Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
net/publication/323994615
CITATIONS READS
0 975
3 authors:
Ani Suryanti
Universitas Maritim Raja Ali Haji
13 PUBLICATIONS 5 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Length-weight relationship and condition factor of white shrimp Penaeus merguiensis captured in ecosystem mangrove of Bagan Asahan, Tanjungbalai, Asahan, North
Sumatra, Indonesia View project
Smart Magnetic for Microwave Absorber based on Rare Earth Compound View project
All content following this page was uploaded by Ani Suryanti on 09 May 2018.
Acta Aquatica
Aquatic Sciences Journal
a
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
b
Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji
Abstrak Abstract
Mangrove menghasilkan serasah yang akan mengalami proses Mangroves produced litter that will undergo decomposition
dekomposisi yang kemudian dimanfaatkan sebagai sumber hara process which used as a source of nutrients for plants and also
bagi tanaman dan juga merupakan sumber makanan bagi ikan source of food for fish and important invertebrates. The purpose
serta invertebrata yang penting. Tujuan dari penelitian ini adalah of this research is to measure the decomposition of Rhizophora
untuk mengukur dekomposisi serasah daun R. apiculata dan apiculata leaf litter and to know the content of carbon (C),
mengetahui kandungan unsur hara karbon (C), nitrogen (N) dan nitrogen (N) and phosphorus (P) nutrient in leaf litter of R.
fosfor (P) pada serasah daun Rhizophora apiculata yang dilepas apiculata released during the decomposition process. The
selama proses dekomposisi. Penelitian dilakukan pada bulan research was conducted from February to May 2017 in Bagan
Februari hingga Mei 2017 di Desa Bagan Asahan Kecamatan Asahan Village, Tanjungbalai District, Asahan Regency, North
Tanjungbalai Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Province. The method of this research used purposive
Penentuan stasiun penelitian menggunakan metode purposive sampling and determined three stations sampling based on
sampling pada tiga stasiun dengan penentuan stasiun observation of availability R. apiculata mangrove species. The
berdasarkan pengamatan ketersediaan jenis mangrove R. result showed that decomposition rate of R. apiculata leaf on the
apiculata. Hasil penelitian menunjukkan laju dekomposisi 90 day at station I was 13,04, station II was 11,42, and station III
serasah daun R. apiculata pada hari ke-90 yaitu pada stasiun I was 10,24. The content of carbon nutrients during the 90 day
bernilai 13,04 stasiun II bernilai 11,42 dan stasiun III bernilai decomposition process in station I was 16.24%, station II was
10,24. Kandungan unsur hara karbon selama proses dekomposisi 15.29% and station III was 15.42%. Nitrogen nutrient elements
90 hari yaitu stasiun I sebesar 16,24 %, stasiun II sebesar 15,29% decomposed on the 90 day were station I was 2.69%, station II
dan stasiun III sebesar 15,42 %. Unsur hara nitrogen yang was 2.57% and station III was 2.75%. Phosphorus nutrient
terdekomposisi pada hari ke 90 yaitu stasiun I sebesar 2,69%, content during 90 day decomposition process was 0,02% for
stasiun II sebesar 2,57 % dan stasiun III sebesar 2,75%. station I, 0,02% for station II and 0,01% for station III.
Kandungan unsur hara fosfor selama proses dekomposisi 90 hari
yaitu stasiun I 0,02 %, stasiun II 0,02 % dan stasiun III 0,01 %. Keywords: litter; decomposition; Rhizophora apiculata
1. Pendahuluan
88
Acta Aquatica, 4:2 (Oktober, 2017): 88-94
Pengukuran parameter
fisika kimia air dilakukan pada
setiap stasiun selama
penelitian. Pangambilan
dilakukan pada saat air pasang
ketika lantai hutan mangrove
dalam keadaan tergenang,
dilakukan sebanyak 6 kali
dengan interval waktu 15 hari
selama 3 bulan. Parameter fisika
kimia perairan yang diukur
dapat dilihat pada Tabel 1.
89
Acta Aquatica, 4:2 (Oktober, 2017): 88-94
90
Acta Aquatica, 4:2 (Oktober, 2017): 88-94
disebabkan oleh hujan atau aliran air. Menurut Mason (1978) Nilai konstanta laju dekomposisi (k) serasah daun
penguraian serasah juga dapat disebabkan oleh pengikisan Rhizophora apiculata pada Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai
serasah oleh pergerakan gelombang. Kondisi substrat perairan tertinggi dari 90 hari pengamatan terdapat pada stasiun I sebesar
yang lebih lembab dibandingkan daratan juga berperan dalam 13,04 dan terendah pada stasiun III sebesar 10,24. Kondisi
menguraian serasah, nilai pH 7-8 menunjukan lingkungan yang tersebut diduga karena stasiun I diketahui memiliki substrat
selalu basa dan lembab nilai menyebabkan proses dekomposisi berlumpur yang cukup dalam. Hal ini mendukung untuk
serasah cepat. makrobenthos berkembang di stasiun I. Makrobenthos berperan
penting dalam penguraian serasah pada saat
mengalami dekomposisi, sehingga pada
daerah yang banyak dijumpai makrobenthos
laju dekomposisi cepat berlangsung.
Menurut Syamsurisal (2011) bahwa mikroba
(dekomposer) banyak terdapat di daerah
bersubtrat lumpur. Selain itu substrat
lumpur yang dalam pada stasiun I
mendukung pertumbuhan R. apiculata yang
lebih optimal dikarenakan R. apiculata
menyukai substrat berlumpur. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Amin
et al. (2015) nilai rata-rata R. apiculata
menurun jumlahnya pada substrat yang
komposisi lumpurnya rendah / berkarakter
keras dan cenderung kasar (pasir, pasir
berlumpur dan pasir berbatu). Spesies ini
umumnya tumbuh pada tanah berlumpur,
halus, dalam dan tergenang pada saat
pasang normal. Menurut Noor et al. (1999)
Rhizophora apiculata tidak menyukai
substrat yang keras.
Gambar 2. Bentuk serasah daun mangrove Rhizophora apiculata yang mengalami proses dekomposisi selama 90
hari dalam periode 0 - 90 hari. (a) 0 hari; (b) 15 hari; (c) 30 hari; (d) 45 hari; (e) 60 hari; (f) 75 hari; (g)
90 hari.
80
60 Stasiun I
70 69.2
Stasiun II
Stasiun I 60 Stasiun III
58.33
50
50
50
Stasiun II
Sisa serasah (%)
50 57.8 40.87
50 47.2
Stasiun III
40 51.07
32.2
39.47
40 30 27.87
Berat serasah (g)
34.6
29.73 22.93
20 25.53 18.67
18.53
29,16
18.53
28.9
8.73
30 10
25,53
6.6
23.6
0 4.47
20,43
15
45 60 30
75 90
19,73
20 Waktu pengamatan
16.1
13,93
14,87
9,27
9,33
9,27
10 16 Stasiun I
13.65
13.04
4,36
Stasiun II
13.17
14
3.3
2,23
Stasiun III
11.42
11.09
0 12
10.24
Laju dekomposisi (g)
10
0 15 30 45 60 75 90
9.14
9.02
9.18
10
8.6
8.09
8.17
8.34
Waktu pengamatan
8.34
7.92
8.4
7.64
91
Acta Aquatica, 4:2 (Oktober, 2017): 88-94
3.2. Kandungan unsur hara (C, N, dan P) Dari pengukuran Karbon (C) dan Nitrogen (N) dapat
diketahui pula nilai rasio C/N yang dimiliki serasah daun
Serasah mengandung unsur hara yang berperan dalam mangrove R. apiculata yang telah terdekomposisi. Rasio C/N
pembentukan pertumbuhan dan perkembangan tumbuh- tertinggi terdapat pada hari ke 30 di stasiun II dengan nilai 6,34
tumbuhan, ikan, udang, kepiting dan mikroorganisme lainnya di dan terendah 5,62 yang terletak pada stasiun III hari ke 90. Rasio
hutan mangrove. Serasah yang memiliki kandungan unsur hara C/N yang rendah menunjukkan bahan organik sudah sangat
yang tinggi akan lebih cepat mengalami proses dekomposisi. Hal matang dan menunjukkan tingkat kecepatan substrat
ini sesuai dengan Waring dan Schlesinger, (1985) yang terdekomposisi. Sesuai dengan pernyataan Rindyastuti dan
menyatakan bahwa Serasah yang kaya nutrisi cenderung lebih Agung (2010) menerangkan bahwa besarnya nilai awal dan
cepat terdekomposisi daripada serasah yang miskin nutrisi pada penurunannya akan berkorelasi dengan cepat dan lambatnya
lantai hutan yang sama. Menurut Ulqodry (2008), bahwa kualitas proses dekomposisi karena semakin rendah nilai C/N, semakin
nutrisi yang tinggi akan menghasilkan proses dekomposisi yang baik kandungan unsur hara N disebabkan oleh kemampuan
lebih cepat. Kandungan unsur hara yang dianalisis meliputi bakteri nitrogen pada serasah daun untuk melakukan fiksasi
karbon, nitrogen dan fosfor. Berdasarkan Gambar 6 kandungan nitrogen. Rasio C/N R. apiculata dapat dilihat pada Gambar 7.
unsur hara karbon memiliki nilai yang tertinggi dibandingkan
dengan nitrogen dan fosfor. Hasil penelitian ini sejalan dengan Hari ke 30
6.4 6.34
hasil penelitian yang dilaporkan oleh Yulma (2012), bahwa 6.26 Hari ke 60
6.24
kandungan bahan organik karbon (C) pada serasah mangrove Hari ke 90
6.2
jauh lebih besar dari kandungan nitrogen (N) dan posfor (P).
6.03
18 6 5.94
15.95
16.24
15.95
15.95
5.89 5.89
15.42
15.29
15.1
Rasio C/N
15.1
14.26
16
14.37
14.5
5.8
13.49
14
5.62 5,60
12 5.6
Karbon (%)
Hari ke 0
10
Hari ke 30 5.4
8
Hari ke 60
6 5.2
4 Hari ke 90 I II III
Stasiun pengamatan
2
Gambar 7. Rasio C/N.
0
I II III
Stasiun pengamatan 3.3. Makrobenthos
3.5
2.97
2.97
2.97
2.42
2.5
yang terdapat pada kantong serasah dapat dilihat pada Tabel 3.
Nitrogen (%)
2 Hari ke 0
Tabel 3.
Hari ke 30 Jenis-jenis makrobenthos yang ditemukan di dalam kantong serasah daun
1.5 Rhizophora apiculate
Hari ke 60
1 Kelas Ordo Genus
Hari ke 90
Turbellaria Eunicida Lumbrineris
0.5 Gastropoda Sorbeoconcha Littoraria
Malacostraca Decapoda Acetes
0 Crustacea Decapoda Uca
I II III
Stasiun pengamatan Makrobenthos yang terdapat di dalam kantong serasah
0.035 pada Tabel 4 yaitu kelas Turbellaria, Gastropoda, Malacostraca,
Crustacea. Keanekaragaman makrobentos terdapat pada semua
0.03
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02 Hari ke 0
cepat. Tingginya bahan organik yang terdapat pada stasiun I dan
Hari ke 30 faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhannya.
0.015
Keberadaan makrobenthos tersebut berfungsi sebagai
0.01
0.01
Hari ke 60
0.01 perombak bahan organik dalam proses dekomposisi. Hal ini
Hari ke 90
sesuai Arief (2003), bahwa keberadaan makrobentos
0.005 mempercepat proses dekomposisi. Menurut Siddiqui et al.
(2009) bahwa kepadatan makrobentos mempengaruhi laju
0 dekomposisi. Kehidupan makrobentos dipengaruhi oleh kondisi
I II III
lingkungan dan semakin tinggi suhu akan meningkatkan aktivitas
Stasiun pengamatan makrobentos yang juga akan mempercepat laju dekomposisi.
Gambar 6. Kandungan unsur hara C, N, dan P pada daun mangrove Rhizophora
apiculate yang telah mengalami dekomposisi.
92
Acta Aquatica, 4:2 (Oktober, 2017): 88-94
3.4. Parameter fisika dan kimia perairan Nilai pH tertinggi pada Tabel 4 terdapat pada stasiun II
sebesar 7,9. Nilai pH terendah terdapat pada stasiun I sebesar
Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan pada 6,1. Kondisi perairan tersebut cenderung bersifat asam, sifat
tiap stasiun dilakukan sebanyak 6 kali pengukuran. Parameter sangat asam maupun sangat basa membahayakan kelangsungan
fisika kimia yang diukur adalah: suhu, salinitas, oksigen terlarut, hidup organisme karena menyebabkan terjadinya gangguan
dan pH. Pada setiap stasiun di lokasi penelitian memiliki metabolisme dan respirasi. Hal ini sesuai dengan Prescott et al.
perbedaan nilai parameter fisika kimia perairan. Kisaran dan nilai (2004) yang menyatakan bahwa pH suatu perairan merupakan
rata-rata parameter fisika kimia perairan di lokasi penelitian salah satu parameter yang penting dalam pemantauan kualitas
disajikan pada Tabel 4. perairan. Organisme perairan memiliki kemampuan yang
berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Batas toleransi
Tabel 4. organisme perairan terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi oleh
Hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan
banyak faktor, antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas,
Stasiun I Stasiun II Stasiun III adanya berbagai anion dan kation serta jenis stadia organisme.
Parameter
fisika kimia
Rata- Rata- Rata- Menurut Nuriyawan et al. (2016) organisme perairan memiliki
Kisaran Kisaran Kisaran
rata rata rata kemampuan yang berbeda dalam mentoleransi pH perairan.
Suhu (°C) 30-32 31 27-32 30,33 28-33 30,33
Oksigen terlarut berperan dalam proses dekomposisi
Salinitas
7-16 12,33 5-15 10,17 5-14 9 karena makrobentos sebagai dekomposer membutuhkan
(ppt)
pH 6,1-7,8 7,03 6,5-7,9 7,28 6,4-7,8 7,2 oksigen untuk kehidupannya. Nilai DO yang didapat saat
DO (mg/l) 2,0-3,3 2,75 2,0-3,5 2,85 2,0-3,0 2,4 penelitian pada Tabel 4 bervariasi setiap stasiunnya berkisar 2,0
mg/l – 3,5 mg/l. Nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun II dengan
Suhu tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 33°C, hal nilai rata-rata sebesar 3,5 mg/l dan nilai DO terendah terdapat
ini dikarenakan oleh pengukuran suhu yang dilakukan pada saat pada semua stasiun pengamatan dengan nilai rata-rata sebesar
siang hari. Faktor lainnya adalah letak stasiun III adalah daerah 2,0 mg/l. Variasi tersebut diduga karena adanya perbedaan
terbuka sehingga intensitas cahaya yang diterima tinggi dan waktu pengukuran dan perbedaan musim. Sesuai dengan
stasiun tersebut memiliki kedalaman yang rendah sehingga literatur Lekatompessy dan Alfredo (2010) kadar DO di perairan
penetrasi cahaya matahari masih dapat menembus dasar juga berfluktuasi secara harian, tergantung pada percampuran
perairan. Nilai suhu terendah terdapat pada stasiun II sebesar (mixing) dan pergerakan massa air (turbulence), aktivitas
27°C. Rendahnya suhu diakibatkan karena pada saat pengukuran fotosintesis dan respirasi serta masukan limbah kedalam air.
bertepatan saat hujan turun yang mengakibatkan suhu pada
perairan tersebut rendah. Selain itu penutupan vegetasi 4. Kesimpulan
mangrove juga dapat mempengaruhi pemasukan cahaya
matahari kedalam perairan yang menyebabkan suhu rendah. Laju dekomposisi serasah daun R.apiculata pada hari ke-
Menurut Halidah et al. (2007) bahwa semakin besar persentase 90 yaitu pada stasiun I bernilai 13,04 stasiun II bernilai 11,42 dan
penutupan vegetasi maka semakin rendah temperatur dalam air. stasiun III bernilai 10,24. Laju dekomposisi tercepat ialah pada
Keberadaan vegetasi sangat membantu dalam mengurangi stasiun I dengan nilai 13,04 dan laju dekomposisi terlama
penyerapan cahaya, sehingga suhu pada permukaan perairan terdapat pada stasiun III dengan nilai 10,24. Kandungan unsur
tidak terlalu tinggi. hara karbon selama proses dekomposisi 90 hari yaitu stasiun I
Saat pengukuran nilai salinitas yang didapat pada sebesar 16,24 %, stasiun II sebesar 15,29% dan stasiun III sebesar
masing-masing stasiun pada Tabel 4 berkisar antara 5-16 ppt. 15,42 %. Unsur hara nitrogen yang terdekomposisi pada hari ke
Hasil nilai kisaran salinitas antar stasiun yaitu pada stasiun I 7-16 90 yaitu stasiun I sebesar 2,69%, stasiun II sebesar 2,57 % dan
ppt, stasiun II 5-16 ppt dan stasiun III 5–14 ppt. Pohon mangrove stasiun III sebesar 2,75%. Kandungan unsur hara fosfor selama
mempunyai daya adaptasi yang khas yang sesuai dengan habitat proses dekomposisi 90 hari yaitu stasiun I 0,02 %, stasiun II 0,02
yang dipengaruhi oleh pasang surut dan salinitas. Menurut % dan stasiun III 0,01 %.
Arksonkoe (1993), salinitas merupakan faktor lingkungan yang
sangat menentukan perkembangan hutan mangrove, terutama
bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove.
Bibliografi
Menurut Arief (2003) pasang surut berkaitan dengan salinitas,
tingkat frekuensi pasang surut sangat ikut menentukan adanya Alwidakdo, A., Z. Azham, dan Kamarubayana, L., 2014. Studi
perubahan salinitas. Semakin sering terjadi pasang surut, tingkat Pertumbuhan Mangrove pada Kegiatan Rehabilitasi
salinitas semakin meningkat. Pengaruh salinitas terhadap Hutan Mangrove di Desa Tanjung Limau Kecamatan
kepadatan makrobentos (dekomposer) terjadi secara tidak Muara Badak Kabupaten Kutai Negara. Jurnal AGRIFOR.
langsung, yaitu melalui kerapatan pohon yang mengakibatkan 13(1): 11-18.
suatu tunjangan bagi kenaikan kepadatan makrobentos.
Nilai kisaran salinitas tertinggi terdapat pada stasiun I Amin, D. N., H. Irawan, dan Zulfikar, A., 2015. Hubungan Jenis
yaitu 7-16 ppt disebabkan oleh letak stasiun I yang dekat pantai Substrat dengan Kerapatan Vegetasi Rhizophora sp. di
sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun III dengan nilai Hutan Mangrove Sungai Nyirih Kecamatan
5-14 ppt. Hasil tersebut terbilang rendah diduga karena lokasinya Tanjungpinang Kota Tanjungpinang. Universitas Maritim
yang dekat dengan muara sungai. Hal ini sesuai dengan Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
Rosmaniar (2008), adanya penambahan air tawar yang mengalir
masuk ke perairan laut melalui muara sungai akan menurunkan Apdhan, D., A. Mulyani, dan Zulkifli, 2013. Produksi dan
nilai salinitas. Menurut Ramli et al. (2011) bahwa di daerah yang Kandungan Karbon Serta Laju Dekomposisi Serasah
terdapat aliran sungai akan terjadi percampuran dua atau lebih Xylocarpus sp. di Perairan Sungai Mesjid Dumai. Riau. 1-
massa air yang berbeda sifatnya. Hal inilah yang menyebabkan 11.
penurunan salinitas air laut sebagai akibat masuknya air tawar ke
perairan. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk Arief, A., 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaat. Kanisius.
tumbuh berkisar antara 10-30 ppt (Alwidakdo et al., 2014). Yogyakarta.
93
Acta Aquatica, 4:2 (Oktober, 2017): 88-94
Boonruang, P., 1984. The Rate of Degradation of Mangrove Syamsurisal, 2011. Studi Beberapa Indeks Komunitas
Leaves, Rhizhophora apiculata and Avicennia marina Makrozoobenthos di Hutan Mangrove Kelirahan Coppo
(forsk) vierh at Phuket Island, Western Peninsula of Kabupaten Barru. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Thailand.
Ulqodry, Z.T., 2008. Produktivitas Serasah Mangrove dan Potensi
Halidah, M. Qiptiyah, dan Anwar, C., 2007. Produktivitas Tambak Kontribusi Unsur Hara di Perairan Mangrove Tanjung Api-
pada Berbagai Penutupan mangrove. Info Hutan. IV (4): api Sumatera Selatan. [Tesis]. Intitut Pertanian Bogor.
409-417. Bogor.
Lekatompessy, S. T. A dan Tutuhatunewa, A., 2010. Kajian Waring and Schlesingan, 1985. Forest Ecology Concept and
Konstruksi Model Peredam Gelombang dengan Management. Akademic Press. Inc, Orlando.
Menggunakan Mangrove di Pesisir Lateri – Kota Ambon.
Arika. 4(1): 52-60. Yulma, 2012. Kontribusi Bahan Organik dari Mangrove Api-Api
(Avicennia marina) Sebagai Bahan Evaluasi Pengelolaan
Mason, C.F., 1978. Decomposition. The Institute of Biology. Ekosistem Mangrove. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor.
Studies In Biology No. 74. Edward Arnold. London. Bogor.
94