Sei sulla pagina 1di 15

PENEGAKAN HUKUM AKIBAT KELALAIAN APOTEKER DALAM MENJALANKAN

PEKERJAAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS KABUPATEN BANYUMAS


BAEDI MULYANTO
mulyantobaedi@gmail.com

Abstract
The existence of the National Health Insurance Program organized by Healthcare
and Social Security Agency (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan or BPJS
Kesehatan) causing increased number of visits to health centers. However, the increase
patients were not followed by the increase of health human resources, especially
Pharmacists. Being limited number of pharmacists who became one of the factors of
negligence of pharmacist task in community healt centre.
This research aimed to analyze the implementation of Pharmaceutical care at the
health center. This research also aims to analyze law enforcement due to the negligence
of pharmacist task at the health center. This research methode is a qualitative by the
sociological juridical approach. Collecting data through observation and interviews to 10
Pharmacists who work in health centers and the head of health centers, also the head of
Indonesian Pharmacist Association (IAI) in Banyumas region
The pharmaceutical care in health centers are still not in accordance with the laws
and regulations that apply where the phramacist task in the health centre is still done by a
non-pharmacist staff and drug information to patient also incomplete in providing drug
services, it is becoming one of the factors the occurrence of negligence.
Law enforcement due to the negligence of the pharmacist in performing pharmacist
task at the health center willbe solved by take out-of-court action with promote the rights
of the patient or the victim, in which patients who experience the error due to the
negligence of the pharmacist then directly solved by replacing drug medications error and
in case undesirable of side effects from the use of drugs is carried out free medical
treatment in accordance with the provisions.
In increasing the phramaceutical care at the health center should be no additional
health human resources, especially pharmacists or pharmacy technical staff while
minimizing an increase in visits of patients will require an active role of other health
professionals to optimize preventive health efforts in the awareness level of health
awareness in the community. Staff pharmacist in health center should always increase
the knowledge, skills and behavior in order to maintain and improve their competence
through education and training.
Key words : Pharmacist, Negligence, Law Enforcement
Abstrak

Keberadaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, sebagai penyelenggaranya


adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), kunjungan pasien di Puskesmas
meningkat, peningkatan jumlah kunjungan tidak diiringi dengan kenaikan sumber daya
manusia kesehatan terutama Apoteker. Jumlah tenaga kesehatan Apoteker yang
terbatas menjadi faktor terjadinya kelalaian dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di
Puskesmas..
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pelaksanaan pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa penegakan hukum akibat
terjadinya kelalaian apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis.
Pengambilan data dengan observasi dan wawancara kepada sepuluh apoteker yang
bekerja di Puskesmas dan Kepala Puskesmas serta informan ketua IAI cabang
Banyumas.
Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di puskesmas dimana pelayanan
kefarmasian yang ada di Puskesmas masih belum sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pekerjaan kefarmasian di puskesmas masih dikerjakan oleh
tenaga non farmasi dan informasi obat yang diberikan pasien juga belum lengkap
diberikan dalam memberikan pelayanan obat. Hal ini menjadi faktor terjadinya kelalaian.
417 | Jurnal Idea Hukum
Vol. 2 No. 2 Oktober 2016
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Penegakan hukum akibat terjadinya kelalaian apoteker dalam menjalankan pekerjaan


kefarmasian di Puskesmas diselesaikan dengan jalur di luar pengadilan dengan
mengedepankan hak-hak dari pasien atau korban, dimana pasien yang mengalami
kesalahan akibat kelalaian apoteker maka langsung diselesaikan dengan mengganti obat
yang salah dan apabila terjadi efek samping yang tidak diinginkan dari penggunaan obat
maka dilakukan pengobatan gratis sesuai dengan ketentuan.
Dalam meningkatkan pelayanan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas hendaknya
ada penambahan sumber daya manusia kesehatan terutama apoteker ataupun tenaga
teknis kefarmasian sedangkan untuk meminimalisir adanya peningkatan kunjungan
pasien maka diperlukan peran aktif tenaga kesehatan lain untuk mengoptimalkan upaya
kesehatan preventif dalam menyadarkan tingkat kesadaran kesehatan di masyarakat.
Tenaga kefarmasian di Puskesmas harus selalu meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku dalam rangka menjaga dan meningkatkan kompetensinya
melalui pendidikan dan pelatihan.

Kata Kunci : Apoteker, Kelalaian, Penegakan Hukum

A. Pendahuluan adil, aman, berkualitas dan


1
Pelayanan kesehatan terjangkau. Dalam memenuhi
merupakan faktor penting dalam kebutuhan akan pelayanan
meningkatkan derajat kesehatan kesehatan, maka tersedia institusi–
dan kesejahteraan setiap warga institusi Rumah Sakit, Puskemas
negara. Setiap warga negara atau sarana kesehatan yang lain
mempunyai hak dalam pelayanan baik yang disediakan oleh
kesehatan sesuai yang tertuang pemerintah maupun oleh instansi
dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang- swasta.
Undang Dasar 1945 Amandemen Puskesmas merupakan
kedua dinyatakan bahwa : Setiap sarana pelayanan kesehatan strata
orang berhak hidup sejahtera lahir pertama yang bertanggung jawab
dan batin, bertempat tinggal, dan dalam menyelenggarakan upaya
mendapat lingkungan hidup yang kesehatan perorangan danupaya
baik dan sehat serta berhak kesehatan masyarakat di wilayah
memperoleh pelayanan kesehatan. kerjanya harus ditunjang oleh
Kesehatan sebagai hak asasi tenaga kesehatan yang profesional
manusia maka harus diwujudkan dalam melaksanakan pelayanan
dalam berbagai pelayanan kesehatan diantaranya dokter,
kesehatan melalui Apoteker, Perawat dan tenaga
2
penyelenggaraan pembangunan kesehatan lainya .
kesehatan kepada masyarakat baik Meningkatkan pelayanan
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, kesehatan di masyarakat,
Pemerintah Daerah dam
1
UU Nomor 36 tahun 2014 Tentang Tenaga
masyarakaat secara terarah, Kesehatan, hal. 1
2
terpadu dan berkesinambungan, KEPMENKES No. 857 tahun 2009 Tentang
Pedoman Penilaian Kinerja Sumber Daya
Manusia Kesehatan di Puskesmas, hal.1.
Penegakan Hukum Akibat Kelalaian Apoteker... | 418

diperlukan adanya kerjasama Pelayanan kefarmasian di


antara sumber daya manusia Puskesmas meliputi dua kegiatan,
kesehatan, karena pelayanan antara lain kegiatan yang bersifat
kesehatan tidak menjadi monopoli manajerial berupa pengelolaan
salah satu tenaga kesehatan saja, obat dan bahan medis habis pakai
tenaga kesehatan lain yang turut dan kegiatan pelayanan farmasi
berperan penting dalam klinik. kegaitan tersebut
mewujudkan derajat kesehatan harusdidukungoleh sumber daya
yang setinggi-tingginya adalah manusia yang kompetenen.
profesi Apoteker dalam Penyelenggaraan pelayanan
menjalankan pelayanan kefarmasian di puskesmas minimal
3
kefarmasian. Apoteker adalah harus dilaksanakan oleh 1 (satu)
sarjana farmasi yang telah lulus orang tenaga Apoteker sebagai
sebagai Apoteker dan telah penanggung jawab, yang dapat
mengucapkan sumpah jabatan dibantu oleh Tenaga Teknis
4
Apoteker. Profesi Apoteker harus Kefarmsian. Rasio untuk
memiliki karakter sebagaimana ciri menentukan jumlah Apoteker di
profesi-profesi lain: (1) menjalankan Puskesmas adalah 1 (satu)
pekerjaan yang memerlukan dasar Apoteker untuk 50 (lima puluh)
6
dari pendidikan tinggi, (2) bekerja pasien perhari. Pelayanan farmasi
berdasarkan perkembangan klinik merupakan pelayanan
standar sesuai dengan kemajuan langsung yang berhubungan
ilmu pengetahuan, (3) pekerjaan dengan pasien, dimana apoteker
yang dilakukakan semata-mata menerima resep dari pasien yang
untuk kepentingan masyarakat atau ditulis oleh dokter, terdapat dua
kemanusiaan, (4) sadar akan kode kemungkinan obat yang harus
etik profesi dan kewenagan diberikan oleh apoteker, yaitu
peradilanya dalam menjaga berupa obat jadi ataupun obat
kualitas pekerjaan,dan (5) menjalin racikan. Pekerjaaan apoteker
hubungan baik dengan sebelum memasukan obat jadi
asosiasi/organisasi profesi yang kedalam kemasan, maka apoteker
berwenang menegakan norma terlebih dahulu mencocokan
disiplin di lingkungan intern apakah obat yang akan diberikan
5
anggotanya. tersebut sudah sesuai dengan yang
ditulis dalam resep, bagaimana
3
Bambang Poernomo, Hukum Kesehatan dengan kesesuaian jenis dan sifat
Pertumbuhan Hukum Eksepsional di Bidang
Kesehatan. Aditya Media, Yogyakarta, 1977,
hal 239.
4 6
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 PERMENKES Nomor 30 Tahun 2014 Tentang
Tentang Pekerjaan Kefarmasian, hal 2. Standar Pelayanan Kefarmasian Di
5
Bambang Poernomo, loc, cit., Puskesmas, hal 8 – 19
419 | Jurnal Idea Hukum
Vol. 2 No. 2 Oktober 2016
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

obat, serta layakkah obat tersebut ide-ide yang sifatnya abstrak


dikonsumsi oleh pasien, kemudian diwujudkan menjadi
9
apoteker harus juga kenyataan. Sedangkan penegakan
memperhatikan batas kadaluarsa hukum menurut Abdul Wahid dan
terhadap obat tersebut sebelum M. Muhibin menuliskan bahwa
diberikan kepada pasien, apoteker penegakan hukum dapat dilakukan
juga berkewajiban memberikan dengan penindakan hukum
10
informasi mengenai cara menurut urutan sebagai berikut:
penggunaan obat yang benar. 1. Teguran peringatan supaya
Mengenai obat racikan sendiri, menghentikan pelanggaran dan
maka obatnya akan diracik terlebih jangan berbuat lagi (percobaan)
dahulu oleh apoteker sesuai 2. Pembenaan kewajiban tertentu
dengan permintaan dalam resep (ganti kerugian, denda)
7
sebelum diberikan kepada pasien . 3. Penyisihan atau pengucilan
Undang-Undang (pencabutan hak-hak)
Kesehatan Nomor 36 tahun 2009, 4. Pengenaan saksi badan (pidana
pada Pasal 58 ayat (1) disebutkan penjara, pidana mati)
bahwa setiap orang berhak
Mempertimbangkan adanya
menuntut ganti rugi terhadap
kelalaian tenaga kesehatan dalam
seseorang, tenaga kesehatan, dan/
menjalankan pelayanan kesehatan
atau penyelenggara kesehatan
terutama profesi apoteker, hal inilah
yang menimbulkan kerugian akibat
yang menjadi urgensi perlu adanya
kesalahan atau kelalaian dalam
penelitian guna mengetahui
pelayanan kesehatan yang
penegakan hukum atas kelalaian
diterimanya. Tuntutan ganti rugi
yang dilakukan oleh profesi
terhadap tenaga kesehatan harus
apoteker. Berdasarkan pemikiran
direalisasikan melalui penegakan
tersebut diatas maka peneliti tertarik
hukum. Hukum berfungsi sebagai
untuk mengadakan suatu penelitian
perlindungan kepentingan manusia.
dan menuangkanya dalam suatu
Agar kepentingan manusia
8
penulisan hukum dalam bentuk tesis
terlindungi .
yang diberi judul : Penegakan
Penegakan hukum menurut
Hukum Akibat Kelalaian Apoteker
Satjipto Raharjo hakikatnya adalah
Dalam Menjalankan Pekerjaan
setiap aktifitas dalam mewujudkan
Kefarmasian Di Puskesmas

7
Kabupaten Banyumas.
Dewina, Apotek dan Pelayanan Obat serta
Implikasi Yuridis, Jurnal Hukum vol 112 edisi
September 2006, Fak Hukum UGM,
Yogyakarta, hal 98. 9
Abdul Wahid, Moh Mubidin, 2009, Etika
8
Sudikno Mertokusumo, 2008, Mengenal Profesi Hukum, Banyumedia Publishing, hal
Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 154.
hal 160. 10
Abdul Wahid, Moh Mubidin, op. cit, hal 151.
Penegakan Hukum Akibat Kelalaian Apoteker... | 420

B. Perumusan Masalah Berdasarkan hasil


Berdasarkan latar belakang penelitian, diketahui bahwa ada
masalah tersebut, maka dapat beberapa permasalahan yang
dirumuskan permasalahan sebagai memang terjadi dan hal ini
berikut : mendukung terjadinya faktor
1. Bagaimana pelayanan kelalaian apoteker dalam
kefarmasian oleh apoteker di menjalankan pekerjaan
Puskesmas? kefarmasian di puskesmas.
2. Bagaimana penegakan hukum Jumlah kunjungan pasien yang
akibat terjadinya kelalaian tidak diimbangi dengan
apoteker dalam pekerjaan peningkatan jumlah sumber
kefarmasian di Puskesmas? daya manusia (SDM)
C. Metode Penelitian Kesehatan terutama apoteker,
1. Metode pendekatan : Yuridis dimana jumlah kebutuhan
Sosiologis apoteker di puskesmas harus
2. Spesifikasi Peneitian : dihitung berdasarkan rasio
Deskriptif kunjungan pasien, baik rawat
3. Lokasi Penelitian: Puskesmas inap maupun rawat jalan serta
Se-Kab.Banyumas memperhatikan pengembangan
4. Sumber Data : Primer puskesmas. Rasio untuk
dan Sekunder menentukan jumlah apoteker di
5. Pengumpulan Data : puskesmas adalah 1 (satu)
Purposive dan Snowball apoteker untuk 50 (lima puluh)
6. Penyajian Data pasien perhari.
: Teks Naratif Dari aspek Penanggung
D. Pembahasan Jawab Gudang Obat
1. Pelaksanaan pelayanan Puskesmas terdapat 2 (20%)
kefarmasian oleh Apoteker di Puskesmas yang penanggung
Puskesmas Kabupaten jawab gudang obatnya adalah
Banyumas. apoteker, 2 (20%) puskesmas
Data dikategorisasikan yang peanggung gudang
menjadi beberapa aspek obatnya adalah tenaga teknis
sorotan, yaitu jumlah kunjungan kefarmasian (TTK), 3 (30%)
pasien, penanggung jawab puskesmas yang penanggung
gudang obat, penanggung jawab gudang obatnya tenaga
jawab kamar obat, pelaksanaan kesehatan lain, dan ada 3 (30%)
pelayanan kefarmasian klinis, puskesmas yang penanggung
dan pelayanan informasi dan jawab obatnya bukan dari
edukasi. tenaga kesehatan.
421 | Jurnal Idea Hukum
Vol. 2 No. 2 Oktober 2016
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Berdasarkan hasil Tujuan dari pelayanan


penelitian diketahui bahwa, ada farmasi klinik menurut
beberapa permasalahan yang Permenkes Nomor 30 tahun
memang terjadi dan hal ini 2014 tentang Standar
mendukung terjadinya kelalaian Pelayanan Kefarmasian di
apoteker dalam menjalankan Puskesmas adalah : yang
pelayanan kefarmasian di pertama meningkatkan mutu
puskesmas. Kepala gudang dan memperluas cakupan
obat dipuskesmas mempunyai pelayanan kefarmasian di
tugas dan tanggung jawab puskesmas. Kedua,
untuk menjamin terlaksanaya memberikan pelayanan
pengelolaan obat dan bahan kefarmasian yang dapat
medis habis pakai yang baik. menjamin efektivitas,keamanan
Kegiatan pengelolaan dan efisiensi obat dan bahan
bahan medis habis pakai medis habis pakai. Dan ketiga
11
meliputi: meningkatkan kerjasama
Pertama, perencanaan dengan profesi kesehatan lain
kebutuhan obat dan bahan dan kepatuhan pasien yang
medis habis pakai. terkait dalam pelayanan
Perencanaan merupakan kefarmasian. dan keempat
proses kegiatan seleksi obat melaksanakan kebijakan obat di
dan bahan medis habis pakai puskesmas dalam rangka
untuk menetukan jenis dan meningkatkan penggunaan obat
jumlah obat dalam rangka secara rasional.
pemenuhan kebutuhan Dari aspek Pelaksanaan
Puskesmas.Tujuan Pelayanan Kefarmasian di
perencanaan adalah untuk Puskesmas terdapat 2 (20%)
mendapatkan : Perkiraan jenis puskesmas yang apotekernya
dan jumlah obat dan bahan menjalankan kefarmasian
medis habis pakai yang farmasi klinik seorang diri, 1
mendekati kebutuhan, (10%) puskesmas yang
meningkatkan penggunaan obat apotekernya dalam
secara rasional, dan menjalankan pelayanan
meningkatkan efesiensi kefarmasian farmasi klinik
penggunaan obat. dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian. 5 (50%)
puskesmas yang apotekernya
11
Ibid, Permenkes Nomor 30 tahun 2014 dalam menjalankan pelayanan
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas, hal 9. kefarmasian farmasi klinik
Penegakan Hukum Akibat Kelalaian Apoteker... | 422

dibantu oleh tenaga kesehatan Hal tersebut juga


lain, dan ada 2 (20%) termasuk dalam ketentuan
puskesmas yang apotekernya pidana seperti yang
dalam menjalankan pelayanan dicantumkan dalam Undang-
kefarmasian farmasi klinik unadang nomor 36 tahun 2009
dibantu oleh tenaga non tentang Kesehatan. Bahwa
kesehatan dimana ada yang Setiap orang yang dengan
latar belakangnya adalah sengaja memproduksi atau
administrasi dan ada juga yang mengedarkan sediaan farmasi
lulusan Sekolah Menengah dan/atau alat kesehatan yang
Pertama. Tenaga teknis tidak memenuhi standar
kefarmasian maupun tenaga dan/atau persyaratan
kesehatan lain yang keamanan, khasiat dan
menjalankan praktek kemanfaatan, dan mutu
kefarmasian secara terbatas sebagaimana dimaksud dalam
juga kenyataanya tidak Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3)
melakukan seccara terbatas dipidana dengan pidana penjara
karena ketidakmapuan apoteker paling lama 10 (sepuluh) tahun
untuk melaksanakan kontrol dan denda paling banyak Rp.
pelayanan kefarmasian oleh 1.000.000.000,00 (satu miliar
12
tenaga teknis kefarmasian dan rupiah) . Sanksi pidana untuk
tenaga kesehatan lain secara orang yang memproduksi atau
bersamaan. Tidak jarang ada mengedarkan dengan sengaja
puskesmas yang memberikan sesuai dengan pasal (197)
wewenang kepada tenaga yang dikatakan bahwa setiap orang
latar belakangya bukan dari yang dengan sengaja
kesehatan bahkan ada yang memproduksi atau
lulusan sekolah menengah mengedarkan sediaan farmasi
pertama melakukan pelayanan dan/atau alat kesehatan yang
kefarmasian dan tidak dilakukan tidak memiliki izin edar
kontrol pengkajian resep sebagaimana dimaksud dalam
maupun kegiatan penyerahan Pasal 106 ayat (1) dipidana
obat yang seharusnya itu dengan pidana penjara paling
kewenangan apoteker. Tenaga lama 15 (lima belas) tahun dan
yang tidak berlatar belakang denda paling banyak Rp.
farmasi maupun kesehatan 1.500.000.000,00 (satu miliar
dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian tentunya sangat
12
disayangkan. Pasal 196, Undang-undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan
423 | Jurnal Idea Hukum
Vol. 2 No. 2 Oktober 2016
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

13
lima ratus juta rupiah) . Dan dilakukan oleh apoteker untuk
untuk orang yang tidak memiliki memberikan informasi secara
keahlian dapat dikenakan akurat, jelas dan terkini kepada
sanksi pidana sesuai dengan dokter, apoteker, perawat,
pasal (198) dimana orang yang profesi kesehatan lainya dan
tidak memiliki keahlian dan pasien. Tujuan dari pelayanan
kewenangan untuk melakukan informasi obat kepada tenaga
praktik kefarmasian kesehatan lain dilingkungan
sebagaimana dimaksud dalam puskesmas, pasien dan
Pasal 108 dipidana dengan masyarakat, serta menyediakan
denda paling banyak Rp. informasi untuk membuat
100.000.000,00 (seratus juta kebijakan yang berhubungan
14
rupiah). dengan obat dan untuk
Setiap apoteker dituntut menunjang penggunaan obat
untuk menjalankan profesinya yang rasional.Pelayanan
sesuai dengan standar informasi dan edukasi obat
kompetensi apoteker Indonesia sangatlah penting, mengingat
serta harus mengutamakan dan mereka (pasien) tidak tahu obat
berpegang teguh pada prinsip yang mereka minum, kecuali
kemanusiaan dalam jika dokter menjelaskan kepada
menjalankan kewajibanya. mereka. Apoteker di puskesmas
Kewajiban apoteker terhadap sering menyerahkan obat yang
pasien sesuai dengan pedoman diserahkan berdasarkan resep
penatalaksanaan kode etik dari dokter kepada pasien
apoteker terhadap pasien dalam wadah yang hanya ditulis
15
adalah: nama pasien, aturan pakainya
Pelaksanaan pelayanan tanpa disertai informasi yang
informasi dan edukasi obat memadai dan memberikan
adalah salah satu kewajiban informasi terapi obat seadanya,
seorang apoteker dalam hal tersebut memungkinkan
menjalankan pelayanan pasien mengalami kesalahan
kefarmasian. Pelayanan dalam minum obat sehingga
informasi obat (PIO) merupakan memperlambat proses
kegiatan pelayaan yang penyembuhan penyakit.

13
Pelayanan informasi yang
Pasal 197, Undang-undang nomor 36 tahun
14
2009 tentang Kesehatan diberikan oleh tenaga
Pasal 198, Undang-undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan kesehatan lain ataupun yang
berlatar belakang bukan
15
Ikatan Apoteker Indonesia, 2011, Kode Etik
Apoteker dan Pedoman Pelaksanaan, hal 27 kesehatan dalam memberikan
Penegakan Hukum Akibat Kelalaian Apoteker... | 424

obat kepada pasien biasanya keteraturan, keutuhan,


berbagai jenis item obat yang keterorganisasian,
aturan pemakaianya sama keterhubungan komponen satu
dijadikan satu dan hanya diberi sama lain dan ketergantungan
satu etiket serta diberikan tanpa komponen satu sama lain.
keterangan yang memadai Shrode dan Voich
sehingga ada obat yang harus menambahkan pula bahwa
diminum sampai habis dan obat selain syarat sebagaimana
yang harus memerlukan tersebut, sistem juga harus
16
perlakuan khusus dalam minum berorientasi kepada tujuan.
tidak dilakukan oleh pasien. Jika Hukum dipandang
keadaan ini dibiarkan terus sebagai suatu maka untuk
menerus maka akan ada memahaminya perlu
resistensi antibiotik karena penggunaan pendekatan
ketidak tahuan pasien dalam sistem. Berbagai pengertian
minum obat dan yang hukum sebagai sistem hukum
ditakutkan lagi adalah adanya dikemukakan antara lain oleh
dosis yang berlebih sehingga Lawrence M Friedman, bahwa
ada tuntutan terhadap apoteker hukum itu merupakan gabungan
dalam menjalankan kefarmasian antara komponen struktur,
17
selaku yang bertanggung jawab substansi dan kultur .
dalam mengontrol pemberian komponen struktur berupa
obat oleh tenaga kesehatan lain kelembagaan yang diciptakan
kepada pasien. oleh sistem hukum itu dengan
Mencermati Peraturan berbagai macam fungsi dalam
Pemerintah Nomor 51 tahun rangka mendukung bekerjanya
2009 tentang Pekerjaan sistem tersebut. Komponen
Kefarmasian pada fasilitas dimungkinkan untuk dilihat
pelayanan sediaan farmasi di bagaimana sistem hukum itu
puskesmas tentunya akan memberikan pelayanan tehadap
melihat bagaiman hukum penggarapan bahan-bahan
bekerja. Pengertian sistem hukum secara teratur.
sebagaimana didefinisikan oleh Komponen substantif yaitu
beberapa ahli, antara lain berupa output dari sistem
Bertalanffy, Kenneth Building, hukum, berupa peraturan-
ternyata mengundang implikasi peraturan, keputusan-keputusan
yang sangat berat terhadap
hukum, terutama berkaitan 16
Esmi Warassih, 2005, Pranata Hukum Sebuah
dengan aspek : keintegrasian, Telaah Sosiologis, Semarang, hal. 29
17
Ibid, Esmi Warassih., hal 30.
425 | Jurnal Idea Hukum
Vol. 2 No. 2 Oktober 2016
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

yang digunakan baik oleh pihak melakukan sesuatu yang


yang mengatur maupun yang seharusnya dilakukan.
diatur. Komponen kultural terdiri Berdasarkan hasil
dari nilai-nilai dan sikap-sikap penelitian diketahui bahwa, ada
yang mempengaruhi bekerjanya beberapa kelalaian yang
hukum, atau oleh Lawrence M. memang terjadi dan hal ini
Friedman disebut sebagai kultur tentunya mendukung terjadinya
hukum. Kultur hukum inilah kerugian kepada pasien dalam
yang berfungsi sebagai mendapatkan pelayanan
jembatan yang menghubungkan kefarmasian di Puskesmas.
antara peraturan hukum dengan Kelalaian apoteker dalam
tingkah laku hukum seluruh menjalankan pekerjaan
warga masyarakat. Komponen kefarmasian berupa salah obat,
kultur hukum ini hendaknya salah pasien dan salah nama
dibedakan antara internal ilegal pasien diakibatkan tingkat
culture yaitu kultur hukum para kunjungan pasien yang begitu
lawyers dan judges, dan banyak dan masing-masing
external legal cultur yaitu kultur puskesmas hanya memiliki 1
hukum masyarakat luas. (satu) apoteker yang
2. Penegakan Hukum akibat menjalankan pekerjaan
terjadinya kelalaian Apoteker kefarmasian di puskesmas.
dalam menjalankan pekerjaan Tuntutan pasien yang ingin
kefarmasian di Puskesmas. segera mendapatkan obat dan
Menurut M. Nasser kurangnya kesadaran pasien
yang disebut Kelalaian medik dalam mengantri untuk
adalah sebuah sikap atau mendapatkan obat sebagai
tindakan yang dilakukan oleh salah satu faktor penyebab
dokter/dokter gigi atau tenaga kelalaian apoteker di
kesehatan lainnya yang puskesmas. Kelalaian berupa
18
merugikan pasien . Menurut alergi obat dan aturan pakai
kepustakaan ada beberapa obat diakibatkan apoteker tidak
pandangan tentang kelalaian dapat menjalankan seccara
medik. Secara umum kelalaian optimal pekerjaan kefarmasian
medik dimaknai sebagai dipuskesmas, resep datang
melakukan sesuatu yang tidak yang seharusnya dikaji oleh
semestinya dilakukan atau tidak apoteker tidak dilaksanakan
dengan baik, apoteker biasanya
hanya membaca resep dan
18
M Nasser, Sengketa Medis Dalam Pelayanan
Kesehatan,http://kebijakankesehatanin langsung menyiapkan obat
Penegakan Hukum Akibat Kelalaian Apoteker... | 426

tanpa memperhatikan dengan undangan. Kedua hubungan


teliti persyaratan farmasetik tersebut melahirkan tanggung
berupa bentuk dan kekuatan jawab profesi dan tanggung
sediaan, dosis dan jumlah obat, jawab etika dari seorang tenaga
stabilitas dan ketersediaan, kesehatan. Seorang tenaga
aturan dan cara penggunaan kesehatan yang melakukan
dan inkompabillitas, selain pelanggaran dapat saja dituntut
menyampingkan pengkajian dalam pengadilan, misalnya
farmasetik apoteker juga tidak dalam hukum ada pengadila
melakukan dengan baik perdata, pengadilan pidana, dan
persyaratan klinis yang ada pengadilan administrasif. Selain
dalam resep yang seharusnya itu juga tenaga kesehatan juga
dikontrol terlebih dahulu. Alergi dapat diperhadapkan pada
obat yang terdapat pada pasien pengadilan etik pada organisasi
seharusnya apoteker profesi dan pengadilan disiplin
menanyakan kepada pasien oleh masing-masing organisasi
19
tentang riwayat pengobatan profesi .
pasien karena dokter tidak Kelalaian oleh apoteker
selamanya menayakan atau dalam menjalankan pekerjaan
tidak mengetahui riwayat alergi kefarmasian dapat ditarik
obat pada pasien. Karena tidak kedalam klausul perbuatan
ada kontrol oleh apoteker dalam melawan hukum yang
pengkajian resep terutama merugikan orang lain. Hal itu
dalam persyaratan klinis yang diatur dalam Pasal 1365
meliputi ketepatan indikasi, KUHPerdata, dikatakan bahwa
dosis dan waktu penggunaan setiap perbuatan yang
obat, duplikasi pengobatan, melanggar hukum dan
alergi, interaksi dan efek membawa kerugian kepada
samping obat, kontra indikasi oran lain, mewajibkan orang
dan efek sedatif. yangmenimbulkan kerugian itu
Ada dua jenis hubungan karena kesalahnya untuk
hukum antara pasien dan menggantikan kerugian
20
tenaga kesehatan dalam tersebut . Menurut Pasal 1365
melakukan pelayanan KUHPerdata yang dimaksud
kesehatan, yaitu berupa dengan perbuatan melawan
hubungan karena terjadinya
kontrak terapeutik dan 19
M Nasser, Sengketa Medis Dalam Pelayanan
Kesehatan,http://kebijakankesehatanin
hubungan yang terjadi karena donesia.net/sites/default/files/file/2011/M%20
adanya peraturan perundang- Nasser.pdf
20
Pasal 1366, KUHPerdata
427 | Jurnal Idea Hukum
Vol. 2 No. 2 Oktober 2016
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

hukum adalah perbuatan yang menjadi tanggunganya atau


melawan hukum yang dilakukan disebabkan barang-barang yang
oleh seseorang yang karena berada di bawah
salahnya telah menimbulkan pengawasanya. Orang tua dan
kerugian bagi orang lain. wali bertanggung jawab atas
Penegakan hukum atas kerugian yang disebabkan oleh
perbuatan melawan hukum anak-anak yang belum dewasa,
karena kelalaian telah diatur yang tinggal pada mereka dan
dalam Pasal 1367 KUHPerdata, terhadap siapa mereka
dikatakan bahwa tiap orang melakukan kekuasaan orang
harus bertanggung jawab, tua atau wali. Majikan dan orang
bukan hanya atas kerugian yang mengangkat orang lain
yang disebabkan perbuatan- untuk mewakili urusan-urusan
perbuatan, melainkan juga atas mereka, bertanggung jawab
kerugian yang disebabkan atas kerugian yang disebabkan
kelalaian atau oleh pelayan atau bawahan
21
kesembronoanya. Tanggung mereka dalam melakukan
jawab atas kelalaian yang pekerjaan yang ditugaskan
dilakukan oleh apoteker dalam kepada orang-orang itu. Guru
menjalankan pekerjaan sekolah atau kepala tukang
kefarmasian dipuskesmas bertanggung jawab atas
diatas merupakan tanggung kerugian yang disebabkan oleh
jawab perbuatan hukum secara murid-muridnya atau tukang-
langsung, sedangkan untuk tukangnya selama waktu orang-
Kepala Puskesmas sebagai orang itu berada di bawah
pimpinan merupakan tanggung pengawasanya. Tanggung
jawab perbuatan melawan jawab yang disebutkan diatas
hukum seccara tidak langsung berakhir, jika orang tua, guru
sesuai yang tercantum menurut sekolah, atau kepala tukang itu
Pasal 1367 KUHPerdata : membuktikan bahwa mereka
Seseorang tidak hanya masing-masing tidak dapat
bertanggung jawab, atas mencegah perbuatan itu atas
kerugian yang disebabkan mana mereka seharusnya
perbuatanya sendiri, melainkan bertanggung jawab.
juga atas kerugian yang Penegakan hukum
disebabkan perbuatan- apoteker yang telah melakukan
perbuatan orang-orang yang kelalaian tidak hanya
berdimensi keperdataan.
21
Pasal 1367, KUHPerdata Hukum pidana menganut azas
Penegakan Hukum Akibat Kelalaian Apoteker... | 428

tiada pidana tanpa kesalahan Upaya penyelesaian sengketa


atau sering disebut dengan melalui peradilan umum yang
istilah geen straft selama ini ditempuh tidak dapat
22
zonderschuld.. Kelalaian memuaskan pihak pasien,
merupakan salah satu jenis karena putusan hakim dianggap
kesalahan, sehingga kelalaian tidak memenuhi rasa keadilan
yang dilakukan apoteker bisa pihak pasien. Hal ini disebabkan
juga berdimensi pada pidana, sulitnya pasien atau Jaksa
seperti yang tercantum dalam Penuntut Umum maupun Hakim
Pasal 359 KUHP bahwa Barang untuk membuktikan adanya 3
siapa karena kesalahanya (tiga) kesalahan tenaga
(kealpaanya) menyebabkan kesehatan. Kesulitan
orang lain mati, diancam pembuktian dikarenakan
dengan pidana penjara paling minimnya pengetahuan mereka
lama lima tahun atau pidana mengenai permasalahan-
kurungan paling lama satu permasalahan tehnis sekitar
23
tahun. pelayanan medik.
Penyelesaian sengketa E. Penutup
yang dianggap ideal bagi para 1. Kesimpulan
pihak adalah penyelesaian Pelaksanaan pelayanan
melibatkan kedua belah pihak kefarmasian di Puskesmas
yang berperkara secara Kabupaten Banyumas, masih
langsung sehingga belum sesuai dengan Undang-
memungkinkan dialog terbuka, undang Nomor 36 Tahun 2009
dengan demikian keputusan Tentang Kesehatan dan
bersama kemungkinan besar Peraturan Pemerintah Nomor
dapat tercapai. Disamping itu 51 Tahun 2009 Tentang
karena pertemuan para pihak Pekerjaan Kefarmasian.
bersifat tertutup maka akan Pekerjaan kefarmasian di
memberikan perasaan nyaman, puskesmas masih dikerjakan
aman kepada para pihak yang oleh tenaga non farmasi dan
terlibat sehingga kekhawatiran informasi obat yang diberikan
terbukanya rahasia dan nama pasien juga belum lengkap
baik yang sangat dibutuhkan diberikan dalam memberikan
oleh tenaga kesehatan maupun pelayanan obat, hal ini menjadi
sarana pelayanan kesehatan. salah satu faktor terjadinya
kelalaian oleh apoteker dalam
22
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan
Pertanggungjawaban Dokter, Rineka Cipta,
menjalankan pelayanan
Jakarta, hal. 73 kefarmasian.
23
Pasal 359, KUHP
429 | Jurnal Idea Hukum
Vol. 2 No. 2 Oktober 2016
Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Penegakan hukum akibat kunjungan pasien yang


terjadinya kelalaian apoteker datang ke Puskesmas,
dalam menjalankan pekerjaan diperlukan peran optimal
kefarmasian di Puskesmas dari tenaga kesehatan lain,
diselesaikan dengan jalur di luar terutama kesehatan
pengadilan, dengan masyarakat untuk
mengedepankan hak-hak dari memberikan kesadaran
pasien atau korban, dimana masyarakat tentang arti
pasien yang mengalami pentingya kesehatan dan
kerugian akibat kelalaian selalu menjaga kesehatan.
apoteker dalam menjalankan b. Semua tenaga kefarmasian
pekerjaan kefarmasian, di Puskesmas harus selalu
langsung diselesaikan dengan meningkatkan pengetahuan,
mengganti obat yang salah dan ketrampilan dan perilaku
apabila terjadi efek samping dalam rangka menjaga dan
yang tidak diinginkan dari meningkatkan
penggunaan obat maka kompetensinya melalui
dilakukan pengobatan gratis pendidikan dan pelatihan.
sesuai dengan ketentuan. F. Daftar Pustaka
Apoteker yang terbukti
Afdal, A.F. 2011. Farmasi Sosial
melakukan kelalaian dalam Membuka Sisi Baru Farmasi.
Penebar Swadaya, Jakarta.
menjalankan pekerjaan
Amirudin dan Z. Asikin. 2004.
kefarmasian di berikan sanksi Pengantar Penelitian Hukum.
PT. Rajawali Pers.
administratif, perdata bahkan
Budianto, Agus. 2010. Aspek Jasa
bisa masuk ranah pidana Pelayanan Kesehatan Dalam
Perspektif Perlindungan
2. Saran
Pasien. Karya Putra Darwati,
Berdasarkan kesimpulan diatas Bandung.
Bugin,Burhan. 2003. Analisa Data
maka dapat disarankan sebagai
Penelitian Kualitatif,
berikut : Pemahaman Filosofis dan
Metodoligis Kearah
a. Upaya untuk
Penguasaan Modal Aplikasi.
memaksimalkan pekerjaan PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
kefarmasian di Puskesmas
Fajar, Mukti dan A.Yulianto. 2010.
hendaknya dilakukan Dualisme Penelitian Hukum,
Normatif & Empiris. Pustaka
penambahan sumber daya
Pelajar,Yogyakarta.
manusia kesehatan Fuadi,Munir. 2013. Perbuatan
Melawan Hukum Pendekatan
terutama apoteker atau
Kontemporer. Citra, Aditya
tenaga teknis kefarmasian. Bakti, Bandung.
Jayanti, N. 2009. Penyelesaian
Upaya meminimalisir
Hukum dalam Malapraktik
meningkatnya jumlah
Penegakan Hukum Akibat Kelalaian Apoteker... | 430

Kedokteran. Pustaka Yustisia, tentang Pedoman Penilaian


Yogyakarta. Kinerja Sumber Daya Manusia
Mertokusumo,Sudikno. 2008. Kesehatan di Puskesmas.
MengenalHukumSuatuPenga Indonesia, Keputusan Menteri
ntar. Liberty, Yogyakarta. Kesehatan No 128 tahun 2004
Nasution, BJ. 2015. Hukum tentang Kebijakan Dasar
Kesehatan Puskesmas.
Pertanggungjawaban Dokter. Ikatan Apoteker Indonesia, Kode
Rineka Cipta, Jakarta. Etik Apoteker dan Pedoman
Poernomo,B. 1977.Hukum Pelaksanaan.
Kesehatan Pertumbuhan Tim Penyusun Kamus Pusat
Hukum Eksepsional di Bidang Pembinaan & Pengembangan
Kesehatan. Aditya Media, Bahasa. Kamus Besar Bahasa
Yogyakarta. Indonesia, Balai Pustaka,
Rahardjo, S. 1980. Hukum dan Jakarta.
Masyarakat. Angkasa, Dewina, Apotek dan Pelayanan
Bandung. Obat serta Implikasi Yuridis,
Machmud, S. 2008. Penegakan Jurnal Hukum vol 112 edisi
Hukum dan Perlindungan September 2006, Fak Hukum
Hukum bagi Dokter yang UGM, Yogyakarta.
diduga Melakukan Medikal Naser, M. Sengketa Medis Dalam
Praktek. Mandar Maju, Pelayanan Kesehatan,
Bandung. http://kebijakan
Soekanto, S. 2007. Faktor-faktor kesehatanindonesia.net/sites/d
yang Mempengaruhi efault/files/file/2011/M%20Nas
Penegakan Hukum. PT. Raja ser.pdf, diakses pada 10 April
Grafindo, Jakarta. 2016.
Sudarto, 1990. Hukum Pidana I. Daerah.Sindonews.com/read/9503
Yayasan Sudarto, Semarang. 44/kunjungan-ke-puskesmas-
Susanto, IS. 2002. Pembinaan naik-drastis-1421208128. di
Lembaga dan Pranata akses pada 9 Oktober 2015.
Hukum. Bahan Kuliah
Mahasiswa Program MIH
UNDIP Semarang 2002 dan
Program MIH UNSOED
Purwokerton 2003.
Wahid, A dan M. Mubidin. 2009.
Etika Profesi Hukum.
Banyumedia Publishing.
Widjaja, Gunawan &M. Kartini. 2003.
Perikatan yang Lahir dari
Undang-Undang. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Sumber Lain:
Indonesia, Undang-Undang Nomor
36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.
Indonesia, Peraturan Pemerintah
Nomor 51 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
Indonesia, Permenkes RINo 30
tahun 2014 tentang standar
pelayanan kefarmasian di
puskesmas.
Indonesia, Keputusan Menteri
Kesehatan No 857 tahun 2009

Potrebbero piacerti anche