinya”.
Sementara Ustad Asep Setiawan
Pemanfaatan pranata sosial dalam
menyatakan:
penanggulangan bencana banjir di DAS
“...dalam menanggulangi bencana banjir Citarum Hulu oleh Devi ini adalah untuk
tidak hanya terjun secara dzohir ke lapangan mengingatkan kembali masyarakat tentang
membersihkan sampah di sungai citarum, kebiasaan pengelolaan lingkungan oleh orang
tetapi menyentuh juga aspek batiniah para tua dulu. Beberapa tanaman yang dulu masih
santri, anggota majelis ta’lim dan ibu-ibu PKK
banyak tersebar di daerahnya (Sindangkerta)
yang menjadi sasaran kegiatan komunikasi
lingkungan...” seperti pohon aren kini tinggal dua pohon,
padahal pohon aren dapat menghasilkan gula
Adapun penggiat lingkungan lainnya, aren. Selain pohon aren, di daerah tersebut
Rival Jaelani ketika melakukan aktivitasnya dulu banyak pohon bambu, sekarang banyak
dalam menanggulangi bencana banjir sungai yang ditebang dan digantikan dengan pohon
Citarum melakukan pendekatan kepada ustadz albasiah yang rapuh sehingga sering tumbang
kalau musim hujan, dan tanah tempat pohon

100
Iriana Bakti -- Pemberdayaan Pranata Sosial melalui Komunikasi Lingkungan:
Menakar Pelibatan Peran Perempuan dalam Mitigasi Banjir Citarum

yang tumbang tersebut pada musim kemarau penghayat kepercayaan saya diterima tidak jadi
airnya habis. Semua yang terjadi itu berkaitan masalah”.
dengan masalah ekonomi.
Untuk itu, Devi kemudian mengajak Penggiat lingkungan lainnya, yaitu Dede
masyarakat melalui pranata sosial yang Juhari dalam melakukan penanggulangan
berkaitan dengan pertanian, yaitu para anggota bencana banjir di DAS Citarum Hulu
Gapoktan untuk tidak lagi menebang pohon menyebutkan;
aren dan pohon bambu. Dengan Gapoktan “Saya memanfaatkan pranata sosial berupa
tersebut ia kemudian bekerja sama dengan PPL kelompok tani yaitu Baraya Tani yang
melakukan konservasi di antaranya mencoba berorientasi ekonomi berupa pembibitan kentang
menanam kembali tanaman obat keluarga yang dengan menggunakan pupuk organik. Saya
sudah jarang atau hilang di daerah tersebut, paham soal ini, karena pernah dilatih oleh Dinas
Terkait, sehigga saya bisa meyumbangkan kepada
seperti Mangkokan, Sambiloto, Pegagan, anggota kelompok tani. Untuk menanggulangi
Pandan, Suji, dan sebagainya. banjir suangai Citarum, saya berdiskusi dengan
Penggiat lingkungan lainnya, yaitu ustad atau Kyai di majelis ta’lim tentang
Sahidah juga melakukan pendekatan religius “benda apapun yang dibuang ke sungai yang
ketika memasuki sosial dalam penanggulangan menyebabkan permasalahan adalah haram”.
Hasil diskusi itu disampaikan kepada kelompok-
bencana banjir di DAS Citarum Hulu. Dia kelompok lainnya, dengan memanfaatkan ustad
mengatakan: dan kyai menjadi narasumber”.

“Sebagai anggota fatayat NU memanfaatkan Berdasarkan hasil wawancara dengan


majeis ta’lim sebagai wadah untuk menyampaikan
informasi bencana banjir biasa saya lakukan, informan, diperoleh hasil penelitian tentang
karena salah satu bidang garapannya adalah alasan pemanfaatan pranata sosial dalam
membahas masalah lingkungan, dan dapat kegiatan komunikasi lingkungan DAS Citarum
mempermudah dalam menyampaikan pesan Hulu, meliputi:
lingkungan, karena pola pikirnya hampir sama”.

Pernyataan lain dari penggiat lingkungan


Eson ketika berdialog kelompok tani yang jadi
sasaran kegiatannya. Ia mengungkapkan:

“Kelompok tani ini merupakan wadah yang


aktif di wilayah Lembang yang kegiaannya
melestarikan lingkungan khususnya dilahan
petanian, baik yang menyangkut pola tanam,
perlindungan tanah supaya tetap subur, maupun
perbaikan lingkungan lainnya. Kelompok tani ini
memudahkan saya melakukan pembinaan, karena
sudah kenal dan mata pencahariannya sama”.

Sementara itu, Ida Suhara yang dalam


melakukan penanggulangan bencana banjir di
DAS Citarum Hulu menyatakan:

“Daerah tempat tinggal saya perbandingannya


40% pengahayat, 60% muslim, namun dalam
kehidupan sehari-harinya mereka hidup rukun
saling bertoleransi, sehingga jarang sekali
terjadi konflik. Untuk melakukan pengelolaan Gambar 1 Alasan Pemanfaatan Pranata Sosial
lingkungan saya memanfaatkan pranata sosial dalam Kegiatan Komunikasi Lingkungan
yang bergerak di bidang pertanian, yaitu
(sumber: data Penelitian)
kelompok tani Giriputri. Kelompok tani ini sesuai
dengan mata pencaharian saya, dan sebagai

101
Kawistara, Vol. 7, No. 1, 22 April 2017: 94-107

Pranata sosial merupakan alat bagi partisipasi anggota untuk terjun ke lapangan
penggiat lingkungan dalam melakukan membersihkan sungai, menanam pohon, tidak
aktivitasnya dalam penanggulangan bencana membuang limbah ke sungai, dan sebagainya.
banjir di DAS Citarum Hulu. Pemanfaatan Pemanfaatan pranta/kelembagaan
pranata sosial ini karena anggota-anggotanya lokal oleh penggiat lingkungan dalam
memiliki makna yang sama serta simbol yang menanggulangi bencana banjir di wilayah
sama sebagai identitas kelompoknya. DAS Citarum Hulu sesuai dengan tujuan
dari pranata sosial itu sendiri, yang menurut
“Makna-makna yang dimiliki secara bersama Kusumohamidjojo (2009: 92), “...membuat
ini secara fungsional terwujud melalui pranata-
pranata (struktur) politik, ekonomi, agama, suatu masyarakat bisa berperan sebagai
dan sosial. Perilaku berpola tersebut, atau wahana kehidupan bagi para warganya. Selain
kebiasaan, merupakan penghubung antara itu, kelembagaan yang ada di wilayah DAS
struktur dan fungsi kebudayaan sebagaimana Citarum di atas telah menjaankan fungsinya
dikomunikasikan secara simbolis” (Colletta, dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat
1987: 2-3).
Suradisastra (2005) fungsi lembaga lokal
Wilayah dimana para penggiat ling­ adalah:
kungan melakukan aktivitasnya dalam (a) Mengorganisir dan memobilisasi sum­
penang­ gulangan bencana banjir di DAS berdaya; (b) Membimbing stakeholder pem­
Citarum Hulu cukup dinamis, karena lembaga- bangunan dalam membuka akses ke sumberdaya
lembaga kemasyarakatan di wilayah tersebut produksi; (c) Membantu meningkatkan
masih berfungsi dalam memenuhi kebutuhan sustainability pemanfaatan sumberdaya alam; (d)
Menyiapkan infrastruktur sosial di tingkat lokal;
masyarakat. Kebutuhan masyarakat di bidang (e) Mempengaruhi lembaga-lembaga politis; (f)
keagamaan difasilitasi oleh majelis ta’lim, Membantu menjalin hubungan antara petani,
kebutuhan masyarakat di bidang perekonomian penyuluh dan peneliti lapang; (g) Meningkatkan
difasilitasi oleh kelompok arisan, kebutuhan akses ke sumber informasi; (h) Meningkatkan
masyarakat di bidang pertanian difasilitasi kohesi sosial; (i) Membantu mengembangkan
sikap dan tindakan koperatif, dan lain-lain.
oleh Gapoktan, dan kebutuhan masyarakat di
bidang sosial difasilitas oleh kelompok PKK. Fungsi Lembaga sosial menurut
Pranata sosial tersebut masih menjalankan Suradisastra tersebut menunjukkan prilaku
fungsinya dalam memenuhi kebutuhan berpola yang memudahkan penggiat
masyarakat di wilayah garapan penggiat lingkungan menjalankan aksinya. Pemanfaatan
lingkungan. pranata sosial oleh penggiat lingkungan ada
Lembaga-lembaga lokal tersebut men­ yang bersifat formal seperti PKK dan Gapoktan.
jadi sangat penting bagi penggiat ling­ Pemanfaatan PKK hampir di semua wilayah
kungan, karena selain sebagai alat untuk DAS Citarum Hulu, sedangkan Gapoktan
mengumpulkan dan memobilisasi masyarakat dimanfaatkan oleh penggiat lingkungan di
dalam melakukan penanggulangan bencana wilayah Kertasari, Lembang, dan Sindangkerta.
banjir, para penggiat lingkungan juga mampu Sedangkan pranata sosial yang bersifat informal
menjadikan lembaga-lembaga tersebut adalah majelis ta’lim dan kelompok arisan.
sebagai sarana untuk mendidik masyarakat Wilayah DAS Citarum Hulu merupakan
mengembangkan potensi dirinya seperti dalam daerah yang islami sehingga menempatkan
pengelolaan daur ulang sampah plastik dari majelis ta’lim sebagai pranata keagamaan
limbah menjadi produk yang dapat dijjadikan yang penting, karena dalam majelis ta’lim
sesuatu yang memiliki nilai ekonomis untuk sebagai sebuah pranata terjadi perilaku berpola
menunjang ekonomi keluarga. Selain itu, seperti pengajian, berdoa yang dilakukan oleh
melalui lembaga-lembaga tersebut, penggiat ustadz (secara simbolis) memakai sorban, baju
lingkungan mendidik anggota pranata gamis yang biasanya dilakukan di mesjid. Oleh
tersebut dalam hal pengolahan limbah kotoran karena itu tepatlah kiranya ungkapan bahwa
ternak menjadi pupuk organik, membangun kebangkitan peran agama sekarang ini tidak

102
Iriana Bakti -- Pemberdayaan Pranata Sosial melalui Komunikasi Lingkungan:
Menakar Pelibatan Peran Perempuan dalam Mitigasi Banjir Citarum

hanya terbatas pada kehidupan individual, sumber terciptanya norma-norma dan nilai,
tetapi juga kehidupan publik (Ahnaf, 2013) serta hubungan-hubungan rasional. Tatanan
yang terbangun merupakan produk kebiasaan
Kebiasaan berdoa ini menurut Colleta
yang turun temurun, dan kemudian membentuk
(1987: 3) “menghubungkan pranata mesjid kualitas modal sosial”
dengan perwujudan fungsi religius dari
pencapaian kedamaian batin, sekaligus Pranata sosial lainnya adalah arisan
melakukan fungsi tersembunyi lainnya seperti yang biasa dilakukan khususnya oleh ibu-
perubahan sosial”, yang dalam kaitannya ibu di wilayah DAS Citarum Hulu. Penggiat
dengan penanggulanan bencana banjir lingkungan memanfaatan arisan sebagai sarana
perubahan yang diharapkan terjadi pada untuk membangun kesadaran masyarakat,
masyarakat antara lain berupa kesadaran karena sebelum penentuan pemenang arisan,
untuk tidak membuang limbah ke sungai penggiat lingkungan memberikan informasi
dan rajin membersihkan lingkungan sungai tentang penanggulangan bencana banjir dan
tersebut. Hal senada disampaikan Sadiyah masalah lingkungan lainnya yang disertai
dalam Tabroni (2007: 22), dalam Bakti (2013) dengan pelatihan daur ulang sampah plastik,
yang menyatakan: sehingga peserta arisan memiliki keterampilan
yang cukup andal dalam mengolah sampah
“Mesjid dapat mengambil posisi strategis dengan
memanfaatkan aspek-aspek kom­pletatif menuju
plastik menjadi suatu produk yang memiliki
kesadaran yang hakiki di pusat eksistensi, wujud nilai ekonomi. Menurut Colleta (1987: 15):
integritas ketauhidan yang nyata. Potensi ini
dapat dikembangkan menjadi “sentimen massa” “Pranata sosial tradisional ini (arisan)
yang dapat menggerakan motivasi individual memberi kesempatan yang baik bagi program
menjadi motivasi sosial”. pembangunan untuk masuk ke dalam pertukaran
informasi (fungsi pendidikan) dan kerjasama
keuangan secara alamiah (fungsi ekonomis) yang
Penggiat lingkungan masuk ke
telah berlangsung dalam kegiatan sosial yang
wilayah ini berbaur dengan mereka bahkan lebih luas ini”.
ada yang memposisikan dirinya sebagai
ustad, mengisi ceramah keagamaan sambil Pemilihan perempuan sebagai pihak yang
menyelipkan pesan-pesan yang berkaitan diberdayakan dalam penanggulangan bencana
dengan penanggulangan bencana banjir banjir sungai Citarum melalui kelompok arisan
berbasis keagamaan dengan mencuplik dan majelis ta’lim, bukan lah tanpa alasan.
ayat suci Al-quran yang berkaitan dengan Hal ini merujuk pada pernyataan: Blackburn
lingkungan hidup, sehingga cukup efektif dalam Herawati (2016), mengungkapkan
dalam melakukan perubahan pengetahuan, bahwa “ideologi gender yang ada di Indonesia
perasaan, dan kecenderungan bertindak begitu beragam sesuai dengan keragaman yang
anggota majelis ta’lim tentang lingkungan. Hal dimiliki masyarakatnya, baik dari aspek etnik,
ini sesuai dengan pendapat Muhtarom 2014 keagamaan, maupun ekonomi. Pendekatan
yang menyatakan “bahwa peran agama sangat paling mungkin ialah dengan memaparkan
penting di dalam memberikan kontribusi dan hal-hal yang memengaruhi ideologi gender
ikut terlibat secara langsung dalam mencari yaitu etnisitas dan agama karena ‘their own
solusi keluar dari krisis lingkungan”. gendered traditions of right and responsibility”.
Sementara itu menurut Fukuyama dalam Dengan demikian Pranata keagamaan
Hasbullah (2006;108): majelis ta’lim dan arisan ini yang merupakan
pranata sosial informal merupakan struktur
“Ajaran agama merupakan salah satu sumber
nilai dan norma yang menuntut prilaku
prilaku berpola yang sangat potensial untuk
masyarakat. Agama lah yang menjadi sumber dimanfaatkan dalam aktivitas komunikasi
utama inspirasi, energi sosial serta yang lingkungan khususnya dalam penanggulangan
memberikan ruang bagi terciptanya orientasi bencana banjir, karena dalam pranata tersebut
hidup penganutnya. Tradisi yang telah komunikasi berlangsung secara intim. Hal
berkembang secara turun temurun juga sebagai
ini sesuai dengan pendapat Knapp (1978:

103
Kawistara, Vol. 7, No. 1, 22 April 2017: 94-107

89), Generally, more intimate communications is Penggiat lingkungan memaknai pranata


associated with informal, unconstrained, private, sosial ini sebagai alat untuk melaksanakan
familiar, close and warm environments. tindakan kolektif lebih besar, karena dalam
Pemanfaatan pranata sosial yang formal pranata sosial, baik keagamaan, arisan,
dan informal ini dapat mengakrabkan penggiat PKK, dan kelompok tani memiliki anggota
lingkungan dengan masyarakat apalagi yang cukup banyak, sehingga memudahkan
keduanya “terikat” oleh agama yang sama, penggiat lingkungan untuk mengajak mereka
maka keakraban dapat dipertahankan. Hal ini melakukan aksi bersama menanggulangi
senada dengan pendapat Knapp (1978: 89), and bencana banjir citarum. Pranata sosial
if the neighborhood is fairly homogenous in terms memudahkan penggiat lingkungan untuk
of religious beliefs, social class, political attitudes, membangun konsensus yang berkaitan dengan
…..these relationships will tend to persist. bencana banjir, karena para anggotanya
Namun demikian, keakraban antara memiliki pemahaman yang sama tentang
penggiat lingkungan dengan masyarakat peran dari pranata tersebut untuk mengelola
yang masuk dalam pranata sosial saja tidak banjir di lingkungan DAS Citarum. Menurut
cukup kalau mereka ternyata tidak mau Absori (2006):
mendengarkan pesan lingkungan yang
disampaikan penggiat lingkungan, karena “kekuatan otonomi masyarakat tidak dilakukan
semata oleh anggota masyarakat lokal secara
menurut Knapp (1978:93): mandiri, tetapi juga dibutuhkan kekuatan dari
komunitas masyarakat lain yang mempunyai
“…people many be perceived as “active” or visi, jiwa dan kemauan yang sama dengan
“passive” participants, depending on the degree masyarakat yang sedang mengalami masalah
to which they are perceived as “involved” lingkungan”.
(speaking or listening) in your conservation.
In many situations, these people may be seen as
”active”, especially if they are able to overhear Pranata sosial dapat memudahkan
whay your are saying. penggiat lingkungan untuk memperlancar
koordinasi di antara para anggotanya,
Penggiat lingkungan memanfaatkan sehingga pembagian tugas dapat berjalan
pranata sosial sebagai alat untuk berinteraksi, sesuai dengan kesepakatan. Pranata sosial
karena anggota-anggotanya memiliki makna dapat memperlancar penggiat lingkungan
yang sama serta simbol yang sama sebagai untuk melakukan proses mengumpulkan,
identitas kelompoknya. Kesamaan dalam menganalisis, dan mendistribusikan informasi
memaknai simbol yang sama antara penggiat penanggulangan bencana banjir yang dikemas
lingkungan dengan anggota pranata bisa dalam format pendidikan penangguangan
terjadi, karena sebagian besar dari mereka bencana banjir, sehingga dapat membangun
memiliki pengalaman yang sama sebagai pemahaman, sikap dan partisipasi masyarakat
“korban lingkungan” di wilayah DAS di wilayah tersebut. Adapun partisipasi dan
Citarum Hulu. Bagi penggiat lingkungan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas
kesamaan yang terdapat dalam pranata sosial melalui berbagai upaya untuk kemaslahatan
ini dapat memudahkan bagi dirinya untuk bersama merupakan hal penting dalam menjalin
mengajak anggota-anggotanya melakukan hubungan kemasyarakatan (Nassaluka, Hafiar,
penanggulangan bencana banjir di wilayah & Priyatna, 2016).
DAS Citarum Hulu. Dengan demikian Dengan demikian, peran penggiat
pranata/kelembagaan yang ada di wilayah lingkungan dalam penanggulangan bencana
DAS Citarum Hulu merupakan bentuk jejaring banjir sunga Citarum sebagai komunikator
interkasi sosial di antara penggiat lingkungan dan sekaligus fasilitator yang menyampaikan
dengan anggota pranata tersebut yang informasi dan melatih anggota pranata
berfungsi sebagai pengikat jalinan hubungan di wilayah DAS Citarum Hulu. Penggiat
sosial. lingkungan sebagai komunikator berperan
dalam pencerahan tentang isu-isu lingkungan.

104
Iriana Bakti -- Pemberdayaan Pranata Sosial melalui Komunikasi Lingkungan:
Menakar Pelibatan Peran Perempuan dalam Mitigasi Banjir Citarum

Masyarakat yang menerima informasi dari kehidupan yang beresiko, tingkat pendapatan
penggiat lingkungan akan mengetahui dan yang rendah dan tindakan umum”.
memahami situasi dan kondisi lingkungan,
termasuk upaya yang harus dilakukan ketika Dengan demikian upaya para penggiat
lingkungan terganggu akibat alih fungsi lahan, lingkungan dalam penanggulangan bencana
pencemaran, eksploitasi yang tidak semestinya, banjir sungai Citarum di wilayah DAS Citarum
dan sebagainya. Hulu merupakan kegiatan pemberdayaan
Dengan demikian, kehadiran penggiat masyrakat melalui tindakan proaktif, dan
lingkungan ketika melaksanakan komunikasi terencana dengan memanfaatkan pranata/
lingkungan dalam penanggulangan bencana kelembagaan yang ada sebagai modal sosial
banjir menyebabkan masyarakat menjadi melek yang berlandaskan kepercayaan, kebersamaan,
lingkungan. Hal ini sesuai dengan definisi dan kesetaraan, sehingga memudahkan mereka
komunikasi lingkungan menurut Robert Cox masuk dan berinteraksi dengan anggota-
(2006) dalam Jurin et.al. (2010: 14), yaitu: anggota pranta/kelembagaan tersebut dalam
rangka mengurangi kerentanan sosial dan alam
“Informal – a study of the ways in which we di wilayah tersebut.
communicate about environment, the effects of Akan tetapi,, pemberdayaan masyarakat
this communication on our perceptions of both di wilayah DAS Citarum Hulu ini tetap harus
the environment and ourselves, and therefore on
our relationship with the natural world. Formal
melibatkan pihak lain, terutama pemerintah
– the pragmatic and constitutive vehicle for our sebagai pemiliki kebijakan, yang mana
understanding of the environment as well as terkadang penggiat lingkungan merasa
our relationships to the natural world; it is the kesulitan untuk menerjemahkan bahas
symbolic medium that we use in constructing kebijakan menjadi bahasa teknis yang harus
environmental problems and negotiating
society’s different responses to them”.
dipahami oleh masyarakat. Hal ini sesuai
dengan hasil temuan penelitian yang dilakukan
Selain itu, aktivitas yang dilakukan oleh Indrawati, dkk. (2016), menyebutkan
oleh para penggiat lingkungan dalam bahwa:
penanggulangan bencana banjir sungai
“pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan
Citarum dengan diseminasi informasi DAS belum sesuai dengan konsep pemberdayaan
lingkungan, pelatihan daur ulang sampah masyarakat dan belum bisa dikatakan berhasil,
plastik, pengolahan limbah kotoran ternak karena masyarakat belum memiliki daya atau
menjadi pupuk, dan lain-lain, merupakan kuasa untuk bisa mengambil keputusan secara
otonom. Selain itu, partisipasi masyarakat masih
upaya untuk mengurangi kerentanan sosial
merupakan partisipasi konsultasi dan partisipasi
yang terjadi di wilayah DAS Citarum Hulu. yang dimobilisasi oleh insentif. Oleh karena itu,
Kerentanan sosial di wilayah DAS Citarum perlu kiranya setiap kegiatan pemberdayaan
Hulu disebabkan antara lain oleh tekanan masyarakat mendapatkan dukungan dari
penduduk yang cukup tinggi, kerusakan pemerintah”.
lingkungan, kualitas infrastrukutr yang masih
rendah, ekonomi masyarakt yang masih
rendah, dan lain sebagainya menyebabkan SIMPULAN
wilayah tersebut menjadi rawan bencana Jenis pranata sosial yang melibatkan peran
lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat perempuan dalam penanggulangan bencana
Wisner (2004) dalam Hapsoro dan Buchari banjir yang ada di wilayah DAS Citarum
(2015), Hulu adalah pranata sosial keagamaan, sosial,
ekonomi dan pertanian. Pranata sosial yang
“penyebab kerentanan yang paling mendasar berkaitan dengan aktivitas keagamaan adalah
adalah...ekspansi penduduk, urbanisasi, degra­ Majelis Ta’lim, yang berkaitan dengan aktivitas
dasi lingkungan. Kerentanan bencana berdasar­
perekonomian adalah kelompok arisan, yang
kan kondisi fisik yaitu lokasi yang berbahaya,
infrastruktur dan bangunan, ekonomi local, berkaitan dengan aktivitas sosial adalah PKK,

105
Kawistara, Vol. 7, No. 1, 22 April 2017: 94-107

dan yang berkaitan dengan aktivitas pertanian Bakti, I., Ariadne, E., Dewi, S., Romli, R.,
adalah Gapoktan. Budiana, H. R. (2015). Analisis Faktor
Pranata sosial ini dimanfaatkan oleh Personal Pada Sumber Komunikasi
penggiat lingkungan dengan alasan sebagai Dalam Pengelolaan Tanaman Obat
akses/jalan masuk bagi penggiat lingkungan Keluarga Di Jawa Barat. Jurnal Kajian
dalam menyampaikan pesan-pesan lingkungan Komunikasi, 3(2), 133–139.
dan mendidik masyarakat, terutama perem­ Bakti, I, (2013). Komunikasi Lingkungan Dalam
puan untuk dapat memanfaatkan limbah Pengelolaan DAS Citarum Hulu. Studi
menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi. Fenomenologis Tentang Konstruksi
Individu-individu yang tergabung dalam Makna Dan Tindakan Komunikasi
pranata tersebut sebagian besar sudah saling Lingkungan Oleh Penggiat Lingkungan
kenal dengan penggiat lingkungan, sehingga Dalam Pengelolaan DAS Citarum Hulu
mudah diajak kerjasama dan dapat memperluas Berbasis Kearifan Lokal Dan Pranata
jaringan. Sosial. Disertasi. Bandung: Fikom
Pranata sosial dalam menanggulangi Unpad.
bencana banjir sungai Citarum merupakan
modal sosial dan wadah dimana para Colletta, N J., dan U Kayam, (1987), Kebudayaan
anggotanya berkreasi menciptakan karya Dan Pembangunan. Sebuah Pendekatan
bersama memanfaatkan daur ulang sampah, Terhadap Antropologi Terapan Di
mengolah pupuk dari kotoran ternak, dan Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor
sebagainya di bawa bimbingan penggiat Indonesia.
lingkungan dalam rangka meningkatkan Cox, R. (2009). Environmental Communication
kohesi sosial, dan membantu mengembangkan and The Public sphere. second edition.
sikap dan tindakan koperatif anggotanya, California: Sage Publication Inc.
sehingga dapat mengurangi kerentanan sosial Fukuyama, F. (2014). Hakikat Manusia
dan alam di wilayah DAS Citarum Hulu. dan Rekonstruksi Tatanan Sosial.
Peran penggiat lingkungan di dalam Yogyakarta: Qalam.
pranata tersebut adalah sebagai komunikator
dalam membimbing, dan melatih anggota Garna, Y K., (2008). Budaya Sunda Melintasi
pranata supaya terampil dalam memanfaatkan Waktu Menantang Masa Depan,
sumberdaya lingkungan. Peran sebagai Bandung: Lembaga Penelitian Unpad.
fasilitator untuk memfasilitasi berbagai alat dan Hapsoro, AW, dan I Buchori, (2015). Kajian
bahan yang diperlukan dalam memanfaatkan Kerentanan Sosial Dan Ekonomi
sumber daya lingkungan, dan mengadvokasi Terhadap Bencana Banjir (Studi Kasus:
anggota pranata-pranata yang ada di wilayah Wilayah Pesisir Kota Pekalongan.
DAS Citarum. Jurnal Teknik PWK Volume 4 Nomor
4 2015.
DAFTAR PUSTAKA Jurin, R R., D Roush, and J Danter, (2010).
Absori, (2006). Pemberdayaan Masyarakat Environmental Communication. Second
Melalui Penguatan Otonomi Masya­ Edition: London New York: Springer
rakat Dalam Penyelesaian Sengketa Science+Business Media.
Lingkungan Hidup, Jurnal Penelitian,
Knapp, M L., (1978). Nonverbal Communication
Fakultas Ilmu Hukum Universitas
in Human Interaction. Second Edition,
Muhammadiyah, Surakarta.
New York: Holt, Rinehart and
Ahnaf, M. I. (2013). Menyambut Era Kebang­ Windston.
kitan Agama. Jurnal Kawistara, 3(1),
Kusumo, H (2009). Filsafat Kebudayaan Proses
109–111.
Realisasi Manusia. Yogyakarta: Jalasutra.
Alwasillah, A. C, (2008). Pokoknya Kualitatif.
Jakarta: Pustaka Jaya.

106
Iriana Bakti -- Pemberdayaan Pranata Sosial melalui Komunikasi Lingkungan:
Menakar Pelibatan Peran Perempuan dalam Mitigasi Banjir Citarum

Littlejohn, SW., and KA. Foss, (2005). Theories Indonesia Tbk. Jurnal Profesi Humas,
of Human Communication, Belmont, 1(1), 22–34.
CA: Thomson Higher Education. Suparna, P., R, T. S., & Winoto, Y. (2013).
Maskud. (2016). Kearifan Lokal Dalam Keterbukaan Komunikasi dalam
Penanggulangan Bencana Banjir Menciptakan Iklim Komunikasi yang
Bandang Dan Tanah Longsor Di Kondusif di Perpustakaan. Jurnal
Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Kajian Informasi & Perpustakaan, 1(2),
Jurnal FENOMENA, Vol. 15 No. 2 157–164.
Oktober 2016. Suradisastra, K. (2008). Strategi Pemberdayaan
Muhtarom, A. (2014). Pembinaan kesadaran Kelembagaan Petani, Forum Penelitian
lingkungan Hidup Di Pondok Pesantren: Argo Ekonomi, Vol.2, Bogor: Pusat
Studi Kasus Di Pondok Pesantren Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijak­
Al-Mansur Darunnajah3 Kabupaten an Pertanian.
Serang. Jurnal Kebudayaan Islam, Zamzami, L. (2016). Dinamika Pranata Sosial
Vol. 12, No. 2, Desember 2014. Terhadap Kearifan Lokal Masyarakat
Mulyana, D. (2006). Metode Penelitian Kualitatif, Nelayan Dalam Melestarikan Wisata
Bandung: Remaja Rosdakarya. Bahari. Jurnal Antropologi, Juni 2016
Vol. 18 (1) (http://kangebink.blogspot.
Nassaluka, E. U., Hafiar, H., & Priyatna, C. C. co.id/2013/10/menguatkan-modal-
(2016). Model Kemitraan PT. Holcim sosial masya­rakat.html).

107

Potrebbero piacerti anche