Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
ABSTRAK
Proses perumusan kebijakan pungutan desa berlangsung dalam dua tahap
karena masyarakat menolak hasil keputusan tahap pertama. Pada tahap kedua,
masyarakat dilibatkan mulai dari proses perumusan ulang hingga penetapan
kebijakan. Meskipun demikian, peran lembaga eksekutif desa dalam proses
perumusan kebijakan masih lebih besar bila dibandingkan stakeholders yang lain.
Bentuk-bentuk keterlibatan masyarakat dalam proses reformulasi kebijakan
pungutan desa adalah menyampaikan keberatan atas hasil keputusan perangkat
desa dan BPD, menghadiri musyawarah desa pertama dan kedua, memberikan
usulan dan saran dalam musyawarah desa, serta menyetujui hasil perhitungan
ulang dan Peraturan Desa No. 2 Tahun 2001. Sehubungan dengan kasus tersebut,
lembaga eksekutif dan legislatif desa perlu meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan desa, yang bisa dimulai dari
sosialisasi secara dini permasalahan pemerintahan dan pembangunan desa. Selain
itu, “keberpihakan” BPD kepada lembaga eksekutif desa perlu dikurangi agar
kepercayaan masyarakat tidak berkurang.
ABSTRACT
Formulation process of village tax policy went on two phases because the
community pushed away the result of the first decision. On the second phase, the
community was involved from the process of repeat formulation until determining
the policy. Nevertheless, the village executive organization had bigger role in the
process of policy formulation than another stakeholders. The forms of community
involvement in the process of tax village reformulation policy were; conveyed the
decision result of village agency and BPD objections, came to the first and the
second village meeting, gave proposal and suggestion in the village meeting, and
agreed the result of recalculation and Peraturan Desa No. 2 Tahun 2001. In
connection with this cases, the village executive and legislative organization need
to improve the community participation in the process of formulation and
implementation of village policy, that can be started from early socialization of
administration and development village. Besides that, “defense” BPD to the
village executive organization neeeds to be decreased in order to community
belief does not decrease.
1
Telah dimuat dalam Swara Politika – Jurnal Politik dan Pembangunan, Vol. 2, No. 2, April
2003; Diterbitkan oleh Laboratorium Ilmu Politik, Fisip, Unsoed
2
PENDAHULUAN
Tidak ada yang memungkiri, bahwa Indonesia pada saat ini dalam transisi
deras menuju demokratisasi (Uhlin, dalam Putra 2001). Perubahan politik ke arah
demokratis nampak dari upaya membangun demoktarisasi yang dilaksanakan
hingga tingkatan desa. Hal tersebut terlihat dalam UU No. 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah, yang memunculkan harapan baru untuk bisa membangun
demokrasi sampai ke desa, sebagai salah satu masalah yang paling urgen dan
strategis (Suhartono, dkk., 2000). Harapan baru tersebut nampak pada pasal-pasal
mengenai Badan Perwakilan Desa (BPD), yang bermaksud menghidupkan
parlemen desa sebagai upaya membangun demokrasi desa. Kebijakan tersebut
menunjukkan indikasi mulai disadarinya kebutuhan akan penguatan politik rakyat,
dan memberi ruang politik melalui penciptaan institusi demokrasi, sehingga
diharapkan akan dapat berkembang proses partisipasi rakyat yang murni dan
progresif, dimana rakyat akan menjadi aktor utama dalam proses pengambilan
kebijakan di tingkat desa.
BPD, sebagai institusi semacam parlemen desa, merupakan mitra sejajar
dari pemerintah desa yang berfungsi mengayomi adat-istiadat, membuat peraturan
desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa (pasal 104). Posisi dan
fungsi BPD ini, pada dasarnya memungkinkan keterlibatan rakyat untuk ambil
bagian dalam proses pengambilan kebijakan-kebijakan desa.
Sesuai dengan amanat UU No. 22 Tahun 1999, Pemerintah Kabupaten
Banyumas melaksanakan pembentukan BPD-BPD di desa-desa wilayahnya, yang
diatur dengan Perda Kabupaten Banyumas No. 3 Tahun 2000 Tentang BPD dan
Keputusan Bupati Banyumas No. 45 Tahun 2000 Tentang Pedoman Tata Cara
Pemilihan Anggota BPD. Selain mengatur pembentukan BPD, Perda No. 3 Tahun
2000 juga mengatur tentang fungsi-fungsi BPD, yakni fungsi legislatif (pasal 7),
sedang pemerintah desa melaksanakan tugas di bidang eksekutif.
Sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Banyumas, Desa Karangmangu
Kecamatan Baturaden juga membentuk BPD. Adapun susunan anggota, usia,
pendidikan, beserta jabatannya, adalah sebagaimana tertera dalam tabel 1 berikut:
3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini memfokuskan pada proses dan keterlibatan masyarakat
dalam proses perumusan kebijakan pungutan desa di BPD Karangmangu. Agar
dapat diperoleh gambaran yang mendalam, digunakanlah pendekatan kualitatif
dengan bentuk studi kasus atau embadded case study (Yin, 1987).
5
perdes, BPD Karangmangu juga telah berhasil merumuskan peraturan tata tertib
BPD Karangmangu.
2. Proses Perumusan Kebijakan Pungutan Desa.
Perumusan kebijakan pungutan desa merupakan inisiatif pemerintah desa,
dalam hal ini kepala desa, yang dilatarbelakangi pertama : kecilnya pendapatan
desa yang diperoleh dari tanah kas desa dan bengkok perangkat desa; kedua :
pengalaman kepala desa periode sebelumnya. Berdasarkan kedua hal tersebut,
kepala desa beserta aparatnya merancang usulan pungutan desa sebagai alternatif
sumber pendapatan desa. Pemerintah desa merasa perlu mencari sumber baru
pendapatan desa guna membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan desa.
Pada tanggal 27 Juli 2001 hasil rancangan kebijakan pungutan desa
disampaikan kepada BPD untuk dibahas. Dalam rapat BPD tersebut, kepala desa
menyampaikan hasil rancangan kebijakan pungutan desa seraya meminta
pertimbangan dari BPD. Pada akhirnya BPD bisa menerima dan menyetujui
rancangan kebijakan pungutan desa dari pemerintah desa.
Selanjutnya, melalui surat edaran No. 140/042/Ds.12/2001tertanggal
9 Agustus 2001, pemerintah Desa Karangmangu mensosialisasikan kebijakan
pungutan desa kepada para pengusaha di daerah Lokawisata dan Desa
Karangmangu. Inti dari surat edaran tersebut, menyampaikan macam-macam
pungutan desa hasil rapat BPD pada tanggal 27 Juli 2001 serta menghimbau agar
masyarakat dan para pengusaha bersedia memberikan kontribusinya mulai bulan
September 2001. Adapun besar pungutan ditetapkan, antara lain sebagai berikut :
Hotel dan rumah makan besar Rp10.000,00 per bulan
Selain dalam bentuk surat edaran, sosialisasi kebijakan pungutan desa juga
dilakukan melalui pertemuan desa. Pertemuan tersebut dihadiri oleh unsur
pemerintah desa, BPD, dan perwakilan RT.
Kebijakan pungutan desa ternyata tidak disetujui oleh sebagian pengusaha
kecil, yang nampak dalam surat keberatan yang ditandatangani oleh 66 orang dan
ditujukan kepada kepala desa Karangmangu, dengan tembusan kepada bupati,
ketua DPRD, dan Camat Baturraden. Melalui surat tertanggal 20 Agustus 2001
tersebut dapat diketahui alasan-alasan para pengusaha kecil menolak kebijakan
pungutan desa, yakni: jumlah nominal pungutan yang dirasakan terlalu berat,
kurangnya sosialisasi perumusan usulan kebijakan, pemberitahuan pungutan yang
terlalu mendadak, dan para pengusaha telah dikenakan berbagai pungutan, baik
dari aparat kabupaten, kecamatan, maupun desa.
Menanggapi protes tersebut, pemerintah kabupaten menyerahkan
sepenuhnya kepada BPD, aparat desa, dan masyarakat untuk menyelesaikan
permasalahan pungutan desa. Pemerintah kabupaten hanya memberikan rambu-
rambu penyelesaian, yakni mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku.
Meski menyayangkan tindakan para pengusaha kecil, pemerintah desa dan
BPD Karangmangu mengambil langkah penyelesaian dengan mengadakan
musyawarah desa pada 5 September 2001, yang dihadiri oleh: kepala desa dan
perangkatnya, ketua dan anggota BPD, dan perwakilan pengusaha kecil sebanyak
19 orang. Dalam musyawarah desa tersebut, kepala desa menjelaskan kondisi
Desa Karangmangu dalam era otonomi daerah serta maksud dan tujuan pungutan
desa. Pada akhirnya, para pengusaha kecil bisa menerima penjelasan kepala desa
dan akan menerima kebijakan pungutan desa sepanjang besarnya pungutan
diubah. Dalam musyawarah tersebut, para pengusaha kecil juga menyampaikan
usulan perubahan jumlah pungutan yang dikenakan kepada mereka.
Berdasarkan hasil musyawarah tersebut, aparat desa dan anggota BPD
menghitung ulang besarnya pungutan. Selain kepala desa, aparat yang terlibat
dalam penghitungan ulang adalah kaur kesra (memberikan masukan yang
8
berkaitan dengan nikah talak cerai rujuk) dan kaur pembangunan (memberikan
masukan mengenai pos-pos penerimaan dari bidang yang digelutinya).
Hasil perhitungan ulang tersebut, selanjutnya dimusyawarahkan pada 13
September 2001, yang oleh kepala desa dan perangkatnya, ketua dan anggota
BPD, ketua RT dan RW, perwakilan pengusaha dan pedagang, serta tokoh
masyarakat Desa Karangmangu. Dalam musyawarah desa tersebut, kepala desa
menyampaikan hasil perhitungan ulang pungutan desa. Pada akhirnya, perwakilan
masyarakat, pengusaha, dan pedagang menerima hasil perhitungan pungutan desa.
Hasil musyawarah desa tanggal 13 September 2001 kemudian menjadi
dasar penetapan Peraturan Desa No. 2 Tahun 2001 Tentang Pungutan Desa, yang
ditetapkan pada tanggal 17 September 2001 oleh kepala desa dan disetujui oleh
ketua BPD Karangmangu. Adapun rencana sumber-sumber pendapatan/pungutan
desa hasil penetapan perdes tersebut, adalah:
Tabel 2. Rencana Sumber-sumber Pendapatan atau Pungutan Desa untuk
Dituangkan Dalam Peraturan Desa Tahun 2001 Desa Karangmangu
Perkiraan Perkiraan
Besarnya
Objek pungutan Jumlah Penerimaan Ketarangan
(Rp)
pemohon (Rp)
1 2 3 4 5
Surat-surat keterangan Desa: 945.000
1. Ket. Umum 2.000 240 x 480.000
2. Ket. Pindah 5.000 6x 30.000
3. Ket. Datang 5.000 6x 30.000
4. Ket Nikah 10.000 10 x 100.000
5. Ket. Talak/ cerai 20.000 2x 40.000
6. Ket. Rujuk - - -
7. Pemancal Bumi 15.000 5x 75.000
8. Ket. Lahir 2.000 20 x 40.000
9. Ket. Mati 2.000 5x 10.000
10.Ket. Hajatan 10.000 15 x 90.000 Calon pengantin
dari luar desa
11. Hajatan dengan hiburan 25.000 5x 50.000 10.000x15x66%
25.000x 5x40%
Legalisasi Surat Keterangan 733.500
1. Wesel/ Cek 1% Nilai 75.000 Min Rp.2000,-
Kiriman Max Rp.10.000,-
2. Nasabah Bank 2.500 15 x 37.500
3. Lamaran Kerja 2.500 15 x 37.500
4. Lamaran TKI 15.000 5x 75.000
5. Leg. Daftar Kel 1.500 24 x 36.000
6. Leg. Akte Lahir 2.500 15 x 37.500
7. KTP/Akte Lahir Masal 500 850 x 425.000
8. Pas Hewan Besar 1% Nilai 10.000 Min Rp. 5000,-
9
1 2 3 4 5
Iuran Masyarakat 7.404.000
1. Iuran dari Pemilik tanah - - -
2. Iuran dari Kepala Keluarga 300 600 2.160.000 300x600x12
3. Iuran Sumbangan PHBN/PHBI - - -
4. Sumbangan dari putra Desa - - -
5. Sumbangan dari pengusaha
a. Hotel Berbintang 15.000 1 Hotel 180.000
b. Hotel Melati III 8.000 3 Hotel 288.000
c. Hotel Melati II 5.000 6 Hotel 360.000
d. Hotel Melati I 3.000 65 Hotel 2.340.000
e. Rumah Makan Taman 8.000 1 RMT 96.000
f. Rumah makan 3.000 5 RM 180.000
g. Panti pijat 3.000 4 PP 144.000
6. Sumbangan dari Pedagang
a. Warung/ Kios 1.500 66 1.188.000
b. Toko Material 1.500 2 36.000
c. Wartel 1.500 14 252.000
d. Tanaman hias 1.500 10 180.000
Sewa Bangunan/ Barang Milik Desa 1.150.000
1. Sewa Kursi Desa 300 500 150.000
2. Sewa Balai Desa
- Perorangan 100.000 1 100.000 Resepsi
- Org non partisan di luar desa 25.000 10 250.000 Rapat DII
3. Sewa Lapangan 25.000 2 50.000
4. Peng. Sewa Kios Pasar - - -
5. Retribusi Bea Pasar Harian 500 10 600.000 10x500x30-
25.000x12x40%
Usaha-Usaha Desa Yang Sah 2.556.000
- Iuran Pelanggan Air Bersih 2.000 330 2.376.000 330x2.000x12x
30%
- Bagian Laba Dari BKD - - -
- Lembaga Ekonomi Desa Giriharja - - -
- Usaha-usaha Ekonomi Desa (UED) - - 180.000
Jumlah Penerimaan 13.438.500
Sumber: Lampiran Peraturan Desa No. 2 Tahun 2001
Otonomi
Daerah Otonomi
Desa
Perumusan
Kemandirian Masalah Kebijakan
Kabupaten dan Desa
Penyusunan Agenda
PADesa Pengalaman lalu & Kebijakan
Kecil Kebutuhan Perda No.10/2000
Desa
Rancangan/Usulan Penyusunan
Perumusan Usulan
Kebijakan Usulan
Kebijakan
Kebijakan II
Kades dan Aparat Desa
Musy. Desa I
(Pemdes, BPD,
Masyarakat)
Pengesahan
Rapat BPD Dengan Musy. Desa II Kebijakan
Pemerintah Desa (Pemdes, BPD,
Masyarakat) Persuasion
Bargaining
Kebijakan Pungutan Negotiation
compromise
Perdes No. 2/2001
Pelaksanaan - Sosialisasi
(Surat Edaran + Rapat)
Implementasi
Pelaksanaan
Keberatan Kebijakan
Masyarakat
11
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Fadillah, 2001, Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik, Pustaka
Pelajar Offset, Yogyakarta.
Suhartono, dkk., 2000, Parlemen Desa Dinamika DPR Kelurahan dan DPRK
Gotong Royong, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta.
Yin, Robert K., 1987, Case Study Research : Design and Methods, Baverly Hills,
Sage Publications.
Dokumen/Arsip