Sei sulla pagina 1di 13

KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP PEMERINTAHAN DAERAH

(UU Tentang Pemerintahan Daerah di Era Reformasi)

MUKMIN MUHAMMAD
Dosen Yayasan STIA Al Gazali Barru

ABSTRACT

Local Government Act is one pblic and or political policies designed to establish the
format of a regular government provide support to the robustness of the existence of
The Republic of Indonesia, one of the efforts to maintain the integrity of the Republic, a
centralized govermance structure should be designed. The idea that revision departing
from unity, while the plurality of local communities merely accommodated so that it
always appears insistence improvements so that local government legislation actually
real tangible side with the people, where most of the population are in the area. In the
reform era, at least three times the replacement of the legislation establishing
government area. The legislation would always changing with the times. This is
because not all the article of the law fit or suitable to be apllied throughout the times.
Likewise, legislation on local government. First law used is Law No.5 0f 1974, then over
time changed into law No.22 in 1999 and later replaced Law No.32 of 2004, the last
used today is Law No.23, 2014. Prior to Law No.5 of 1974 is used, firstly three is Law
No.18 of 1965. Actually there is no principal difference in local government
management policy that is in Act 32 of 2004 by Act 22 in 1999, even with Act No.23 of
2014. Or in other words the overall legislation discount similarties, yet there are some
chapters are undregoing changes. However, there are general or roughly Law No. 23 of
2014 which is a combination of Law No.5 of 1974 and Law No.32 of 2004, in which the
function of the Governor not only as head of the region but also as head of the region.
Thus the Law of local government is always interesting to analyze why these laws are
always experiencing any disassembly of a regime in power.

Keywords : Public policy of local government reform area.


ABSTRAK

Undang-undang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu kebijakan publik dan atau
kebijakan publik yang dirancang untuk membangun format pemerintahan yang biasa
memberikan dukungan terhadap kekokohan keberadaan NKRI, salah satu upaya
menjaga keutuhan NKRI, struktur pemerintahan harus dirancang sentralistis. Ide revisi
itu berangkat dari kesatuan, sedangkan kemajemukan masyarakat daerah hanya
sekedar diakomodosi sehingga selalu muncul desakan perbaikan agar supaya undang-
undang pemerintahan daerah betul-betul berwujud nyata berpihak kepada rakyat,
dimana sebagian besar penduduk berada di daerah. Dalam era reformasi, setidaknya
sudah tiga kali penggantian undang-undang pemerintahan daerah. Undang-undang
akan selalu berubah mengikuti zaman. Hal ini dikarenakan tidak semua pasal dalam
undang-undang pas atau sesuai untuk diterapkan disepanjang zaman. Demikian juga
dengan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Dulu undang-undang yang
digunakan adalah UU No.5 tahun 1974, kemudian seiring berjalannya waktu diganti
menjadi UU No.22 Tahun 1999, dan yang kemudian di ganti UU No.32 tahun 2004,
terakhir digunakan sekarang adalah UU No. 23 tahun 2014. Sebelum UU No.5 tahun
1974 digunakan terlebih dahulu ada UU No.18 tahun 1965. Sebenarnya tidak ada
perbedaan prinsipal dalam kebijakan pengelolaan pemerintahan daerah yang ada di
dalam Undang-undang 32 tahun 2004 dengan undang-undang No.22 tahun 1999,
bahkan dengan UU No.23 tahun 2014. Atau dengan kata lain secara keseluruhan
undang-undang tersebut memiliki kesamaan, namun yang ada adalah terapat beberapa
pasal yang mengalami perubahan. Namun demikian terdapat secara umum atau secara
garis besar UU No.23 tahun 2014 ini yang merupakan kombinasi UU No.5 tahun 1974
dan UU No.32 tahun 2004, dimana fungsi gubernur bukan hanya sebagai kepala
daerah melainkan juga sebagai kepala wilayah. Dengan demikian undang-undang
pemerintahan daerah selalu menarik untuk dianalisis, mengapa undang-undang
tersebut selalu mengalami bongkar pasang setiap suatu rezim berkuasa.

Kata kunci : Kebijakan Publik Pemerintahan daerah era Reformasi.


PENDAHULUAN pelaksanaan pilkada di berbagai daerah
di nusantara?. Itukah demokratisasi DI
daerah yang diharapkan akan
Pada perjalanannya yang memperbaiki kehidupan rakyat di
panjang sejarah pemerintahan daerah di daerah?.
Indonesia sebagai bagian
Kita patut bersyukur karena
pembangunan nasional, ternyata
undang-undang No. 5 tahun 1974 yang
pembangunan nasional pemerintahan
dinilai terlalu sentralistik dan memasung
daerah yang digulirkan sejak tahun
kreativitas otonomi sudah berlalu. Kita
1968 itu harus terhenti pada tahun
patut angkat jempol dan salut kepada
1998, yang secara politik disebutkan
Presiden B.J.Habibi, karena di era
berakhirnya Orde Baru dan berawalnya
kepimimpinannyalah, pada tahun 1999,
era Reformasi. Sistem pemerintahan
beliau dengan sangat perkasa dan
daerah pun perlu peninjauan ulang,
tegas memprakarsai lahirnya undang-
yang selama ini di atur dengan UU No.5
undang otonomi yang seluas-luasnya,
Tahun 1974, yang terkenal sentralistik.
yang kita kenal undang-undang Nomor
Kalau ditilik penyebab dasarnya, tidak
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
lain dari pada terlalu kuatnya tekanan
Daerah. Suatu keputusan yang sangat
pemerintah pusat di daerah yang
fantastis di bidang politik, menyebabkan
kemudian pemerintah pusat tidak
cengkraman pusat di daerah sudah
mampu menangani berbagai
mulai terlepas secara pelan-pelan.
permasalahan di daerah sehingga
berbagai daerah merasakan perlunya Kemudian undang-undang itu
melepaskan diri dari pemerintah pusat, dinilai sangat ideal dan memerlukan
katakanlah Daerah Istimewa Aceh perbaikan-perbaikan dalam rangka
(sekarang Aceh Darussalam), Irian Jaya otonomi yang seluas-luasnya, maka
(sekarang Papua). Alasannya muncullah penggantinya yang kita kenal
sederhana saja, pemerintah tidak dengan Undang-Undang No.32 tahun
transparan, tidak demokratis terutama 2004 yang dinilai lebih rasional yang
dibidang ekonomi, politik dan diharapkan mampu menumbuhkan
pemerintahan, karena mungkin faktor- potensi pembangunan daerah. 10 tahun
faktor tertentu yang tidak diketahui. kemudian, undang-undang No.32 Tahun
2004 dinilai perlu direvisi atau diganti
Sudah 16 tahun era reformasi
karena beberapa pasal-pasal di
bergulir di bumi nusantara yang kita
dalamnya dianggap tidak sesuai dengan
cintai ini, dan bagaimana hasilnya?.
perkembangan jaman, maka muncul
Banyak berkomentar banyak yang
penggantinya yang dikenal dengan UU
berpendapat dan lebih banyak yang
No. 23 tahun 2014.
bertanya. Apakah reformasi sekarang ini
sudah berjalan, sudah mengalami Pertanyaan mendasarnya adalah
kemajuan atau masih jalan ditempat. sejauhmana kesiapan daerah
Bagaimana obsesi kita tentang mengimplementasikan undang-undang
tersebut sebagai suatu kebijakan publik. substansi kebijakan pengelolaan
Apakah undang-undang tersebut dapat pemerintah daerah tidak mengalami
direalisasikan sebagai suatu tuntutan perubahan. Terakhir adalah UU 23
daerah yang berpihak kepada rakyat. tahun 2014. Perpu tersebut hanya
membatalkan 2 pasal yakni pasal yang
Sebenarnya tidak ada perbedaan
mengatur pemilihan kepala daerah oleh
prinsipal dalam kebijakan pengelolaan
DPRD. Berbagai dinamika dalam
pemerintahan daerah yang ada di dalam
perubahan kebijakan pemerintahan
undang-undang No. 32 Tahun 2004
daerah tersebut mulai dari arah
dengan undang-undang No. 22 tahun
sentralistik sampai desentralistik.
1999. Dalam perspektif desentralisasi
sebagai negara kesatuan Indonesia
masih merupakan prinsip residual power
tentu menerapkan pembagian urusan
atau open arrangement karena pusat
pusat dan daerah dengan tetap
masih mengurus sendiri urusan
mengacu pada ultra vires doctrine
pemerintahan menurut asas otonomi
(merinci satu persatu urusan
dan tegas pembantuan. Otonomi yang
pemerintahan yang diberikan kepada
luas, nyata dan bertanggung jawab.
daerah) dan risdual power atau open
Pembahasan end arrengement (konsep kekuasaan
asli atau kekuasaan sisa). Ultra vires
Dalam beberapa tulisan atau
doctrine lebih terasa pada pola
sumber bacaan yang penulis telah
sentralistik sementara residual power
menyimpulkan beberapa hal mengenai
lebih mengarah pada desentralistik.
kebijakan publik terhadap pemerintahan
Bahkan ada yang menganggap bahwa
daerah (dalam era reformasi). Penulis
residual power sebenarnya pola
menilai sangat bermanfaat bilamana di
hubungan pemerintahan pusat dan
dalam tulisan ini mengangkat beberapa
daerah yang biasa diterapkan dalam
poin yang penting untuk bahan kajian
konsep negara federal. Sementara
kita tentang perkembangan
dalam negara kesatuan kekuasaan sisa
pemerintahan daerah yang selama ini
idealnya berada ditangan pusat. Pola
cukup berpengaruh di dalam
hubungan pusat dan daerah sejak
perkembangan pembangunan di segala
pemberlakuan UU Nomor 5 tahun 1974
bidang kehidupan bangsa.
sampai UU Nomor 23 Tahun 2014
Sejak reformasi sampai saat ini, mengalami dinamika perubahan. UU
sudah beberapa kali terjadi perubahan Nomor 5 tahun 1974 lebih tepat
UU Pemerintahan Daerah. UU dikatakan sebagai pola ultra vires
Pemerintahan Daerah yang pertama kali doctrine karena kewenangan yang
pasca reformasi adalah UU No. 22 diberikan bersifat residual power atau
tahun 1999 sebagai pengganti UU No.5 open and arrengement atau general
tahun 1974, kemudian diganti menjadi competence. Karena semua
UU No.32 tahun 2004, UU ini dilakukan kewenangan diberikan kepada daerah
perubahan menyangkut pelaksanaan kecuali urusan yang ditangani oleh
pemilihan Kepala Daerah tetapi pemerintah pusat, yakni moneter dan
fiskal nasional, pertahanan dan hubungan pusat dan daerah yang
keamanan, urusan luar negeri, melahirkan UU Nomor 22 tahun 1999
peradilan, dan agama. yang berlaku efektif di tahun 2001.
Semangat perubahan tersebut lebih
Selain itu sistem pembagian
kepada keinginan memberi kewenangan
kekuasaan yang didesentralisasikan ke
yang lebih luas kepada daerah.
daerah di Indonesia juga menerapkan
desentralisasi a simetris dan Perubahan kebijakan hubungan
desentralisasi simetris. Desentralisasi a pusat dan daerah dalam UU Nomor 5
simetris terasa dalam UU No.22 Tahun Tahun 1974 lebih condong ke arah
1999, dimana ada pemberian otonomi sentralistik. Beberapa karakteristik yang
khusus bagi beberapa daerah (Aceh, menonjol dari prinsip penyelenggaraan
Jogya dan Papua). Sementara dalam pemerintahan undang-undang tersebut,
UU No.5 tahun 1974 hanya yaitu : Pertama, wilayah negara di bagi
desentralisasi simetris (biasa). ke dalam Daerah besar dan kecil yang
Kesimpulannya bahwa terdapat bersifat otonom atau administratif saja.
berbagai pasal yang mengalami Kedua, pemerintahan daerah
perubahan yang sangat signifikan di diselenggarakan secara bertingkat, yaitu
dalam pelaksanaan daripada Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II
pemerintahan daerah akibat terjadinya sebagai Daerah Otonom, dan kemudian
penggantian undang-undang wilayah administratif berupa propinsi,
pemerintahan daerah dari masa ke kabupaten/kotamadya dan kecamata.
masa dan menimbulkan berbagai Ketiga, DPRD Tiingkat I maupun
perspektif. Tingkat II dan kotamadya merupakan
bagian dari pemerintahan daerah.
Perubahan kebijakan dalam
Keempat, peranan Menteri Dalam
hubungan pusat dan daerah tidak bisa
Negeri dalam penyelenggaraan
dilepaskan dari konteks, format dan
pemerintahan daerah dapat dikatakan
ideologi politik penguasa. Ketika
bersifat sangat eksesif atau berlebih-
penguasa baru saja tampil dan
lebihan yang diwujudkan dengan
menyusun kekuatan, maka
melakukan pembinaan langsung
dikembangkan kebijakan yang agak
terhadap daerah. Kelima, Undang-
terbuka. Namun ketika kekuasaan
Undang ini (UU No.5 tahun 1974)
sudah berhasil mengkonsolidasi diri,
memberikan tempat yang sangat
maka kebijakan bisa dirubah dengan
terhormat dan sangat kuat kepada
tertutup, otoritarisme atau malah
Kepala Wilayah ketimbang kepada
totaliterisme. Perubahan UU
Kepala Daerah. Keenam, Keuangan
pemerintahan daerah tidak bisa
Daerah sebagaimanan umumnya
dilepaskan agenda reformasi pasca
dengan undang-undang terdahulu,
Orde Baru. Demi tuntutan masyarakat
diatur secara umum saja. Daerah juga
serta kondisi masing-masing daerah,
mendapat bantuan dari pemerintahan
maka kemudian pemerintah melakukan
pusat berupa “Pemberian Pemerintah”,
perubahan kebijakan pengelolaan
sebuah istilah yang menandakan bertingkat. Dalam sistem ini pejabat
kemurahan hati Pemerintahan di pemerintahan Daerah yang lebih tinggi
Jakarta. juga sekaligus merupakan atasan dari
pejabat yang ada di daerah otonom
Meskipun harus diakui bahwa UU
yang lebih rendah. Kelima, No. Mandate
N0.5/1974 adalah suatu komitmen
Without Funding. Penyelenggaraan
politik, namun dalam praktek yang
tugas pemerintah di daerah harus di
terjadi adalah sentralisasi yang dominan
biayai dari dana anggaran belanja dan
dalam perencanaan maupun
pendapatan negara (pasal 78 ayat 2),
implementasi pembangunan Indonesia.
dan “Penyerahan atau Pelimpahan
Salah satu fenomena yang paling
Kewenangan pemerintah Pusat kepada
menonjol dari hubungan antara sistem
gubernur atau penyerahan kewenangan
Pemda dengan pembangunan adalah
atau penugasan pemerintah pusat
ketergantungan Pemda yang tinggi
kepada Bupati/Walikota diikuti dengan
terhadap pemerintah pusat.
pembiayaannya” (pasal 2 ayat 4 UU PK
Pengganti Undang-Undang No.5 Nomor 25 tahun 1999). Undang-
tahun 1974 adalah Undang-Undang undang ini mengandung prinsip yang
No.22 tahun 1999. Menurut undang- sebaliknya, yaitu Money Follows
undang ini, daerah otonom tidak hanya funftion. Artinya Daerah diberi
menganut sistem bertingkat dan hanya kewenangan yang seluas-luasnya dan
mengenal 2 (dua) hal daerah otonomi, dengan kewenangan itu maka daerah
yaitu provinsi dan Kabupaten/Kota yang akan menggunakan untuk mengali
dapat dirumuskan sebagai berikut : sumber dan keuangan yang sebesar-
Pertama, Wilayah Negara Republik besarnya sepanjang bersifaf legal dan
Indonesia dibagi dalam daerah Provinsi, diterima oleh lapisan rakyat. Keenam,
kabupaten dan kota yang bersifat Penguatan rakyat melalui DPRD. Dari
otonomi. Kedua, daerah-daerah kini undang-undang ini terdpat kesan kuat
masing-masing berdiri sendiri dan tidak bahwa pusat memberikan kewenangan
menpunyai hierarki ( pasal 4 UU Nomor kepada daerah pada kondisi tersebut
22 1999 ). Ketiga,Daerah provinsi mungkin terbaca bahwa pusat mulai
berkedudukan juga sebagai daerah mengakomodasi tuntutan daerah
Administratif. Ada beberapa ciri khas pemberian kewenangan daeraha dalam
yang menonjol dalam undang-undang skema otonomi daerah, bisa dibaca
ini (Syaukani,2009) yaitu Pertama, sebagai konsekuensi dari menurun daya
Demokrasi dan Demokratitasi. Kedua, kemampuan pusat untuk
Mendekatkan pemerintah dengan mengendalikan daerah, sehingga tidak
rakyat. Titik berat otonomi daerah ada pilihan lain kecuali memberikan
difokuskan kepada daerah kabupaten kewenangan bagi daerah untuk
dan kota, bukan kepada daerah mengatur diri sendiri. Pada kontak lain
provinsi. Ketiga, Sistem otonomi luas munculnya berbagai konflik didaerah
dan nyata. Keempat, Tidak terdapat kesan bahwa pusat seakan-
menggunakan sistem ekonomi
akan hendak memindahkan persoalan desentralisasi masih menerapkan
dalam ke masing-masing wilayah. prinsip residual power atau open end
arrengement karena pusat masih
Perubahan pengelolaan
mengurus 6 urusan yang bersifat
Pemerintahan Daerah juga dilihat dalm
konkruent. Pemerintah Daerah berhak
era pasca desentralisasi. Perubahan
mengatur dan mengurus sendiri urusan
tersebut terlihat secara signifikan dalam
pemerintahan menurut asas otonomi
keberadaan DPRD. Undang-undang
dan tugas pembantuan. Otonomi yang
Nomor 22 Tahun 1999, DPRD diberi
luas, nyata dan bertanggung jawab.
peran dominan kepala daerah di
Pemerintahan Daerah lokal yang Namun demikian yang jelas
demokratis di berbagai daerah melalui, adalah bahwa di dalam UU No.32 tahun
antara lain, Pemberdayaan DPRD 2004 mengatur hal-hal tentang;
sebagai wakil masyarakat lokal dan pembentukan daerah dan kawasan
sebagai lembaga yang memiliki khusus, pembagian urusan
wewenang untuk menahan kepala pemerintahan, kepegawaian daerah,
daerah bertanggung jawab atas kinerja Peraturan daerah dan Peraturan kepala
mereka. Daerah, perencanaan pembangunan
daerah, keuangan daerah, kerja sama
Di beberapa daerah, terjadi
dan penyelesaian perselisihan, kawasan
penguatan terhadap fungsi DPRD
perkotaan, desa dan pembinaan dan
bahkan terlihat terjadi legislatif heavey
pengawasan, pertimbangan dalam
dimana kepala daerah “kewalahan”
kebijakan otonomi daerah. Menurut UU
menghadapi DPRD, apalgi kalau kepala
No.32 tahun 2004 ini, negara mengakui
daerah berasal dari partai berbeda
dan menghormati satuan-satuan
dengan partai mayoritas di DPRD.
pemerintah daerah yang bersifat khusus
Bahkan seolah-olah terjadi devided
dan istimewa. Sehubungan dengan
government (pemerintahan terbelah),
daerah yang bersifat khusus dan
akibat kepala daerah tersandra dengan
istimewa ini, kita mengenal adanya
DPRD.
beberapa bentuk pemerintahan yang
Dalam kurun waktu yang tidak lain, seperti DKI Jakarta, DI Aceh, DI
terlalu lama, maka Undang-Undang Yogyakarta dan provinsi-provinsi di
No.22 Tahun 1999, diganti lagi, untuk Papua bagi daerah-daerah ini secara
menyesuaikan perkembangan tuntutan prinsip tetap diberlakukan sama dengan
masyarakat. Sekalipun sebagian pemikir daerah-daerah lain. Hanya saja dengan
menyebut Undang-Undang No.22 pertimbangan tertentu, kepada daerah-
Tahun 1999 adalah cukup ideal. daerah tersebut, dapat diberikan
Undang-Undang berikutnya tentang wewenang khusus yang diatur dengan
Pemerintahan Daerah adalah UU N0.32 undang-undang. Jadi, bagi daerah yang
tahun 2004 adalah tidak ada perbedaan bersifat khusus dan istimewa, secara
prinsipal dalam kebijakan pengelolaan umum berlaku UU No,32 tahun 2004
Pemerintahan Daerah. Dalam Perspektif
dan dapat juga diatur dengan UU pemerintahan absolut, urusan
tersendiri. pemerintahan konkuren, dan urusan
pemerintahan umum. Adapun urusan
Ada perubahan yang cukup
pemerintahan absolut adalah Urusan
signifikan untuk mewujudkan kedudukan
pemerintahan yang sepenuhnya
sebagai mitar sejajar antara kepala
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
daerah dan DPRD yaitu kepala daerah
Sedangkan urusan pemerintahan
dan wakil kepala daerah dipilih langsung
konkuren adalah urusan pemerintah
oleh rakyat dan DPRD hanya
yang dibagi antara Pemerintah Pusat
berwenang meminta laporan keterangan
dan Daerah Provinsi dan Daerah
pertanggung jawaban dari kepala
kabupaten/kota.
daerah.
Pada UU 23 tahun 2014, masih
Di daerah perkotaan, bentuk
menerapkan pola residual power atau
pemerintahan terendah disebut
open arrengement, bahkan urusan
“kelurahan”. Desa yang ada di
pemerintah dibagi urusan pemerintahan
Kabupaten/Kota secara bertahap dapat
absolut, urusan pemerintah konkuren
diubah atau disesuaikan statusnya
dan urusan pemerintah umum (pasal 9)
menjadi kelurahan sesuai usul dan
urusan pemerintahan absolut adalah
prakarsa pemerintah desa, bersama
urusan pemerintahan yang sepenuhnya
Badan Permusyawaratan Desa yang
menjadi kewenangan pemerintah pusat
ditetapkan dengan Perda. Desa menjadi
(politik luar negeri, pertahanan,
kelurahan tidak seketika berubah
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal
dengan adanya pembentukan kota,
dan agama) urusan pemerintahan
begitu pula desa yang berada di
konkuren adalah urusan pemerintahan
perkotaan dalam pemerintahan
yang dibagi antara pemerintah pusat
kabupaten.
dan Daerah Provinsi dan Daerah
Berselang hampir 10 tahun Kabupaten/Kota. urusan pemerintahan
kemudian, maka pemerintah umum adalah urusan pemerintahan
mengeluarkan lagi Undang-Undang yang menjadi kewenangan Presiden
baru tentang Pemerintahan Daerah, sebagai kepala pemerintahan. Selain itu
yaitu UU No.23 tahun 2014. Dengan dalam UU 23 Tahun 2014 DPRD masih
perkembangan bahwa UU No.32 Tahun sam kedudukannya dengan UU No.23
2004 tidak sesuai lagi dengan Tahun 2004 yakni sebagai bagian dari
perkembangan keadaan, penyelenggara Pemerintahan Daerah.
ketatanegaraan, dan tuntutan
Selain persoalan filosofis dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah
urusan pemerintah pusat dan daerah
sehingga perlu diganti. Hal baru yang
seperti diatas diatur dalam UU 23 Tahun
diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014,
2014 juga ada perbedaan Yuridis
antara lain terdapat dalam pasal 9 yang
tertuang dalam bentuk pasal-pasal
menyatakan bahwa Urusan
yang mengatur hal-hal yang tidak diatur
pemerintahan terdiri atas urusan
dalam UU sebelumnya. Perbedaan
secara yuridis, sangat terlihat dengan Dari uraian singkat tersebut
tidak adanya pasal-pasal yang ditekankan bahwa perubahan memang
mengatur tentang penyelenggaraan harus terjadi, namun perubahan
pemeilihan kepala daerah telah di atur seharusnya tetap berpihak kepada
dalam UU No.22 tahun 2014 yang rakyat. Dan oleh karena itu, dipilih jalur
sudah dibatalkan dengan Perpu No. 1 netral, yakni reformasi pemerintahan
Tahun 2014 tentang Peilihan Kepala daerah. Perubahan ini juga terjadi di
Daerah. Dipisahkannya UU Pilkada di berbagai belahan dunia pemerintahan
maksudkan agar kedua UU tersebut daerah dalam suatu negara yang
dapat berjalan secara maksimal sesuai sedang membangun sesuai dinamika
dengan isu sentralnya masing-masing. pemerintahan masing-masing.
Selain itu, dalam pemisahan
Setiap negara mengalami
penyelenggaraan pemerintahan daerah
dinamika dalam perubahan kebijakan ,
dan Pilkada dimaksudkan untuk
dan tentunya faktor perubahan berbeda
mempertegas posisi dan perbedaan
antara satu negara dengan negara lain.
Gubernur dan Walikota / Bupati.
Namun tidak ada salahnya dalam
Hal ini dikarenakan Gubernur melihat dinamika perubahan
yang dipilih melalui mekanisme pemerintahan daerah kita mengacu
pemilihan langsung. Namun, secara pada dinamika perubahan kebijakan
berpihak dikooptasi dengan pada beberapa pendapat yang telah
menempatkan Gubernur sebagai wakil melakukan kajian dan analisis terhadap
pemerintah pusat dalam perspektif suatu negara dalam melihat dinamika
akademis posisi Gubernur dapat perubahan kebijakannya. Olehnya
dikategorikan sebagai “unit antara”. Ciri untukmelihat dinamika perubahan
Khas dari “unit Antara” dalam pengelolaan pemerintah daerah di
penyelenggaraan pemerintahannya Indonesia, seperti pendapat Hall
bersinggungan dengan kegiatan sebagaimana di kutip oleh Geoffry
dekonentrasi daripada desentralisasi. Duedly dan Jeremy Ricadson bahwa
Dengan demikian, Gubernur yang dipilih perubahan orde ketiga mungkin unsur-
langsung oleh rakyat, unsur mencerminkan suatu proses yang
kewewenangannya “terkebiri” karena berbeda, yang ditandai oleh perubahan-
status gandanya yang juga sebagai perubahan radikal dalam lingkup
wakil pemerintah pusat. Berbeda ketentuan-ketentuan wacana kebijakan
dengan Walikota dan Bupati yang yang berkaitan dengan pergeseran
sama-sama dipilih oleh rakyat tapi paradigma. Jika perubahan-perubahan
statusnya sebagai daerah otonom yang orde pertama dan kedua
mengedepankan prinsip atau azas mempertahankan kontinuitas-kontinuitas
desentralisasi. Disinilah urgensi luas yang lazimnya ditemukan dalam
pemisahan penyelenggaraan pola-pola kebijakan, maka perubahan
pemerintahan daerah dan pemilihan „orde ketiga‟ seringkali merupakan suatu
pilkada menjadi dua UU yang berbeda. proses yang lebih disjunctive yang
berkaitan dengan diskontinuitas- atau residual power hal ini terlihat
diskontinuitas berkala dalam kebijakan. betapa banyaknya urusan yang
Masih mengutip dari Hall bahwa diberikan kepada daerah.
impilikasi dari analisis ini yaitu
Selain aspek ide-ide, dinamika
perubahn-perubahan orde pertama dan
perubahan kebijakan pemerintah daerah
orde kedua dalam kebijakan tidak
juga dipengaruhi aspek institusi. Institusi
secara otomatis mendatangkan
khususnya lembaga-lembaga negara
perubahan-perubahan orde ketiga.
dilakukan restrukturisasi di pemerintah
Dengan perkataan lain, tidak boleh
daerah agar bisa melaksanakan tugas
terperangkap anggapan bahwa
dan fungsinya secara optimal. Namun
pergeseran paradigmatik melibatkan
yang paling menjadi perhatian adalah
hanya suatu versi yang lebih intens
soal interest, perubahan kebijakan
tentang pengambilan kebijakan normal
pemerintah daerah adalah aspek
yang didominasi oleh komunitas-
kepentingan elit dan kepentingan
komunitas dan jaringan-jaringan
daerah. Elit khususnya intelektual
kebijakan.
kampus menganggap bahwa untuk
Perubahan-perubahan kebijakan mencapai tujuan negara-negara
„orde ketiga‟ mungkin akan mencakup kesatuan Republik Indonesia harus
lebih banyak dinamika tiga-dimensi dan dikelola dengan memberikan
spatial, yang melibatkan sejangkauan keleluasaan bagi daerah untuk
variabel-variabel. Dinamika ini bisa mengurus dan mengelola daerahnya
kompleks, namun unsur-unsur tertentu, sesuai dengan potensi dan kemampuan
dan antar-hubungan antara mereka, daerah melalui pemberian otonomi
terlihat krusial. Variabel-variabel secara luas dan bertanggung jawab.
penentu utama dari perubahan
Selain itu aspek lain dalam
kebijakan „orde ketiga‟, yakni : ide-ide,
dinamika perubahan kebijakan adalah
interest ( kepentingan-kepentingan )
individu, dengan reformasi yang terjadi
institutions (lembaga-lembaga) dan
dan perubahan lima paket UU politik
individu-individu (individu-individu).
yang ada di Indonesia turut
Jika kita melihat dalam mempengaruhi perubahan perilaku
perubahan UU Pemerintahan daerah (behavioralis) masyarakat Indonesia.
dapat kita lihat dalam aspek ide-ide, Perubahan lima paket UU politik juga
aspek-aspek ideologi, perubahan UU 5 semakin meningkatkan tingkat
tahun 1974 menjadi UU Nomor 22 tahun pendidikan politik warga negara
1999 disebabkan perubahan paradigma terhadap pengelolaan negara juga
pengelolaan hubungan pusat dan semakin meningkat. Akan tetapi, ada
daerah. Perubahan tersebut adalah satu unsur kunci lebih lanjut dalam
perubahan arah sentralistik ke arah menentukan dinamika perubahan
desentralistik. Sementara UU 32 Tahun kebijakan „orde ketiga‟ yaitu tentang
2004 dan UU 22 tahun 2014 waktu. Meskipun ada pengaruh
menerapkan pola ultra vire doctrine pervasifnya, namun waktu seringkali
dilupakan sebagai variabel vital, dan Sebelum UU No.5 tahun 1974
namun dalam studi longitudinal hal digunakan, terlebih dahulu ada UU No.
pentingnya menjadi jelas. Perubahan 18 tahun 1965. Sebenarnya tidak ada
pemerintahan daerah di Indonesia kalau perbedaan principal dalam kebijakan
mengacu dimensi waktu, sebenarnya pengelolaan pemerintahan daerah yang
relatif tidak panjang, apalagi kalau ada di dalam undang-undang 32 tahun
melihat perubahan pemerintahan 2004 dengan undang-undang No.22
daerah pasca reformasi, hanya kurung tahun 1999, bahkan dengan undang-
satu dasawarsa perubahan pengelolaan undang No.23 tahun 2014. Atau dengan
pemerintahan daerah mengalami kata lain secara keseluruhan undang-
berbagai perubahan, undang tersebut memiliki kesamaan,
namun yang ada adalah terdapat
Kesimpulan
beberapa pasal yang mengalami
Dinamika perubahan kebijakan perubahan.
pemerintahan daerah di Indonesia
Namun demikian terdapat
pasca reformasi mengalami dari UU 5
secara umum atau secara garis besar
Tahun 1975 menjadi UU 22 tahun 1999
UU No.23 tahun 2014 ini yang
dan UU 32 tahun 2004 dan UU 23 tahun
merupakan kombinasi UU No.5 tahun
2014 dari aspek yuridis dan filosofis
1974 dan UU No.32 tahun 2004, di
mengalami pergeseran dan ultra vires
mana fungsi Gubernur bukan hanya
doctrine (merinci satu persatu urusan
sebagai kepala daerah melainkan juga
yang diserahkan ke daerah) menjadi
sebagai kepala wilayah. Dengan
open and arrengement atau residual
demikian undang-undang pemerintahan
power (konsep kekuasaan asli atau
daerah selalu menarik untuk dianalisis,
kekuasaan sisa).
mengapa undang-undang tersebut
Dalam era reformasi, setidaknya selalu mengalami dibongkar pasang
sudah tiga kali penggantian undang- setiap suatu rezim berkuasa.
undang pemerintahan daerah. Undang-
Undang akan selalu berubah mengikuti
zaman. Hal ini dikarenakan tidak semua DAFTAR PUSTAKA
pasal dalam undang-undang pas atau
sesuai untuk diterapkan disepanjang
zaman. Demikian juga dengan undang- Geoffry Duedly dan Jeremy Ricadson,
undang tentang Pemerintahan Daerah. Simultaneously published in
Dulu undang-undang yang digunakan The US and Canada by
adalah UU No.5 tahun 1974, kemudian Routledge 29 west 35th Street,
seiring berjalannya waktu diganti New York, NY 10001.
menjadi UU No.22 tahun 1999. Dan
Hanif, Teori dan Praktek Pemerintahan,
yang kemudian digantikan UU No.32
Grafindo, Jogjakarta, 2003
tahun 2004, terakhir digunakan
sekarang adalah UU No.23 tahun 2014.
Siswanto Sunarno, 2006, Hukum
Pemerintahan Daerah di
Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta.

Stevaan Walgrave, Governance an


International Journal of Policy,
Administration, and Institutions,
Vol 21 No.3 July 2008 (pp.365-
395).

Solihin Wahab, H, Prof, Drs, MA, Ph.D,


2008, Pengantar Analisis
Kebijakan Publik, UMM Press,
Malang.

Murtir Jeddawi, 2008, Implementasi


Kebijakan Otonomi Daerah,
Kreasi Total Media, Yogyakarta.

Undang-undang No.5 Tahun 1974,


tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah-
daerah, Departemen Dalam
Negeri Republik Indonesia,
Jakarta.

Undang-undang No.22 Tahun 1999,


tentang Pemerintahan Daerah,
Departemen Dalam Negeri
Republik Indonesia, Jakarta.

Undang-undang No.32 Tahun 2004,


tentang Pemerintahan Daerah,
Cipta Umbara, Bandung

Undang-undang No.23 Tahun 2014,


tentang Pemerintahan Daerah,
Sekertarian Negera Republik
Indonesia.

Potrebbero piacerti anche