Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Pohan Panjaitan
ABSTRACT
Indonesia is the world’s largest archipelagic nation, with more than 17,000 islands and
18,000 kilometers (km) of coastline. The coastal zone is a highly productive ecosystem
that serves as an important base for the country’s economic growth. Further,
Indonesia’s coral reef form the key ecosystem on which the majority of the coastal
inhabitants of the country rely for food, income generation, construction materials, and
coastal protection. They are also of critical significance for science, education,
pharmaceuticals, and global conservation and heritage. Healthy coral reefs can produce
marine products worth USA $ 15,000 per km2 per year, and are an important source of
food and economic opportunities for about 67,500 coastal resident. Other wise more
than 70% coral reed of Indonesia has been destroyed by several ways. Coastal habitats
play an important role in the daily lives of the people in terms of livelihood, economic
output, and food production. Therefore Coral Reef Thabilitation and Management
Program Phase Two (COREMAP II) funded by Asian Bank Development (ADB) with
community-based coral reef management has been implemented since 2004 in Riau
and North Sumatra and as well as West Sumatra Province.
Further, the main problems in management of coral reef in Indonesia are (1) coastal
resident with under poverty line and lack of knowledge and skill; (2) destroyed coastal
biophysics; (3) unsustainable fisheries industries; (4) illegal fihing; (5) lack of
regulations and law enforcement; (6) limited scientific information of marine and
coastal source and (7) trunami. Based on the main problems previously described,
community-based coral reef management has program consists of four components: (1)
community empwerment, (2) community resource management, (3) community social
service and infrastructure development, (4) community livelihood and income
generation. Furthermore, the more detailed program for implementing four components
are: development of national and regional policies, laws and guidelines for sustainable
coral reef use and protection; development of marine action strategy and district spatial
plant; community-based simple research; human resource development thogh trainings
and extensions; community empowerment (community) organizing, training, and
capacity building; participatory planning at local level); identification and
establishment of village and community development facilities and services;
idetification, feasibility studies, development, pilot-testing, and implementation of
livelihood development and income generation, training of community froups in
microenterpise development and management and procurement of early warning and
communication equipment for natural disaster.
_________
Keywords : Community-Based Coral Reef Management, Coastline, Habitats,
Livelihood, Development, Training.
17
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki luas laut lebih besar dari pada
luas daratan. Jumlah pulau di Negara inin sebanyak 17.508 pulau dengan panjang
garis pantai 81.000 km atau 18.4 % dari garis pantai dunia (Wirayawan dkk, 2005).
Wilayah laut Indonesia yang terletak pada garis khatulistiwa terkenal memiliki
kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alam, baik sumberdaya alam yang
dapat pulih seperti perikanan, hutan mangrove, terumbu karang dan lainnya,
maupun yang tidak dapat pulih seperti tambang. Wilayah pesisir yang merupakan
wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, memiliki potensi sumberdaya
alam dan jasa lingkungan yang mengundang daya tarik berbagai pihak untuk
memanfaatkannya.
Sumberdaya pesisir terdiri dari sumberdaya hayati (ikan, terumbu karang,
mangrove), non hayati (mineral) dan jasa lingkungan. Sumber daya pesisir
mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar,
beraneka ragam dan laut tropis yang terkaya. Sumberdaya pesisir merupakan salah
satu kekayaan alam yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Akan tetapi
pemanfaatan sumberdaya tersebut sampai saat ini kurang memperhatikan
kelestariannya, akibatnya terjadi penurunan fungsi, kualitas serta keanekaragaman
hayati yang ada. Sebagai contoh adalah degradasi ekosistem terumbu karang yang
telah teridentifikasi sejak tahun 1990-an. Dari hasil penelitian P2O-LIPI (2001)
diketahui bahwa terumbu karang Indonesia dalam kondisi sangat baik hanya 6.41
%, kondisi baik 24,3 %, kondisi sedang 29,22 % dan kondisi rusak 40,14 %. Data
ini menunjukkan sebagian besar kondisi terumbu karang di Indonesia dalam
keadaan rusak. Kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan oleh kegiatan
perikanan destruktif, yaitu penggunaan bahan peledak, racun sianida, penambangan
karang, pembuangan jangkar perahu dan sedimentasi. Pelaku kerusakan tidak
hanya dilakukan oleh nelayan-nelayan tradisional, juga oleh nelayan-nelayan
modern dan nelayan asing.
Dalam rangka mengatasi degradasi sumberdaya pesisir termasuk terumbu
karang di Indonesia, diperlukan suatu desain pengelolaan yang komprehensif.
Desain pengelolaan ini diharapkan dapat menyatukan beberapa kebijakan yang ada
sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat.
1.2. Tujuan
Tulisan ini merupakan pengkajian strategi pengelolaan sumberdaya
terumbu karang berbasis masyarakat yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Kajian tersebut akan diuraikan lebih mendetail dan holistik di halaman
berikutnya.
dan program pengembangan masyarakat pesisir sebagai subyek dan obyek dari
pembangunan khususnya pembangunan masyarakat pesisir.
c. Pencemaran
Pencemaran air merupakan salah satu masalah serius yang bisa mengganggu
kesehatan manusia, lingkungan bahkan bisa mempengaruhi kegiatan ekonomi.
Bahan pencemaran atau polutan di perairan pantai berasal dari kegiatan rumah
tangga, daerah aliran sungai, pertanian, dan lain-lain.
Penyebab utama pencemaran wilayah pesisir adalah: (1) masih rendahnya
kepedulian industri sepanjang DAS dan pesisir terhadap sistem pengolahan limbah
cair yang masuk ke perairan umum ; (2) kurang ketatnya pengawasan limbah oleh
instansi terkait ; (3) belum jelasnya penerapan sanksi terhadap industri yang
melanggar isi dokumen Amdal dan peraturan perundangan yang berlaku (PP 27/99
tentang Amdal dan UU 23/97 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup) ; (4)
20
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
21
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
22
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
23
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
keterampilan serta budaya. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mengembangkan
dan meningkatkan kualitas keterampilan maupun budidaya kelompok masyarakat
pesisir. Berorentasi pasar (market oriented), artinya model pembangunan
masyarakat pesisir berbasis masyarakat yang diterapkan harus berorentasi pasar,
baik domestik maupun ekspor dengan cara membangun jaringan ekonomi
masyarakat lokal yang berorientasi global yang didukung oleh kemampuan
teknologi komunikasi dan informasi.
Prinsip utama pengelolaan berbasis masyakat adalah, masyarakat harus
dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pengelolaan mulai dari penyusunan rencana,
pelaksanaan, pemantauan pelaksanaan, hingga evaluasi terhadap hasil-hasil yang
dicapai. Dengan demikian pola pendekatan yang dilakukan adalah dari bawah ke
atas (bottom up) yang dipadukan dengan dari atas ke bawah (top down), hal ini
belajar dari pengalaman kegagalan pembangunan pada masa lalu yang cenderung
menggunakan top down saja, dan sejalan dengan paradigma baru pembangunan
sekarang prinsip aspiratif dan partisipatif masyarakat lebih ditonjolkan. Program
ini akan lebih terjamin keberlanjutannya karena masyarakat pesisir sebagai
kelompok yang paling mengetahui kondisi wilayah pesisir dan lautan sekitarnya
menjadi diberdayakan dan didudukkan sebagai subyek dalam proses kegiatan
program sehingga mereka memiliki dan bertanggung jawab akan program-program
yang dilakukan.
Pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat secara garis
besar terdiri dari tiga bagian yaitu: (i) perencanaan; (ii) pengelolaan; (iii)
pengawasan dan pengendalian yang dipaparkan secara mendetail di bawah ini.
dalam empat tahapan: (i) Rencana Strategis; (ii) Rencana Zonasi; (iii) Rencana
Pengelolaan; dan (iv) Rencana Aksi/ Tahunan, harus melibatkan semua stakeholder
yang termasuk mayarakat lokal, tokoh agama dan adat daerah pesisir dan laut
25
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
sanksi perdata misalnya pengenaan denda atau ganti rugi; dan sanksi pidana baik
penahanan maupun kurungan.
Selanjutnya pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat
yang bertanggung jawab dapat tercapai melalui implementasi serangkaian strategis
seperti dipaparkan secara mendetail di bawah ini.
26
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
27
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
28
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
29
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
penelitian dan bukan hanya sebagai objek peneliti bagi para ahli negara lain seperti
terjadi sekarang ini.
30
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
rencana detail tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil yang didasarkan atas
mitigasi bencana (gempa, tsunami dan lain-lain).
4. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa perikanan pantai
Indonesia pada umumnya dan Sumatra Utara pada khususnya belum dikelola
secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dengan demikian implementasi
konsep pengelolaan sumberdaya terumbu karang yang lestari harus sesegera
mungkin dilakukan, yaitu melalui (1) peningkatan kualitas sumberdaya manusia;
(2). pemulihan biofisik lingkungan pesisir yang terdegradasi ; (3) pengembangan
industri perikanan tangkap dan budidaya ikan yang lestari; (4) pencegahan kasus
pencurian ikan; (5) pengembangan sistem informasi sejumlah kegiatan
penelitian; (6) pengadaan peraturan dan peningkatan penegakan hukum; serta
(7) penyusunan rencana detail tata ruang dengan pendekatan mitigasi bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, C.E., 1992. Shrimp pond bottom soil and sediment management. In: Wyban,
J. (Ed.), In: Proceedings of the Special Session on Shrimp farming. World
Aquaculture Society, Baton Rouge, USA.
Boyd, C.E., Musig, Y., 1992. Shrimp pond effluents:Observation of the nature of
the problem on commercial farms. In: Wyban, J. (Ed.), Proceeding of the
Special Session on Shrimp Farming. World Aquaculture Society, Baton
Rouge, LA,USA, pp. 195 - 197.
31
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
Boyd, C.E., Tucker, L., 1998. Ecology of aquaculture ponds, Pond aquaculture
water quality management. Kluwer Boston, Inc 101 Philip Drive Norwell
MA 02061 USA., pp. 8-86.
Briggs, M.R.P., Funge-Smith, S.J., 1994. A nutrient budget of some intensive
marine shrimp farms in Thailand. Aquaculture and Fisheries Management
25, 789-811.
Burford, M.A., Thompson, P.J., McIntosh, P., Bauman, R.H., Pearson, D.C., 2003.
Nutrient and microbial dynamics in high-intensity, zero-exchange shrimp
ponds in Belize. Aquaculture 219, 393 - 411.
Chamberlain, G.W., 2001. Managing zero water –exchange ponds. In: Rosenberry,
B.(Eds.). World shrimp farming 2001. Published Annually Shrimps News
International 14, 11-18
Charles, W., 2002. Fish farming international: Shrimp update.June 2002, p14.
Duraiappah, A.K., Israngkura, A.,Sae-Hae,S.,2000. Sustainableshrimp farming:
Estimations of survival function. International Institute for Environment and
Development, London and Institute for Environmental Studies, Amterdam.
Working paper No.31:21 pp.
Eng, C.T., Paw, J.N., Guarin, F.Y., 1989. The environmental impact of acuaculture
and the effect of pollution on coastal aquaculture development in southeast
Asia. Mar. Pollut. Bull 20, 335 - 343.
Hopkins, J.S., DeVoe, M.R., Holland, A.F., 1995. Environmental impacts of shrimp
farming with special reference to the situation in the Continental United
State. Estuaries 18, 25 -42.
Hopkins, J.S., Sandifer, P.A., Browdy, C.L., Holloway, J.D., 1996. Comparison of
exchange and no-exchange water management strategies for the intensive
pond culture of marine shrimp. Journal of Shellfish Research 15, 441-445.
Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI (2001) Inventarisasi dan Penilaian Potensi
Kawasan Konservasi Laut Baru Pulau Derawan, Kakaban dan Maratua,
Kecamatan Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan
Timur. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta.
Wiryawan, B.,Hkazali,M., dan Knight, M. 2005. Menuju Kawasan Konservasi
Laut Berau Kalimantan Timur: Satus sumberdaya pesisir dan proses
pengembangan KKL
32
______________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2007) 15 (3) 273 -288
33
______________
ISSN 0853 - 0203