Sei sulla pagina 1di 143

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERSEPSI FAMILY CAREGIVER

TENTANG PENCEGAHAN DEKUBITUS PADA ANGGOTA KELUARGA


YANG BERISIKO DEKUBITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PISANGAN DAN CIPUTAT

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Disusun Oleh:

MAULIDAH NUR ATIQOH

NIM. 1113104000050

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1438 H/ 2017 M

i
ii
SCHOOL OF NURSING

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Undergraduate Thesis, Juli 2017

Maulidah Nur Atiqoh 1113104000050

Description Knowledge and Perception of Family Caregiver about Prevention of


Decubitus in Risk Family Member at Decubitus in Puskesmas Pisangan and
Ciputat Work Area
xvii + 97 page + 8 table + 4 chart + 3 attachement

ABSTRACT

Decubitus risk occurs in people who suffer from mobilization limitations such as
Stroke patients, Liming, etc. Decubitus sores may lead to some complications such as
local infection to sepsis. Family as caregiver at home, plays an important role in
precautionary action of Decubitus. This study aims to determine the description of
knowledge and perception of family caregiver about the prevention of Decubitus.
This study uses descriptive quantitative research type. The sample technique used is
purposive sampling with total respondent 26 people. Analysis of the data in use
univariate analysis in the form of frequency and cross tabulation. The results showed
the gender of the family caregiver 88.5% were female and dominated the final adult
age group (50%), 84.6% of respondents were inexperienced in treating immobilized
patients before. The education level of respondents is 50% low and 78.5% in low
economic class. Knowledge level of respondents is less than 11.5%, enough 69.2%
and good by 20%. In the perceptual variables, 53.8% of respondents had negative
perceptions and 46.2% had positive perceptions of the prevention of Dekubtius.
Conclusion: The family caregiver's level of knowledge about Decubitus is largely
categorized as sufficient and has a negative perception of the prevention of decubitus.
Suggestions: can be input to nurse as educator to provide knowledge about Decubitus
to family with family member at risk Decubitus.

Keywords: Family caregiver, Decubitus, Knowledge, Perception

iii
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2017

Maulidah Nur Atiqoh, NIM: 1113104000050

Gambaran Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver Tentang Pencegahan


Dekubitus pada Anggota Keluarga yang Berisiko Dekubitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan dan Ciputat

xvii + 97 halaman + 8 tabel + 4 bagan + 3 lampiran

ABSTRAK
Dekubitus berisiko terjadi pada orang yang menderita keterbatasan mobilisasi seperti
pasien Stroke, pengapuran, dan lain sebagainya. Luka Dekubitus dapat
mengakibatkan beberapa komplikasi seperti infeksi lokal hingga sepsis. Keluarga
sebagai pemberi perawatan (family caregiver) di rumah, berperan penting dalam
upaya tindakan pencegahan Dekubitus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran pengetahuan dan persepsi family caregiver tentang pencegahan Dekubitus.
Studi ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif. Teknik sampel yang
digunakan adalah purposive sampling dengan total responden 26 orang. Analisa data
berupa analisa univariat untuk berupa frekuensi dan tabulasi silang.. Hasil penelitian
menunjukkan jenis kelamin family caregiver 88,5 % adalah wanita dan didominasi
kelompok usia dewasa akhir (50%). Responden 84,6% tidak berpengalaman merawat
pasien imobilisasi sebelumnya. Tingkat pendidikan responden 50% rendah dan
78,5% pada kelas ekonomi rendah. Tingkat pengetahuan responden kurang sebesar
11,5%, cukup 69,2% dan baik sebesar 20%. Pada variabel persepsi, 53,8% responden
memiliki persepsi negatif dan 46,2% memiliki persepsi positif terhadap pencegahan
Dekubtius. Kesimpulan: tingkat pengetahuan family caregiver tentang Dekubitus
sebagian besar masuk dalam kategori cukup dan memiliki persepsi negatif terhadap
pencegahan Dekubitus. Saran: dapat dijadikan masukan untuk perawat selaku
edukator untuk memberikan pengetahuan tentang Dekubitus kepada keluarga dengan
anggota keluarga yang berisiko Dekubitus.

Kata kunci: Family caregiver, Dekubitus, Pengetahuan, Persepsi

iv
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Maulidah Nur Atiqoh

Tempat, tanggal lahir : Pasuruan, 02 Agustus 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Nuso RT/RW: 01/06 Kel. Wonosari Kec. Gondangwetan

Pasuruan, Jawa Timur, 67174

HP : +6285817303572

Email : maulidah.nur13@mhs.uinjkt.ac.id

Fakultas/ Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan /

Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar Negeri Gayam I 2001 – 2007


2. SMP Negeri 2 Kraton Al-Yasini 2007 – 2010
3. MA Negeri Kraton Al-Yasini 2010 – 2013
4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013 – sekarang

ORGANISASI

1. CSSMoRA (Community of Santri Scholarship 2013 – sekarang


of Ministry of Religious Affairs)
2. Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan 2014 – 2016

viii
3. Kampoeng Hompimpa 2016 – 2017
4. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) 2014 - sekarang
Komfakkes

ix
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan segala nikmat , karunia,
taufiq, serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Sholawat serta salam senantiasa mengalir kepada khotimul anbiya’, sang pembimbing
umat manusia, Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut
beliau hingga akhir zaman.

1. Bapak Prof. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas


Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan.
3. Ibu Ernawati, S.Kp., Sp. KMB sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan
4. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp., M.BioMed selaku pembimbing akademik saya
yang telah memberikan bimbingan, arahan serta nasihat selama saya menjadi
mahasiswa.
5. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep., MKM selaku pembimbing 1 skripsi
yang telah memberikan banyak arahan, saran serta motivasi dalam
penyusunan penelitian ini.
6. Ibu Ita Yuanita, S.Kp., M.Kep, selaku pembimbing 2 skripsi yang telah
memberikan banyak pengetahuan baru juga arahan selama penyusunan
penelitian ini.
7. Pihak Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh kepada
penulis melalui PBSB (Program Beasiswa Santri Berprestasi) sehingga
penulis dapat melanjutkan studi hingga di Perguruan Tinggi
8. Kepada yang terindu ayah saya, bapak Heru Wahyudi, yang terus menjadi
inspirasi meski telah mendahului menghadap sang ilahi juga kepada ibu saya,

x
ibu Nurul Ma’rifah yang senantiasa menyemangati, memenuhi kebutuhan
serrta yang tidak pernah absen untuk mendo’akan saya.
9. Teruntuk yang terkasih kakak saya (Robithotul Izza) dan adik (Ahmad Robeth
Bahruddin) yang tidak pernah lelah memberi semangat, untaian do’a, ikhlas
menjadi tempat cerita dan memberikan saran serta menghibur penulis saat
menghadapi banyak masalah.
10. Sahabat tercinta, teman-teman CSSMoRA UIN Jakarta terutama angkatan
2013 dan Kontrakan Puri Laras yang memberikan banyak pengalaman dan
kenangan manis serta tidak pernah lelah untuk saling mendukung dan
menyemangati.
11. Sahabat- sahabat terbaikku (Abif, Galih, Rendy, Jack, Aryo, Lala, Ika, Putri
dan Hayu) yang selalu berusaha menghibur, memotivasi dan saling
mendo’akan selama proses skripsi.
12. Teman-teman seperjuangan PSIK angkatan 2013 yang telah memberi warna
dalam perjalanan perkuliahan, saling mendukung meskipun tidak jarang ada
adu persepsi. Terima kasih telah memberikan pengalaman juga kenangan
yang luar biasa.

Peneliti menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini sehingga
kritik serta saran yang membangun sangat diharapkan oleh peneliti agar dapat terus
memperbaiki kualitas penelitian yang akan dilakukan. Atas perhatian pembaca saya
sampaikan terimakasih.

Wassalam’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Jakarta, Juli 2017

Maulidah Nur Atiqoh

xi
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .......................................... Error! Bookmark not defined.

ABSTRACT ................................................................................................................ iii

ABSTRAK .................................................................................................................. iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................... Error! Bookmark not defined.

PERNYATAAN PENGESAHAN ................................ Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ................................................................................................. x

DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii

DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xv

DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xvi

DAFTAR TABEL.................................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................9
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................................10
D. Manfaat Penelitian .....................................................................................................10
E. Ruang Lingkup ...........................................................................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Dekubitus ...................................................................................................................13
1. Definisi Dekubitus..................................................................................................13
2. Faktor Risiko Dekubitus .........................................................................................14
4. Patogenesis Dekubitus ............................................................................................18

xii
5. Pengkajian Risiko Dekubitus .................................................................................21
6. Kategori/ Derajat Luka Dekubitus ..........................................................................23
7. Pencegahan Dekubitus ...........................................................................................25
8. Manajemen Dekubitus ................................................................................................31
B. Keluarga .....................................................................................................................36
1. Definisi Keluarga ...................................................................................................36
2. Fungsi Keluarga .....................................................................................................36
3. Tugas Kesehatan Keluarga .....................................................................................37
C. Pengetahuan ...............................................................................................................39
D. Persepsi ......................................................................................................................44
E. Health Belief Model (HBM) .......................................................................................47
F. Penelitian Terkait .......................................................................................................49
G. Kerangka Teori ..........................................................................................................52
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep .......................................................................................................53
B. Definisi Operasional ...................................................................................................54
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ........................................................................................................57
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................................57
C. Populasi, Sampel dan Teknik sampling ......................................................................57
D. Instrumen Penelitian ...................................................................................................62
E. Pengujian Instrumen ...................................................................................................65
F. Tahap Pengumpulan Data ..........................................................................................68
G. Pengolahan Data.........................................................................................................69
H. Analisis Data ..............................................................................................................71
I. Etik Penelitian ............................................................................................................72
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian.......................................................................................74
B. Karakteristik Responden ............................................................................................75
C. Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver .............................................................78

xiii
D. Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver Berdasarkan Karakteristik Responden .79
BAB VI PEMBAHASAN
A. Gambaran Karakteristik Family Caregiver dengan Anggota Keluarga yang Berisiko
Dekubitus ...........................................................................................................................83
B. Gambaran Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver dengan Anggota Keluarga
yang Berisiko Dekubitus ....................................................................................................85
C. Keterbatasan Penelitian ..............................................................................................93
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................................95
B. Saran ..........................................................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 99
LAMPIRAN ............................................................................................................. 104

xiv
DAFTAR SINGKATAN

ICU : Intensive Care Unit

MICU : Medical Intensive Care Unit

IPUP : International Pressure Ulcer Prevalence

KPPI : Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

HBM : Health Belief Model

xv
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Algoritma Manajemen Luka Dekubitus 35

Bagan 2.2 Health Beliefe Model (HBM) 49

Bagan 2.3 Kerangka Teori 52

Bagan 3.1 Kerangka Konsep 53

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional 54

Tabel 4.1 Interpretasi Skor Pengetahuan 63

Tabel 4.2 Frekuensi Hasil Skor Pengkajian Risiko Dekubitus dengan Skala 68

Braden

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Risiko Terjadinya Dekubitus pada 76

Anggota Keluarga Responden

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Family Caregiver dengan 77

Anggota Keluarga yang Berisiko Dekubitus

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan dan Persepsi Family 78

Caregiver tentang Pencegahan Dekubitus

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Family Caregiver Berdasarkan Karaktersitik 79

dan Tingkat Pengetahuan tentang Dekubitus

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Family Caregiver Berdasarkan Karaktersitik 81

dan Persepsi tentang Dekubitus

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 Hasil Olah Data Statistik Komputer

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dekubitus merupakan masalah yang sangat serius terutama bagi pasien yang

dirawat lama di rumah sakit dengan keterbatasan aktifitas (Widodo, 2007). Dekubitus

merupakan luka pada kulit yang terlokalisasi atau pada jaringan dibawah tulang yang

menonjol akibat tekanan yang terus-menerus atau tekanan yang disertai dengan

gesekan (Osuala, 2014). Tekanan secara lokal berdampak menurunkan atau bahkan

menghambat sirkulasi yang menyebabkan metabolisme sel terganggu dan berakhir

pada kondisi iskemik jaringan. Iskemik jaringan adalah kondisi tidak adanya atau

menurunnya aliran darah sebab obstruksi mekanik (Potter, Perry, Stockert, & Hall,

2011). Luka Dekubitus dapat menurunkan citra dan mutu pelayanan rumah sakit

karena program pengendalian terjadinya luka Dekubitus merupakan salah satu

indikator kendali mutu pelayanan (E. M. D. Kosegeran, A. J. M. Rattu, 2016). Luka

Dekubitus lebih mudah berkembang pada pasien di ruang ICU, gangguan neurolgi

dan lansia (Jaul & Menzel, 2014).

Beberapa faktor risiko dapat menajdi predisposisi perkembangan luka

Dekubitus, diantaranya: imobilisasi dalam waktu lama, defisit sensori, gangguan

sirkulasi dan nutrisi kurang. Menurut National Institue for Health and Cere

Excellence 2005 (NIHCE) dalam Jones (2013), faktor resiko untuk perkembangan

luka Dekubitus adalah penyakit akut, kronik dan terminal, komorbiditas seperti

1
2

diabetes dan malnutrisi, penurunan mobilisasi, masalah postur seperti pelvis miring,

kerusakan sensori, penurunan tingkat kesadaran, infeksi sistemik, status nutrisi

kurang, kerusakan kulit akibat tekanan sebelumnya, nyeri, faktor psikologi seperti

depresi, faktor sosial, Inkontinensia, pengobatan, kerusakan kognitif, dan

menurunnya aliran darah (NIHCE, 2005 dalam Jones, 2013).

Epidemiologi luka Dekubitus beragam di beberapa lokasi, insiden rate

berkisar antara 0,4% - 38% di unit perawatan akut, 2,2% – 23,9% di unit long term

care (perawatan jangka panjang), 0% - 7% di home care (perawatan di rumah) (Skala

et al., 2009). Luka tekan atau Dekubitus lebih umum ditemui di ruang ICU (Intensive

Care Unit) dari pada di ruang yang lain. Beberapa faktor resiko di ICU (Intensive

Care Unit) dapat meningkatkan kejadian Dekubitus. Faktor-faktor yang

menyebabkannya adalah kelemahan fisik, keterbatasan mobilisasi, penyakit yang

membutuhkan tirah baring dalam waktu lama, penggunaan anastesi dalam dosis yang

tinggi, sedatif, analgesik dan obat relaksan otot, masalah metabolik, abnormal

sirkulasi, penurunan kesadaran, Inkontinensia, dan penggunaan ventilator mekanik

(Köse, Yeşil, Öztunç, & Eskimez, 2016).

Pasien gangguan mobilasi seperti pasien stroke dan lansia tidak hanya terbatas

di instansi kesehatan seperti di rumah sakit dan panti jompo, tetapi juga di masyrakat.

Jumlah pasien penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga

kesehatan diperkirakan sebanyak 1.236.825 jiwa (7,0%), sedangkan berdasarkan

diagnosis Tenaga Kesehatan (Nakes)/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 jiwa


3

(12,1%). Berdasarkan diagnosis Nakes dan diagnosis/gejala, pasien stroke di Provinsi

Banten sebanyak 53.289 orang (6,6%) dan 96.888 (12,0%) (Kemenkes RI, 2014).

Menurut hasil Riskesdas (2013) Provinsi Banten, prevalensi stroke berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) tertinggi di Kota Tangerang Selatan (7,7%),

sedangkan prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi

terdapat di Kabupaten Pandeglang (17,0%). Prevalensi tertinggi pasien stroke

berdasarkan kelompok umur baik berdasarkan diagnosis nakes maupun diagnosis

nakes/gejala berada pada kelompok usia >75 tahun sebesar 53,8% dan 91,7%

(Kemenkes RI, 2013). Kondisi imobilisasi meningkatkan resiko terjadinya kerusakan

kulit dan proses penyembuhan luka yang lambat (Mersal, 2014).

Studi Dekubitus di komunitas telah beberapa kali dilakukan. Diperkirakan,

luka tekan atau Dekubitus terjadi pada 30% pasien di komunitas dan dapat secara

signifikan menurunkan kualitas hidup dan karir pasien (NHS Institute for Innovation

and Improvement, 2013 dalam Jones, 2013). Studi tentang prevalensi Dekubitus pada

796 pasien di komunitas di New South Wales (NSW), New England, mendapatkan

hasil, sebesar 8,7% (71) dari responden memiliki luka Dekubitus. 28,2% (20) pasien

mengalami Dekubitus akibat hospitalisasi sedangkan 71,8% (51) pasien lainnya luka

Dekubitus berkembang selama di rumah. Dari 71 pasien, ditemukan 111 luka

Dekubitus. Luka Dekubitus derajat 2 sebesar 40,5% dari 71 pasien, diikuti derajat 1

sebesar 29,7%. Bagian tubuh yang paling umum terkena Dekubitus adalah tumit

(33,3%). Hampir 70% luka yang diidentifikasi oleh perawat komunitas disebabkan
4

oleh alat yang digunakan oleh pasien seperti selang hidung, prostesis, kateter, kursi

mandi, balutan (bidai) dan sebagainya (Asimus & Li, 2011).

Ferrel dkk (1996) melakukan studi tentang luka tekan atau Dekubitus yang

terdaftar di jasa rumah perawatan selama 2 bulan. Sebanyak 3.546 pasien yang

dirawat selama masa studi dengan sampel akhir terdiri dari 3.048 pasien. Rentang

usia sampel mulai dari usia <1 tahun hingga 104 tahun, dengan rata-rata usia 75

tahun. 75% dari sampel berusia 70 tahun atau lebih dan hanya 1% yang kurang dari

25 tahun. Mayoritas sampel adalah wanita (63%), berkulit putih (85%), hidup di

rumah sendiri atau apartemen (92%), dan memiliki pengasuh (caregiver) yang

teridentifikasi (78%). Hampir dua per tiga sampel (65%) memiliki riwayat dirawat di

Rumah Sakit atau panti jompo sebelum memilih untuk home care. Saat terdaftar

layanan home care, 9,12% dari sampel memiliki luka Dekubitus, dengan lebih

sepertiga (37,4%) dari sampel yang Dekubitus memiliki dua atau lebih luka

Dekubitus dan 14,0% memiliki tiga atau lebih luka Dekubitus. Hanya 76 sampel

dengan luka Dekubitus (27,3%) dan106 sampel yang berisiko Dekubitus (14,2%)

yang memiliki alas busa (foam mattress), alas udara (alternating air mattress), atau

alat penurun tekanan lainnya. Kebanyakan sampel dirawat menggunakan balutan kasa

dengan atau tanpa produk hidrokoloid ( Ferrel et al, 1996). Hasil ini menunjukkan

masih rendahnya peran keluarga dalam menunjang tindakan pencegahan Dekubitus

Sedikitnya 60% dari semua luka Dekubitus berkembang di rumah sakit, 18%

berkembang di rumah perawatan dan 18% luka Dekubitus berkembang di rumah


5

(Fleming, Andrews, Evans, Chutka, & Garness, 1995). Penelitian lain yang dilakukan

oleh Betty dan Amik (2014) di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Karanganyar mendapati 38 orang berisiko Dekubitus melalui pengkajian skala Norton

sebelumnya. Dari jumlah sampel, diperoleh warga dengan skor resiko sedang

sebanyak 18 orang (47,4%) sedangkan 20 (52,6%) orang sisanya memiliki skor

resiko berat mengalami Dekubitus (Sunaryanti & Muladi, 2014) . Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa kejadian atau risiko pembentukan Dekubitus di

masyarakat cukup tinggi.

Pada studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja UPT

Puskesmas Pisangan, jumlah lansia yang berusia di atas 70 tahun di kelurahan per

bulan September 2016 ada sebanyak 982 jiwa, namun yang ada di Posbindu hanya

206 orang. Lansia dengan tingkat kemandirian tingkat C per bulan Sepmtember 2016

ada sebanyak 13 orang. Pasien stroke per bulan September di wilayah kerja UPT

Puskesmas Pisangan ada sebanyak 54 orang dan lansia dengan gizi kurang ada

sebanyak 60 orang.

Andrea E, N, dkk (2009) menyakatakan bahwa Dekubitus berdampak

terhadap kualitas hidup lansia yang menderita. Diantara dampak tersebut adalah

dampak terhadap kondisi fisik, sosial, psikologis, finansial, dampak yang diakibatkan

dari gejala Dekubitus, dan dampak terhadap kesehatan secara umum. Dua belas

penelitian mengidentifikasi dampak Dekubitus terhadap kesehatan secara umum

berupa infeksi serta penyembuhan luka yang lambat. Sebanyak 15 penelitian


6

mengatakan bahwa keluhan nyeri dirasakan oleh mayoritas pasien sebagai dampak

yang berhubungan dengan gejala Dekubitus (Gorecki et al., 2009). Rasa nyeri dan

tidak nyaman akibat Dekubitus mengakibatkan penundaan waktu rehabilitasi,

memperpanjang masa sakit dan keluar rumah sakit, serta berkontribusi terhadap

kecacatan dan kematian (Nuru, Zewdu, Amsalu, & Mehretie, 2015).

Perkembangan Dekubitus dapat mengakibatkan beberapa komplikasi.

Kemungkinan komplikasi yang paling serius adalah sepsis. Ketika luka Dekubitus

berkembang dan ada bakteri aerobik atau anaerobik ataupun keduanya, luka

Dekubitus sering menjadi sumber utama terjadinya infeksi (Lyder, 2010). Sepsis yang

berhubungan dengan luka Dekubitus memiliki angka kematian hampir 50%.

Osteomyelitis terjadi sekitar 26% pada luka Dekubitus yang gagal disembuhkan

(Fleming et al., 1995).

Komplikasi luka Dekubitus lainnya meliputi infeksi lokal, Selulitis, dan

Osteomyelitis. Luka Dekubitus yang tidak kunjung sembuh cukup sering

diindikasikan adanya Osteomyelitis yang menjadi penyebab. Kematian dapat juga

dihubungkan dengan perkembangan luka Dekubitus. Faktanya, tingkat kematian telah

dicatat sebanyak 60% dari lanjut usia yang mengalami perkembangan luka Dekubitus

dalam satu tahun setelah keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, pengkajian yang

teliti terhadap luka Dekubitus sangat penting (Lyder, 2010). Pencegahan terhadap

Dekubitus menjadi sangat penting daripada mengobati komplikasi yang

ditimbulkannya dengan biaya yang lebih tinggi. Perawat memiliki peran utama dalam
7

upaya pencegahan Dekubitus sebagai tenaga kesehatan yang pertama mengenali

tanda-tanda ulkus Dekubitus selama pasien dirawat karena berhadapan langsung

selama 24 jam (Mohamed & Weheida, 2015). Ketika pasien telah kembali ke rumah,

maka peran perawatan untuk pencegahan Dekubitus diambil alih oleh keluarga.

Pengetahuan dan kesadaran oleh praktisi penyedia perawatan kesehatan, baik

professional (perawat dan dokter) maupun non profesional (keluarga dan pembatu)

berperan penting dalam deteksi dini tanda-tanda abnormalitas kulit seperti

kemerahan. Langkah-langkah pencegahan dimulai sejak dirumah oleh anggota

keluarga dan sebagai pemberi perawatan dengan meningkatkan status gizi, mencegah

adanya tekanan eksternal, kekuatan akibat gesekan dari reposisi, serta menghindari

kelembaban kulit. Kurangnya pengetahuan dan asing terhadap etiologi pembentukan

luka Dekubitus, secara signifikan pada tingkat masyarakat mengakibatkan munculnya

luka tekan. Tim primer dan non-profesional caregiver memiliki peran penting dalam

pencegahan (Jaul & Menzel, 2014).

Masalahnya, dalam menjalankan peran sebagai caregiver, keluarga

melakukan usaha pencegahan Dekubitus baik tindakan yang dilakukan ataupun yang

tidak dilakukan bukan karena memahami betul secara jelas apa tujuan tindakan

tersebut melainkan hanya karena kebiasaan atau naluri untuk membantu dan

melindungi pasien. Hal ini dapat menurunkan kualitas tindakan pencegahan yang

diberikan jika tidak dilandasi dengan pengetahuan yang cukup dan berakibat pada
8

penurunan konsistensi keluarga dalam merawat (Diharjo, 2000 dalam Narni et al.,

2008).

Menurut teori health belief model (HBM), tindakan atau upaya pemeliharaan

kesehatan dipengaruhi oleh persepsi ancaman terhadap suatu penyakit. Persepsi

ancaman dibentuk oleh beberapa beberapa faktor, yaitu: persepsi kerentanan, persepsi

keseriusan, persepsi manfaat dan persepsi hambatan serta faktor pencetus. Persepsi

terhadap ancaman, kerentanan, keseriusan, manfaat juga hambatan di pengaruhi oleh :

1) variabel demografi (umur, jenis kelamin, latar belakang budaya), 2) variabel sosio-

psikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial), dan 3) variabel struktural

(pengetahuan dan pengalaman sebelumnya) (Maulana, 2009).

Dalam konteks pencegahan Dekubitus oleh family caregiver jika disesuaikan

dengan teori HBM, maka dalam upaya untuk mendorong tindakan pencegahan

dibutuhkan persepsi positif tentang pencegahan Dekubitus yang selanjutnya akan

mendorong keluarga untuk bertindak. Persepsi sendiri dibangun oleh beberapa

variabel yaitu variabel demografi, variabel sosio-psikologis, dan variabel struktural.

Penelitian yang dilakukan Sulastri, Effendy, & Haryani (2008) menunjukkan

tingkat pengetahuan keluarga tentang Dekubitus terbanyak dalam rentang cukup

sebesar 40% dan kurang 33,33 sedangkan yang berpengetahuan baik hanya 26,67%

atau 8 orang dari total 30 responden. Setelah dilakukan edukasi tentang dekubitus

kepada keluarga dalam penelitian Sulastri, Effendy, & Haryani (2008) didapatkan
9

hasil adanya kenaikan nilai rerata skor pengetahuan yang secara simultan juga

berhubungan meningkatkan nilai rerata keterlibatan keluarga dalam pencegahan

Dekubitus. Hasil ini menunjukkan adanya peran pengetahuan dalam mendorong

persepsi keluarga untuk selanjutnya melakukan tindakan pencegahan yang benar.

Mengetahui persepsi keluarga terhadap pencegahan Dekubitus menjadi penting untuk

selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam modifikasi faktor yang dapat

mempengaruhi persepsi keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan Dekubitus.

B. Rumusan Masalah

Dekubitus menjadi masalah yang sangat serius bagi orang dengan

keterbatasan moblisisasi. Dekubitus merupakan luka pada kulit yang terlokalisasi atau

pada jaringan dibawah tulang yang menonjol akibat tekanan yang terus-menerus atau

tekanan yang disertai dengan gesekan. Risiko Dekubitus meningkat pada pasien

gangguan neurologi seperti stroke dan pada lansia. Dampak dari Dekubitus dapat

mempengaruhi kualitas hidup pasiennya baik dampak terhadap kondisi fisik, sosial,

psikologis, finansial, dampak yang diakibatkan dari gejala Dekubitus, dan dampak

terhadap kesehatan secara umum. Dekubitus juga dapat menjadi penyebab terjadinya

infeksi pada pasien.

Keluarga sebagai family caregiver berperan penting dalam upaya pencegahan

terjadinya luka Dekubitus pada anggota keluarga dengan keterbatasan mobilisasi.

Deteksi dini terhadap kondisi abnormalitas kulit dilakukan oleh keluarga seat pasien
10

di rumah. Kurangnya pengetahuan dan tidak tidak asing tentang pembentukan luka

Dekubitus akan mengakibatkan munculnya luka Dekubitus. Dalam teori HBM,

tindakan atau upaya pemeliharaan kesehatan dipengaruhi oleh persepsi terhadap suatu

penyakit

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk diketahui gambaran

pengetahuan dan persepsi family caregiver tentang pencegahan Dekubitus.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui karakteristik sosio-demografi family caregiver yang memiliki

anggota keluarga berisiko Dekubitus yang terdiri dari jenis kelamin, usia,

tingkat pendidikan, pengalaman dan pendapatan

b. Diketahui gambaran pengetahuan family caregiver yang memiliki anggota

keluarga berisiko Dekubitus tentang Dekubitus

c. Diketahui gambaran persepsi kerentanan, keseriusan Dekubitus, manfaat,

dan hambatan untuk melakukan tindakan preventif Dekubitus.

d. Diketahui distribusi proporsi pengetahuan dan persepsi tentang Dekubitus

berdasarkan karakteristik responden.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi kesehatan


11

Hasil penelitian dapat dijadikan evaluasi serta pertimbangan untuk

dijadikan topik dalam pemberian pendidikan kesehatan kepada masyarakat,

terutama yang memiliki anggota keluarga berisiko Dekubitus. Meskipun

bukan diagnosa utama, Dekubitus dapat menjadi penyebab utama terjadinya

infeksi.

2. Bagi Instansi Pendidikan Keperawatan

Bagi instansi pendidikan, hasil penelitian dapat menjadi dorongan untuk

memberikan pengetahuan serta keterampilan yang profesional kepada peserta

didik sehingga siap menjadi tenaga kesehatan yang mengupayakan preventif

terjadinya Dekubitus saat terjun di masyarakat.

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian dapat menjadi informasi terutama pada keluarga dengan

anggota keluarga berisiko Dekubitus. Informasi tersebut diharapkan dapat

dimanfaatkan untuk dipraktekkan dalam upaya pencegahan Dekubitus pada

anggota keluarga yang berisiko Dekubitus.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan

keterampilan dalam menyusun dan melaksanakan penelitian. Selain itu,

penelitian ini menjadi wadah untuk mengamalkan ilmu yang telah didapatkan

dibangku kuliah serta menjadi motivasi untuk mengikuti perkembangan

penelitian terbaru terkait praktek keperawatan. Hasil penelitian juga dapat


12

menjadi acuan atau bahan bagi peneliti selanjutnya khususnya dalam upaya

preventif kejadian Dekubitus di komunitas/masyarakat.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif, dengan

menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Penelitian ini merupakan

penelitian yang terkait dengan gambaran pengetahuan dan persepsi family caregiver

tentang pencegahan Dekubitus. Lokasi penelitian ini berada di wilayah kerja UPT

Puskesmas Pisangan dan Ciputat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dekubitus

1. Definisi Dekubitus

Dekubitus adalah cedera lokal pada kulit dan atau permukaan

jaringan, biasanya pada bagian penonjolan tulang, sebagai akibat dari tekanan

atau tekanan yang disertai dengan gaya gesek dan atau friksi. Terdapat

sejumlah faktor kontribusi juga berhubungan dengan luka Dekubitus;

pentingnya faktor-faktor ini masih harus dijelaskan (National Pressure Ulcer

Advisory Panel, National, 2007). Klien dengan penurunan kemampuan

mobilisas, nutrisi yang tidak adekuat, kelembaban kulit yang berlebihan,

penurunan fungsi persepsi sensori, atau penurunan aktifitas merupakan faktor

risiko pengembangan luka Dekubitus (Potter et al., 2011).

Iskemia jaringan, penurunan aliran darah ke jaringan yang berakhir

dengan kematian jaringan, terjadi ketika aliran darah kapiler terhambat seperti

pada kondisi tertekan. Ketika tekanan dihilangkan dalam waktu yang relatif

singkat, akan terjadi fenomena yang disebut hiperemia reaktif (Potter et al.,

2011). Hiperemia aktif normal adalah kemerahan pada kulit akibat dilatasi

pembuluh darah kapiler superfisial. Reaksi hiperemia aktif akan menghilang

dalam waktu kurang dari 1 jam. Respon terhadap terkanan berupa vasodilatasi

dan indurasi yang berlebihan merupakan kelainan hiperemia reaktif. Kulit

tampak berwarna merah muda terang sampai merah. Indurasi adalah edema

13
14

lokal dibawah kulit. Kelainan hiperemia reaktif dapat hilang dalam waktu

antara lebih dari 1 jam hingga 2 minggu setelah tekanan diatasi (Potter &

Perry, 2012).

Berat badan akan berpindah pada lokasi penonjolan tulang saat klien

dalam posisi berbaring atau duduk. Semakin lama durasi tekanan diberikan,

semakin besar risiko kerusakan kulit. Tekanan mengakibatkan suplai darah

menuju jaringan menurun yang berakhir dengan iskemia. Jika tekanan diatasi

segera akan terdapat periode hiperemia aktif sebagai respon kompensasi dan

hanya efektif jika tekanan dihilangkan sebelum ada nekrosis atau kerusakan

(Potter & Perry, 2012)

2. Faktor Risiko Dekubitus

Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya

luka Dekubitus pada klien, yaitu:

a. Gangguan Input Sensorik

Klien berisiko tinggi mengalami gangguan integritas jika terjadi

perubahan atau gangguan pada fungsi persepsi sensorinya, terutama

dalam merasakan nyeri dan tekanan. Klien yang persepsi sensorinya

masih normal akan bereaksi dan mengatahui jika salah satu anggota

tubuhnya mengalami tekanan yang berlebihan atau nyeri, sehingga klien

akan berespon untuk mengubah posisinya atau meminta bantuan untuk

mengubah posisinya (Potter & Perry, 2012).

b. Gangguan Fungsi Motorik


15

Klien yang tidak mampu mengganti posisi secara mandiri berisiko

tinggi mengalami Dekubitus. Nyeri dan tekanan dapat dirasakan oleh

pasien, namun tidak dapat merubah posisi secara mandiri untuk

menurunkan tekanan tersebut. Kondisi ini menjadi peluang terjadinya

pembentukan luka Dekubitus (Potter & Perry, 2012).

c. Perubahan Tingkat Kesadaran

Perubahan tingkat kesadaran yang dialami oleh klien

mengakibatkan ketidakmampuan klien untuk melindungi dirinya sendiri

dari Dekubitus. Klien dengan bingung atau disorientasi mungkin dapat

merasakan tekanan, namun tidak mampu mengerti cara untuk

menghilangkan tekanan tersebut. Klien koma tidak bisa merasakan

tekanan dan tidak mampu mengganti posisinya untuk mengurangi

tekanan (Potter & Perry, 2012).

d. Gips, Traksi, Alat Ortotik, dan peralatan lain

Gips dan traksi mengakibatkan penurunan tingkat mobilisasi klien

dan gerakan ekstremitasnya. Gaya friksi atau tarikan eksternal mekanik

dari permukaan gips akan menggesek lapisan kulit dibawahnya. Hal ini

meningkatkan risiko kerusakan integritas kulit pada klien. Selain itu,

tekanan yang ditimbulkan oleh gips pada kulit karena terlalu ketat saat

dikeringkan atau jika ekstremitas yang bersangkutan mengalami bengkak

menjadi gaya mekanik yang dapat melukai kulit dan menyebabkan

Dekubitus.

Klien yang mengalami fraktur tulang belakang servikal bagian atas


16

akan menggunakan alat ortotik seperti collar neck atau penyangga leher

untuk pengobatannya. Beberapa penyengga leher dapat menekan aliran

kapiler di bagian servikal, yang berisiko menimbulkan Dekubitus. Semua

peralatan yang memberikan tekanan pada kulit klien berisiko

menimbulkan Dekubitus, seperti selang oksigen dan naso gastric tube

(NGT) (Potter & Perry, 2012).

3. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Dekubitus

a. Gaya gesek

Gaya gesek atau geser merupakan gaya yang bekerja pada kulit

ketika kulit dalam posisi diam sedangkan struktur tulang bergerak.

Pembuluh darah yang berada di bawah jaringan akan tertekan dan

terbebani, serta aliran darah yang menuju ke jaringan lebih dalam

terhambat. Akibatnya, akan terjadi perdarahan dan nekrosis pada lapisan

jaringan. Akhirnya pada kulit akan terbentuk suatu saluran sebagai ruang

drainase dari area nekrosis (Potter et al., 2011).

b. Friksi

Friksi merupakan cedera pada kulit yang memiliki penampilan

abrasi. Abrasi merupakan hilangnya lapisan atas kulit, yaitu epidermis.

Friksi dihasilkan oleh dua permukaan yang saling bergesek satu sama

lain. Bagian tubuh yang paling berisiko mengalami friksi adalah siku dan

tumit. Hal ini dikarenakan saat reposisi kedua bagian tersebut mengalami

gesekan dengan alas dibawahnya yang menyebabkan terjadinya abrasi.

Kerusakan kulit yang diakibatkan oleh friksi tampak seperti abrasi


17

(Bryant dan Clark, 2007 dalam Potter et al., 2011).

c. Kelembaban

Kondisi lembab pada kulit meningkatkan resiko pembentukan luka

tekan. Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap berbagai faktor

fisik lain seperti tekanan dan gesekan. Kelembaban dapat berasal dari

drainase luka, keringat, dan Inkontinensia baik urin maupuk fekal. Kulit

yang lembab dan basah akibat Inkontinensia dapat menyebabkan

kerusakan kulit (Fader, bain, dan Cottenden, 2004 dalam Potter et al.,

2011).

d. Nutrisi

Nutrisi kurang, khususnya kekurangan protein menyebabkan

jaringan yang lunak menjadi rentan terjadi kerusakan. Tingkat protein

yang rendah menyebabkan edema atau pembengkakan yang

berkontribusi mengganggu aliran oksigen serta nutrisi (Pieper, 2007

dalam Potter et al., 2011).

Kekurangan nutrisi mengakibatkan ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit. Pada pasien yang kehilangan protein berat, hipoalbuminemia

(level serum albumin dibawah 3 g/100mL) mengakibatkan pergeseran

cairan dari ekstraseluler menuju ke jaringan, yang berakhir dengan

edema. Edema meningkatkan resiko pembentukan luka tekan. Suplai

darah menuju jaringan yang edema meunurun, dan produk sisa tetap

tinggal karena terdapatnya perubahan tekanan pada sirkulasi dan dasar

kapiler (Potter et al., 2011).


18

e. Infeksi

Infeksi diakibatkan adanya patogen didalam tubuh. Klien dengan

infeksi biasanya mengalami demam. Infeksi dan demam akan

meningkatkan kebutuhan metabolik tubuh, membuat jaringan yang

hipoksia semakin rentan mengalami cidera karena iskemi. Selain itu,

demam mengakibatkan diaporesis dan meningkatkan kelembaban kulit

yang menjadi predisposisi rusaknya jaringan kulit klien (Potter et al.,

2011).

f. Usia

Struktur kulit berubah seiring dengan usia, penyebab hilangnya

lapisan dermal dan meningkatkan resiko kerusakan kulit. Lansia

memiliki risiko tertinggi terjadinya pembentukan luka tekan, 60%-90%

luka Dekubitus terjadi pada klien yang berusia di atas 65 tahun (Stotts

and Wu, 2007 dalam Potter et al, 2011 ). Neonatus dan balita juga

berisiko tinggi mengalami luka Dekubitus (Noonan, Quigley dan Curly,

2006; WOCN, 2003 dalam Potter et al., 2011).

4. Patogenesis Dekubitus

Terdapat tiga kondisi atau elemen yang menjadi dasar terjadinya

Dekubitus, yaitu: (1) intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler

(Landis, 1930 dalam Potter & Perry, 2012); (2) durasi dan besarnya tekanan

(Koziak, 1959 dalam Potter & Perry, 2012); dan (3) toleransi jaringan (Husain,

1953; Trumble, 1930 dalam Potter & Perry, 2012). Beberapa bagian tubuh

yang sering mengalami Dekubitus adalah sakrum, tumit, siku, maleolus,


19

trokanter besar, dan tuberositis iskial (Meehan, 1994 dalam Potter & Perry,

2012).

Dekubitus muncul sebagai akibat hubungan antara waktu dengan tekanan

(Stotts, 1988 dalam Potter & Perry, 2012). Semakin besar tekanan dan

durasinya, maka semakin besar pula peluang mengalami Dekubitus. Beberapa

tekanan dapat ditoleransi oleh kulit dan jaringan subkutan. Tapi, jika tekanan

eksternal lebih besar dibandingkan tekanan dasar kapiler akan terjadi

penurunan atau kehilangan aliran darah menuju jaringan sekitarnya. Jaringan

tersebut akan kekurangan suplai oksigen atau mengalami hipoksia sehingga

terjadi iskemi. Jika besarnya tekanan tersebut melebihi 32 mmHg dan tidak

disingkirkan dari lokasi yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah akan

menjadi kolaps dan trombosis. Sirkulasi pada jaringan tersebut dapat normal

kembali dengan menghilangkan tekanan sebelum sampai pada titik krisis

melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif. Toleransi kulit terhadap iskemi

lebih besar dibandingan yang dimiliki oleh otot, sehingga perkembangan

Dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan

tekanan yang berujung melebar ke area epidermis (Maklebust, 1995 dalam

Potter & Perry, 2012).

Gaya gesek yang ditimbulkan saat menaikkan posisi klien di atas tidur

juga berkontribusi dalam pembentukan Dekubitus. Efek tekanan juga dapat

diperbesar oleh distribusi berat badan yang tidak merata. Gaya gravitasi

menimbulkan tekanan yang konstan pada tubuh melalui permukaan tempatnya

berada, misalnya kasur (Berecek, 1975 dalam Potter & Perry, 2012). Jika
20

tekanan tidak terbagi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan

yang mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme kulit pada titik

tekanan tersbut akan mengalami keabnormalan.

Saat terjadi iskemi, jaringan akan memberikan kompensasi melalui

mekanisme hiperemia reaktif yang memungkinkan jaringan iskemi dialiri lebih

banyak darah ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah akan

meningkatkan suplai oksigen dan nutrien ke dalam jaringan. Gangguan

metabolik yang dikarenakan oleh tekanan akan berangsur kembali normal.

Equilibrium yang sehat kembali normal, dan nekrosis jaringan dapat dihindari

(Maklebust, 1991; Pires dan Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2012).

Hiperemia reaktif akan memberikan dampak yang optimal hanya jika tekanan

dihilangkan sebelum terjadi kerusakan (potter dan perry).

Derajat ulserasi bergantung pada beberapa faktor, baik faktor intrinsik

maupun ekstrinsik . pada saat tekanan terus berlanjut tanpa interupsi, jaringan

tersebut menjadi kekurangan oksigen dan nutrien yang penting bagi

metabolisme sel dan kemudian sel mengalami hipoksia dan membengkak. Jika

diberikan tekanan pada titik ini, jaringan akan dipenuhi darah karena pembuluh

darah kapiler membesar dan daerah tersebut akan berwarna kemerahan, yang

dikenal secara klinis sebagai hiperemia regional. Periode hiperemia akan

bertahan kira-kira separuh dari lamanya periode hipoksia yang telah terjadi.

Dalam keadaan ini, area yang berada dibawah tekanan dapat dengan

sepenuhnya kembali ke kondisi semula pada saat faktor risiko telah dikenali

dan dihilangkan dan tindakan pencegahan dimulai. Namun, jika tidak diketahui
21

pada titik ini, tekanan tidak akan dapat dihilangkan dan edema sel akan

berkembang menjadi trombosis pembuluh darah kecil, penurunan suplai

oksigen yang lebih lanjut, dan jaringan akan mulai mengalami ulserasi.

(gerontik)

5. Pengkajian Risiko Dekubitus

Terdapat empat instrumen yang dapat digunakan untuk mengkaji risiko

terjadi Dekubitus yang hasilnya dapat secara langsung mengidentifikasi klien

yang berisiko tinggi. Masing-masing instrumen pengkajian memiliki faktor

risiko yang berbeda (5-8 jenis) diurutkan berdasarkan angka. Nilai pengkajian

risiko klien didapat dengan cara menjumlahkan tiap angka yang diberikan

untuk masing-masing faktor risiko. Interpretasi dari nilai numerik berbeda pada

setiap skala.

a. Skala Norton

Skala pertama yang dilaporkan dalam literatur adalah skala Norton

(1962). Skala norton menilai lima faktor risiko, yaitu: kondisi fisik, kodisi

mental, aktivitas, mobilisasi, dan Inkontinensia. Jumlah nilai berada di

rentang 5-20; jumlah nilai rendah mengindikasikan risiko tinggi dan begitu

sebaliknya. Saat ini nilai 16 dianggap sebagai nilai yang berisiko (Norton,

1989 dalam Potter & Perry, 2012).

b. Skala Gosnell

Pada skala Gosnell terdapat 5 faktor yang dinilai, yaitu: status

mental, Inkontinensia, mobilisasi, aktivitas, dan nutrisi. Pada skala Gosnell

terdapat tambahan berupa data demografi, hal-hal lain yang bersifat klinik,
22

dan pedoman kriteria narasi. Total nilai berada pada kisaran 5-20, dengan

total nilai tinggi mengindikasikan risiko Dekubitus (Gosnell, 1987 dalam

Potter & Perrry, 2012).

c. Skala Knoll

Pengkajian skala Knoll didapatkan dari hasil pengembangan faktor

resiko klien yang berada pada ruang perawatan akut rumah sakit besar.

Terdapat delapan faktor risiko yang dinilai dalam skala Knoll, yaitu: status

kesehatan umum, status mental, aktivitas, mobilisasi, Inkontinensia,

asupan nutrisi melalui oral, dan penyakit yang menjadi faktor predisposisi.

Total nilai berada dalam rentang 0-33 dengan interpretasi total nilai tinggi

menunjukkan risiko tinggi terjadi Dekubitus. Nilai risiko berada pada total

nilai 12 atau lebih (Potter & Perry, 2012).

d. Skala Braden

Skala Braden dikembangkan berdasarkan faktor risiko pada populasi

perawatan di rumah (Bergstrom dkk, 1987 dalam Potter & Perry, 2012).

Skala Braden terdiri dari 6 subskala, yaitu: persepsi sensori, kelembaban,

aktifitas, mobilisasi, nutrisi, friksi, dan gesekan (Potter & Perry, 2012).

Braden (2001) dalam Registered Nurse’s Association of Ontario (RNAO)

(2005) menjelaskan interpretasi dari hasil total nilai pengkajian, yaitu: skor

15-18 adalah berisiko, skor 13-14 adalah berisiko sedang, skor 10-12

adalah berisiko tinggi, dan skor ≤9 adalah sangat berisiko tinggi

mengalami Dekubitus (MacLeod et al., 2005).


23

6. Kategori/ Derajat Luka Dekubitus

a. Dicurigai Cedera Jaringan Dalam

Tampak keunguan atau merah maroon yang terlokalisasi pada kulit

yang utuh atau darah diisi blister karena kerusakan akibat penekanan pada

jaringan lunak. Daerah tersebut didahului dengan jaringan terasa nyeri,

keras, lembek, lebih hangat atau dingin dibandingkan jaringan lain yang

berdekatan. Cedera pada jaringan dalam sulit dideteksi pada klien dengan

warna kulit yang gelap.

b. Derajat I

Eritema atau kemerahan tidak pucat pada kulit yang utuh secara

lokal pada bagian kulit dengan penonjolan tulang. Pigmentasi kulit

menjadi gelap mungkin tidak terlihat pucat, namun warna tersebut tampak

berbeda dengan daerah lain disekitarnya.

Daerah kulit tersebut mungkin terasa nyeri, keras, lembek, lebih

hangat atau lebih dingin dari jaringan lainnya. Luka Dekubitus derajat satu

sulit dideteksi pada klien dengan warna kulit yang gelap.

c. Derajat II

Hilangnya sebagian ketebalan kullit meliputi epidermis dan/

dermis yang menghasilkan luka dangkal terbuka dengan warna luka merah

muda tanpa adanya lubang yang dalam atau slaugh. Mungkin juga

didapatkan kerusakan, ruptur atau terbukanya serum. Ulkus superfisial dan

secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal.
24

d. Derajat III

Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan yang

rusak atau nekrotik yang mungkin melebar ke bawah, namun tidak sampai

mengenai tulang, otot atau tendon. Ulkus secara klinis terlihat seperti

lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. Dapat

ditemukan juga luka goa (tunnel).

Kedalaman luka derajat III bervariasi sesuai dengan lokasi

anatominya. Pada daerah seperti hidung, telinga, tengkuk dan malleolus

tidak terdapat jaringan subkutan sehingga penampakan derajat III lebih

dangkal. Sebaliknya, pada daerah yang memiliki banyak jaringan adiposa

pembentukan luka dapat terjadi sangat dalam secara signifikan.

e. Derajat IV

Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif;

nekrosis jaringan atau kerusakan mengenai otot, tulang, atau struktur

penyangga (misalnya: tendon, sendi dan lain-lain). Termasuk ditemukan

adanya kerusakan yang dalam dan adanya tunnel.

f. Tidak Terklasifikasi

Kehilangan jaringan secara menyeluruh dimana dasar luka atau

ulkus tertutupi oleh slough (coklat, abu-abu, kuning, atau hijau) atau

eschar (coklat atau hitam) pada dasar luka. Derajat ini tidak dapat

ditentukan karena harus membuang cukup slough dan eschar hingga

terlihat dasar luka dan kedalaman luka yang sebenarnya untuk dapat

diketahui derajat yang sebenarnya (National Pressure Ulcer Advisory


25

Panel National, 2007).

7. Pencegahan Dekubitus

a. Mengurangi/ menghilangkah friksi dan gesekan

Mengurangi friksi dan gaya gesekan dapat dilakukan dengan tindakan

seperti:

1) Mengangkat tubuh pasien ketika akan dipindahkan. Hindari

memindahkan pasien dengan cara digeser baik dari tempat tidur

maupun kursi roda.

2) Hindari mengangkat bagian kepala pasien lebih dari 30 derajat kecuali

terdapat kontraindikasi untuk dielevasi. Posisikan 90 derajat ketika

pasien dalam kondisi duduk baik kursi roda maupun kursi biasa untuk

mengurangi friksi dan gaya gesek.

3) Gunakan perangkat untuk transfer pasien seperti lift, kasur dorong dan

lain-lain.

4) Gunakan alas antara kulit dengan kulit atau kulit dengan peralatan

yang dapat saling bergesekan.

5) Sering berikan minyak yang hipoalergi , krim atau lotion yang dapat

menurunkan ketegangan pada permukaan kulit dan mengurangi gaya

gesekan (Reddy, 2006 dalam dalam Perry et al., 2012).

6) Gunakan transparan film, balutan hidrokoloid atau balutan kulit pada

bagian penonjolan tulang untuk mengurangi friksi.

7) Jaga kondisi hidrasi kulit tetap baik dan lembab

8) Lumasi pispot terlebih dahulu sebelum digunakan ke pasien.


26

Gulingkan pasien ke samping untuk menempatkan pispot bukan

dengan menarik dan mendorong pispot.

9) Lindungi kulit dari kelembaban. Kondisi kulit yang terlalu lembab

akan menurunkan integritas kulit dan merusak lapisan lipid bagian

luar. Oleh karena itu, menurunnya kemampuan mobilisasi berperan

dalam pembentukan luka dan penyebab luka terbuka (Baronoski, 2004

dalam Perry et al., 2012).

b. Minimalisir tekanan

Toleransi jaringan adalah kemampuan kulit dan struktur

pendukungnya untuk menahan efek akibat tekanan yang dapat merugikan

kondisi klien (Braden, 1987 dalam Perry et al., 2012). Imobilisasi

merupakan faktor risiko yang paling signifikan untuk terjadi

pembentukan ulkus Dekubitus. Latihan gerak pasif dapat dilakukan

sebagai pencegahan, pengobatan kontraktur sendi dan rujukan kepada

fisioterapi dapat menajdi pilihan sebagai perawatan tambahan. Pasien

dengan imobilisasi dengan derajat apapun perlu mendapat pengawasan

terhadap pengembangan ulkus Dekubitus.

Pasien memiliki intensitas tekanan lebih besar terhadap penonjolan

tulang ketika duduk di kursi, karena distribusi berat badan tidak

terdistribusi merata. Seiring dengan peningkatan berat badan pada

penonjolan tulang, terdapat kecenderungan tubuh untuk meluncur dalam

gerakan ke bawah, menyebabkan adanya gaya gesek yang dapat merusak

jaringan lunak yang lebih tipis pada area penonjolan tulang. Posisi duduk
27

termasuk duduk diatas tempat tidur dengan elevasi kepala lebih 30

derajat. Ketika dalam posisi ini, penting bagi pasien untuk mengubah

posisinya atau sekedar menggeser tubuhnya setiap 15 menit jika klien

dapat melakukannya secara mandiri. Jika pasien tidak mampu berganti

posisi secara mandiri, maka posisinya harus diubah dengan bantuan

penyedia perawatan tiap jam (Baronoski, 2004 dalam Perry et al., 2012).

c. Alas Pendukung (Kasur dan Tempat Tidur)

Untuk mengurangi bahaya akibat imobilisasi pada sistem kulit dan

muskuloskletal telah dibuat berbagai alas pendukung, termasuk kasur dan

tempat tidur khusus. Perbedaan antara alas pendukung yang dapat

mengurangi tekanan dan alas pendukung yang dapat menghilangkan

tekanan penting untuk dipahami. Alat yang dapat menghilangkan tekanan

dapat mengurangi tekanan antar permukaan (tekanan antara tubuh

dengan alas pendukung) di bawah 32 mmHg (tekanan yang menutupi

kapiler). Alat untuk mengurangi tekanan juga mengurangi tekanan antar

permukaan, tapi tidak di bawah besar tekanan yang menutupi kapiler

(AHCPR, 1994 dalam Potter & Perry, 2012).

Saat memilih alas khusus perlu pengkajian kebutuhan klien secara

keseluruhan oleh perawat atau tenaga kesehata pemberi perawatan. The

Support Surface Consesus Panel mengidentifikasi 3 tujuan alat

pendukung tersebut, yaitu: kenyamanan, kontrol postur tubuh, dan

manajemen tekanan. Alat pendukung dan hubungannya dengan setiap

tiga tujuan perlu dievaluasi melalui 9 parameter, yaitu: harapan hidup,


28

kontrol kelembaban kulit, kontrol suhu kulit, redistribusi tekanan,

perlunya servis produk, perlindungan dari jatuh, kontrol infeksi,

kemudahan terbakar api, dan sriksi klien/produk (Krouskop dan van

Rijswijk, 1995 dalam Potter & Perry, 2012). Klien dan keluarga perlu

diberi pemahaman alasan dan cara menggunakan tempat tidur tersebut

yang tepat. Klien yang berisiko dapat dikurangi pembentukan luka

Dekubitus jika kasur dan tempat tidur digunakan dengan tepat (Potter &

Perry, 2012).

d. Mengelola Kelembaban

Mengelola kelembaban dari keringat, drainase luka dan

Inkontinensia merupakan faktor-faktor yang penting dalam pencegahan

luka Dekubitus. Kelembaban yang disebabkan oleh Inkontinensia dapat

menjadi pemicu perkembangan luka Dekubitus dengan maserasi kulit

dan peningkatan friksi (Ratliff, 1999 dalam Perry et al., 2012). Tindakan

yang dapat dilakukan:

1) Evaluasi tipe Inkontinensia klien, urin atau fekal atau keduanya dan

faktor yang berkontribusi lainnya. Hilangkan jika memungkinkan

2) Lakukan jadwal toileting atau program bowel/bladder secara tepat.

3) Cek kondisi Inkontinensia minimal tiap 2 jam dan sesuai kebutuhan.

4) Bersihkan kulit setelah periode Inkontinensia dengan air. Hindari

menggosok atau friksi yang berlebihan karena dapat melukai kulit

jeter, 1996 dalam Perry et al., 2012).


29

5) Gunakan pelembab perlindungan kulit (misal: krim, salep) sesuai

kebutuhan untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan kulit, atau

merawat kulit yang sudah luka.

6) Pilih underpad dan celana yang memiliki daya serap tinggi terhadap

Inkontinensia untuk mencegah kelembaban yang menjadi penyebab

maserasi.

7) Pertimbangkan penggunaan perangkat penampung tinja (misal:

kantong rektal, selang rektal). Kaji konsistensi tinja, frekuensi dan

efektifitas tindakan diatas sebelum penggunaan alat dimulai, tapi

gunakan perangkat sebelum terjadi kerusakan kulit.

8) Kaji adanya candidiasis dan obati secara tepat (Evans, 2003 dalam

Perry et al., 2012)

9) Tampung dan bersihkan drainase luka

10) Hindari adanya lipatan kulit, ganti pakaian klien sesuai kebutuhan

(Wound, Ostomy, and Continence Nurse Society, 2003 dalam Perry

et al., 2012)

11) Ganti linen atau sprei secara berkala untuk menghindari keringat

yang berlebihan.

e. Pertahankan Asupan Nutrisi dan Cairan yang Adekuat

Intervensi pengeloaan nutrisi dan pengembangan rencana

perawatan nutrisi dapat mengidentifikasi dan mengatasi masalah nutrisi

yang terjadi. Nutrisi yang tidak adekuat dapat menjadi faktor risiko

reversibel untuk luka Dekubitus. Tindakan:


30

Lengkapi pengkajian untuk pencegahan atau pengobatan luka

Dekubitus, meliputi:

1) Pengkajian kebutuhan nutrisi, protein, kalori, cairan, vitamin dan

mineral Keast, 2007 dalam Perry et al., 2012);

2) Kecukupan asupan oral, baik riwayat terdahulu maupun aktual saat

ini (Dorner, 2004 dalam Perry et al., 2012);

3) Hambatan menerima nutrisi yang optimal, meliputi kemampuan

menelan, mengunyah, dan implikasi sosial (Dorner, 2004 dalam

Perry et al., 2012);

4) Fungsi kognitif, termasuk kemampuan makan secara mandiri

(Dorner, 2004 dalam Perry et al., 2012);

5) Review kondisi kesehatan pasien dan penyakit kronis yang

menyertai, meliputi: kontrol diabetes dan penyakit ginjal (European

Pressure Ulcer Advisory Panel, 2009 dalam Perry et al., 2012);

6) Indikator antropometri dan biokimia, seperti indeks massa tubuh,

perubahan berat badan dan skala Braden (European Pressure Ulcer

Advisory Panel, 2009 dalam Perry et al., 2012);

7) Catat riwayat berat badan dan kehilangan berat badan;

8) Tingkat aktifitas.

Nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan terhadap luka Dekubitus harus

secara individual dan menyertakan partisipasi pasien dalam perencanaannya.

Intervesi nutrisi perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini:

1) Pengkajian kebutuhan
31

2) Kecukupan gizi saat ini dan sejauh mana kekurangan nutrisi serta

cairan

3) Hambatan dalam mencapai nutrisi yang optimal

4) Stastus penyakit

5) Antropometri

6) Indikator biokimia dan klinis status gizi

7) Pertimbangan yang berkaitan dengan hidup bersama

8) Tujuan dan harapapan pasien (Keast, 2007 dalam Perry et al., 2012)

9) Edukasi kepada klien/pemberi perawatan

Edukasi kepada pasien bagian penting dalam pencegahan dan pengobatan

luka Dekubitus. Pasien, keluarga dan pemberi perawatan merupakan kunci

untuk mencegah, memenejemen dan mengobati luka Dekubitus. Topik

edukasi yang harus diberikan meliputi:

1) Penyebab luka Dekubitus

2) Cara pencegahan luka Dekubitus

3) Kebutuhan nutrisi, dan

4) Pengaturan posisi

(Perry D, Borchert K, Burke S, Chick K, Johnson K, Kraft W, Patel B, 2012)

8. Manajemen Dekubitus

Manajemen luka Dekubitus memerlukan pendekatan antar disiplin

ilmu, termasuk dokter, ahli dermatologi, konsultan penyakit infeksi, pekerja

sosial, ahli psikologis, ahli gizi, perawat luka, ahli rehabilitasi dan
32

pembedahan. Komponen dasar dari manajemen luka Dekubitus adalah

mengurangi tekanan pada kulit, debridemen jaringan nekrotik, membersihkan

luka, mengelola perkembangan bakteri dan kolonisasi, dan memilih jenis

balutan. Peralatan yang menurunkan tekanan di perawatan pencegahan juga

dapat digunakan untuk medikasi, seperti alas kasur khusus. Alas statis sangat

berguna pada pasien yang dapat merubah posisi secara mandiri. Alas

kehilangan sedikit udara (low-air-loss) mungkin dibutuhkan untuk pasien

dengan luka dekubitu multipel atau luka yang tidak sembuh, setelah operasi,

atau ketika alas stastis tidak efektif.

Pengkajian nyeri harus dilengkapi, khususnya selama reposisi,

penggantian balutan, dan debridemen. Pasien dengan risiko tinggi terjadi luka

Dekubitus biasanya sensasi nyerinya terdapat gangguan. Tujuan pengajian ini

untuk mengurangi nyeri dengan menutup luka, menyesuaikan tekanan pada

permukaan luka, dan pemberian analgesik topikal atau sistemik.

Jaringan nekrotik dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan

kegagalan penyembuhan luka, bagian nekrotik harus didebridemen hingga

eskar dihilangkan dan jaringan granulasi berkembang. Namun, debridemen

tidak direkomendasikan untuk luka Dekubitus pada tumit yang stabil, eskar

kering tanpa edema, eritema, serta drainase. Metode debridemen meliputi

pembedahan, mekanikal, enzimatik, dan autolitik. Debridemen bedah

menggunakan pisau atau gunting bedah, atau benda tajam lain. Meskipun lebih

ekstensif, debridemen bedah harus dilakukan di ruang operasi. Debridemen

bedah dibutuhkan jika terjadi infeksi atau menghilangkan eskar yang tebal dan
33

luas. Penyembuhan setelah debridemen bedah memerlukan vaskularisasi yang

adekuat.

Debridemen mekanikal mengandung balutan basah hingga kering,

hidroterapi, irigasi luka, dan whirlpool. Balutan basah hingga kering harus

benar-benar kering sebelum menarik balutan tipis yang telah menempel pada

jaringan Dekubitus. Namun, jaringan yang tidak nekrotik dapat ikut terkelupas

serta rasa nyeri selama proses debridement. Hidroterapi dengan debridemen

guyuran whirlpool dapat menghilangkan debris. Debridemen enzimatik

berguna pada pasien perawatan jangka panjang yang tidak bisa mentoleransi

debridemen bedah, namun cara ini membutuhkan waktu lama untuk efektif dan

mungkin tidak berguna jika ada infeksi.

Luka perlu dibersihkan dan diganti balutan. Menggunakan syringe 35

mL dan 19-gauge angiokateter dapat memberikan tekanan yang kuat namun

aman; gunakan normal salin untuk irigasi lebih dianjurkan. Pembersihan luka

dengan antiseptik atau hydrogen peroxide dapat merusak jaringan granulasi.

Balutan yang menjaga lingkungan luka tetap lembab dapat memfasilitasi

penyembuhan dan dapat digunakan untuk debridemen autolitik. Balutan

sintetik mengurangi waktu perawatan, penyebab kurangnya ketidaknyamanan,

dan berpotensial menyediakan kelembaban yang konsisten. Jenis balutan

meliputi transparan film, hydrogels, alginates, foams, dan

hydrocolloids.Transparan film efektif menahan kelembaban, dan mungkin

digunakan sendirian untuk luka yang setengah tebal atau dikombinasikan

dengan hidrogel atau hidrokoloid untuk luka yang tebal dan penuh. Hydrogels
34

dapat digunakan untuk luka dalam dengan eksudat. Alginates dan foams adalah

tinggi penyerapan dan sangat berguna pada luka dengan eksudat sedang hingga

banyak. Hidrokoloid menahan kelembaban dan cocok untuk debridemen

autolitik. Pemilihan jenis balutan dilakukan oleh diagnosa klinis dan

karakteristik luka (Bluestein & Javaheri, 2008)


35

Bagan 2.1 Algoritma Manajemen Luka Dekubitus

Luka bersih, tanpa Luka bersih,


selulitis dengan
Jaringan
selulitis
nekrotik
(derajat III
Derajat II Derajat III, atau IV)
Derajat IV,
Derajat I
tanpa tanpa
jaringan jaringan Infeksi
nekrotik lokal Infeksi
nekrotik
Gunakan sistemik
Gunakan atau
balutan Lakukan
balutan perkemban
protektif, Gunakan balutan debridemen
lembab, gan selulitis
sesuai lembab hingga balutan bedah, jika
seperti
kebutuhan penyerap, seperti terdapat selulitis
transparan
hydrogel, foam, atau atau sepsis
film;
bersihkan alginate; pertimbangkan
Gunakan
luka konsultasi pembedahan,
debridemen
sesaui kebutuhan;
autolitik,
bersihkan luka
enzimatik, atau
mekanikal jika
tidak gawat

Antibiotik
Tidak ada topikal, gunakan
kemajuan balutan lembab
setelah 14 dan penyerap; Gunakan
hari bersihkan luka balutan
lembab-
penyerap;
Tidak ada bersihkan
perkembangan luka
penyembuhan luka
setelah 2-4 minggu;
selulitis persisten
atau ada sepsis

Antibiotik
Kultur jaringan; sistemik, gunakan
pertimbangkan balutan lembab-
osteomielitis penyerap,
bersihkan luka

Hess CT Wound care, 4th ed. Springhouse, Penn: Springhouse,


2002:54-55 dalam Daniel dan Ashkan 2008
36

B. Keluarga

1. Definisi Keluarga

Definisi untuk keluarga bervariasi dan beragam. The U.S. Census

Bureau (2006) dalam Melanie dan Bridgette (2009) mendefinisikan keluarga

merupakan satu atau lebih orang yang hidup bersama dan berhubungan oleh

kelahiran, pernikahan, atau adopsi. Sebuah rumah tangga dapat terdiri dari satu

kelompok tersebut, lebih dari satu atau tidak sama sekali. Hitungan kelompok

keluarga meliputi rumah tangga, subfamili yang memiliki hubungan dan

subfamili yang tidak tidak memiliki keterkaitan (McEwen & Pullis, 2009).

Menurut Friedman (2010) keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan

oleh kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi diri

sebagai bagian dari keluarga (Friedman & Marilyn, 2010).

Menurut Undang-Undang RI nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah

unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri

dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Republik

Indonesia, 2009).

2. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (2010), fungsi keluarga secara umum adalah sebagai

berikut:

a. Fungsi Afektif adalah fungsi pokok keluarga untuk mempersiapkan

anggotanya dalam berhubungan dengan orang lain. Fungsi afektif

dibutuhkan untuk proses perkembangan individu dan psikososial anggota


37

keluarga;

b. Fungsi sosialisasi adalah fungsi adalah fungsi yang berperan dalam

mengembangkan dan melatih anggota keluarga dalam hidup bersosial

sebelum mereka meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang

lain di luar rumah;

c. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan

menjaga kelangsungan hidup;

d. Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhannya

secara ekonomi dan tempat bagi individu untuk mengembangkan

kemampuan dalam meningkatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhan

keluarga;

e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk

mencapai dan mempertahankan kondisi sehat seluruh anggota keluarga

agar tetap memiliki produktifitas tinggi. Kemampuan keluarga dalam

memberikan perawatan kesehatan berpengaruh terhadap status kesehatan

keluarga (Friedman & Marilyn, 2010) .

3. Tugas Kesehatan Keluarga

Baiton dan Maglaya (1998) dalam Efendi dan Makhfuldi (2009) tugas

kesehatan keluarga meliputi:

a. Mengenal masalah kesehatan

Mengenali dan interpretasi masalah kesehatan/penyakit

dipengaruhi oleh keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga

yang tidak dapat diacuhkan karena kondisi sakit akan menurunkan arti
38

dari hidup dan menjadi akar habisnya kekuatan sumber daya serta dana

keluarga. Orang tua perlu mengetahui kondisi kesehatan dan perubahan-

perubahan yang dialami anggota keluarga.

Mengenali masalah kesehatan keluarga diawali saat suatu gejala

individu (1) dikenali; (2) diinterpretasi terkait dengan keparahannya,

kemungkinan etiologi, dan makna atau artinya; (3) dirasakan sebagai

kondisi yang mengganggu oleh individu yang mengalami gejala tersebut

dan keluarga. Tahap ini terdiri dari keyakinan keluarga akan gejala

seorang anggota keluarga dan bagaimana menangani penyakit tersebut.

b. Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat.

Tugas ini adalah usaha keluarga untuk mencari pertolongan yang

tepat sesuai dengan kondisi keluarga. Pencarian keperawatan dimulai

ketika keluarga menetapkan anggota yang sakit benar-benar sakit dan

membutuhkan pertolongan. Individu dan keluarga mulai mencari

pengobatan, informasi, saran, dan validasi profesional dari keluarga

besar, teman, tetangga, dan pihak non profesional lainnya. Ketetapan

terkait apakah anggota keluarga yang sakit sebaiknya ditangani di rumah,

di klinik atau di rumah sakit, cenderung di musyawarahkan di dalam

keluarga.

c. Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

Ketika keluarga memberikan perawatan kepada anggota

keluarganya yang sakit, keluarga perlu memahami bagaimana kondisi

penyakitnya, sifat dan perkembangan perawatan yang diperlukan,


39

fasilitas yang dibutuhkan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga, dan

bagaimana sikap keluarga terhadap sakit.

d. Modifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

Ketika memodifikasi lingkungan atau membuat suasana rumah

yang sehat, keluarga perlu mengetahui beberapa hal, yaitu: sumber-

sumber yang dimiliki keluarga, manfaat pemeliharaan lingkungan,

urgensi higiene sanitasi, upaya pencegahan penyakit, dan sikap atau

pandangan keluarga terhadap higiene sanitasi.

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga

Keluarga mulai memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan ketika

dilakukan komunikasi dengan pelayanan kesehatan profesional atau

praktisi pengobatan tradisional. Keluarga menjadi agen utama dalam

melakukan rujukan kesehatan bagi anggota keluarganya yang sakit ke

jenis layanan atau praktisi yang dinilai tepat (Efendi & Makhfuldi, 2009).

C. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses

sensoris khususnya mata dan telinga kepada objek tertentu. Pengetahuan adalah

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt

behaviour). Perilaku yang berdasarkan pengetahuan umumnya bersifat lama

(Sumaryo, 2004). Pengetahuan juga didefinisikan sebagai pencerminan objek-

objek eksternal di alam lain pikiran (Marhaeni, 2010).


40

2. Tingkat pengetahuan

Notoatmodjo (2007) menjabarkan cakupan pengetahuan dalam domain

kognitif dalam 6 tingkatan, antara lain:

a. Tahu (Know)

Tahu didefinisikan sebagai aktivitas mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang khusus dari seluruh

materi yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena

itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comperhension)

Memahami berarti mampu untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang sudah paham harus mampu menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan berkapasitas atau mampu untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi ini

dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu

struktur organisasi, dan masih berkaitan satu sama lain. Kapasitas


41

melakukan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), memisahkan, membedakan,

mengklasifikasikan dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merujuk pada kemampuan untuk meletakkan atau

menyatukan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis merupakan kemampuan untuk menata

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Seperti dapat

menyusun, dapat menyesuaikan, dapat merencanakan, dan sebagainya

terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Mampu untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi disebut evaluasi. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada.

3. Sumber Pengetahuan

a. Sumber pertama yaitu dari kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan

agama yang berup nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber

pengetahuan ini umumnya berbntuk norma-norma dan kaidah-kaidah

baku yang berlaku didalam kehidupan sehri-hari. Didalam norma dan

kaidah tersebut memuat pengetahuan yang keabsahannya boleh jadi tidak

dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi susah dikritik untuk

diganti begitu saja (Suhartono, 2005).


42

b. Sumber kedua pengetahuan yaitu berdasarkan otoritas kesaksian orang

lain, juga masih dipengaruhi oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang

otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua,

guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Perkataan yang

disampaikan oleh mereka tentang baik atau buruk, benar atau salah, dan

indah atau kelek, biasanya akan diikuti dan dijalankandengan patuh tanpa

kritik. Boleh jadi sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran,

namun permasalahannya terletak pada sejauh mana orang-orang tersebut

dapat dipercaya (Suhartono, 2005).

c. Sumber ketiga adalah pengalaman inderawi. Pengalaman inderawi adalah

alat vital bagi manusia sebagai kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan

mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang dapat melihat secara

langsung dan dapat pula melakukan kegiatan hidup (Suhartono, 2005)

d. Sumber keempat berupa akal pikiran. Akal pikiran memiliki sifat lebih

rohani dibandingkan dengan panca indera. Oleh sebab itu, lingkup

kemampuannya melebihi panca indera, yang melampaui batas-batas fisis

sampai pada hal-hal yang bersifat metafisis. Karena itu, akal pikiran

senantiasa bersikap meragukan kebenaran pengetahuan inderawi sebagai

pengetahuan semu dan menyesatkan (Suhartono, 2006).

e. Sumber kelima adalah intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang paling

dalam. Sehingga sumber pengetahuan ini sangat bersifat spiritual,

menembus ambang batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman

pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan


43

pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tenpa melewati

sentuhan indera ataupun olahan akal pikiran. Dengan demikian,

pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut

ukuran pengelaman inderawi maupun akal pikiran. Karena itu tidak dapat

berlaku umum, hanya berlaku secara personal saja (Suhartono, 2005)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) dan Sukmadinata (2003) terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:

a. Tingkat pendidikan

Kemampuan atau kapasitas belajar yang dimiliki manusia

merupakan bekal yang sangat pokok. Tingkat pendidikan tentu dapat

menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan.

b. Paparan media massa (akses informasi)

Berbagai informasi dapat diperoleh oleh masyarakat melalui

berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Seseorang yang lebih

sering terpapar dengan media massa (TV< radio, majalah, dan lain-lain)

akan memperoleh dan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan

dengan orang yang jarang atau bahkan tidak pernah terpapar dengan

informasi media. Hal ini menunjukkan bahwa paparan media massa

mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.


44

c. Budaya

Budaya mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang melalui

penyaringan terhadap informasi-informasi baru yang diterima untuk

selanjutnya disesuaikan dengan kebudayaan yang dianutnya.

d. Pengalaman

Pengalaman disini berhubungan dengan usia, tingkat pendidikan

yang tinggi akan memiliki pengalaman yang luas, begitupun dengan usia

orang tersebut pengalamannya juga akan semakin bertambah.

e. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial akan mendorong tingginya pengetahuan

seseorang, sedangkan ekonomi dihubungkan dengan daya pendidikan yang

ditempuh seseorang sehingga memperluas pengetahuan seseorang.

5. Alat ukur pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat diidentifikasi melalui wawancara atau

angket yang menyatakan isi materi yang ingin diukur dari responden

(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan responden akan ditentukan dengan

sebarapa jauh kemampuannya dalam menjawab pertanyaan mengenai

Dekubitus.

D. Persepsi

1. Definisi

Persepsi merupakan sebuah proses yang diawali oleh pengideraan.

Penginderaan adalah suatu proses diterimanya stimulus oleh seseorang


45

melewati alat penerima yaitu alat indera. Selanjutnya, stimulus itu dilanjutkan

oleh syaraf untu dibawa menuju ke otak sebagai pusat susunan saraf yang

selanjutnya masuk dalam proses persepsi. Proses penginderaan terjadi setiap

waktu, yaitu pada saat seseorang menerima stimulus yang mengenai dirinya

melalui alat indera. Alat indera merupakan penghubung antara individu

dengan dunia luarnya (Brabca, 964; Woodwoeth dan Marquis, 1957 dalam).

Stimulus mengenai individu itu selanjutnya diorganisasikan,

diinterpretasikan, sehingga seseorang menyadari tentang apa yang

diinderanya itu. Proses inilan yang dinamakan dengan persepsi. Jadi sesuatu

akan menjadi berarti setelah sesuatu iru yang menjadi stimulus diterima oleh

alat indera yang kemudian mengalami proses persepsi yang diorganisasi dan

diinterpretasikan (Davidoff, 1981 dalam (Wagito, 2003).

Dalam psikologi, persepsi secara umum didefinisikan sebagai proses

peroleh, penafsiran, pemilihan, serta pengaturan informasi yang diterima oleh

alat indera (Sarwono et al., 2014). Sedangkan menurut Desi-derato (1976)

dalam Luthfi dkk (2009) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman

tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang didapatkan dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi menyuguhkan arti

pada stimuli inderawi. Sensasi dalam hubungannya dengan persepsi adalah

menjadi bagian yang dilalui untuk proses persepsi. Meskipun begitu,

mengartikan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi

juga atensi, ekspektasi, motivasi, memori serta prasangka sosial.


46

2. Jenis Persepsi

Persepsi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan objek persepsi, yaitu:

a. Things Perception/ persepsi benda/ barang, yaitu persepsi terhadap

objek yang berupa benda atau barang atau selain manusia.

b. Social perception/ persepsi sosial, yaitu persepsi dimana yang menjadi

objek persepsinya adalah manusia atau orang. Bimo Walgito

membedakan antara persepsi terhadap diri sendiri (self

perception)dengan social perception. Persepsi sosial terdiri dari

persepsi terhadap orang lain dan persepsi terhadap interaksi sosial

(interpersonal perception) (Luthfi, Saloom, & Yasun, 2009).

3. Faktor yang mempengaruhi Persepsi

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut:

a. Diri orang yang bersangkutan sendiri. Interpretasi seseorang tentang

apa yang dilihatnya dipengaruhi oleh karakteristik individual, seperti

sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan harapan.

b. Sasaran persepsi, sasaran persepsi dapat berupa orang , benda, atau

peristiwa. Sasaran persepsi orang dapat dikarenakan adanya

kesamaan, kedekatan, kebetulan atau penggenarisasian.

c. Faktor situasi, kondisi yang tidak wajar atau umum dapat menarik

perhatian dan mempengaruhi persepsi. Misalnya orang yang

menggunakan pakaian renang pada situasi yang tidak ada


47

hubungannya dengan berenang akan sangat menarik perhatian,

karena bukan hal yang wajar (Sukadji dalam Luthfi et al., 2009).

E. Health Belief Model (HBM)

Teori Health Belief Model (HBM) dikembangkan mulai tahun 1950 oleh

kelompok ahli psikologi sosial dalam pelayanan kesehatan masyarakat Amerika.

Model ini digunakan dalam upaya mendeskripsikan secara luas kegagalan

keikutsertaan masyarakat dalam program preventif atau deteksi penyakit

(Houchbaum, 1958; Rosenstock, 1974 dalam Glanz dkk., 1997 dalam Maulana,

2009). Model ini merupakan salah satu model pertama yang dirancang untuk

mengajak penduduk melakukan tindakan ke arah kesehatan positif. Hal yang

dititikberatkan pada model ini adalah peranan persepsi kerentanan terhadap

suatu penyakit dan kefektifan potensial dalam pengobatan (Bensley, 2009).

HBM adalah model kognitif, yang digunakan untuk memprediksi

perilaku peningkatan kesehatan. Dalam pandangan teori HBM, probabilitas

seseorang melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi secara langsung dari

hasil 2 penilaian kesehatan (heakth belief), antara lain sebagai berikut:

1. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or

illness)

Ancaman dalam hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang

berasumsi bahwa penyakit benar-benar menjadi ancaman bagi diri mereka,

sehingga jika ancaman yang dirasakan meningkat, perilaku preventif juga


48

akan meningkat. Penilaian terhadap ancaman yang dirasakan dipengaruhi

pada hal-hal berikut:

a. Ketidakkebalan yang dirasakan (perceived vulnerability)

Seseorang mungkin dapat membuat masalah kesehatannya sendiri

sesuai dengan kondisi.

b. Keseriusan yang dirasakan (perceived severity)

Individu menilai keseriusan atau keparahan penyakit jika penyakit

tersebut timbul akibat tindakan individu tersebut atau penyakit

diacuhkan tidak ditangani.

2. Keuntungan dan kerugian (benefits and costs)

Pertimbangan mengenai keuntungan atau manfaat serta kerugian

yang akan diperoleh dari perilaku pencegahan menjadi bahan

pertimbangan dalam memutuskan untuk melakukan tindakan pencegahan

atau tidak.

3. Petunjuk berperilaku atau keyakinan terhadap posisi yang menonjol

(salient position)

Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat tentang

permasalahan kesehatan seperti media massa, kampanye, penyakit dari

anggota keluarga yang lain atau teman.

Ancaman, keseriusan, ketidakkebalan, pertimbangan keuntungan

dan kerugian dipengaruhi oleh : 1) variabel demografi (umur, jenis

kelamin, latar belakang budaya), 2) variabel sosio-psikologis (kepribadian,


49

kelas sosial, tekanan sosial), dan 3) variabel struktural (pengetahuan dan

pengalaman sebelumnya) (Maulana, 2009). Bagan konsep teori Health

Belief Model (HBM) dapat digambarkan seperti berikut (Noorkasiani,

Heryati, & Ismail, 2009):

Bagan 2.2 Health Belief Model

Variabel Demografi (usia, jenis


kelamin, ras, etnik,dsb) Kemungkinan keuntungan
Variabel sosio-psikologis yang diperoleh dari upaya
(kepribadian, kelas sosial, teman preventif dikurangi
seusia, dsb) keumngkinan halangan yang
Variabel struktural (pengetahuan, dihadapi dalam upaya
pengealaman) pencegahan

- Kemungkinan terkena Kemungkinan pengobatan


Kecenderungan dalam
penyakit X terhadap penyakit X
melakukan pencegahan
- Kemungkinan derajat
kesehatan yang
keparahan penyakit X
direkomendasikan

Faktor pencetus untuk bertindak:

- Kampanye dari media massa


- Surat peringatan dari dokter
- Anggota keluarga atau teman yang sakit
- Artikel surat kabar atau majalah

F. Penelitian Terkait

1. Tingkat Pengetahuan Keluarga Klien tentang pencegahan Dekubitus di RS.

Dr. Soekardjo Tasikmalaya Kota Tasikmalaya

Rismawan (2014) melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Tingkat

Pengetahuan Keluarga Klien tentang pencegahan Dekubitus terhadap

Kejadian Dekubitus pada Pasien Bedrest Total di RS. Dr. Soekardjo

Tasikmalaya Kota Tasikmalaya. Penelitian ini menggunakan metode


50

analitik asosiatif dengan desain penelitian observatif. Dalam mengukur

tingkat pengetahuan keluarga instrumen yang digunakan berupa pedoman

wawancara dengan soal sebanyak 10 butir dan lembar observasi untuk

menilai kejadian Dekubitus. Hasil penelitian menunjukkan tingkat

pengetahuan keluarga tentang Dekubitus rendah, dibuktikan dengan jumlah

keluarga yang mengerti 0%, kurang mengerti 23% dan tidak mengerti 87%.

Selain itu juga didapatkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan

keluarga dengan kejadian Dekubitus (p value = 0,045). Penelitian ini

berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, dimana

responden adalah family caregiver di komunitas bukan di rumah sakit.

2. Manfaat Pendidikan Kesehatan dan Minyak Kelapa terhadap Pencegahan

Dekubitus

Sunaryanti & Muladi (2014) melakukan penelitian tentang manfaat

pendidikan kesehatan dan minyak kelapa terhadap pencegahan Dekubitus.

Peneitian dilakukan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Karanganyar. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen dengan

randomized cotrolled triali. Populasi yang digunakan pada penelitian

tersebut adalah pasien yang berisiko mengalami luka dekubitus di

masyarakat, dengan melakukan pengkajian risiko dekubitus menggunakan

skala Norton yang berskor < 14. Analisis yang digunakan berupa uji

univariat dan bivariat berupa uji t. Hasil penelitian didapatkan 38 orang

berisiko Dekubitus melalui pengkajian skala Norton sebelumnya. Dari

jumlah sampel, diperoleh warga dengan skor resiko sedang sebanyak 18


51

orang (47,4%) sedangkan 20 (52,6%) orang sisanya memiliki skor resiko

berat mengalami Dekubitus. Betty dan Amik (2014) selanjutnya mengukur

efektifitas pemberian minyak kelapa dan penyuluhan sebagai pencegahan

Dekubitus. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan antara pemberian

minyak kelapa dan penyuluhan kesehatan tentang reposisi terhadap

pencegahan Dekubitus dibandingkan perlakuan pemberian minyak kelapa

saja atau penyuluhan tentang reposisi saja (Sunaryanti & Muladi, 2014).

3. Pengetahuan dan Keterlibatan Keluarga dalam Pencegahan Dekubitus

Sulastri et al., (2008) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh

Pemberian Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan dan Keterlibatan

Keluarga dalam Pencegahan Dekubitus pada Pasien Tirah Baring. Penelitian

yang dilakukan berupa kuasi eksperimen dengan desain satu kelompok

pretest-posttest. Pengukuran tingkat pengetahuan keluarga menggunakan

kuesioner dengan jumlah pertanyaan 16 butir. Hasil penilaian pengetahuan

didapatkan hasil 33,33% responden berpengetahuan kurang, 40% cukup dan

26,67% baik. Setelah dilakukan edukasi terdapat perubahan skor nilai

pengetahuan pada responden dengan selisih nilai sebelum dan setelah

edukasi sebesar 3,6. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan

antara pendidikan kesehatan dengan keterlibatan keluarga dalam

pencegahan dekubitus, dimana terdapat perbedaan nilai rerata keterlibatan

keluarga sebelum dan setelah pendidikan kesehatan sebesar 0,83.


52

G. Kerangka Teori

Variabel Demografi
(usia, jenis kelamin)
Variabel sosio-psikologis Kemungkinan keuntungan
(tingkat ekonomi, tingkat pendidikan) yang diperoleh dari upaya
Variabel struktural (pengetahuan, preventif dikurangi
pengealaman merawat pasien keumngkinan halangan yang
imoblisasi) dihadapi dalam upaya
pencegahan Dekubitus

- Persepsi keseriusan Kemungkinan pengobatan


Dekubitus terhadap Dekubitus Kecenderungan dalam
- Persepsi kerentanan melakukan pencegahan
terhadap Dekubitus Dekubitus

Faktor pencetus untuk bertindak:

- Kampanye dari media massa


- Surat peringatan dari dokter
- Anggota keluarga atau teman yang sakit
- Artikel surat kabar atau majalah

Bagan 2.3 Kerangka Teori Diadaptasi dari Teori Health Beliefe Model
(Glanz, dkk, 1998 dalam Maulana, 2009), Potter&Perry (2012), Potter et al., (2011),
dan Efendi & Makhfuldi (2009)
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang

dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan

identifikasi masalahnya. Kerangka konsep harus didukung landasan teori yang kuat

serta ditunjang oleh informasi yang bersumber pada berbagai laporan ilmiah, hasil

penelitian, jurnal, penelitian, dan lain-lain (Hidayat, 2007).

Variabel penelitian dalam penelitian ini berupa jenis kelamin, usia,

pengalaman, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan persepsi.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Penelitian

Jenis Kelamin
Usia
Pengalaman menjadi Caregiver dengan imobilisasi
Tingkat Ekonomi
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengetahuan Dekubitus
Persepsi Pencegahan Dekubitus

53
54

B. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil Skala

Tingkat Pemahaman yang diperoleh oleh Skala Guttman Menggunakan kuesioner 1: Kurang jika skor < 60% Ordinal
Pengetahuan orang orang terdekat yang merawat tingkat pengetahuan 2: Cukup jika skor 60-74%
Family pasien langsung melalui proses Dekubitus dari Sulastri et 3: Baik jika skor 75-100%
Caregiver pengalaman dan proses belajar, al. (2008), dengan skoring: (Sulastri et al., 2008)
meliputi definisi, faktor risiko, faktor a. Benar = 1
yang mempengaruhi pembentukan b. Salah = 0
Dekubitus, proses pembentukan
Dekubitus, tanda dan derajat luka
Dekubitus, dan pencegahan
Dekubitus.
Usia Lama hidup responden terhitung Ditanyakan didalam Kuesioner 1: Dewasa Muda (18-24 Ordinal
sejak lahir hingga ulang tahun instrumen mengenai tahun)
terakhir. berapa usia responden 2: Dewasa Pertengahan (25-44
tahun)
3: Dewasa Akhir (45-65
tahun)
4: Lansia (>65 tahun)
(WHO, 2013)
Jenis Kelamin Merupakan pertanda gender Ditanyakan dalam Kuesioner 1: laki-laki Nominal
responden instrumen jenis kelamin 2: Perempuan
dari responden
55

Tingkat Tahapan pendidikan yang dimiliki Ditanyakan dalam Kuesioner 1: Tidak sekolah dan tidak Ordinal
Pedidikan oleh responden melalui pendidikan instrumen mengenai lulus SD
formal yang dipakai oleh pemerintah jenjang pendidikan 2: Dasar : SD- SMP
serta disahkan oleh departemen terakhir yang diikuti oleh 3: Menengah : SMA/Sederajat
pendidikan responden 4: Tinggi : diploma dan
Perguruan Tinggi
Kelas Kategori yang didasarkan pada Ditanyakan dalam Kuesioner 1: Rendah < UMR Ordinal
ekonnomi akumulasi pendapatan dari anggota instrumen kuesioner (3.270.936,13)
keluarga yang digunakan untuk besar pendapatan 2 : Tinggi > UMR
kebutuhan hidup keluarga. keluarga per bulan dalam (3.270.936,13)
rupiah
Pengalaman Pernah merawat seseoang yang Ditanyakan dalam Kuesioner 1: Tidak Ordinal
sebelumnya berisiko Dekubitus atau yang sudah instrumen mengenai 2: Ya
memiliki luka Dekubitus. adanya pengalaman atau
tidak dalam merawat
seseorang dengan
Dekubitus
Persepsi Pandangan family caregiver Skala Likert Menggunakan kuesioner 1. Persepsi negatif < Ordinal
mengenai Dekubitus, meliputi: persepsi HBM dari Kautsar mean (57,6)
1. Keseriusan Dekubitus & Haryanthi (2016), 2. Persepsi positif >
2. Kerentanan terhadap dengan skoring: mean (57,6)
Dekubitus 1. Bagian pernyataan
3. Manfaat pencegahan positif:
56

Dekubitus a. sangat setuju: 4


4. Hambatan pencegahan b. setuju: 3
Dekubitus c. tidak setuju: 2
d. sangat tidak
setuju: 1
2. Bagian pernyataan
negatif:
a. Sangat tidak
setuju: 4
b. Tidak setuju: 3
c. Setuju: 2
d. Sangat setuju: 1
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif

adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan proporsi atau rerata suatu

variabel (Dahlan, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran

pengetahuan dan persepsi family caregiver tentang pencegahan Dekubitus.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan dan Puskesmas

Ciputat, Tangerang Selatan pada bulan April - Juni 2017. Alasan pemilihan lokasi

penelitian ini berdasarkan studi pendahuluan didapatkan data yang relevan dengan

kebutuhan sebagai awal perlunya dilakukan penelitian disana. Selain itu, lokasi yang

dipilih memiliki kondisi geografis yang strategis dan dapat dijangkau oleh peneliti

serta belum pernah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Pisangan dan

Ciputat mengenai gambaran pengetahuan dan persepsi family caregiver tentang

pencegahan dekubitus yang memiliki anggota keluarga berisiko Dekubitus.

C. Populasi, Sampel dan Teknik sampling

1. Populasi

57
58

Populasi merupakan subjek yang memiliki kriteria yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian adalah semua family caregiver yang

memiliki anggota keluarga yang memiliki anggota keluarga berisiko Dekubitus di

wilayah kerja Puskesmas Pisangan, Ciputat Timur. Pada penelitian ini tidak dapat

diketahui jumlah pasti populasinya karena keterbatasan data yang dimiliki oleh

UPT Puskesmas Pisangan, sehingga jumlah populasi pasien yang berisiko

Dekubitus tidak dapat diketahui.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari total dan karakteristik yang dipunyai

oleh populasi tersebut (Sugiono, 2009). Sampel terdiri dari bagian populasi

terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui proses

sampling. Sampling adalah proses memilih porsi dari populasi yang dapat

mewakili populasi yang tersedia. Teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini adalah purposive sampling. Pengambilan sampel dengan purposive

sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti,

berdasarkan karakteristik atau sifat-sifat poupulasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Besar sampel yang digunakan dalam penelitian

ini disesuaikan dengan rancangan penelitian yaitu dengan menggunakan rumus

besar sampel uji hipotesa beda 2 proprsi, seperti berikut ini:

2
𝑛 = 𝑍1 − 𝛼/2√2𝑃(1 − 𝑃) + 𝑍1 − 𝛽√𝑃1(1 − 𝑃1) + 𝑃2(1 − 𝑃2))
(𝑃1 − 𝑃2) 2

2
(1,96√2.0,4(1 − 0,4) + 1,28√0,6(1 − 0,6) + 0,2(1 − 0,2))
n=
(0,6 − 0,2) 2
59

2
(1,96√0,48 + 1,28√0,4)
n=
0,16
2
(1,357 + 0,809)
n=
0,16

4,691556
n=
0,16

n = 29,3 = 30

Ketrangan:

Z1-α/2= 5% (1,96) (Derajat kemaknaan α pada uji dua sisi (two tail))

P = (P1+P2)/2= (0,2+0,6)/2= 0,4

P1 = 0,6

P2 = 0,2

Z1-β = 1,28 ( nilai z pada kekuatan uji (power) 1-β 90%)

P1 merupakan proporsi jumlah caregiver berjenis kelamin laki-laki sebesar

0,6 pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mersal (2014) yang meneliti

tentang “ Pengetahuan dan Perilaku Caregiver terhadap Pencegahan Komplikasi

Pasien Imobilisasi di RS EL-demerdash Kairo”. Lokasi yang digunakan untuk

penelitian adalah rumah sakit, dimana untuk mendapatkan responden yang

beragam cukup mudah. Sedangkan P2 merupakan proporsi caregiver laki-laki

yang ditentukan oleh peneliti didasarkan pada penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Sulastri et al (2008) dimana caregiver laki-laki sebanyak 0,7

dengan seting lokasi penelitian di rumah sakit. Peneliti menganggap selisih

poporsi P1 dan P2 sebesar 0,4 adalah bermakna karena mengingat lokasi


60

penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah di masyarakat yang lebih sulit

untuk mencari caregiver berjenis kelamin laki-laki.

Dari hasil penghitungan menggunakan rumus diatas, diperoleh n atau

jumlah sampel adalah 30 responden. Pengambilan sampel untuk penelitian ini

menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

2.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel

(Nursalam, 2003), yaitu:

a. Responden merupakan family caregiver yaitu salah satu anggota

keluarga yang memberikan perawatan langsung kepada anggota

keluarga yang berisiko Dekubitus (skor sakala Braden <19) dengan

intensitas merawat selama minimal 18 jam perminggu

b. Dapat berkomunikasi

c. Bersedia menjadi responden

2.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan karakteristik sampel yang tidak dapat

dimasukkan atau tidak layak untuk diteliti, kriteria inkluasi pada penelitian

ini adalah :

a. Keluarga menggunakan jasa petugas kesehatan perofesional untuk

merawat anggota keluarga yang berisiko dekubitus

Responden didapatkan dengan mencari informasi melalui kader

Posbindu. Namun, karena tidak disemua RW memiliki Posbindu dan kader


61

tidak menghafal seluruh anggota warganya satu RW, maka peneliti

mendapatkan informasi masyarakat yang memiliki angggota keluarga

dengan keterbatasan mobilisasi dengan bertanya langsung kepada warga

sekitar atau ketua RT jika sedang ada di tempat. Peneliti melakukan

pencarian responden di 8 RW pada kelurahan Pisangan dan 6 RW di

Kelurahan Ciputat dengan jumlah kunjungan rumah sebanyak 36 rumah.

Dari informan tersebut, peneliti mendapati responden di 16 RT di

Kelurahan Pisangan dan 9 RT di wilayah Kelurahan Ciputat. Kemudian

peneliti mengunjungi rumah responden untuk selanjutnya diukur skor

risiko Dekubitus dengan skala Braden dan dimintai persetujuan sebagai

responden. Dalam kunjungan ke rumah calon responden, 4 calon

responden menolak untuk menjadi responden dan 6 calon responden tidak

memenuhi kriteria inklusi responden.

Penilaian risiko dekubitus dengan skala Braden terdiri dari 6 item,

yaitu: persepsi sendorik, kelembaban, aktivitas, mobilisasi, nutrisi, dan

friksi dan gesekan. Penilaian persepsi sensorik dilakukan dengan observasi

kondisi pasien dan wawancara baik ke pasien dan caregiver. Sedangkan

penilaian item lainnya dilakukan dengan wawancara kepada pasien dan

caregiver, seperti bagaimana BAB dan BAKnya menggunakan popok atau

tidak, dalam sehari ganti berapa kali, ketika diatas tempat tidur bisa

merubah posisi secara mandiri atau tidak, porsi makan sehari-harinya,

bantuan untuk aktivitas seberapa jauh dan sebagainya.


62

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner atau angket

yang akan dijawab melalui wawancara oleh peneliti kepada family caregiver dalam

angket kuesioner terdapat 5 bagian. Kuesioner pengetahuan diadaptasi dari Sulastri et

al., (2008) dan kuesioner persepsi diadaptasi dari Kautsar & Haryanthi, (2016) yang

selanjutnya dijabarkan sebagai berikut:

1. Bagian pertama atau A berupa data sosial demografi dari Family Caregiver

yang terdiri dari nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir,

pengalaman dan hubungan dengan anggota keluarga yang berisiko.

2. Bagian B merupakan kuesioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan Family

Caregiver. Kesioner pengetahuan menggunakan kuesioner dari penelitian yang

telah dilakukan oleh Sulastri, Effendy, & Haryani (2008) dan peneliti telah

mendapat izin untuk menggunakannya. Jumlah pernyataan ada 18 nomor

dengan sub bagian yang terdiri dari pernyataan terkait definisi Dekubitus (1,2),

lokasi kejadian dekubitus (4,5), derajat Dekubitus (6,7,8,9), penyebab dan

faktor risiko(3, 9, 10, 11, 12), tindakan pencegahan Dekubitus (13, 14, 15,16).

3. Bagian C merupakan kuesioner untuk mengetahui persepsi family caregiver

tentang Dekubitus yang diadaptasi dari Kautsar & Haryanthi (2016), dimana

peneliti telah mendapat izin untuk menggunakannya melalui surat elektronik.

Jumlah pernyataan sebanyak 20 nomer. Pernyataan persepsi terdiri dari

persepsi tentang kerentanan terhadap Dekubitus (12,13,14,15,16), persepsi


63

manfaat (1,2,3,4,5), persepsi hambatan (6, 7, 8, 9) dan persepsi keseriusan

(17,18,19, 20).

Pernyataan-pernyataan yang disusun untuk mengetahui tingkat pengetahuan

family caregiver tetang Dekubitus menggunakan skala Guttman, dimana untuk setiap

jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Skala Guttman dipilih

oleh peneliti karena menginginkan jawaban tegas atas setiap pernyataan yang

diajukan. Pernyataan dibuat dalam bentuk pilihan jawaban benar dan salah yang

hanya memiliki satu jawaban benar.

Penilaian untuk tingkat pengetahuan dilakukan dengan cara membandingkan

jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan

100% dan hasilnya dalam bentuk atau berupa persentase. Selanjutnya, persentase

dari jawaban diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif dengan acuan yang

disesuaikan dengan penelitian sebelumnya oleh Sulastri et al., (2008) sebagai

berikut:

Tabel 4.1
Interpretasi Skor Pengetahuan
Skor Penilaian Interpretasi Tingkat Pengetahuan
76-100% Baik
60-75% Cukup
>60% Kurang
64

Dalam bagian persepsi, pernyataan-pernyataan persepsi tentang Dekubitus

disusun dalam bentuk skala Likert dengan memberikan bobot pada setiap jawaban.

instrumen persepsi menggunakan skala 1-4 sesuai dengan penelitiayang dilakukan

oleh Kautsar & Haryanthi (2016) dengan kategori:

a. Sangat setuju (SS) yang berarti sangat sesuai

b. Setuju (S) yang berarti sesuai

c. Tidak Setuju (TS) yang berarti tidak sesuai

d. Sangat Tidak Setuju (STS) yang berarti sangat tidak sesuai.

Perolehan skor dari masing-masing item disesuaikan berdasarkan jawaban

dari jenis pernyataan positive/favorable atau negative/unfavourable.

Dalam mengkategorikan hasil kuesioner persepsi, peneliti menggunakan cut

of point. Hal ini ditentukan oleh peneliti, dikarenakan pada penelitian sebelumnya

oleh Kautsar & Haryanthi (2016) hanya sebatas konstruk validitas instrumen tidak

ada acuan untuk kategori hasil skor dari persepsi. Persepsi positif apabila total skor

yang diperoleh > mean, persepsi negatif jika total skor yang didapatkan < mean. Cut

of Point pada kuesioner persepsi menggunakan mean karena distribusi data persepsi

normal.

Persepsi positif pada kerentanan memiliki arti bahwa responden menganggap

ada anggota keluarganya rentan terkena Dekubitus, persepsi positif pada manfaat

pencegahan Dekubitus memiliki arti bahwa responden menganggap tindakan


65

pencegahan sangat bermanfaat, dan persepsi positif pada hambatan adalah responden

tidak mempunyai hambatan dalam melakukan pencegahan Dekubitus.

Persepsi negatif pada kerentanan memiliki arti bahwa responden menganggap

tidak ada anggota keluarga yang berisiko Dekubitus, persepsi negatif pada manfaat

pencegahan Dekubitus memiliki arti bahwa responden menganggap mencegah

Dekubitus tidak bermanfaat, dan persepsi negatif pada hambatan adalah responden

beranggapan memiliki banyak hambatan untuk melakukan tindakan pencegahan

Dekubitus.

E. Pengujian Instrumen

1. Uji Validitas

Alat ukur penelitian yang baik adalah alat ukur yang dapat lolos daam

aspek validitas. Validitas merupakan kemampuan sebuah tes atau uji untuk

mengukur apa yang seharusnya diukur. Bruce (2008) dalam Swarjana (2016)

menyebutkan bahwa validitas merupakan kapasitas sebuah tes, instrumen atau

pertanyaan untuk memberikan hasil yang benar (Swarjana, 2016).

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan merupakan instrumen baku

dimana telah diuji validitas oleh peneliti sebelumnya. Pada kuesioner pengetahuan

diadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Sulastri et al., (2008) dalam

penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan

Terhadap Pengetahuan dan Keterlibatan Keluarga dalam Pencegahan Dekubitus


66

pada Pasien Tirah baring”. Peneliti telah mendapatkankan izin untuk

menggunakan kuesioner dari peneliti sebelumnya melalui media sosial. Uji

validitas kuesioner tingkat pengetahuan dilakukan pada 10 orang responden

dengan kriteria yang sama dengan responden yang akan dilakukan penelitian. Uji

validitas dilakukan dengan teknik korelasi Pearson Product Moment. Dari 20

pertanyaan 4 butir pernyataan dinyatakan valid, sedangkan 16 pernyataan yang

tidak valid; 4 item dihilangkan dan 12 item pernyataan yang lain direvisi dan diuji

oleh expert/ ahli (Sulastri et al., 2008).

Kuesioner persepsi diadaptasi dari Kautsar & Haryanthi ( 2016) tentang “

Construct Validity of Test Instruments for Health Belief Model (HBM) in

Cervical Cancer” yang selanjutnya peneliti memperoleh izin untuk menggunakan

dan memodifikasi kuesioner untuk disesuaikan dengan topik Dekubitus. Konstruk

validitas yang digunakan oleh peneliti sebelumnya adalah metode Analisis Faktor

Konfirmator (Confirmatory Factor Analysis / CFA). Jumlah item yang dikonstruk

validitas sebanyak 32 dengan rincian: persepsi kerentanan 5 item, persepsi

keseriusan 5 item, persepsi manfaat 5 item, persepsi hambatan 7 item, isyarat

untuk bertindak (cues to action) 5 item, dan keyakinan kemampuan diri 5 item.

Karena penelitian ini terkait persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat, dan

hambatan maka jumlah item sebanyak 22. Hasil uji konstruk validitas terdapat 2

item pertanyaan yang tidak valid (t value < 1,96), yaitu pada satu item pernyataan
67

persepsi hambatan (t value = 1,12) dan satu item pada pernyataan keseriusan (t

value = 0,62), sehingga jumlah item yang valid dan digunakan sebanyak 20 butir.

2. Uji Reliabilitas

Instrumen penelitian juga perlu mempertimbangkan aspek reliabilitas

disamping memperhatikan validitas. Reliabilitas berarti sejauh mana alat ukur

mampu menghasilkan nilai yang sama atau konsisten walaupun dilakukan

pengukuran berulang atau beberapa kali pengukuran pada subyek dan aspek yang

sama, selama aspek dalam subyek tersebut memang belum mengalami perubahan

(Swarjana, 2016).

Uji reliabilitas kuesioner Persepsi dilakukan dengan melihat nilai Alpha

Cronbach. Hasil analisis menunjukkan nilai Alpha Cronbach sebesar 0,674,

karena nilai alpha > 0,60, maka instrumen dapat dikatan reliabel (Hamdi &

Bahruddin, 2014). Uji reliabilitas kuesioner tingkat pengetahuan dilakukan

dengan teknik belah dua (split-half) yang dianalisis dengan rumus Spearman

Brown. Hasil uji yang dilakukan oleh Sulastri et al., (2008) kepada 10 responden

diperoleh nilai reliabilitas 0,638, nilai tersebut lebih besar dari nilai tabel

pembandingnya yaitu 0,632 sehingga alat ukur dinyatakan cukup reliabel untuk

dipakai dalam penelitian.


68

F. Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data didahului dengan mengajukan izin ke Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan untuk melakukan studi pendahuluan dan penelitian di

wilayah kerja Puskesmas Pisangan. Setelah mendapat izin dari Dinkes Kota

Tangerang Selatan, pengajuan penelitian dilanjutkan ke UPT Puskesmas Pisangan.

Pada awal kunjungan studi pendahuluan diperoleh data prevalensi populasi yang

sesuai dengan kriteria inklusi penelitian ini. Data didapatkan dari bagian program

Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) Puskesmas

Ciputat. Kemudian, untuk mendapat infromasi lebih detail mengenai calon

responden, dilakukan turun lapangan dengan mengikuti kegiatan Posbindu PTM

Puskesmas Pisangan. Sampel didapatkan melalui data yang dimiliki dan dikelola

oleh kader Posbindu.

Setelah mendapat data melalui kader Posbindu, peneliti melakukan

peyaringan terhadap data melalui kunjungan rumah dengan menilai derajat risiko

Dekubitus menggunakan Skala Braden dari anggota keluarga yang bermasalah. Nilai

hasil pengkajian dengan skala Braden ditampilkan dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2
Frekuensi Hasil Skor Pengkajian Risiko Dekubitus dengan Skala Braden

Skor Skala Braden Frekuensi (n) Persentase (%) Kategori Risiko


9 1 3,9 Sangat tinggi
11 3 11,5 Tinggi
12 4 15,4 Tinggi
69

13 4 15,4 Sedang
14 6 23,1 Sedang
15 2 7,7 Rendah
16 3 11,5 Rendah
17 3 11,5 Rendah
Total 26 100.0

Setelah responden didapatkan datanya melalui penyaringan, penelitian

dilanjutkan dengan turun lapangan menemui calon responden untuk mengukur

variabel yang berkaitan dengan penelitian. Dalam pengambilan data, peneliti

menjelaskan terlebih dahulu maksud serta tujuan dari penelitian serta meminta

persetujuan calon responden untuk bersedia menjadi responden melalui informed

consent. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yang

didapatkan melalui kuesioner. Pada tahap pengumpulan data, peneliti melakukan

penyebaran kuesioner kepada responden, kemudian responden menjawab pernyataan

yang tertera di dalam kuesioner mengenai Dekubitus sesuai dengan persepsi dan

pengetahuan yang dimiliki oleh responden.

G. Pengolahan Data

Langkah-langkah dalam pengolahan data meliputi editing, coding,

processing, cleaning, dan tabulating.

1. Editing

Editing adalah aktivitas untuk mengecek validitas data yang masuk. Pada

tahap ini peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah dikumpulkan


70

meliputi kelengkapan pengisian kuisoner, kejelasan jawaban, relevansi

jawaban, dan kesamaan suatu pengukuran. Hasil pemeriksaan diperoleh hasil

semua kuesioner diisi lengkap dan jelas oleh responden.

2. Coding

Coding merupakan tahapan kegiatan mengklasifikasikan data dan

jawaban sesuai dengan kategoti masing-masing sehingga memudahkan dalam

pengelompokkan data.

Pada tahap Coding peneliti memberikan kode atau mengklasifikasikan

jawaban dari responden yang tertulis di kuesioner sesuai dengan kategori yang

telah dibuat dan dijelaskan didalam definisi operasional oleh peniliti.

3. Processing

Pada tahap ini dilakukan pemrosesan data agar dapat dianalisis.

Pemrosesan data dikerjakan dengan cara memasukkan (entry) data hasil

pengisian kuesioner ke dalam master tabel atau database komputer.

Peneliti memasukkan data hasil pengisian kuesioner oleh responden yang

telah diberi kode dan dikelompokkan ke dalam master data menggunakan

komputer.

4. Cleaning

Cleaning merupakan tahapan untuk memeriksa kembali data yang sudah

di masukkan atau di-entry dan melakukan koreksi bila terdapat kesalahan.

Setelah memasukkan data ke dalam master data maka peneliti akan mengecek

kembali data yang sudah dimasukkan untuk mengevaluasi adanya kesalahan.


71

Setelah dilakukan cleaning terhadap instrumen penelitian diperoleh hasil

seluruh pernyataan dijawab oleh responden sehingga keseluruhan data lengkap

dan memenuhi variabel, sehingga tidak ada data dibuang.

5. Tabulating

Pada tahap tabulating dilakukan pengorganisasian data sedemikian rupa

supaya dengan mudah dapat diakumulasi, disusun, dan diatur atau ditata untuk

selanjutnya disajikan dan dianalisis (Lapau, 2012). Pada tahap ini peneliti

melakukan tabulasi atau penyusunan data yang telah dimasukkan ke dalam

master data untuk memudahkan pengamatan dan analisis data selanjutnya.

H. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat untuk

mengetahui gambaran pengetahuan dan persepsi family caregiver. Analisis data

univariat yang digunakan adalah analisis proporsi atau presentase dari setiap variabel

Analisa univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan data secara

sederhana. Cara penyajiannya, seperti dengan persentase atau tabel distribusi

frekuensi, diagram map, diagram batang (Budiharto, 2008). Pada uji univariat

ditampilkan deskripsi frekuensi dari karakteristik responden berupa risiko terjadinya

Dekubitus, usia, jenis kelamin, pengalaman, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi

serta variabel tingkat pengetahuan dan persepsi family caregiver. Selain itu, pada

penelitian ini juga ditampilkan tabulasi silang antara karakteristik reponden dengan

kategori pengetahuan dan persepsi.


72

I. Etik Penelitian

1. Prinsip Manfaat (Beneficence)

Prinsip manfaat merupakan keharusan untuk menguntungkan orang lain

dan memberikan manfaat semaksimal mungkin. Responden diperlakukan

dengan cara yang etis, keputusan mereka dihormati, mereka dilindungi dari

bahaya, dan upaya yang dilakukan untuk mengamankan kesejahteraan mereka

(National Commission, 1978 dalam Wood & Haber, 2006).

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip manfaat bagi

responden. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi responden. Selain

itu, informasi yang telah diberikan oleh responden akan dijamin

kerahasiaannya dan tidak akan digunakan untuk hal-hal yang dapat merugikan

responden dalam bentuk apapun.

2. Prinsip Menghormati Manusia (Respect For Persons)

Setiap orang memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri dan untuk

pengobatan sebagaii bagian otonom dari diri mereka, sehingga mereka

memiliki kebebasan untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam sebuah

penelitian. Segala keputusan yang ditetapkan oleh setiap orang harus dihormati

(National Commission, 1978 dalam Wood & Haber, 2006).

Dalam penelitian ini tidak ada unsur pemaksaan. Responden memiliki hak

sepenuhnya untuk memberi keputusan apakah bersedia menjadi responden atau

tidak, tanpa ada kerugian atau sanksi apapun. Keputusan dari responden akan
73

dihormati sebagai hak otonominya. Dalam mengumpulkan data, responden

akan menerima informasi secara lengkap dan jelas mengenai tujuan penelitian

yang akan dilakukan.

3. Prinsip Keadilan (Justice)

Manusia sebagai obyek harus diperlakukan dengan adil. Ketidakadilan

terjadi ketika manfaat yang seharusnya menjadi hak seseorang tidak diberikan

tanpa alasan yang jelas atau ketika beban yang diberikan terlalu dipaksakan

(National Commission, 1978 dalam Wood & Haber, 2006). Dalam penelitian

ini, semua responden diperlakukan secara adil tidak ada diskriminasi antar

responden, baik sebelum, selama, dan setelah keikutsertaannya sebagai

responden dalam penelitian ini.


BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di lingkup wilayah kerja UPT Puskesmas Pisangan dan

UPT Puskesmas Ciputat, dengan jumlah responden sebanyak 30 responden.

Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2017. Cara pengambilan sampel pada

penelitian ini adalah purposive sampling. Penyaringan dan pengisian kuesioner

dilakukan secara bersama-sama karena dinilai lebih efisien oleh peneiliti mengingat

keterbatasan waktu serta tidak adanya data yang lengkap mengenai masyarakat yang

mengalami imobilisasi di Puskesmas.

A. Gambaran Lokasi Penelitian

1. Puskesmas Pisangan

Puskesmas Pisangan adalah salah satu Puskesmas yang berada di wilayah

Kecamatan Ciputat Timur dan membawahi 2 Kelurahan, yaitu Kelurahan

Pisangan dan Kelurahan Cirendeu. Luas wilayah kerja Puskesmas Pisangan

sebesar 1.685 Ha, dengan sebagian besar tanah darat dan sisanya rawa. Letak

daerah binaan Puskesmas Pisangan berada di antara wilayah dengan batas-batas

sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Wilayah Kerja Puskesmas Jurangmangu Timur (Kec.

Pondok Aren)

 Sebelah Barat : Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat (Kecamatan

Ciputat)

74
75

 Sebelah Timur : DKI Jakarta

 Sebelah Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang (Kel. Pondok

Cabe Ilir)

2. Puskesmas Ciputat

Puskesmas Ciputat terletak di sebelah Utara Kota Tangerang Selatan. Luas

wilayah kecamatan Ciputat kira-kira 13.311 Ha yang didominasi oleh tanah darat /

kering (93,64%) kemudian sisanya merupakan tanah rawa / danau. Wilayah kerja

Puskesmas Ciputat terdiri dari 2 kelurahan, yaitu: kelurahan Ciputat dan kelurahan

Cipayung, yang dijadikan sebagai kelurahan binaan. Tingkat kepadatan penduduk di

kelurahan Ciputat lebih mendominasi (147,45 jiwa/km2) dibandingkan dengan

kelurahan Cipayung (104, 91 jiwa/km2). Puskesmas Ciputat merupakan salah satu

adri tiga Puskesmas yang ada diwilayah kecamatan Ciputat, yang berbatasan dengan:

 sebelah Utara : wilayah kerja Puskesmas kaKampung Sawah

 sebelah Selatan : wilayah kerja Puskesmas Pamulang

 sebelah Barat : wilayah kerja Puskesmas Benda Baru

 sebelah Timur : wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur

B. Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini adalah family caregiver dengan anggota

keluarga yang berisiko Dekubitus yaitu yang memiliki skor <19 pada pengkajian
76

skala Braden. Adapun distribusi frekuensi tingkat risiko terjadinya Dekubitus pada

pasien ditunjukkan pada tabel 5.1

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Tingkat Risiko Terjadinya Dekubitus pada Anggota

Keluarga Responden

Frekuensi Persentase
(n=26) (%)
Risiko Sangat tinggi 1 3,8
Dekubitus Tinggi 7 26,9
Sedang 10 38,5
Rendah 8 30,8
Total 26 100.0

Hasil pengkajian risiko Dekubitus menggunakan skala Braden menunjukkan

hasil bahwa kebanyakan dari anggota keluarga yang berisiko memiliki risiko sedang

sebesar 38,5% (10 responden).

Gambaran karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi jenis

kelamin, usia, hubungan keluarga, pengalaman, tingkat ekonomi, dan tingkat

pendidikan yang disajikan dalam beberapa tabel 5.2.


77

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Karakteristik Family Caregiver dengan Anggota Keluarga

yang Berisiko Dekubitus

Frekuensi
Karakteristik Persentase (%)
(n= 26)
Kategori usia Dewasa Muda (18-24 tahun) 4 15,4
Dewasa Pertengahan (25-44
6 23,1
tahun)
Dewasa Akhir (45-64 tahun) 13 50
Lansia (≥65 tahun) 3 11,5

Jenis Kelamin laki-laki 3 11,5


Perempuan 23 88,5
Hubungan Suami 2 7,7
Keluarga Istri 6 23,1
Anak 9 34,6
Saudara 3 11,5
Cucu 4 15,4
Menantu 1 3,8
orang tua 1 3,8
Pengalaman Tidak 22 84,6
Ya 4 15,4
Tingkat Rendah 13 50
Pendidikan Menengah 10 38,5
Tinggi 3 11,5
Tingkat Rendah 20 76,9
Ekonomi Tinggi 6 23,1

Hasil analisa menunjukkan sebagian besar responden merupakan dewasa

akhir yang terdapat dalam rentang usia 45-64 tahun dengan frekuensi sebanyak 13

responden. Mayoritas responden adalah perempuan yakni mencapai 88,5% dari total
78

responden. Hubungan keluarga antara responden dengan anggots keluarganya yang

mengalami risiko Dekubitus didominasi oleh anak. Sebagian besar reponden tidak

memiliki pengalaman merawat orang dengan imobilisasi sebelumnya (84,6%).

Mayoritas dari responden mengatakan bahwa baru satu kali merawat orang dengan

risiko Dekubitus namun dalam rentang waktu yang cukup lama. Tingkat pendidikan

responden paling banyak pada tingkat rendah yaitu SD/SMP (50%). Sedangkan pada

tingkta ekonomi, mayoritas responden berpendapatan dibawah UMR atau pada

tingkat ekonomi rendah yaitu sebesar 76,9%.

C. Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver

Gambaran pengetahuan dan persepsi family caregiver tentang pencegahan

Dekubitus dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver

tentang Pencegahan Dekubitus

Kategori
Frekuensi (n= 26) Persentase (%)
Kurang 3 11,5
Tingkat
Cukup 18 69,2
Pengetahuan
Baik 5 19,3
Negatif 14 53,8
Persepsi
Positif 12 46,2
79

Tabel 5.3 menggambarkan bahwa tingkat pengetahuan responden sebagian

besar dalam kategori cukup yaitu sebesar 69,2%. Pengetahuan baik mengenai

Dekubitus hanya didapati 5 responden dari 26 total responden, dan pengetahuan

kurang sebesar 11,5%. Hasil ini menunjukkan bawah pengetahuan family caregiver

tentang Dekubitus tergolong cukup rendah. Persepsi family caregiver didominasi

dengan persepsi negatf terhadap pencegahan Dekubitus dengan persentase sebesar

53,8% dan responden yang berpresepsi negatif yaitu hanya sebesar 46,2%.

D. Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver Berdasarkan Karakteristik

Responden

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Family Caregiver Berdasarkan Karaktersitik dan Tingkat

Pengetahuan tentang Dekubitus

Tingkat Pengetahuan
Total
Karakteristik Kurang cukup Baik
Jenis laki-laki 0 (0,0%) 2 (66,7%) 1 (33,3%) 3 (100%)
Kelamin Perempuan
3 (13%) 16 (69,6%) 4 (17,4%) 23 (100%)

Dewasa Muda 0 (0,0%) 4 (100%) 0 (0,0%) 4 (100%)


Dewasa
1 (16,7%) 3 (50%) 2 (33,3%) 6 (100%)
Usia Pertengahan
Dewasa Akhir 0 (0,0%) 10 (76,9%) 3 (23,1%) 13 (100%)
Lansia 2 (66,7) 1 (33,3%) 0 (0,0%) 3 (100%)
Tidak
3 (13,6%) 15 (68,2%) 4 (18,2%) 22 (100%)
Pengalaman
Ya 0 (0,0%) 3 (75,0%) 1 (25,0%) 4 (100%)
80

Rendah
Tingkat 3 (15%) 15 (75%) 2 (10%) 20 (100%)
Ekonomi
Tinggi 0 (0,0%) 4 (66,7%) 2 (33,3%) 6 (100%)
Rendah 3 (23,1%) 10 (76,9%) 0 (0,0%) 13 (100%)
Tingkat
Menengah 0 (0,0%) 7 (70%) 3 (30%) 10 (100%)
Pendidikan
Tinggi 0 (0,0%) 1 (33,3%) 2 (66,7%) 3 (100%)

Tabel 5.4 diatas menunjukkan bahwa dari kategori jenis kelamin, 66,7%

responden laki-laki memiliki pengetahuan cukup dan 33,3% berpengetahuan baik.

Sedangkan pada jenis kelamin perempuan, 69,6% berpengetahuan cukup, 17,4 %

berpengetahuan kurang dan sisanya sebesar 19,2% berpengetahuan baik. Pada

kategori kelompok usia terlihat kelompok usia dewasa akhir memiliki frekuensi

terbanyak yaitu 13 orang dan didominasi dengan tingkat pengetahuan cukup sebesar

76,9%. Pada kelompok usia dewasa muda 100% responden berpengetahuan cukup.

Berbeda pada kelompok usia lansia dimana 66,7% memiliki pengetahuan yang

kurang. Pada kelompok usia dewasa pertengahan 50% responden memiliki

pengetahuan yang cukup.

Dari 26 responden, didapatkan bahwa hanya 4 orang yang memiliki

pengalaman merawat pasien dengan keterbatasan mobilisasi. Pada kategori tidak

beperngalaman 68,2% memiliki pengetahuan yang cukup, 13,6% pengetahuan

kurang dan 18,2% memiliki pengetahuan yang baik. Pada kategori tingkat ekonomi,

sebagian besar responden berada pada tingkat ekonomi rendah. Pada kelompok

tingkat ekonomi rendah terlihat 75% responden memiliki pengetahuan yang cukup

dan 15% pengetahuan kurang, sedangkan pada kelompok tingkat ekonomi tinggi
81

33,3% berpengetahuan baik dan 0% yang memiliki pengetahuan kurang. Pada

kategori tingkat pendidikan terlihat adanya perbedaan pada tigkat pengetahuan,

dimana pada responden dengan tingkat menengah dan tinggi tidak ada yang

berpengetahuan kurang. Pada kelompok pendidikan rendah 23,1% memiliki

pengetahuan yang kurang. Pada kelompok pendidikan menengah, tingkat

pengetahuan cukup memiliki persentase terbesar yaitu 70%, sedangkan pada

kelompok pendidikan timggi 66,7% memiliki pengetahuan yang tinggi.

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Family Caregiver Berdasarkan Karaktersitik dan Persepsi

tentang Dekubitus

Persepsi
Kategori
Negatif Positif Total
Jenis Kelamin Laki-laki 2 (66,7%) 1(33,3%) 3 (100%)
Perempuan 12 (52,2%) 11 (47,8%) 23(100%)
Usia Dewasa Muda (18-24 th) 1 (25,0%) 3 (75,0%) 4 (1005)
Dewasa Pertengahan (25-44 th) 5 (83,3%) 1 (16,7%) 6 (100%)
Dewasa Akhir (45-65 th) 7 (53,8%) 6 (46,2%) 13 (100%)
Lansia >65 th) 1 (33,3%) 2 (66,7%) 3 (100%)
Tidak 12 (54,5%) 10 (45,5%) 22 (100%)
Pengalaman
Ya 2 (50,0%) 2 (50,0%) 4 (100%)
Rendah (< UMR) 12 (60%) 8 (40%) 20 (100%)
Tingkat Ekonomi
Tinggi (> UMR) 2 (33,3%) 4 (66,7%) 6 (100%)
Rendah 4 (40%) 6 (605%) 10 (100%)
Tingkat Pendidikan Menengah 7 (53,8%) 6 (46,2%) 13 (100%)
Tinggi 2 (66,7%) 1 (33,3%) 3 (100%)
82

Pada kategori jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan persentase

terbesar responden memiliki persepsi negatif yaitu masing-masing sebesar 75,0%

dan 57,7%. . Pada kategori usia, ditampilkan bahwa pada kelompok usia dewasa

muda 75% memiliki persepsi yang positif, berbeda pada kelompok dewasa

pertengahan dimana 85,7% berpersepsi negatif. Pada dewasa akhir 62,5% memiliki

persepsi negatif, terbalik pada lansia dimana 75,0% memiliki persepsi positif. Pada

kategori pengalaman, responden yang memiliki pengelaman memiliki persentase

yang sama antara yang berpersepsi negatif dan positif, sedangkan pada kelompok

yang tidak memiliki pengalaman 61,5% berpersepsi negatif.

Pada kelompok tingkat ekonomi rendah persepsi negatif mendominasi

dengan persentase sebesar 65,2%. Hasil ini berkebalikan pada kelompok tingkat

ekonomi tinggi, dimana 57,2% memiliki persepsi positif tentang pencegahan

Dekubitus. Pada kategori tingkat pendidikan didapatkan hasil baik pada kelompok

pendidikan rendah, menengah dan tinggi didominasi oleh persepsi negatif dengan

persentase masing-masing sebesar 64,3%, 53,8%, dan 75%.


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Gambaran Karakteristik Family Caregiver dengan Anggota Keluarga yang

Berisiko Dekubitus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 88,5% dari responden berjenis kelamin

perempuan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa

perempuan lebih intensif dalam memberikan perawatan dibandingkan laki-laki

(Schulz & Eden, 2016). Selain itu, perempuan memenuhi tiga per empat dari seluruh

total pemberi perawatan primer / primary family caregiver (NAC/AARP, 1997).

Penelitian yang dilakukan oleh Valente et al., (2011) juga memiliki frekuensi family

caregiver lebih banyak pada jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 80,3%. Hasil ini

berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mersal, 2014 dimana jumlah

responden laki-laki sebagai family caregiver lebih banyak dibandingkan perempuan

dengan persentase sebesar 57,89%. Hal ini dapat terjadi karena wanita dianggap

lebih intensif dalam memberikan perawatan (Greenlee & Scharlach, 2006). Selain

itu, pada penelitian ini responden lebih banyak perempuan karena anggota keluarga

yang laki-laki sebagian besar menjadi tulang punggung keluarga sehingga intensitas

di rumah lebih sedikit dibandingkan anggota keluarga yang perempuan.

Dalam kategori usia, responden didominasi oleh kelompok usia dewasa akhir

dengan berjumlah 13 orang dari total 26 responden. Jumlah tersebut linier dengan

jenis hubungan keluarga antara family caregiver dengan anggota keluarga yang

83
84

berisiko Dekubitus dimana paling banyak yang berperan sebagai family caregiver

adalah anak dari pasien (34,6%), sedangkan usia rata-rata pasien adalah 70 tahun

sehingga bisa dipastikan kebanyakan dari anak pasien sudah memasuki masa dewasa

pertengahan atau akhir.

Tingkat ekonomi responden sebagian besar pada tingkat ekonomi rendah

yaitu dibawah UMR (Upah Minimun Regional) dengan jumlah sebanyak 20

responden (76,9%). Hasil ini dikarenakan adanya kesulitan dalam mengakses

persetujuan pada responden yang tingkat ekonominya tinggi yang lebih banyak

tinggal di area komplek. Dalam menjalankan perannya, familiy cregiver

membutuhkan dukungan pemasukan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan

keluarganya yang mengalami gangguan imobilisasi, seperti pembelian popok dan

biaya kontrol kesehatan. Sulitnya dalam pemenuhan ekonomi merupakan salah satu

faktor yang secara signifikan berhubungan dengan tingginya stres yang dialamai oleh

caregiver (Pearlin, 1989).

Secara teori, pendapatan merupakan hal yang penting dalam status kesehatan

individu. Pendapatan menjadi media dalam memperoleh makanan yang sehat, tempat

tinggal yang layak, dan gaya hidup yang sehat. Dampak pendapatan terhadap status

kesehatan di kalangan orang miskin lebih besar dari pada kalangan orang yang

memiliki pendapatan cukup hingga tinggi. Faktor penting pada masyarakat yang

berpenghasilan rendah adalah pendapatan tetap. Hal ini dikarenakan berpenghasilan

rendah adalah kemiskinan relatif sedangkan pada orang miskin yang tidak
85

berpenghasilan merupakan kemiskinan yang mutlak (Backlund, Sorlie, & Johnson,

1999).

Hasil penelitian mendapatkan bahwa dari 26 responden hanya 4 responden

yang memiliki pengalaman merawat orang dengan imobilisas sebelumnya. Namun,

dalam pemberian perawatan kepada keluarganya yang berisiko Dekubitus, 90% dari

family caregiver telah merawat anggota keluarganya yang berisiko Dekubitus selama

lebih dari satu tahun. Dalam rentang waktu yang cukup lama tersebut family

caregiver sudah terbiasa dalam memberikan perawatan dan memenuhi kebutuhan

dasar anggota keluarganya yang mengalami gangguan mobilisasi.

Tingkat pendidikan responden paling besar adalah pada tingkat pendidikan

rendah (SD/SMP) dengan persentase sebesar 50%. Hal ini karena usia responden

yang mendominasi adalah pada rentang dewasa akhir. Dimana pendidikan masih

belum banyak tersedia. Selain itu, tingkat ekonomi responden juga paling banyak

dalam tingkat rendah, yang dapat mempengaruhi keputusan untuk mengambil

pendidikan pada tingkat atas seperti perguruan tinggi.

B. Gambaran Pengetahuan dan Persepsi Family Caregiver dengan Anggota

Keluarga yang Berisiko Dekubitus

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga kepada objek tertentu. Pengetahuan adalah domain yang

sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour). Perilaku yang
86

berdasarkan pengetahuan umumnya bersifat lama (Sunaryo, 2004). Hasil tingkat

pengetahuan family caregiver diketahui family caregiver laki-laki yang memiliki

pengetahuan baik hanya 33,3% reponden laki-laki, sedangkan pada jenis kelamin

wanita 17,4% responden memiliki pengetahuan baik. Persentase yang lebih besar

pada laki-laki disebabkan karena responden laki-laki tersebut memiliki pengalaman

merawat dengan pasien gangguan mobilisasi sebelumnya yaitu ibunya sebelum

sekarang merawat istrinya dengan gangguan mobilisasi karena stroke. Meskipun

tidak pernah mendapat pendidikan kesehatan mengenai Dekubitus, responden

mengetahui beberapa tindakan pencegahan Dekubitus karena pengalamannya bukan

karena dasar teori seperti segera mengganti popok pasien jika BAB atau BAK agar

tidak lembab dan membantu memiringkan pasien jika pasien mengeluh ada nyeri di

bagian tubuh tertentu.

Tingkat pengetahuan pada kategori usia sebagian besar pada kategori cukup,

kecuali pada lansia dimana 66,7% memiliki pengetahuan kurang. Pada hasil analisa

dari pengisian kuesioner, pada responden dengan kelompok usia lansia, didapatkan

hasil bahwa tingkat pendidikannya pada tingkat rendah. Menurut Notoatmodjo

(2003) salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah tingkat

pendidikan. Mengenyam pendidikan akan melatih kemampuan dan kapasitas

seseorang dalam belajar sehingga mampu menghasilkan suatu perubahan dalam

pengetahuan.
87

Tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat ekonomi masih paling banyak pada

tingkat pengetahuan cukup yaitu 75% pada kelompok ekonomi rendah dan 57,1%

pada kelompok ekonomi rendah. Hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan

yang diambil oleh responden. Keputusan untuk mengenyam pendiidkan dipengaruhi

oleh tingkat ekonomi seseorang. Selain itu, melihat mayoritas usia responden yang

didominasi oleh kelompok usia dewasa akhir dapat diketahui bahwa kebanyakan

responden lahir pada tahun 1950 – 1970an, dimana masih belum banyak tersedia

institusi pedidikan juga subsidi pendidikan seperti sekarang karena wajib belajar 9

tahun baru diatur pada tahun 2008. Menurut Notoatmodjo (2003) dan Sukmadinata

(2003) tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

Kemampuan atau kapasitas belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang

sangat pokok. Tingkat pendidikan tentu dapat menghasilkan suatu perubahan dalam

pengetahuan.

Tingkat pengetahuan dilihat dari pengalaman responden mendapatkan hasil

pada kelompok pengalaman tidak ada yang memiliki pengetahuan kurang, sedangkan

pada kelompok tidak berpengalaman ada 3 dari 22 responden yang berpengetahuan

kurang. Salah satu sumber pengetahuan pengalaman inderawi. Pengalaman inderawi

adalah alat vital bagi manusia sebagai kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata,

telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang dapat melihat secara langsung dan dapat pula

melakukan kegiatan hidup (Suhartono, 2005).


88

Meskipun didominasi oleh responden yang tidak berpengalaman merawat

pasien imobilisasi sebelumnya, 92,3% responden telah merawat pasien lebih dari

satu tahun. Hasil pendalaman informasi mengenai cara merawat pasien selama ini

diketahui beberapa responden yang telah lama merawat pasien memberikan minyak

kelapa atau lotion secara rutin di bagian bokong juga punggung pasien saat

mengganti baju atau popok. Mereka mengaku hal ini dilakukan atas inisiatif sendiri

bukan intruksi dokter atau tenaga kesehatan lainnya karena menganggap minyak

kelapa bisa mencegah terjadinya lecet karena pemakaian popok dan posisi tidur yang

lama. Selain itu, responden juga setiap hari memobilisasi pasien meskipun tidak tiap

2 jam seperti teori, seperti mendudukkan pasien di kursi roda pada pagi dan sore hari.

Hasil penilaian tingkat pengetahuan family caregiver berdasarkan tingkat

pendidikan didapati 18 responden memiliki pengetahuan cukup, 3 responden

berpengetahuan kurang dan 5 responden memiliki pengetahuan yang baik tentang

Dekubitus. Terlihat dari hasil tabulasi silang bahwa semakin tinggi pendidikan maka

frekuensi tingkat pengetahuan rendah menurun. Hal ini karena pada tingkat

pendidikan yang lebih tinggi, lebih banyak informasi yang diterima serta dorongan

untuk mencari informasi lebih besar pada orang dengan tingkat pendidikan yang

tinggi.

Kebanyakan dari responden tidak mengetahui tentang tanda-tanda pada tiap

derajat perkembangan Dekubitus. Namun, untuk pernyataan tindakan pencegahan

Dekubitus seperti menjaga kondisi kulit tetap kering dan bersih serta menggunakan
89

bantal atau gulungan handuk saat berbaring untuk mengurangi tekanan mampu

dijawab benar oleh semua responden. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Rismawan (2014) dan Sulastri et al., (2008) dimana tingkat

pengetahuan keluarga tentang Dekubitus yang baik masing-masing 0% dan 26,67%.

Berbeda dengan hasil penelitian Metkono, dkk, 2014 yang menemukan tingkat

pengetahuan caregiver yang baik mencapai 79,3%.

Persepsi responden dilihat dari jenis kelamin didapati bahwa baik perempuan

maupun laki-laki sebagian besar memiliki persepsi yang negatif terhadap pencegahan

dekubitus dengan persentase masing-masing 52,2% dan 66,7% . Hal ini karena

sebagian besar responden menilai dirinya telah merawat dengan baik pasien dengan

membersihkan badan pasien secara rutin. Oleh karena itu, pada item persepsi

kerentanan terhadap Dekubitus, sebagian besar caregiver tidak setuju jika pasien

akan mengalami luka Dekubitus.

Persepsi berdasarkan kategori usia dimana 66,7% lansia memiliki persepsi

positif. Hal tersebut terjadi karena pada usia yang semakin tua memiliki penerimaan

yang lebih baik. Umur dewasa memiliki cara berfikir dan mengambil keputusan yang

optimal sehingga mempengaruhi bagaimana hasil penilaian atau persespsi suatu

keputusan (Sumarwan, 2014). Karakteristik dari tingkat usia dewasa adalah mampu

memenuhi kebutuhannya, memanfaatkan pengalamannya dan mengidentifikasi

kesiapan belajar (Knowless, 1986 dalam Ali, 2007). Hasil ini sejalan dengan
90

penelitian yang dilakukan oleh Greenlee & Scharlach, 2006 dimana mendapatkan

hasil rata-rata usia dari caregiver adalah 46 tahun dan didominasi oleh perempuan.

Persepsi berdasarkan tingkat ekonomi menunjukkan 60% responden memiliki

persepsi negatif pada kelompok ekonomi rendah. Hasil ini sejalan dengan penelitiian

yang dilakukan oleh Sanchón-macias & Bover-bover, 2013 dimana hasil penelitian

menunjukkan bahwa tingkat ekonomi tidak berpengaruh dengan persepsi negatif

status kesehatan baik pada kelompok pendapatan < 250 euro/ bulan, 250-499

euro/bulan, 500-999 euro/bulan, dan 1000-1499 euro/ bulan masing-masing memiliki

p value sebesar 0,355, 0,062, 0,633, dan 0,247.

Gambaran persepsi berdasarkan pengalaman didapati 54,5% responden yang

tidak berpengalaman memiliki persepsi negatif terhadap pencegahan Dekubitus.

Persepsi merupakan insterpretasi unik terhadap situasi dan bukan pencarian yang

benar tehadap situasi. Dalam membangun persepsi terdapat proses yang melibatkan

rangkaian kognitif yang kompleks, sehingga melalui proses tersebut dapat dihasilkan

penilaian tentang kenyataan yang mungkin berbeda dari ekspektasi. Selama

prosesnya, pembentukan persepsi juga dipengaruhi oleh konteks, pengalaman masa

lalu, dan ingatan (Thoha, 2000 dalam Marliyah et al., 2014). Persepsi negatif yang

lebih banyak muncul pada responden dapat dipengaruhi oleh kondisi anggota

keluarga yang dianggap tidak rentan untuk mengalami Dekubitus karena masih

mampu mobilisasi meskipun menggunakan alat bantu.


91

Persepsi pada kategori tingkat pendidikan menunjukkan bahwa 58,3%

responen memiliki persepsi yang negatif terhadap pencegahan Dekubitus. hal ini

mungkin dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang masih relatif rendah. Hasil

penelitian Rismawan, 2014 menyebutkan bahwa masih banyak keluarga yang tidak

mengetahui tentang Dekubitus sehingga angka kejadian Dekubitus juga banyak.

Pemberian pengetahuan kepada keluarga sangat penting sebagai upaya mendorong

keluarga untuk melakukan tindakan yang sesuai. Dalam penelitian Rismawan, 2014

juga dijelaskan bahwa tingkat pengetahuan seseorang cenderung berpengaruh positif

terhadap persepsi/penialaian dan perilaku yang sesuai.

Perilaku positif dari keluarga dalam upaya pencegahan Dekubitus sangat

berperan dalam pencegahan pembentukan luka dekubitus. Pengetahuan mengenai

dekubitus mempengaruhi dorongan keluarga untuk terlibat dalam perilaku

pencegahan Dekubitus (Sulastri et al., 2008). Komplikasi yang paling parah dan

umum terjadi pada luka Dekubitus adalah infeksi, seperti Sepsis dan Osteomielitis.

Hal ini karena kerusakan jaringan memberikan akses ynag mudah untuk invasi

bakteri (Gambret, 1988). Sepsis yang berhubungan dengan luka dekubitus dapat

terjadi pada semua derajat luka dekubitus. Beberapa penelitian menyebutkan

dominasi organisme sebagai penyebab Sepsis pada Dekubitus adalah staphylococcus

aureus, streptococcus faecalis dan coliform (Alder, VG dan Gillespie WS dalam

Galpin et al., 1976). Pada kondisi sepsis hanya kultur darah satu-satunya cara untuk
92

mengidentifikasi patogen. Hal ini tentu akan menambah waktu pemulihan dari pasien

(Maklebust & Siegreen, 2001).

Osteomielitis atau infeksi yang menyerang tulang pada Dekubitus umumnya

terjadi pada derajat IV luka Dekubitus, karena pada derajat ini telah terjadi kerusakan

pada seluruh ketebalan kulit serta kerusakan sudah mencapai otot, tulang, atau

struktur penyangga sehingga terdapat akses untuk bakteri menginvasi bagian tulang

pasien (National Pressure Ulcer Advisory Panel et al., 2007). Osteomielitis akan

menunda proses penyembuhan luka itu sendiri, karena jaringan mengalami

kerusakan yang parah dan hal ini berhubungan dengan risiko tinggi mengalami

kematian. Biopsi tulang dan kutur dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis

Osteomielitis (Maklebust & Siegreen, 2001). Pengobatan pada kronik Osteomielitis

lebih baik dengan terapi antibiotik jangka pendek disertai perbaikan jaringan dan

penutupan luka yang baik dibandingkan dengan terapi antibiotik jangka panjang

dengan perbaikan jaringan yang sederhana (Marriott & Rubayi, 2008).

Gambaran pengetahuan dan persepsi family caregiver secara umum

menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup

dan memiliki persepsi negatif terhadap pencegahan Dekubitus. Hasil ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri, Agustina, & Amrullah (2010) dimana

hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga memiliki pengetahuan yang cukup

namun sikap yang ditunjukkan negatif atau tidak mendukung tentang perawatan di

rumah pasien stroke dengan kejadian stroke berulang. Hasil ini dikarenakan terdapat
93

faktor yang memengaruhi persepsi family caregiver yaitu tingkat risiko Dekubitus.

Hasil analisa korelasi oleh peneliti didapati hubungan keduanya, hal ini

menginterpretasikan bahwa ketika anggota keluarga yang mengalami gangguan

mobilisasi berisiko rendah, family caregiver cenderung berpresepsi negatif terhadap

pencegahan Dekubitus karena menganggap anggota keluarga yang sakit tidak rentan

untuk mengalami Dekubitus terlepas dari jenis kelaminnya, kelompok usianya,

tingkat pendidikannya, pengalamannya, dan tingkat ekonominya, family caregiver

merasa tidak perlu untuk melakukan tindakan pencegahan Dekubitus karena bersepsi

keluarganya yang sakit tidak akan mengalami Dekubitus, begitupun sebaliknya.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, data responden tidak

dimiliki oleh puskesmas, sehingga peneliti kesulitan dalam mencari responden,

mengingat keluarga yang memiliki keterbatasan mobilisasi juga jarang sehingga

membutuhkan waktu dan mobilisasi yang cukup lama untuk bisa mendapatkan

responden. Kedua, tidak semua RW memiliki Posbindu sehingga sumber informasi

untuk beberapa lokasi juga minim. Ketiga, masyarakat yang tinggal di komplek dan

memiliki anggota keluarga yang imobilisasi cenderung menolak untuk menjadi

responden meskipun peneliti sudah menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian ,

mengingat saat pengambilan data peneliti tidak didampingi oleh perangkat pengurus

RT atau RW sehingga masyarakat kurang kooperatif.


94

Dalam menentukan tingkat ekonomi, peneliti hanya menggunakan

pendapatan dari caregiver tanpa mengonfirmasi siapa yang menjadi penanggung

jawa atas perawatan kesehatan pasien secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan

makna pengkajian tentang kelas ekonomi menjadi kurang relevan. Peneliti dalam

menentukan pengalaman juga mengalami kesulitan dalam menentukan batasan

kriteria berpengalaman atau tidak karena sulit mendapatkan sumber yang

menjelaskan terkait batas waktu minimal seseorang dianggap berpengalaman dalam

menjadi caregiver. Kuesioner dalam menilai pengetahuan caregiver perlu adanya

penyesuaian dan peninjauan ulang, sehingga tidak direkomendasikan untuk

digunakan secara langsung pada penelitian selanjutnya.


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Kelompok usia yang paling banyak menjadi family caregiver bagi anggota

keluarganya yang berisiko Dekubitus adalah kelompok usia dewasa akhir

(45 - 64 tahun) sebanyak 13 responden (50%%) dan didominasi oleh

perempuan (88,5%). Hubungan keluarga antara family caregiver dengan

anggota keluarga yang berisiko Dekubitus paling banyak adalah anak

dengan orang tua sebanyak 11 responden.

2. Family caregiver mayoritas tidak memiliki pengalaman merawat orang

dengan keterbatasan mobilisasi sebelumnya (84,6%), hanya 4 responden

yang memiliki pengalaman merawat orang dengan keterbatasan mobilisasi

sebelumnya.

3. Tingkat ekonomi responden rata-rata tergolong rendah (< UMR) yaitu

76,9% atau 20 responden. Pendidikan yang pernah ditempuh oleh family

caregiver didominasi pada tingkat pendidikan menengah dengan jumlah

responden sebanyak 13 orang .

95
96

4. Pengetahuan tentang Dekubitus yang dimiliki oleh family caregiver

sebagian besar tergolong cukup (69,2%) dan memiliki persepsi negatif

terhadap tindakan pencegahan Dekubitus yaitu sebesar 53,8%.

B. Saran

1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Sebaiknya discharge planning pada pasiem dengan gangguan mobilisasi atau

imobilisasi diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan dekubitus.

2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Sebaiknya memasukkan materi tentang pencegahan Dekubitus pada mata

kuliah Keperawatan Medikal bedah dan Komunitas. Selanjutya dapat dimanfaatan

menjadi topik edukasi kepada masyarakat yang memiliki anggota keluarga dengan

keterbatasan mobilisasi sejak di bangku kuliah misalnya pada agenda pengobatan

gratis dari HMPS (Himpunan Mahasiswa Program studi).

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian selanjutnya disarankan berupa penelitian kualitatif untuk

mendapatkan data yang lebih luas. Saran lainnya untuk penelitian kuantitatif

sebaiknya dilakukan dengan sampel yang mencukupi, waktu yang lebih lama dan

area yang lebih luas.


97

4. Bagi Caregiver

Keluarga sebagai perawat utama di rumah disarankan untuk memperhatikan

mobilisasi pasien selama diatas tempat tidur agar tidak terjadi penekanan pada

bagian tubuh tertentu yang mengakibatkan Dekubitus.


DAFTAR PUSTAKA

Asimus, M., & Li, P. (2011). Pressure Ulcers In Home Care Settings : Is It
Overlooked ? Wound Practice and Research, 19(2), 88–97.

Backlund, E., Sorlie, P., & Johnson, N. (1999). A Comparison Of The Relationships
of Education and Income with Mortality: The National Longitudinal Mortality
Study. Social Science Medical, 10, 1373–1384.

Bensley, R. J. (2009). Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat (2nd ed.). Jakarta:


EGC.

Bluestein, D., & Javaheri, A. (2008). Pressure Ulcers: Prevention, Evaluation, and
Management, 78, 1186–1194.

Budiharto. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu


Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC.

Dahlan, M. S. (2013). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel (3rd ed.).
Jakarta: Salemba Medika.

E. M. D. Kosegeran, A. J. M. Rattu, E. P. S. (2016). Analisis Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kinerja Perawat Dalam Pencegahan Kejadian Luka
Dekubitus Di Ruang Rawat Khusus RSUP Prof.Dr.R. D. Kandou Manado, 35–
46.

Efendi, F., & Makhfuldi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Fleming, K. C., Andrews, K. L., Evans, Jo. M., Chutka, D. S., & Garness, S. L.
(1995). Pressure Ulcers : Prevention and Management, 6196(agustus), 789–
799. https://doi.org/10.1016/S0025-6196(11)64355-3

Friedman, & Marilyn, M. (2010). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik.


Jakarta: EGC.
Galpin, J. E., Chow, A. W., Bayer, A. S., & Guze, L. B. (1976). Sepsis Associated
with Decubitus Ulcers, 61(September), 346–350.

Gambret, S. R. (1988). Contemporary Geriatric Medicine (3rd ed.). New York:


Plenum Medical Book.

Gorecki, C., Brown, J. M., Nelson, E. A., Briggs, M., Schoonhoven, L., Dealey, C.,
Nixon, J. (2009). Impact of pressure ulcers on quality of life in older patients: A
systematic review: Clinical investigations. Journal of the American Geriatrics
Society, 57(7), 1175–1183. https://doi.org/10.1111/j.1532-5415.2009.02307.x

Greenlee, J., & Scharlach, A. (2006). Caregiver’s Characteristic and Need. Family
Caregivers In California, 8–42.

Jaul, E., & Menzel, J. (2014). Pressure Ulcers in the Elderly, as a Public Health
Problem, 2(5), 4–7. https://doi.org/10.4172/2329-9126.1000174

Jones, D. (2013). Pressure Ulcer Prevention In The Community Setting, 47–56.

Kautsar, G., & Haryanthi, L. P. S. (2016). Construct Validity Of Test Instruments For
Health Belief Model ( Hbm ) In Cervical Cancer Screening Behavior.
International Conference on Health and Well-Being (ICHWB), 19–33.

Kemenkes RI. (2013). Pokok-pokok Hasil RISKESDAS Provinsi Banten 2013.

Kemenkes RI. (2014). Infodatin : Situasi Kesehatan Jantung. Pusat Data Dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 1–8. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infod
atin-jantung.pdf

Köse, I., Yeşil, P., Öztunç, G., & Eskimez, Z. (2016). Knowledge of Nurses Working
in Intensive Care Units in Relation to Preventive Interventions for Pressure
Ulcer. International Journal of Caring Scieces, 9(2), 677–687.

Lapau, B. (2012). Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi,


Tesis, Dan Disertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Luthfi, I., Saloom, G., & Yasun, H. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Lembaga
Peneitian UIN Jakarta.

Lyder, C. H. (2010). Risk Factors And Risk-Assessment Scales Pressure Ulcer, 1–6.

MacLeod, F., Barton, P., Campbell, K., Harrison, M., Kay, K., Labate, T., …
Parslow, N. (2005). Risk Assessment & Prevention of Pressure Ulcer, (March).

Maklebust, J., & Siegreen, M. (2001). Pressure Ulcers: Guidlines for Prevention
anda Management (3rd ed.). United State of America: Springhouse.

Marriott, R., & Rubayi, S. (2008). Successful Truncated Osteomyelitis Treatment for
Chronic Osteomyelitis Secondary to Pressure Ulcers in Spinal Cord Injury
Patients. Annals of Plastic Surgery, 61, 425–429.

Maulana, H. D. J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.

McEwen, M., & Pullis, B. C. (2009). Community-Based Nursing. Canada: Saunders


Elsevier.

Mersal, F. A. (2014). Caregivers â€TM Knowledge and Practice Regarding


Prevention of Immobilization Complications in El-demerdash Hospital Cairo,
2(3), 78–98.

Mohamed, S. A., & Weheida, S. M. (2015). Effects Of Implementing Educational


Program About Pressure Ulcer Control On Nurses’ Knowledge And Safety Of
Immobilized Patients. Journal of Nursing Education and Practice, 5(3), 12.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.5430/jnep.v5n3p12

National Pressure Ulcer Advisory Panel, National, T., Ulcer, P., & Panel, A. (2007).
Pressure ulcer stages revised by the National Pressure Ulcer Advisory Panel.
Ostomy/wound Management, 53(3), 30–1. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17450645

Noorkasiani, Heryati, & Ismail, R. (2009). Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.


Nuru, N., Zewdu, F., Amsalu, S., & Mehretie, Y. (2015). Knowledge And Practice
Of Nurses Towards Prevention Of Pressure Ulcer And Associated Factors In
Gondar University Hospital, Northwest Ethiopia. BMC Nursing, 14(1), 34.
https://doi.org/10.1186/s12912-015-0076-8

Osuala, E. O. (2014). Innovation in prevention and treatment of pressure ulcer


Nursing, 17(2), 61–68. https://doi.org/10.4103/1119-0388.140411

Pearlin, L. I. (1989). The Sociological Study of Stress. Journal of Health and Social
Behaviour, 3, 241–256.

Perry D, Borchert K, Burke S, Chick K, Johnson K, Kraft W, Patel B, T. S. (2012).


Pressure Ulcer Prevention and Treatment Protocol. Updated January 2012.
Retrieved from www.icsi.org

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik Volume 2 (4th ed.). Jakarta: EGC.

Potter, P., Perry, Anne Griffin, Stockert, Patricia A, & Hall, A. (2011). Basic
Nursing (7th ed.). Canada: Elsevier.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 52 Tahun


2009, Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, 1.
Retrieved from http://data.menkokesra.go.id/sites/default/files/22637790-UU-
No-52-Tahun-2009-Perkembangan-Kependudukan-Dan-Pembangunan-
Keluarga.pdf

Rismawan, W. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Klien Tentang


Pencegahan Dekubitus Terhadap Kejadian Dekubitus Pada Pasien Bedrest
Total di RS Dr. Soekardjo Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada,
12(1), 112–127.

Safitri, F. N., Agustina, H. R., & Amrullah, A. A. (2010). Risiko Stroke Berulang
dan Hubungannya Dengan Pengetahuan dan Sikap Keluarga.

Sanchón-macias, M. V., & Bover-bover, A. (2013). Relationship Between Subjective


Social Status And Perceived Health Among Latin American Immigrant Women,
21(6). https://doi.org/10.1590/0104-1169.2943.2374
Sarwono, S. W., Meinarno, E. A., Kevin, A., Listian, F., Rahman, Al.,
Widiyaningsih, & Farhan, M. (2014). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba
Medika.

Schulz, R., & Eden, J. (2016). Families Caring for an Aging America.
https://doi.org/10.17226/23606

Skala, P., Dan, B., Gosnell, S., Mizan, D. M., Rosa, E. M., & Yuniarti, F. A. (2009).
Menilai Tingkat Resiko Luka Tekan, 259–263.

Sulastri, N. T., Effendy, C., & Haryani. (2008). Pengaruh Pemberian Pendidikan
kesehatan Terhadap Pengetahuan dan Keterlibatan Keluarga Dalam
Pencegahan Dekubitus pada Pasien Tirah Baring. Jurnal Ilmu Keperawatan, 3,
193–201.

Sunaryanti, B., & Muladi, A. (2014).Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan


Dan Minyak Kelapa Terhadap Pencegahan Dekubitus, (Smeltzer 2002), 1–10.

Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Swarjana, I. K. (2016). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Valente, L. E., et al.,. (2011). Health Self-Perception By Dementia Family


Caregivers Sociodemographic And Clinical Factors, 69(May), 739–744.

Wagito, B. (2003). Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Widodo, A. (2007). Uji Kepekaan Instrumen Pengkajian Risiko Dekubitus Dalam


Mendeteksi Dini Risiko Kejadian Dekubitus Di RSIS. Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi, 8(1), 39–54.

Wood, G. L., & Haber, J. (2006). Nursing Research: Methods and Critical Apprasial
for Evidence-based Practice (6th ed.). United State of America: Mosby
Elsevier.
LAMPIRAN
Lampiran 2

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

Assalamu’alaikum Wr Wb

Saya yang bertanda tangan dibawah ini bersedia menjadi responden penelitian
yang akan dilakukan oleh:

Nama Peneliti : Maulidah Nur Atiqoh

NIM : 1113104000050

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi Family


Caregiver tentang Pencegahan Dekubitus Pada Anggota
Keluarga Yang Berisiko Dekubitus Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Dan Ciputat

Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang tujuan penelitian ini. Saya
mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Semua berkas yang
mencantumkan identitas responden hanya digunakan untuk terkait penelitian.
Saya mengerti bahwa tidak ada resiko yang akan terjadi. Apabila ada pertanyaan
dan respon emosional yang tidak nyaman atau berakibat negatif pada saya, maka
peneliti akan menghentikan pengumpulan data dan peneliti memberikan hak kepada
saya untuk mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa resiko apapun.
Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa suatu paksaan. Saya
bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini secara sukarela.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Jakarta, 2017

( )
Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Kosongkan kolom nomor responden


2. Bacalah setiap pernyataan atau pertanyaan dengan teliti sebelum
menjawabnya.
3. Isilah seluruh pertanyaan dan pernyataan dengan menggunakan jawaban
yang sesuai dengan pemikiran anda
4. Cara pengisian jawaban disesuaikan dengan petunjuk yang telah
diberikan
5. Anda diharapkan untuk mengisi seluruh pernyataan dan pertanyaan yang
ada dalam kuesioner ini secara mandiri
6. Bila ada pertanyaan yang tidak dimengerti, anda dapat langsung
menanyakannya kepada peneliti
7. Untuk menjawab kuesioner pernyataan, berilah tanda centang (√) pada
kolom jawaban yang menurut anda benar atau sesuai dengan pemikiran
anda
8. Apabila ingin mengganti jawabab pada daftar pernyataan, anda dapat
memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang salah/ingin diganti,
kemudian memberikan tanda centang (√) kembali pada kolom yang
tersedia
9. Tiap pernyataan akan bernilai bila diisi oleh satu jawaban
10. Selamat mengisi
Tanggal Pengisian Kuesioner:

No. Responden:

A. Status Demografi Family Caregiver


Petunjuk: isilah pertanyaan dibawah ini dengan jawaban yang sesuai
Nama (inisial) :
Usia : tahun bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan*
Hubungan dengan klien (anak, istri, cucu dsb):

Pengalaman merawat orang dengan imobilisai (keterbatasan atau


ketidakmampuan dalam bergerak):
Ya Tidak

Pendidikan Terakhir* : 1. Tidak Sekolah


2. SD
3. SMP/ Sederajat
4. SMA/ Sederajat
5. Perguruan Tinggi (Diploma,
S1/S2/S3)

Pendapatan/bulan* : 1. < 3.270.936,13


2. > 3.270.936,13

*lingkari yang sesuai


B. Kuesioner Pengetahuan
Petunjuk: berilah tanda centang (√) pada kolom jawaban
B : apabila anda merasa pernyataan yang tertulis adalah Benar
S : apabila anda merasa pernyataan yang tertulis adalah Salah
No Pernyataan Benar Salah
1. Dekubitus adalah kerusakan pada kulit dan atau lapisan-lapisan
dibawahnyakarena penekanan yang terlalu lama dan terus-
menerus pada daerah tersebut
2. Nama lain Dekubitus adalah luka tekan

3. Penyebab terjadinya dekubituskarena kurangnya pasokan darah


pada kulit dan atau lapisan-lapisan dibawah kulit
4. Dekubitus biasanya terjadi pada bagian tulang yang menonjol
seperti pada daerah bagian kepala, punggung, bahu, pantat, dan
tumit
5. Daerah dada dan perut pasien merupakan daerah yang paling
sering mengalami dekubitus
6. Tanda kemerahan pada kulit yang jika ditekan dengan jari akan
tetap merah, bukan merupakan gejala dekubitus tingkat I
7. Dekubitus pada tingkat II sering ditandai dengan luka lecet dan
melepuh
8. Gejala dekubitus tingkat IV tidak sampai merusak otot dan
tulang pasien
9. Pasien yang berbaring terlalu lama tanpa bergerak dan berubah
posisi berisiko terkena dekubitus
10. Gesekan pada punggung pasien saat penggantian sprei yang
tidak hati-hati dapat menyebabkan terjadinya dekubitus
11. Kulit pasien yang terlalu lembab tidak akan mengalami
dekubitus

12. Terjadinya dekubitus pada pasien tidak dipengaruhi oleh usia


pasien tersebut
13. Perubahan posisi setiap 2 jam sekali dapat mengurangi risiko
terjadinya dekubitus
14. Risiko terjadinya dekubitus dapat dikurangi dengan cara selalu
menjaga kulit pasien agar tetap bersih dan kering
15. Daerah kulit pasien yang sudah mengalami kemerahan boleh
dipijat karena dapat melancarkan aliran darah ke daerah
tersebut
16. Untuk menjaga agar tubuh terhindar dari penekanan saat
berbaring dalam waktu lama dapat menggunakan bantal,
selimut, gulungan handuk dan busa karet
C. Persepsi Family Caregiver
Petunjuk: berilah tanda centang (√) pada kolom jawaban yang
menurut anda paling sesuai.
STS : apabila anda merasa Sangat Tidak Setuju
TS : apabila anda merasa Tidak Setuju
S : apabila anda merasa Setuju
SS : apabila anda merasa Sangat Setuju

No Pernyataan STS TS S SS
Persepsi Manfaat
1. Jika luka Dekubitus terdeteksi dini, maka tingkat
keberhasilan pengobatan lebih tinggi.
2. Penyuluhan mengenai cara pencegahan Dekubitus
bermanfaat untuk menambah pemahaman saya
tentang tindakan pencegahan Dekubitus kepada
anggota keluarga yang mengalami gangguan
mobilisasi
3. Jika saya melakukan tindakan pencegahan
Dekubitus secara teratur kepada anggota keluarga
yang berisiko, maka peluang terjadinya Dekubitus
rendah
4. Dengan tindakan pencegahan Dekubitus, keluarga
saya yang mengalami gangguan mobilisasi dapat
terhindar dari risiko pembentukan luka Dekubitus
5. Saya melakukan perawatan kulit kepada anggota
keluarga saya yang mengalami gangguan
mobilisasi sebagai upaya pencegahan terhadap
pembentukan luka Dekubitus
Persepsi Hambatan
6. Saya malas melakukan perawatan kepada anggota
keluarga saya yang mengalami gangguan
mobilisasi
7. Melakukan deteksi dini luka Dekubitus
menimbulkan rasa khawatir atau tidak nyaman
8. Saya kesulitan untuk melakukan pencegahan
Dekubitus karena mengambil banyak waktu saya
9. Saya mengalami kesulitan memperoleh kendaraan
untuk membeli kebutuhan pencegahan Dekubitus
10. Biaya untuk pencegahan Dekubitus tidak
terjangkau

11. Toko di sekitar rumah saya tidak menyediakan


kebutuhan alat untuk pencegahan Dekubitus
Persepsi Kerentanan
12. Keluarga saya yang mengalami gangguan
mobilisasi berisiko mengalami Dekubitus
13. Kondisi anggota keluarga saya yang terganggu
mobilisasinya, rentan terkena Dekubitus
14. Saya yakin anggota keluarga saya yang
mengalami gangguan mobilisasi berpeluang tinggi
mendapat luka Dekubitus di kemudian hari
15. Kerentanan anggota keluarga saya yang terganggu
mobilisasinya terhadap Dekubitus dipengaruhi
oleh kualitasperawatan yang saya berikan sejauh
ini
16. Menilik kondisi kesehatan anggota keluarga saya
yang terbatas mobilisasinya, kemungkinan dia
mengalami Dekubitus lebih tinggi
Persepsi Keseriusan
17. Saat saya memperoleh informasi tentang
Dekubitus, saya menyadari betapa seriusnya
akibat yang dapat ditimbulkan dari luka Dekubitus
18. Saya meyakini orang-orang yang mengalami luka
Dekubitus selalu disertai dengan respon nyeri
19. Saya meyakini bahwa Dekubitus berdampak pada
kehidupan sosial anggota keluarga saya yang
mengalami gangguan mobilisasi (mis: kehilangan
pekerjaan)
20. Keseriusan dampak luka Dekubitus menjadi
perhatian saya saat ini
Formulir Pengkajian Risiko Dekubitus Skala Braden

Nama (inisial) :………………. Tanggal :……………………


Usia :………………. Jenis Kelamin: Perempuan/laki-laki

PARAMETER TEMUAN SKOR


1.Terbatas Total. 2. Sangat Terbatas 3.Sedikit Terbatas 4.Tidak Ada Gangguan
Persepsi sensori Tidak berespon pada Berespon hanya pada Berespon pada perintah Berespon pada perintah
stimulasi nyeri akibat stimulus nyeri verbal, tp tidak selalu verbal. Tidak ada
kurangnya tingkat mengomunikasikan mampu penurunan sensorik yang
kesadaran. ketidaknyamanan mengomunikasikan akan membatasi
ATAU dengan cara merintih ketidaknyamanan kemampuan untuk
Keterbatasan atau gelisah. ATAU merasakan atau
kemampuan untuk ATAU Mempunyain gangguan mengungkapkan nyeri
merasakan nyeri pada Mempunyai gangguan sensorik yang membatasi atau ketidaknyamanan.
sebagian besar sensorik yang kemampuan merasakan
permukaan tubuh. membatasi kemampuan nyeri atau
untuk merasakan nyeri. ketidaknyamanan pada 1
atau 2 ekstremitas

1.Kelembaban Kulit 2.Sangat Lembab 3.Kadang-kadang Lembab 4.Jarang Lembab


Kelembapan yang konstan Kulit sering lembab tapi Kulit kadang-kadang Kulit biasanya kering,
Kulit dijaga agar tidak selalu lembab. Alat lembab, memerlukan alat tenun hanya perlu
tetap lembab hampir teun diganti sedikitnya penggantian alat tenun diganti sesuai jadwal
secara konstan oleh 1x/hari ekstra 1x/hari
perspirasi, urin dll
1.Tirah baring terbatas 2.Diatas Kursi 3.Kadang-kadang 4.Sering berjalan-
Aktivitas diatas tempat tidur Mampu berjalan dengan Berjalan jalan di luar kamar.
keterbatasan yang tinggi Kadang-kadang berjalan Sedikitnya 2x/hari
atau tidak mampu pd siang hari, tapi hanya dan didalam kamar
berjalan, harus dibantu utk jarak yang sangat sedikitnya 1x tiap 2
pindah ke atas kursi/kursi dekat, dengan/tanpa jam selama jam
roda bantuan terjaga.
1.Imobilisasi Total 2.Sangat Terbatas 3.Agak Terbatas 4.Tidak terbatas
Mobilitas Tidak dapat melakukan Kadang-kadang Sering melakukan Melakukan perubahan
perubahan posisi tubuh melakukan perubahan perubahan kecil pada posisi posisi yang bermakna
atau ekstremitas tanpa kecil pada posisi tubuh dan ekstremitas secara dan sering tanpa
bantuan walaupun hanya tubuh dan ekstremitas mandiri bantuan
sedikit tapi tidak mampu
melakukan perubahan
yang sering dan
berarti ssecara
mandiri
1.Sangat Buruk 2.Mungkin Kurang 3.Cukup 4.Baik
Nutrisi Jarang makan lebih dari Jarang makan makanan Makan lebih dari ½ porsi Makan setiap makanan
1/3 porsi makan yang lengkap dan makan makanan yang diberikan. yang diberikan. Tidak
diberikan. Kurang
minum. Tidak makan kira2 hanya ½ porsi Kadang-kadang menolak pernah menolak
suplemen makanan air makanan yang makanan tapi biasa mau makanan.
diberikan. makanan suplemen yang
diberikan
1.Masalah 2.Masalah yang 3.Tidak Ada Masalah
Gesekan Memerlukan bantuan Berpotensi Bergerak diatas tempat
yang sedang sampai Bergerak dengan tidur dan kursi secara
maksimum untuk lemah dan ,andiri dan mempunyai
bergerak. Tidak mampu membutuhkan otot yang cukup kuat
mengangkat tanpa bantuan minimum. untuk mengankat
terjatuh. Sering Selama bergerak kulit sesuatu sambil
membutuhkan mungkin akan bergerak.
maksimum untuk menyentuh alas tidur.
mengatur posisi kembali. Sebagian besar
mampu
mempertahankan
posisi yang relatif
baik di atas kursi atau
tempat tidur tapi
kadang-kadang jatuh
kebawah

TOTAL SKOR

Interpretasi Total Skor

o Risiko Rendah : skor 15-18


o Risiko Sedang : skor 13-14
o Risiko Tinggi : skor 10-12
o Risiko Sangat Tinggi : skor ≤ 9
Lampiran 3

Hasil Olahan SPSS

A. Jenis Kelamin

JK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 3 11.5 11.5 11.5

perempuan 23 88.5 88.5 100.0

Total 26 100.0 100.0

B. Kelompok Usia

kat_usia2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Dewasa Muda 4 15.4 15.4 15.4

Dewasa Pertengahan 6 23.1 23.1 38.5

Dewasa Akhir 13 50.0 50.0 88.5

Lansia 3 11.5 11.5 100.0

Total 26 100.0 100.0

C. Pengalaman

Pengalaman

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak 22 84.6 84.6 84.6

ya 4 15.4 15.4 100.0

Total 26 100.0 100.0

D. Tingkat Ekonomi

Tingkat_Ekonomi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid rendah 20 76.9 76.9 76.9

tinggi 6 23.1 23.1 100.0

Total 26 100.0 100.0

E. Tingkat Peddidikan

Tingkat_Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid rendah 13 50.0 50.0 50.0

menengah 10 38.5 38.5 88.5

tinggi 3 11.5 11.5 100.0

Total 26 100.0 100.0

F. Tingkat Pengetahuan

kategori_pengetahuan2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang 3 11.5 11.5 11.5

cukup 18 69.2 69.2 80.8

baik 5 19.2 19.2 100.0

Total 26 100.0 100.0

G. Persepsi

kategori_persepsi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Negatif 14 53.8 53.8 53.8

Positif 12 46.2 46.2 100.0

Total 26 100.0 100.0


Uji Reliabilitas Kuesioner Persepsi

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

.674 .641 17

Item-Total Statistics

Corrected Item- Squared Cronbach's


Scale Mean if Scale Variance Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Correlation Deleted

manfaat_3 44.90 12.921 .095 . .677


manfaat_4 44.87 12.120 .161 . .678
manfaat_5 44.63 12.861 .089 . .679
hambatan_1 44.77 12.668 .151 . .673
hambatan_2 44.93 13.857 -.282 . .695
hambatan_3 45.43 12.116 .197 . .671
hambatan_4 45.00 12.621 .383 . .659
hambatan_5 45.73 12.409 .112 . .684
hambatan_6 45.77 13.151 .029 . .682
rentan_1 44.97 10.240 .569 . .611
rentan_2 45.00 10.345 .478 . .626
rentan_3 45.57 11.082 .468 . .632
rentan_4 45.07 12.685 .162 . .671
rentan_5 45.57 10.737 .639 . .611
serius_2 44.80 12.648 .247 . .664
serius_3 44.67 11.816 .304 . .656
serius_4 45.27 11.237 .594 . .624
Uji Normalitas Skor Persepsi

Descriptives

Statistic Std. Error

kategori_persepsi Mean 1.4615 .09970

95% Confidence Interval for Lower Bound 1.2562


Mean Upper Bound 1.6669

5% Trimmed Mean 1.4573

Median 1.0000

Variance .258

Std. Deviation .50839

Minimum 1.00
Maximum 2.00

Range 1.00

Interquartile Range 1.00

Skewness .164 .456

Kurtosis -2.145 .887

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kategori_persepsi .356 26 .000 .637 26 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Statistics
persepsi

N Valid 26

Missing 0
Mean 57.6538
Median 57.0000
Proporsi Distribusi Karakteristik Responden terhadap Tingkat Pengetahuan

JK * kategori_pengetahuan2 Crosstabulation

kategori_pengetahuan2

kurang cukup baik Total

JK laki-laki Count 0 2 1 3

% within JK 0.0% 66.7% 33.3% 100.0%

perempuan Count 3 16 4 23

% within JK 13.0% 69.6% 17.4% 100.0%


Total Count 3 18 5 26

% within JK 11.5% 69.2% 19.2% 100.0%

Pengalaman * kategori_pengetahuan2 Crosstabulation

kategori_pengetahuan2

kurang cukup baik Total

Pengalaman Tidak Count 3 15 4 22

% within Pengalaman 13.6% 68.2% 18.2% 100.0%

Ya Count 0 3 1 4

% within Pengalaman 0.0% 75.0% 25.0% 100.0%


Total Count 3 18 5 26

% within Pengalaman 11.5% 69.2% 19.2% 100.0%


\

Tingkat_Pendidikan * kategori_pengetahuan2 Crosstabulation

kategori_pengetahuan2

kurang cukup baik Total

Tingkat_Pendidika rendah Count 3 10 0 13


n % within Tingkat_Pendidikan 23.1% 76.9% 0.0% 100.0%

menengah Count 0 7 3 10

% within Tingkat_Pendidikan 0.0% 70.0% 30.0% 100.0%

tinggi Count 0 1 2 3

% within Tingkat_Pendidikan 0.0% 33.3% 66.7% 100.0%


Total Count 3 18 5 26
% within Tingkat_Pendidikan 11.5% 69.2% 19.2% 100.0%

Tingkat_Ekonomi * kategori_pengetahuan2 Crosstabulation

kategori_pengetahuan2

kurang Cukup baik Total

Tingkat_Ekonomi rendah Count 3 15 2 20

% within Tingkat_Ekonomi 15.0% 75.0% 10.0% 100.0%

tinggi Count 0 3 3 6

% within Tingkat_Ekonomi 0.0% 50.0% 50.0% 100.0%


Total Count 3 18 5 26

% within Tingkat_Ekonomi 11.5% 69.2% 19.2% 100.0%

kat_usia2 * kategori_pengetahuan2 Crosstabulation

kategori_pengetahuan2

kurang Cukup baik Total

kat_usia2 Dewasa Muda Count 0 4 0 4

% within kat_usia2 0.0% 100.0% 0.0% 100.0%

Dewasa Pertengahan Count 1 3 2 6

% within kat_usia2 16.7% 50.0% 33.3% 100.0%

Dewasa Akhir Count 0 10 3 13

% within kat_usia2 0.0% 76.9% 23.1% 100.0%

Lansia Count 2 1 0 3

% within kat_usia2 66.7% 33.3% 0.0% 100.0%


Total Count 3 18 5 26
% within kat_usia2 11.5% 69.2% 19.2% 100.0%

Proporsi Distribusi Karakteristik Responden terhadap Persepsi

JK * kategori_persepsi Crosstabulation

kategori_persepsi

negatif positif Total

JK laki-laki Count 2 1 3
% within JK 66.7% 33.3% 100.0%

perempuan Count 12 11 23

% within JK 52.2% 47.8% 100.0%


Total Count 14 12 26

% within JK 53.8% 46.2% 100.0%

kat_usia2 * kategori_persepsi Crosstabulation

kategori_persepsi

negatif positif Total

kat_usia2 Dewasa Muda Count 1 3 4

% within kat_usia2 25.0% 75.0% 100.0%

Dewasa Pertengahan Count 5 1 6

% within kat_usia2 83.3% 16.7% 100.0%

Dewasa Akhir Count 7 6 13

% within kat_usia2 53.8% 46.2% 100.0%

Lansia Count 1 2 3

% within kat_usia2 33.3% 66.7% 100.0%


Total Count 14 12 26

% within kat_usia2 53.8% 46.2% 100.0%

Pengalaman * kategori_persepsi Crosstabulation

kategori_persepsi

negatif positif Total

Pengalaman tidak Count 12 10 22


% within Pengalaman 54.5% 45.5% 100.0%

ya Count 2 2 4

% within Pengalaman 50.0% 50.0% 100.0%


Total Count 14 12 26

% within Pengalaman 53.8% 46.2% 100.0%


Tingkat_Pendidikan * kategori_persepsi Crosstabulation

kategori_persepsi

negatif positif Total

Tingkat_Pendidikan rendah Count 8 5 13

% within Tingkat_Pendidikan 61.5% 38.5% 100.0%

menengah Count 4 6 10

% within Tingkat_Pendidikan 40.0% 60.0% 100.0%

tinggi Count 2 1 3

% within Tingkat_Pendidikan 66.7% 33.3% 100.0%


Total Count 14 12 26
% within Tingkat_Pendidikan 53.8% 46.2% 100.0%

Tingkat_Ekonomi * kategori_persepsi Crosstabulation

kategori_persepsi

negatif Positif Total

Tingkat_Ekonomi rendah Count 12 8 20

% within Tingkat_Ekonomi 60.0% 40.0% 100.0%

tinggi Count 2 4 6

% within Tingkat_Ekonomi 33.3% 66.7% 100.0%


Total Count 14 12 26

% within Tingkat_Ekonomi 53.8% 46.2% 100.0%

Potrebbero piacerti anche