Sei sulla pagina 1di 96

KAPASITAS ANTIOKSIDAN BAWANG DAYAK (Eleutherine palmifolia)

DALAM BENTUK SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK, PADA PELARUT


NONPOLAR, SEMIPOLAR DAN POLAR

SKRIPSI

ALIA MUSTIKA NUR


F24070071

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ANTIOXIDANT CAPACITY OF BAWANG DAYAK (Eleutherine palmifolia) IN FRESH,
SIMPLISIA AND CHIPS FORM ON NONPOLAR, SEMIPOLAR AND POLAR SOLVENTS

Alia Mustika Nur and Made Astawan

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural
University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia
Phone: +62856731969, E-mail: alyavoenya@gmail.com

ABSTRACT

Bawang dayak (Eleutherine palmifolia) is a red bulb plant from Central Kalimantan, which
has bioactive compounds such as phenols, flavonoids, alkaloids, glycosides and tannins. The existence
of bioactive compounds become parameter of antioxidant activity of this red bulb. The study showed
antioxidant capacity of bawang dayak in fresh form, simplisia (dried) form and chips form, which
were extracted by the solvent hexane, ethyl acetate, methanol, ethanol and water. Antioxidant
capacity was measured by DPPH method and rancimat method. Phytochemical screening was
conducted to determine the bioactive compounds of bawang dayak in each form for every solvent.
Based on DPPH method, bawang dayak in fresh form was extracted with ethyl acetate had the highest
antioxidant capacity value that is 227.0% equal to 1.02 mg AEAC/mg extract. Simplisia form which
was extracted with ethanol had antioxidant capacity value 51.8% equal to 0.21 mg AEAC/mg extract.
Chips form was extracted with ethylacetate and ethanol had the highest antioxidant capacity values
57.5% and 46.5% which were equal to 0.24 mg AEAC/ mg extract and 0.18 mg AEAC/ mg extract.
The induction time of ethylacetate fresh extract, ethanol simplisia extract and ethylacetate chip extract
based on measurement with rancimat method, were 3.7 hours, 2.8 hours and 2.6 hours. All of extract
had higher induction time than tocoferol. Besides, the measurement of phenolic content resulted that
methanol fresh extract, ethanol simplisia extract and methanol chip extract had 4.29 mg GAE/100 mg
extract, 3.52 mg GAE/ 100 mg extract and 3.38 mg GAE/100 mg extract. Vitamin C (ascorbic acid) on
fresh bawang dayak was quite high, reaching 61.5mg/100gram, whereas vitamin C on simplicia and
chip were decreased, respectively 41.0 mg/100 gram and 22.0 mg/100gram due to the heating
process. The Ethylacetate fresh extract contains of alkaloid , phenolic, flavonoids, triterpenoids,
steroids and glycosides compounds, while the ethanol simplscia extract and ethylacetate chip extract
contains of alkaloids, saponins, tannins, phenolics, flavonoids, triterpenoids, steroids and glycosides
compounds.

Keywords: bawang dayak, antioxidant, phytochemical


Alia Mustika Nur. F24070071. Kapasitas Antioksidan Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia)
dalam Bentuk Segar, Simplisia dan Keripik, pada Pelarut Nonpolar, Semipolar dan Polar. Di
bawah bimbingan Made Astawan. 2011

RINGKASAN
Banyak sekali jenis tanaman Indonesia yang diduga memiliki khasiat bagi kesehatan, tetapi
belum termanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan secara ilmiah masih sedikit sekali informasi
tentang kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada tanaman tersebut. Bawang Dayak
(Eleutherine palmifolia) adalah salah satu jenis tanaman yang berkhasiat bagi kesehatan dan banyak
ditemukan di daerah kalimantan. Secara empiris diketahui tanaman ini dapat menyembuhkan penyakit
kanker usus, kanker payudara, diabetes melitus, hipertensi, menurunkan kolesterol, obat bisul, stroke
dan sakit perut sesudah melahirkan. Khasiat dari tanaman bawang dayak di antaranya sebagai
antikanker payudara, mencegah penyakit jantung, immunostimulant, antinflamasi, antitumor serta anti
bleeding agent (Saptowalyono 2007).
Komponen antioksidan memiliki peranan penting bagi perlindungan kesehatan tubuh
Penggunaan antioksidan alami saat ini dianggap lebih aman karena diperoleh dari ekstrak tanaman.
Antioksidan alami yang terdapat pada tanaman antara lain kelompok flavonoid berupa senyawa
polifenol. Pada penelitian ini dilakukan pengujian kapasitas antioksidan dari bawang dayak dalam
bentuk umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik dengan menggunakan lima jenis pelarut yang
berbeda yaitu heksan, etilasetat, etanol, metanol dan air. Metode pengujian yang dilakukan
menggunakan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) dan metode rancimat untuk mengukur
stabilitas oksidatif pada tiga ekstrak sampel terbaik. Selanjutnya dilakukan uji pendukung seperti
pengukuran jumlah total fenol, kadar vitamin C dan uji kualitatif fitokimia untuk ekstrak umbi
bawang dayak segar, simplisia dan keripik.
Berdasarkan hasil pengujian dengan metode DPPH, diketahui bahwa ekstrak etilasetat umbi
bawang dayak segar memiliki nilai kapasitas antioksidan paling tinggi dan berbeda sangat nyata
(p<0.01) dibandingkan dengan pelarut heksan, metanol, etanol dan air. Ekstrak etanol simplisia
memiliki kapasitas antioksidan paling tinggi dan sangat berbeda nyata (p<0.01) dengan pelarut
heksan, etilasetat, metanol dan air. Keripik yang diekstrak dengan pelarut etanol dan etilasetat
menghasilkan nilai kapasitas antioksidan paling tinggi tetapi tidak berbeda nyata (p>0.01).
Nilai kapasitas antioksidan dapat dibandingkan dengan aktivitas asam askorbat, dimana nilai
aktivitas antioksidan di dalam ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar setara dengan
1.02 mg AEAC/mg ekstrak, ekstrak etanol simplisia setara dengan 0.21 mg AEAC/ mg ekstrak dan
ekstrak etilasetat keripik dan ekstrak etanol keripik setara dengan 0.24 mg AEAC/ mg ekstrak dan
0.18 mg AEAC/ mg ekstrak. Setelah dilakukan pengujian terhadap kestabilan oksidatif dengan metode
rancimat, maka diperoleh waktu induksi untuk ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar, ekstrak
etanol simplisia dan ekstrak etilasetat keripik. Waktu induksi ekstrak etilasetat umbi bawang dayak
segar sebesar 3.7 jam, ekstrak etanol simplsia sebesar 2.8 jam dan ekstrak etilasetat keripik sebesar 2.6
jam.
Pengukuran jumlah total fenol dilakukan dengan mereaksikan setiap ekstrak sampel dengan
pereaksi Folin-ciocalteau. Hasil dari pengukuran ini diperoleh bahwa ekstrak metanol umbi bawang
dayak segar, ekstrak etanol simplisia dan ekstrak metanol keripik memiliki total fenol paling tinggi.
Nilai total fenol ekstrak metanol umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia dan ekstrak
metanol keripik masing-masing adalah 4.29 mg GAE/100 mg ekstrak, 3.52 mg GAE/ 100 mg ekstrak
dan 3.38 mg GAE/100 mg ekstrak.
Terdapat korelasi negatif antara jumlah kapasitas antioksidan ekstrak umbi bawang dayak
segar dan keripik terhadap jumlah nilai total fenolnya. Hal ini berarti senyawa antioksidan pada
ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar dan ekstrak etilasetat keripik tidak hanya didukung oleh
adanya senyawa fenol, akan tetapi ada senyawa antioksidan lain yang terekstrak pada pelarut etilasetat
untuk umbi bawang dayak segar dan keripik. Senyawa antioksidan tersebut adalah betakaroten,
triterpenoid dan tokoferol, dimana senyawa-senyawa tersebut cenderung larut dalam pelarut nonpolar.
Pengukuran kadar vitamin C dilakukan dengan menggunakan metode Idiometri. Nilai kadar
vitamin C ekstrak umbi bawang dayak segar 61.5 mg/100 gram, ekstrak simplisia 41.0 mg/100 gram
dan ekstrak keripik 22.0 mg/100gram. Penurunan nilai kadar vitamin C untuk ektrak simplisia dan
ekstrak keripik disebabkan adanya perlakuan suhu selama pengolahan. Terjadi interaksi antara suhu
pengolahan dengan jumlah kapasitas antioksidan umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik. Hal
ini terbukti dengan menurunnya jumlah kapasitas antioksidan, kestabilan oksidatif , total fenol dan
kadar vitamin C umbi bawang dayak segar setelah dilakukan pengolahan menjadi simplisia dan
keripik. Penurunan jumlah ini menunjukan bahwa senyawa antioksidan yang terdapat dalam umbi
bawang dayak tidak tahan terhadap suhu tinggi. Selain itu, penggunaan jenis pelarut yang berbeda
menghasilkan jumlah kapasitas antioksidan dan total fenol yang berbeda-beda. Setiap jenis pelarut
memiliki sensitivitas terhadap suatu senyawa tertentu di dalam suatu bahan.
Analisis uji kualitatif fitokimia pada penelitian ini meliputi senyawa alkaloid, saponin, tanin,
fenol, triterpenoid, flavonoid dan glikosida. Pengujian fitokimia dilakukan pada umbi bawang dayak
segar, simplisia dan keripik, menggunakan lima jenis pelarut air, heksan, etilasetat, etanol dan
metanol. Berdasarkan hasil uji kualitatif fitokimia, tingginya nilai kapasitas antioksidan ekstrak
etilasetat umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia, ekstrak etanol keripik dan ekstrak
etilasetat keripik didukung oleh keberadaan senyawa aktif seperti fenolik, triterpenoid dan glikosida
yang sangat kuat.
KAPASITAS ANTIOKSIDAN BAWANG DAYAK (Eleutherine palmifolia) DALAM BENTUK
SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK, PADA PELARUT NONPOLAR, SEMIPOLAR DAN
POLAR

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
ALIA MUSTIKA NUR
F24070071

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Kapasitas Antioksidan Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) dalam Bentuk
Segar,Simplisia dan Keripik, pada Pelarut Nonpolar, Semipolar dan Polar
Nama : Alia Mustika Nur
NIM : F24070071

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS)


NIP. 19620202.198703.1.004

Mengetahui:
Plt. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si)


NIP 19610802 198703 2 002

Tanggal Ujian Akhir : 18 Agustus 2011


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kapasitas


Antioksidan Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) dalam Bentuk Segar, Simplisia dan
Keripik, pada Pelarut Nonpolar, Semipolar dan Polar adalah hasil karya saya sendiri dengan
arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 18 Agustus 2011


Yang membuat pernyataan

Alia Mustika Nur


F24070071
BIODATA PENULIS

Alia Mustika Nur lahir di Pandeglang, 08 Oktober 1989 dari


pasangan Syarifudin dan Aas Tafriasih sebagai anak ke empat
dari empat bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh dari
tahun 1995-2001 di SDN Purwaraja 02 Pandeglang, kemudian
melanjutkan Sekolah Menegah Pertama di MTS MA Pusat Menes
sampai tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis menamatkan Sekolah
Menengah Ke atas dari SMAN 1 Pandeglang. Penulis diterima
sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan
mayor Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama menjalani perkuliahan di IPB, Penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu
staff Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) BEM TPB IPB, anggota Himpunan
Mahasiswa Banten (KMB), anggota Himpunanan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan
(HIMITEPA), panitia seminar PLASMA (2009). Penulis juga mendapatkan dana hibah dari Dikti
melalui program PKM di bidang kewirausahaan dan di bidang penelitian pada tahun 2009-2010.
Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Kapasitas Antioksidan Bawang
Dayak (Eleutherine palmifolia) dalam Bentuk Segar, Simplisia dan Keripik, pada Pelarut Nonpolar,
Semipolar dan Polar” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan ridho dan
pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
disusun berdasarkan hasil penelitian untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam peneilitan ini adalah
kapasitas antiokisdan dengan judul “ Kapasitas Antioksidan Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia)
dalam Bentuk Segar, Simplisia dan Keripik, pada Pelarut Nonpolar, Semipolar dan Polar. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi
ini, yaitu:

1. Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberi
bimbingan dan saran selama penyusunan skripsi ini.
2. Keluarga tercinta : Mamah dan Bapak, Kakak- kakakku Neng, Ana, Aan dan Arya . Terima kasih
atas doa dan motivasi yang selalu diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian dan skripsi
ini.
3. Ibu Andi Erly. Terima kasih atas bantuan dana, waktu, perhatian, dukungan dan doa yang telah
diberikan selama penelitian berlangsung.
4. Dosen penguji Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si dan Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. Terima kasih
atas kesediaan waktu serta saran yang telah diberikan.
5. Rina Ristyawati (alm). Terima kasih atas segala kebaikan yang selalu diberikan.
6. Sahabat-sahabat seperjuangan, Suriah Anggraeni, Renny Permatasari, Dhina Novitri, Annisa S
Larasati, Lia Septiani, Meilly Kusuma Dewi, Michael Devega, Yohana Maria Leoni, Irwan
Permadi, Chyntia DNS, Yolanda silvia dan Sarah tsaqqofa. Terimakasih atas kebersamaan,
dukungan dan saran yang selalu diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
7. Keluarga besar ITP 44 yang selalu kompak. Terima kasih atas dukungan, bantuan dan
kerjasamanya selama masa perkuliahan di ITP.
8. Seluruh teknisi laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Pak Wahid, Pak Taufik, Pak Yahya,
Pak Sobirin, Mba Yane. Terima kasih atas bantuan selama penulis menyelesaikan penelitian.
9. Seluruh karyawan UPT ITP yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis
selama kuliah di ITP.
10. Keluarga besar Pondok Nuansa Sakinah, Fauzia Trianastiti, PNS angkatan 43, Salis, Anis, Lena
dan Nadia.
11. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi yang tidak bisa penulis
sebutkan satu-persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Terima kasih.

Bogor, 18 Agustus 2011

Alia Mustika Nur


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2
C. Manfaat Penelitian.................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3
A. Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) ................................................... 3
B. Antioksidan dan Pengukurannya ............................................................... 5
C. Vitamin C ............................................................................................... 7
D. Fitokimia ................................................................................................. 7
III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 10
A. Bahan dan Alat ......................................................................................... 10
1. Bahan.................................................................................................. 10
2. Alat..................................................................................................... 10
B. Metode Penelitian..................................................................................... 10
1. Persiapan Sampel ............................................................................... 10
2. Ekstraksi Sampel ................................................................................. 10
3. Analisis Proksimat .............................................................................. 11
a. Kadar air ........................................................................................ 11
b. Kadar Abu ..................................................................................... 11
c. Kadar Lemak ................................................................................ 11
d. Kadar Protein ................................................................................. 12
e. Kadar Karbohidrat.......................................................................... 12
4. Analisis Kimia .................................................................................... 13
a. Kapasitas Antioksidan Metode DPPH ............................................. 13
b. Kapasitas Antioksidan Metode Rancimat ........................................ 13
c. Uji Total Fenol ............................................................................... 13
d. Uji Kadar Vitamin C ...................................................................... 14
5. Uji Kualitatif Fitokimia ...................................................................... 14
6. Rancangan Percobaan .......................................................................... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 17
A. Persiapan Sampel dan Ekstraksi ................................................................ 17
B. Rendemen Ekstrak.................................................................................... 18
C. Analisis Proksimat.................................................................................... 20
D. Karakteristik Fisik Hasil Ekstraksi ............................................................ 20
E. Kapasitas Antioksidan Metode DPPH ....................................................... 22
F. Aktivitas Antioksidan Metode Rancimat ................................................... 27
G. Total Fenol ............................................................................................... 29
H. Kadar Vitamin C ...................................................................................... 32
I. Analisis Fitokimia .................................................................................... 33
J. Hubungan Kapasitas Antioksidan, Total Fenol dan Kadar Vitamin C
Sebagai Radikal Scavenger Pada Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia
Dan Keripik ............................................................................................. 35
V. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 37
A. Simpulan .................................................................................................. 37
B. Saran........................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 39
LAMPIRAN ................................................................................................. 42
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Fitokimia Umbi Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) ................... 4
Tabel 2. Rendemen Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik 19
Tabel 3. Proksimat Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik ........... 20
Tabel 4. Karakteristik Fisik Warna Ekstraksi Umbi Bawang Dayak Segar,
Simplisia dan Keripik ........................................................................ 21
Tabel 5. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar .................... 34
Tabel 6. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Simplisia Bawang Dayak ........................ 34
Tabel 7. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Keripik Bawang Dayak........................... 35

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) ................................................ 4
Gambar 2. Umbi Bawang Dayak ............................................................................ 18
Gambar 3. Simplisia Bawang Dayak ...................................................................... 18
Gambar 4. Keripik Bawang Dayak ......................................................................... 18
Gambar 5. Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar ...................................................... 21
Gambar 6. Ekstrak Simplisia Bawang Dayak .......................................................... 22
Gambar 7. Ekstrak Keripik Bawang Dayak............................................................. 22
Gambar 8. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar ................... 23
Gambar 9. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Simplisia ............................................... 24
Gambar 10. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Keripik.................................................. 24
Gambar 11. Nilai AEAC Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar .................................. 26
Gambar 12 Nilai AEAC Ekstrak Simplisia Bawang Dayak ...................................... 27
Gambar 13. Nilai AEAC Ekstrak Keripik Bawang Dayak ......................................... 27
Gambar 14. Waktu Induksi Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan
Keripik ................................................................................................ 28
Gambar 15. Total Fenol Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar ................................... 30
Gambar 16 Total Fenol Ekstrak Simplisia Bawang Dayak ....................................... 30
Gambar 17. Total Fenol Ekstrak Keripik Bawang Dayak ......................................... 31
Gambar 18. Kadar Vitamin C Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik .... 33

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Data Proksimat Umbi Bawang Dayak Segar....................................... 43
Lampiran 2. Data Proksimat Simplisia................................................................... 45
Lampiran 3. Data Proksimat Keripik ..................................................................... 47
Lampiran 4. Data Kapasitas Antioksidan Umbi Bawang Dayak Segar .................... 49
Lampiran 5. Data Kapasitas Antioksidan Simplisia Bawang Dayak ........................ 50
Lampiran 6. Data Kapasitas Antioksidan Keripik Bawang Dayak .......................... 51
Lampiran 7. Data Kurva Asam Askorbat ............................................................... 52
Lampiran 8. Data AEAC Umbi Bawang Dayak Segar ............................................ 53
Lampiran 9. Data AEAC Simplisia Bawang Dayak ............................................... 54
Lampiran 10. Data AEAC Keripik Bawang Dayak .................................................. 55
Lampiran 11a.Uji ANOVA Kapasitas Antioksidan Metode DPPH Terhadap Ekstrak
Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik .......................... 56
Lampiran 11b.Uji Lanjut Beda Duncan Kapasitas Antioksidan Ekstrak Umbi
Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik .................................... 57
Lampiran 12a.Uji ANOVA AEAC Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia
dan Keripik` ..................................................................................... 59
Lampiran 12b. Uji Lanjut Beda Duncan AEAC Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar
Simplisia dan Keripik ...................................................................... 60
Lampiran 13. Data Waktu Induksi Ekstrak Etilasetat Umbi Bawang Dayak Segar
Metode Rancimat .............................................................................. 62
Lampiran 14. Data Waktu Induksi Ekstrak Simplisia Metode Rancimat ................... 64
Lampiran 15. Data Waktu Induksi Ekstrak Keripik Metode Rancimat ...................... 66
Lampiran 16. Data Waktu Induksi Kontrol Minyak Kedelai Murni Metode Rancimat 68
Lampiran 17. Data Waktu Induksi Tokoferol Metode Rancimat ............................... 69
Lampiran 18. Waktu Induksi Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia
Dan Keripik ..................................................................................... 71
Lampiran 19. Uji ANOVA dan Uji Lanjut Beda Duncan Aktivitas Antioskidan
Metode Rancimat ............................................................................. 72
Lampiran 20. Data Kurva Standar Asam Galat ........................................................ 73
Lampiran 21. Data Total Fenol Umbi Bawang Dayak Segar .................................... 74
Lampiran 22. Data Total Fenol Simplisia Bawang Dayak ........................................ 75
Lampiran 23. Data Total Fenol keripikBawang Daya ............................................... 76
Lampiran 24. Uji ANOVA Total Fenol Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar,
Simplisia dan Keripik........................................................................ 77
Lampiran 25. Uji Lanjut Beda Duncan Total Fenol Ekstrak Umbi Bawang Dayak
Segar, Simplisia dan Keripik ............................................................ 78
Lampiran 26. Data Kadar Vitamin C Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan
Keripik ............................................................................................ 80
Lampiran 27. Uji ANOVA dan Uji Lanjut Beda Duncan Kadar Vitamin C
Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik ........................... 81

vii
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Wilayah Indonesia memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) yang melimpah untuk


jenis tanaman yang diduga memiliki khasiat sebagai obat. Pemanfaatan bahan yang bersifat alami
telah menjadi isu back to nature dan cenderung menjadi pilihan bagi masyarakat Indonesia.
Selain itu, krisis ekonomi yang berkepanjangan serta biaya pengobatan yang relatif mahal
membuat masyarakat Indonesia beralih ke pengobatan secara tradisional. Banyak sekali jenis
tanaman Indonesia yang diduga memiliki khasiat bagi kesehatan, tetapi belum termanfaatkan
secara optimal. Hal ini disebabkan secara ilmiah masih sedikit sekali informasi tentang
kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada tanaman tersebut.
Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) adalah salah satu jenis tanaman yang berkhasiat bagi
kesehatan. Tanaman ini banyak ditemukan di daerah Kalimantan. Penduduk lokal di daerah
tersebut sudah menggunakan tanaman ini sebagai obat tradisional. Bagian yang dapat
dimanfaatkan pada tanaman ini adalah umbinya. Khasiat dari tanaman bawang dayak di antaranya
sebagai antikanker payudara, mencegah penyakit jantung, immunostimulant, antinflamasi,
antitumor serta anti bleeding agent (Saptowalyono 2007).
Secara empiris diketahui tanaman ini dapat menyembuhkan penyakit kanker usus, kanker
payudara, diabetes melitus, hipertensi, menurunkan kolesterol, obat bisul, stroke dan sakit perut
sesudah melahirkan. Kenyataan yang ada di masyarakat lokal merupakan bukti bahwa tanaman
ini merupakan tanaman obat multifungsi yang sangat bermanfaat sehingga penelitian dan
pengembangan lebih lanjut sangat diperlukan untuk kepentingan masyarakat (Galingging 2007).
Bawang dayak mengandung senyawa naphtoquinonens dan turunannya seperti elecanacine,
eleutherine, eleutherol, eleuthernone (Hara et al. 1997). Naphtoquinones dikenal sebagai
antimikroba, antifungal, antivirial dan antiparasitik. Selain itu, naphtoquinones memiliki
bioaktivitas sebagai antikanker dan antioksidan yang biasanya terdapat di dalam sel vakuola
dalam bentuk glikosida (Babula et al. 2005). Pemanfaatan bawang dayak sebagai salah satu
sumber antioksidan masih belum banyak diteliti.
Komponen antioksidan memiliki peranan penting bagi perlindungan kesehatan tubuh. Para
ahli berpendapat bahwa antioksidan mampu mereduksi risiko penyakit kronis seperti kanker dan
penyakit jantung. Penggunaan antioksidan alami saat ini dianggap lebih aman karena antioksidan
alami diperoleh dari ekstrak tanaman. Antioksidan alami yang terdapat pada tanaman antara lain
kelompok flavonoid berupa senyawa polifenol. Oleh karena itu, penelitian tentang antioksidan
alami yang meliputi pencarian sumber, cara ekstraksi, isolasi dan pengujian aktivitas senyawa
bioaktifnya telah banyak dilakukan.
Pada penelitian ini, pengujian tentang kapasitas antioksidan dilakukan pada umbi bawang
dayak segar, simplisia dan keripik, dimana setiap bahan diekstrak dengan menggunakan lima
jenis pelarut yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, yaitu heksan, metanol, etanol,
etilasetat dan air. Penggunaan ke lima jenis pelarut ini untuk mengukur nilai kapasitas antioksidan
tertinggi pada setiap ekstrak sampel.

1
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengukur kapasitas antioksidan ekstrak umbi
bawang dayak segar, ekstrak simplisia dan ekstrak keripik dalam pelarut heksan, metanol, etanol,
etilasetat dan air, sedangkan tujuan khususnya antara lain:
1. Mengidentifikasi jenis pelarut yang menghasilkan jumlah kapasitas antioksidan tertinggi
2. Mengevaluasi pengaruh pengolahan umbi bawang dayak segar menjadi simplisa dan keripik
terhadap kapasitas antioksidannya.

C. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk:
1. Memberikan informasi ilmiah tentang nilai kapasitas antioksidan umbi bawang dayak segar,
simplisia dan keripik sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas
2. Memberikan informasi mengenai jenis dan kandungan senyawa bioaktif pada umbi bawang
dayak segar, simplisia dan keripik sehingga dapat diketahui pemanfaatannya bagi kesehatan
tubuh.
3. Memberikan sumbangan pemikiran dan sebagai referensi bagi peneliti lain yang melakukan
penelitian serupa.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BAWANG DAYAK
Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) adalah salah satu jenis tanaman yang
berkhasiat bagi kesehatan. Tanaman ini banyak ditemukan di daerah Kalimantan. Penduduk
lokal di daerah tersebut sudah menggunakan tanaman ini sebagai obat tradisional. Bagian
yang dapat dimanfaatkan pada tanaman ini adalah umbinya. Nama lain dari bawang dayak
antara lain Eleutherine americana, E. bulbosa, E. subaphyla, E. citriodora, E. guatemalensis,
E. latifolia, E. longifolia, E. plicata dan E. anomala (Anonim 2009). Di Indonesia, tanaman
ini juga dikenal dengan nama bawang mekah, bawang hantu, bawang sabrang dan bawang
arab.

Taksonomi Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia)


Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobinota
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Liliidae
Ordo : Liliales
Famili : Iridaceae
Genus : Eleutherine
Spesies : Eleutherine americana Merr

Tanaman ini banyak terdapat di daerah pegunungan antara 600 sampai 1500 m di
atas permukaan laut. Penanamannya mudah dibudidayakan, tidak tergantung musim dan
dalam waktu 2 hingga 3 bulan setelah tanam sudah dapat dipanen (Saptowalyono 2007).
Ciri spesifik dari tanaman ini adalah umbinya yang berwarna merah menyala dengan
permukaan yang sangat licin, letak daun berpasangan dengan komposisi daun bersirip ganda
dan bunganya berwarna putih. Tipe pertulangan daunnya sejajar dengan tepi daun licin dan
bentuknya seperti pita bergaris. Selain digunakan sebagai tanaman obat, tanaman ini juga
bisa digunakan sebagai tanaman hias karena memiliki bunga yang berwarna putih
(Galingging 2007). Bentuk dan warna bawang dayak dapat dilihat pada Gambar 1.
Khasiat dari tanaman bawang dayak di antaranya sebagai antikanker payudara,
mencegah penyakit jantung, immunostimulant, antinflamasi, antitumor serta anti bleeding
agent (Saptowalyono 2007). Hasil penelitian menunjukan bahwa umbi bawang dayak
mengandung senyawa naphtoquinonens dan turunannya seperti elecanacine, eleutherine,
eleutherol, eleuthernone (Hara et al 1997). Naphtoquinones dikenal sebagai antimikroba,
antifungal, antivirial dan antiparasitik. Selain itu, naphtoquinones memiliki bioaktivitas
sebagai antikanker dan antioksidan yang biasanya terdapat di dalam sel vakuola dalam
bentuk glikosida (Babula et al. 2005).

3
Gambar 1. Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia)

Umbi bawang dayak mengandung senyawa-senyawa turunan anthrakinon yang


mempunyai daya pencahar, yaitu senyawa-senyawa eleutheurin, isoeleutherin dan senyawa-
senyawa sejenisnya, senyawa-senyawa lakton yang disebut eleutherol dan senyawa turunan
pyron yang disebut eleutherinol (Komura et al. 1983). Adapun senyawa bioaktif yang
terdapat dalam umbi bawang dayak terdiri dari senyawa alkaloid, steroid, glikosida,
flavonoid, fenolik, saponin, triterpenoid, tanin (Galingging 2007) dan kuinon
(Nawawi et al. 2007). Tabel 1 menunjukan kandungan fitokimia tanaman umbi bawang
dayak.

Tabel 1. Fitokimia Umbi Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia)

Jenis fitokimia Hasil uji

Alkaloid ++++
Saponin -
Glikosida ++
Flavonoid ++
Fenolik ++
Steroid ++++
Tanin ++
Sumber: Galingging 2007
Keterangan: - = negatif; + = positif lemah; ++ = positif; +++ = positif kuat;
++++ = positif kuat sekali.

Umbi bawang dayak dapat dipergunakan dalam bentuk segar, simplisia, manisan dan
bubuk (powder). Simplisia adalah bahan tanaman yang diolah dengan cara pengeringan yang
dipergunakan sebagai obat. Selama proses pengeringan simplisia, kadar air dan reaksi-reaksi
zat aktif dalam bahan akan berkurang. Pembuatan simplisia dengan cara pengeringan harus
dilakukan dengan cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Penggunaan suhu yang
terlalu tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Pada
umumnya, suhu pengeringan adalah antara 40 - 600C dan hasil yang baik dari proses
pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10% (Sembiring 2007). Bahan
simplisia yang akan dikeringkan harus diatur ketebalan pemotongan bahannya, sehingga
diperoleh tebal irisan yang seragam dan selama pengeringannya tidak mengalami kerusakan.

4
Hasil penelitian Nawawi et al. (2007) menunjukan bahwa karakteristik simplisia
bawang dayak memiliki kadar abu total 1.4%, abu larut air 4.2%, abu tidak larut asam 1.7%,
sari larut etanol 2.7% dan sari larut air 2%. Selain itu, diperoleh hasil kadar air simplisia
6%, nilai tersebut memenuhi standar persyaratan kadar air simplisia secara umum yaitu
kurang dari 10%. Hasil uji fitokimia simplisia bawang dayak menunjukkan hasil positif
untuk alkaloid (endapan merah), kuinon (endapan merah kecoklatan), tanin (warna merah),
flavonoid (endapan kuning), steroid atau triterpenoid (warna merah), dan hasil negatif pada
saponin (tidak berbentuk busa) (Nawawi et al. 2007).

B. ANTIOKSIDAN DAN PENGUKURANNYA


Radikal bebas (free radical) adalah molekul atau gugus atom yang tidak memiliki
pasangan elektron pada orbit terluarnya. Akibatnya radikal bebas biasanya bersifat tidak
stabil dan sangat reaktif karena berusaha untuk berpasangan dengan molekul atau atom lain.
Senyawa radikal bebas dapat terbentuk akibat proses kimia yang terjadi dalam tubuh, seperti
proses oksidasi, olahraga berlebihan dan peradangan. Selain itu, senyawa radikal bebas juga
bisa terbentuk ketika komponen makanan diubah menjadi energi melalui proses metabolisme
yang mana sering terjadi kebocoran elektron. Kondisi seperti ini sangat mudah menyebabkan
terjadinya pembentukan radikal bebas seperti anion superoksida dan hidroksil. Pembentukan
senyawa radikal bebas tidak hanya terjadi dari proses kimia, akan tetapi bisa terbentuk dari
senyawa lain yang sebenarnya bukan bersifat radikal bebas dan mudah berubah menjadi
radikal bebas. Kelompok senyawa tersebut sering diistilahkan sebagai Reactive Oxygen
Species (ROS) (Winarsi 2007).
ROS merupakan senyawa turunan oksigen yang lebih reaktif. Senyawa ini akan
mencapai kestabilan dengan menerima elektron dari molekul lain atau mentransfer elektron
yang tidak berpasangan ke molekul lain. Senyawa ROS yang tidak memiliki pasangan
elektron meliputi anion superoksida (O2·−), radikal hidroksil (OH·), radikal peroksil (ROO·)
dan radikal hidroperoksil (HOO·), sedangkan senyawa ROS yang memiliki pasangan
elektron adalah hidrogen peroksida (H2O2), asam hipoklorous (HOCl) dan anion peroksinitrit
(ONOO-). Apabila jumlah ROS melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh, maka
kelebihannya akan menyerang komponen lipid, protein, maupun DNA sehingga
mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang disebut stress oksidatif. Secara alami, ROS
terbentuk dari hasil proses metabolisme dan sel tubuh telah memiliki beberapa mekanisme
perlindungan untuk mencegah terbentuknya ROS atau detoksifikasi ROS. Mekanisme ini
menggunakan molekul yang disebut dengan antioksidan (Wu dan Arthur 2003).
Antioksidan adalah suatu substansi yang pada konsentrasi rendah dapat mencegah atau
memperlambat proses oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat
reaktif sehingga kerusakan sel akan dihambat. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil
tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah
terbentuknya radikal. Antioksidan pada umumnya terdapat secara alami pada tanaman dan
memiliki peranan penting bagi perlindungan kesehatan tubuh. Senyawa ini dapat mencegah
kerusakan oksidatif dan mengurangi risiko penyakit (Dimitrios 2006). Tubuh manusia
memiliki sistem antioksidan untuk menangkal reaktivitas radikal bebas yang secara kontinu
dibentuk oleh diri sendiri, contohnya superoxide dismutase (SOD), catalase (CAT) dan
glutathion peroxidase (GPx).
Berdasarkan pertahanan dalam tubuh, antioksidan dapat diklasifikasikan dalam tiga
jenis, yaitu (1) pertahanan antioksidan di baris pertama (antioksidan primer), (2) pertahanan

5
antioksidan di baris kedua (antioksidan sekunder) dan (3) pertahanan antioksidan di baris
ketiga (antioksidan tersier). Enzim SOD , CAT, GPx, dan beberapa mineral (Se, Mn, Cu, Zn)
menjadi senyawa antioksidan di pertahanan pertama. Antioksidan ini bekerja mencegah
pembentukan radikal bebas baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi
molekul yang kurang mempunyai dampak negatif.
Pertahanan antioksidan di barisan kedua bekerja dengan cara mengkelat logam yang
bertindak sebagai prooksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai,
senyawanya antara lain Glutathione (GSH), vitamin C, asam urat, albumin, bilirubin,
vitamin E (α-tokoferol), karotenoid dan flavonoid. Pertahanan antioksidan di baris ketiga
adalah golongan enzim untuk memperbaiki kerusakan DNA, protein, oksidasi lemak dan
peroksida serta menghentikan rantai propagasi pada peroksil lipid. Enzim-enzim ini adalah
lipase, protease, enzim yang memperbaiki DNA, transferase dan methionine sulphoxide
reductase (Gupta dan Sharma 2006)
Sumber-sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia) dan
antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh antioksidan
sintetik antara lain butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), propyl
gallate (PG), tert-butylhydroquinone (TBHQ), sedangkan yang termasuk antioksidan alami
antara lain fenol, polifenol, flavonoid, α-tokoferol, karotenoid dan antosianin. Komponen
fenolik seperti flavonoid, asam fenolik atau ditermen fenolik adalah senyawa-senyawa
dominan yang berpotensi sebagai antioksidan (Kiselova et al. 2006), berperan dalam
menangkal dan menetralkan radikal bebas, meredam terbentuknya singlet oksigen dan triplet
oksigen atau secara langsung mendekomposisi peroksida (Javanmardi et al. 2003)
Berbagai macam metode untuk pengukuran aktivitas antioksidan telah banyak
digunakan untuk melihat dan membandingkan aktivitas antioksidan pada berbagai macam
sumber antioksidan. Beberapa metode pengukuran aktivitas antioksidan yang dapat
digunakan antara lain metode beta karoten, metode linoleat, metode terkonjugasi, metode
tiosianat, metode rancimat dan metode DPPH. Pengujian antioksidan dengan DPPH
merupakan salah satu metode yang sederhana dengan menggunakan radikal
1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil sebagai senyawa pendeteksi. DPPH merupakan senyawa
radikal bebas yang bersifat stabil sehingga dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal
dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Molyneux 2004). Pengukuran aktivitas
antioksidan dengan DPPH menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang
517nm.
Prinsip dari metode DPPH ini, atom hidrogen dari sutau senyawa antioksidan akan
membuat larutan DPPH menjadi tidak berwarna yang dapat diukur menggunakan
spektrofotometer akibat terbentuknya DPPH tereduksi (DPPH-H) (Sharma dan Bhat 2009).
Apabila larutan DPPH direaksikan dengan senyawa antioksidan, maka akan terjadi
perubahan warna dari ungu menjadi kuning (Molyneux 2004). Semakin tinggi kemampuan
suatu senyawa antioksidan dalam meredam radikal DPPH, maka warna yang dihasilkan akan
semakin kuning dan mendekati jernih. Hal ini ditandai dengan semakin kecilnya nilai
absorbansi yang terukur pada spektrofotometer.
Selain menggunakan metode DPPH, salah satu pengukuran aktivitas antioksidan dapat
dilakukan dengan metode rancimat. Prinsip kerja dari alat rancimat adalah penghembusan
oksigen secara terus-menerus ke dalam sampel yang dipansakan, sehingga menghasilkan ion-

6
ion hasil oksidasi. Ion-ion ini akan menghasilkan nilai konduktivitas tertentu yang diukur di
dalam air bebas ion.
Aktivitas antioksidan dengan metode rancimat ditentukan dengan menghitung waktu
induksinya. Semakin lama waktu induksi, maka sampel yang diuji memiliki aktivitas
antioksidan yang baik. Reaksi antioksidan minyak akan menghasilkan senyawa ionik yang
volatil. Senyawa ionik ini dialirkan pada air bebas ion dan senyawa tersebut akan mengubah
konduktivitas listrik dari air bebas ion (Tensiska et al. 2003). Waktu saat terjadinya
peningkatan konduktivitas listrik secara cepat ditentukan sebagai waktu induksi.

C. VITAMIN C
Vitamin C atau asam askorbat adalah vitamin yang larut dalam air, mempunyai sifat
yang asam dan sifat pereduksi yang kuat. Struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom C dan
kedudukannya tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 di udara menjadi
asam dehidroaskorbat. Vitamin C merupakan fresh food vitamin karena sumber utamanya
adalah buah-buahan dan sayuran segar. Asam askorbat pada tumbuhan merupakan metabolit
sekunder, karena terbentuk dari glukosa melalui jalur asam D-glukoronat dan L-gulonat
(Safaryani et al. 2007).
Sifat asam askorbat adalah mudah berubah akibat oksidasi namun stabil jika merupakan
kristal murni. Selain itu, asam askorbat mudah rusak oleh pH, cahaya dan temperatur.
Penggunaan suhu yang tinggi dengan waktu yang lama akan menurunkan jumlah asam
askorbatnya. Bentuk asam askorbat yang ada di alam adalah L-asam askorbat. Asam
L-askorbat dengan adanya enzim asam askorbat oksidase akan teroksidasi menjadi asam
L-dehidroaskorbat. Asam ini secara kimia juga sangat labil dan mengalami perubahan lebih
lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak lagi memiliki keaktifan sebagai asam
askorbat. Suasana basa menyebabkan asam L-diketogulonat teroksidasi menjadi asam oksalat
dan asam L-treonat( Safaryani et al. 2007).
Manfaat asam askorbat bagi kesehatan yaitu sebagai antioksidan, antiatherogenik,
antikarsinogenik dan immunomodulator. Asam askorbat merupakan sumber antioksidan
yang sangat baik dalam tubuh yang secara alami melindungi tubuh dari serangan oksidatif
akibat radikal bebas. Selain itu, asam askorbat juga berfungsi untuk mengurangi risiko
kanker lambung dan mencegah kanker kolektral. Asam askorbat bekerja secara sinergis
dengan vitamin E untuk menangkal radikal bebas. Sebagai senyawa peredam radikal bebas,
asam askorbat dapat langsung bereaksi dengan anion superoksida, radikal hidroksil, oksigen
singlet dan lipid peroksida. Selain itu, asam askorbat akan mendonorkan satu elektron
membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami
reaksi disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang bersifat tidak stabil.
Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat. Oleh karena
kemampuanya sebagai penghambat radikal bebas, maka peranannya sangat penting dalam
menjaga integritas membran sel (Suhartono et al. 2007).

D. FITOKIMIA
Fitokimia adalah senyawa bioaktif yang terdapat dalam tumbuhan dan dapat
memberikan efek kesehatan pada manusia. Pada tumbuhan terdapat senyawa kimia
bermolekul kecil yang penyebarannya terbatas dan sering disebut sebagai metabolit sekunder
(Sitrait 2007). Jumlah metabolit sekunder pada tanaman lebih sedikit dibandingkan dengan
metabolit primernya (karbohidrat, lemak, protein). Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui

7
metabolit sekunder dari tumbuhan. Metabolit sekunder pada tanaman antara lain saponin,
flavonoid, fenol, alkaloid, steroid, terpenoid dan tanin.
Analisis fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan
pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tetapi memiliki efek yang
menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Hal
inilah yang menjelaskan mengapa orang-orang lebih tertarik mengisolasi metabolit sekunder
daripada metabolit primernya. Senyawa aktif ini dapat bermanfaat sebagai antioksidan dan
mencegah kanker serta penyakit jantung.
Beberapa studi pada manusia dan hewan membuktikan bahwa zat-zat kombinasi
fitokimia di dalam tubuh memiliki fungsi tertentu yang berguna bagi kesehatan.
Kombinasinya antara lain menghasilkan enzim-enzim sebagai penangkal racun, merangsang
sistem pertahanan tubuh, menimbulkan efek antibakteri, antivirus dan antioksidan serta dapat
menimbulkan efek antikanker. Sampai saat ini sudah banyak jenis fitokimia yang ditemukan
dan jumlahnya begitu banyak. Agar memudahkan dalam mempelajarinya, maka dilakukan
penggolongan senyawa fitokimia. Adapun golongan senyawa fitokimia dapat dibagi sebagai
berikut: alkaloid, saponin, flavonoid, tannin, fenol, triterpenoid dan steroid.

1. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya dalam bentuk gabungan sebagai bagian dari sistem siklik
(Harborne 1987). Alkaloid pada tumbuhan dipercaya sebagai hasil metabolisme dan
merupakan sumber nitrogen. Kebanyakan alkaloid berbentuk kristal dan hanya sedikit
yang berupa cairan pada suhu kamar. Kebasaan nitrogen menyebabkan senyawa tersebut
mudah mengalami dekomposisi terutama oleh sinar dengan adanya oksigen
(Lenny 2006).

2. Saponin
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada
tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk
busa jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam (Harborne 1996). Saponin
memiliki rasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir.

3. Tanin
Tanin merupakan senyawa yang memiliki jumlah gugus hidroksi fenolik yang
banyak pada tumbuh-tumbuhan. Tanin dapat berfungsi sebagai antioksidan karena
kemampuannya dalam menstabilkan fraksi lipid dan keaktifannya dalam penghambatan
lipoksigenase (Zeuthen dan Sorensen 2003).

4. Fenolik
Senyawa fenolik telah diketahui memiliki berbagai efek biologis seperti aktivitas
antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat
logam, peredam terbentuknya singlet oksigen serta pendonor elektron (Karadeniz et al.
2005). Komponen fenolik merupakan kelompok molekul yang besar dan beragam, yang
terdiri dari golongan aromatik pada metabolit sekunder tumbuh-tumbuhan. Fenolik dapat
diklasifikasikan ke dalam komponen yang tidak larut seperti lignin dan komponen yang
larut seperti asam fenolik, phenylpropanoids, flavonoid dan kuinon (Harborne dan

8
Williams 2000). Setiap tumbuh-tumbuhan memiliki struktur komponen fenolik yang
berbeda. Ada komponen fenolik yang memliki gugus –OH banyak dan ada pula
komponen fenolik yang memiliki gugus –OH yang sedikit. Gugus –OH berperan
dalam proses transfer elektron untuk menstabilkan dan meredam radikal bebas.

5. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik yang dapat
ditemukan di buah dan sayur. Flavonoid telah diteliti memiliki berbagai aktivitas
biologis seperti antikanker, antiviral, antiinflamasi, mengurangi risiko penyakit
kardiovaskuler dan penangkap radikal bebas. Kekuatan aktivitas antioksidan dari
flavonoid bergantung pada jumlah dan posisi dari gugus -OH yang terdapat pada
molekul. Semakin banyak gugus -OH pada flavonoid, maka aktivitas antiradikalnya
semakin tinggi. Adanya gugus orto-katekol (3„4„-OH) pada cincin B flavonoid
merupakan faktor penentu kapasitas antioksidan yang tinggi (Amic et al. 2003).

6. Triterpenoid/ Steroid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isopropana dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C 30 asiklik, yaitu
skualena. Senyawa ini berstruktur siklik, kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam
karboksilat. Triterpenoid merupakan senyawa berbentuk kristal dan bertitik leleh tinggi.
Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Licberman-Burchard (anhidrat asetat- H2SO4)
yang dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru
(Harborne 1987).

7. Glikosida
Glikosida merupakan salah satu senyawa aktif tanaman yang termasuk dalam
kelompok metabolit sekunder. Senyawa ini mengandung komponen gula dan bukan
gula. Komponen gula dikenal dengan nama glikon dan komponen bukan gula dikenal
sebagai aglikon. Bila gula yang terbentuk adalah glukosa maka golongan senyawa itu
disebut glukosida, sedangkan bila terbentuk gula lainnya disebut glikosida.

9
III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT


1. Bahan
Umbi bawang dayak segar, simplisia, keripik, metanol, etanol, etilasetat, heksan, air
destilata, toluen, H2SO4 pekat, H2BO3 3%, NaOH-5%, Na2S2O3.5H2O, NaOH, indikator
MRB, indikator PP, pereaksi DPPH 0,5 mM, asam askorbat standar, pereaksi Folin-
Ciocalteau 50%, asam galat, Na2C2O3 2%, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendorff,
pereaksi Bouchardat, pereaksi Molish dan gas nitrogen (N2).

2. Alat
Labu didih, tabung Bidwell-Sterling, cawan porselin, tanur, oven, alat Soxhlet,
kertas saring, alat destilasi protein, hot plate, shaker, labu Erlenmeyer, gelas ukur, gelas
piala, tabung reaksi bertutup, rotary evaporator, spektrofotometer, vacuum evaporator,
alat rancimat, timbangan analitik.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dibagi menjadi enam tahap, yaitu: (1) persiapan sampel, (2) ekstraksi
sampel, (3) analisis proksimat, (4) analisis aktivitas antioksidan, (5) uji kualitatif fitokimia
dan (6) rancangan percobaan

1. Persiapan Sampel
Umbi bawang dayak yang telah dipanen, langsung dicuci bersih dan disimpan dalam
refrigerator untuk memperlambat proses pembusukan. Pembuatan simplisia bawang
dayak dilakukan dengan merajang bawang sehingga diperoleh ketebalan 1-2 mm,
dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC selama 6 jam lalu didinginkan dan dikemas
dalam kantung plastik. Pembuatan simplisia dengan cara pengeringan harus dilakukan
dengan cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang dilakukan
pada suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa
aktifnya. Keripik bawang dayak dibuat dengan merendam lembaran umbi bawang dayak
dalam larutan garam 12% selama 12 jam, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC
selama 4 jam. Setelah itu didinginkan dan dikemas dalam kantung plastik. Perendaman
lembaran bawang dayak bertujuan untuk mengurangi rasa sepat.

2. Ekstraksi Sampel
Metode ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode ekstraksi
maserasi. Proses ekstraksi dilakukan terhadap tiga sampel, yaitu umbi bawang dayak
segar, simplisia dan keripik, dimana masing-masing sampel dihaluskan dengan blender .
Setiap sampel ditimbang sebanyak 100 g, lalu dimasukkan ke dalam 5 labu Erlenmeyer
dan ditambahkan pelarut yang berbeda yaitu air, metanol, etanol, etil asetat dan heksana,
sebanyak 300 ml sehingga sampel terendam sempurna lalu ditutup dengan aluminium
foil dan disimpan di dalam shaker selama 24 jam pada suhu 370C kemudian disaring.
Ampas masing-masing sampel dimaserasi kembali selama 24 jam di dalam shaker pada
suhu 370C dan diulangi hingga hampir tidak berwarna. Hasil filtrat masing-masing

10
sampel dikumpulkan dan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C untuk
mendapatkan ekstraknya.

3. Analisis Proksimat (AOAC 1995)


Pengukuran nilai proksimat meliputi kadar air dengan metode distilasi, kadar abu
dengan metode pengabuan kering, kadar lemak dengan metode ekstraksi Soxhlet , kadar
protein dengan metode mikro Kjeldhal dan kadar karbohidrat by difference.

a. Pengukuran Kadar Air Metode Distilasi


Labu didih dan tabung Bidwell-Sterling dikeringkan dalam oven bersuhu
0
105 C, lalu didinginkan dalam desikator. Sampel sebanyak 3 gram ditimbang dan
dimasukan ke dalam labu didih yang telah didinginkan dan ditambahkan 60-80 ml
toluen. Selanjutnya, sampel direfluks dengan suhu rendah selama 45 menit. Setelah
selesai, volume air yang terdestilasi dibaca. Untuk mengetahui faktor destilasi, maka
dilakukan prosedur analisis seperti di atas dengan menggunakan sampel air. Kadar
air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Vs
Kadar air = Ws
x FD x 100%
dimana: Ws = berat contoh (g)
Vs = volume air yang didestilasi dari contoh (ml)
FD = faktor destilasi (g/ml)

Faktor destilasi (FD) dihitung dengan rumus berikut:

W
FD =
𝑉

dimana: W = berat air yang akan didestilasi (g)


V = volume air yang terdestilasi (ml)
b. Pengukuran Kadar Abu Metode Pengabuan Kering

Cawan aluminium kosong dimasukan ke dalam oven selama 3 jam,


kemudian dimasukan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sampel
yang telah dihaluskan dengan blender ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukan
ke dalam cawan pengabuan yang telah diketahui berat konstannya. Sampel
dimasukan ke dalam tanur dengan suhu 5000C selama 6 jam. Sampel didinginkan
ke dalam desikator selam 15 menit, lalu ditimbang. Kadar abu sampel dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
W 1−W 2
Kadar abu ( g/100 g bahan basah) = W
X 100, atau
kadar abu (bb )
Kadar abu (g/100 g bahan kering)= (100 −kadar air bb )
X 100

Dimana: W = bobot contoh sebelum diabukan (g)


W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan (g)
W2 = bobot cawan kosong (g)

c. Pengukuran Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet


Labu lemak yang telah dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Sampel yang yang telah dihaluskan, dimasukan ke dalam

11
kertas saring bebas lemak sebanyak 5 gram. Sampel dan kertas saring diletakkan
pada alat ekstraksi Soxhlet, kemudian alat kondensor dipasang di atasnya dan labu
lemak di bawahnya. Refluks dilakukan minimal 5 jam dengan pelarut heksan
sehingga pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang
ada di dalam labu lemak didestilasi dan pelarutnya ditampung. Labu lemak yang
berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak sampel dapat diketahui
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

W 1−W 2
Kadar lemak ( g/100 g bahan basah) = X 100
W0
kadar lemak (bb )
Kadar lemak ( g/100 g bahan kering) = 100 −kadar air bb
𝑋 100
Dimana: W0 = bobot contoh (g)
W1 = bobot labu lemak+ lemak hasil ekstraksi (g)
W2 = bobot labu lemak kosong (g)

d. Pengukuran Kadar Protein Metode Mikro Kjeldhal


Sampel yang telah dihaluskan dengan blender ditimbang sebanyak 5 gram
dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal, kemudian sampel dalam labu
ditambahkan 1.9± 0.1 gram K2SO4, 40± 10 mg HgO, 6.7 ± 0.1 ml H2SO4. Sampel
didihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih, kemudian didinginkan dan
ditambahkan sejumlah kecil air perlahan-lahan. Isi labu dipindahkan ke dalam alat
destilasi, kemudian labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian
dipindahkan kedalam alat destilasi. Labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml
H2BO3 dan 2-4 tetes indikator MRB (metilen red blue) diletakkan di bawah
kondensor (ujung tabung harus terendam dalam larutan H2BO3). Sampel
ditambahkan 8-10 ml NaOH-Na2S2O3, kemudian dilakukan destilasi sampai
tertampung kira-kira 15 ml destilat yang berwarna hijau dalam labu Erlenmeyer.
Tabung kondensor dibilas dengan air dan ditampung bilasannya dalam labu
Erlenmeyer yang sama. Isi Erlenmeyer diencerkan kira-kira 50 ml kemudian
dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi
ungu. Persentase kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

ml HCL contoh −ml HCL blanko x N HCl x 14,007


% N= mg contoh
𝑋 100
Kadar Protein (g/100g bahan basah) = %N X Faktor konversi
kadar protein (bb )
Kadar Protein (g/100g bahan kering) = 𝑋 100
(100 −kadar air bb )
e. Pengukuran Kadar Karbohidrat Secara “ by Difference”
Kadar karbohidrat dihitung secara by difference yang nilainya merupakan
pengurangan 100% kandungan gizi sampel dengan kadar air, protein, abu dan
lemak. Nilainya dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

% 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡 = 100% − % (𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 + 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 + 𝑎𝑖𝑟 + 𝑎𝑏𝑢)

12
4. ANALISIS AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
Pengujiannya meliputi uji kapasitas antioksidan menggunakan metode DPPH
(Sharma dan Bhat 2009) dan metode Rancimat (Beirao dan Bernardo-Gill 2005),
pengukuran jumlah total fenol (Strycharz dan Shetty 2002) dan kadar vitamin C
(Sudarmadji et al. 1981)
a. Kapasitas Antioksidan Metode DPPH (Sharma dan Bhat 2009)
Sebanyak 1 ml larutan sampel atau standar dimasukan ke dalam tabung
reaksi, lalu ditambahkan 7 ml metanol (sebagai blanko adalah 8 ml metanol).
Suspensi tersebut kemudian ditambahkan 2 ml larutan DPPH 0.5 mM dan
dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Seluruh reaksi dilakukan pada ruang
gelap. Campuran tersebut diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang, kemudian
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Kapasitas antioksidan
dinyatakan dalam bentuk presentase penghambatan terhadap radikal DPPH dengan
perhitungan sebagai berikut:
( 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐴𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛(%) = 𝑋 100%
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam bentuk AEAC (Ascorbic Acid


Equivalent Antioxidant Capacity), yaitu dengan menggunakan asam askorbat
sebagai standar antioksidan.

b. Aktivitas Antioksidan Metode Rancimat (Modifikasi Metode Beirao dan


Bernardo-Gill 2005)

Sebanyak 10 mg ekstrak umbi bawang dayak segar, ekstrak simplisia dan


ekstrak keripik masing- masing dimasukkan ke dalam gelas piala berisi 10 ml
minyak yang mempunyai ikatan rangkap banyak seperti minyak kedelai
(konsentrasi akhirnya 1000 ppm). Minyak yang dipakai harus berada dalam keadaan
murni. Larutan tersebut diaduk sampai homogen. Masing-masing dari larutan
diambil sebanyak 3 gram dan dimasukan ke dalam alat rancimat dengan suhu
1200C. Kontrol yang digunakan adalah minyak kedelai. Selain itu, antioksidan
tokoferol sebanyak 1000 ppm juga ditambahkan ke dalam minyak dengan prosedur
yang sama sebagai faktor pembanding. Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam
waktu induksi.

c. Pengukuran Jumlah Total Fenol ( Strycharz dan Shetty 2002)

Pembuatan kurva standar dilakukan dengan melakukan seri pengenceran


asam galat dari stok asam galat. Masing-masing seri pengenceran ditambahkan
0.5 ml etanol 95%, 2.5 ml aquades dan 2.5 ml perekasi Folin-Ciocalteau. Sebanyak
0.5 ml Na2CO3 2% ditambahkan dan divortex hingga rata. Seri pengenceran
disimpan dalam ruang gelap selama 1 jam serta dibaca absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm untuk dibuat kurva standar asam
galat.
Sebanyak 0.5 ml filtrat sampel ditambahkan 0.5 ml etanol 95%,
2.5 ml aquades dan 2.5 ml perekasi Folin-Ciocalteau. Campuran larutan tersebut
didiamkan selama 5 menit kemudian ditambahkan 0.5 ml Na 2CO3 2%. Selanjutnya
campuran tersebut diaduk secara homogen dan disimpan dalam ruang gelap selama
1 jam. Absorbansi masing-masing sampel dihitung menggunakan spektrofotometer

13
pada panjang gelombang 725 nm. Hasil absorbansi diplotkan dengan kurva standar
asam galat untuk diperoleh konsentrasinya. Nilai total fenol dihitung dalam satuan
mg GAE/ 100ml.

d. Pengukuran Kadar Vitamin C Metode Titrasi Iodin (Sudarmadji et al. 1981)


Sebanyak 10 gram umbi bawang dayak segar yang telah dihancurkan dan
5 g bubuk simplisia dan keripik, masing- masing dimasukkan ke dalam labu takar
100 ml dan ditambahkan dengan aquades sampai 100 ml dan dipisahkan filtratnya
dengan kertas saring. Sebanyak 5 ml filtrat tersebut dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer dan ditambahkan 1 ml larutan amilum 1%. Campuran dititrasi dengan
0.01 N standar iodin sampai larutan berwarna biru. Kadar vitamin C sampel dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑚𝑙 𝑖𝑜𝑑 𝑥 0.88 𝑥 𝑃 𝑥 100
Kadar Vitamin C (mg/100 gram)=
𝑊 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Dimana : P = faktor pengenceran

W = berat awal sampel (gram)

ml iod = jumlah iod yang dipakai (ml)

5. UJI KUALITATIF FITOKIMIA


a. Pengujian Steroid (Harbone 1987)

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama


2 jam. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisi ditambahkan 2 tetes asam
asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu atau merah
kemudian berubah menjadi biru hijau menunjukkan positif (+) adanya
steroida/triterpenoida. Apabila tidak timbul warna merah dan biru hijau, maka
sampel menunjukkan hasil negatif (-) untuk steroid/ triterpenoid.

b. Pengujian Saponin (Materia Medika Indonesia 1995)


Sebanyak 0,5g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksid an
ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi
1-10cm. Setelah itu, ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2N. Apabila buih
tidak hilang, menunjukkan positif (+) adanya saponin, akan tetapi apabila buihnya
hilang berarati menunjukkan hasil negatif (-) untuk saponin.

c. Pengujian Alkaloid (Materia Medika Indonesia 1995)


Sebanyak 0,5g serbuk simplisia ditimbang kemudian ditambahkan 1 ml
asam klorida 2N dan 9ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit,
didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:
a. Diambil 3 tetes filtrat lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer
b. Diambil 3 tetes filtrat lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat
c. Diambil 3 tetes filtrat lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff.

Apabila terjadi endapan paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas, maka positif
(+) mengandung senyawa alkaloid, akan tetapi apabila endapan tersebut tidak
muncul, maka sampel menunjukkan hasil negatif (-) untuk senyawa alkaloid.

14
d. Pengujian Tanin (Materia Medika Indonesia 1995)
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling, disaring
lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml
larutan lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Apabila timbul warna
biru atau kehitaman berarti menunjukkan positif (+) adanya tanin. Akan tetapi,
apabila warna biru atau kehitaman tidak muncul, maka sampel menunjukkan hasil
negatif (-) untuk senyawa tanin.

e. Pengujian Fenol (Materia Medika Indonesia 1995)


Sampel sebanyak 0,5 gram ditambahkan dengan 2 ml metanol. Larutan
kemudian didinginkan dan disaring. Filtrat yang dihasilkan, dicampur dengan
NaOH 10% dan dipanaskan. Apabila timbul warna merah pada sampel, maka positif
(+) menghasilkan senyawa fenol dan apabila tidak timbul warna merah berarti
menunjukkan hasil negatif (-) untuk senyawa fenol.

f. Pengujian Golongan Flavonoid (Materia Medika Indonesia 1995)

Larutan Percobaan: sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml


metanol lalu direfluks selama 10 menit, disaring panas panas melalui kertas saring,
filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml n-heksan,
dikocok hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur
40°C, sisa dilarutkan dalam etil asetat, disaring.
Cara Percobaan:
a. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan
dalam 1-2 ml etanol 96%, ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam
klorida 2 N, didiamkan selama satu menit. Ditambahkan 10 ml asam klorida
pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah yang intensif maka
positif (-) menunjukkan adanya flavonoida dan apabila tidak terbentuk warna
merah, maka menunjukkan hasil negatif (-) untuk senyawa flavonoid.
b. Sebanyak 1 ml larutan percobaaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan
dalam 1 ml etanol 96%, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 tetes asam
klorida pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu intensif maka
positif (+) menunjukkan adanya flavonoida dan apabila tidak terbentuk warna
merah jingga sampai merah ungu, maka menunjukkan hasil negatif (-) untuk
senyawa flavonoid.
g. Pengujian glikosida (Materia Medika Indonesia 1995)
Sebanyak 3g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol
96% - air suling (7:3) lalu ditambahkan 10 ml HCl 2N direfluks selama 10 menit,
didingkinkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan
25 ml timbal (II) asetat 0,4M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring.
Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran kloroform –
isopropanol (3:2). Pada kumpulan sari ditambahkan natrium sulfat anhidrat
secukupnya, disaring dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50°C,
dilarutkan sisanya dengan 2 ml metanol, kemudian diambil 0,1 ml larutan percobaan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air. Pada sisa
ditambahkan 2 ml air dan 2 tetes pereaksi Molish, ditambahkan hati-hati 2 ml asam
sulfat pekat. Jika terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan

15
positif (+) adanya senyawa glikosida. Akan tetapi, apabila tidak terbentuk cincin
warna ungu maka sampel menunjukkan hasil negatif (-) untuk senyawa glikosida.

6. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan penelitian untuk mengetahui kapasitas antioksidan adalah
rancangan acak lengakap faktorial dengan 2 faktor. Faktor yang diterapkan adalah
(1) jenis bahan, yaitu umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik , (2) pelarut, yaitu
air, heksan, etilasetat, etanol dan metanol. Model rancangan penelitian adalah sebagai
berikut:
Yij = µ + Ai + Bj + (AB)ij +ε ij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j


µ = pengaruh rata-rata umum
Ai = pengaruh jenis sampel taraf ke-i
Bi = pengaruh jenis pelarut taraf ke-j
(AB)ij = pengaruh kombinasi jenis sampel dan jenis pelarut
ε ij = pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke –i kelompok ke-j

Apabila perlakuan memberikan pengaruh yang nyata, maka untuk mengetahui perbedaan
antar perlakuan dilakukan uji lanjut beda Duncan.

16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI


Penelitian tentang umbi bawang dayak ini dilakukan tidak hanya dalam bentuk umbi
segarnya (Gambar 2) yang mengandung berbagai macam komponen bioaktif, akan tetapi
juga dilakukan pada bentuk olahannya berupa simplisia (Gambar 3) dan keripik (Gambar 4).
Simplisia adalah bahan alami dari tanaman yang telah dikeringkan. Keripik dijadikan sebagai
salah satu pengolahan bawang dayak untuk mendapatkan pangan fungsional yang memiliki
kandungan senyawa antioksidan yang baik. Pengolahan simplisia dan keripik dikeringkan
menggunakan oven dengan perbedaan suhu dan waktu, dimana simplisia membutuhkan
waktu selama 6 jam pada suhu 500C sedangkan keripik membutuhkan waktu 4 jam pada suhu
700C.
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen atau zat aktif dari suatu campuran
padatan atau cairan dengan menggunakan pelarut tertentu. Kontak antara pelarut dan bahan
secara intensif, menyebabkan komponen aktif pada campuran akan berpindah ke dalam
pelarut (Gamse 2002). Proses ekstraksi pada penelitian ini menggunakan teknik maserasi,
yaitu merendam sampel yang akan diekstrak dengan pelarutnya. Lama waktu ekstraksi
adalah 24 jam pada suhu 370C yang disimpan dalam shaker. Maserasi merupakan metode
yang cukup sederhana karena tidak memerlukan pemanasan sehingga dapat mencegah
rusaknya kandungan senyawa metabolit sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi.
Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan
kesempurnaan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi harus dapat
menarik komponen aktif dari campuran dalam sampel. Faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam memilih pelarut di antarnya selektivitas, kemampuan pelarut untuk mengekstraksi,
tidak bersifat racun, mudah diuapkan dan relatif murah (Gamse 2002). Pelarut yang
digunakan dalam proses ekstraksi dapat menembus pori-pori bahan padat sehingga bahan
yang ingin diekstrak dapat dengan mudah tertarik.
Pada penelitian ini digunakan lima jenis pelarut yang berbeda berdasarakan tingkat
kepolarannya, yaitu heksan (nonpolar), etilasetat (semipolar), metanol (polar), etanol (polar)
serta air (polar). Pemilihan ke lima jenis pelarut ini bertujuan untuk mengetahui polaritas
senyawa bioaktif dari bawang dayak. Prinsip dari proses ekstraksi adalah like dissolves like,
artinya suatu pelarut akan mengisolasi komponen yang memiliki sifat yang sama dengan
pelarutnya. Oleh karena itu, pelarut nonpolar akan mengekstrak komponen yang bersifat
nonpolar , dan bahan yang bersifat polar akan diekstrak oleh pelarut yang bersifat polar.
Proses ekstraksi dilakukan selama tiga kali untuk masing-masing bahan. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan senyawa bioaktif yang lebih maksimal. Penghilangan pelarut
dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 400C, kemudian dipekatkan
dengan gas nitrogen (N2). Hasil dari pemekatan ini ditimbang kemudian dihitung
perbandingan berat ekstrak dengan berat awal sampel yang diekstrak, sehingga diperoleh
nilai rendemen ekstraknya.
Proses pemekatan hasil ekstraksi untuk sampel yang diekstrak dengan pelarut air
dilakukan dengan cara yang berbeda dengan pelarut-pelarut lainnya. Proses pemekatannya
tidak menggunakan rotary evaporator dan gas N2, akan tetapi proses pemekatannya
menggunakan vacuum evaporator pada suhu 600C selama 15 menit. Walaupun terjadi
perebdaan proses pemekatan, diharapkan dengan penggunaan suhu yang relatif lebih tinggi

17
namun dengan waktu yang lebih singkat tidak mengurangi keaktifan dari senyawa bioaktif
yang terkandung di dalam ekstrak air umbi bawang dayak segar, ekstrak air simplisia dan
ekstrak air keripik.

Gambar 2. Umbi Bawang Dayak Segar

Gambar 3. Simplisia Bawang Dayak

Gambar 4. Keripik Bawang Dayak

B. RENDEMEN EKSTRAK UMBI BAWANG DAYAK SEGAR,


SIMPLISIA DAN KERIPIK
Nilai rendemen ekstrak umbi bawang dayak segar, ekstrak simplisia dan ekstrak
keripik terhadap pelarut heksan, etilasetat, metanol, etanol dan air dapat dilihat pada Tabel 2.

18
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rendemen terendah untuk ekstrak umbi bawang
dayak segar, ekstrak simplisia dan ekstrak keripik berasal dari ekstrak hasil maserasi dengan
pelarut heksan, sedangkan rendemen tertinggi terdapat pada sampel yang diekstrak oleh
pelarut air. Perbedaan nilai rendemen ini disebabkan oleh perbedaan jenis pelarut yang
digunakan. Pelarut yang berbeda akan melarutkan senyawa-senyawa yang berbeda
tergantung tingkat kepolarannya. Senyawa yang bersifat polar akan larut dalam pelarut yang
bersifat polar, sedangkan senyawa yang bersifat nonpolar akan larut dalam pelarut yang
bersifat nonpolar. Hal ini sesuai dengan konsep like dissolve like dimana zat akan terlarut dan
terekstrak dengan baik apabila pelarut yang digunakan memiliki tingkat kepolaran yang
sama. Oleh sebab itu, jumlah ekstrak yang dihasilkan dari suatu bahan, tergantung jenis
pelarut yang digunakan.

Tabel 2. Rendemen Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik
Rendemen Ekstrak (g/100gram)
Jenis Pelarut
Bawang dayak segar Simplisia keripik

Heksan 0.78 1.58 1.29


Etilasetat 1.81 4.50 2.98
Etanol 9.08 3.73 4.00
Metanol 5.89 6.58 6.58
Air 30.29 16.26 26.24
.
Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan rendemennya, komponen polar yang
terdapat pada umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik jumlahnya cukup tinggi,
sedangkan komponen nonpolarnya sangat rendah. Tingginya nilai rendemen bawang dayak
segar dengan pelarut etanol dibandingkan dengan rendemen simplisia dan keripik yang
sama-sama diekstrak dengan pelarut etanol dikarenakan adanya makromolekul lain seperti
gula sederhana (monosakarida) dan oligosakarida yang dapat terekstrak oleh pelarut etanol
pada umbi bawang dayak segar. Kandungan karbohidrat monosakarida dan oligosakarida
yang terdapat pada umbi bawang dayak segar jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan
simplisia dan keripik.
Pelarut air pada umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik menghasilkan nilai
rendemen paling tinggi dibandingkan dengan pelarut heksan, etilasetat, etanol dan metanol.
Apabila dihitung dari berat solid yang diekstrak, maka simplisia dan keripik memiliki nilai
berat solid yang lebih besar dibandingkan dengan berat solid umbi bawang dayak segar.
Akan tetapi, nilai rendemen umbi bawang dayak segar dengan pelarut air jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan simplisia dan keripik yang diekstrak dengan pelarut air. Hal ini
disebabkan karena pada saat penyaringan dengan menggunakan kertas saring, filtrat ekstrak
simplisia dan keripik. tidak turun secara sempurna pada kertas saring dan cenderung tertahan
oleh serbuk-serbuk simplisia dan keripik. Pada saat proses ekstraksi, umbi bawang dayak
segar diekstrak dalam bentuk hancuran kecil dan bukan dalam bentuk serbuk seperti pada
simplisia dan keripik.
Nilai rendemen yang dihasilkan tidak mewakili jumlah antioksidannya. Hal ini
berarti bahwa walaupun nilai rendemennya besar, belum tentu menghasilkan nilai
antiokisdan yang tinggi. Komponen polar yang terekstrak pada umbi bawang dayak segar,
simplisia dan keripik belum tentu menghasilkan senyawa antioksidan dalam jumlah yang

19
banyak. Oleh karena itu, pengujian tentang kapasitas antioksidan, total fenol , kadar vitamin
C dan senyawa bioaktif yang bersifat antioksidan akan dievaluasi dengan melakukan uji
fitokimia secara kualitatif.

C. ANALISIS PROKSIMAT UMBI BAWANG DAYAK SEGAR,


SIMPLISIA DAN KERIPIK
Pengujian kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat dilakukan terhadap umbi
bawang dayak segar, simplisia dan keripik. Tabel 3 menunjukan hasil analisis proksimat
umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik.

Tabel 3. Proksimat Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik


Kandungan (g/100 gram)
Komposisi
Bawang dayak segar Simplisia Keripik

Kadar air 70.65 5.32 4.25


Kadar abu (bk) 4.79 2.69 2.97
Kadar Protein (bk) 3.70 3.94 3.14
Kadar Lemak (bk) 4.67 0.76 1.21
Karbohidrat by difference (bk) 86.20 92.62 92.70

Nilai kadar air dari umbi bawang dayak segar lebih tinggi daripada simplisia dan
keripik. Pengeringan umbi bawang dayak segar menjadi keripik dan simplisia akan
menurunkan nilai dari kadar airnya. Hal ini dikarenakan sebagian air akan menguap saat
pengeringan menggunakan oven. Nilai kadar air simplisia dengan keripik memberikan hasil
yang tidak terlalu berbeda walaupun penggunaan suhu pengolahannya berbeda. Waktu
pengeringan pada keripik lebih cepat yaitu selama 4 jam pada suhu 700C dibandingkan
dengan simplisia yaitu 6 jam pada suhu 500C.
Karbohidrat dan protein pada tanaman sangatlah penting karena memberikan nilai
gizi. Nilai kadar protein untuk masing-masing sampel hampir sama walaupun terdapat
perbedaan pengolahan. Hal ini berarti bahwa protein yang terdapat dalam umbi bawang
dayak tidak rusak oleh adanya pemanasan. Tingginya nilai karbohidrat untuk semua sampel
dikarenakan tanaman bawang dayak menyimpan glukosa sebagai sumber energi.
Nilai kadar abu umbi bawang dayak segar lebih tinggi dibandingkan dengan
simplisia dan keripik. Rendahnya nilai kadar abu pada bawang dayak setelah pengeringan
dikarenakan beberapa mineral hilang selama proses pengeringan dengan oven. Selain kadar
abu yang menurun selama proses pengeringan, nilai kadar lemak untuk simplisia dan keripik
juga mengalami penurunan. Data dan hasil perhitungan analisis proksimat umbi bawang
dayak segar, simplsia dan keripik tercantum pada Lampiran 1-3.

D. KARAKTERISTIK FISIK HASIL EKSTRAKSI UMBI BAWANG


DAYAK SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK
Hasil ekstraksi pada umbi bawang dayak segar (Gambar 5), simplisia (Gambar 6)
dan keripik (Gambar 7) memberikan warna ekstrak yang berbeda secara visual untuk
masing-masing pelarut, sesuai yang terdapat pada Tabel 4. Warna kuning dan orange yang
dihasilkan oleh pelarut heksan (nonpolar) dan pelarut etilasetat (semipolar) diduga
disebabkan oleh senyawa-senyawa nonpolar seperti lemak dan karotenoid pada sampel.

20
Senyawa karotenoid adalah kelompok pigmen dan antioksidan alami yang dapat meredam
radikal bebas, yang menyebabkan warna kuning orange dan merah pada tanaman
(Panjaitan et al. 2003). Karotenoid seperti betakaroten merupakan prekursor vitamin A dan
berfungsi sebagai antioksidan alami.

Tabel 4. Karakteristik Fisik Warna Ekstraksi Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia
dan Keripik
Sampel Pelarut Warna Ekstrak

Heksan Kuning
Etilasetat Kuning pekat
Umbi Bawang Dayak Segar Metanol Merah pekat
Etanol Merah pekat
Air Merah
Heksan Orange
Etilasetat Orange pekat
Simplisia Metanol Merah pekat
Etanol Merah pekat
Air Merah
Heksan Orange
Etilasetat Orange pekat
Keripik Metanol Merah pekat
Etanol Merah pekat
Air Merah

Warna merah yang dihasilkan oleh pelarut polar (metanol, etanol dan air) diduga
disebabkan adanya senyawa antosianin pada umbi bawang dayak segar, simplisia dan
keripik. Warna merah yang dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan pelarut polar dapat
mengindikasikan adanya aktivitas antioksidan yang tinggi karena mengandung senyawa
antosianin (Einbond et al. 2004). Antosianin adalah pigmen alami yang tersebar secara luas
di alam. Senyawa antosianin merupakan subkelas dari flavonoid dan memberikan warna
merah, ungu dan biru pada banyak bunga, buah-buahan dan sayuran. Stabilitas warna dari
antosianin sangat dipengaruhi oleh pH, jenis pelarut, temperatur, oksigen, cahaya dan enzim
(Rein 2005).
Pigmen antosianin lebih stabil pada pH 5.0 dan 6.0 daripada pH 4.0. Selanjutnya,
kehilangan pigmen antosianin yang sangat jelas disebabkan penggunaan suhu tinggi.
Kestabilan antosianin dan tingkat degradasi terutama dipengaruhi oleh temperatur.
Keberadaan oksigen dan interaksinya dengan komponen lain seperti gula dan asam askorbat
juga dapat mempengaruhi stabilitas antosianin. Penyebab utama hilangnya pigmen berkaitan
dengan hidrolisis antosianin karena perbandingan antara kecepatan kehilanagn warna merah
dari antosianin dan kecepatan pembentukan gula bebas (Ozela et al. 2007).

21
Metanol
Heksan
Etilasetat Etanol
Air

Gambar 5. Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar

Etilasetat
Etanol
Air
Heksan Metanol

Gambar 6. Ekstrak Simplisia Umbi Bawang Dayak

Etanol Air Etilasetat


Metanol Heksan

Gambar 7. Ekstrak Keripik Umbi Bawang Dayak

E. KAPASITAS ANTIOKSIDAN UMBI BAWANG DAYAK SEGAR,


SIMPLISIA DAN KERIPIK METODE DPPH
Pengujian kapasitas antioksidan umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik
dilakukan terhadap hasil ekstrak dari ke lima jenis pelarut yaitu heksan, etilasetat, etanol,
metanol dan air. Masing-masing ekstrak diuji aktivitas antioksidannya berdasarkan
kemampuannya meredam radikal bebas DPPH. Pada prinsipnya, atom hidrogen dari suatu
senyawa antioksidan akan membuat larutan DPPH menjadi tidak berwarna yang dapat diukur
menggunakan spektrofotometer akibat terbentuknya DPPH tereduksi (DPPH-H) (Sharma dan
Bhat 2009).
Metode DPPH mengukur kemampuan suatu senyawa antioksidan dalam menangkap
radikal bebas. Kemampuan penangkapan radikal berhubungan dengan kemampuan

22
komponen senyawa antioksidan dalam menyumbangkan elektron atau hidrogen. Setiap
molekul yang dapat menyumbangkan elektron atau hidrogen akan bereaksi dan akan
memudarkan warna DPPH. Intensitas warna DPPH akan berubah dari ungu menjadi kuning
oleh elektron yang berasal dari senyawa antioksidan. Perubahan warna tersebut disebabkan
oleh reaksi antara radikal bebas DPPH dengan satu atom hidrogen yang dilepaskan senyawa
yang terkandung dalam bahan uji untuk membentuk senyawa 1,1-diphenil-2-pikrilhidrazin
(DPPH-H) yang berwarna kuning. Pada metode ini, absorbansi yang diukur adalah
absorbansi larutan DPPH sisa yang tidak bereaksi dengan senyawa antioksidan.
Hasil analisis kapasitas antioksidan menunjukkan banyaknya komponen antioksidan
yang aktif untuk meredam radikal bebas DPPH. Analisis statistik ekstrak umbi bawang
dayak segar, ekstrak simplisia dan ekstrak keripik menunjukkan bahwa perbedaan pelarut
memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai kapasitas antioksidannya,
seperti terangkum pada Lampiran 11a. Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan
menggunakan uji lanjut beda Duncan (Lampiran 11b). Hasil uji lanjut Duncan untuk
kapasitas antioksidan ekstrak umbi bawang dayak segar dapat dilihat pada Gambar 8.
Kapasitas antioksidan ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut air, etanol dan
metanol tidak berbeda nyata (p>0.01). Kapasitas antioksidan ekstrak umbi bawang dayak
segar dengan pelarut heksan dan etanol sangat berbeda nyata (p<0.01), dan ekstrak umbi
bawang dayak segar dengan pelarut etilasetat memiliki kapasitas antioksidan paling tinggi
dan berbeda sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan pelarut heksan, etanol, metanol dan
air.
Kapasitas Antiokisdan (%)

227.0c
250

200
131.5b
150
81.9a 74.7a 91.5a
100

50

0
Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar

air metanol etanol etilaseat heksan

Gambar 8. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar


Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata
(p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

Hasil uji lanjut Duncan untuk kapasitas antioksidan ekstrak simplisia menunjukkan
bahwa ekstrak simplisia dengan pelarut air paling rendah dan sangat berbeda nyata (p<0.01)
dengan pelarut etilasetat, heksan, etanol dan metanol, sedangkan ekstrak simplisia dengan
pelarut metanol, etilasetat dan heksan tidak berbeda nyata (p>0.01). Ekstrak etanol simplisia
memiliki kapasitas antioksidan paling tinggi dan sangat berbeda nyata (p<0.01) dengan pelarut

23
air, heksan, etilasetat dan metanol. Hasil uji lanjut Duncan untuk kapasitas antioksidan ekstrak
simplisia dapat dilihat pada Gambar 9.

Kapasitas Antioksidan (%)


60 51.8c
50 36.9b 37.0b 34.3b
40
30
16.7a
20
10
0
Ekstrak simplisia Bawang Dayak

air metanol etanol etilasetat heksan

Gambar 9. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Simplisia Bawang Dayak


Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata
(p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

Kapasitas antioksidan ekstrak keripik dengan pelarut air paling rendah dan sangat
berbeda nyata (p<0.01) dengan pelarut heksan, etilasetat, etanol dan metanol, sedangkan
ekstrak keripik dengan pelarut heksan, metanol dan etanol tidak berbeda nyata (p>0.01).
Ekstrak keripik dengan pelarut etanol dan etilasetat menghasilkan kapasitas antioksidan paling
tinggi dan tidak berbeda nyata (p>0.01). Hasil kapasitas antioksidan menggunkaan uji lanjut
Duncan untuk ekstrak keripik dapat dilihat pada Gambar 10. Perhitungan kapasitas
antioksidan ekstrak umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik dapat dilihat pada
Lampiran 4-6.

57.5c
Kapasitas Antioksidan (%)

60 46.5bc
42.9b 40.1b
50
40
30
15.0a
20
10
0
Ekstrak Keripik Bawang Dayak

air metanol etanol etilasetat heksan

Gambar 10. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Keripik Bawang Dayak

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata
(p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

24
Aktivitas ekstrak antioksidan sangat dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan
saat ekstraksi (Jang et al. 2007). Berdasarkan hasil uji terhadap aktivitas peredaman radikal
bebas DPPH, ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar memberikan nilai peredaman yang
paling tinggi dibandingkan dengan heksan, etanol, metanol dan air. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan komponen antioksidan yang terdapat pada masing-masing ekstrak sehingga
memberikan perbedaan aktivitas antioksidan (Anokwuru et al. 2011). Komponen antioksidan
pada ekstrak umbi bawang dayak segar lebih banyak terekstrak di pelarut yang bersifat
semipolar dan nonpolar. Oleh karena itu, pelarut etilasetat (semipolar) dan pelarut heksan
(nonpolar) memiliki kemampuan meredam radikal bebas DPPH yang lebih besar.
Selain itu, perbedaan jumlah kapasitas antioksidan pada ekstrak umbi bawang dayak
disebabkan komponen antioksidan yang terekstrak pada pelarut etanol, metanol dan air
memililiki jumlah gugus –OH yang sedikit untuk mendonorkan atom hidrogen dibandingkan
dengan komponen antioksidan yang terekstrak dengan menggunakan pelarut etilasetat dan
heksan yang memiliki jumlah gugus –OH yang lebih banyak. Senyawa antioksidan akan
mendonorkan atom hidrogennya untuk meredam dan menstabilkan radikal bebas.
Salah satu sumber antioksidan alami dari tanaman adalah golongan fenol. Senyawa
fenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, proses ekstraksi menggunakan berbagai pelarut akan menghasilkan
komponen polifenol yang berbeda pula. Setiap tumbuh-tumbuhan memiliki struktur
komponen fenolik yang berbeda. Ada komponen fenolik yang memliki gugus –OH banyak
dan ada pula komponen fenolik yang memiliki gugus –OH yang sedikit. Perbedaan jumlah
dan posisi gugus hidroksil pada suatu senyawa antioksidan seperti fenol dan flavonoid, dapat
mempengaruhi aktivitas antioksidannya. Gugus –OH berperan dalam proses transfer elektron
untuk menstabilkan dan meredam radikal bebas. Semakin banyak gugus –OH pada suatu
senyawa fenol, maka kemampuan untuk meredam radikal bebas semakin tinggi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan adanya proses pengeringan umbi bawang
dayak segar menjadi simplisia dan keripik, telah menurunkan kemampuan komponen
antioksidan dalam meredam radikal bebas DPPH. Hal ini ditunjukkan dengan semakin
kecilnya nilai kapasitas antioksidan pada ekstrak simplisia dan ekstrak keripik. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa senyawa antioksidan dalam umbi bawang dayak segar tidak tahan panas
dan mudah terdegradasi oleh panas. Hal ini sesuai dengan pernyataan para peneliti
sebelumnya yang menyebutkan bahwa senyawa antioksidan merupakan senyawa yang mudah
teroksidasi dengan adanya panas, cahaya, katalisator logam maupun enzim polifenoloksidase
yang dapat mempercepat reaksi oksidasi senyawa tersebut.
Komponen antioksidan yang merupakan senyawa bioaktif adalah komponen yang
sangat sensitif terhadap cahaya, temperatur dan pH. Baik komponen antioksidan yang bersifat
polar seperti golongan fenol dan komponen antioksidan yang bersifat nonpolar seperti
karotenoid, sangat sensitif terhadap penggunaan temperatur yang cukup tinggi. Akan tetapi,
golongan fenol lebih tahan terhadap panas dibandingkan karotenoid, artinya walaupun
golongan fenol terdegdarasi oleh panas, aktivitas antiokidannya masih lebih baik
dibandingkan dengan karotenoid. Hal ini dapat terlihat dari hasil pengukuran ekstrak simplisia
dengan pelarutnya. Terlihat bahwa ekstrak simplsia dan keripik dengan pelarut heksan dan
etilasetat memiliki jumlah kapasitas antioksidan yang lebih rendah dibandingkan dengan
ekstrak heksan dan etilasetat umbi bawang dayak segar.
Menurut Patras et al. (2010), degradasi senyawa antioksidan dapat disebabkan oleh
rekasi oksidasi , pemutusan ikatan kovalen maupun peningkatan laju reaksi oksidasi oleh

25
panas. Senyawa antioksidan yang sudah teroksidasi akan menjadi rusak dan mengurangi
kemampuannya dalam meredam dan menangkal radikal bebas. Vitamin C dan betakaroten
adalah senyawa antioksidan yang sangat sensitif terhadap panas, sedangkan senyawa fenol
memiliki tingkat sensitifitas yang lebih baik dibandingkan dengan vitamin C dan betakaroten.
Nilai kapasitas antioksidan ekstrak umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik
dibandingkan hasilnya dengan asam askorbat dalam bentuk AEAC (Ascorbic Acid Equivalent
Antioxidant Capacity). Nilai AEAC dapat diperoleh dari kurva standar asam askorbat,
sehingga dapat membandingkan nilai kapasitas antioksidan yang diperoleh dengan asam
askorbat. Persamaan garis yang diperoleh dari kurva standar asam askorbat yaitu
y=0.0034x+0.1292. Kurva standar asam askorbat beserta data dan hasil perhitungannya
tercantum pada Lampiran 7-10.
Analisis statistik ekstrak umbi bawang dayak segar, ekstrak simplisia dan ekstrak
keripik menunjukan bahwa perbedaan pelarut memberikan pengaruh yang sangat nyata
(p<0.01) terhadap nilai AEAC , seperti terangkum pada Lampiran 12a. Pengujian selanjutnya
dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran12b). Ekstrak bawang dayak
segar dengan menggunakan pelarut etilasetat menghasilkan nilai AEAC paling tinggi dan
berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan pelarut heksan, metanol, air dan etanol. Hasil uji lanjut
Duncan untuk AEAC ekstrak umbi bawang dayak segar dapat dilihat pada Gambar 11.

1.20 1.02c
1.00
Kapasitas Antioksidan
(mg AEAC/mg ekstrak)

Air
0.80
0.48b Metanol
0.60
a Etanol
0.20a 0.16a 0.26
0.40
Etilasetat
0.20 Heksan
0.00
Ekstrak Umbi Bawang Dayak
Segar

Gambar 11. AEAC Umbi Bawang Dayak Segar


Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata
(p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

Ekstrak simplisia dan keripik memiliki nilai AEAC yang lebih kecil dibandingkan
dengan ektrak bawang dayak segar, karena pada simplisia dan keripik telah terjadi proses
pengolahan dengan pengeringan menggunakan oven. Nilai AEAC tertinggi untuk ekstrak
simpilia terdapat pada ekstrak dengan pelarut etanol dan berbeda sangat nyata (p<0.01)
dengan pelarut heksan, etilasetat, metanol dan air. Hasil uji lanjut Duncan untuk nilai AEAC
ekstrak simplisia dapat dilihat pada Gambar 12.

26
0.25 0.21c

(mg AEAC/ mg Ekstrak)


0.20

Kapasitas Antioksidan
0.13b Air
0.13b
0.12b Metanol
0.15
Etanol
0.10
Etilasetat

0.05 0.02a Heksan

0.00
Ekstrak Simplisia Bawang Dayak

Gambar 12. AEAC Simplisia Bawang Dayak


Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata
(p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

Nilai AEAC ekstrak keripik pada pelarut etilasetat dan heksan menghasilkan nilai
AEAC paling tinggi dan tidak berbeda nyata (p>0.01). Hasil uji lanjut Duncan untuk nilai
AEAC ekstrak keripik dapat dilihat pada Gambar 13.

0.24c
0.25
0.18bc
(mg AEAC/mg Ekstrak)
Kapaistas Antioksidan

0.20 Air
0.16b 0.15b
0.15 Metanol
Etanol
0.10
Etilasetat
0.05 Heksan
0.01a
0.00
Ekstrak Keripik Bawang Dayak

Gambar 13. AEAC Keripik Bawang Dayak


Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata
(p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

F. AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK UMBI BAWANG DAYAK


SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK METODE RANCIMAT
Setelah melakukan pengujian kapasitas antioksidan menggunakan metode DPPH
terhadap semua ekstrak sampel dengan masing-masing pelarutnya, maka diperoleh ekstrak
terbaik untuk masing-masing sampel. Ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar, ekstrak
etanol simplisia dan ekstrak etilasetat keripik, selanjutnya diukur kestabilan oksidatifnya
dengan memasukan sejumlah ekstrak sampel ke dalam tabung rancimat yang berisi minyak

27
kedelai dan menghembuskan aliran udara melewati sampel pada suhu 1200C. Pemilihan
minyak kedelai didasarkan pada banyaknya jumlah kandungan ikatan rangkap yang terdapat
pada minyak kedelai. Semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, maka kerusakan oksidatif
oleh zat kimia, enzim, suhu, oksigen, cahaya semakin cepat. Kontrol negatif yang
digunakan adalah tabung rancimat yang berisi minyak kedelai murni tanpa sampel dan
kontrol positif yang digunakan adalah α-tokoferol dalam minyak kedelai murni.
Parameter yang diukur adalah waktu induksi dari masing-masing ekstrak sampel.
Nilai dari waktu induksi memberikan informasi mengenai stabilitas oksidatif sampel. Waktu
induksi diukur sebagai waktu yang diperlukan untuk mencapai titik akhir oksidasi yang
berhubungan dengan tingkat ketengikan yang dapat dideteksi. Semakin lama waktu induksi,
maka sampel yang diuji memiliki aktivitas antioksidan yang baik. Waktu induksi
masing-masing ekstrak sampel beserta kontrol dan pembandingnya (α-tokoferol)
berdasarkan hasil metode rancimat dapat dilihat pada Lampiran 13-18.
Aktivitas antioksidan dalam metode rancimat dinyatakan dalam waktu induksi.
Berdasarkan analisis statistik (Lampiran 19), ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar,
ekstrak etanol simplisia dan ekstrak etilasetat keripik menunjukan bahwa perlakuan
pemanasan terhadap sampel menghasilkan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) terhadap
waktu induksinya. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut beda Duncan
(Lampiran 19). Hasil uji lanjut beda Duncan untuk waktu induksi terlihat pada Gambar 14.
Ekstrak etilasetat keripik, tokoferol dan minyak kedelai murni menunjukkan tidak berbeda
nyata (p>0.01) terhadap waktu induksinya. Waktu induksi ekstrak etilasetat keripik,
tokoferol dan ekstrak etanol simplisia juga tidak berbeda nyata (p>0.01), sedangkan waktu
induksi ekstrak umbi bawang dayak segar memberikan waktu induksi paling lama dan
memiliki perbedaan yang sangat nyata (p<0.01) dengan ekstrak etanol simplisia, ekstrak
etilasetat keripik, tokoferol dan minyak kedelai murni.

Tokoferol
4 3.7c

3.5
2.8b Minyak Kedelai Murni
3 2.6ab
Waktu Induksi (jam)

2.5ab
2.5 2.1a
Ekstrak etilasetat
2 umbi bawang dayak
segar
1.5
Ekstrak etanol
1 simplisia
0.5
Ekstrak etilasetat
0 keripik
Jenis Ekstrak/Antioksidan

Gambar 14. Waktu Induksi Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata
(p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

28
Diketahui bahwa ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut etilasetat
memiliki nilai waktu induksi yang paling tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya, artinya
aktivitas antioksidan ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar sangat tinggi dalam sistem
minyak dan mampu menjaga kestabilan oksidatif minyak kedelai dengan baik. Tingginya
aktivitas antioksidan ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar dibandingkan dengan
tokoferol disebabakan karena kelarutan ekstrak dalam minyak sangat baik.
Adanya pengolahan umbi bawang dayak segar menjadi simplisia dan keripik
menyebabkan penurunan waktu induksinya. Hal ini sesuai dengan hasil dari pengujian
sebelumnya dengan metode DPPH bahwa adanya proses pemanasan telah menurunkan nilai
kapasitas antioksidan pada ekstrak simplisia dan ekstrak keripik. Akan tetapi, apabila
dibandingkan dengan tokoferol, maka ekstrak etanol simplisia dan ekstrak etilasetat keripik
memiliki aktivitas antioksidan yang sama, artinya kekuatan aktivitas antioksidan ekstrak
etanol simplsia dan ekstrak etilasetat keripik tergolong baik walaupun telah dikeringkan dari
bentuk segarnya.
G. TOTAL FENOL EKSTRAK UMBI BAWANG DAYAK SEGAR,
SIMPLISIA DAN KERIPIK
Komponen polifenol pada tanaman diketahui memiliki sifat multifungsi seperti
pereduksi, menyumbangkan atom hidrogen sebagai antioksidan dan peredam terbentuknya
singlet oksigen. Flavonoid dan turunannya merupakan golongan polifenol yang banyak dan
sangat penting pada tanaman. Sifat yang penting dari golongan polifenol adalah
kemampuannya bertindak sebagai antioksidan. Penentuan kandungan total fenol pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteau. Metode ini
berdasarkan kekuatan mereduksi dari gugus hidroksi fenolik. Semua senyawa fenolik dapat
bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteau. Adanya inti aromatis pada senyawa fenol (gugus
hidroksi fenolik) dapat mereduksi fosfomolibdat fosfotungstat menjadi molibdenum yang
berwarna biru (Pratimasari 2009).
Menurut Bettuzi (2009), senyawa dari golongan polifenol memiliki aktivitas
antioksidan yang sangat kuat. Aktivitas antioksidan komponen polifenol ditandai dengan
aktivitas yang relatif tinggi sebagai donor hidrogen atau elektron dan kemampuan dari
turunan radikal polifenol untuk menstabilkan dan memindahkan elektron yang tidak
berpasangan, serta mengkelat transisi logam (Sanrasari 2008).
Kurva standar asam galat beserta data dan hasil perhitungan analisis total fenol
ekstrak umbi bawang dayak segar, ekstrak simplsia dan ekstrak keripik tercantum pada
Lampiran 20-23. Analisis statistik ekstrak umbi bawang dayak segar, ekstrak simplisia dan
ekstrak keripik menunjukkan bahwa perbedaan pelarut memberikan pengaruh yang sangat
nyata (p<0.01) terhadap jumlah total fenolnya, seperti terangkum pada lampiran 24.
Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran 25).
Hasil uji lanjut Duncan untuk jumlah total fenol ekstrak umbi bawang dayak segar dapat
dilihat pada Gambar 15.

29
(mg GAE/ 100 mg Ekstrak)
5.00 4.29d

4.00 3.33c 3.17c Heksan

Total Fenol
3.00 2.43b Etilasetat
2.02a
2.00 Etanol

1.00 Metanol
Air
0.00
Ekstrak Umbi Bawang Dayak
Segar

Gambar 15. Total Fenol Ekstrak Umbi Bawang Daya Segar


Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata
(p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

Total fenol ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut air dan heksan berbeda
sangat nyata (p<0.01), sedangkan ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut etilasetat
dan etanol tidak berbeda nyata (p<0.01) terhadap jumlah total fenolnya. Ekstrak umbi
bawang dayak segar dengan pelarut metanol memiliki jumlah total fenol paling tinggi dan
berbeda sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan pelarut etilasetat, heksan, etanol dan air.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap total fenol ekstrak simplisia terlihat pada
Gambar 16. Berdasarkan hasil yang diperoleh, jumlah total fenol di dalam ekstrak simplisia
yang menggunakan pelarut heksan, etilasetat dan air tidak berbeda nyata (p>0.01),
sedangkan ekstrak simplisia dengan pelarut etanol menghasilkan jumlah total fenol paling
tinggi dan berbeda sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan pelarut metanol, etilasetat,
heksan dan air.

4.00 3.52c
( mg GAE/ 100 mg Ekstrak)

3.50 3.00b
3.00 Heksan
Total Fenol

2.50 Etilasetat
2.00 Etanol
1.50
0.85a Metanol
0.65a
1.00 0.49a Air
0.50
0.00
Ekstrak Simplisia Bawang Dayak

Gambar 16. Total Fenol Ekstrak Simplisia Bawang Dayak

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata
(p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

30
Selanjutnya uji lanjut Duncan terhadap total fenol ekstrak keripik diperoleh bahwa
ekstrak keripik dengan pelarut air dan etilasetat tidak berbeda nyata (p>0.01), sedangkan
jumlah total fenol ekstrak keripik dengan pelarut metanol memiliki jumlah total fenol paling
tinggi dan sangat berbeda nyata (p<0.01) dibandingkan pelarut etanol, heksan, air dan
etilasetat. Senyawa fenol pada ekstrak simplisia dan ekstrak keripik mengalami degradasi
karena panas sehingga semakin lama pemanasan maka senyawa fenol semakin rusak.
Penurunan jumlah total fenol ekstrak keripik dapat dilihat pada Gambar 17.

3.38d
3.50 3.01c
( mg GAE/100 mg Ekstrak)

3.00
Heksan
2.50
Total Fenol

Etilasetat
2.00
1.50 1.15b Etanol

1.00 0.65a 0.60a Metanol

0.50 Air
0.00
Ekstrak Keripik Bawang Dayak

Gambar 17. Total Fenol Ekstrak Keripik Bawang Dayak


Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata
(p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

Total fenol pada ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut heksan, etilasetat,
etanol, metanol dan air memiliki jumlah yang berbeda. Komponen polifenol memiliki
spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Hal ini
disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut memiliki jumlah dan posisi yang
berbeda. Dengan demikian, ekstraksi menggunakan berbagai pelarut akan menghasilkan
komponen polifenol yang berbeda pula.
Berdasarkan hasil pengukuran jumlah total fenol, ekstrak metanol umbi bawang
dayak segar, ekstrak etanol simplisia dan ekstrak metanol keripik mampu mengekstrak
senyawa fenol paling tinggi dibandingkan dengan pelarut lainnya. Pelarut polar seperti
metanol dan etanol mampu mengekstrak senyawa fenol lebih tinggi dibandingkan dengan
pelarut etilasetat, heksan dan air. Pelarut metanol dan etanol memiliki gugus hidroksil yang
dapat membentuk ikatan dengan gugus fenol yang ada dan meningkatkan kelarutannya
(Silla et al. 2001). Menurut Jakopic et al. (2009), sampel yang diekstrak dengan pelarut
metanol secara signifikan memiliki jumlah fenol yang lebih banyak dibandingkan dengan
pelarut etanol. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kofii et al. (2010),
pelarut etanol adalah pelarut yang terbaik untuk mengesktark senyawa fenol dalam tanaman
Ivorian.
Ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut etilasetat menunjukan jumlah
total fenol yang tinggi setelah metanol. Pelarut etilasetat memiliki kepolaran yang lebih
rendah dibandingkan dengan pelarut air. Akan tetapi, dalam penelitian ini ekstrak umbi
bawang dayak segar dengan pelarut etilasetat memiliki jumlah total fenol yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pelarut air. Tingginya jumlah total fenol pada ekstrak umbi bawang

31
dayak segar dengan pelarut etilasetat diduga adanya golongan polifenol yang memiliki berat
molekul yang sama dengan pelarut etilasetat seperti tanin dan flavanol. Berdasarkan
peneltian yang dilakukan oleh Uma dan Wan (2010), pelarut aseton yang memiliki kepolaran
yang rendah menghasilkan jumlah total fenol yang paling tinggi pada ekstrak daun henna.
Pelarut aseton lebih efektif mengekstrak komponen tanin yang memiliki berat molekul yang
tinggi (Alasalvar et al 2006). Hal ini sesuai dengan konsep like dissolve like atau pelarut vs
pelarut, dimana pelarut aseton dan tannin memiliki berat molekul yang tinggi.
Pengujian total fenol menggunakan Folin-Ciocalteau tidak selalu menunjukkan
jumlah polifenol secara spesifik, akan tetapi substansi lain juga dapat dioksidasi
menggunakan reagen Folin-Ciocalteau. Oleh karena itu, kandungan total fenol pada ekstrak
umbi bawang dayak segar dalam penelitian ini tidak selalu seluruhnya adalah karena
keberadaan fenol dalam ekstrak tersebut. Komponen polifenol bergantung terhadap jumlah
gugus fenol yang dimilikinya bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteau. Kelarutan senyawa
fenol dipengaruhi oleh kepolaran pelarut yang digunakan. Hal inilah yang menyebabkan
sulitnya prosedur ekstraksi yang cocok untuk mengekstrak fenolik pada tanaman (Naczk dan
Shahidi 2004). Komponen fenolik yang terekstrak biasanya berhubungan dengan biomolekul
yang lain (protein, polisakarida, terpen, klorofil, lemak dan komponen anorgank lainnya) dan
harus digunakan pelarut yang cocok untuk mengekstrak komponen-komponen tersebut
(Koffi et al. 2010).
Apabila dibandingkan dengan ekstrak umbi bawang dayak segar, jumlah total fenol
pada ekstark simplisia dan ekstrak keripik lebih rendah dan cenderung menurun. Adanya
pengaruh pengolahan umbi bawang dayak menjadi simplisia dan keripik menggunakan
panas, telah menurunkan jumlah total fenol pada ekstrak simplisia dengan pelarut heksan,
etilasetat dan air. Hal ini dikarenakan golongan fenol yang terekstrak pada pelarut tersebut
lebih mudah rusak akibat adanya penggunaan temperatur.

H. KADAR VITAMIN C UMBI BAWANG DAYAK SEGAR, SIMPLISIA


DAN KERIPIK
Berdasarkan analisis statistik seperti terlampir pada Lampiran 27, umbi bawang
dayak segar, simplisia dan keripik menunjukan bahwa perbedaan pengolahan sampel
memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) terhadap jumlah kadar vitamin C nya.
Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan seperti terlihat
pada Gambar 18. Kadar vitamin C umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik berbeda
sangat nyata (p<0.01).
Kandungan vitamin C (asam askorbat) pada umbi bawang dayak segar tergolong
cukup tinggi yaitu 61.5 mg/ 100 gram, artinya umbi bawang dayak dapat dijadikan salah
satu sumber vitamin C yang baik bagi tubuh. Tingginya kandungan vitamin C pada umbi
bawang dayak segar berarti kemampuannya untuk mereduksi radikal bebas di dalam tubuh
juga semakin tinggi dan reaksi oksidatif dapat dicegah. Kebutuhan asupan vitamin C untuk
tubuh berkisar 60-100 mg/hari dan kebutuhan yang paling besar hanya pada ibu menyusui
yaitu berkisar 125 mg/ hari. Oleh karena itu, umbi bawang dayak segar dapat digunakan
untuk mencukupi kebutuhan vitamin C tubuh per harinya.
Adanya proses pengeringan umbi bawang dayak menjadi simplisia dan keripik,
mengakibatkan penurunan jumlah vitamin C yang terdapat pada simplisia dan keripik.
Vitamin C adalah molekul yang sangat labil dan selama pengolahan bisa menurun
jumlahnya. Perbedaan jumlah vitamin C yang hilang pada simplisia dan keripik disebabakan

32
penggunaan suhu dan lama pengeringan yang berbeda. Berdasarkan hasil tersebut terlihat
bahwa terjadi interaksi antara suhu dan lama pemanasan terhadap penurunan jumlah
kandungan vitamin C umbi bawang dayak segar.

Kadar Vitamin C (mg/100


61.5c
80 41.0b
60 22.0a

gram)
40
20
0
Jenis Sampel

Umbi Bawang Dayak Segar Simplisia Keripik

Gambar 18. Kadar Vitamin C Umbi Bawang Dayak Segar,


Simplisia dan Keripik

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan berbeda sangat
nyata (p<0.01) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

Pengaruh pengolahan terhadap suatu bahan yang mengandung nutrisi tertentu,


dipengaruhi oleh sensitifitas nutrisinya terhadap berbagai kondisi pengolahan seperti adanya
panas, oksigen, pH dan cahaya (Morris et al 2004). Penurunan jumlah kandungan vitamin C
selama pemanasan disebabkan terjadi oksidasi oksigen yang tinggi pada vitamin C yang
terdapat dalam umbi bawang dayak segar. Apabila dibandingkan dengan umbi bawang dayak
segar yang diproses tanpa adanya pemanasan, maka jumlah oksidasi oksigen pada vitamin C
lebih sedikit. Semakin tinggi suhu, maka kecepatan reaksi oksidasi vitamin C semakin tinggi
yang ditandai dengan penurunan jumlah vitamin C. Perhitungan kadar vitamin C umbi
bawang dayak segar, simplisia dan keripik, dapat dilihat pada Lampiran 26.

I. UJI KUALITATIF FITOKIMIA


Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa-senyawa kimia
yang bersifat spesifik seperti alkaloid, fenol, steroid, saponin, glikosida, triterpenoid, tannin
dan flavonoid. Senyawa-senyawa ini merupakan hasil metabolit sekunder pada tumbuhan
yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk bahan obat. Senyawa metabolit sekunder
memiliki jumlah dan jenis yang bervariasi untuk setiap tumbuh-tumbuhan. Beberapa dari
senyawa-senyawa tersebut telah diisolasi dan sebagian di antaranya memberikan efek
fisiologis dan farmakologis yang lebih dikenal sebagai senyawa kimia aktif
(Copriyadi 2005).
Pengujian fitokimia dilakukan pada umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik
dengan menggunakan pelarut heksan, etilasetat, etanol, metanol dan air. Pengujian ini
sebagai langkah awal untuk mengetahui jenis komponen bioaktif yang terkandung pada
masing-masing ekstrak sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Hasil pengujian dinyatakan
secara kualitatif untuk membuktikan keberadaan senyawa kimia aktif tertentu yang dapat
dideteksi dalam ekstrak sampel. Jenis uji fitokimia untuk umbi bawang dayak segar,
simplisia dan keripik adalah uji kandungan alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid,
triterpenoid, steroid dan glikosida.

33
Berdasarkan hasil uji fitokimia, ekstrak umbi bawang dayak segar dengan pelarut
metanol, etanol, etilasetat, heksan dan air, megandung senyawa metabolit sekunder berupa
alkaloid, fenolik, triterpenoid, steroid dan glikosida. Ekstrak umbi bawang dayak segar
dengan pelarut air dan pelarut heksan menghasilkan uji negatif untuk senyawa flavonoid.
Pelarut etilasetat dan pelarut heksan pada ekstrak umbi bawang dayak segar tidak memiliki
kandungan senyawa saponin dan tanin. Hasil uji fitokimia untuk ekstrak umbi bawang dayak
segar dapat dilihat pada Tabel 5. Senyawa aktif yang mendukung ekstrak umbi bawang
dayak segar dengan pelarut etilasteat sebagai antioksidan terbaik adalah adanya kandungan
senyawa fenolik, triterpenoid dan glikosida yang sangat kuat.
Tabel 5. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar
Hasil Pengujian
Jenis Pengujian
Air Metanol Etanol 96% Etilasetat Heksan
Alkaloid ++ + + ++ +
Saponin + +++ + - -
Tanin + ++ ++ - -
Fenolik ++ +++ +++ ++++ +++
Flavonoid - ++ +++ + -
Triterpenoid ++++ +++ ++++ +++ +
Steroid + + + + +
Glikosida ++ ++ +++ ++++ +++
Keterangan: - = negatif; + = positif lemah; ++ = positif; +++ = positif kuat;
++++ = positif kuat sekali
Ekstrak simplisia pada pelarut air, metanol, etanol dan etilasetat mengandung
senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, tannin, saponin, fenolik, flavonoid, triterpenoid,
steroid dan glikosida, kecuali untuk ekstrak simplisia dengan pelarut etilasetat menghasilkan
uji negatif untuk senyawa tanin. Pengujian fitokimia pada ekstrak simplisia dengan pelarut
heksan, menghasilkan uji positif untuk senyawa alkaloid, fenolik, flavonoid, triterpenoid,
steroid dan glikosida, sedangkan untuk senyawa saponin dan tanin menghasilkan uji negatif.
Hasil uji fitokimia untuk ekstrak simplisia dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil uji
kapasitas antioksidan dengan radikal DPPH, ekstrak simplisia dengan pelarut etanol memiliki
jumlah kapasitas antioksidan yang paling tinggi. Senyawa bioaktif yang mendukung hasil ini
adalah adanya kandungan senyawa fenolik, triterpenoid dan glikosida yang tinggi untuk
ekstrak simplisia dengan pelarut etanol.

Tabel 6. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Simplisia


Hasil Pengujian
Jenis Pengujian Air Metanol Etanol 96% Etilasetat Heksan
Alkaloid +++ ++ ++ ++ ++
Saponin +++ + ++ + -
Tanin ++ +++ + - -
Fenolik +++ +++ ++++ ++++ +++
Flavonoid +++ ++ + + +
Triterpenoid ++++ +++ ++++ ++++ +
Steroid + + + + +
Glikosida +++ ++ ++++ ++ ++++
Keterangan: - = negatif; + = positif lemah; ++ = positif; +++ = positif kuat;
++++ = positif kuat sekali

34
Uji fitokimia untuk ekstrak keripik dengan pelarut air, metanol, etanol, etilasetat
menghasilkan metabolit sekunder berupa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid,
triterpenoid , steroid dan glikosida. Akan tetapi untuk ekstrak keripik dengan pelarut heksan
menghasilkan uji negatif untuk senyawa saponin. Hasil uji fitokimia untuk ekstrak keripik
dapat dilihat pada Tabel 7. Ekstrak keripik dengan pelarut etanol dan etilasetat memiliki
kandungan senyawa fenolik, triterpenoid dan glikosida yang tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil
uji kapasitas antioksidan yang menyatakan bahwa ekstrak keripik dengan pelarut etanol dan
etilasetat menghasilkan jumlah kapasitas antioksidan yang paling tinggi.

Tabel 7. Hasil Fitokimia Ekstrak Keripik


Hasil Pengujian
Jenis Pengujian Air Metanol Etanol 96% Etilasetat Heksan
Alkaloid ++ ++ +++ + ++
Saponin ++ +++ +++ + -
Tanin + ++++ +++ + +
Fenolik + ++++ +++ ++++ ++
Flavonoid + ++++ + +++ +
Triterpenoid +++ ++ ++ ++++ ++++
Steroid + + + + +
Glikosida +++ ++++ ++++ ++++ +++
Keterangan: - = negatif; + = positif lemah; ++ = positif; +++ = positif kuat;
++++ = positif kuat sekali

J. HUBUNGAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN, TOTAL FENOL DAN


KADAR VITAMIN C SEBAGAI RADIKAL SCAVENGER PADA
UMBI BAWANG DAYAK SEGAR, SIMPLISIA DAN KERIPIK
Pengujian kapasitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH bekerja secara
kompleks terhadap semua senyawa antioksidan yang terdapat pada umbi bawang dayak
segar, simplisia dan keripik, sedangkan pengujian total fenol hanya mengukur jumlah total
fenolnya saja. Senyawa antioksidan tidak hanya terbatas pada golongan fenol saja, akan
tetapi masih banyak senyawa-senyawa lain yang dapat menjadi sumber antioksidan, seperti
triterpenoid, betakaroten, tokoferol dan vitamin C.
Berdasarkan uji kapasitas antioksidan menggunakan metode DPPH, diperoleh
bahwa ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia, ekstrak etanol
keripik dan ekstrak etilasetat keripik memiliki nilai kapasitas antioksidan paling tinggi. Hal
ini berarti komponen antioksidan yang terdapat pada ekstrak etilasetat umbi bawang dayak
segar, ekstrak etanol simplisia, ekstrak etanol keripik dan ekstrak etilasetat keripik memiliki
nilai peredaman yang tinggi terhadap radikal DPPH serta memiliki kemampuan
mendonorkan atom hidrogen yang tinggi. Selain itu, diperoleh juga nilai total fenol untuk
ekstrak umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik,untuk pelarut heksan, etilasetat,
etanol, metanol dan air. Berdasarkan nilai total fenolnya, ekstrak metanol umbi bawang
dayak segar, ekstrak etanol simplisia dan ekstrak metanol keripik memiliki nilai total fenol
paling tinggi.
Terdapat korelasi negatif antara jumlah kapasitas antioksidan ekstrak umbi bawang
dayak segar dan keripik terhadap jumlah nilai total fenolnya. Hal ini berarti senyawa

35
antioksidan pada ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar dan ekstrak etilasetat keripik
tidak hanya didukung oleh adanya senyawa fenol, akan tetapi ada senyawa antioksidan lain
yang terekstrak pada pelarut etilasetat untuk umbi bawang dayak segar dan keripik. Senyawa
antioksidan tersebut adalah betakaroten, triterpenoid dan tokoferol, dimana senyawa-senyawa
tersebut cenderung larut dalam pelarut nonpolar.
Menurut Javanmardi et al. (2003), aktivitas antioksidan dari suatu bahan tidak
hanya terbatas pada senyawa fenol saja. Aktivitas antioksidan juga dapat berasal dari
metabolit-metabolit sekunder antioksidan lain, seperti karotenoid dan vitamin. Senyawa lain
yang bersifat antioksidan pada umbi bawang dayak segar, simplisia dan keripik, adalah
vitamin C. Berdasarkan hasil pengukuran kadar vitamin C, umbi bawang dayak segar
memiliki kandungan vitamin C yang tinggi, sehingga mampu membantu proses peredaman
radikal bebas DPPH. Penurunan jumlah vitamin C pada simplisia dan keripik telah
menurunkan kemampuanya untuk meredam radikal bebas sehingga nilai kapasitas
antioksidannya juga ikut menurun. Berdasarkan hasil uji kualitatif fitokimia, tingginya nilai
kapasitas antioksidan ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia,
ekstrak etanol keripik dan ekstrak etilasetat keripik didukung oleh keberadaan senyawa aktif
seperti fenolik, triterpenoid dan glikosida yang sangat kuat.

36
V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dengan metode DPPH, diketahui bahwa ekstrak
etilasetat umbi bawang dayak segar memiliki nilai kapasitas antioksidan paling tinggi dan
berbeda sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan pelarut heksan, metanol, etanol dan air.
Ekstrak etanol simplisia memiliki kapasitas antioksidan paling tinggi dan sangat berbeda
nyata (p<0.01) dengan pelarut heksan, etilasetat, metanol dan air. Keripik yang diekstrak
dengan pelarut etanol dan etilasetat menghasilkan nilai kapasitas antioksidan paling tinggi
tetapi tidak berbeda nyata (p>0.01). Nilai kapasitas antioksidan dapat dibandingkan dengan
aktivitas asam askorbat, dimana nilai aktivitas antioksidan di dalam ekstrak etilasetat umbi
bawang dayak segar setara dengan 1.02 mg AEAC/mg ekstrak, ekstrak etanol simplisia
setara dengan 0.21 mg AEAC/ mg ekstrak dan ekstrak etilasetat keripik dan ekstrak etanol
keripik setara dengan 0.24 mg AEAC/ mg ekstrak dan 0.18 mg AEAC/ mg ekstrak
Tingginya nilai kapasitas antioksidan untuk masing-masing ekstrak terpilih diduga
karena komponen fenolik yang terekstrak oleh pelarutnya memiliki gugus –OH yang lebih
banyak dibandingkan dengan pelarut lainnya, sehingga kemampuan untuk mendonorkan
atom hidrogennya lebih banyak dan kemampuan meredam radikal DPPH lebih tinggi.
Adanya proses pengeringan umbi bawang dayak segar menjadi simplisia dan keripik,
menurunkan kemampuan komponen antioksidan dalam meredam radikal bebas DPPH.
Artinya komponen atau senyawa antioksidan yang terdapat pada umbi bawang dayak segar
mudah rusak oleh panas.
Hasil uji kapasitas antioksidan dengan menggunakan metode rancimat terhadap
ekstrak terbaik yang didapatkan dari metode DPPH, diperoleh ekstrak etilasetat keripik,
tokoferol dan minyak kedelai murni menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.01) terhadap
waktu induksinya. Waktu induksi ekstrak etilasetat keripik, tokoferol dan ekstrak etanol
simplisia juga tidak berbeda nyata (p>0.01), sedangkan waktu induksi ekstrak etilasetat
umbi bawang dayak segar memberikan waktu induksi paling lama dan memiliki perbedaan
yang sangat nyata (p<0.01) dengan ekstrak etilasetat keripik, ekstrak etanol simplisia,
tokoferol dan minyak kedelai murni..Waktu induksi ekstrak etilasetat umbi bawang dayak
segar, ekstrak etanol simplisia dan ekstrak etilasetat keripik masing-masing adalah 3.7 jam,
2.8 jam dan 2.6 jam.
Hasil dari pengujian terhadap nilai kadar total fenol, diperoleh bahwa ekstrak
metanol umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia dan ekstrak metanol keripik
memiliki kadar total fenol paling tinggi di antara ekstrak lainnya. Nilai kadar total fenol
ekstrak metanol umbi bawang dayak segar, ekstrak etanol simplisia dan ekstrak metanol
keripik masing-masing adalah 4.29 mg GAE/100 mg ekstrak, 3.52 mg GAE/ 100 mg ekstrak
dan 3.38 mg GAE/100 mg ekstrak. Terdapat korelasi negatif antara jumlah kapasitas
antioksidan ekstrak umbi bawang dayak segar dan keripik terhadap jumlah nilai total
fenolnya. Hal ini berarti senyawa antioksidan pada ekstrak etilasetat umbi bawang dayak
segar dan ekstrak etilasetat keripik tidak hanya didukung oleh adanya senyawa fenol, akan
tetapi ada senyawa antioksidan lain yang terekstrak pada pelarut etilasetat untuk umbi
bawang dayak segar dan keripik. Senyawa antioksidan tersebut adalah betakaroten,
triterpenoid dan tokoferol, dimana senyawa-senyawa tersebut cenderung larut dalam pelarut
nonpolar.

37
Kandungan vitamin C (asam askorbat) pada umbi bawang dayak segar tergolong
cukup tinggi yaitu 61.5 mg/ 100 gram, akan tetapi dengan adanya pemanasan kandungan
vitamin C pada simplisia dan keripik menurun, masing-masing sebesar 41.0 mg/100 gram
dan 22.0 mg/ 100mg. Terjadi interaksi antara suhu dan lama pemansan terhadap penurunan
jumlah kandungan vitamin C simplisa dan keripik. Berdasarkan hasil uji kualitatif fitokimia,
tingginya nilai kapasitas antioksidan ekstrak etilasetat umbi bawang dayak segar, ekstrak
etanol simplisia, ekstrak etanol keripik dan ekstrak etilasetat keripik didukung oleh
keberadaan senyawa aktif seperti fenolik, triterpenoid dan glikosida yang sangat kuat.

B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu dilakukan pengujian secara in vivo untuk
mengetahui aktivitas antioksidan dalam tubuh. Hal ini dikarenakan aktivitas antioksidan
dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu bagaimana bentuk bahan tersebut saat
dikonsumsi, proses metabolisme dari setiap antioksidan serta mekanisme kerja antioksidan
tersebut dalam tubuh. Selain itu, dibuat suatu pangan fungsional lain dari umbi bawang
dayak segar seperti pikel, minuman atau manisan sehingga diperoleh nilai kapasitas
antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan keripik.

38
DAFTAR PUSTAKA

Alasalvar C, Karamac M, Amarowicz R. dan Shahidi, F. 2006. Antioxidant and antiradical activities
in extracts of Hazelnut kernel (Corylus avellana L.) and Hazelnut Green Leafy Cover. J Agric
Food Chem 54: 4826-4832.

Amic D, Beslo D dan Trinasjstic N.2003. Structure-radical scavenging activity relationship of


flavonoids. Croatia Chem Acta 76: 55-61.

Anokwuru CP, Esiaba I, Ajibaye O dan Ayobami O.2011. Ployphenolic content and antioxidant
activity of Hibiscus sabdariffa Clyx. Research J Medicin Plant 5: 557-566.

Anonim. 2007. Members of the genus Eleutherine. http:// zipcodezoo.com /Plants/E/


Eleutherine_palmifolia/ [ 7 februari 2011]
AOAC.1995. Official MethodS of Analysis of AOAC Internasional. Inc.Washington DC.

Babula P , Mikelova R, Patesil D, Adam V, Kizek R, Havel L dan Sladky Z.2005. Simultaneous
determination of 1,4 naphtoquinone, lawsone, juglone and plumbgin by liquid
chromathography with UV detection. Biomed Paper 149:25.

Beirao RB dan Bernardo-Gil MG.2005. Antioxidant from lavandula luisieri.


http:www.enpromer2005.eq.ufrj.br [ 2 Maret 2011].

Bettuzzi S. 2009. Inhibition of human prostate cancer progression by administration of green tea
cathecins: from the bench to the clinical trial. Di dalam: The 3rd world congress on tea and
health nutraceutical & pharmacuetical ppplicatiions. ISANH. Dubai.

Copriyadi J, Yasmi E dan Hidayati. 2005. Isolasi dan karakterisasi senyawa kumarin dari kulit buah
jeruk purut (Citrus hystrix DC). J Biogenesis 2:13-25

Dimitrios B. 2006. Source of natural phenolic antioxidants. Laboratory of Food Chemistry and
Technology, School of Chemistry, Aristotle University of Thessaloniki, 54124 Thessaloniki. J
Food Sci 17:505–512.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta. Hal 53

Einbond LS, Reynerston KA, Luo XD, Basile MJ dan Kennelly EJ. 2004. Anthocyanin antioxidants
from edible fruits. Elsevier Food Chemistry 84 :23–28.

Galingging RY. 2007. Potensi plasma nutfah tanaman obat sebagai sumber biofarmaka di Kalimantan
Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 10, 1: 76-83.

Gamse T. 2002. Liquid-liquid extraction and solid-liquid extraction. Institute of Thermal Process and
Environmental Engineering. Graz University of Technology.

Gupta VK dan Sharma SK. 2006. Plants as natural antioxidant. Di dalam: Natural product radiance
vol 5 (4) :326-334.

Hara H, Maruyama N, Yamashita S, Hayashi Y, Lee KH, Bastow KF, Chairul, Marumoto R dan
Imakura Y.1997. Elecanacin, a novel new napthoquinon from the bulb of Eleutherine
Americana . Chem Pharm Bull 45: 1714-1716.

39
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Institut Teknologi Bandung, Bandung

Harborne JB dan CA Williams. 2000. Advances in flavonoid research since 1992. Phytochemsitry 55:
481-504

Jakopic J, Veberic R dan Stampar F. 2009. Extraction of phenolic compounds from Green Walnuts
Fruits in different solvents. Acta Agriculturae Slovenica 93: 11-15

Jang HD, Chang KS, Huang CL, Lee SH dan Su MS. 2007. Principal phenolic phytochemicals and
antioxidant activities of three chinese medicinal plants. Food Chem 103: 749-756

Javanmardi J, Stshnoff C, Locke E dan Vivanco JM. 2003. Antioxidant activity and total phenolic
content of Iranian Ocimum accessions. Food Chem 83: 547-550.
Karadeniz F et al. 2005. Antioxidant activity of selected fruits and vegetables grown in Turkey.
Turkish Journal of Agricultural and Forest 89: 297–303

Kiselova Y, Ivanova D, Chervenkov T, Gerova D, Galunska B dan Yankova T.2006. Correlation


between the in vitro antioxidant capacity and polyphenol content of aqueous extracts from
Bulgarian herbs. Phytother Res 20: 961-965.

Koffi E, Sea T, Dodehe Y dan Singh B. 2010. Effect of solvent type on extraction of polyphenols
from twenty three Ivorian Plants. J Anim. Plant Sci 5:550-558.

Komura H, Mizukawa K, Minakat H, Huang H, Qin G dan Xu R. 1983. New anthraquinones from
Eleutherine Americana. Chem Pharm Bull 31:4206-4208

Lenny S. 2006. Senyawa flavonoida, fenilpropanoida dan alkaloida [makalah]. Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating
antioxidant activity. Songklanakarin J. Sci. Technol 26(2) : 211-219

Morris A, Audia B dan Olive JB. 2004. Effect of Processing on Nutrient Content of Foods 37:3.

Naczk M dan Shahidi F. 2004. Extraction and analysis of phenolics in food. Journal of
Chromatography A 1054: 95-111

Nawawi i, Winasih R dan Anggi A. 2007. Isolasi dan identifikasi senyawa kuinon dari simplisia umbi
bawang sabrang (Eleutherine Americana Merr.). Sekolah Tinggi Farmasi Bandung. Bandung.
Ozela EF, Stringheta PC dan Chauca MC.2007. Stability of anthocyanin in spinach vine (Basella
rubra) fruits. Cien Inv Agr 34(2): 115-120

Panjaitan TD , Budhi P dan Leenawaty L.2007. Peranan karotenoid alami dalam menangkal radikal
bebas di dalam tubuh. Universitas Sumatera Utara.

Patras A, Brunton N, Pieve SD, Butler F dan Downey Gerard.2008. Effect of high pressure processing
on antioxidant activity and instrumental colour of tomato and carrot purees. Innovative Food
Sci. Emerging Technology 10: 16-22.

Pratimasari D.2009. Uji Aktivitas Penangkap Radikal Buah Carica Papaya L. Dengan Metode Dpph
Dan Penetapan Kadar Fenolik Serta Flavonoid Totalnya. Thesis. Univerversitas
Muhammadiyah

40
Rein MJ. 2005. Copigmentation Reactions and Color Stability of Berry Anthocyanins. Dissertation.
EKT series 1331. University of Helsinki, Department of Applied Chemistry and
Microbiology.

Safaryani N, Haryanti S dan Hastuti ED.2007. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap
enurunan kadar vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol.
XV, No.2. Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA
UNDIP.

Sandrasari DA. 2008. Kapasitas Antioksidan dan Hubungannya dengan Nilai Total Fenol Ekstrak
Sayuran Indgeonus. Sekolah Pascasarjan IPB. Bogor

Saptowalyono CA. 2007. Bawang Dayak, Tanaman Obat Kanker yang Belum Tergarap.
www.kompas.com [15 juni 2007].

Sembiring B. 2007. Teknologi penyiapan simplisia terstandar tanaman obat. Warta Puslitbangbun Vol
13 No 12 Agutus 2007. Balitro.litbang.depta.go.id [ 7Februari 2011]

Sharma OP dan Bhat TK. 2009. DPPH antioxidant assay revisited. Food Chemistry 113: 1202-1205

Silla E, Arnau A dan Tunon I. 2001. Solvent effects on chemical systems. Di dalam : Handbook of
solvents. Wypych G (ed.). ChemTec Publishing, Toronto, Ontario. Hal. 15-16.

Sitrait. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung:ITB

Strycharz S dan Shetty K. 2002. Effect of Agrobacterium rhizogenes on phenolic content of Mentha
pulegium elite clonal line phytoremediation applications. Process Biochemistry 38: 287-293.

Sudarmadji S, Suhardi dan Haryono B. l98l. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberti.Yogyakarta

Tensiska, Wijaya CH dan Andarwulan N.2003. Aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam beberapa sistem pangan dan kestabilan aktiviasnya
terhadap kondisi suhu dan pH. Teknologi dan Industri Pangan Vol XIV no 1.

Uma CW dan Wan A. 2010. Optimization of extraction parameters of total phenolic compounds from
Henna (Lawsonia inermis) Leaves. Sains Malysiana 39(1): 119-128

Winarsi H.2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta.


Wu D dan Arthur IC. 2003. Alcohol, oxidative stress and free radical damage. Alcohol Research and
Helat 27 (24) :277-284.

Zeuthen P dan Sorensen LB. 2003. Food Preservation Techniques. CRC Press Cambridge. England.

41
LAMPIRAN

2
Lampiran 1. Data Proksimat Umbi Bawang Dayak Segar

1. Kadar Abu

Kadar Abu (g/100 g) X±SD (g/100 g) RSDa (%) RSDh(%)


Ulangan W (g) W1 (g) W2 (g)
BB BK BB BK BB BK BB BK
1 2.6265 16.8411 16.8043 1.4011 4.7732 1,4050 ± 4.7867 ±
0.3986 0.3969 1.9002 1.58006
2 2.626 26.9579 26.9209 1.409 4.8001 0.0056 0.0190

2. Kadar Air

Kadar
RSDa RSDh
Ulangan Ws Vs FD Air X±SD (g/100 g)
(%) (%)
(g/100 g)
1 3.0307 1.35 1.608 70.5659
70.6464±0,1138 0.1611 1.0537
2 3.0238 1.33 1.608 70.7269

3. Kadar Protein

Kadar Protein (g/100


Sampel HCl (ml) X±SD (g/100 g) RSDa (%) RSDh (%)
Ulangan N HCl %N g)
(g)
Sampel Blanko BB BK BB BK BB BK BB BK
1 0.2462 1.6 0 0.0188 0.1711 1.0694 3.6432 1.0838 ± 3.6921 ±
1.87 1.8716 1.98 1.8046
2 0.2397 1.6 0 0.0188 0.1757 1.0981 3.7409 0.0203 0.0691

43
4. Kadar Lemak

Kadar Lemak
X±SD (g/100 g) RSDa (%) RSDh (%)
Ulangan W0 W1 W2 (g/100 g)
BB BK BB BK BB BK BB BK
1 1.9084 107.1445 107.1181 1.3833 4.7125 1.3694 ± 4.6652 ±
1.4313 1.434 1.9077 1.5862
2 1.9328 105.7665 105.7403 1.3555 4.6178 0.0196 0.0669

5. Kadar Karbohidrat “ by difference”

Kadar karbohidrat = 100- (1.4050+70.6464+1.0838+1.3694)

= 25.2954 (basis basah)

= 86.20 (basis kering)

44
Lampiran 2. Data Proksimat Simplisia Bawang Dayak

1. Kadar Abu

Kadar Abu (g/100 g) X±SD (g/100 g) RSDa (%) RSDh(%)


Ulangan W (g) W1 (g) W2 (g)
BB BK BB BK BB BK BB BK
1 2.5729 19.246 19.1799 2.5691 2.7134 2.5474 ± 2.6905 ±
1.2052 1.2042 1.7374 1.7232
2 2.5696 23.6201 23.5552 2.5257 2.6676 0.0307 0.0324

2. Kadar Air

Kadar
X±SD (g/100 RSDa RSDh
Ulangan Ws Vs FD Air
g) (%) (%)
(g/100 g)
1 3.0047 0.1 1.608 5.3516
5.3197±0.0450 0.8459 1.5551
2 3.0409 0.1 1.608 5.2879

3. Kadar Protein

Kadar Protein (g/100


Sampel HCl (ml) X±SD (g/100 g) RSDa (%) RSDh (%)
Ulangan N HCl %N g)
(g)
Sampel Blanko BB BK BB BK BB BK BB BK
1 0.1014 1.75 0 0.024835 0.6 3.75 3.9607 3.7275 ± 3.9369 ±
0.8531 0.8536 1.6407 1.6273
2 0.1349 2.3 0 0.024835 0.5928 3.705 3.9132 0.0318 0.0336

45
4. Kadar Lemak

W0 W1 W2 Kadar Lemak
X±SD (g/100 g) RSDa (%) RSDh (%)
Ulangan (g) (g) (g) (g/100 g)
BB BK BB BK BB BK BB BK
1 1.9042 96.5858 96.5723 0.7065 0.7462 0.714 ± 0.7573 ±
1.4846 2.0731 2.104 2.08551
2 1.6219 92.837 92.8252 0.7275 0.7684 0206 0.0157

5. Kadar Karbohidrat “by difference”

Kadar karbohidrat = 100- (2.5474+5.3197+3.7275+0.714)

= 87.6914 (basis basah)

= 92.62 (basis kering)

46
Lampiran 3. Data Proksimat Keripik

1. Kadar Abu

Kadar Abu (g/100 g) X±SD RSDa(%) RSDh(%)


Ulangan W (g) W1 (g) W2 (g) (g/100 g)
BB BK BB BK BB BK BB BK
1 2.5463 20.0896 19.1799 2.8433 2.9693 2.8414 ±
2.9673±0.0016 0.0947 0.0549 1.709 1.6979
2 2.5673 23.9319 16.8028 2.8395 2.9653 0.0027

2. Kadar Air

Kadar
X±SD RSDa RSDh
Ulangan Ws Vs FD Air
(g/100 g) (%) (%)
(g/100 g)
1 3.0305 0.08 1.608 4.2448
4.2448±0 0 1.6089
2 3.0231 0.08 1.608 4.2448

3. Kadar Protein

Kadar Protein X±SD RSDa


Sampel HCl (ml) RSDh (%)
Ulangan N HCl %N (g/100 g) (g/100 g) (%)
(g)
Sampel Blanko BB BK BB BK BB BK BB BK
1 0.23 4.2 0 0.0188 0.4808 3.005 3.1382 3.005 ± 3.1382 ±
0 0 1.6947 1.6837
2 0.23 4.2 0 0.0188 0.4808 3.005 3.1382 0 0

47
4. Kadar Lemak

Kadar Lemak
X±SD (g/ 100 g) RSDa (%) RSDh (%)
Ulangan W0 W1 W2 (g/100 g)
BB BK BB BK BB BK BB BK
1 1.921 102.717 102.688 1.1556 1.2068 1.143 ± 1.1937 ±
1.5485 1.5498 1.9602 1.9474
2 1.9106 107.0902 107.0686 1.1305 1.1806 0.0177 0.0185

5. Kadar Karbohidrat “by difference”

Kadar karbohidrat = 100- (2.8414+4.2448+3.005+1.1430)

= 88.7658 (basis basah)

=92.70 (basis kering)

48
Lampiran 4. Data Kapasitas Antioksidan Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar
Kapasitas
Absorbansi sampel A blanko-A sampel Antioksidan
Absorbansi
Sampel Pelarut Pengenceran (%)
Blanko
Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Basis Basis
1 2 1 2 basah kering
Bawang
dayak Air 0.955 20X 0.711 0.74 0.244 0.215 24 81.9
segar

Bawang
dayak Metanol 0.955 20X 0.74 0.747 0.21 0.208 21.9 74.7
segar

Bawang
dayak Etanol 0.955 20X 0.713 0.684 0.242 0.271 26.9 91.5
segar

Bawang
dayak Etilasetat 0.955 20X 0.313 0.323 0.642 0.632 66.7 227.3
segar

Bawang
dayak Heksan 0.955 20X 0.585 0.588 0.37 0.367 38.6 131.5
segar

43
Lampiran 5. Data Kapasitas Antioksidan Ekstrak Simplisia

A blanko - A Kapasitas Antioksidan


Absorbansi sampel
Absorbansi sampel (%)
Sampel Pelarut Pengenceran
Blanko
Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Basis
Basis basah
1 2 1 2 Kering

Simplisia Air 0.955 20X 0.81 0.791 0.145 0.164 16.2 17.1

Simplisia Metanol 0.955 20X 0.637 0.589 0.318 0.365 35.8 37.8

Simplisia Etanol 0.955 20X 0.498 0.474 0.457 0.481 49.1 51.9

Simplisia Etilasetat 0.955 20X 0.635 0.588 0.319 0.367 35.9 38

Simplisia Heksan 0.955 20X 0.65 0.624 0.305 0.331 33.3 35.2

44
Lampiran6. Data Kapasitas Antioksidan Ekstrak Keripik
A blanko - A Kapasitas Antioksidan
Absorbansi sampel
Absorbansi sampel (%)
Sampel Pelarut Pengenceran
Blanko
Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Basis Basis
1 2 1 2 basah kering

Keripik Air 0.955 20X 0.816 0.819 0.139 0.136 14.4 15

Keripik Metanol 0.955 20X 0.542 0.583 0.413 0.372 41.1 42.9

Keripik Etanol 0.955 20X 0.561 0.499 0.394 0.456 44.5 46.6

Keripik Etilasetat 0.955 20X 0.429 0.432 0.526 0.523 55.1 57.5

Keripik Heksan 0.955 20X 0.564 0.613 0.391 0.342 38.4 40.1

45
Lampiran 7. Data Kurva Standar Asam Askorbat

A A
Konsentrasi (mg/L) A blanko-A sampel
blanko sampel

10 0.955 0.921 0.034

50 0.955 0.573 0.382

100 0.955 0.401 0.554

150 0.955 0.28 0.675

200 0.955 0.132 0.823

250 0.955 0.023 0.928

46
47
Lampiran 8. Data AEAC Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar
AEAC
Absorbansi sampel A blanko-A sampel (mg AEAC/
Absorbansi
Sampel Pelarut Pengenceran mg ekstrak)
Blanko
Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 1 2
Bawang
Air 0.955 20X 0.711 0.74 0.244 0.215 0.2
dayak segar
Bawang
Metanol 0.955 20X 0.7445 0.747 0.2105 0.208 0.16
dayak segar
Bawang
Etanol 0.955 20X 0.713 0.684 0.242 0.271 0.26
dayak segar
Bawang
Etilasetat 0.955 20X 0.313 0.323 0.642 0.632 1.02
dayak segar

Bawang
Heksan 0.955 20X 0.585 0.588 0.37 0.367 0.48
dayak segar

48
Lampiran 9. Data AEAC Ekstrak Simplisia
AEAC
Absorbansi sampel A blanko - A sampel (mg AEAC/
Absorbansi
Sampel Pelarut Pengenceran mg ekstrak)
Blanko
Ulangan Ulangan Ulangan
Ulangan 2
1 2 1

Simplisia Air 0.955 20X 0.81 0.791 0.145 0.164 0.02

Simplisia Metanol 0.955 20X 0.637 0.5895 0.318 0.3655 0.13

Simplisia Etanol 0.955 20X 0.498 0.474 0.457 0.481 0.21

Simplisia Etilasetat 0.955 20X 0.6355 0.588 0.3195 0.367 0.13

Simplisia Heksan 0.955 20X 0.65 0.624 0.305 0.331 0.12

49
Lampiran 10. Data AEAC Ekstrak Keripik
A blanko - A
Absorbansi sampel
Absorbansi sampel AEAC
Sampel Pelarut Pengenceran
Blanko (mg AEAC/mg ekstrak)
Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 1 2

Keripik Air 0.955 20X 0.816 0.819 0.139 0.136 0.01

Keripik Metanol 0.955 20X 0.542 0.583 0.413 0.372 0.16

Keripik Etanol 0.955 20X 0.561 0.4995 0.394 0.4555 0.18

Keripik Etilasetat 0.955 20X 0.429 0.432 0.526 0.523 0.24

Keripik Heksan 0.955 20X 0.564 0.613 0.391 0.342 0.15

50
Lampiran 11a. Uji ANOVA Kapasitas Antioksidan Metode DPPH Terhadap Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik.

1. Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar

ANOVA

Kapasitas Antioksidan

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 31890.070 4 7972.517 345.744 .000

Within Groups 115.295 5 23.059

Total 32005.365 9

2. Ekstrak Simplisia Bawang Dayak

ANOVA

Kapasitas Antioksidan

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1236.164 4 309.041 41.074 .001

Within Groups 37.620 5 7.524

Total 1273.784 9

3. Ekstrak Keripik Bawang Dayak

51
ANOVA

Kapasitas Antioksidan

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1946.236 4 486.559 51.499 .000

Within Groups 47.240 5 9.448

Total 1993.476 9

52
Lampiran 11b. Uji Lanjut Duncan Kapasitas Antioksidan Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Ekstrak Simplisia dan Ekstrak Keripik.

1. Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar

Kapasitas Antioksidan

Duncan

Subset for alpha = 0.01


Jenis
Pelarut N 1 2 3

Metanol 2 74.650

Air 2 81.900

Etanol 2 91.500

Heksan 2 131.450

Etilasetat 2 227.250

Sig. .019 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

53
2. Ekstrak Simplisia Bawang Dayak

Kapasitas Antioksidan

Duncan

Subset for alpha = 0.01


Jenis
Pelarut N 1 2 3

Air 2 17.050

Heksan 2 35.150

Metanol 2 37.800

Etilasetat 2 37.950

Etanol 2 51.850

Sig. 1.000 .365 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

3. Ekstrak Keripik Bawang Dayak

Kapasitas Antioksidan

54
Duncan

Subset for alpha = 0.01


Jenis
Pelarut N 1 2 3

air 2 15.050

heksan 2 40.100

metanol 2 42.950

etanol 2 46.450 46.450

etilasetat 2 57.350

Sig. 1.000 .101 .016

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

55
Lampiran 12a. Uji ANOVA Nilai AEAC Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik.

1. Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar

ANOVA

AEAC

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.010 4 .253 348.666 .000

Within Groups .004 5 .001

Total 1.014 9

2. Ekstrak Simplisia Bawang Dayak

ANOVA

AEAC

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .039 4 .010 40.945 .001

Within Groups .001 5 .000

Total .040 9

56
3. Ekstrak Keripik Bawang Dayak

ANOVA

AEAC

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .062 4 .015 51.562 .000

Within Groups .001 5 .000

Total .063 9

57
Lampiran 12b. Uji Lanjut Duncan Nilai AEAC Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik.

1. Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar

AEAC

Duncan

Subset for alpha = 0.01

Pelarut N 1 2 3

Metanol 2 .1607

Air 2 .2013

Etanol 2 .2555

Heksan 2 .4804

Etilasetat 2 1.0195

Sig. .019 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

58
2. Ekstrak Simplisia Bawang Dayak

AEAC

Duncan

Subset for alpha = 0.01

Pelarut N 1 2 3

Air 2 .0157

Heksan 2 .1173

Metanol 2 .1320

Etilasetat 2 .1330

Etanol 2 .2111

Sig. 1.000 .366 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

59
3. Ekstrak Keripik Bawang Dayak

AEAC

Duncan

Subset for alpha = 0.01

Pelarut N 1 2 3

Air 2 .0051

Heksan 2 .1459

Metanol 2 .1618

Etanol 2 .1817 .1817

Etilasetat 2 .2429

Sig. 1.000 .100 .016

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

60
Lampiran 18. Waktu Induksi Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik

Rata-Rata
Waktu Induksi Sampel Waktu
Sampel Ulangan
(jam) Induksi
(jam)
1 2.56
α-tokoferol 2.48
2 2.4
1 2
Minyak Kedelai Murni 2.1
2 2.1
Ekstrak etilasetat umbi bawang dayak 1 3.63
segar
3.66
2 3.69
1 2.98
Ekstrak etanol simplisia 2.77
2 2.57
1 2.7
Ekstrak etilasetat keripik 2.56
2 2.42

61
Lampiran 19. Uji Anova dan Uji Beda Duncan Aktivitas Antioksidan Metode Rancimat

1. Uji ANOVA

ANOVA

Waktu Induksi

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.835 4 .709 24.809 .002

Within Groups .143 5 .029

Total 2.978 9

62
2. Uji Lanjut Duncan

Waktu Induksi

Duncan

Subset for alpha = 0.01

Jenis Ekstrak/Antioksidan N 1 2 3

Minyak Kedelai Murni 2 2.050

Tokoferol 2 2.480 2.480

Ekstrak etilasetat keripik 2 2.560 2.560

Ekstrak etanol simplisia 2 2.775

Ekstrak etilasetat umbi


2 3.660
bawang dayak segar

Sig. .033 .150 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

63
Lampiran 20. Data Kurva Standar Asam Galat
Standar Asam Galat (ppm) Absorbansi

50 0.144

100 0.335

150 0.496

200 0.768

250 1.018

64
kurva standar total fenol
1.2

1 y = 0.004x - 0.102
R² = 0.99
0.8

0.6 Absorbansi
Linear (Absorbansi)
0.4

0.2

0
0 100 200 300

65
Lampiran 21. Data Total Fenol Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar
Total Fenol
Absoransi
(mg GAE/100 Rata-Rata Total Fenol
Sampel Pelarut Pengenceran
gram ekstrak) (mg GAE/100 mg ekstrak)
1 2 1 2
Umbi Bawang Dayak
Heksan 1 0.542 0.506 2.50 2.36 2.43
Segar
Umbi Bawang Dayak
Etilaetat 1 0.752 0.762 3.31 3.35 3.33
Segar
Umbi Bawang Dayak
Etanol 1 0.743 0.688 3.28 3.06 3.17
Segar
Umbi Bawang Dayak
Metanol 1 1.016 0.991 4.34 4.24 4.29
Segar
Umbi Bawang Dayak
Air 1 0.423 0.417 2.04 2.01 2.02
Segar

66
Lampiran 22. Data Total Fenol Ekstrak Simplisia
Total Fenol
Absoransi (mg GAE/ 100 mg Rata-Rata Total Fenol
Sampel Pelarut Pengenceran
ekstrak) (mg GAE/100 mg ekstrak)
1 2 1 2
Simplisia Heksan 1 0.642 0.568 0.89 0.80 0.85
Simplisia Etilaetat 1 0.304 0.311 0.49 0.50 0.49
Simplisia Etanol 10 0.198 0.185 3.60 3.45 3.52
Simplisia Metanol 10 0.156 0.139 3.10 2.89 3.00
Simplisia Air 1 0.467 0.417 0.68 0.62 0.65

67
Lampiran 23. Data Total Fenol Ekstrak Keripik
Total Fenol
Absoransi (mg GAE/100 mg Rata-Rata Total Fenol
Sampel Pelarut Pengenceran
esktrak) (mg GAE/100 mg ekstrak)
1 2 1 2
Keripik Heksan 1 0.83 0.908 1.11 1.20 1.15
Keripik Etilaetat 1 0.467 0.423 0.68 0.62 0.65
Keripik Etanol 10 0.154 0.149 3.04 2.98 3.01
Keripik Metanol 10 0.176 0.19 3.30 3.47 3.38
Keripik Air 1 0.394 0.407 0.59 0.60 0.60

68
Lampiran 24. Uji ANOVA Total Fenol Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Ekstrak Simplisia dan Ekstrak Keripik

1. Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar

ANOVA

Total Fenol

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 6.131 4 1.533 190.399 .000

Within Groups .040 5 .008

Total 6.171 9

2. Ekstrak Simplisia Bawang Dayak

ANOVA

Total Fenol

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 16.586 4 4.147 528.902 .000

Within Groups .039 5 .008

Total 16.626 9

69
3. Ekstrak Keripik Bawang Dayak

ANOVA

Total Fenol

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 14.317 4 3.579 807.954 .000

Within Groups .022 5 .004

Total 14.339 9

70
Lampiran 25. Uji Lanjut Duncan Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar, Ekstrak Simplisia dan Ekstrak Keripik.

1. Ekstrak Umbi Bawang Dayak Segar

Total Fenol

Duncan

Subset for alpha = 0.01


Jenis
Pelarut N 1 2 3 4

Air 2 2.0250

Heksan 2 2.4300

Etanol 2 3.1700

Etilasetat 2 3.3300

Metanol 2 4.2900

Sig. 1.000 1.000 .135 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

71
2. Ekstrak Simplisia Bawang Dayak

Total Fenol

Duncan

Subset for alpha = 0.01


Jenis
Pelarut N 1 2 3

Etilasetat 2 .4950

Air 2 .6500

Heksan 2 .8450

Metanol 2 2.9950

Etanol 2 3.5250

Sig. .012 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

72
3. Ekstrak Keripik Bawang Dayak

Total Fenol

Duncan

Subset for alpha = 0.01


Jenis
Pelarut N 1 2 3 4

Air 2 .5950

Etilasetat 2 .6500

Heksan 2 1.1550

Etanol 2 3.0100

Metanol 2 3.3850

Sig. .446 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

73
Lampiran 26. Data Kadar Vitamin C Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik
Volume Iod (ml) Kadar Vitamin C (mg/100 gram)
No. Sampel Ulangan berat berat
Rata-rata Kadar Rata-rata Kadar
awal akhir terpakai basah kering
Vitamin C (bb) Vitamin C (bk)
(bb) (bk)
1 0.1 2.2 2.1 18.48 62.96
Umbi bawang
1 18.04 61.48
dayak segar
2 2.2 4.2 2 17.6 60

1 2.79 5 2.21 38.9 41.08


2 Simplisia 38.81 40.99
2 5.4 7.6 2.2 38.72 40.89

1 6.62 7.8 1.18 20.77 21.68


3 Keripik 21.3 22.24
2 5.38 6.62 1.24 21.82 22.79

74
Lampiran 27. Uji ANOVA dan Uji Lanjut Duncan Kadar Vitamin C Umbi Bawang Dayak Segar, Simplisia dan Keripik

1. Uji ANOVA
ANOVA

Kadar Vitamin C

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1541.185 2 770.593 460.982 .000

Within Groups 5.015 3 1.672

Total 1546.200 5

2. Uji Lanjut Duncan

Kadar Vitamin C

Duncan

Subset for alpha = 0.01

Jenis Sampel N 1 2 3

Keripik 2 22.235

Simplisia 2 40.985

Umbi Bawang Dayak Segar 2 61.480

Sig. 1.000 1.000 1.000

75
Kadar Vitamin C

Duncan

Subset for alpha = 0.01

Jenis Sampel N 1 2 3

Keripik 2 22.235

Simplisia 2 40.985

Umbi Bawang Dayak Segar 2 61.480

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

76

Potrebbero piacerti anche