Sei sulla pagina 1di 6

Volume 3, Nomor 2, Desember 2017 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

HOSPITALISASI MEMPENGARUHI TINGKAT KECEMASAN ANAK TODDLER

Zulhaini Sartika A. Pulungan1, Edi Purnomo1, Arni Purwanti A.2


1
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mamuju
2
Program Studi Sarjana Keperawatan Stikes Andini Persada Mamuju

ABSTRACT

Hospitalization can cause anxiety and stress at all age levels. The cause of anxiety is
influenced by many factors, both from the officer factor (nurses, doctors and other health personnel),
the new environment, and the accompanying family during the treatment. Children sometimes
perceive hospitalization as punishment so that children will feel shame, guilt, or fear. This leads to
aggressive reactions such as anger and rebellion, verbal expression by saying angry words, not
cooperating with nurses, thus affecting the treatment process while in hospital. The present study
aimed at investigating the effect of hospitalization on anxiety levels of toddler in Puskesmas Tampa
Padang. This research is an descriptive research with cross sectional design. Research subjects taken
by purposive sampling counted 63 people. The data were analyzed using fisher's exact test. The results
showed that hospitalization influenced toddler child's anxiety level (p 0.005). It is expected that health
workers continue to provide good services and continue to maintain communication to children and
families so that children feel comfortable during the process of hospitalization.

Keywords: Children, toddler, hospitalization, anxiety

PENDAHULUAN 15,26% yang ditunjukkan dengan selalu


Hospitalisasi pada anak merupakan penuhnya ruangan anak baik rumah sakit
proses karena suatu alasan yang berencana atau pemerintah maupun swasta. Bila dibandingkan
darurat mengharuskan anak untuk tinggal di angka kesakitan anak di daerah perdesaan dan
rumah sakit menjalani terapi dan perawatan perkotaan menunjukkan angka kesakitan di
sampai pemulangan kembali kerumah. Selama pedesaan lebih tinggi dibanding perkotaan
proses tersebut, anak dapat mengalami berbagai (15,75 vs 14,74%). Berdasarkan survei
kejadian yang menunjukan pengalaman yang kesehatan ibu dan anak tahun 2010 didapatkan
sangat trauma dan penuh dengan stres. hasil bahwa dari 1.425 anak mengalami dampak
Hospitalisasi merupakan salah satu penyebab hospitalisasi: 33,2% diantaranya mengalami
stress baik pada anak maupun keluarganya, dampak hospitalisasi berat; 41,6% mengalami
terutama disebabkan oleh perpisahan dengan dampak hospitalisasi sedang; dan 25,2%
keluarga, kehilangan kendali, perlukaan tubuh mengalami dampak hospitalisasi ringan.
dan rasa nyeri. Saat anak dirawat di rumah sakit Keluhan kesehatan sebagai penyebab
(hospitalisasi) memaksa anak untuk berpisah hospitalisasi adalah gangguan terhadap kondisi
dari lingkungan yang dirasakannya aman, fisik maupun jiwa, termasuk kecelakaan yang
penuh kasih sayang, dan menyenangkan,yaitu dialami anak seperti panas, batuk, pilek,
lingkungan rumah, permainan, dan teman asma/napas sesak/cepat, diare/buang air, sakit
sepermainannya (Nursalam, Susilaningrum, & kepala berulang, sakit gigi dan lainnya.
Utami, 2005; Supartini, 2004). Keluhan kesehatan yang dialami oleh balita
Populasi anak yang dirawat di rumah memiliki kecenderungan yang sama di
sakit mengalami peningkatan yang sangat perkotaan dan perdesaan. Lebih dari separuh
dramatis dengan persentase yang lebih serius balita di Indonesia mengalami panas (53,90
dan lebih kompleks bila dibandingkan dengan persen), batuk (57,62 persen) dan pilek (58,32
tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan survei persen). Ketiga keluhan kesehatan ini sering
dari WHO pada tahun 2008, hampir 80% anak dialami balita, karena balita masih sangat rentan
mengalami perawatan di rumah sakit. terhadap penyakit (Kementerian Pemberdayaan
TheNational Centre for Health Statistic Perempuan dan Perlindungan Anak, 2015).
memperkirakan bahwa 3 – 5 juta anak di bawah Hospitalisasi (rawat inap) pada pasien
usia 15 tahun menjalani hospitalisasi setiap anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres
tahun. Angka kesakitan anak di Indonesia yang pada semua tingkatan usia. Penyebab
dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu kecemasan dipengaruhi oleh banyak faktor,

58 Jurnal Kesehatan MANARANG


Volume 3, Nomor 2, Desember 2017 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

baik dari faktor petugas (perawat, dokter dan yang lebih lama bahkan akan mempercepat
tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, terjadinya komplikasi-komplikasi selama
maupun keluarga yang mendampingi selama perawatan (Nursalam et al., 2005).
perawatan. Keluarga sering merasa cemas
dengan perkembangan keadaan anaknya, METODE PENELITIAN
pengobatan dan biaya perawatan. Meskipun Jenis Penelitian
dampak tersebut tidak bersifat langsung Jenis penelitian yang digunakan dalam
terhadap anak, secara psikologis anak akan penelitian ini adalah deskriptif dengan
merasakan perubahan perilaku dari orang tua rancangan cross sectional.
yang mendampingi selama perawatan
(Nursalam et al., 2005). Perawatan di rumah Populasi dan Sampel
sakit juga sering kali dipersepsikan anak Populasi dalam penelitian ini adalah
sebagai hukuman sehingga anak akan merasa semua anak yang dirawat di Ruang Rawat Inap
malu, bersalah, atau takut. Hal ini menimbulkan Puskesmas Tampa Padang Kabupaten Mamuju.
reaksi agresif dengan marah dan berontak, Subjek penelitian diambil secara purposive
ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata sampling, setelah diberikan informed consent
marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan memenuhi kriteria inklusi antara lain: anak
apabila kondisi itu terjadi maka akan yang berusia 1 – 3 tahun, anak atau keluarga
mempengaruhi proses perawatan saat di rumah bisa diajak berkomunikasi, anak berdomisili di
sakit. Penelitian membuktikan bahwa wilayah Kalukku.
hospitalisasi anak dapat menjadi suatu Subjek penelitian berjumlah 63 orang.
permasalahan yang menimbulkan trauma baik Penentuan besar sampel dalam penelitian ini
bagi anak maupun orang tua sehingga menggunakan rumus Slovin (Sevilla &
menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat Consuelo, 2007) sebagai berikut:
berdampak pada kerjasama anak dan orang tua
dalam perawatan anak selama di rumah sakit N
(Supartini, 2004). n=
Puskesmas Tampa Padang merupakan N (d)² + 1
salah satu puskesmas perawatan di Kabupaten
Mamuju. Berdasarkan hasil observasi peneliti Keterangan :
di ruang rawat inap Puskesmas Tampa Padang n = Besar sampel
jumlah pasien anak meningkat setiap tahunnya. N = Besar populasi
Diperkirakan sejak tahun 2013 sampai 2015 d = Tingkat signifikansi (0,1).
pasien anak berjumlah 428 orang, dengan Dari rumus diatas dapat dihitung besar sampel
jumlah pasien anak pada tahun 2015 sebanyak yang akan diambil adalah:
173 anak. Berdasarkan klasifikasi umur terdiri
dari: usia 0-12 bulan sebanyak 13 orang; usia 1 n = 173
– 3 tahun sebanyak 39 orang, usia 4 – 6 tahun N (d)² + 1
sebanyak 28 orang, usia 7 – 12 tahun sebanyak
48 orang, usia 13 – 18 tahun 43 orang. Kondisi n = 173
anak yang dirawat sering gelisah, rewel dan 173 (0,1)² + 1
selalu ingin ditemani saat menjalani proses
perawatan. Anak juga sering menangis dan n = 173
mengatakan ingin pulang. Penyebab kecemasan 2,73
yang dialami beragam, mulai dari rasa cemas
terhadap petugas kesehatan seperti dokter, n = 63
perawat, dan bidan, serta tindakan medis, cemas
karena nyeri yang dialami, rasa cemas karena Teknik Pengumpulan Data
berada pada tempat dan lingkungan baru, rasa Instrument yang digunakan dalam
cemas akibat perpisahan dengan saudaranya. penelitian ini adalah kuesioner. Hospitalisasi
Respon anak tersebut dapat menjadi kendala dinilai dari lamanya hari rawat anak. Tingkat
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang kecemasan diukur menggunakan lembar
akan diberikan sehingga menghambat proses observasi Hamilton Rating Scale for Anxiety.
penyembuhan dan mengakibatkan perawatan

59 Jurnal Kesehatan MANARANG


Volume 3, Nomor 2, Desember 2017 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

Analisa data HASIL


Analisis data dilakukan dengan analisis Karakteristik Responden
deskriptif dengan menampilkan distribusi dan Melihat tabel 1. berdasarkan umur
persentase dari tiap variabel. Selanjutnya responden paling banyak adalah berumur 2
dilakukan analisis untuk menguji hipotesis tahun sebanyak 35 orang (55.6 %); responden
menggunakan fisher’s exact test untuk berjenis kelamin terbanyak adalah perempuan
mengetahui pengaruh hospitalisasi dengan berjumlah 35 orang (55.6%); Agama responden
tingkat kecemasan anak, dengan tingkat terbanyak adalah Islam sebanyak 39 orang
kepercayaan 95% (α 0,05). (61.9 %).

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (n=63)

Karakteristik Responden n Persen (%)


Umur reponden:
1 tahun 17 26.9
2 tahun 35 55.6
3 tahun 11 17.5
Jenis kelamin responden:
Laki-laki 28 44,4
Perempuan 35 55,6
Agama responden:
Islam 39 61.9
Kristen 24 38.1

Variabel Penelitian sebanyak 59 orang (93.4%); tingkat kecemasan


Tabel 2. menunjukkan bahwa hospitalisasi anak paling banyak terdapat pada tidak cemas
responden terbanyak adalah cepat (1 – 3 hari) sebanyak 55 orang (87.3 %).

Tabel 2. Distribusi Variabel Penelitian Responden Di Ruang Rawat


Inap Puskesmas Tampa Padang Kabupaten Mamuju (n=63)

Variabel Penelitian n %
Hospitalisasi
Cepat (1 – 3 hari) 59 93.4
Lama (4 – 5 hari) 4 6.4
Tingkat Kecemasan
Tidak Cemas 55 87.3
Cemas 8 12.7

Analisis Bivariat hospitalisasi cenderung mengalami kecemasan.


Menggunakan uji statistik Pearson Fisher’s Kejadian kecemasan secara kuantitatif paling
Exact Test diperoleh hasil, bahwa ada pengaruh banyak terjadi padakecemasan tingkat ringan
hospitalisasi dengan tingkat kecemasan anak dan pada anak usia 4 tahun, laki-laki, dan
dengan nilai p = 0,005 (nilai p < 0,05). telahdirawat 2 hari. Namun jika dilihat
berdasarkan tingkat cemasnya, anakusia 3
PEMBAHASAN tahun, perempuan, dan telah dirawat selama 2
Hasil penelitian ini menunjukkan hari di rumah sakit mengalami kecemasan lebih
bahwa hosptalisasi mempengaruhi tingkat tinggi tingkatannya (kecemasan tingkat
kecemasan anak. Hal ini sesuai dengan sedang). Anak perempuan lebih cemas daripada
penelitian (Sari & Sulisno, 2012) yang anak laki-laki karena anak perempuan lebih
menyatakan bahwa anak yang mengalami sensitif dan mendapat stressor lebih intensif

60 Jurnal Kesehatan MANARANG


Volume 3, Nomor 2, Desember 2017 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

dari pada anak laki-laki yang eksploratif. Hasil baru saja berpisah dari teman bermain,
penelitian tidak mampu menjelaskan lingkungan tempat tinggal, hilang
keterlibatan lamanya dirawat dengan kendali,cedera dan nyeri, lingkungan baru saat
kecemasan anak namun hasil penelitian hospitalisasi (Suliswati, 2005; Donna L. Wong,
menunjukkan bahwa anak paling banyak cemas 2008).
ringan di hari pertama. Hal tersebut karena anak

Tabel 3. Hospitalisasi Mempengaruhi Tingkat Tecemasan Anak di Ruang Rawat


Inap Puskesmas Tampa Padang Kabupaten Mamuju (n=63)

Tingkat Kecemasan
Variabel N % p
Tidak Cemas % Cemas %
Hospitalisai
Cepat 54 85.7 5 7.9 59 93.7 0,005
Lama 1 1.60 3 4.8 4 6.3
55 87.3 8 12.7 63 100

Respon anak yang dirawat di Ruang Menurut Wong (2003), stres utama dari
Rawat Inap Puskesmas Tampa Padang dapat masa bayi pertengahan sampai usia prasekolah,
diobservasi seperti sering gelisah, rewel dan terutama untuk anak-anak yang berusia 6 bulan
selalu ingin ditemani saat menjalani proses sampai 30 bulan adalah kecemasan akibat
perawatan. Anak juga sering menangis dan perpisahan yang disebut sebagai depresi
mengatakan ingin pulang. Penyebab kecemasan anaklitik. Pada kondisi cemas akibat perpisahan
yang dialami beragam, mulai dari rasa cemas anak akan memberikan respon berupa
terhadap petugas kesehatan seperti dokter, perubahan perilaku. Manifestasi kecemasan
perawat, dan bidan, serta tindakan medis, cemas yang timbul terbagi menjadi tiga fase yaitu: (a)
karena nyeri yang dialami, berada pada tempat fase protes (phase of protest) anak-anak
dan lingkungan baru dan rasa cemas akibat bereaksi secara agresif dengan menangis dan
perpisahan dengan saudaranya. Hal ini sesuai berteriak memanggil orang tua, menarik
dengan teori yang menyatakan hospitalisasi perhatian agar orang lain tahu bahwa ia tidak
dapat dianggap sebagai suatu pengalaman yang ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak
mengancam dan merupakan sebuah stressor, perhatian orang asing atau orang lain dan sulit
serta dapat menimbulkan krisis bagi anak dan ditenangkan; (b) fase putus asa (phase of
keluarga. Hal ini mungkin terjadi karena anak despair) dimana tangisan akan berhenti dan
tidak memahami mengapa dia dirawat, stres muncul depresi yang terlihat adalah anak
dengan adanya perubahan akan status kurang begitu aktif, tidak tertarik untuk bermain
kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari- atau terhadap makanan dan menarik diri dari
hari dan keterbatasan mekanisme koping. orang lain; dan (c) fase menolak (phase of
Menurut Alimul (2005) anak akan memberikan denial) merupakan fase terakhir yaitu fase
reaksi saat sakit dan mengalami proses pelepasan atau penyangkalan, dimana anak
hospitalisasi. Reaksi tersebut dipengaruhi oleh tampak mulai mampu menyesuaikan diri
tingkat perkembangan, pengalaman terhadap kehilangan, tertarik pada lingkungan
sebelumnya, support system dalam keluarga, sekitar, bermain dengan orang lain dan tampak
keterampilan koping dan berat ringannya membentuk hubungan baru, meskipun perilaku
penyakit. Menurut Wong (2003) perasaan tersebut dilakukan merupakan hasil dari
merupakan respons emosional yang dapat kepasrahan dan bukan merupakan kesenangan.
diakibatkan oleh cemas akibat perpisahan, Responden pada penelitian ini adalah
kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri. anak toddler (umur 1 – 3 tahun), sehingga kita
Kecemasan yang timbul merupakan respon dapat melihat beberapa respon kecemasan
emosional terhadap penilaian sesuatu yang seperti di atas. Hal ini sesuai dengan teori
berbahaya, berkaitan dengan perasaan tidak Ericson dalam (Price & Gwin, 2005), bahwa
pasti dan tidak berdaya (Stuart & Sundeen, pada fase ini anak sedang mengembangkan
2010). kemampuan otonominya. Akibat sakit dan

61 Jurnal Kesehatan MANARANG


Volume 3, Nomor 2, Desember 2017 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

dirawat di rumah sakit, anak akan kehilangan terjadi penurunan tingkat kecemasan sesudah
kebebasan dalam mengembangkan otonominya. dilakukan therapeutic peer play.
Keterbatasan aktifitas, kurangnya kemampuan Berdasarkan hasil penelitian ini penulis
untuk memilih dan perubahan rutinitas dan melihat perlu upaya dari berbagai pihak untuk
ritual akan menyebabkan anak merasa tidak memenuhi standar pelayanan minimal di
berdaya. Toddler bergantung pada konsistensi puskesmas, khususnya pelayanan rawat inap
dan familiaritas ritual harian guna memberikan bagi pasien anak. Beberapa upaya yang dapat
stabilitas dan kendali selama masa pertumbuhan dilakukan oleh perawat untuk mengatasi
dan perkembangan. Area toddler dalam hal masalah ketakutan dan kecemasan anak akibat
ritual mencakup makan, tidur, mandi, toileting hospitalisasi antara lain:
dan bermain. Jika rutinitas tersebut terganggu, 1. Pendekatan kepada orang tua dan anak.
maka dapat terjadi kemunduran terhadap Pendekatan yang dapat dilakukan perawat
kemampuan yang sudah dicapai atau disebut kepada orang tua dan anak adalah dengan
dengan regresi (Wong, 2003). memberikan penjelasan setiap melakukan
Pemahaman toddler tentang citra tubuh, tindakan, selalu berkomunikasi tentang
terutama definisi batasan tubuh, perkembangan kesehatan anak, dan
perkembangannya masih sangat buruk. memberikan motivasi pada orang tua dan
Pengalaman intrusif seperti pemeriksaan telinga anak untuk mengatasi ketakutan dan
atau mulut atau pemeriksaan suhu rektal kecemasannya.
merupakan prosedur yang sangat mencemaskan 2. Memberi lingkungan yang aman dan
dan toddler bereaksi sama kerasnya dengan nyaman.
prosedur yang menyakitkan. Secara umum, Memberi lingkungan yang aman pada anak
anak dalam kelompok usia ini terus bereaksi misalnya lingkungan yang terhindar dari
dengan kemarahan emosional yang kuat dan bahaya seperti jatuh dari tempat tidur,
resistensi fisik terhadap pengalaman nyeri baik keluarga atau orang terdekat selalu ada dekat
yang aktual maupun yang dirasakan. Perilaku anak. Perawat dapat berkolaborasi dengan
yang mengindikasikan nyeri antara lain, keluarga dalam perawatan anak. Selain
meringis kesakitan, mengatupkan gigi dan atau lingkungan yang aman juga nyaman bagi
bibir, membuka mata lebar-lebar, pasien seperti membatasi pengunjung
mengguncang-guncang, menggosok-gosok, dan sehingga anak dapat beristirahat.
bertindak agresif, seperti menggigit, 3. Menyediakan mainan
menendang, memukul, atau melarikan diri. Puskesmas harus menyediakan mainan dan
Tidak seperti orang dewasa yang biasanya arena bermain untuk pasien anak. Proses
mengurangi aktifitasnya pada saat nyeri, anak- asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan
anak cenderung lebih gelisah dan sangat aktif, metode bermain. Jika puskesmas tidak
seringkali respon ini tidak diketahui sebagai mempunyai fasilitas bermain bagi anak,
akibat dari nyeri. Diakhir periode ini, toddler perawat harus kreatif membuat mainan dari
biasanya mampu mengkomunikasikan nyeri alat atau bahan sederhana yang tersedia di
dengan cara menunjuk area spesifik nyeri yang lingkungan puskesmas. Selain itu keluarga
mereka rasakan, meskipun begitu anak belum juga boleh membawakan mainan kesukaan
mampu menggambarkan jenis dan intensitas anak dari rumah.
nyeri (Utami, 2014). Diharapkan dengan upaya ini dapat
Penelitian lain yang menunjukkan mengatasi ketakutan dan kecemasan anak
bahwa hospitalisasi mempengaruhi tingkat selama proses hospitalisasi.
kecemasan anak adalah penelitin yang
dilakukan oleh (Nursondang, Setiawati, & KESIMPULAN DAN SARAN
Elliya, 2015). Kecemasan yang diakibatkan Ada pengaruh hospitalisasi terhadap tingkat
oleh proses hospitalisasi dapat diminimalkan kecemasan anak di Ruang Rawat Inap
dengan adanya dukungan keluarga. Selain Puskesmas Tampa Padang Kabupaten Mamuju.
dukungan keluarga cara lain untuk menurunkan Diharapkan agar petugas kesehatan khususnya
kecemasan anak dapat dilakukan dengan terapi perawat dapat meminimalkan tingkat
bermain, hal ini sesuai dengan hasil penelitian kecemasan anak selama hospitalisasi dengan
(Solikhah, 2011) yang menyatakan bahwa terus menjaga komunikasi pada anak dan
keluarga, menciptakan lingkunan yang aman

62 Jurnal Kesehatan MANARANG


Volume 3, Nomor 2, Desember 2017 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

dan nyaman serta menyediakan mainan, Sari, F. S., & Sulisno, M. (2012). Hubungan
sehingga anak merasa nyaman selama proses Kecemasan Ibu dengan Kecemasan Anak
hospitalisasi. Saat Hospitalisasi Anak. Jurnal Nursing
Studies, 1(1), 51–59.
DAFTAR PUSTAKA Sevilla, S., & Consuelo, G. (2007). Research
Alimul, A. A. (2005). Pengantar Ilmu Methods. Quezon City: Rex Printing
Keperawatan Anak (1st ed.). Jakarta: Company.
Salemba Medika. Solikhah, U. (2011). Therapeutic Peer Play
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan sebagai Upaya Menurunkan Kecemasan
Perlindungan Anak. (2015). Profil Anak Anak Usia Sekolah Selama Hospitalisasi.
Indonesia 2015. Kementerian Jurnal Keperawatan Soedirman, 6(1),
Pemberdayaan Perempuan dan 20–30.
Perlindungan Anak serta Badan Pusat Stuart, G. ., & Sundeen, S. . (2010). Buku Saku
Statistik. Ja: Kementerian Pemberdayaan Keperawatan Jiwa (3rd ed.). Jakarta:
Perempuan dan Perlindungan Anak serta EGC.
Badan Pusat Statistik. Suliswati, S. (2005). Konsep Dasar
Nursalam, N., Susilaningrum, R., & Utami, S. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
(2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan EGC.
Anak (untuk Perawat dan Bidan) (Edisi Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar
1). Jakarta: Salemba Medika. Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Nursondang, S., Setiawati, S., & Elliya, R. Utami, Y. (2014). Dampak Hospitalisasi
(2015). Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Perkembangan Anak. Jurnal
dengan Tingkat Kecemasan Akibat Ilmiah Widya, 2(2), 9–20.
Hospitaliasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Wong, D. (2003). Whaley and Wong’s Nursing
di Ruang Alamanda RSUD dr. H. Abdul Care of Infants and Children (7th ed.).
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2014. St. Louis: Mosby.
Jurnal Kesehatan Holistik, 9(2), 59–63. Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan
Price, D. L., & Gwin, J. F. (2005). Thompson’s Pediatrik. Jakarta: EGC.
Pediatric Nursing an Introductory Text
(9th ed.). St. Louis: Elsevier Inc.

63 Jurnal Kesehatan MANARANG

Potrebbero piacerti anche