Sei sulla pagina 1di 10

Contagion : Scientific Periodical of Public Health and Coastal Health

2685-0389

ANALISIS INDIKATOR MASUKAN PROGRAM PEMBERANTASAN


DEMAM BERDARAH DENGUE DI DINAS KESEHATAN PROVINSI
SUMATERA UTARA
Izzah Dienillah Saragih1, Reinpal Falefi 2, Devi Juliana Pohan2, Sri Rezeki Hartati Elliandy2
1Alumni Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
2Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,

Medan
Email : Izzahdienillah@gmail.com
Abstract
Track Record
Article Dengue Hemorrhagic fever (DHF) is a major public health problem in Indonesia where the
Diterima : 5 April 2019 number of reported cases per February 2019 reached 16.692 cases with 169 deaths. North
Dipublikasi: 25 Juni 2019
Sumatera is an endemic area of dengue fever with a number of cases in 2017 of 5.454 and
an IR number of 49 per 100.000 higher than the national target figure. Challenges on input
indicators make the DHF eradication program run less optimally. Method: This research
was an qualitative study, which research design was a case study. The location taken in
this study at the North Sumatera Provincial Health Office, the study was conducted from
October to December 2018. The informants studied were 2 people. The research subjects
were taken based on purposive sampling. Data collection techniques are carried out by in-
depth interviews and observations, with research instruments in the form of interview
guidelines and observation guidelines. Results: Analysis of input indicators in the DHF
eradication program at the North Sumatra Provincial Health Office found findings of
Human Resources consisting of 2 doctors, 1 sanitarian staff and 1 expert epidemiologist
(S2), still lacking funds in the DHF program. and the infrastructure of the DHF program
consists of 2 liters of insecticide, 100 Rapid tests, 300 bottles of larvacide, and extension
media in the form of banners. Conclusions and suggestions: Input indicators on the
eradication program of dengue hemorrhagic fever at the North Sumatra Provincial Health
Office have been fulfilled, namely on human resources and infrastructure, while the
challenges of the DHF program in the North Sumatra Provincial Health Office are funding
and counseling media. Suggestions for the North Sumatra Health Office, the allocation of
funds needs to be evaluated as well as requests for allocation of funds to the center
according to the ideal funding allocation.
Keywords: Analysis, Input, Program, DBD, North Sumatra.

Abstrak

Pendahuluan: Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat di Indonesia dimana jumlah kasus yang dilaporkan per Februari 2019
mencapai 16.692 kasus dengan kasus kematian sebanyak 169 orang. Sumatera Utara
termasuk daerah endemis DBD dengan jumlah kasus pada tahun 2017 sebesar 5.454
dan angka IR 49 per 100.000 lebih tinggi dari angka target nasional. Banyaknya
tantangan pada indikator masukan, menjadikan program pemberantasan DBD kurang
berjalan dengan maksimal. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif,
dengan desain studi kasus. dan lokasi di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yang
dilakukan mulai bulan Oktober sampai Desember 2018. Informan penelitian sebanyak 2
orang yang diambil secara purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara mendalam dan observasi, dengan instrument penelitian berupa
pedoman wawancara. Hasil: Analisis indikator masukan pada program pemberantasan
DBD di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara ditemukan Sumber Daya Manusia
berjumlah empat orang yang terdiri dari 2 dokter, 1 tenaga sanitarian dan 1 tenaga

32
Contagion : Scientific Periodical of Public Health and Coastal Health
2685-0389

epidemiologi ahli (S2), masih minimnya dana program DBD, serta sarana dan prasarana
program DBD terdiri dari 2 liter Insektisida, 100 Rapid test, 300 botol larvasida, dan
media penyuluhan hanya berupa banner. Kesimpulan dan saran: Indikator masukan
pada program pemberantasan demam berdarah dengue di Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara yang sudah terpenuhi yaitu pada sumber daya manusia dan sarana
prasarana, sedangkan yang menjadi tantangan program DBD di Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara yaitu dana dan media penyuluhan. Saran untuk Dinas
Kesehatan Sumatera Utara, alokasi dana perlu dilakukan evaluasi serta permintaan
alokasi dana kepada pusat sesuai alokasi pendanaan yang ideal.
Kata kunci: Analisis, Masukan, Program, DBD, Sumatera Utara.

1. Pendahuluan pada tahun 2016, Brasil dengan kasus kurang


Salah satu penyakit menular yang dari 1,5 juta kasus, sekitar 3 kali lebih tinggi
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dari tahun 2014. 1032 kematian dengue juga
di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue dilaporkan di wilayah tersebut. Wilayah Pasifik
(DBD). DBD merupakan masalah kesehatan Barat melaporkan lebih dari 375.000 kasus
masyarakat yang dapat menimbulkan kematian dugaan demam berdarah pada tahun 2016, di
dalam waktu singkat dan sering menimbulkan mana Filipina melaporkan 176.411 dan
Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga Malaysia 100.028 kasus, mewakili beban yang
mengakibatkan kepanikan di masyarakat sama dengan tahun sebelumnya untuk kedua
karena berisiko meyebabkan kematian serta negara. Kepulauan Solomon mengumumkan
penyebarannya sangat masif dan cepat. Demam wabah dengan lebih dari 7000 tersangka. Di
Berdarah Dengue masih menjadi permasalahan Wilayah Afrika, Burkina Faso melaporkan
kesehatan baik di wilayah perkotaan maupun wabah demam berdarah setempat dengan
wilayah semi-perkotaan. Perilaku vektor dan kemungkinan 1061 kasus. Pada 2017,
hubungannya dengan lingkungan, seperti iklim, pengurangan signifikan dilaporkan dalam
pengendalian vektor, urbanisasi, dan lain jumlah kasus demam berdarah di Amerika dari
sebagainya mempengaruhi terjadinya wabah 2.177.171 kasus pada 2016 menjadi 584.263
demam berdarah di daerah perkotaan. Iklim kasus pada 2017 sehingga pengurangan 73%.
Indonesia yang tropis juga merupakan faktor Panama, Peru, dan Aruba adalah satu-satunya
potensial yang menjadikan DBD sebagai kasus negara yang mencatat peningkatan kasus
endemik maupun epidemik. Penyakit DBD ini selama 2017. Demikian pula, penurunan 53%
perlu mendapat perhatian serius dari semua dalam kasus demam berdarah juga dicatat
pihak disebabkan jumlah kasus yang selama 2017 (WHO, 2019).
cenderung meningkat setiap tahunnya. Jumlah Angka kejadian DBD di Indonesia
orang yang meninggal jauh lebih banyak cenderung megalami kenaikan tiap tahunnya.
dibandingkan kasus kematian manusia karena Berdasarkan data Surveillans Penyakit Menular
flu burung atau avian influenza (Ginanjar, oleh Ditjen Pemberantasan dan
2008).). Penanggulangan Penyakit Menular (P2PM)
Negara-negara Anggota di tiga wilayah Kementerian Kesehatan disebutkan per
WHO (World Health Organization) secara Februari 2019 kasusnya mencapai 16.692
teratur melaporkan jumlah kasus tahunan. kasus dengan angka kematian sebanyak 169
Jumlah kasus yang dilaporkan meningkat dari orang. Jumlah tersebut meningkat jika
2,2 juta pada tahun 2010 menjadi lebih dari dibandingkan dengan data sepanjang tahun
3,34 juta pada tahun 2016. Inisiasi kegiatan 2018. Persebaran kasus DBD di Indonesia
untuk mencatat semua kasus dengue sebagian hampir merata di seluruh provinsi. Seluruh
menjelaskan peningkatan tajam dalam jumlah wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk
kasus yang dilaporkan dalam tahun terakhir. terjangkit penyakit DBD, karena virus
Tahun 2016 ditandai dengan wabah demam penyebab dan nyamuk penularannya tersebar
berdarah besar di seluruh dunia. Wilayah luas baik di rumah maupun ditempat-tempat
Amerika melaporkan lebih dari 2,38 juta kasus

33
Izzah Dienillah Saragih, Reinpal Falefi, Devi Juliana Pohan, Sri Rezeki Hartati Elliandy / Scientific Periodical of Public Health and Coastal 1 (1) (2019)

umum, kecuali yang ketinggiannya lebih dari Upaya pemberantasan penyakit DBD
1000 meter diatas permukaan air laut. berdasarkan Kepmenkes
Berdasarkan data Dinas Kesehatan No.581/MENKES/SK/VII/1992, dilaksanakan
Provinsi Sumatera Utara, jumlah kasus Demam dengan cara tepat guna oleh pemerintah
Berdarah Dengue (DBD) di Sumatera Utara dengan peran serta masyarakat yang meliputi,
sebesar 5.454 kasus. Angka kejadian baru atau pencegahan dengan melakukan PSN,
Incidence Rate (IR) sebesar 39,6 per 100.000 penemuan, pertolongan, dan pelaporan,
dan Case Fatality Rate (CFR) DBD sebesar penyelidikan Epidemiologi dan pengamatan
0,51%. Data tersebut jauh lebih rendah penyakit, penanggulangan seperlunya,
dibandingkan dengan tahun 2016 dengan penanggulangan lain, dan penyuluhan
jumlah kasus 8.715 kasus, Incidence Rate (IR) kesehatan. Sampai saat ini upaya pencegahan
sebesar 63,3 per 100.000 penduduk, serta Case dan pengendalian DBD di Sumatera masih
Fatality Rate (CFR) sebesar 0,69%. Lebih lanjut menghadapi tantangan. Salah satunya adalah
angka tersebut jika dibandingkan dengan dalam hal pelaksanaan surveillans DBD.
target nasional masih di bawah indikator Tantangan utama dalam surveillans DBD,
nasional yaitu 49 per 100.000 penduduk dan misalnya ada pada indikator masukan, yaitu
CFR <1%. Meski begitu, masih terdapat dari segi man, material,money dan method yang
beberapa daerah di Sumatera Utara yang masih belum optimal. Indikator masukan ini
memiliki angka IR dan CFR di atas indikator yang menjadi penilaian apakah upaya
nasional. Jumlah kasus tertinggi DBD terjadi di pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan
Kota Medan dengan 1.214 kasus, Case Fatality DBD di Sumatera Utara sudah berjalan
Rate (CFR) sebesar 0,91%. Potensi DBD maksimal atau tidak.
sebagai penyakit yang bisa menmbulkan KLB Penelitian Laras (2010) menyebutkan
tetap ada mengingat penyakit DBD adalah bahwa terdapat masalah surveilans berupa
penyakit endemic yang dapat muncul kualitas SDM dan sarana prasarana masih
sepanjang tahun, terutama saat musim hujan rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Sitepu,
ketika kondisi optimal untuk nyamuk dkk (2012), diketahui bahwa indikator input
berkembang biak. yang mencakup SDM, sarana dan dana masih
Program pemberantasan DBD adalah belum baik, hal ini menyebabkan sistem
suatu upaya terpadu yang melibatkan berbagai surveilans yang ada tidak berjalan dengan
instansi pemerintah maupun seluruh optimal. Pada indikator sumber daya manusia
masyarakat di dalam mencegah dan (SDM) terdapat kualifikasi pendidikan yang
menanggulangi adanya kasus DBD (Depkes RI, masih rendah serta tidak semua ketenagaan
1996). Berdasarkan Lampiran Keputusan tersebut mendapatkan pelatihan bahkan ada
Menteri Kesehatan RI Nomor: yang sama sekali tidak mendapatkan pelatihan.
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pada indikator sarana, ketersediaan larvasida
pemberantasan penyakit demam berdarah masih belum mencukupi kebutuhan yang
dengue, pemberantasan penyakit DBD adalah diperlukan untuk melakukan surveilans DBD
semua upaya untuk mencegah dan menangani seperti pengendalian jentik nyamuk Aedes
kejadian DBD. Sebagai bagian dari Program aegypti. Pada indikator dana, besaran dana
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit pada sistem surveilans DBD masih belum
Menular, Program Pencegahan dan sesuai dengan kebutuhan karena APBD
Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Dengue (DBD) penting untuk dilaksanakan yang diberikan pemerintah daerah tidak stabil
karena penyakit potensial menjadi wabah, serta dana tersebut lebih diprioritaskan pada
vaksin pencegahan masih belum ditemukan, kebutuhan teknis. Penelitian yang dilakukan
dan vektor perantara penyakit ini tersebar luas oleh Sulistya (2006) bahwa terdapat masalah
di lingkungan sekitar masyarakat. Wujud nyata kualitas SDM yang rendah. Kemudian pada
dari perhatian pemerintah terhadap penyakit penelitian Mufidz (2016), pada indikator
DBD adalah dengan dikeluarkannya Program masukan berupa tenaga Program
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
DBD di berbagai daerah yang dilanda penyakit (P2DBD) serta sarana dan prasarana belum
DBD, khususnya ditinjau dari indikator sesuai dengan yang seharusnya, namun pada
masukan program. variabel dana sudah sesuai dengan tataran

34
Contagion : Scientific Periodical of Public Health and Coastal Health
2685-0389

ideal. Penelitian yang dilakukan oleh Syairaji


(2019) bahwa masih ada SDM yang memiliki 3. Hasil
kualifikasi pendidikan yang tidak sesuai Dari hasil observasi terhadap data
dengan ketentuan dan tidak sesuai dengan surveillans penyakit menular di Dinas
bidangnya yang bekerja pada sistem surveilans Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, ditemukan
serta adanya tumpang tindih pekerjaan dalam angka Incidence Rate (IR) DBD di Sumatera
bekerja dan tidak adanya dana yang Utara turun dari 63,21 per 100.000 penduduk
dialokasikan khusus untuk operasional pada tahun 2016 menjadi 38,7 per 100.000
pelaksanaan surveilans DBD. pada tahun 2017. Meskipun mengalami
Meskipun secara keseluhan angka penurunan, angka Incidence Rate (IR) DBD di
Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Sumatera Kota Medan pada tahun 2013-2016 cenderung
Utara menurun, yaitu dari 63,21 per 100.000 mengalami kenaikan. Lebih lengkapnya
penduduk pada tahun 2016 menjadi 38,7 per dijelaskan oleh grafik gambar 1 :
100.000 pada tahun 2017, kewaspadaan Angka Incidence Rate (IR) 38,1 per
terhadap kejadian DBD sebagai penyakit 100.000 penduduk tersebut masih di bawah
potensial KLB harus tetap ditingkatkan. target nasional yaitu <49 per 100.000
Terlebih masih banyak daerah di Sumatera penduduk. Meskipun begitu, masih terdapat
Utara yang memiliki Incidence Rate (IR) lebih Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang
tinggi dari indikator nasional, yaitu di atas 49 memiliki angka IR di atas target nasional, yaitu
per 100.000 penduduk, termasuk di antaranya Medan (54,5), Pematang Siantar (84,1), Binjai
Medan, Pematang Siantar, Binjai, Tanjung Balai, (104,1), Tebing Tinggi (117,1), Sibolga (127,9),
Tebing tinggi, Sibolga, Simalungun dan Simalungun (88,4), Samosir (105,2) dan Toba
Samosir. Tingginya jumlah kasus dan endemis Samosir (71,4). Gambar pemetaan angka IR
nya suatu Kabupaten/Kota terhadap penyakit DBD Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
DBD dapat disebabkan oleh masalah dijelaskan oleh gambar 2. Dari hasil
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan wawancara mendalam dengan informan
program Program Pemberantasan Demam diperoleh hasil gambaran indikator masukan
Berdarah Dengue (P2DBD) yang kurang program pemberantasan demam berdarah
optimal terkait indikator masukan program. dengue di Dinas Kesehatan Sumatera Utara
Oleh karena itu, peneliti mencoba melakukan pada tabel 1
penelitian untuk mengetahui gambaran
indikator masukan pada program 4. Pembahasan
pemberantasan demam berdarah dengue di 4. 1. Sumber Daya Manusia
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hasil wawancara dan
Indikator masukan yang dilihat pada penelitian observasi, Sumber Daya Manusia (SDM) di
ini adalah indikator man, material, dan money. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
terdiri dari 2 orang dokter, 1 orang tenaga
2. Metode sanitarian dan 1 orang ahli epidemiologi (S2).
Penelitian ini merupakan penelitian Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian
kualitatif dengan desain studi kasus. Lokasi Mufidz (2016) yang dilakukan pada Dinas
yang diambil pada penelitian ini adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal bahwa jumlah
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Penelitian tenaga pada program DBD, baik dari segi
dilakukan mulai bulan Oktober sampai jumlah dan kualifikasi pendidikan sumber daya
Desember 2018. Informan penelitian sebanyak manusianya belum sesuai dengan ketentuan.
2 orang, yang merupakan pegawai di Dinas Berdasarkan jumlah tenaga surveilans DBD di
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dengan DKK Tegal berjumlah 2 orang yang
jabatan yaitu kepala seksi program berlatarbelakang pendidikan S1 Epidemiologi
penanggulangan penyakit menular dan Kesehatan Masyarakat dan 1 orang lainnya
koordinator program DBD. Informan penelitian berlatarbelakang pendidikan S2 Manajemen
diambil berdasarkan purposive sampling. Kesehatan (Belum sesuai), berdasarkan
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan ketersediaan tenaga terlatih dalam manajemen
wawancara mendalam dan observasi. program dan teknis pemberantasan penyakit
Instrument penelitian berupa pedoman DBD (P2DBD), tidak ada SDM (Sumber Daya
wawancara dan pedoman observasi. Manusia) yang mendapatkan pelatihan

35
Izzah Dienillah Saragih, Reinpal Falefi, Devi Juliana Pohan, Sri Rezeki Hartati Elliandy / Scientific Periodical of Public Health and Coastal 1 (1) (2019)

manajemen pengendalian DBD dan tidak petugas kesehatan jarang dilakukan. Faktor
ditemukan sertifikat pelatihan manajemen penyebab lemahnya suatu program DBD antara
pengendalian DBD. Hal ini membuktikan, lain masih terdapat tenaga kesehatan yang
masih minimnya ketersediaan Sumber Daya belum pernah mendapat pelatihan, serta
Manusia pada program pemberantasan DBD di banyaknya petugas yang memiliki tugas
Indonesia. Penelitian Siyam (2010) rangkap (Sitepu, 2012). Padahal, menurut
menyebutkan jumlah tenaga surveilans belum penelitian Bahtiar (2012), salah satu strategi
memadai sehingga mempengaruhi pengendalian DBD yaitu meningkatkan
keberhasilan pelaporan surveilans DBD. Untuk pengetahuan dan keterampilan petugas
mendapatkan pelayanan kesehatan yang kesehatan, kader dan masyarakat. Penelitian
bermutu maka dibutuhkan jenis, jumlah dan Mustaring (2010) menyebutkan bahwa
kualifikasi dari tenaga kesehatan. Jumlah kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) tidak
tenaga kesehatan yang tidak memadai terlepas dari keikutsertaan pelatihan yang
menyebabkan pelaksanaan kegiatan program dapat membantu serta meningkatkan kinerja
pemberantasan penyakit DBD tidak dapat petugas.
dilaksanakan dengan optimal (Rahayu, 2012).
Hasil penelitian Anita (2016), diperoleh 4. 2. Dana
persentase indikator terhadap ketersediaan Berdasarkan hasil wawancara, dana
Sumber Daya Manusia (SDM) memenuhi 75% untuk program DBD (Demam Berdarah
atau memenuhi 3 dari 4 indikator dari Dengue) di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Kepmenkes RI Nomor 581/ Utara hanya bersumber dari dana APBD
MENKES/SK/VII/1992 yang meliputi dokter (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
umum, perawat, dan kader. Hasil penelitian serta belum adanya dana APBN (Anggaran
Sari (2013), Sumber Daya Manusia (SDM) pada Pendapatan dan Belanja Negara) dan dana BOK
pelaksanaan kegiatan program Pemberantasan (Bantuan Operasional Kesehatan).
Penyakit DBD (P2DBD) dari segi jumlah dan Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir,
luas wilayah sudah cukup. Dari segi kualitas tidak ada kembali dana APBN (Anggaran
diperoleh petugas dengan kualifikasi yang baik Pendapatan dan Belanja Negara) untuk
dan pengalaman selama bertahun-tahun. Hasil program DBD di Dinas Kesehatan Provinsi
penelitian Kusumo (2014), Apabila dilihat dari Sumatera Utara, sedangkan beberapa program
uraian tugas masing-masing petugas jumlah kesehatan lainnya menerima dana APBN
tenaga untuk program pengendalian DBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
dikatakan cukup. Dana APBD (Anggaran Pendapatan dan
Sumber Daya Manusia (SDM) di Dinas Belanja Daerah) yang diterima tahun 2018
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tidak hanya sekitar Rp. 200 juta, sedangkan dana
terjadi rangkap tugas, sedangkan di yang seharusnya diterima lebih dari Rp. 1
Kabupaten/Kota kemungkinan terjadi rangkap Miliar.
tugas. Hal ini berbanding terbalik dengan
penelitian Mufidz (2016) bahwa terdapat “Masih kurang jauh, ditambah lagi kita
rangkap tugas pada kepala seksi kan perlu mengunjungi beberapa
pemberantasan penyakit DBD. Petugas yang kabupaten/kota tadi. Ada sekarang
mengerjakan tugas rangkap menyebabkan gerakan, namanya gerakan satu rumah
kegiatan program tidak sesuai dengan optimal satu Jumantik. itu dia kita harus
karena ada pembagian waktu tugas yang memberikan bimbingan kepada daerah
singkat dengan pekerjaan yang banyak (Frans, untuk mereka bisa menggalakkan gerakan
2010). ini. Nah sayangnya gerakan ini punya
Temuan lainnya pada program pemerintah pusat tidak didukung oleh
pemberantasan penyakit DBD di Dinas pendanaan mereka untuk kita
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yaitu melakukannya, jadi gerakan ini hanya
dilakukan pelatihan bagi petugas kesehatan sebatas ketika kita kunjungan ke daerah,
yang dilakukan di Kabupaten/Kota sasaran. kita sosialisasikan. Harusnya kita
Namun, kurangnya dana untuk program DBD mengundang lintas sektor dii masyarakat
di Dinkes Provinsi Sumatera Utara di daerah tadi untuk menyosialisasikan
menyebabkan pelaksanaan pelatihan bagi buat pertemuannya, gitu dan itu tidak bisa

36
Contagion : Scientific Periodical of Public Health and Coastal Health
2685-0389

terealisasi.” (FYS, 37 Tahun. Wc: 12 jawab untuk itu. Nah kebersihan


Desember 2018). lingkungan, siapa? Kan bukan petugas
“Dananya kita ada dana APBD, itu full kesehatan tapi ada tugas dari dinas
ya kita dana APBD. APBN tidak kebersihan, kan begitu. Tapi kenyataannya
ada”(YM, 44 Tahun. Wc: 12 Desember di lapangan ketika kasus DBD semua
2018) kembali ke tanggung jawab dinas
kesehatan.” (FYS, 37 Tahun. Wc: 12
Keterbatasan dana pada program DBD Desember 2018)
(Demam Berdarah Dengue) di Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara memiliki implikasi Hal ini sejalan dengan penelitian Putri
terhadap tidak maksimalnya pelaksanaan salah (2017) yang menyatakan dana yang kurang
satu kegiatan yaitu "Gerakan satu rumah satu untuk program pemberantasan DBD dengan
Jumantik", sehingga hanya dilakukan sumber dana berasal dari Pemerintah Kota dan
kunjungan dan sosialisasi ke daerah sasaran APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
serta tidak dilakukan kerja sama lintas sektor Daerah). Penelitian Sitepu (2012)
pada kegiatan tersebut. menyebutkan dana APBD dialokasikan secara
Kerjasama lintas sektor program DBD periode bersifat fluktuatif dan lebih banyak
dilakukan dengan instansi pendidikan, dan diprioritaskan pada hal teknis. Hal serupa
lingkungan. Dilakukan maksimal dua kali dengan penelitian Sriwulandari (2009) bahwa
dengan kegiatan hanya pengarahan pada kurangnya anggaran dana dari APBD pada
kabupaten yang menyelenggarakan. Kerja pelaksanaan Program Pencegahan dan
sama lintas sektor hanya tertuang pada SK Penanggulangan Penyakit DBD di Dinkes
(Surat Keputusan) tanpa mengaplikasikan di Kabupaten Magetan.
lapangan. Kerja sama lintas sektor Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara adalah 4. 3. Sarana dan Prasarana
POKJANAL (Kelompok Kerja Operasioanal) Kinerja petugas program
DBD wilayah Sumatera Utara yang pada pemberantasan penyakit menular sangat
akhirnya selalu hanya dilaksanakan oleh Dinas dipengaruhi oleh sarana dan prasarana yang
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini berkaitan sehingga dalam memberikan
tertuang pada wawancara sebagai berikut: pelayanan dan melaksanakan tugasnya,
petugas terkait secara langsung akan
“Kerja sama lintas sektor harusnya ada, membutuhkan sarana dan prasarana. Sarana
Cuma sayangnya itu hanya tertuang dalam dan prasarana yang terbatas untuk digunakan
kertas. Kita ada namanya POKJANAL akan berakibat pelayanan yang diberikan tidak
(Kelompok Kerja Operasional) DBD untuk dapat sesuai dengan yang diharapkan.
wilayah Sumatera Utara, itu hanya sebatas Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 581/
SK. Tapi, ketika aplikasinya di lapangan itu MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan
semua jadi pekerjaan petugas dinas Penyakit Demam Berdarah Dengue, sarana dan
kesehatan. Misalnya gini, DBD nya itu bahan yang digunakan, yaitu mesin fogging
harusnya terjadi kan di masyarakat, yang dengan kebutuhannya setiap puskesmas
melakukan tindakan penyuluhan misalnya sebanyak 4 unit, setiap kabupaten/kota
petugas kesehatan, tapi tindakan untuk sebanyak 10 unit, dan setiap provinsi sebanyak
mengajak, “mengayo-ayokan” masyarakat 10 unit, mesin ULV (Ultra-Low Volume),
untuk melakukan PSN siapa harusnya? kendaraan pengangkut ULV (Ultra-Low
Kepala desanya kan, camatnya kan, kan Volume), kebutuhannya setiap kabupaten,
gak mungkin kita mengajak kotamadya, dan provinsi sebanyak 2 unit,
masyarakatnya kan itu yang punya kebutuhan PSN kit dan kebutuhan Jumantik
wilayahnya kepala desanya. Kemudian (Juru Pemantau Jentik), insektisida, larvasida,
mengajak masyarakat untuk bersih – dan bahan pendukung diagnosis lainnnya serta
bersih minimal jumat bersih atau sekali penatalaksanaan penderita DBD (Depkes RI,
seminggu bersih, masa kita juga. Itukan 2011). Jika sarana dan prasarana yang
wilayah kerjanya masyarakat itu siapa dibutuhkan oleh tenaga pelaksana mengalami
yang punya camat, lurah, kepala desa, kekurangan, maka hal tersebut bisa
mereka lah yang harusnya bertanggung menghambat jalannya pelaksanaan program

37
Izzah Dienillah Saragih, Reinpal Falefi, Devi Juliana Pohan, Sri Rezeki Hartati Elliandy / Scientific Periodical of Public Health and Coastal 1 (1) (2019)

yang mengakibatkan pencapaian target tidak leaflet, flipchart dan poster. Kekurangan leaflet
sesuai dengan perencanaan. Oleh karena itu, disebabkan dana yang minim untuk program
sarana menjadi suatu hal yang harus tersedia DBD di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
dan harus dapat mencukupi sesuai dengan utara. Hal ini sejalan dengan penelitian Putri
kebutuhan berdasarkan Kepmenkes RI Nomor (2017) bahwa media penyuluhan hanya
581/ MENKES/SK/VII/1992. menggunakan LCD (Liquid Crystal Display) dan
Berdasarkan hasil wawancara dan proyektor sehingga penyuluhan bersifat
observasi, sarana dan prasarana Dinas monoton. Penelitian Andrayani (2017)
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara memiliki Penyuluhan hanya di lakukan secara oral
batasan sebagai penunjang di tingkat (menggunakan proyektor) dan tidak
Kabupaten/Kota seperti rapid test dan alat membagikan Leaflet kepada masyarakat.
fogging. Untuk diagnosis penyakit DBD Berdasarkan hasil penelitian Anita (2016),
(Demam Berdarah Dengue), dilakukan program pemberantasan penyakit DBD
pemeriksaan di laboratorium untuk identifikasi (P2DBD) diperoleh indikator media sebesar
trombosit dan hematokrit. Pada program DBD 77,8% yang meliputi buku program
(Demam Berdarah Dengue) Dinas Kesehatan pengendalian DBD, buku Tatalaksana DBD,
Provinsi Sumatera Utara terdapat insektisida buku petunjuk pelaksanaan teknis jumantik,
sebanyak 2 liter, rapid test 100 item, dan leaflet, flipchart, poster, formulir K-DBD,
larvasida 300 botol. Indikator sarana dan formulir W2, dan bagan penatalaksanaan
prasarana tersebut sudah terpenuhi sebagai penderita DBD.
fasilitator kepada tingkat Kabupaten/Kota. Media penyuluhan yang belum tersedia
Sarana dan prasarana digunakan untuk secara lengkap mengakibatkan promosi
sosialisasi, kemudian jika ada kasus DBD kesehatan tentang demam berdarah dengue
(Demam Berdarah Dengue) akan dilaksanakan tidak berjalan dengan optimal. Tersedianya
upaya fogging pada daerah sasaran. Hal ini banner pada media penyuluhan belum
bertentangan dengan penelitian Putri (2017) menyentuh masyarakat umum. Oleh karena itu,
bahwa masih terdapat tantangan berupa media penyuluhan perlu ditambahkan seperti
sarana dan prasarana pada program DBD. leaflet, flipchart, dan poster agar pada
Sarana dan prasarana tersebut hanya berupa pelaksanaan penyuluhan dengan pemanfaatan
materi hasil pembekalan. Pada penelitian media yang lengkap.
Rahayu (2012) dari segi jumlah ketersediaan
sarana dan prasarana di Puskesmas ketapang 5. Kesimpulan dan Saran
masih tidak mencukupi. Hal ini bertentangan Analisis indikator masukan pada
dengan penelitian Anita (2016), hasil program pemberantasan demam berdarah
penelitian diperoleh indikator untuk dengue di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
ketersediaan alat di Puskesmas Rambipuji Utara yang sudah terpenuhi yaitu pada sumber
telah memenuhi 87,5% atau memenuhhi 7 dari daya manusia dan sarana prasarana,
8 alat yang dibutuhkan seperti mikroskop, sedangkan yang menjadi tantangan bagi
pipet Hb, hemometer sahli, hemositometer, program tersebut yaitu dana dan media
pipet leukosit, dan kamar hitung trombosit. penyuluhan. Saran untuk Dinas Kesehatan
Pada upaya pencapaian tujuan kebijakan, harus Sumatera Utara, alokasi dana perlu dilakukan
didukung oleh ketersediaan sarana dan evaluasi serta permintaan alokasi dana kepada
prasarana yang memadai. Tanpa sarana dan pusat sesuai alokasi pendanaan yang ideal,
prasarana, tugas spesifik tidak dapat karena berdampak pada minimnya
diselesaikan secara optimal dan sarana dan penyelenggaraan pelatihan bagi petugas
prasarana yang kurang memadai akan kesehatan, media penyuluhan serta kegiatan
menimbulkan hambatan pada proses operasional DBD di Sumatera Utara.
pelaksanaan.

4. 4. Media Penyuluhan Daftar Pustaka


Berdasarkan hasil wawancara dan Anita dkk. 2016. Evaluasi Program
observasi, Media pada program DBD di Dinas Pengendalian Penyakit Demam
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara hanya Berdarah Dengue Tahun 2015
berupa Banner, serta kurang tersedianya (Perbandingan antara Puskesmas

38
Contagion : Scientific Periodical of Public Health and Coastal Health
2685-0389

Patrang dan Puskesmas Rambipuji Tamangapa Kota Makassar tahun 2009.


Kabupaten Jember). Jurnal IKESMA Skripsi. Makassaar: Universitas
Volume 12 Nomor 2 September 2016 Hasanuddin.
Andrayani, Suttha, 2017. Pelaksanaan Program Putri, Citra Resmi Lestariana dan Budi
Penanggulangan Demam Berdarah Laksono. 2017. Keefektifan Petugas
Dengue (Dbd) Di Puskesmas Surveilans Kesehatan Demam Berdarah
Hutabaginda Kecamatan Tarutung Dengue dalam Menentukan Angka
Tahun 2017. Skripsi. Fakultas Bebas Jentik. Unnes Journal of Public
Kesehatan Masyarakat, Universitas Health 6 (1) (2017)
Sumatera Utara, Medan Rahayu, T, 2012, Evaluasi Pelaksanaan
Bahtiar, Y. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Program Pencegahan dan
Sikap Tokoh Masyarakat Dengan Penanggulangan Penyakit Demam
Perannya Dalam Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja
Berdarah di Wilayah Puskesmas Puskesmas Ketapang 2 (Studi di
Kawalu Kota Tasikmalaya. E- Kecamatan Mentawa Baru Ketapang
Journal.Litbang.Depkes. Volume 4, Kabupaten Kotawaringin Timur
Nomor 2, Desember 2012. halaman 12- Propinsi Kalimantan Tengah), Jurnal
20. Kesehatan Masyarakat, Vol. 1, No. 2,
Dinkes Sumatera Utara. 2018. Profil Kesehatan Tahun 2012, Hal. 479 – 492.
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017. Siyam, N, 2010, Fasilitasi Pelaporan KD-RS dan
Medan, Dinas Kesehatan. W2 DBD Untuk Meningkatkan
Departemen Kesehatan RI. 2011. Informasi Pelaporan Surveilans DBD. KEMAS, Vol.
Umum DBD. Jakarta: Departemen 8, No. 2, Tahun 2013, Hal. 113-120.
Kesehatan RI. Sitepu, F.Y., dkk. 2012. Evaluasi dan
Frans, YS, Antonius S, Dibyo, P, 2010, Evaluasi Implementasi Sistem Surveilans
dan Implementasi Sistem Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Singkawang, Kalimantan Barat,
Kota Singkawang-Kalimantan Barat 2010. Balaba, 8(01): 5-10.
tahun 2010, BALABA, Vol. 8, No. 1, Sri Wulandari, Wiwit. 2009. Evaluasi
Tahun 2011, Hal. 5-10. Pelaksanaan Program Pencegahan Dan
Ginanjar, Genis. 2008. Demam Berdarah. Penanggulangan Penyakit Demam
Yogyakarta: PT. Bintang Pustaka. Berdarah Dengue Dinas Kesehatan
Kemenkes RI. 1992. Keputusan Menteri Kabupaten Magetan Tahun 2008.
Kesehatan Republik Indonesia No : 581 Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi,
/ MENKES / SK / VII / 1992 Tentang Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik,
Pemberantasan Penyakit DBD. Jakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta
Kusumo, Rika Adi, Onny Setiani, Budiyono. Sari, Yunita Manda. 2013. Evaluasi Pelaksanaan
2014. Evaluasi Program Pengendalian Program Pemberantasan DBD (P2DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas
(DBD) di Kota Semarang Tahun 2011 Tamalanrea Makassar. JURNAL MKMI,
(Studi di Dinas Kesehatan Kota Juni 2013
Semarang). Jurnal Kesehatan Sulistya, 2006, Evaluasi Kegiatan Pelaksanaan
Lingkungan Indonesia Vol. 13 No.1 Surveilans Malaria Di Dinas Kesehatan
April 2014 Kab.Sleman Tahun 2005, Thesis, Undip,
Laras, P, 2010, Evaluasi Sistem Surveilans DBD Semarang.
Berdasarkan Komponen dan Atribut Syahraji, M dan Dian Budi Santoso. 2019.
Surveilans di DKK Trenggalek, Thesis, Indikator Input Sistem Surveillance
Unair, Surabaya. Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Mufidz, Maulana. 2016. Evaluasi Input Sistem Kota Yogyakarta. Jurnal Manajemen
Surveilans Demam Berdarah Dengue di Informasi Kesehatan Indonesia, Vol. 7,
Dinas Kesehatan Kab Tegal. Vol 5, No. 2. No, 1 Maret 2019
Unnes Journal of Public Health. WHO. 2019. Dengue and Severe Dengue.
Mustaring, N.A. 2010. Evaluasi Pengembangan Diakses dari
Kelurahan Siaga di Kelurahan https://www.who.int/news-room/fact-

39
Izzah Dienillah Saragih, Reinpal Falefi, Devi Juliana Pohan, Sri Rezeki Hartati Elliandy / Scientific Periodical of Public Health and Coastal 1 (1) (2019)

sheets/detail/dengue-and-severe- Kinerja Petugas Pokja DBD Tingkat


dengue pada 10 Mei 2019. Kelurahan di Kota Tasikmalaya [Tesis].
Zubaedah, I.S. 2007. Hubungan Faktor-Faktor Semarang: Universitas Diponegoro.
Sumber Daya Manusia Terhadap

Sumatera Utara; 2016;


63,21

Sumatera Utara; 2015;


41,3 Sumatera Utara; 2017;
38,7

Sumatera Utara; 2014;


Sumatera Utara; 2013;
21,2
19,81

Gambar 1. Grafik Trend IR DBD di Sumatera Utara Tahun 2013-2017

40
Contagion : Scientific Periodical of Public Health and Coastal Health
2685-0389

Gambar 2. Pemetaan angka IR DBD Kabupaten/Kota di Sumatera Utara 2017

Tabel 1. Gambaran Indikator Masukan Program Pemberantasan Demam Berdarah


Dengue di Dinas Kesehatan Sumatera Utara

No Variabel Hasil Keterangan

1 Sumber Daya 2 orang dokter, 1 orang Sudah terpenuhi pada tingkat provinsi
Manusia tenaga sanitarian dan 1 yang memilki sumber daya manusia
orang ahli epidemiologi (S2) berupa dokter, tenaga sanitarian dan
ahli epidemiologi.
2 Dana Terdapat anggaran dana Belum terpenuhi, alokasi
sebesar Rp 200 juta penganggaran dana untuk program
DBD yaitu lebih dari Rp 1 miliar
3 Sarana dan Terdapat insektisida Sudah terpenuhi, sarana dan prasarana
Prasarana sebanyak 2-liter, rapid test untuk tingkat provinsi telah tercukupi
100 item, dan larvasida 300 karena Dinas Kesehatan Provinsi
botol bukan pelaksana langsung untuk ke
daerah sasaran
4 Media Penyuluhan Hanya berupa Banner Belum terpenuhi. Leaflet, Flipchart dan
Poster belum ada

41

Potrebbero piacerti anche