Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
ABSTRACT
Sugarcane industries produce wastewater with high
levels of pollution load. Wastewater pollutant load can be
lowered by treating wastewater in the WWTP. Wastewater
treatment process using Biological conventional system still
has the disadvantage of increasing the pH of the waste water at
a given time. It causes algae blooming. Algae population levels
increases due to nutrients in wastewater. To prevent algae
from blooming, nutrient concentration in the waste water
should be reduced. This study was aimed to measure the
Diterima : 4 Juni 2013 effectiveness of Waterhyacinth in lowering pollutant load of
Disetujui : 28 Juni 2013 sugar cane industrial wastewater. The method used was to plant
Waterhyacinth in aeration pond number 2 of WWTP and then
Korespondensi Penulis :
udinha@unila.ac.id
taking samples at four locations and consists of point I (inlet
pond aeration 2), point A (before the water hyacinth plant),
point B (after the water hyacinth plant), the point C (waste
pond outlet monitor). Parameters measured included pH, TSS,
COD, NH4, and NO3. The result showed the wastewater
treatment system using water hyacinth plant reduced the
pollutant load sugar cane industrial wastewater at the rate of
0,000858%/m2 day, 0,010997%/m2 day, 0,008691%/m2 day,
0,005936%/m2 day, and 0,015016%/m2 day, respectively. These
conditions indicate planting hyacinth was effective in lowering
the level of industrial wastewater pollutant load of sugar cane.
Keywords: algae bloom, sugarcane industry wastewater,
waterhyacinth
158 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
Udin Hasanudin et al Air Limbah Industri Gula Tebu
pada kolam aerasi 2 di titik I (Inlet), A perlakuan) selama lima minggu dapat
(sebelum perlakuan) dan titik B (setelah dilihat pada Gambar 1.
Tabel 1. Data pengamatan pH air limbah industri gula tebu
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Titik Rata-rata
ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5
I (inlet aerasi 2) 8,57 8,48 8,27 8,20 8,35 8,37
A (sebelum
8,88 8,82 8,66 8,27 8,52 8,63
perlakuan)
B (setelah
8,60 8,54 8,47 8,05 8,41 8.41
perlakuan)
C (outlet IPAL) 8,90 8,85 8,25 8,76 8,69
Penurunan (A-B) 0,28 0,28 0,19 0,22 0,11 0,22
Persentase
3,15% 3,17% 2,19% 2,66% 1,29% 2,49%
penurunan
Luas tanaman
eceng gondok 2161,22 2138,85 2281,17 2303,85 2020,41 2181,10
(m2)
Waktu tinggal air
1,32 1,31 1,39 1,41 1,24 1,33
limbah (hari)
Efektifitas Eceng
Gondok (%/m2 0,001104 0,001131 0,000691 0,000819 0,000515 0,000858
hari)
160 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
Udin Hasanudin et al Air Limbah Industri Gula Tebu
gula tebu dengan cara menyerap bahan limbah gula tebu. Bahan organik yang
organik yang terkandung dalam air terserap oleh tanaman eceng gondok
limbah tersebut. Penurunan nilai TSS air dipergunakan untuk pertumbuhan
limbah industri gula tebu tersebut relatif tanaman eceng gondok tersebut.
besar, yaitu rata-rata sebesar 31,90%. Nilai TSS kolam monitor berkisar
Luas rata-rata area tanaman eceng antara 41,00-98,00 mg/L. Nilai TSS
gondok yang ditanam dalam kolam aerasi kolam monitor pada bagian outletnya (
2 sebesar 2181.1 m2 dengan rata-rata titik C) tersebut turun jika di bandingkan
waktu tinggal hidrolik air limbah di area dengan titik B, namun penurunannya
penanaman eceng gondok selama 1,33 kecil yaitu sebesar 1,8%. Hal tersebut
hari. Berdasarkan data di atas tanaman disebabkan antara titik B ke titik C, air
eceng gondok terbukti mampu limbah melalui kolam stabilisasi dan
menurunkan TSS rata-rata sebesar kolam monitor yang tidak mendapatkan
0,010997%/m2 hari. Hal tersebut perlakuan eceng gondok. Bahan organik
menunjukkan tanaman eceng gondok yang masih terkandung dalam air limbah
sangat efektif dalam menyerap bahan- dimanfaatkan oleh alga untuk tumbuh dan
bahan organik yang terkandung dalam air berkembang biak.
Gambar 2. Nilai TSS air limbah industri gula tebu di titik I, A dan B
Tabel 3. Data pengamatan COD dalam mg/L air limbah industri gula tebu
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 161
Air Limbah Industri Gula Tebu Udin Hasanudin et al
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Titik Rata-rata
ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5
I (inlet aerasi 2) 50,50 53,90 91,70 138,50 116,60 90,24
Gambar 3. Nilai COD air limbah industri gula tebu di titik I, A dan B
Hasil Pengukuran selama lima penanaman eceng gondok tersebut
minggu pada kolam aerasi 2, terjadi sebesar 25,21%. Luas rata-rata area
penurunan nilai COD dari titik A ke titik tanaman eceng gondok yang ditanam
B. Nilai COD air limbah gula tebu pada dalam kolam aerasi 2 sebesar 2181.1 m2,
titik inlet kolam aerasi 2 (titik I) masih dengan rata-rata waktu tinggal hidrolik
tinggi, namun bervariasi disetiap minggu air limbah di area penanaman eceng
pengukuranya. Perbedaan tersebut gondok selama 1,33 hari. Berdasarkan
disebabkan oleh kondisi lingkungan, data di atas eceng gondok terbukti
kondisi pabrik, dan kinerja dari IPAL mampu menurunkan COD rata-rata
tersebut. Pada minggu ke 4 nilai COD air sebesar 0,008691%/m2 hari. Penurunan
limbah tersebut cukup tinggi yaitu nilai COD pada air limbah industri gula
mencapai 141,30 mg/L, kondisi tersebut tebu tersebut menunjukkan tanaman
disebabkan adanya peningkatan beban eceng gondok sangat efektif dalam
cemaran air limbah melalui dewatering menyerap bahan-bahan organik yang
bagas. terkandung dalam air limbah industri gula
Penurunan rata-rata nilai COD air tebu. Kondisi tersebut sesuai dari
limbah industri gula tebu akibat pengamatan sebelumnya yang menujukan
162 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
Udin Hasanudin et al Air Limbah Industri Gula Tebu
adanya penurunan pH dan TSS akibat bahan organik pada air limbah menurun
adanya penanaman pada titik A ke titik B. (Othman, dan Lim, 2006). Perbedaan
Nilai COD kolam monitor ratio penurunan nilai COD antara titik A
berkisar antara 27,70-100,30 mg/L. Nilai ke titik B dengan titik B ke titik C
COD kolam monitor pada bagian menunjukkan penanaman eceng gondok
outletnya ( titik C) tersebut turun jika di pada air limbah industri gula tebu
bandingkan dengan titik B, namun berpengaruh positif terhadap kualitas air
penurunanya relatif kecil yaitu sebesar limbah yang dihasilkan.
3,11%. Hal tersebut disebabkan antara
Amonia (NH4+)
titik B ke titik C, air limbah melalui
Amonia adalah salah satu bentuk
kolam stabilisasi dan kolam monitor yang
nitrogen di perairan dan merupakan
tidak mendapatkan perlakuan tanaman
nutrient yang dibutuhkan bagi
eceng gondok. Bahan organik yang
pertumbuhan tanaman dan alga. Hasil
masih terkandung dalam air limbah
pengukuran nilai NH4+ air limbah gula
dimanfaatkan oleh alga untuk tumbuh dan
tebu disajikan pada Tabel 4.
berkembangbiak, sehingga kandungan
Tabel 4. Data pengamatan NH4+ dalam mg/L air limbah industri gula tebu
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Titik Rata-rata
ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5
I (inlet aerasi 2) 0,046 0,056 0,452 0,922 0,872 0,460
A (sebelum
0,096 0,106 0,081 0,554 0,059 0,179
perlakuan)
B (setelah
0,086 0,088 0,061 0,375 0,058 0,134
perlakuan)
C (outlet IPAL) 0,122 0,103 0,036 0,53 0,198
Penurunan (A-B) 0,01 0,018 0,02 0,179 0,001 0,046
Persentase
10,42% 16,98% 24,69% 32,31% 0,0169% 17,22%
penurunan
Luas tanaman eceng
2161,22 2138,85 2281,17 2303,85 2020,41 2181,10
gondok (m2)
Waktu tinggal air
1,32 1,31 1,39 1,41 1,24 1,33
limbah (hari)
Efektifitas Eceng
0,003653 0,006060 0,007676 0,009946 0,000007 0,005936
Gondok (%/m2 hari)
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 163
Air Limbah Industri Gula Tebu Udin Hasanudin et al
164 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
Udin Hasanudin et al Air Limbah Industri Gula Tebu
Tabel 5. Data pengamatan NO3 dalam mg/L air limbah industri gula tebu
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Titik Rata- rata
ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5
I (inlet aerasi 2) 0,063 0,038 0,038 0,035 0,083 0,051
A (sebelum
0,022 0,019 0,016 0,031 0,074 0,032
perlakuan)
B (setelah
0,015 0,004 0,004 0,024 0,067 0,023
perlakuan)
C (outlet IPAL) 0,003 0,007 0,023 0,022 0,014
Penurunan (A-B) 0,007 0,015 0,012 0,007 0,007 0,010
Persentase
31,82% 78,95% 75,00% 22,58% 9,49% 43,56%
penurunan
Luas tanaman
2161,22 2138,85 2281,17 2303,85 2020,41 2181,10
eceng gondok (m2)
Waktu tinggal air
1,32 1,31 1,39 1,41 1,24 1,33
limbah (hari)
Efektifitas Eceng
Gondok (%/m2 0,011154 0,028177 0,023653 0,006951 0,003788 0,015016
hari)
Hasil pengamatan Tabel 5 beban cemaran yang terkandung dalam
menunjukkan nilai NO3 pada titik I air limbah berbeda-beda pula. Perbedaan
berkisar 0,035-0,083 mg/L, titik A tersebut disebabkan oleh kondisi
berkisar 0,019-0,074 mg/L, titik B lingkungan, kondisi pabrik, dan kinerja
berkisar 0,004-0,067 mg/L, dan titik C dari IPAL tersebut. Hasil pengukuran
berkisar 0,003-0,023 mg/L. Nilai NO3 air nilai NO3 air limbah industri gula tebu
limbah gula pada titik inlet kolam aerasi 2 pada kolam aerasi 2 di titik I (inlet), A
(titik I) masih tinggi, namun bervariasi (sebelum perlakuan) dan titik B (setelah
disetiap minggu pengukuranya. Nilai perlakuan) selama lima minggu dapat
NO3 yang berbeda tersebut menunjukkan dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Nilai NO3 air limbah industri gula tebu di titik I, A dan B
166 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
Udin Hasanudin et al Air Limbah Industri Gula Tebu