Sei sulla pagina 1di 10

Jurnal Pertanian Agros Vol. 21 No.

1, Januari 2019: 9 - 18

PROFIL PETERNAKAN BABI DI DISTRIK WAMENA, KABUPATEN


JAYAWIJAYA, PAPUA
PROFILE OF PIGS FARMS IN WAMENA DISTRICT, REGENCY
JAYAWIJAYA, PAPUA
Batseba M.W. Tiro1, Petrus A. Beding and Rohimah H.S. Lestari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua
Received August 08, 2018 – Accepted December 19, 2018 – Available online June 22, 2019
ABSTRACT
Pigs as one of the meat-producing livestock which are also local resources have the
potential to be developed in Papua. The biggest contribution to meet the needs of meat in
Papua, comes from pigs, where pigs that are generally kept are local pigs because of the
types of pigs that are always included in every traditional ceremony. The research aims to
get an overview or basic data on pig farms that can be used as a reference in the
development of pigs in Jayawijaya Regency. The research material is as many as 30 pig
farmers who are scattered in the Wamena District. The method used is a field survey, direct
interviews using structured questionnaires and direct observation in the field by weighing
livestock. The results showed for litter size of pig was 7.4 ± 2.3; weaning ages 4.0 ± 0.7
months; number of weaning 6.8 ± 2.3; farrowing interval 8.1 ± 0.7 months; birth weight 0.75
kg; weaning weight 12.15 ± 0.9 kg and average daily gain 0.08 ± 0.02 kg/head/day. The
maintenance system carried out by farmers with feed only sweet potatoes and sweet potato
leaves does not provide good production and reproductive performance, so there is a need
for improved maintenance and feed systems.
Key-words : Profile, Pigs, Production, Reproduction
INTISARI
Ternak babi sebagai salah satu ternak penghasil daging yang juga merupakan sumber
daya lokal mempunyai potensi untuk dikembangkan di Papua. Sumbangan terbesar untuk
memenuhi kebutuhan daging di Papua berasal dari ternak babi, di sini ternak babi yang
umumnya dipelihara adalah babi lokal karena jenis ternak babi ini yang selalu disertakan
dalam setiap upacara adat. Penelitian bertujuan untuk mendapat gambaran atau data dasar
mengenai peternakan babi yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan ternak babi di
Kabupaten Jayawijaya. Materi penelitian adalah peternak babi sebanyak 30 responden yang
tersebar di Distrik Wamena. Metode yang digunakan adalah survei lapangan, wawancara
langsung menggunakan kuesioner terstruktur dan pengamatan langsung di lapangan dengan
melakukan penimbangan ternak. Hasil penelitian menunjukkan jumlah anak babi per
kelahiran 7,4 ± 2,3 ekor; umur disapih 4,0 ± 0,7 bulan; jumlah anak disapih 6,8 ± 2,3 ekor;
interval beranak 8,1 ± 0,7 bulan; bobot lahir 0,75 kg; bobot sapih 12,15 ± 0,9 kg, dan
pertambahan bobot badan 0,08 ± 0,02 kg per ekor per hari. Sistem pemeliharaan yang
dilakukan peternak dengan pakan hanya ubi dan daun ubi jalar tidak memberikan performan
produksi dan reproduksi yang baik, sehingga perlu adanya perbaikan sistem pemeliharaan
dan pakan.
Kata kunci : porfil, ternak babi, produksi, reproduksi

1
Alamat penulis untuk korespondensi : Batseba M.W. Tiro. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Papua. Jln. Yahim No. 49 Sentani-Jayapura. E-mail : batsebatiro68@gmail.com
e-ISSN 2528-1488, p-ISSN 1411-0172
10 Jurnal Pertanian Agros Vol.21 No1, Januari 2019: 9-18

PENDAHULUAN persen dari total populasi (Dinas Peternakan


Provinsi Papua 2017). Populasi ini
Program dan kegiatan pembangunan
merupakan populasi terbesar kedua setelah
peternakan Provinsi Papua diarahkan untuk
ternak unggas.
menunjang pencapaian produksi daging dan
Ternak babi mempunyai keunggulan
telur dalam rangka memenuhi kebutuhan
dibandingkan ternak lainnya karena mudah
masyarakat sekaligus meningkatkan
dipelihara, perputaran relatif singkat, dapat
pendapatan dan kesejahteraan peternak.
memanfaatkan sisa makanan atau limbah
Salah satu program dan kegiatan tersebut
dapur, juga dapat memanfaatkan limbah
adalah peningkatan produksi dan
pertanian dan industri. Bagi masyarakat
produktivitas ternak.
Jayawijaya, ternak babi sebagai penentu
Seiring dengan laju pertumbuhan
status sosial, karena dengan memiliki
penduduk dan kesadaran masyarakat akan
banyak ternak babi maka status sosialnya
pentingnya nilai gizi, maka permintaan akan
akan semakin tinggi dan dihormati di tengah
komoditi asal ternak juga semakin
masyarakat. Ternak babi juga mempunyai
meningkat. Untuk itu peningkatan produksi
nilai sosial budaya yang selalu disertakan
peternakan perlu mendapat perhatian untuk
dalam setiap upacara adat dan agama
mengimbangi permintaan akan daging yang
sehingga ternak ini memiliki nilai ekonomis
terus meningkat.
yang tinggi. Dapat dikatakan ternak babi
Produksi daging di Papua belum
mempunyai peranan dalam berbagai aspek
dapat memenuhi permintaan yang terus
kehidupan masyarakat, baik sosial, politik
meningkat sehingga masih harus
maupun religius, di samping ekonomi yang
didatangkan dari luar Papua. Produksi
secara tidak langsung dapat memperbaiki
daging di Papua pada tahun 2016 sebesar
gizi keluarga (Aritonang dkk 1996).
29.319.913 ton, dan sumbangan terbesar
Ternak babi yang umumnya
berasal dari ternak babi, yakni 16.929.102
dipelihara adalah babi lokal karena jenis
ton atau 57,74 persen dari total produksi
ternak babi ini yang selalu disertakan dalam
daging (BPS Provinsi Papua 2017). Ternak
setiap upacara adat. Ciri umum babi lokal
babi sebagai salah satu ternak penghasil
adalah bertemperamen liar, warna gelap
daging yang juga merupakan sumber daya
hitam, berbadan langsing dan kerdil,
lokal mempunyai potensi untuk
moncong lancip dan berbulu kasar yang
dikembangkan di Papua. Hal ini mengingat
berdiri di bagian punggung (Aritonang
ternak babi telah menyatu dengan budaya
1997). Sehubungan dengan peranan ternak
masyarakat setempat. Apalagi dengan
babi dalam kehidupan masyarakat, maka
diberlakukannya otonomi daerah maka
ternak ini sudah lama dikenal dan dipelihara
setiap daerah diberi kebebasan untuk
secara turun temurun. Pemeliharaannya
mengembangkan wilayahnya dengan
dilakukan secara tradisional namun sudah
menggali potensi sumberdaya lokal yang
merupakan teknologi baku (indegenous
ada dalam meningkatkan pendapatan
technolocy), yaitu pada pagi hari ternak
masyarakat.
diberi pakan seadanya berupa ubi dan daun
Populasi babi di Papua pada tahun
ubi jalar, kemudian dilepas untuk mencari
2017 mencapai 805.450 ekor dan populasi
pakan sendiri. Pada sore hari ternak
terbesar terdapat di Kabupaten Jayawijaya,
dikandangkan tanpa diberi pakan tambahan.
yaitu sebesar 107.488 ekor atau 13,35
Profil Peternakan Babi (Batseba M.W. Tiro, Petrus A. Beding and Rohimah H.S. Lestari ) 11

Kandang umumnya menyatu dengan rumah populasi ternak babi terbanyak ada di distrik
atau tempat tinggal. ini.
Motivasi pemeliharaan ternak babi di Metode yang digunakan adalah survei
Kabupaten Jayawijaya lebih ditujukan pada lapangan menggunakan kuesioner
masalah sosial budaya sehingga upaya terstruktur pada responden peternak babi
peningkatan produktivitas dan aspek sebanyak 30 responden. Peternak yang
ekonomisnya kurang diperhatikan. Namun dipilih sebagai responden adalah mengikuti
mengingat peranan ternak babi bagi kriteria sebagai berikut. Pertama, peternak
masyarakat sangat besar, maka ternak babi babi yang sudah memiliki pengalaman
perlu mendapat perhatian untuk beternak minimal dua tahun; Kedua,
dikembangkan. Ternak babi lokal peternak yang memiliki atau memelihara
mempunyai potensi untuk dikembangkan induk yang sudah dan akan beranak, dan
karena memiliki beberapa keunggulan ketiga, sampai saat penelitian dilaksanakan
dibanding babi ras, yakni pengelolaannya masih memelihara babi.
sederhana, toleran terhadap sembarang Pengambilan sampel secara purposive
makanan, perkandangan tidak mengikat, random sampling sesuai dengan kriteria
lebih tahan terhadap penyakit, dan sangat yang telah ditetapkan dan kemudian diacak
cocok diusahakan di pedesaan (Aritonang sehingga setiap sampel mempunyai peluang
1997). Ternak babi lokal juga mempunyai yang sama untuk dipilih. Pengumpulan data
kelemahan, yakni pertumbuhannya sangat meliputi data primer dan sekunder, data
lambat, di samping temperamennya liar primer diperoleh melalui observasi dan
sehingga relatif sulit dalam penanganan. wawancara langsung dengan peternak
Dalam upaya untuk pengembangan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah
ternak babi, maka penelitian eksploratif disiapkan, sedangkan data sekunder
perlu dilakukan untuk mendapat gambaran diperoleh dari dinas atau instansi terkait.
atau data base mengenai profil peternakan Selain itu juga dilakukan penimbangan
babi, yang selanjutnya dapat menjadi acuan terhadap anak babi yang baru lahir dan yang
dalam upaya pengembangan ternak babi di baru disapih.
Kabupaten Jayawijaya. Penelitian ini Khusus untuk data pertambahan bobot
bertujuan untuk mendapatkan gambaran badan dan konsumsi pakan, ternak babi
nyata mengenai produktivitas ternak babi dikandangkan selama lima minggu. Selama
lokal yang dipelihara dengan kondisi ternak dikandang, pakan yang diberikan
manajemen masyarakat setempat. hanya ubi dan daun ubi jalar sesuai dengan
yang biasa diberikan oleh petani, dengan
METODOLOGI komposisi 60 persen ubi jalar ditambah 40
persen daun ubi jalar. Penimbangan ternak
Penelitian ini bersifat eksploratif, dilakukan setiap minggu dan data konsumsi
dilaksanakan di Kabupaten Jayawijaya yang pakan diambil setiap hari dengan
merupakan kawasan pengembangan ternak mengurangi jumlah pemberian dengan sisa.
babi (Kepmentan No. 43, Tahun 2015; Data ditabulasi dan dihitung rata-rata
Kepmentan No. 472, Tahun 2018). Lokasi dan simpangan bakunya, selanjutnya untuk
yang diambil adalah di Distrik Wamena mengevaluasi tingkat efisiensi produksi dan
yang berada pada ketinggian ± 1.550 m dpl. reproduksi ternak dilakukan kajian secara
Dipilihnya Distrik Wamena mengingat deskriptif.
12 Jurnal Pertanian Agros Vol.21 No1, Januari 2019: 9-18

HASIL DAN PEMBAHASAN besar peternak di lokasi penelitian,


pekerjaan utamanya adalah petani-peternak
Kondisi Umum Lokasi Penelitian. Distrik (96,7%).
Wamena merupakan salah satu Distrik dari Pendidikan merupakan salah satu
40 Distrik/Sub Distrik yang ada di faktor yang berpengaruh dalam usaha
Kabupaten Jayawijaya. Berada pada ternak, semakin tinggi tingkat pendidikan
ketinggian ± 1.550 meter di atas permukaan seseorang akan semakin mudah dalam
laut, dengan topografinya datar sampai menerima suatu teknologi yang diintroduksi
bergelombang. Usahatani yang dominan sehingga akan berpengaruh pada
adalah ubi jalar, keladi, dan sayur-sayuran keberhasilan usahanya. Pendidikan petani
serta tanaman kopi, juga didapati tanaman juga berpengaruh pada kemampuan petani
padi sawah meskipun dalam luasan yang dalam berkomunikasi dengan orang lain
sangat kecil. yang masih asing baginya. Data pada Tabel
Populasi ternak babi di wilayah ini 1 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
pada tahun 2016 mencapai 4.987 ekor dan petani di lokasi penelitian sebagian besar
merupakan populasi terbanyak di Kabupaten hanya tamat SD (56,7 persen), hal ini
Jayawijaya. Sistem pemeliharaan masih tentunya akan menjadi salah satu faktor
dilaksanakan secara tradisional, pada pagi penghambat dalam adopsi teknologi. Namun
hari sebelum ternak dilepas, ternak diberi dilihat dari umur peternak yang masih
pakan seadanya, yaitu ubi dan daun ubi jalar termasuk dalam usia produktif (30 hingga
(hipere dan hipereka) kemudian dilepas. 54 tahun), maka perlu dipacu dengan
Karakteristik Peternak. pendidikan non formal dan bimbingan yang
Karakteristik peternak yang memelihara dilaksanakan secara kontinyu sehingga
babi meliputi: pekerjaan utama, umur, dapat membawa perubahan dalam
pengalaman beternak, dan tingkat meningkatkan usahanya untuk
pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1. Data meningkatkan produktivitas ternak babi.
pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian

Tabel 1. Karakteristik peternak babi di Distrik Wamena


Uraian Distrik Wamena
Pekerjaan utama (%)
- Petani 96,7
- Pegawai Negeri 3,3
Pengalaman beternak (%)
- 3 – 5 tahun 33,3
- 6 – 10 tahun 66,7
Umur, rata-rata (tahun) 39,0 ± 5,7
Tingkat pendidikan (%):
- Tidak sekolah 10,0
- Tidak tamat SD 6,7
- Tamat SD 56,7
- Tamat SLTP 3,3
- Tamat SLTA 23,3
Profil Peternakan Babi (Batseba M.W. Tiro, Petrus A. Beding and Rohimah H.S. Lestari ) 13

Pengalaman beternak umumnya rataan pemilikan ternak babi per kepala


berkisar enam hingga 10 tahun (66,7 keluarga adalah 13,8 ± 3,7 ekor. Pemilikan
persen). Lamanya pengalaman seorang ternak babi didominasi oleh anak babi.
peternak dalam memelihara ternak dapat Dalam penelitian ini juga ditemukan
memengaruhi tingkat keberhasilan dalam alasan utama memelihara ternak babi adalah
usaha ternaknya, karena semakin lama untuk kepentingan adat, yakni pembayaran
pengalamannya maka pengetahuan praktis mas kawin dan kedukaan (53,3 persen),
yang diperoleh dan berkaitan dengan usaha sebagai penentu status sosial (30,0 persen),
ternaknya akan semakin banyak. Usaha dan karena harga jual tinggi (16,7 persen).
ternak babi yang dilaksanakan di lokasi Selain alasan utama tersebut, peternak juga
penelitian merupakan usaha yang dijalankan menyatakan bahwa mereka memelihara babi
secara turun temurun dan bersifat statis, karena ternak ini mudah dipelihara, cepat
sehingga pengalaman beternak yang mereka berkembang biak, dan sebagai tabungan
peroleh berasal dari orangtua maupun yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk
lingkungan sekitarnya. kebutuhan sekolah anaknya. Motivasi
memelihara ternak babi lebih ditujukan
Pemeliharaan Ternak Babi. Jumlah
kepada masalah sosial budaya (kepentingan
pemilikan ternak babi, alasan utama
adat) dan status sosial sehingga upaya untuk
beternak, dan sistem pemeliharaan ternak
meningkatkan produktivitas ternak kurang
babi di Distrik Wamena terlihat pada Tabel
diperhatikan, karena walaupun dengan
2. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa

Tabel 2. Jumlah pemilikan ternak, alasan memelihara ternak babi, dan sistem pemeliharaan
yang dilakukan di lokasi penelitian
Uraian Distrik Wamena
Pemilikan ternak, rata-rata/KK (ekor)
a. Dewasa
- Induk 2,3 ± 1,0
- Pejantan 1,9 ± 1,1
b. Muda
- Jantan 1,6 ± 1,5
- Betina 2,5 ± 1,4
c. Anak
- Jantan 2,4 ± 1,4
- Betina 3,1 ± 1,8
Total 13,8 ± 3,7
Alasan utama memelihara babi (%)
a. Kepentingan adat 53,3
b. Status sosial 30,0
c. Harga jual 16,7
Sistem pemeliharaan (%)
- Siang dilepas, malam dikandang + pakan tambahan (ubi dan 83,3
daun ubi jalar)
- Siang dilepas, malam dikandang tanpa pakan tambahan 16,7
14 Jurnal Pertanian Agros Vol.21 No1, Januari 2019: 9-18

Sistem pemeliharaan yang dilepas dengan berkaitan dengan tujuan pemeliharaan yang
pakan seadaya namun ternak babi masih sebagian besar ditujukan untuk kepentingan
mampu bertahan hidup dan berkembang. adat dan penentu status sosial.
Sistem pemeliharaan ternak babi di
Produktivitas Ternak Babi. Performan
Kabupaten Jayawijaya secara umum masih
reproduksi ternak babi yang meliputi jumlah
dilakukan secara semi intensif (83,3 persen),
anak per kelahiran, umur sapih, jumlah anak
di sini pada pagi hari sebelum ternak
disapih, interval beranak dan sow index
dilepas, ternak diberi pakan seadanya, yaitu
terlihat pada Tabel 3.
ubi dan daun ubi jalar, kemudian dilepas dan
pada sore hari ternak akan masuk dengan Jumlah anak perkelahiran. Data pada
sendirinya ke kandang dan masih diberi Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan jumlah
pakan yang sama dengan yang diberikan anak perkelahiran (litter size) adalah 7,4 ±
pada pagi hari. Namun ada sebagian kecil 2,3 ekor. Beberapa hasil penelitian yang
petani (16,7 persen) yang tidak lagi memberi pernah dilakukan menunjukkan hasil rataan
pakan pada sore hari saat ternak kembali ke jumlah anak perkelahiran pada peternakan
kandang. babi di Tapanuli Utara 8,2 ekor dan di Deli
Pemberian pakan yang hanya terdiri Serdang 8,7 ekor (Aritonang dkk. 1994).
dari ubi dan daun ubi jalar menyebabkan Rataan jumlah anak perkelahiran untuk babi
terjadinya kompetisi dengan pangan ras murni 10,05 ekor (Silalahi & Aritonang
manusia yang juga mengonsumsi ubi dan 1994). Jika dibandingkan dengan hasil
daun ubi jalar, sehingga jumlah yang penelitian ini, jumlah anak perkelahiran
diberikan ke ternak tergantung pada yang diperoleh masih di bawah hasil
ketersediaan. Padahal di lapangan banyak penelitian Aritonang dkk. (1994) dan
terdapat pakan/hijauan yang dapat Silalahi & Aritonang (1994). Hal ini
digunakan sebagai pakan babi, diantaranya memberikan gambaran bahwa rataan jumlah
limbah sayuran, jagung yang ditanam petani anak perkelahiran di Distrik Wamena masih
di antara tanaman ubi jalar, daun gamal, dan berada di bawah liter size yang ideal.
daun singkong. Hal ini disebabkan Baliarti dkk. (2006), mengemukakan induk
kurangnya pengetahuan peternak mengenai babi umumnya melahirkan anak enam
jenis pakan yang dapat digunakan sebagai hingga 12 ekor tetapi liter size yang ideal
pakan babi. Kurang intensifnya cara adalah ± 10 ekor karena berat lahir
pemeliharaan babi di lokasi penelitian

Tabel 3. Performan reproduksi ternak babi di Distrik Wamena


Uraian Distrik Wamena
Jumlah anak per kelahiran (ekor) 7,4 ± 2,3
Umur disapih (%):
- 3 bulan 26,7
- 4 bulan 50,0
- 5 bulan 23,3
Rataan umur sapi (bulan) 4,0 ± 0,7
Jumlah anak di sapih (ekor) 6,8 ± 2,3
Interval beranak (bulan) 8,1 ± 0,7
Sow index 1,8 ± 0,4
Profil Peternakan Babi (Batseba M.W. Tiro, Petrus A. Beding and Rohimah H.S. Lestari ) 15

umumnya lebih tinggi dan mortalitasnya ini berakibat pada panjangnya interval
rendah, sedangkan apabila lebih dari 10 ekor beranak dan kesempatan beranak pertahun
biasanya berat lahirnya rendah dan juga relatif kecil.
mortalitas tinggi.
Jumlah anak yang disapih. Rataan jumlah
Litter size yang rendah ini diduga
anak disapih dalam penelitian ini adalah 6,8
karena pakan yang dikonsumsi induk belum
± 2,3 ekor. Hasil penelitian Aritonang dkk.
mencukupi, baik dari segi kualitas maupun
(1994) menunjukkan rataan jumlah anak
kuantitasnya dan juga kondisi induk sendiri.
disapih adalah 6,6 ekor. Bila dibandingkan
Faktor-faktor yang memengaruhi litter size
dengan hasil penelitian yang diperoleh maka
antara lain: umur induk, bangsa dari induk,
tidak ada perbedaan berarti dengan hasil
produksi susu induk, kondisi induk, pakan,
penelitian tersebut. Hal ini berhubungan
dan pejantan yang dipakai (Sihombing
dengan kondisi lingkungan yang kurang
2004), dan dengan pemberian pakan yang
mendukung, terutama pakan dan sistem
baik ada kecenderungan dapat memperbesar
pemeliharaan. Pakan yang dikonsumsi induk
liter size.
selama bunting dan menyusui hanya ubi dan
Waktu sapih. Dalam penelitian ini daun ubi jalar yang pemberiannya juga
diperoleh peternak yang menyapih anak babi seadanya dan tanpa ada tambahan konsentrat
pada umur tiga bulan (26,7 persen), empat sehingga tidak cukup untuk memproduksi
bulan (50,0 persen), dan lima bulan (23,3 air susu. Selain itu, sejak lahir sampai
persen) dengan rataan umur sapih 4,0 ± 0,7 disapih anak ditempatkan dalam satu
bulan. Peternak di Distrik Wamena belum kandang bersama induk dengan ukuran
mengetahui kapan waktu yang tepat untuk kurang lebih 1 x 0,75 m, sehingga banyak
menyapih anak babi dan pakan yang kejadian anak babi yang mati disebabkan
diberikan ke induk terbatas dan tidak sesuai tertindih atau terjepit oleh induknya sendiri.
untuk menyusui sehingga waktu sapihnya
Interval beranak. Interval beranak yang
menjadi lama, sehingga induk babi dapat
diperoleh dalam penelitian ini adalah 8,1 ±
beranak dua kali dalam setahun. Baliarti
0,7 bulan. Interval beranak ini nilainya lebih
dkk. (2006), menyatakan bahwa dalam
besar, karena pada kondisi yang baik
keadaan normal dan dengan pemberian
interval beranak hanya enam bulan. Hal ini
pakan yang yang rasional maka penyapihan
disebabkan lamanya waktu untuk menyapih
dapat dilakukan lebih awal selama satu
anak sehingga kesempatan beranak pertahun
hingga dua bulan (56 hari) bahkan dengan
juga relatif kecil, di sini sow index yang
perbaikan sistem perkandangan dan
diperoleh adalah 1,8. Performan produksi
manajemen, anak babi dapat disapih pada
ternak babi yang meliputi bobot lahir, bobot
umur enam minggu sehingga dapat
sapi dan pertambahan bobot badan terlihat
melahirkan lima kali dalam dua tahun.
pada Tabel 4.
Umumnya setelah beranak, anak babi
dibiarkan menyususi pada induk sampai
induk sendiri yang menyapih anaknya, jadi
belum ada campur tangan dari peternak
untuk memisahkan anak babi dari induknya
dan semuanya berjalan secara alamiah. Hal
16 Jurnal Pertanian Agros Vol.21 No1, Januari 2019: 9-18

Tabel 4. Performan produksi ternak babi


Uraian Distrik Wamena
Bobot lahir (kg)
- Jantan 0,8 ± 0,2
- Betina 0,7 ± 0,2
Rataan 0,75
Bobot sapih (kg)
- Jantan 12,8 ± 0,2
- Betina 11,5 ± 0,2
Rataan 12,15 0,9
Pertambahan bobot badan (kg/ekor/hari) 0,08 ± 0,02
yang ditimbulkan oleh induk itu sendiri.
Bobot Lahir. Rataan bobot lahir yang
Pasaribu dkk. (1996) menyatakan bahwa
diperoleh dalam penelitian ini adalah 0,75
kekurangan protein pada induk selama
kg, dan terlihat adanya perbedaan bobot
kebuntingan dapat memengaruhi bobot
lahir jantan dan betina (Tabel 4). Silalahi &
badan anak saat lahir yang diikuti dengan
Aritonang (1994) melaporkan bahwa rataan
perkembangan anak yang hanya
bobot lahir babi ras murni yang dilaporkan
mengonsumsi susu induk, sehingga bila
adalah 1,15 kg dan babi persilangan 1,26 kg,
protein susu induk rendah akan berakibat
sedangkan hasil penelitian Pasaribu dkk.
terhadap pertumbuhan anak babi selama
(1996) menunjukkan bobot lahir anak babi
menyusui sampai lepas sapih yang
lokal 0,75 kg, babi persilangan 0,99 kg, dan
berpengaruh terhadap bobot lahir dan saat
babi ras 1,39 kg. Hal ini menggambarkan
sapih.
bahwa rataan bobot lahir yang diperoleh
dalam penelitian ini relatif sama dengan Bobot Sapih. Bobot sapih akan
penelitian Pasaribu dkk. (1996) untuk babi memengaruhi penampilan selanjutnya dari
lokal walaupun jauh berada di bawah bobot anak babi dan kecepatan pertumbuhan
lahir babi persilangan dan babi ras. Bobot setelah penyapihan. Rataan bobot sapi yang
lahir ini masih berada jauh di bawah kisaran diperoleh dalam penelitian ini adalah 12,15
bobot lahir anak babi, dalam hal ini menurut ± 0,9 kg. Rataan bobot sapih yang diperoleh
Basuki (2002), bobot lahir anak babi normal dalam penelitian ini retalif kecil, karena
berkisar satu hingga dua kg. dengan pemeliharaan yang baik anak babi
Hasil penelitian Tiro & Malik (2012) yang disapih pada umur delapan minggu
menunjukkan bobot lahir babi lokal di bobotnya sudah bisa mencapai 14 kg (AAK
Kabupaten Jayawijaya yang mengonsumsi 2002). Bobot sapih yang kecil ini
pakan basal ubi dan daun ubi jalar dengan disebabkan pakan yang dikonsumsi induk
penambahan legum Pueraria chepaloides laktasi tidak cukup untuk memproduksi susu
dan dedak, bobot lahirnya mencapai 0,91 kg. karena pada saat tersebut perkembangan
Hal ini menggambarkan bahwa perbaikan anak babi hanya tergantung dari konsumsi
pakan pada induk bunting dapat susu induk, seperti dikatakan Wahyu &
meningkatkan bobot lahir anak babi. Bobot Supandi (1999), bahwa kemampuan induk
lahir anak dipengaruhi oleh banyak faktor, untuk memproduksi air susu berpengaruh
diantaranya pakan yang dikonsumsi induk terhadap pertumbuhan anaknya.
selama kebuntingan, di samping pengaruh
Profil Peternakan Babi (Batseba M.W. Tiro, Petrus A. Beding and Rohimah H.S. Lestari ) 17

Pertambahan bobot badan ternak babi. nutriennya, maka tidak dapat mencapai
Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pertumbuhan yang optimal. Hal ini juga
pengukuran kenaikan bobot badan ternak sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh
dengan cara menimbang ternak berulang- Pond & Maner (1974), yaitu bahwa pakan
ulang dan dinyatakan dengan pertambahan yang kurang kandungan proteinnya akan
bobot badan tiap hari, tiap minggu atau menyebabkan kelambatan pertumbuhan.
periode waktu lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa KESIMPULAN
pertambahan bobot badan (PBB) ternak babi
adalah 0,08 ± 0,02 kg per ekor per hari. PBB Jumlah anak per kelahiran dan jumlah
pada penelitian ini relatif rendah, di sini anak yang disapih masih rendah, umur sapih
PBB yang rasional pada ternak babi adalah dan interval beranak terlalu lama, akibatnya
0,2 hingga 0,7 kg. Manurung (1994) kesempatan beranak per tahun juga rendah.
melaporkan bahwa PBB babi lokal dengan PBB ternak babi juga relatif rendah (0,08 ±
substitusi putak (isi batang pohon gewang) 0,02 kg per ekor per hari) dibandingkan
dan jagung dalam ransum mencapai 0,16 kg dengan PBB yang rasional pada ternak babi
per ekor per hari. Hasil penelitian Tiro & yakni 0,2 hingga 0,7 kg.
Fernandes (2007) menyatakan bahwa PBB Sistem pemeliharaan yang dilakukan
babi lokal dengan perbaikan sistem peternak dengan memberikan pakan hanya
pemeliharaan (kandang dan pakan) berupa ubi dan daun ubi jalar tidak
mencapai 0,1 kg per ekor per hari. PBB memberikan performan produksi dan
yang diperoleh dalam penelitian ini lebih reproduksi yang baik, sehingga perlu adanya
rendah dibandingkan hasil penelitian perbaikan sistem pemeliharaan dan pakan.
tersebut. Hal ini diduga karena pakan yang
dikonsumsi belum memenuhi kebutuhan DAFTAR PUSTAKA
ternak, walaupun konsumsi energi telah
mencukupi kebutuhan namun konsumsi AAK. Beternak Babi. Edisi ke-19. Penerbit
protein kasar masih belum memenuhi Kanisius, Yogyakarta.
kebutuhan ternak. Supnet (1980) Aritonang, D., M. Silalahi & A. Nainggolan.
menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar 1994. Studi aspek dan tatalaksana
dan energi untuk ternak babi dengan bobot pemeliharaan babi Toba di dataran tinggi
badan lima hingga 10 kg adalah 132 g per dan rendah. Prosiding Pertemuan Nasional
ekor per hari dan 3.500 kcal per g per ekor Pengolahan dan Komunikasi Hasil
per hari. Hal ini menggambarkan bahwa Penelitian. Semarang, 8-9 Februari, 1994.
produktivitas babi lokal dapat ditingkatkan
dengan pemberian pakan yang baik dan Aritonang, D., M. Rangkuti, T.D. Soejana &
sesuai kebutuhan ternak, baik kualitas A. Djajanegara. 1996. Indegenous Pig
maupun kuantitasnya. Production in Indonesia. Kerjasama FAO
Basuki (2002) menyatakan bahwa dan Pusat Penelitian Ternak dan Pusat
PBB ternak sangat dipengaruhi oleh Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
manajemen dan lingkungan fisiologis Aritonang, D. 1997. Teknologi budidaya
terutama pakan, sehingga apabila pakan ternak babi lokal dan pengembangannya.
yang dikonsumsi ternak belum mencukupi Makalah disampaikan pada Temu Aplikasi
kebutuhan ternak, dalam hal ini kandungan
18 Jurnal Pertanian Agros Vol.21 No1, Januari 2019: 9-18

Paket Teknologi Peternakan Babi Lokal. Supnet, M.G. 1980. Pork Production
Jayawijaya, 8-9 Desember 1997. Manual. Published by The University of
The Philippines at Los Banos College of
Basuki, 2002. Dasar Ilmu Ternak Potong
Agriculture. College, Laguna Philippines.
dan Kerja. Lectures Notes. Laboratorium
Ternak Potong dan Kerja. Fakultas Tiro, B.M.W. & P. Th. Fernandes. 2007.
Peternakan, Universitas Gadjah Mada Kajian teknologi budidaya dan pengaruhnya
Yogyakarta. terhadap penampilan ternak babi. Prosiding
Seminar Nasional. Balai Besar Pengkajian
Baliarti, E., N. Ngadiono, P. Basuki &
dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Panjono. 2006. Hand Out “Managemen
Badan Penelitian dan Pengembangan
Ternak Potong”. Fakultas Peternakan,
Pertanian. p: 574-579.
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Tiro, B.M.W. & A. Malik. Kajian sistem
Badan Pusat Statistik. 2017. Papua Dalam
usahatani ternak babi lokal di dataran tinggi
Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi
Kabupaten Jayawijaya. Prosiding Seminar
Papua.
Nasional. Balai Besar Pengkajian dan
Dinas Peternakan Provinsi Papua. 2017. Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan
Laporan Tahunan Dinas Peternakan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. p:
Provinsi Papua. 786-795.
Manurung, A. 1994. Sistem pemeliharaan Wahyu & Supandi, 1999. Pedoman
ternak babi dalam upaya peningkatan Beternak Babi. Direktur Peternakan Rakyat.
pendapatan petani di Nusa Tenggara Timur. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen
Prosiding Pertemuan Nasional Pengolahan Pertanian.
dan Komunikasi Hasil Penelitian.
Semarang, 8-9 Februari 1994.
Pasaribu, T., M. Silalahi, D. Aritonang & K.
Manihuruk. 1996. Pengaruh pemberian
konsentrat selama prapartum dan menyusui
terhadap kinerja anak babi di peternakan
rakyat. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner.
Vol. 1. Nomor 3.
Pond, W.G. & J.H. Manner. 1974. Swine
Production in Temperate and Tropical.
W.H. Freman and Company Sa Fransisco.
Sihombing, D.T.H. 2004. Ilmu Ternak Babi.
Penerbit Gadjah Mada University Press.
Silalahi, M. & D. Aritonang. 1994.
Perbedaan produktivitas berbagai galur babi
bibit ras impor. Prosiding Pertemuan
Nasional Pengolahan dan Komunikasi Hasil
Penelitian. Semarang, 8-9 Februari 1994.

Potrebbero piacerti anche