Sei sulla pagina 1di 12

STUDI FENOMENOLOGIS

MEMAHAMI PENGALAMAN CYBERBULLYING PADA REMAJA

Lusi Alisah, Rouli Manalu


Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang Kotak Pos 1269
Telephone (024) 7465407 Faksimile (024) 7465405
Laman : http://www.fisip.undip.ac.id email : fisip@undip.ac.id
2018

ABSTRACT

This research starts from the number of cyber bullying events that occur among
adolescents that continue to increase. Cyber bullying involves many aspects and has a certain
impact on victims who experience it ranging from physical health, psychological to academic. This
study aims to describe the experience of cyber bullying in adolescents in a manner that is in
accordance with the perspective of victims who experienced it. This study uses a phenomenological
approach using qualitative descriptive analysis methods. Research with a phenomenological
approach tries to understand the meaning of an event and influence each other with humans in
certain situations. Therefore, this study seeks to present an overall picture to understand the
meaning of the experience of cyber bullying in adolescents through the perspective of victims. This
research sourced from five informants who were the victims of cyber bullying by conducting in-
depth interviews.

The findings show that cyber bullying is symbolic violence that continues from the real
world to the world of social media / technology. Victims who experience cyber bullying also
experience direct bullying in the real world. According to the victim, bullying behavior carried
out on social media was more severe than what was carried out directly. The perpetrators of cyber
bullying also show different behaviors by showing greater courage and aggressiveness on social
media than in the real world. Cyber bullying causes fear of social media for victims who
experience it. This fear is manifested in prudence in social media. In addition, cyber bullying
creates pressure on victims. The pressure was responded differently by the victims through
problem management to save / defend themselves from cyber bullying. The problem management
or the pattern of saving / defending themselves from cyber bullying pressure on the victim depends
on the pattern of social interaction, value system, age and its relationship to the ability to manage
emotions and the forms of abuse experienced. Cyber bullying also affects academic performance
with three types of impacts, such as negative, positive and neutral. This depends on the form of
cyber bullying experienced, the ability to manage emotions and the support of people around the
victim.

Key Words: Cyber Bullying, Teens, Social Media, Self Healing

1
PENDAHULUAN sehingga menimbulkan adanya cyber
bullying. Indonesia sendiri menjadi negara
Saat ini kita berada di jaman dimana nomor 1 terkait isu dan kasus cyberbullying
informasi menjadi hal penting yang (IPSOS, 2012: 11-12). Kasus cyberbullying
diproduksi oleh masyarakat. Informasi ini di Indonesia banyak terjadi di kalangan
bisa didapatkan melalui media komputer remaja. Sebagaimana yang disampaikan
maupun ponsel pribadi setiap saat dan setiap Mentri Sosial Khofifah Indar Parawansa,
harinya. Jaman ini disebut oleh Daniel Bell 84% anak berusia 12-17 tahun mengalami
(1973) sebagai jaman postindustrialism kasus bullying dan kebanyakan kasus
(Macionis, 2012: 84). Pada era ini kehidupan bullying yang ditemukan adalah
manusia menjadi lebih mudah dengan adanya cyberbullying (Detik, 21 Juli 2017). Tidak
interaktivitas yang tercipta dengan bantuan hanya itu, pada tahun 2016, 14% dari total
internet. Interaktivitas ini kemudian juga 3.580 kejadian adalah cyberbullying (Tribun
membentuk komunitas virtual (virtual Jogja, 22 Juli 2017).
community) yang digunakan oleh para Cyberbullying bukanlah masalah
penggunanya untuk membangun hubungan yang sepele. Cyberbullying kerap kali
personal. Aspek tersebut dapat terwujud menimbulkan dampak yang negative
karena perkembangan teknologi komunikasi terhadap korban yang mengalaminya.
yang memberikan dampak tidak adanya Menurut Ditch The Label yang melakukan
sekat-sekat dan stratifikasi bagi seluruh aspek survey pada 2.732 remaja berusia 13-25
kehidupan manusia atau keterlibatan individu tahun pada tahun 2015 disebutkan 49%
dengan meningkatkan kemudahan korban cyberbullying mengalami penurunan
komunikasi antar anggota dengan melampaui kepercayaan diri, 47% merasa gelisah, 38%
batas-batas geografis dan sosial mencoba untuk merubah dirinya, 30%
(Muhammad&Rouli, 2017:8). merasa cyberbullying adalah sebuah
Interaktivitas virtual community gangguan dunia nyata, 28% melakukan balas
didukung oleh adanya internet. Salah satu dendam dan mengirimkan balik sesuatu yang
pengguna internet di Indonesia adalah kasar, 24% menyakiti diri sendiri, 22%
remaja. Menurut APJII kelompok usia remaja mengubah penampilan mereka untuk
yang mengkonsumsi internet kian besar. mencoba dan menghindari perlakuan kasar,
Kelompok usia 15-19 tahun (remaja akhir) 16% ingin membalas dendam dan 13%
mencapai 12,5 juta pengguna, dan 10-15 berhenti menggunakan media sosial maupun
tahun (remaja awal) sebanyak 768 ribu aplikasi networking (Ditch The Label,
pengguna 2014:19).
(https://apjii.or.id/downfile/file/BULETINA Berdasarkan permasalahan yang
PJIIEDISI05November2016.pdf, hal 1). diuraikan, perlu sekali untuk melakukan
Diakses pada 15 Februari 2018. kajian yang lebih mendalam terkait peristiwa
Namun masalahnya banyak remaja ini. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk
yang tidak menyadari adanya potensi resiko menggambarkan pengalaman cyber bullying
ketika mereka melakukan interaksi online

2
pada remaja yang menjadi korban bisa kehilangan teman, merasa terhina/malu,
cyberbullying. dan kehilangan kepercayaan diri (Aftab,
2006; dalam Kowalski, Limber & Agatston,
KERANGKA TEORI 2008).
Nancy Willard menguraikan beberapa
Cyberbullying perilaku yang dianggap sebagai cyber
Bullying yang terjadi di internet disebut bullying adalah sebagai berikut:
dengan cyberbullying. Cyberbullying sama a. Flaming : tindakan saling cerca antara
dengan bullying yang terjadi pada umumnya, dua orang secara online yang terjadi di
yaitu sama-sama mengintimidasi ataupun latar publik, seperti chat rooms atau grup
mengganggu orang yang lemah namun diskusi.
umumnya banyak terjadi dimedia sosial. b. Harassment : tindakan pengiriman pesan
Perbedaan antara Cyberbullying dengan secara terus menerus yang menimbulkan
bullying adalah tempat di mana pelaku kegelisahan maupun beban emosional
melakukan intimidasi, ancaman, pelecehan, bagi korban melalui pesan personal
dll terhadap target. Cyberbullying adalah maupun publik.
kejadian ketika seorang anak atau remaja c. Denigration : pencemaran nama baik
diejek, dihina, diintimidasi, atau melalui penyebaran informasi yang tidak
dipermalukan oleh anak atau remaja lain benar atau menghina orang lain melalui
melalui media internet, teknologi digital atau media online, misalnya: merubah foto
telepon seluler (Utami,2014: 3). seseorang secara digital dengan buruk,
Cyber bullying dilakukan dalam perekaman lagu olok-olok untuk diakses
berbagai tipe dan metode perundungan. bebas, pembuatan situs buruk tentang
Menurut Aftab (2006) cyber bullying bisa dan atas nama korban.
bersifat langsung (direct cyber bullying) dan d. Impersonation : pelaku mendapatkan
tidak langsung (cyber bullying by proxy). password untuk mengakses akun korban
Perundungan langsung (direct cyber dan berpura-pura menjadi dirinya yang
bullying) adalah perundungan yang kemudian berkomunikasi secara negatif,
dilakukan dengan mengirim pesan langsung kejam serta tidak pantas di media online
ke remaja lain yang menjadi target. layaknya target sendiri yang
Perundungan tidak langsung (cyber bullying menyuarakan pikirannya.
by proxy) adalah perundungan yang e. Outing and Trickery: merujuk pada
menggunakan orang lain sebagai kaki tangan penyebaran informasi privat korban yang
untuk melakukan cyber bullying kepada dikirimkan kepada orang lain maupun
korban yang dituju. Pelaku dapat melakukan publik untuk mempermalukan dan
pembobolan akun dan masuk ke akun korban; menertawakannya.
mengirimkan pesan buruk, memalukan serta f. Exclusion/Ostracism : pengeluaran dan
melecehkan; menyetel ulang kata sandi dan pengasingan seseorang secara online
sebagainya. Karena tindakan tersebut korban maupun penghentian korban sebagai
tidak dapat mengakses akunnya sendiri dan daftar teman.

3
g. Cyberstalking : merupakan tindakan nyata. Para pengguna media sosial menjadi
mengikuti orang lain secara online dan lebih terbuka terhadap apa yang mereka
melakukan komunikasi yang alami sehari-hari.
mengganggu maupun mengancam
Disinhibition dapat terjadi dalam dua
korban secara terus menerus.
penampakan tujuan yang saling bertentangan
h. Happy Slapping : tindakan menampar
yaitu benign disinhibition dan toxic
atau melukai orang lain yang kemudian
disinhibition. Benign disinhibition terjadi
didokumentasikan dan disebarluaskan di
ketika seseorang menjadi pribadi yang positif
media online. (Kowalski,
ketika bermedia sosial. Toxic disinhibition
Limber&Agatston, 2008:46-51)
merupakan disinhibition yang dilakukan ke
arah yang negatif. Ada enam faktor yang
Fenomena Efek Disinhibition
menyebabkan terjadinya online disinhibition
Berbagai investigasi perilaku pada effect yaitu dissociative anonymity,
kebiasaan pengguna internet invisibility, asynchronity, solipsistic
mengindikasikan bahwa orang-orang introjection, dissociative imagination dan
mengatakan dan melakukan sesuatu di ruang minimization of status.
cyber yang mereka biasanya tidak katakan
a. Dissociative anonymity memungkinkan
atau lakukan dalam hubungan tatap muka.
seseorang dapat menyembunyikan
Dalam konteks online seseorang merasa
beberapa atau semua identitas diri
kurang dibatasi dan mereka mengekspresikan
mereka maupun merubah identitasnya di
diri mereka lebih terbuka daripada ketika
media sosial (anonymous). Hal ini
berinteraksi secara langsung. Fenomena ini
memungkinkan seseorang untuk
mulai menyebar yang kemudian dikenal
membuat akun palsu dan
sebagai online disinhibition effect. Kita juga
menggunakannya untuk melakukan
dapat berbicara mengenai tendensi ke arah
cyber bullying karena kemungkinan
digital schizophrenia, ketika seseorang
lolos dari tanggung jawab.
didorong untuk menjalani dua kehidupan
b. Invisibility membuat seseorang tidak
(nyata dan online), tendensi yang diperkuat
dapat terlihat secara online di media
oleh kondisi anonymity dan defragmentasi
sosial dan membuatnya mudah untuk
berikutnya atau memisahkan orang tersebut,
melihat kegiatan pengguna media sosial
membuat timbulnya pemisahan diri dari
lainnya tanpa diketahui. Invisibility
dunia nyata yang satu.
memungkinkan seseorang untuk
Seseorang yang menggunakan media melakukan cyber stalking di media
sosial memiliki dua dunia yaitu dunia maya sosial.
dan dunia nyata. Keduanya berjalan dengan c. Faktor Asynchronity membuat pengguna
berbeda dan apa yang dilakukan atau media sosial tidak terlibat dalam
dikatakan seseorang di media sosial berbeda percakapan yang terus menerus.
dengan ketika mereka melakukan atau Seseorang mungkin mengambil
mengatakannya secara langsung di dunia beberapa menit, jam, atau hari, atau

4
bahkan bulan untuk menjawab ketika METODE PENELITIAN
melakukan komunikasi melalui media Penelitian ini menggunakan metode
sosial. kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif.
d. Solipsistic introjection memungkinkan Pendekatan yang dilakukan adalah
seseorang dapat menetapkan gambaran fenomenologi. Tujuan utama dari
image tentang suara, tampilan dan fenomenologi adalah untuk mereduksi
perilaku seseorang di media sosial yang pengalaman individu pada fenomena menjadi
diciptakan dalam dunia intrapsychicnya. deskripsi tentang esensi atau intisari
Dengan adanya solipsisthic introjection universal. Deskripsi ini terdiri terdiri dari apa
seseorang merasa berbicara pada dirinya yang mereka alami dan bagaimana mereka
sendiri dan lebih mudah untuk mengalaminya (Creswell,2013:105).
mengungkapkan apa yang tidak ingin Penelitian ini mendeskripsikan
dikatakannya kepada orang lain. Jika hal pemaknaan umum mengenai tindakan cyber
ini menjadi diluar kendali maka dalam bullying dari sudut pandang korban.
waktu cepat akan menimbulkan cyber Pengalaman dari setiap korban cyber bullying
bullying yang dilatarbelakangi oleh kemudian direduksi menjadi sebuah deskripsi
ketidaksadaran dalam berperilaku di esensi atau intisari universal mengenai
media sosial. tindakan cyber bullying. Penelitian dilakukan
e. Dissociative imagination adalah ketika dengan melakukan indepth interview pada 3
seseorang menciptakan diri imajiner di remaja perempuan dan 2 remaja laki-laki
media sosial dan merasa bahwa berusia 13-18 tahun yang pernah mengalami
kehidupannya di media sosial adalah cyberbullying di Jawa Tengah.
sebuah permaian (tanpa norma dan
aturan) yang ditinggalkan ketika mereka HASIL PENELITIAN
kembali ke dunia nyata. Seseorang Penelitian ini dilakukan untuk
merasa lepas dari tanggung jawab mengetahui gambaran pengalaman
setelah mereka bermain di media sosial cyberbullying yang dialami oleh informan
dan tidak merasa harus bertanggung berusia remaja. Menurut Moustakas (1994)
jawab atas apa yang terjadi ketika analisis data penelitian fenomenologi dibagi
bermedia sosial. menjadi tiga jenis deskripsi yaitu deskripsi
f. Minimization of Status membuat semua tekstural, deskripsi struktural dan sintesis
orang memiliki peluang yang sama makna tekstural dan struktural.
untuk menyuarakan diri (setara). Pengalaman para informan tersebut
Seseorang merasa sebagai pemilik media dideskripsikan ke dalam dua bentuk yaitu
sosial dan bebas untuk menggunakan deskripsi tekstural dan struktural. Deskripsi
sesuai keinginannya. Hal ini membuat tekstural merupakan data yang muncul dari
siapa saja dapat melakukan cyber hasil wawancara dengan informan. Pada
bullying kepada siapa saja termasuk bagian ini dijelaskan apa yang dialami
pejabat negara (Agustina, 2015:42-43). informan sesuai kategori dan tema yang
muncul setelah dilakukannya open coding

5
dan analisis pernyataan informan secara teliti. yang berlanjut di dunia online (Cyber
Tema-tema yang muncul dalam deskripsi Bullying sebagai Kekerasan Simbolik)
tekstural penelitin ini adalah :
Hasil temuan penelitian menunjukkan
1. Pola Penggunaan Media Sosial
bahwa cyber bullying merupakan bentuk
2. Pola Interaksi Sosial Informan
lanjut/ulangan dari bullying yang diterima
3. Pengalaman Cyberbullying
korban di dunia nyata. Bullying ini umumnya
4. Tindakan Setelah Cyberbullying
terjadi dalam berbagai bentuk seperti cercaan
Setelah dilakukan deskripsi tekstural
dan pengasingan sosial. Tindakan ini
tahap selanjutnya adalah menyusun deksripsi
menjelma menjadi cyber bullying karena
struktural. Deskripsi struktural menyajikan
dilakukan di media sosial dengan berbagai
invariant horizon ataupun pengalaman-
sebutannya seperti harrashmen dan
pengalaman unik informan dalam peristiwa
exclusion. Media sosial membuka ruang baru
cyberbullying. Pengalaman-pengalaman
bagi para penggunanya untuk melakukan
tersebut dikelompokkan dalam tema-tema
tindakan negatif yang dilakukan di dunia
struktural. Tema-tema yang muncul dalam
nyata, bahkan lebih parah seperti misalnya :
deskripsi struktural penelitian ini adalah :
denigration (pencemaran nama baik),
1. Persepsi Informan terhadap Pelaku
impersonation (berpura-pura sebagai
Cyberbullying
korban/mengimitasi sebagaimana korban)
2. Ketakutan Bermedia Sosial
dan lebih parahnya menjadikan korban
3. Metode
sebagai objek pelecehan seksual cyber.
Mempertahankan/Menyembuhkan diri
Utami berargumen bahwa cyber bullying
dari Cyber bullying (Cyberbullying Self
merupakan kekerasan simbolik yang terjadi
Healing/Surviving Method)
di dunia cyber. Kekerasan simbolik adalah
4. Cyberbullying dan Performa Akademik
kekerasan yang tidak nampak, melainkan
(Cyberbullying and Academic
luka secara psikis Utami (2014:9).
Performance)
Hasil temuan menunjukkan bahwa
DISKUSI DAN PEMBAHASAN sebagian besar pelaku adalah teman dekat
Setelah mendeskripsikan temuan penelitian atau teman sekolah korban. Artinya, pelaku
ke dalam deskripsi tekstural dan struktural, yang melakukan cyber bullying adalah
selanjutnya adalah menyusun sintesis dan seseorang yang dikenal korban. Pelaku
esensi yang menyajikan intisari pengalaman kemudian menumpahkan kebenciannya
dengan melakukan integrasi makna tekstural dengan melakukan cercaan kepada korban di
dan struktural. Pada bagian ini dimunculkan dunia online. Argumen ini kemudian
argument-argumen hasil temuan penelitian. diperkuat oleh Patchin&Hinduja (2012:27)
Argumen-Argumen tersebut adalah sebagai bahwa sebagian besar insiden cyber bullying
berikut : terjadi antara satu individu dengan individu
1. Cyber Bullying Seringkali lain yang saling mengenal atau memiliki
merupakan wujud bullying dunia nyata hubungan. Dalam penelitian terakhirnya
ditemukan 84% korban cyber bullying

6
dirundung oleh seseorang yang dikenalnya. ketika berinteraksi di dunia maya individu
Kurang dari 7% melaporkan cyber bullying tidak dapat melihat ekspresi wajah, nada
yang dilakukan seseorang tak dikenal. suara juga bahasa nonverbal lawan bicara.

2. Korban Beranggapan Media Sosial 3. Ketakutan dalam Bermedia Sosial


Memberikan Keberanian Bagi Pelaku karena Cyber Bullying (Reaksi Ketakutan
untuk Melakukan Cyber Bullying yang Bermedia Sosial dalam Cyber Bullying)
Lebih Agresif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Hasil temuan penelitian menunjukkan cyber bullying menyebabkan ketakutan
bahwa berdasarkan sudut pandang korban bermedia sosial bagi korban. Hal ini
media sosial memberikan keberanian bagi ditunjukkan dengan perilaku kehati-hatian
pelakunya untuk melakukan cyber bullying. korban di media sosial. Perilaku tersebut
Menurut sudut pandang korban, pelaku diantaranya diwujudkan dengan adanya
memiliki perilaku yang berbeda antara yang pengelolaan privatisasi akun, pemilihan
ditunjukkan di media sosial dan di dunia konten yang dibagikan di media sosial,
nyata. Sikap yang ditunjukkan di dunia nyata pembatasan kontak media sosial, pemilihan
tidak seberani dan separah sebagaimana yang keaktifan di ruang obrolan tertentu, anggapan
dilakukan di media sosial. Sikap ini semakin tidak pentingnya media sosial, penurunan
ditunjukkan dengan perilaku yang lebih intensitas dan keaktifan interaksi online,
agresif pada akun-akun bermuatan anonym kecenderungan pe-nonaktifan gadget,
(tak dikenal) oleh korban. Pelaku anonym uninstall aplikasi media sosial, bahkan
bahkan berani mengancam dan menuntut penarikan diri dari interaksi di media sosial.
pada korban ketika melakukan cyber
Korban melakukan hal demikian
bullying. Sementara pelaku nonym (dikenal)
karena ketakutan mereka akan pengalaman
cenderung lebih berani mencaci, melabrak,
cyber bullying yang berulang pada dirinya.
terlibat perhujatan dan suka menyindir.
Selain itu, korban sangat menyadari bahwa
Dalam konteks kebahasaan saat ini tindakan
media sosial merupakan tempat berbahaya
pelaku disebut sebagai gampang nyinyir. Hal
dimana siapa saja dapat melakukan hal
ini tentunya menyiratkan bahwa remaja tidak
negatif padanya. Korban juga menyadari
memahami keberadaanya di dua dunia yang
bahwa konten yang dibagikan tidak selalu
mana di kedua dunia tersebut (online dan
direspon oleh baik oleh pemirsanya. Dapat
offline) tetap dibatasi oleh norma dan aturan.
disimpulkan bahwa cyber bullying membuat
Argumen ini dikuatkan kembali oleh korbannya lebih sadar terhadap teknologi dan
Caldwell (2013, dalam tidak mempercayai teknologi serta berhati-
Sartana&Nelia,2017:36) bahwa individu hati dalam penggunaannya. Argumen ini
akan memunculkan perilaku berbeda saat didukung oleh Jack Rivituso (2014:73)
berada di dunia maya dibanding dunia nyata bahwa pengalaman cyber bullying membuat
karena keterbatasan mereka dalam korbannya lebih sadar terhadap teknologi dan
mempersepsikan kehadiran orang yang tidak mempercayai teknologi serta berhati-
mereka ajak interaksi. Hal itu terjadi karena hati dalam penggunaannya. Selain itu,

7
pengalaman tersebut membuat mereka Argumen bahwa internalisasi nilai-
merasa kecewa dan tidak mempercayai nilai positif dalam diri korban cyber bullying
teman belajar mereka. merupakan hal yang penting senada dengan
argument Patchin&Hinduja yang
4. Upaya Internalisasi Nilai-Nilai
menjelaskan tentang upaya terapi dengan
Positif pada Diri Korban dan
menanamkan sugesti positif pada korban
Pengurangan Independensi dengan
cyber bullying. Menurut Patchin&Hinduja
Bersikap Lebih Terbuka kepada Orang
(2012:81), sistem kepercayaan yang lebih
Lain Membantu Upaya Mempertahankan
masuk akal dan fleksibel dapat membantu
dan Menyelamatkan Diri dari Cyber
korban berhasil mengatasi pengalaman
Bullying. Sementara Aspek Usia dengan
traumatis cyber bullying. Sistem kepercayaan
Kemampuan Emosional yang Masih Labil
yang dimaksud Patchin&Hinduja disini
Menjadi Tantangan Tersendiri dalam
adalah internalisasi nilai-nilai positif ke
Upaya tersebut.
dalam diri korban cyber bullying. Sistem ini
Temuan penelitian menunjukkan ada dalam terapi perilaku rasional
bahwa upaya internalisasi nilai-nilai positif (REBT/Rational Emotive Behavioral
dalam diri korban cyber bullying dan Therapy) yang dapat dilakukan oleh
pengurangan independensi dengan bersikap konselor. Berdasarkan argument
lebih terbuka kepada orang lain membantu Patchin&Hinduja, korban dalam penelitian
upaya mempertahankan dan menyelamatkan cyber bullying pada remaja ini juga
diri dari cyber bullying. Sementara aspek usia melakukan internalisasi nilai-nilai positif
dengan kemampuan emosional yang masih namun tanpa melibatkan bantuan dari
labil menjadi tantangan tersendiri dalam konselor.
upaya mempertahankan diri dan
Temuan penelitan menunjukkan
menyelamatkan diri dari cyber bullying.
bahwa pengurangan independensi dengan
Upaya internalisasi nilai-nilai positif bersikap lebih terbuka kepada orang lain
dalam diri korban cyber bullying diwujudkan membantu korban menghadapi tekanan cyber
dengan tindakan mendekatkan diri kepada bullying. Keterbukaan baik dengan
Tuhan atau menyandarkan diri pada nilai- teman/sahabat, keluarga dan pihak-pihak
nilai agama, mengkonsumsi konten kesukaan lainnya memungkinkan korban
atapun yang menyalurkan emosi dan menyelamatkan diri dari kondisi tekanan
mengalihkan diri dari masalah cyber akibat cyber bullying serta mendapatkan
bullying, berfikir positif dengan menjadikan solusi atas permasalahannya. Semakin tinggi
cyber bullying sebagai pelajaran dan keterbukaan semakin besar kemungkinan
instropeksi diri, melapangkan hati dan fokus untuk menyelamatkan atau mempertahankan
pada tujuan pribadi, menyendiri dan diri dari cyber bullying.
mengumpulkan semangat untuk bangkit serta
Argumen bahwa pengurangan
mencari dukungan dari orang lain.
independensi menjadi salah satu faktor yang
berperan dalam manajemen masalah cyber

8
bullying dikuatkan oleh penelitian Jack menunjukkan tanggapan terhadap kekerasan.
Rivituso. Sebelumnya peneliti jelaskan Namun mereka mencari bantuan kepada
bahwa penelitian Jack Rivituso menjelaskan wakil presiden bidang kemahasiswaan, polisi
tentang intervensi teman dalam menghadapi setempat ataupun kantor keamanan kampus.
masalah cyber bullying. Intervensi ini Temuan ini menunjukkan bahwa diantara
merupakan salah satu bentuk pengurangan korban usia dewasa lebih terkontrol.
independensi dengan lebih terbuka kepada Dombeck (2007) menyatakan bahwa jenis
orang lain yaitu dalam penelitiannya adalah respon ini menunjukkan kematangan sosial
teman korban. Jack Rivituso berargumen dalam orang dewasa, dan kematangan sosial
(2014:73) bahwa pertemanan memainkan memungkinkan mereka untuk menghadapi
peran penting dalam kehidupan korban cyber situasi kacau dan tidak nyaman dengan cara
bullying. Seluruh partsipan penelitiannya yang diterima secara sosial. Sebagai
mengindikasikan bahwa korban cyber tambahan, Allison Dempsey memberikan
bullying mencari bimbingan, kenyamanan argumen dalam penelitiannya bahwa remaja
dan dukungan emosional dari teman mereka belum sepenuhnya memiliki
untuk membantu mereka mengatasi dan mengembangkan copying mechanism positif
menghadapi kekerasan yang dialaminya. dan keterampilan bertahan untuk mengatasi
stress. (Patchin&Hinduja, 2012:24-25)
Sementara itu, temuan penelitian
lainnya menunjukkan bahwa usia dengan 5. Performa Akademik dan Cyber
kemampuan emosional yang masih labil juga Bullying (Dampak Cyber Bullying
menjadi faktor yang menentukan terhadap Performa Akademik)
kemampuan korban cyber bullying dalam
Temuan penelitan menunjukkan
mempertahankan dan menyelamatkan diri
bahwa cyber bullying mempengaruhi
dari masalah cyber bullying. Hal ini karena
performa akademik dalam tiga dampak yaitu
kemampuan emosional mempengaruhi
negatif, positif dan netral. Hal ini tergantung
kemampuan korban dalam menghadapi
pada bentuk cyber bullying yang dialami,
tekanan serta merumuskan solusi atas cyber
kemampuan pengelolaan emosi dan
bullying yang dialami. Usia yang cenderung
dukungan dari orang sekitar korban. Korban
masih muda rentan mengalami tekanan dan
yang mengalami dampak negatif disebabkan
depresi. Sementara usia dengan kematangan
oleh rendahnya kemampuan pengelolaan
emosional yang jauh lebih baik mendorong
emosi yang juga dipengaruhi oleh usia
korban untuk dapat menangani tekanan yang
korban ketika mengalami cyber bullying.
dialaminya/kurang rentan mengalami
Selain itu, bentuk cyber bullying juga
depresi.
membekaskan tingkat trauma yang berbeda-
Argumen ini didukung oleh Jack beda. Pada kasus tertentu cyber bullying
Rivituso (2014:74) bahwa kedewasaan menimbulkan trauma yang terus membekas
mempengaruhi respon yang diberikan dan pada kasus lainnya teratasi dalam jangka
terhadap cyber bullying. Penelitiannya waktu tertentu. Korban yang mengalami
menyebutkan bahwa peserta penelitian tidak performa akademik yang positif apabila

9
memiliki pengelolaan emosi dan supporting bervariasi dibandingkan dengan bullying
system (dukungan) yang baik. Sementara offline seperti misalnya impersonation
korban yang tidak terpengaruh pada performa (berpura-pura menjadi korban).
akademiknya disebabkan karena bentuk 2) Korban beranggapan bahwa media
cyber bullying khusus yang tidak ditujukan sosial memberikan keberanian bagi pelaku
langsung atau memberikan konsekuensi untuk melakukan bullying yang lebih agresif.
negative tertentu padanya sehingga tidak Hal ini disebabkan karena adanya faktor
menimbulkan rasa sakit secara psikis. Korban invisibility (tidak dapat terlihat), anonymity
ini salah satunya ada pada cyber bullying (tidak diketahui identitasnya) dan solipsisthic
berbentuk flaming antar penggemar. introjection (mudah mengungkapkan
perasaan) ketika bermedia sosial. Faktor-
Penemuan Qais Faryadi (2011)
faktor tersebut membuat remaja menjadi
membuktikan adanya kesesuaian dengan
lebih agresif melakukan cyber bullying
temuan dalam penelitian ini yaitu adanya
dibandingkan ketika melakukan bullying
hubungan cyber bullying dan kemampuan
secara langsung/offline. Remaja memiliki
emosional serta performa akademik.
karakter yang berbeda di dunia online dan
Penelitian Qais Faryadi yang menunjukkan
offline yang disebut sebagai toxic
95% respondennya menyatakan bahwa
disinhibition effect, disinhibition yang
mahasiswa memiliki ketakutan dan
mengacu pada karakter negatif.
kekhawatiran terhadap ruang kelas. (Faryadi,
3) Cyber bullying menyebabkan
2011:25)
ketakutan bermedia sosial. Ketakutan
tersebut diwujudkan dalam kehati-hatian
dalam bermedia sosial. Tindakan yang
PENUTUP
dilakukan korban cyber bullying kaitannya
A. Kesimpulan dengan ketakutan mereka bermedia sosial
1) Pengalaman cyber bullying yang diantaranya pengelolaan privasi akun,
dialami oleh para korban cyber bullying pemilihan konten yang dibagikan di media
seringkali adalah lanjutan tindakan bullying sosial, pembatasan kontak media sosial,
yang diterima di dunia nyata. Korban yang memilih aktif di ruang obrolan tertentu,
mengalami cyber bullying juga mengalami menganggap media sosial tidak terlalu
bullying di dunia nyata. Pengalaman cyber penting, menurunkan intensitas dan keaktifan
bullying juga seringkali selaras dengan interaksi online, menon-aktifkan gadget,
pengalaman bullying yang diterima oleh uninstall aplikasi media sosial dan bahkan
korban ketika berinteraksi di dunia nyata. menarik diri dari interaksi online di media
Artinya bentuk cyber bullying tidak jauh sosial.
berbeda dengan bentuk bullying yang dialami 4) Upaya internalisasi nilai-nilai positif
korban secara langsung. Hanya saja cyber dan pengurangan independensi dengan
bullying memiliki ruang yang berbeda bersikap lebih terbuka kepada orang lain
dengan bullying offline. Selain itu, cyber membantu upaya mempertahankan dan
bullying dapat memiliki bentuk yang lebih menyelamatkan diri dari cyber bullying.

10
Sementara aspek usia dengan kemampuan hanya menggunakan sudut pandang yaitu
emosional yang masih labil menjadi sudut pandang korban. Diharapkan dengan
tantangan tersendiri dalam upaya tersebut. adanya kombinasi dua sudut pandang akan
Internalisasi nilai-nilai positif membantu lebih membuat penjelasan terkait cyber
korban cyber bullying mengalihkan diri dari bullying lebih komprehensif. Selanjutnya
tekanan akibat cyber bullying. Sementara penelitian dapat diarahkan pada upaya
keterbukaan menjadi kunci bagi korban cyber berbagai elemen masyarakat termasuk media
bullying dalam menghadapi tekanan dalam membungkus dan menangani isu
sekaligus mencari solusi atas permasalahan terkait cyber bullying. Hal tersebut terkait
cyber bullying yang dialami. Namun usia dengan upaya pencegahan, intervensi dan
menjadi salah satu faktor yang kebijakan yang dapat dilakukan untuk
mempengaruhi kemampuan pengelolaan menangani fenomena yang terus sejalan
emosi sehingga mempengaruhi pula dengan perkembangan teknologi ini.
kemampuan dalam mempertahankan diri dari Penelitian juga dapat diarahkan pada
tekanan akibat cyber bullying. efektifitas peraturan ataupun perundang-
5) Cyber bullying memberikan dampak undangan yang menangani perkara tersebut.
pada performa akademik korban yang
mengalaminya. Dampak tersebut bervariasi DAFTAR PUSTAKA
yaitu negatif, positif dan netral. Dampak
negatif cyber bullying pada performa Buku
akademik diantaranya penurunan nilai Creswell, J.W. 2013. Penelitian Kualitatif &
drastis, kemampuan mengingat dan Desain Riset: Memilih di Antara Lima
berkonsetrasi, menyerap materi pelajaran Pendekatan. Third Edition. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
serta bakat korban. Dampak positif cyber
Kowalski, R.M. dkk. 2008. Cyberbullying :
bullying pada performa akademik mendorong Bullying In the Digital Age. United
korban menjadi siswa berprestasi, memiliki Kingdom: Blackwell Publishing
nilai baik, terdorong untuk Macionis, J.J. 2012. Sociology, Fourteenth
mengaktualisasikan diri dengan terlibat Edition. United States: Pearson
dalam kegiatan bergengsi. Dampak Education, inc
netralnya, cyber bullying tidak memberikan Moustakas, Clark. 1994. Phenomenological
Research Methods. California: SAGE
dampak berarti terhadap korban.
Publications
Patchin&Hinduja. 2012. Cyberbullying
B. Saran Prevention and Response. New York:
Penelitian ini memiliki subjek yang Routledge
kurang bervariasi dan hanya berfokus pada
remaja. Bagi penelitian selanjutnya, akan Jurnal dan Laporan
lebih baik jika dapat menggali lebih dalam Agustina, J.R. 2015. Understanding Cyber
tentang cyber bullying yang terjadi pada Victimization: Digital Architectures and
berbagai jenjang pendidikan, karir maupun the Disinhibition Effect. International
kelompok tertentu. Selain itu, penelitian ini

11
Journal of Cyber Criminology, Vol. 9, IPSOS. 2011. Ipsos Global @dvisor Wave
Issue. 1 January, hlm. 35-54 27: Cyberbullying,
Faryadi,Qais. 2011. Cyberbullying and https://www.ipsos.com/ipsos-mori/en-
Academic Performance. International uk/ipsos-global-dvisor-wave-27-
Journal of Computational Engineering cyberbullying, diakses pada 08 Februari
2018
Research, Vol. I, Issue. 1, hlm. 23-30
Kowalski, R.M. dkk. 2008. Cyberbullying :
Muhammad, Rafky & Rouli Manalu.2017. Bullying In the Digital Age,
Analisis Pemanfaatan Virtual http://bookfi.net/dl/1062686/bfd4bb,
Community Sebagai Media Komunikasi diakses pada 24 Januari 2018
Kelompok Melalui Sosial Media. Laksana, B.A. 2017. Mensos: 84% Anak Usia
https://media.neliti.com/media/publicati 12-17 Tahun Mengalami Bullying,
ons/185651-ID-analisis-pemanfaatan- https://news.detik.com/berita/d-
virtual-community-s.pdf, hlm. 8 3568407/mensos-84-anak-usia-12-17-
Rivituso, Jack. 2014. Cyberbullying tahun-mengalami-bullying, diakses pada
Victimization among College Students: 03 Februari 2018
An Interpretive Phenomenological Tribun Jogja. 2017. Laporan Bullying
Analysis. Journal of Information Diterima Tepsa Kemensos hingga Juli
Systems Education, Vol. 25 (1), hlm. 2017,
71-75 http://jogja.tribunnews.com/2017/07/22/
117-laporan-bullying-diterima-tepsa-
Sartana & Nelia Afriyeni. 2017. Perilaku
kemensos-ri-hingga-juli-2017, diakses
Perundungan Maya (Cyberbullying) pada 05 Februari 2018
pada Remaja Awal. Jurnal Psikologi
Insight, Vol. 1, No.1, hlm. 25-41
Utami, Y.C. 2014. Cyberbullying di
Kalangan Remaja:Studi tentang Korban
Cyberbullying di Kalangan Remaja di
Surabaya. Jurnal Komunitas, Vol. 3, No.
3, hlm. 1-10

Internet
Agustina, J.R. 2015. Understanding Cyber
Victimization: Digital Architectures and
the Disinhibition Effect,
http://www.cybercrimejournal.com/Agu
stina2015vol9issue1.pdf, diakses pada
11 Februari 2018
APJII. 2016. Survey APJII 2016,
https://apjii.or.id/downfile/file/BULETI
NAPJIIEDISI05November2016.pdf,
diakses pada 15 Februari 2018
Ditch The Label. 2014. The Wireless Report
2014, https://www.ditchthelabel.org/wp-
content/uploads/2016/07/wireless2014.p
df, diakses pada 09 Februari 2018

12

Potrebbero piacerti anche