Sei sulla pagina 1di 9

DESAIN LINGKUNGAN KERJA INDUSTRI KARET BERBASIS ERGONOMI

GUNA REDUKSI BEBAN KERJA DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS

Heri Setiawan
Jurusan Teknik Industri, Sekolah Tinggi Teknik (STT) Musi Palembang
Jl. Bangau 60 Palembang, Sumatera Selatan 30113
e-mail: herisetiawan1971@gmail.com

ABSTRACT
Achievement of plant capacity and reducing bottlenecks in the production process at wet
blanket physical work environment determined on the level worker of workload and result of the
production per work shift. Capabilities and limitations of workers, equipment, task, and
environmental organizations must be harmonized for level worker of workload and result of the
production per work shift. The problem scale priority based on total ergonomics must be applied
early with identification of 8 aspects of ergonomics, planned and considered systemic, holistic,
interdisciplinary and participatory and apply the concept of appropriate technology become one of
problem solution about this case. Reduction of level worker of workload and increase result of the
production per work shift based on ergonomics; include redesigning of the table and standing-seat
chair folding work wet blanket, setting the pattern system of pair work, giving an active break,
providing additional nutrition in the form of sweet tea and snack pempek, provision of personal
protective equipment, and redesigning of the physical work environment. Experimental research
was using the treatment by subject design, with involved 17 workers samples who perform
activities on the conditions of activity before and after the redesign based on ergonomics. The level
worker of workload and result of the production per work shift data were analyzed using Two Pair
Sample t-test at a significance level of 5%. The results of study showed that after redesign of wet
blanket physical work environment based on ergonomics there was a significant reduction of the
level worker of workload as 24.39%, and increase result of the production per work shift as
20.29%.

Keywords: Physical Work Environment Design, Rubber Industry, Total Ergonomics, Workload and
Result of The Production per Work Shift.

INTISARI
Pencapaian kapasitas pabrik dan reduksi bottleneck proses produksi di lingkungan fisik
kerja blanket basah sangat ditentukan oleh tingkat beban kerja pekerja dan hasil produksi per shift
kerja. Kemampuan dan keterbatasan pekerja, peralatan kerja, task, organisasi dan lingkungan
kerja harus diserasikan guna mereduksi beban kerja pekerja dan meningkatkan hasil produksi per
shift kerja. Penentuan skala prioritas permasalahan berbasis ergonomi total dilakukan sejak dini
dengan identifikasi 8 aspek ergonomi, direncanakan dan dipertimbangkan secara sistemik, holistik,
interdisipliner dan partisipatori serta menerapkan konsep teknologi tepat guna menjadi salah satu
metode yang mampu memberi solusi terhadap masalah tersebut. Reduksi beban kerja pekerja dan
hasil produksi per shift kerja berbasis ergonomi meliputi; redesain meja dan kursi kerja lipat blanket
basah, pengaturan pola sistem kerja berpasangan, pemberian istirahat aktif, pemberian asupan
nutrisi tambahan berupa teh manis dan snack pempek, pemberian alat pelindung diri, dan redesain
lingkungan fisik kerja. Penelitian eksperimental dengan rancangan sama subjek, melibatkan 17
pekerja sampel yang melakukan aktivitas pada kondisi lingkungan fisik kerja sebelum dan setelah
desain berbasis ergonomi. Data beban kerja dan hasil produksi per shift kerja dianalisis dengan uji
Two Pair Sample t-test pada taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, setelah
desain lingkungan fisik kerja blanket basah berbasis ergonomi terjadi reduksi beban kerja sebesar
24,39% dan peningkatan hasil produksi per shift kerja sebesar 20,29%.
.
Kata kunci : Desain Lingkungan Fisik Kerja, Industri Karet, Ergonomi Total, Beban Kerja dan
Hasil Produksi per Shift Kerja.

Jurnal Teknologi, Volume 7 Nomor 1, Juni 2014, 29- 37 29


PENDAHULUAN pengerjaan melipat blanket basah secara
Latar Belakang Masalah manual yang belum mampu mengimbangi
Output produksi stasiun kerja blanket kecepatan output mesin creeper, diduga
basah (SKBB) industri karet X di Palembang, menjadi faktor utama terjadinya bottleneck
Sumatera Selatan belum dapat memenuhi blanket basah yang akan dikirim ke kamar
kebutuhan input stasiun kerja crumb rubber, jemur. Pada proses kerja melipat tersebut,
karena SKBB masih banyak didominasi oleh faktor manusia memiliki peranan penting dalam
pekerjaan manual. proses produksi di SKBB yang didominasi oleh
Pada SKBB terdapat fasilitas kerja; pekerjaan manual. Dominasi kerja manual
beberapa mesin breaker, hammer mill, tiga merupakan salah satu faktor yang berpotensi
mesin creeper pembuat blanket basah, enam terjadinya peningkatan beban kerja pekerja.
meja lipat blanket basah, salangan dan trolley Tingkat beban kerja yang dialami pekerja yang
yang dikelola secara manual. Selanjutnya cukup tinggi, berakibat pada kerja yang
blanket basah yang telah ditimbang segera melambat yang pada akhirnya berakibat
dibawa ke kamar jemur untuk dijemur. kepada hasil produksi per shift kerja yang
Kapasitas produksi crumb rubber pabrik yang rendah atau gagalnya pencapaian target
terpasang, sebesar 60.000 ton/tahun. Pada produktivitas (Grandjean, 2000).
tahun 2012 baru mampu memproduksi Pekerja melakukan pekerjaan manual
76,67% dari kapasitas pabrik terpasang mengelola benda kerja berupa kepingan
(Setiawan, 2012a). Oleh sebab itu, kecepatan blanket basah hasil dari mesin crepeer dengan
produksi di SKBB harus ditingkatkan lagi tangan untuk mengambil, menarik, melipat,
untuk mengimbangi kecepatan produksi mesin memotong, mengangkat, dan meletakkan
creeper dan kebutuhan stasiun kerja crumb blanket basah. Punggung membungkuk,
rubber tangan melipat dan memotong blanket basah
Proses produksi di SKBB secara umum, secara monoton dan repetitif dengan sikap dan
adalah: bokar dari gudang diproses dalam posisi kerja yang tidak ergonomis. Kondisi
mesin breaker, mesin cuci, mesin fine hammer sikap kerja yang repetitif dan memerlukan
mill dan masuk ke mesin creeper menjadi energi lebih besar pada proses memotong
kepingan blanket basah. Output tiga mesin kepingan blanket basah akan berdampak pada
creeper adalah blanket basah berupa kepingan beratnya beban kerja dan sangat berisiko
setebal 10 - 13 mm, lebar ± 50 cm dan keluar menimbulkan keluhan nyeri punggung bawah
secara kontinyu dari mesin tersebut. Blanket (Cardon dan Balague, 2004; Albayrak et al.,
basah kemudian diproses secara manual oleh 2010). Keluhan - keluhan yang dialami oleh
pekerja yang bekerja di enam meja lipat pekerja tersebut diatas adalah sebagai akibat
dengan komposisi satu meja/pekerja. Pekerja perhatian terhadap kualitas hidup pekerja yang
bertugas melipat dan memotong blanket basah masih rendah dan berdampak pada
hingga ukuran panjang 4 - 6 m kemudian produktivitas pekerja yang rendah.
meletakkannya di salangan. Berat blanket Hasil penelitian pendahuluan dengan dua
basah tiap keping 10 - 15 kg dan setelah variabel tergantung sebagai berikut: skor beban
sejumlah 10 - 15 keping/salangan akan dibawa kerja 136,75 ± 8,22 dan hasil produksi per shift
dengan trolley untuk ditimbang dan kerja 12350,67 ± 1188,36 kg/shift kerja
digantungkan pada drying shed chains menuju (Setiawan, 2012b). Hasil ini menunjukkan
kamar jemur. bahwa indikator beban kerja pekerja meningkat
Di SKBB masih sering terjadi bottleneck di atas 15% dibandingkan keadaan normal,
proses produksi, dikarenakan tidak sehingga perlu direduksi atau diturunkan.
seimbangnya kecepatan proses tiga mesin Demikian juga hasil produksi per shift kerja
creeper dengan proses melipat dan memotong atau produktivitas pekerja perlu ditingkatkan
blanket basah oleh enam pekerja di meja lipat sehingga mampu mereduksi fenomena
blanket basah, kapasitas pabrik belum bottleneck dan mencapai kapasitas terpasang
terpenuhi dan dominasi kerja manual. Oleh pabrik, yaitu 60.000 ton/tahun.
sebab itu diperlukan redesain SKBB berbasis Untuk mengatasi permasalahan tersebut
ergonomi dengan menyeimbangkan lintasan diatas perlu dilakukan redesain lingkungan fisik
antara mesin creeper dengan proses pelipatan kerja di SKBB berbasis ergonomi secara
blanket basah di meja lipat. Redesain menyeluruh dan mempertimbangkan segala
lingkungan fisik kerja di SKBB yang dilakukan aspek dengan pendekatan Ergonomi Total
adalah meredesain meja lipat blanket basah yang mencakup konsep teknologi tepat guna
dan kursi kerja, redesain organisasi kerja, dan (TTG) dan systemic, holistic, interdisiplinary,
redesain lingkungan fisik kerja. Proses dan partisipatory (SHIP) yang dilakukan secara
30 Setiawan, Desain Lingkungan Kerja Industri Karet Berbasis Ergonomi Guna Reduksi Beban
Kerja dan Peningkatan Produktivitas
konsekuen dan berkesinambungan (Manuaba, Utara, Timur dan Selatan) dengan jarak ½ m, 1
2005). Perbaikan atau redesain dilakukan pada m, 1,5 m, 2 m dan 2,5 m. Kondisi lingkungan
aspek: task, organisasi kerja dan lingkungan fisik kerja yang diukur adalah; suhu kering,
fisik kerja di SKBB, agar tercipta kondisi kerja suhu basah, kelembaban, kecepatan angin,
yang efektif, nyaman, aman, sehat, dan efisien tingkat kebisingan dan intensitas pencahayaan.
(ENASE). Hasil pengukuran kondisi fisik kerja direrata
Berdasarkan uraian tersebut di atas untuk memperoleh kondisi lingkungan fisik 36
dipandang perlu untuk melaksanakan suatu hari pada periode sebelum redesain lingkungan
penelitian redesain lingkungan fisik kerja di fisik kerja SKBB (P0) dan setelah redesain
SKBB dengan intervensi berbasis ergonomi berbasis ergonomi (P1).
total, sehingga mampu (1) mereduksi beban Pengambilan data produktivitas pekerja
kerja pekerja dan (2) meningkatkan hasil melalui perhitungan perbandingan antara rerata
produksi per shift kerja. Melalui intervensi hasil produksi blanket basah/shift kerja yang
berbasis ergonomi total dalam industri mampu dihasilkan dengan denyut nadi kerja
karet/crumb rubber tersebut diharapkan hasil dikalikan jam shift kerja, dan hasil produksi per
yang dicapai lebih manusiawi, kompetitif, dan shift kerja diukur setelah aktivitas bekerja (post-
lestari (Istijanto. 2005; Manuaba, 2006). test) pada P0 dan P1. Sedangkan data beban
kerja pekerja melalui pengukuran denyut nadi
Metode Penelitian subjek sebanyak 2 kali, yaitu awal sebelum
Desain penelitian eksperimental dengan bekerja (pre-test) dan data akhir sesaat setelah
rancangan sama subjek dengan bekerja (post-test) baik pada P0 maupun P1.
pelaksanaannya secara seri dan washing out Pengukuran denyut nadi istirahat (pre-test)
period serta adaptasi selama dua hari. Besar dilakukan dengan menggunakan metode 15
sampel dihitung berdasarkan rumus Colton detik. Untuk mengetahui beban kerja
adalah 17 orang pekerja laki-laki di SKBB yang maksimum, pengukuran denyut nadi kerja juga
berumur 25 - 50 tahun dan dipilih secara simple dilakukan setiap 30 menit. Analisis diperkuat
random sampling. Redesain SKBB berbasis dengan % CVL (cardiovascular load). Untuk
ergonomi dengan merancang meja lipat mendapatkan ECPT dan ECPM juga dihitung
(MLB2-R) dengan permukaan meja berbasis denyut nadi pemulihan dengan metode tens
roll, diberi pisau pemotong blanket basah, pulse method, yaitu dengan mengukur denyut
ketinggian meja dapat diatur dan ergonomis; nadi setiap menit selama 30 detik sampai menit
desain kursi kerja blanket basah (K2B2-D), kelima setelah subjek berhenti bekerja.
pemberian istirahat aktif setiap bekerja 30
menit istirahat 30 menit; pengaturan pola HASIL DAN PEMBAHASAN
sistem kerja berpasangan dan rota kerja per Kondisi dan Karakteristik Subjek
minggu; pemberian asupan nutrisi tambahan Kondisi dan karakteristik pekerja di
berupa segelas teh manis (120 cc) ditambah SKBB disajikan pada Tabel 1.
snack dua buah pempek (250 gr) pada istirahat
aktif pk. 09.00 WIB dan segelas teh manis (120 Tabel 1
cc) pada istirahat aktif pk. 14.00 WIB, istirahat Karakteristik Pekerja di SKBB
panjang untuk ishioma (istirahat, sholat dan No Uraian Rerata SB
makan siang) pk.11.30-12.30 WIB; pemakaian 1. Umur (th) 39,47 5,86
APD berupa wearpack, ear muff, gloves, dan 2. Berat Badan (kg) 56,88 8,60
3. Tinggi Badan (cm) 159,12 7,07
boots; pembuatan satu buah ventilasi alami di 4. Tinggi Siku Posisi Berdiri (cm) 97,24 4,19
dinding ukuran 1,5 x 2 m, pemasangan tiga 5. Pengalaman Kerja (th) 14,88 6,03
buah fans di setiap sudut; pengecatan dinding 6. DNI Periode I (dpm) 82,82 5,92
dengan warna kuning gading; pemasangan tiga 7. IMT (kg/m2) 22,50 3,99
Keterangan : SB = Simpang Baku; DNI = denyut nadi
buah atap transfaran/ tembus cahaya ukuran 1 istirahat; dpm = denyut/menit
x 3 m dan perbaikan penempatan tiga unit
lampu dengan tiang gantung dan lampu hemat Rerata umur pekerja 39,47 ± 5,86 tahun.
energi; penyemprotan deurob sehari tiga kali; Kapasitas fisik seseorang berbanding lurus
dan menambah petugas kebersihan di area dengan umur tertentu (Manuaba, 2005). Rerata
SKBB. umur pekerja mempunyai kapasitas kekuatan
Dilakukan pendataan terhadap kondisi otot dan fisik yang sudah tidak optimum lagi
subjek untuk mengetahui berat badan, tinggi untuk melakukan aktivitas kerja, khususnya
badan, umur, tekanan darah dan tinggi siku pekerja yang berumur > 40 tahun, namun relatif
posisi berdiri pekerja (antropometri). Pendataanmasih normal. Rerata berat badan pekerja
kondisi lingkungan fisik kerja dicatat setiap jam
56,88 ± 8,60 kg, dan rerata tinggi badan 159,12
mulai pk. 07.00 - 16.00 WIB di 4 titik (Barat, ± 7,07 cm yang termasuk dalam kategori
Jurnal Teknologi, Volume 7 Nomor 1, Juni 2014, 29- 37 31
mendekati ideal, sehingga pekerja dapat kemampuan untuk beradaptasi dengan
melakukan pekerjaan secara normal. Berat lingkungan. Tingkat pendidikan subjek adalah
badan dan tinggi badan pekerja menentukan dua pekerja tamatan SMA/STM, lima pekerja
angka indeks massa tubuh (IMT). IMT berguna tamatan SLTP dan 10 pekerja tamatan SD.
untuk mengetahui keseimbangan energi yang Tingkat pendidikan pekerja relatif rendah
masuk ke dalam tubuh melalui asupan nutrisi karena tingkatan SMA ke atas rata-rata tidak
atau makanan sama dengan energi yang menyenangi jenis pekerjaan ini karena selain
dikeluarkan. Keadaan ini akan menghasilkan berat tapi juga berbau dan dianggap tidak
berat badan normal (Almatzier, 2003; Azwar, manusiawi dan tidak nyaman sewaktu
2
2004). Rerata IMT pekerja 22,50 ± 3,99 kg/m , melakukan aktivitas kerja. Jadi para pekerja
yang berarti status gizi sampel dalam kategori yang tetap bekerja adalah para pekerja yang
normal dan cukup baik untuk bekerja secara memang tidak ada pilihan untuk bekerja di
optimal. Rerata tekanan darah sistolik 114,71 ± tempat lain.
10,53 mmHg, dan rerata tekanan darah
diastolik 77,06 ± 4,70 mmHg, yang dapat Redesain Task dan Peralatan Kerja di
dikategorikan normal karena tekanan sistolik < SKBB
130 mmHg dan diastolik < 85 mmHg (Astrand Kondisi tugas (task) yang dilakukan oleh
dan Rodahl, 1986). Denyut nadi istirahat para pekerja di SKBB pada P0, yaitu pekerja
pekerja berada pada rerata 82,82 ± 5,92 dpm, dalam sikap kerja yang membungkuk/tidak
yang mengindikasikan pekerja dalam keadaan alamiah dan memotong blanket basah dengan
sehat dan mampu untuk melaksanakan tugas- tangan manual karena fasilitas kerja meja lipat
tugas pekerjaan, walaupun tidak termasuk blanket basah lama (MLB2-L) yang dipakai
dalam kategori bugar. selama ini tidak ada pisau pemotong blanket
Kondisi Lingkungan Fisik Kerja di SKBB basahnya dan tidak ergonomis, tanpa diberikan
Lama/ Sebelum Diredesain disajikan pada istirahat aktif, tanpa diberikan asupan nutrisi
Gambar 1. tambahan, memakai pakaian kerja dan alas
kaki sehari-hari saja dan faktor lingkungan fisik
kerja yang sangat panas, agak gelap, sumpek,
dinding dan lantai yang kotor sehingga kadang-
kadang menyumbat aliran saluran
pembuangan air di area SKBB dan sangat
berbau. Sikap kerja yang tidak alamiah dan
fasilitas kerja yang tidak ergonomis tersebut
berdampak pada meningkatnya beban kerja
pekerja, dan hasil produksi per shift kerja.
Sementara pada P1 berupaya
melakukan perlakuan/intervensi dengan
ergonomi total untuk mereduksi beban kerja
Keterangan:
Kondisi Kerja Sebelum Intervensi Ergonomi memakai
pekerja dan meningkatkan hasil produksi per
MLB2-L, tanpa istirahat, tanpa asupan nutrisi shift kerja. Intervensi yang dilakukan adalah;
tambahan, memakai pakaian dan alas kerja sehari- meredesain peralatan kerja (redesain MLB2-L
hari (tanpa APD) dan kondisi lingkungan kerja yang menjadi MLB2-R dan K2B2-D) yang
panas, bising, gelap dan bau.
ergonomis, mengatur pola sistem kerja
berpasangan, pemberian istirahat aktif,
Gambar 1. Kondisi Lingkungan Fisik Kerja
pemberian asupan nutrisi tambahan,
di SKBB Lama/ Sebelum
pemakaian APD, dan meredesain lingkungan
Diredesain
fisik kerja, melalui; pemasangan fans,
pembuatan ventilasi alami di dinding,
Rerata tinggi posisi berdiri tegak subjek
pengecatan dinding, penambahan dan
adalah 97,24 ± 4,19 cm. Data ini dipakai untuk
modifikasi lampu - lampu dan atap transfaran
menghitung tinggi permukaan MLB2-R, yaitu
dan penyemprotan deurob serta penambahan
pada persentil 5 yang dihitung menggunakan
jadwal petugas kebersihan di area kerja.
rumus T  X  1,645SB, dan diperoleh tinggi Redesain pada P1 ini terbukti mampu
(T) = 90,35 cm. Maka ukuran tinggi permukaan mereduksi beban kerja pekerja dan
meja bagian belakang adalah 90,35. Rerata meningkatkan hasil produksi per shift kerja.
pengalaman kerja pekerja 14,88 ± 6,03 tahun. Pemilihan MLB2-R didasarkan pada alasan
Pengalaman kerja ini termasuk lama sehingga objektif (beban kerja dan antropometri). Desain
diyakini pekerja telah memiliki kemahiran dan MLB2-R dianggap mampu memenuhi
32 Setiawan, Desain Lingkungan Kerja Industri Karet Berbasis Ergonomi Guna Reduksi Beban
Kerja dan Peningkatan Produktivitas
keinginan pekerja, yaitu dengan menambah hingga terpenuhi target 90 ton/shift kerja/tim,
permukaan berbasis roll, dan pisau pemotong sehingga menimbulkan ketidakpuasan para
blanket basah yang digerakkan secara manual pekerja karena tidak berhasil mendapatkan
didasarkan pada peningkatan hasil produksi upah tambahan. Enam pekerja dengan enam
per shift kerja. Manfaat lain yang menjadi dasar unit MLB2-L tersebut masih sering terjadi
pertimbangan untuk melakukan perubahan dan bottleneck dalam menyeimbangkan output
modifikasi adalah beban kerja pekerja yang blanket basah dari mesin creeper. Bottleneck
tereduksi. Desain kursi K2B2-D didasarkan terjadi karena waktu siklus proses produksi per
atas pertimbangan masukan dari para pekerja keping yang belum optimal, masih
dan mandor yang berhasil ditabulasi dalam membutuhkan waktu yang lama dengan
lokakarya dan juga pertimbangan beban kerja memakai MLB2-L terutama pada saat
pekerja, karena selama ini pekerja melakukan memotong blanket basah dengan tangan
aktivitas bekerja melipat blanket basah dengan manual dan faktor kelelahan pekerja yang
berdiri sepanjang waktu shift kerja. Proses tanpa diselingi dengan istirahat aktif. Istirahat
kerja di SKBB termasuk jenis pekerjaan resmi hanya diberikan sau kali saat ishoma
dinamik repetitif dengan sikap kerja berdiri atau pada pk. 12.00-13.00 WIB, sehingga selama
duduk-berdiri. Oleh sebab itu akan lebih aktivitas kerja sebelum ishioma pekerja
alamiah/ fisiologis jika didisainkan standing- mengalami overload beban kerja. Pekerja di
seat chair (K2B2-D) yang relevan dengan SKBB sangat jarang melakukan istirahat aktif
antropometri pekerja dan dapat diatur karena akan mengurangi jam kerja dan
ketinggiannya. Rancangan K2B2-D didesain dianggap melanggar peraturan perusahaan.
dengan menggunakan kaki kursi tripot, Sehingga rasa lelah yang dialami oleh pekerja
landasan kursi sadle sepeda, terdapat hanya disiasati dengan melakukan istirahat
adjustable height dibawah kursi sadle dan kursi curian. Tidak ada istirahat aktif diluar istirahat
dapat dilipat sehingga mudah dipindahkan dan resmi tersebut dan tanpa diberi asupan nutrisi
pekerja dapat dengan bebas memilih duduk tambahan. Rotasi kerja antar shift dilakukan
atau duduk-berdiri memakai K2B2-D. Desain per bulan yang berdampak pada kebosanan
K2B2-R yang sesuai antropometri pekerja pekerja yang terlalu lama untuk menunggu
dapat mengurangi beban kerja pekerja. suasana shift kerja yang baru.
Kondisi Lingkungan Fisik Kerja di SKBB Redesain organisasi kerja di SKBB pada
Baru/ Setelah Diredesain disajikan pada P1 dilakukan dengan cara intervensi ergonomi
Gambar 2. total, sehingga permasalahan - permasalahan
pada organisasi kerja P0 dapat diperbaiki.
Intervensi berbasis ergonomi yang dilakukan
adalah; memberikan istirahat aktif yang diatur
secara terencana/ sangat baik, sehingga
mampu mereduksi beban kerja (Kadarusman
dan Rachmat, 2002). Pekerja diatur bekerja
secara berpasang-pasangan, dua pekerja
untuk melakukan aktivitas kerja melipat blanket
basah pada satu unit MLB2-R dan K2B2-D.
Dua pekerja bekerja secara bergantian, saat
pekerja pertama sedang bekerja maka pekerja
yang kedua melakukan istirahat aktif.
Keterangan: Pengaturan istirahat aktif dilakukan dengan
Kondisi Kerja Setelah Intervensi Ergonomi memakai
alat MLB2-R, istirahat selama 30 menit setiap selesai
pola 30 menit bekerja kemudian 30 menit
bekerja selama 30 menit (berpasangan-bergantian), istirahat aktif. Pengaturan pola kerja terbukti
dengan asupan nutrisi tambahan, memakai APD dan mampu mereduksi beban kerja pekerja, dan
kondisi lingkungan kerja yang telah diredesain. meningkatkan hasil produksi per shift kerja
yang berdampak pada pencapaian target
Gambar 2. Kondisi Lingkungan Fisik Kerja minimal 90 ton/shift kerja/tim, sehingga pekerja
di SKBB Baru/ Setelah Diredesain mendapatkan upah tambahan diluar gaji pokok.
Intervensi lain adalah memberikan
Redesain Organisasi Kerja di SKBB asupan nutrisi tambahan berupa teh manis
Pekerja di SKBB pada P0, bekerja (120 cc) dan snack dua buah pempek (250 gr)
selama satu shift kerja/ hari (delapan jam) pada istirahat aktif. Selain pemberian dua kali
tanpa bergantian. Ada enam pekerja yang asupan nutrisi tersebut, pekerja diperbolehkan
bekerja pada enam unit MLB2-L. Pencapaian minum air putih yang disediakan di tempat
hasil produksi per shift kerja sangat jarang istirahat selama pekerja memperoleh jadwal
Jurnal Teknologi, Volume 7 Nomor 1, Juni 2014, 29- 37 33
istirahat aktif secara bergantian dengan Rerata kecapatan angin/gerakan angin
pasangan pekerja lainnya. pada P0 sekitar 1,50 ± 1,00 m/det, pada P1
Organisasi kerja dapat meningkatkan sebesar 1,06 ± 0,61 m/det, dan berbeda
produktivitas pekerja sehingga mencapai target bermakna (p < 0,05), dikarenakan pada P1
dan mereduksi botlleneck proses produksi yang ditambah ventilasi alami di dinding seukuran
memberi dampak psikologis dan fisiologis 1,5 x 2 m dan pemasangan tiga buah fans
pekerja. disetiap sudut SKBB.
Rerata tingkat kebisingan pada P0
Redesain Lingkungan Fisik Kerja di SKBB sebesar 101,20 ± 6,78 dBA, pada P1 sebesar
Rerata suhu kering pada P0 adalah 61,16 ± 6,73 dBA dan memiliki makna
o
39,28 ± 2,62 C dan pada P1 adalah 33,38 ± berbeda/signifikan p = 0,000 (p < 0,05).
o
2,74 C, demikian juga suhu basah pada P0 Penurunan tingkat kebisingan pada P1 sebesar
o
adalah 36,82 ± 2,79 C dan menurun menjadi 39,56% dikarenakan pekerja memakai tutup
o
31,27 ± 1,88 C pada P1. Rerata suhu tersebut telinga (ear muff) yang dapat mengurangi
berada di luar zona nyaman mengingat suhu kebisingan sebesar ±30 dBA (Pulat, 1992).
zona nyaman untuk orang Indonesia berkisar Rerata intensitas pencahayaan pada P0
o
antara 22 - 28 C, namun Grandjean (2000) dan P1, masing-masing adalah 179,90 ± 9,83
memberikan batas toleransi suhu tinggi di lux dan 200,09 ± 6,59 lux. Uji beda rerata
o
lingkungan fisik kerja sebesar 35 - 40 C. Suhu intensitas pencahayaan pada P0 dengan P1
pada P0 lebih tinggi karena kondisi lingkungan memiliki perbadaan yang bermakna (p < 0,05).
fisik kerja di SKBB belum dilakukan intervensi Pada P1 terjadi peningkatan intensitas
dengan pemasangan fans di setiap sudut dan pencahayaan sebesar 200,09 ± 6,59 lux (naik
penambahan ventilasi alami di dinding, 10,90%) dikarenakan intervensi redesain pada
sehingga hasil uji beda menunjukkan bahwa P1 dengan menambah tiga buah atap
adanya perbedaan bermakna (p < 0,05) antara transparan berada tepat diatas area kerja,
suhu kering dan suhu basah pada P0 dan P1. modifikasi tiang lampu, menambah lubang
Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan ventilasi buatan/alami di dinding dan
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika pengecatan dinding dengan warna kuning
Wilayah II Prov. Sumatera Selatan untuk gading yang diharapkan dapat memberikan
periode Maret 2013 dengan suhu udara 24 - 34 reflektan sebesar 60 - 65%.
o
C dan kelembaban 63 - 98 % (BMKG Prov. Sumber bau yang menjadi masalah
Sumsel, 2013). utama kegiatan industri karet/crumb rubber
Rerata kelembaban udara/RH pada P0 diperkirakan berasal dari bokar tidak dapat
adalah 76,65 ± 4,89% dan pada P1 adalah dihilangkan tetapi dapat direduksi dengan
66,70 ± 4,92%, yang dikategorikan di atas perbaikan mutu raw material sejak saat
kriteria nyaman untuk orang Indonesia yaitu 70 pembekuan bokar dan cara proses pengolahan
- 80% (Manuaba, 2005). Sedangkan Grandjean khususnya pada gudang bahan baku dan
(2000) memberikan batas toleransi untuk proses produksi di SKBB. Reduksi bau pada
tingkat kelembaban udara di lingkungan kerja bokar menggunakan cairan asap cair deurob
sebaiknya berkisar antara 40 - 50%. yang disemprotkan pada gudang bahan baku,
Perbandingan kelembaban udara antara P0 SKBB dan seluruh area yang menimbulkan
dengan P1 adalah komparabel dengan nilai p < sumber bau. Penyemprotan deurob dilakukan
0,05 yang bermakna bahwa subjek berada tiga kali/shift kerja, selain itu didapatkan
pada kondisi yang tidak nyaman untuk bekerja. redesain usulan tahapan proses reduksi bau
Penurunan kelembaban udara dari P0 ke P1 dari Gapkindo Prov. Sumsel dan Dinas Tenaga
sebesar 12,98% terjadi karena pada P1 Kerja dan Transmigrasi UPTD Balai Hiperkes
dilakukan intervensi redesain lingkungan fisik dan Keselamatan Kerja Prov. Sumsel, namun
kerja di SKBB dengan menambah ventilasi masih perlu diadakan penelitian lanjutan.
buatan dan pemasangan fans sehingga
sirkulasi atau pergerakan udara menjadi lebih Beban Kerja Pekerja
lancar yang berimplikasi pada tingkat Beban kerja pekerja diukur melalui
kelembaban yang menurun. Jika berpedoman denyut nadi, ECPT, ECPM dan %CVL disajikan
pada standar yang ditetapkan oleh sebesar 40 pada Tabel 2.
- 60% (Helander, 2003) dan oleh sekitar 70 -
80% (Manuaba, 2006), maka kelembaban
udara pada P1 dianggap relatif sudah sesuai
standar.

34 Setiawan, Desain Lingkungan Kerja Industri Karet Berbasis Ergonomi Guna Reduksi Beban
Kerja dan Peningkatan Produktivitas
Tabel 2 pengaruh temperatur. Namun demikian
DNI, DNK,%CVL, ECPT dan ECPM redesain lingkungan kerja fisik terbukti secara
Pekerja di SKBB simultan telah menurunkan WBGT yang
Periode I Periode II berdampak pula pada menurunnya beban kerja
Variabel yang terukur melalui penurunan %CVL. Beban
Rerata SB Rerata SB
DNI 82,82 5,92 81,71 4,99 kerja secara umum mengalami penurunan
DNK 144,43 4,53 121,24 4,82 sebesar 16,06 %. Beban kerja pada P0 dalam
%CVL 62,95 6,67 40,73 8,69
ECPT 45,25 12,72 38,50 8,99
kategori kerja berat menjadi beban kerja
ECPM 269,86 21,53 249,82 20,6 kategori kerja sedang pada P1.
Denyut nadi kerja pada P0 adalah 144,43
Keterangan : DNK = denyut nadi kerja; ECPT = ± 4,53 dpm dan pada P1 adalah 109,20 ± 4,82
extra cardiac pulse due to dpm (menurun 24,39 %), pekerja dikategorikan
temperature; ECPM = extra cardiac memiliki denyut nadi kerja yang relatif tinggi.
pulse due to metabolisme; dan % Denyut nadi pada P0 masih berada pada
CVL = persen cardiavascular load kategori beban kerja berat, sedangkan pada P1
termasuk beban kerja sedang (Grandjean,
Beban kerja dalam kajian waktu kerja dan 2000). Terjadinya penurunan beban kerja
istirahat berdasarkan WBGT dan % CVL adalah sebagai akibat redesain lingkungan fisik
seperti yang disajikan pada Gambar 3. kerja di SKBB berbasis ergonomi dengan
pendekatan SHIP dan TTG yang diterapkan
P0 pada P1. Nadi kerja (selisih denyut nadi kerja
34,17

dengan denyut nadi istirahat) pada P0 adalah


31,45
P1 42,66 dpm sedangkan pada P1 sebesar 25,17
dpm (kelebihan 0,17 dpm). Peningkatan
frekuensi denyut nadi dengan subjek orang
Indonesia diprediksi sebaiknya tidak boleh
melebihi 25 dpm untuk pria dan 21 dpm untuk
wanita (Adiputra, 2003). Denyut nadi kerja
maksimum setiap 30 menit, pada P0 dan P1
terjadi pada pengamatan ke-3 atau 90 menit
31,45 62,95
setelah aktivitas. Perbedaan denyut nadi
maksimum disebabkan oleh perbedaan
intervensi yang diberikan pada subjek. Pada P0
Gambar 3. Grafik waktu kerja dan istirahat pekerja tidak diberikan istirahat aktif dan
berdasarkan WBGT dan %CVL asupan nutrisi tambahan saat pengukuran
beban kerja pertama sehingga beban kerja
Pada P0 (SKBB lama) terlihat bahwa terakumulasi dan mencapai puncak pada 90
sebelum redesain lingkungan fisik kerja di menit setelah aktivitas, sedangkan pada P1
SKBB dengan melakukan intervensi ergonomi diberikan istirahat selama 30 menit setelah
total pada task, organisasi kerja dan lingkungan bekerja 30 menit bergantian dengan pasangan
kerja fisik pekerja pada kategori 25 % kerja dan kerjanya dan pemberian asupan nutrisi
75 % istirahat, berada pada kategori beban tambahan, sehingga beban kerja tidak
kerja berat dengan DNK 144,43 dpm, WBGT meningkat lagi setelah aktivitas berlangsung 30
o
34,17 C dan % CVL sebesar 62,95 %. menit.
Sedangkan pada P1 (SKBB baru) setelah Besarnya beban kardiovaskular (% CVL)
dilakukan intervensi berbasis ergonomi garis tergantung pada denyut nadi maksimum,
grafik bergeser ke kiri menurun menjadi denyut nadi kerja dan denyut nadi istirahat.
kategori 50 % kerja dan 50% istirahat, dengan Pada P0 % CVL pekerja adalah 62,95 ± 6,67
o
DNK 121,24 dpm,WBGT 31,45 C dan % CVL %, sedangkan pada P1 menurun menjadi 28,73
sebesar 40,73 % (Vanwonterghem dan ± 8,09 %. Nilai % CVL pada P0 menandakan
Intaranont, 1993). Hal tersebut sesuai kegiatan melipat blanket basah tidak boleh
dengan redesain organisasi kerja dengan dilakukan dalam waktu yang lama tanpa
menerapkan kerja berpasangan setiap 30 istirahat aktif dan harus bergantian agar
menit bekerja kemudian diberikan istirahat 30 pekerja tidak secara terus - menerus bekerja
menit (Gambar 3). sepanjang satu shift kerja tanpa bergantian
Hasil pengukuran ECPM lebih besar dengan pasangannya. Pekerja dalam bekerja
daripada ECPT. Hal tersebut membuktikan diselingi istirahat aktif secara periodik,
bahwa gerakan kerja memberikan dampak sedangkan % CVL pada P1 berada pada
beban metabolisme yang besar dibandingkan rentangan yang aman, pekerja tidak
Jurnal Teknologi, Volume 7 Nomor 1, Juni 2014, 29- 37 35
merasakan kelelahan. Terjadinya penurunan Benefit and cost ratio (B/C Ratio) dan Break
beban kardiovaskular ini disebabkan oleh event point (BEP)
redesain yang dilakukan pada SKBB, seperti; Biaya dan manfaat atau cost and benefit
redesain MLB2-R, K2B2-D, pola sistem kerja dalam redesain SKBB berbasis ergonomi juga
berpasangan, pemberian istirahat aktif, diperlukan suatu analisis kelayakan ekonomi
pemberian teh manis dan snack pempek, yaitu B/C Ratio. B/C Ratio pada P0 dan P1,
pemberian APD serta redesain lingkungan fisik adalah: 3,91 dan 4,35. Dari hasil perhitungan
kerja. B/C Ratio, kedua proyek sebelum dan setelah
Kajian ECPT dan ECPM juga redesain SKBB layak dilaksanakan karena B/C
diperhitungkan untuk memperkuat kajian beban Ratio > 1 akan tetapi lebih menguntungkan P1
kerja pekerja. ECPT adalah beban kerja karena atau setelah redesain SKBB berbasis ergonomi
pengaruh suhu, sedangkan ECPM adalah karena BCR pada P1 > BCR pada P0.
beban kerja karena pengaruh gerak. ECPT Dengan redesain SKBB berbasis
pada P0 adalah 45,24 ± 12,72 dpm, dan pada ergonomi pada pekerja pelipat blanket basah di
P1 sebesar 38,50 ± 8,99 dpm. ECPM pada P0 SKBB ternyata baik pekerja maupun pihak
adalah 269,86 ± 21,53 dpm, dan pada P1 perusahaan mendapatkan manfaat yang besar
sebesar 249,82 ± 20,64 dpm. Nilai ECPT pada bila dibandingkan dengan biaya yang
P1 mengalami penurunan sebesar 14,90 % dikeluarkan.
dibanding pada P0, demikian juga nilai ECPM Perhitungan BEP atau titik pulang pokok
menurun 7,43 % pada P1. Nilai ECPT < ECPM untuk meredesain SKBB berbasis ergonomi
pada P1 menandakan kenaikan beban kerja meliputi: (a) biaya total yang terdiri atas: biaya
subjek dominan karena pengaruh gerak. tetap dan biaya variabel untuk P1 sebesar Rp.
Namun demikian pengaruh lingkungan, 7.760.000,00 dan (b) pendapatan bersih/hari
khususnya panas terhadap beban kerja tetap sebesar Rp. 220.374.080,30. Jadi BEP
harus diperhatikan. ECPT dan ECPM pada P0 sebesar Rp. 0.04 yang berarti untuk mencapai
dan P1 berbeda bermakna (p < 0,05), BEP terhadap investasi biaya-biaya yang
disebabkan temperatur lingkungan yang dikeluarkan pada P1 hanya membutuhkan
berbeda antara P0 dan P1 karena redesain waktu 0,04 hari (kurang dari satu hari) semua
lingkungan fisik kerja. biaya yang dikeluarkan sudah kembali/ BEP.

Hasil Produksi per Shift Kerja Temuan Baru Hasil Penelitian (Novelty)
Hasil produksi per shift kerja adalah Pada penelitian ini ditemukan kebaruan
jumlah hasil produksi blanket basah yang (novelty) yang terdiri atas.
berhasil dikerjakan dan dimasukkan ke dalam 1. Sebuah model redesain lingkungan fisik
salangan untuk dijemur oleh pekerja selama 1 kerja di SKBB dalam industri karet/ rubber
shift kerja. Satu salangan berisi 10-15 keping industry berbasis ergonomi total dengan
blanket basah dengan berat 100-225 kg/ pendekatan SHIP dan TTG yang dapat
salangan. mereduksi tingkat beban kerja pekerja dan
Beda rerata hasil produksi per shift kerja meningkatkan hasil produksi per shift
pada P0 dan P1 adalah 12.689,51 kg/shift kerja kerja.
dan 15.919,78 kg/shift kerja dengan nilai p = 2. Produk/alat yang dihasilkan adalah MLB2-
0,000 (p < 0,05), yang menandakan perlakuan R dengan permukaan meja berbasis roll
ergonomi pada P1 berdampak meningkatkan dan penambahan pisau pemotong blanket
hasil produksi per shift kerja secara signifikan, basah dan K2B2-D yang ergonomis dan
yaitu meningkat 20,29%. Sedangkan indeks adjustable, sehingga pekerja menjadi lebih
produktivitas pekerja yang dihitung adalah ENASE dalam melakukan aktivitas melipat
indeks produktivitas parsial, yaitu rasio rerata blanket basah.
output total hasil produksi blanket basah/shift 3. Implikasi dari hasil penelitian adalah: (1)
kerja oleh pekerja dan input rerata denyut nadi reduksi beban kerja pekerja; dan (2)
pekerja/shift kerja. Beda rerata indeks peningkatan hasil produksi per shift kerja.
produktivitas pekerja pada P0 dan P1 adalah
59,62 ± 4,83 dan 81,93 ± 3,79 dengan nilai p = KESIMPULAN DAN SARAN
0,000 (p < 0,05), yang menandakan bahwa Kesimpulan
perlakuan ergonomi dengan redesain SKBB Desain lingkungan fisik kerja di stasiun
pada P1 berdampak meningkatkan indeks blanket basah industri karet X Palembang
produktivitas pekerja secara signifikan, sebesar berbasis ergonomi, menghasilkan:
27,23%. 1. Reduksi beban kerja pekerja sebesar
24,39%.

36 Setiawan, Desain Lingkungan Kerja Industri Karet Berbasis Ergonomi Guna Reduksi Beban
Kerja dan Peningkatan Produktivitas
2. Peningkatan produktivitas, yaitu; hasil Cardon, G., dan Balague, F., 2004, Low Back
produksi per shift kerja pekerja sebesar Pain Prevention’s Effects in School
20,29%. Children, European Spine Journal, 13(8):
Saran 663-679.
1. Redesain lingkungan fisik kerja di SKBB Grandjean, E., 2000, Fitting The Task to The
berbasis ergonomi dengan merancang Man: A Textbook of Occupational
MLB2-R dan kursi K2B2-D, pemberian Ergonomics, Taylor & Francis Ltd.,
istirahat aktif, pengaturan pola sistem dan London:.
rota kerja, pemberian asupan nutrisi Helander, M., 2006, A Guide to Human Factors
nd
tambahan, pemakaian APD, pembutan and Ergonomics, 2 Edition, Taylor &
ventilasi alami, pemasangan fans, dan Francis, USA.
penyemprotan deurob, ini terbukti dapat Istijanto, 2005, Riset Sumber Daya Manusia:
mereduksi tingkat beban kerja pekerja. Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-Dimensi
2. Redesain lingkungan fisik di SKBB Kerja Karyawan, Gramedia, Jakarta.
berbasis ergonomi dengan merancang Kadarusman, A., dan Rachmat, A., 2002,
MLB2-R dan K2B2-D melalui pendekatan Fatique Design dan Relokasi waktu
SHIP dan TTG hendaknya menjadi Istirahat, Majalah Kedokteran Udayana
prioritas untuk diterapkan mengingat (Udayana Medical Journal), Denpasar
MLB2-R dan K2B2-D sangat sederhana, Bali, 33(116):129-135.
mudah dibuat, dan murah biayanya, namun Manuaba, A., 2005, Total Approach in
dapat meningkatkan hasil produksi per Evaluating Comfort Work Place.
shift kerja.. Presented at UOEH International
3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk redesain Symposium on Confort at The Workplace.
stasiun kerja crumb rubber/ bagian proses Kitakyushu: 23-25 October.
produksi II, sikap dan posisi kerja serta Manuaba, A., 2006, A Total Approach In
reduksi bau di semua bagian yang berbasis Ergonomics is A Must To Attain Human,
ergonomi, sehingga berimplikasi ENASE, Competitive, and Sustainable Work
meningkatkan kualitas hidup dan System and Products, Presented at Ergo
produktivitas para pekerja di semua lini Future 2006: International Symposium On
proses produksi. Past, Present and Future Ergonomics,
Occupational Safety and Health. Denpasar
th
DAFTAR PUSTAKA 28-30 August.
Adiputra, N., 2003, Kapasitas Kerja Fisik Orang Pulat, B.M., 1992, Fundamentals of Industrial
Bal, Majalah Kedokteran Udayana Ergonomics, Prentice-Hall, Englewood
(Udayana Medical Journal). 34(120): 108- Cliffs, New Jersey.
110, Denpasar Bali. Setiawan, H., 2012a, Short Rest Time and
Albayrak, A., Richard, H.M.G., Chris, J.S., Huib Accompanying Work Music Decrease
de R., dan Geert, K., 2010, Impact of a Work Fatigue and Work Stress to Workers
Chest Support on Lower Back Muscles at Crumb Rubber Factory, Proceedings
Activity During Forward Bending, Journal International Conference 2012, Southeast
of Applied Bionics and Biomechanics, Asian Network of Ergonomics Societies
7(2): 131-142. Conference (SEANES), July 9-12, 2012.,
Almatzier, S., 2003, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, ISBN No. 978-983-41742, Langkawi-
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Malaysia.
Astrand, P.O., dan Rodahl, K., 1986, Textbook Setiawan, H., 2012b, Identifikasi dan
nd
of Work Physiology. 2 ed. WB, Saunders Rekomendasi 8 Aspek Permasalahan
Comp., Philadelphia. Ergonomi dalam Industri Crumb Rubber
Azwar, A., 2004, Tubuh Sehat Ideal dari Segi Berbasiskan Pendekatan ‘SHIP’ di PT.
kesehatan, [cited 2013, May 23], Available Sunan Rubber Palembang. Prosiding
from: URL: http/gizi.net/gaya-hidup/tubuh- Seminar Nasional dan Kongres PEI.
ideal.pdf/htm. Bandung, 13-14 Nopember 2012, ISBN
BMKG Prov. Sumsel, 2013, Prakiraan Cuaca No: 978-602-17085-0-7.
untuk Daerah Palembang, Sumatera Vanwonterghem, K., dan Intaranont, K., 1993,
Selatan dan Daerah Sekitarnya, Tanggal Study of Exposure Limit in Contraining
14-16 Pebruari 2013, Available at http : Climatic Conditions for Strenous Task: An
//www.provsumsel.go.id/index.php? action Ergonomics Approach, (Final Report),
= news & task = detail & id=457. Accessed Chulangkom University, Department of
March 20, 2013. Industrial Engineering, Bangkok.

Jurnal Teknologi, Volume 7 Nomor 1, Juni 2014, 29- 37 37

Potrebbero piacerti anche