Sei sulla pagina 1di 18

KEKUASAAN MEMBENTUK UNDANG-UNDANG DALAM

SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL SETELAH PERUBAHAN


UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Andy Wiyanto
Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum
Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email: bung.andywiyanto@gmail.com

Naskah diterima: 3 September 2015


Naskah direvisi: 22 Oktober 2015
Naskah diterbitkan: 23 November 2015

Abstract
Amendment of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia brought a paradigm shift in relationship
between state institutions. The division of power in forming of laws changing significantly. However,
the separation power among state institutions has a conceptual weakness. Before amandments, the
power to make laws tends to be dominant by executive, in recent, now become the dominant in House of
Representatives (DPR). The idea to limit
​​ the power actually has not been able to be applied in a norm.
The President still has the power in forming the laws, but the Regional Representative Council (DPD)’s
power to make laws still weak. By the presidential govermental system the power to make laws should be
placed as legislature power. So, there will be a balance power distribution of the legislative institution both
House of Representatives (DPR) and Regional Representative Council (DPD). Therefore, the position
of the President’s power to make the laws should be placed as the implementation on checks and balances
system. Hence, the division of powers in the formation of legislation still need to be refined. This paper
tries to answer those challenge and seeks to find the answer on how to initiate a better format in the future.
Keywords: division of power, checks and balances, presidential

Abstrak
Perubahan UUD 1945 membawa pergeseran paradigma hubungan antar-lembaga negara.
Pembagian kekuasaan membentuk undang-undang setelah perubahan UUD 1945 mengalami
perubahan secara signifikan. Namun pergeseran kekuasaan tersebut, bukan berarti tanpa
kelemahan konseptual. Pendulum kekuasaan yang tadinya dominan eksekutif, kini menjadi
dominan DPR. Gagasan untuk membatasi kekuasaan Presiden, ternyata teraplikasikan dalam
sebuah norma. Selain karena Presiden masih memiliki kekuasaan yang cukup besar dalam
membentuk undang-undang, sementara kekuasaan membentuk undang-undang yang dimiliki
DPD tidak terlalu besar. Secara konseptual, kekuasaan membentuk undang-undang dalam
sistem pemerintahan presidensial harus ditempatkan sebagai kekuasaan yang dimiliki legislatif.
Sehingga terdapat pembagian kekuasaan yang seimbang dalam lembaga legislatif, yaitu antara
DPR dan DPD. Sedangkan kedudukan Presiden dalam kekuasaan membentuk undang-undang
harus ditempatkan sebagai pengejawantahan atas prinsip checks and balances. Oleh karena itu,
pembagian kekuasaan dalam pembentukan undang-undang masih perlu disempurnakan. Tulisan
ini berusaha untuk menjawab tantangan tesebut dan berupaya menggagas format yang lebih baik
lagi ke depan.
Kata kunci: pembagian kekuasaan, checks and balances, presidensial

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang... 131


I. PENDAHULUAN 1. Susunan keanggotaan MPR;
A. Latar Belakang 2. Syarat-syarat dan akibat dari keadaan
Kekuasaan membentuk undang-undang bahaya;
sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 3. Susunan Dewan Pertimbangan Agung
1945 (UUD 1945) tidak hanya berkenaan (DPA);
dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1)1 dan 4. Pembagian daerah Indonesia dengan
Penjelasan UUD 19452 saja. Sebab kekuasaan bentuk susunan pemerintahannya;
membentuk undang-undang berimplikasi tidak 5. Susunan DPR;
hanya pada undang-undang itu sendiri, namun 6. APBN;
juga erat hubungannya dengan segi lain dalam 7. Pajak;
kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai 8. Macam dan harga mata uang;
pentingnya kekuasaaan membentuk undang- 9. Hal keuangan negara;
undang, karena kekuasaan ini juga melingkupi 10. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);
kekuasaan menetapkan APBN, sebagai fungsi 11. Kekuasaan kehakiman;
anggaran yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan 12. Susunan dan kekuasaan badan-badan
Rakyat (DPR). Seperti diatur dalam Pasal 23 kehakiman;
ayat (1) UUD 1945, bahwa APBN ditetapkan 13. Syarat-syarat untuk menjadi dan
tiap tahun dengan undang-undang, dan apabila diberhentikan sebagai hakim;
DPR tidak menyetujui anggaran yang diusulkan 14. Warga Negara Indonesia (WNI);
pemerintah, maka pemerintah menjalankan 15. Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan;
anggaran tahun yang lalu. Ketentuan ini dalam 16. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
Penjelasan UUD 1945 ditegaskan kembali. mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
Penjelasan juga menggambarkan bahwa tulisan;
Indonesia bukanlah negara fasis, melainkan 17. Syarat-syarat pembelaan negara; dan
negara demokrasi yang berdasarkan kedaulatan 18. Sistem pengajaran nasional.
rakyat. Hal itu dapat terlihat dengan jelas dalam Kedelapanbelas hal yang harus diatur
Penjelasan UUD 1945 sebagai berikut: undang-undang atas perintah UUD 1945 itu
“Cara menetapkan anggaran dan belanja adalah
dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok
suatu ukuran bagi sifat pemerintah negara. Dalam
besar. Kelompok pertama adalah undang-undang
negara yang berdasar facisme, anggaran itu
ditetapkan semata-mata oleh pemerintah.Tetapi yang harus mengatur hal-hal seputar lembaga
dalam negara demokrasi atau dalam negara yang negara seperti (1) susunan keanggotaan MPR,
berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik (2) susunan DPA, (3) susunan DPR, (4) BPK,
Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja (5) kekuasaan kehakiman, (6) susunan dan
itu ditetapkan dengan undang-undang. Artinya kekuasaan badan-badan kehakiman, dan (7)
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” syarat-syarat untuk menjadi dan diberhentikan
sebagai hakim. Sedangkan kelompok kedua
Nilai pentingnya kekuasaan membentuk
adalah undang-undang yang harus mengatur
undang-undang juga tampak dari hal-hal yang
hal-hal seputar kekuasaan pemerintahan
harus diatur undang-undang atas perintah
negara seperti (1) syarat-syarat dan akibat dari
UUD 1945. Adapun hal-hal tersebut, terkait
keadaan bahaya, (2) APBN, (3) macam dan
dengan:
harga mata uang, (4) hal keuangan negara, dan
1
Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 merumuskan bahwa “Presiden (5) sistem pengajaran nasional. Selanjutnya
memegang kekuasaan membentuk undang-undang kelompok ketiga yaitu undang-undang yang
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”
harus mengatur hal-hal seputar hubungan
2
Penjelasan Pasal 5 ayat (1) menunjukkan bahwa kecuali
“executive power”, Presiden bersama-sama dengan Dewan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
Perwakilan Rakyat menjalankan “legislative power” dalam daerah seperti pembagian daerah Indonesia
negara.” dengan bentuk susunan pemerintahannya.

132 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015


Dan terakhir kelompok keempat yaitu undang- sebagai pembatas kekuasaan pemerintahan.
undang yang harus mengatur hal-hal seputar Sebagaimana pemikiran yang diutarakan
hubungan antara negara dengan warga negara Jeremy Bentham bahwa dalam menjalankan
seperti (1) pajak, (2) Warga Negara Indonesia, kekuasaan, hukum mencakup perkara-perkara
(3) syarat-syarat mengenai kewarganegaraan, yang di dalamnya memperbolehkan pelaksanaan
(4) kemerdekaan berserikat dan berkumpul, kekuasaan tersebut. Dengan demikian hukum
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, mengendalikan kekuasaan-kekuasaan yang telah
dan (5) syarat-syarat pembelaan negara. Untuk didelegasikan dan membatasi pelaksanaannya.4
memudahkan pemahaman, uraian tersebut Dengan demikian jelas terlihat bahwa
akan dijabarkan dalam tabel berikut: kekuasaan untuk membentuk undang-undang,
Tabel 1. Klasifikasi Isi Undang-Undang atas Perintah UUD 1945
Mengatur Lembaga Negara Mengatur Kekuasaan Pemerintahan Negara
1. Susunan keanggotaan MPR 1. Syarat-syarat dan akibat dari keadaan bahaya
2. Susunan DPA 2. APBN
3. Susunan DPR 3. Macam dan harga mata uang
4. BPK 4. Hal keuangan negara
5. Kekuasaan kehakiman 5. Sistem pengajaran nasional.
6. Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman
7. Syarat-syarat untuk menjadi dan diberhentikan
sebagai hakim
Mengatur Hubungan antara Pemerintah Pusat Mengatur Hubungan antara Negara dengan Warga
dengan Pemerintah Daerah Negara
1. Pembagian daerah Indonesia dengan bentuk 1. Pajak
susunan pemerintahannya 2. WNI
3. Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan
4. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
5. Syarat-syarat pembelaan negara
Sumber: Diolah oleh Penulis berdasarkan ketentuan dalam Batang Tubuh UUD 1945.

Kekuasaan membentuk undang-undang secara substantif memiliki nilai yang sangat


bahkan juga memiliki nilai penting dalam strategis.5 Oleh karena itu, secara prosedural
hal pembatasan kekuasaan. Secara teoritis3
kekuasaan haruslah didasarkan pada aturan, 5 Ibid.
4

Kekuasaan membentuk undang-undang secara substantif


di sini undang-undang dapat diletakkan ini oleh A. Hamid S. Attamimi disebut sebagai materi
sebagai sebuah aturan atau hukum. Sehingga muatan undang-undang. Lebih lanjut dikatakan bahwa
pembagian kekuasaan dalam membentuk terdapat sembilan butir materi muatan undang-undang,
undang-undang, begitu menentukan dalam yaitu: (1) yang tegas-tegas diperintahkan oleh UUD 1945
dan Tap MPR; (2) yang mengatur lebih lanjut ketentuan
memberi bentuk checks and balances di samping UUD 1945; (3) yang mengatur Hak Asasi Manusia (HAM);
bentuk yang diberikan undang-undang dasar. (4) yang mengatur hak dan kewajiban warga negara; (5)
Hal ini karena undang-undang juga berfungsi yang mengatur pembagian kekuasaan negara; (6) yang
mengatur organisasi pokok Lembaga Tertinggi Negara/
3
Menurut Jeremy Bentham, salah satu cara untuk Tinggi Negara; (7) yang mengatur pembagian wilayah atau
mencegah penyalahgunaan wewenang adalah dengan daerah negara; (8) yang mengatur siapa warga negara dan
“Menjalankan kekuasaan menurut aturan dan formalitas” cara memperoleh/ kehilangan kewarganegaraan; dan (9)
Jeremy Bentham, Teori Perundang-Undangan (The Theory yang dinyatakan oleh suatu undang-undang untuk diatur
of Legislation), diterjemahkan oleh Nurhadi, Bandung: dengan undang-undang. Maria Farida Indrati Soeprapto,
Penerbit Nuansa Cendekia dan Nusa Media, 2013, hal. Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar Pembentukannya,
509. Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 130.

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang... 133


kekuasaan itu haruslah diposisikan dengan tepat. Menyangkut persoalan kedua, yakni makna
Terdapat dua hal yang perlu dibahas terlebih bersama-sama dalam menjalankan kekuasaan
dahulu terkait dengan prosedur membentuk legislatif, sebagaimana dikatakan oleh Moh.
undang-undang, yang kekuasaannya diatur Kusnardi dan Bintan R. Saragih bahwa:
dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan Penjelasan “Kerjasama antara Dewan dengan pemerintah
UUD 1945. Pertama, berhubungan dengan hanya berlaku dalam bidang legislatif saja. Kerja
makna dari kekuasaan pembentukan undang- sama itu membuat produk legislatifnya bisa
undang yang berada pada Presiden, seperti yang dilaksanakan karena kekurangan-kekurangan
dikatakan Pasal 5 ayat (1). Sedangkan kedua, yang terdapat pada Dewan dapat diisi oleh pihak
pemerintah dengan keahliannya atau dengan
menyangkut makna dari kata bersama-sama
pengalamannya yang bersifat rutin. Sebaliknya
antara Presiden dan DPR dalam melaksanakan
dengan adanya partnership itu, pemerintah
kekuasaan legislatif, seperti yang ditegaskan tidak bisa membuat peraturan dengan sewenang-
Penjelasan UUD 1945. wenang karena Dewan akan membatasinya
Menurut Sri Soemantri, dari ketentuan dengan mengemukakan kepentingan rakyat. Kerja
Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan sama itu mengandung maksud yang praktis, akan
Presiden memegang kekuasaan membentuk tetapi ia hanya terbatas pada pembuatan Undang-
undang-undang dapat ditafsirkan bahwa undang saja. Dalam pelaksanaan Undang-undang
inisiatif merancang undang-undang berasal selanjutnya pihak Dewan Perwakilan Rakyat
dari Presiden.6 Pendapat yang sama juga mengambil posisi sebagai pengawas terhadap
dikemukakan oleh M. Solly Lubis, menurutnya pemerintah. Dalam hal ini sewajarnya kerja sama
selain memperlihatkan inisiatif untuk merancang sudah tidak berlaku lagi berhubung kerja sama itu
undang-undang, substansi Pasal 5 ayat (1) juga akan melemahkan Dewan sebagai pengawas.”9
menggambarkan kedudukan Presiden dan Selain itu, juga dijelaskan oleh Maria Farida
DPR dalam pembentukan undang-undang. Indrati Soeprapto yang mengutip pendapat
Kedudukan DPR, tidaklah di atas Presiden Attamimi sebagai berikut:
atau di bawah Presiden, tetapi sejajar untuk “ …. bahwa perkataan bersama-sama dalam
bekerja sama dalam pembentukan undang- bahasa Indonesia berarti berbarengan dengan
undang.7 Perihal kekuasaan pembentukan atau serentak, sehingga dengan demikian berarti
undang-undang tersebut Jimly Asshiddiqie bahwa Presiden dalam menjalankan legislative
merasionalisasikan bahwa: power, yakni dalam hal pembentukan Undang-
“ .... pemerintahlah yang sesungguhnya paling undang, Presidenlah yang melaksanakan
banyak mengetahui mengenai kebutuhan kekuasaan pembentukannya, sedangkan Dewan
untuk membuat suatu peraturan perundang- Perwakilan Rakyat melaksanakan (pemberian)
undangan, karena birokrasi pemerintah paling persetujuannya dengan berbarengan, serentak
banyak menguasai informasi dan expertise yang bersama-sama. Dengan demikian, menjadi jelas
diperlukan untuk itu. .... Karena itu, dalam kewenangan pembentukan Undang-undang
kaitannya dengan pengaturan soal ini menurut tetap pada Presiden; dan kewenangan pemberian
UUD 1945, sebenarnya, ketentuan Pasal 5 ayat persetujuan tetap pada Dewan Perwakilan Rakyat.
(1) yang lama dapat dikatakan sudah tepat, tinggal Agar Undang-undang itu dapat terbentuk, kedua
lagi meningkatkan fungsi kontrol DPR terhadap wewenang tersebut dilaksanakan bersama-sama,
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.”8 berbarengan, serentak.”10
Pendapat Attamimi tersebut sudah tepat
bila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 20
6
Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut
UUD 1945, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993, hal. 63. 9
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian
7
M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-Undangan,
Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945,
Bandung: Mandar Maju, 1989, hal. 11.
Jakarta: Gramedia, 1980, hal. 75.
8
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan 10
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan,
Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, Yogyakarta: FH
Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 64-65.
UII Press, 2004, hal. 188.

134 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015


ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan bahwa 3. Pemerintah lebih ahli dan berpengalaman
“Tiap-tiap undang-undang menghendaki dibandingkan DPR;
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” 4. Khusus terhadap rancangan APBN, DPR
Kemudian dalam ayat (2) disebutkan bahwa berada dalam posisi lemah. Di samping
jika sesuatu rancangan undang-undang tidak sempitnya waktu dalam pembahasan,
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan juga disangsikan keahlian Anggota DPR
Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dalam memberikan tanggapan terhadap
dimajukan lagi dalam persidangan Dewan rancangan APBN itu; dan
Perwakilan Rakyat masa itu. 5. Kedudukan Pemerintah yang tidak
Bila diperhatikan dari substansi Pasal tergantung kepada vertrounwensyvotum
tersebut, terlihat bahwa persetujuan DPR (kepercayaan) dari DPR.
sangat penting agar rancangan undang-undang Dominasi Presiden juga dicatat oleh Ismail
dapat menjadi undang-undang. Begitu pula Suny yang mengatakan bahwa dalam masa
dalam Pasal berikutnya, di samping memberikan demokrasi Pancasila, DPR perannya kurang
hak kepada Anggota DPR untuk mengajukan memadai. Karena ternyata sejak tahun 1971
rancangan undang-undang, juga mengatur hingga 1998, DPR tidak lebih dari hanya
tentang hak tolak Presiden sebagaimana yang menyetujui dan tidak mengajukan usul inisiatif
ditegaskan Pasal 21 ayat (2) yang mengatakan karena dominannya Presiden.12 Menurut
“Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Yusril Ihza Mahendra, alasan mengapa DPR
Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh sukar untuk mengajukan usul inisiatif, konon
Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh disebabkan karena keberadaan Peraturan Tata
dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Tertib DPR yang mengharuskan inisiatif itu
Perwakilan Rakyat masa itu.” datang dari 20 pengusul yang tidak berasal dari
Ketentuan Pasal 20 ayat (2) dan 21 ayat satu fraksi.13
(2) sepintas memperlihatkan adanya checks Kekuasaan Presiden yang terlalu besar
and balances antara DPR dan Presiden. Kedua tersebut, merupakan salah satu bukti atas lemahnya
lembaga ini, sama-sama dapat menolak UUD 1945 sebelum perubahan. Sebagaimana
memberikan persetujuan atas rancangan dikatakan oleh Valina Singka Subekti, bahwa
undang-undang. DPR dapat menolak rancangan UUD 1945 merupakan salah satu konstitusi
undang-undang dari Presiden dan Presiden yang paling singkat dan sederhana di dunia.
pun dapat menolak rancangan undang-undang Dengan konstitusi yang singkat dan sederhana
yang diajukan DPR. Namun menurut Dahlan itu harus diatur lima unsur, yaitu kekuasaan
Thaib tidak ada perimbangan kekuasaan antara Negara, hak rakyat, kekuasaan legislatif, eksekutif
Presiden dengan DPR. Dari segi praktik dalam dan yudikatif.14 Menurut Ni’matul Huda,
pengajuan rancangan undang-undang, ada kelemahan UUD 1945 dapat diketahui antara
gejala Presiden dalam kedudukannya sebagai lain, (1) UUD 1945 memberikan kekuasaan
legislative partner lebih menonjol. Dominasi eksekutif terlalu besar tanpa disertai oleh prinsip
Presiden dibandingkan DPR, disebabkan checks and balances yang memadai, (2) rumusan
alasan-alasan sebagai berikut:11
1. DPR memerlukan waktu yang lama untuk 12

Nomensen Sinamo, Hukum Tata Negara: Suatu Kajian
Kritis tentang Kelembagaan Negara, Jakarta: Jala Permata
mengajukan rancangan undang-undang
Aksara, 2010, hal. 52.
kepada Presiden; 13
Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tatanegara Indonesia:
2. DPR mewakili berbagai kepentingan, Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi, Dewan Perwakilan dan
sehingga lebih heterogen daripada Sistem Kepartaian, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hal.
142.
Pemerintah; 14
Valina Singka Subekti, Menyusun Konstitusi Transisi:
Pergulatan Kepentingan dan Pemikiran dalam Proses
11
Dahlan Thaib, DPR Dalam Sistem Ketatanegaraan
Perubahan UUD 1945, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1994, hal. 46-47.
2008, hal. 1.

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang... 135


ketentuan UUD 1945 banyak yang menimbulkan sama tinggi dengan kewenangannya masing-
multitafsir,15 (3) unsur-unsur konstitusionalisme masing. Dengan kewenangannya itu terjadi
tidak dielaborasi secara memadai dalam UUD mekanisme check and balances pada tiap-tiap
1945, (4) UUD 1945 terlalu menekankan pada lembaga negara. Mekanisme check and balances
semangat penyelenggara Negara, (5) UUD 1945 dimaksudkan agar dalam sistem ketatanegaraan
memberi atribusi kewenangan yang terlampau Indonesia terjadi pembatasan kekuasaan
besar kepada Presiden untuk mengatur berbagai pada setiap lembaga negara, semua berjalan
hal yang penting dengan undang-undang, (6) berdasar fungsinya masing-masing yang saling
banyak materi muatan UUD 1945 yang penting mengimbangi dan mengawasi.
tetapi justru diatur dalam Penjelasan, dan (7) Fakta penting yang amat menentukan
status dan materi Penjelasan UUD 1945 yang dalam sistem pemerintahan yang diadopsi
tidak diatur dalam pasal-pasal UUD 1945.16 Oleh Indonesia setelah perubahan UUD 1945,
karena kelemahan itu, mekanisme pembatasan adalah adanya salah satu kesepakatan dasar
kekuasaan dalam negara hukum menjadi tumpul. MPR untuk mempertegas sistem pemerintahan
Hingga kemudian upaya untuk melakukan presidensial. Kesepakatan dasar ini bertujuan
perubahan UUD 1945 berhasil diwujudkan pasca untuk memperkukuh sistem pemerintahan
reformasi tahun 1998.17 yang stabil dan demokratis.19 Dalam kekuasaan
Setelah perubahan Undang-Undang membentuk undang-undang, juga dipengaruhi
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun oleh sistem pemerintahan yang dianutnya.
1945 (UUD NRI Tahun 1945), kekuasaan Untuk itulah, pembagian kekuasaan dalam
negara didistribusikan langsung pada tiap- membentuk undang-undang setelah perubahan
tiap lembaga negara dengan harapan akan UUD 1945 akan diuraikan dalam tulisan ini.
menciptakan mekanisme checks and balances
yang lebih sempurna dari pada ketentuan B. Perumusan Masalah
UUD 1945.18 Konsekuensi logis dari perubahan Berdasarkan latar belakang yang telah
UUD 1945 dengan tidak adanya lagi lembaga diuraikan sebelumnya, masalah yang akan
tertinggi negara adalah bahwa setiap lembaga diuraikan dalam tulisan ini adalah bagaimana
tinggi negara memiliki kedudukan yang hubungan antara lembaga eksekutif dan lembaga
legislatif dalam pembentukan undang-undang
15
Hal ini menguntungkan penguasa, menurut Moh.
Mahfud MD tafsir yang harus diterima adalah tafsir yang setelah perubahan UUD 1945 di Indonesia?
dikeluarkan Presiden, sebagai konsekuensi dari kuatnya
Presiden sebagai sentral kekuasaan (executive heavy). C. Tujuan Penulisan
Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia,
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui
Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003, hal. 149.
16
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: hubungan antara lembaga eksekutif dan lembaga
PT. RajaGrafindo Persada, 2006, hal. 142-143. legislatif dalam pembentukan undang-undang
17
A.M. Fatwa yang terlibat langsung dalam proses perubahan setelah perubahan UUD 1945 di Indonesia.
UUD 1945 menangkap salah satu latar belakangnya
Pembagian kekusasaan tersebut penting untuk
adalah “karena konstitusi ini kurang memenuhi aspirasi
demokrasi, termasuk dalam meningkatkan kemampuan diketahui guna menggagas format kelembagaan
untuk mewadahi pluralisme dan mengelola konflik negara yang lebih baik di masa mendatang.
yang timbul karenanya. Lemahnya checks and balances
antarlembaga negara, antarpusat-daerah, ataupun antara
II. KERANGKA PEMIKIRAN
negara dan masyarakat mengakibatkan mudahnya
muncul kekuasaan yang sentralistik, yang melahirkan Menurut Sulardi, sistem pemerintahan
ketidakadilan.” A.M. Fatwa, Potret Konstitusi Pasca dapat diartikan sebagai suatu struktur
Amandemen UUD 1945, Jakarta: Penerbit Buku Kompas,
2009, hal. 1-2. 19
Tim Kerja Sosialisasi MPR RI, Panduan Pemasyarakatan
18
Sebelum perubahan UUD 1945, MPR membagikan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
fungsi-fungsi tertentu sebagai tugas dan wewenang 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
lembaga-lembaga tinggi Negara yang ada di bawahnya. Republik Indonesia Edisi Revisi, Jakarta: Sekretariat Jenderal
Ibid, hal. 10. MPR RI, 2012, hal. 19.

136 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015


yang terdiri dari fungsi legislatif, eksekutif Misalnya C.F. Strong yang berdasarkan
dan yudikatif yang saling berhubungan, penilaian Saldi Isra membagi sistem
bekerjasama dan memengaruhi satu sama pemerintahan dalam kategori parliamentary
lain. Dengan demikian, sistem pemerintahan executive dan non-parliamentary executive atau
adalah cara kerja lembaga-lembaga negara dan the fixed executive.25 Dikatakan oleh Saldi Isra
hubungannya satu sama lainnya.20 Sedangkan pula bahwa pembagian sistem pemerintahan
Ni’matul Huda melihat sistem pemerintahan menurut Giovanni Sartori lebih bervariasi
berdasarkan sifat hubungan antara organ-organ menjadi presidentialism, parliamentary system dan
yang diserahi kekuasaan yang ada di dalam semi-presidentialism. Selain itu, Arend Lijphard
negara, khususnya berdasarkan sifat hubungan dengan meneliti pola-pola demokrasi di 36
badan legislatif dengan badan eksekutif.21 negara mengklasifikasikan sistem pemerintahan
Selain itu, Syaiful Bakhri juga menuliskan menjadi parliamentary, presidential dan hybrid.26
bahwa sistem pemerintahan itu “berdasarkan Adapun Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim
atas sifat hubungan antara badan legislatif mengatakan bahwa:
dengan badan eksekutif.”22 Namun lain halnya “Pada garis besarnya sistim pemerintahan yang
dengan Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih dilakukan pada negara-negara demokrasi menganut
yang menggunakan istilah bentuk pemerintahan sistim parlementer atau sistim Presidensiil. Tentu
untuk menjelaskan sistem pemerintahan. Kedua saja di antara kedua sistim ini masih terdapat
pemikir tersebut mendefinisikannya sebagai beberapa bentuk lainnya sebagai variasi,
disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda yang
“suatu sistem yang berlaku dalam mengatur
melahirkan bentuk-bentuk semua (quasi), karena
alat-alat perlengkapan negara dan bagaimana
jika dilihat dari salah satu sistim di atas, dia bukan
hubungan antara alat-alat perlengkapan negara merupakan bentuk yang sebenarnya, misalnya
itu.”23 quasi parlementer atau quasi presidensiil.”27
Dari berbagai definisi tersebut,
dapat dikatakan bahwa unsur hubungan Dalam pembahasan kerangka pemikiran
antarlembaga negara merupakan kata kunci selanjutnya, pembahasan akan dibatasi secara
dalam pendefinisian sistem pemerintahan. spesifik hanya pada sistem pemerintahan
Sehingga uraian tentang sistem pemerintahan presidensial. Sedangkan untuk sistem pemerintahan
amat berguna untuk mengetahui hakikat parlementer dan sistem pemerintahan campuran
hubungan antarlembaga negara, khususnya atau quasi tidak akan dibahas secara spesifik
antara legislatif dengan eksekutif. Dalam dalam uraian selanjutnya. Pembahasan sistem
mengklasifikasikan sistem pemerintahan, para pemerintahan parlementer cukup diuraikan sebagai
ahli mempergunakan dasar ukuran yang berbeda pembanding, karena justru setelah perubahan
satu sama lain. Sehingga mungkin untuk suatu UUD 1945 terdapat kesepakatan MPR untuk
sistem pemerintahan dengan sifat-sifatnya mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
yang tertentu akan dimasukkan kedalam Sedangkan untuk sistem pemerintahan quasi,
suatu golongan, tetapi oleh ahli lainnya akan sangat relatif tergantung pada kebutuhan tiap-tiap
dimasukkan kedalam golongan yang lain.24 negara. Sehingga lingkupnya sangat luas jika hendak
diuraikan dalam tulisan ini. Selain itu yang hendak
25
Dalam buku Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, kedua
20
Sulardi, Menuju Sistem Pemerintahan Presidensiil Murni,
kategori tersebut dibahas oleh C.F. Strong dalam Bab
Malang: Setara Press, 2012, hal. 45-46.
11 tentang Eksekutif Parlementer dan Bab 12 tentang
21
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2010,
Eksekutif Nonparlementer yang juga disebut eksekutif
hal. 252.
tetap dalam pembahasannya.
22
Syaiful Bakhri, Ilmu Negara dalam Konteks Negara Hukum 26
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model
Modern, Yogyakarta: Total Media, 2010, hal. 183.
Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia,
23
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara,
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 24.
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, hal. 166. 27
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum
24
Joeniarto, Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara,
Tata Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Bakti, 1983, hal. 171.
Jakarta: Rineka Cipta, 1990, hal. 67.

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang... 137


ditemukan dalam penulisan ini adalah hakikat dari Gagasan sistem presidensial mulanya
sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia beranjak dari rasa curiga terhadap kekuasaan
setelah perubahan UUD 1945, yang menjadi penguasa dan kebencian the framers of the
ukuran untuk menilai pembagian kekuasaan dalam constitutions Amerika Serikat terhadap
membentuk undang-undang. Sehingga parameter kolonialisme Inggris. Rasa skeptis dan
yang digunakan haruslah parameter yang tegas, nasionalisme itulah yang memunculkan
dalam hal ini adalah murni presidensial. gagasan sistem presidensial dalam pembahasan
Sistem pemerintahan presidensial tidak dapat konstitusi Amerika Serikat, sebuah gagasan
dipisahkan dari perkembangan ketatanegaraan yang revolusioner. Karena sekalipun diakui
Amerika Serikat yang merupakan contoh ideal terpengaruh filsafat politik Montesquieu
dalam sistem ini, karena memenuhi hampir semua dan Rousseau, namun kala itu tidak ada
kriteria dalam sistem pemerintahan presidensial.28 satupun negara di belahan dunia yang
Seperti dinyatakan oleh C.F. Strong bahwa mempraktekkannya sebagai rujukan.32
“Prinsip eksekutif nonparlementer atau eksekutif Sebagai rujukan, para framers of constitution
tetap paling sempurna dicontohkan pada kasus itu hanya memiliki gagasan pemisahan
Amerika Serikat.”29 Bahkan menurut Margarito kekuasaan Montesquieu dan kedaulatan
Kamis, Amerika Serikat sejak tahun 1789 telah rakyat Rousseau, sedangkan dalam praktik
membentuk pemerintahan presidensial pertama hanya terdapat pemerintahan monarki absolut
di dunia. Karena itu dapat disebut sebagai The dan sistem parlementer sebagai pembanding.
Mother of Presidential System.30 Sehingga tidak Pilihan atas monarki absolut jelas ditentang.
aneh jika Douglas V. Verney yang dikutip oleh Sedangkan untuk sistem parlementer juga
Saldi Isra menyarankan agar sebaiknya terlebih ditolak, sebab dianggap merupakan representasi
dahulu menelaah sistem politik Amerika Serikat, dari bentuk pemerintahan monarki karena
jika hendak memulai kajian tentang sistem diasosiasikan dengan sistem pemerintahan
presidensial.31 Inggris. Pilihan akhirnya jatuh pada pemisahan
kekuasaan untuk menghindari absolutisme
serta pemilihan kepala negara dan kepala

28
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, hal. 26-31. Sedangkan
Inggris merupakan negara yang mengawali pembentukan pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat.
dan praktik kekuasaan parlemen. Dari Inggris organ Secara historis, itulah yang menjadi akar dari
parlemen muncul dan menyebar ke berbagai belahan sistem pemerintahan presidensial.
dunia. Dikatakan Saldi Isra bahwa I Made Pasek Diantha
Secara teoritis, menurut John Pieris
juga mencatat bahwa dalam sejarah, Inggris adalah tempat
kelahiran sistem pemerintahan parlementer. Bahkan kekuasaan presiden dalam sistem pemerintahan
menurut Saldi Isra, Douglas V. Verney juga mengatakan presidensial sangat besar. Karena selain sebagai
bahwa sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan kepala negara, presiden juga sebagai kepala
yang paling luas diterapkan di seluruh dunia.
pemerintahan.33 Bahkan dengan merujuk pada
29
C. F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern: Studi
Perbandingan tentang Sejarah dan Bentuk (Modern Political para penyusun Konstitusi Amerika Serikat, C.F.
Constitutions: An Introduction to the Comparative Study of Their Strong merumuskan bahwa terdapat konsep
History and Existing Form), diterjemahkan oleh Derta Sri
Widowatie, Bandung: Penerbit Nusa Media, 2013, hal. 358. 32
Hal ini berbeda dengan sistem parlementer. Seperti
30
Margarito Kamis, Jalan Panjang Konstitusionalisme Indonesia, disampaikan Soehino bahwa sistem kabinet parlementer
Malang: Setara Press, 2014, hal. 2. Margarito Kamis juga Inggris bukanlah merupakan suatu ciptaan yang disengaja,
menyebutkan bahwa Inggris patut menyandang predikat yang ditentukan dan diatur secara dogmatis dengan
sebagai The Mother of The Parliamentary Supremacy, terlebih dahulu menentukan peraturan perundang-
dengan parlemen berbentuk dua kamar yang terdiri atas undangannya baru kemudian dilaksanakan. Melainkan
House of Lord dan House of Common. suatu improvisasi atau suatu puncak atas perkembangan
31
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Ibid., hal 26-31. sejarah ketatanegaraan Inggris yang bertitik tolak dari
Sebaliknya, Saldi Isra juga mengutip Douglas V. Verney yang adagium the king can do no wrong. John Pieris, Pembatasan
menyarankan bahwa analisa tentang sistem pemerintahan Konstitusional Kekuasaan Presiden Republik Indonesia,
parlementer sebaiknya dimulai dengan mengacu pada Jakarta: Pelangi Cendekia, 2007, hal. 89.
berbagai lembaga dalam sisem politik Inggris. 33
Ibid, hal. 97.

138 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015


independensi eksekutif dari legislatif dalam b. Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan
sistem presidensial.34 Sebagaimana dinyatakan untuk membubarkan parlemen dan juga
oleh Jack Bell seperti dikutip Saldi Isra, hal tidak mesti berhenti sewaktu kehilangan
itu terjadi karena sekalipun para perancang dukungan dari mayoritas anggota parlemen.
Konstitusi Amerika Serikat memilih presiden c. Tidak ada tanggungjawab yang timbal balik
dan menolak raja, namun presiden harus antara Presiden dan kabinetnya, karena
memiliki kekuatan yang memadai untuk seluruh tanggung jawab tertuju pada
menyelesaikan rumitnya masalah bangsa. Presiden (sebagai kepala pemerintahan).
Karena itu Saldi Isra juga mengutip Louis W. d. Presiden dipilih langsung oleh para pemilih.
Koening, bahwa dirancanglah konstitusi yang Dalam perkembangannya, banyak negara
memberikan kekuasaan besar kepada presiden yang menganut sistem presidensial dalam
namun dengan tetap menutup hadirnya pemerintahannya. Patrialis Akbar dengan
pemimpin sejenis raja yang tiran.35 mengutip Christopher N. Lawrence,37 merinci
Ni’matul Huda mencatat pendapat Alan R. sistem ini terdapat pada lima negara di Asia
Ball yang dikutip Sri Soemantri bahwa sistem (Afghanistan, Siprus, Filipina, China, Korea
pemerintahan presidensial dinamakan sebagai Selatan), satu negara di Eropa (Belarus),
the presidential type of government. Adapun sistem delapan belas negara di Amerika (Argentina,
pemerintahan presidensial menurut Shepherd Bolivia, Brazil, Chili, Kolombia, Kosta Rika,
L. Whitman dan John J. Wuess yang dikutip Republik Dominika, Meksiko, Amerika Serikat,
Ni’matul Huda memiliki empat ciri yaitu:36 Panama, Peru, Uruguay, Venezuela, Ekuador, El
a. Berdasarkan atas prinsip-prinsip pemisahan Salvador, Guatemala, Honduras, Nikaragua),
kekuasaan. dan enam negara di Afrika (Kenya, Seychelles,
34
C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, hal. 358. Nigeria, Tanzania, Uganda, Zambia).38
Inilah yang menjadi perbedaan mendasar antara sistem Berdasarkan perkembangan tersebut, banyak
presidensial dengan sistem parlementer. Menurut Moh. ahli menyampaikan beberapa karakteristik dari
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, dalam sistem parlementer
hubungan antara eksekutif dan badan perwakilan sangat
sistem pemerintahan presidensial. Dari beberapa
erat. Hal ini disebabkan karena pertanggungjawaban para pendapat ahli itu, Saldi Isra merangkum bahwa
menteri dilakukan kepada parlemen. Sehingga setiap hampir semua ahli sepakat tentang karakteristik
kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan utama dalam sistem presidensial adalah presiden
kepercayaan dengan suara yang terbanyak dari parlemen.
Artinya kebijakan pemerintah atau kabinet tidak boleh 37
Patrialis Akbar, Hubungan Lembaga Kepresidenan dengan
menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen.
Dewan Perwakilan Rakyat dan Veto Presiden, Yogyakarta:
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum
Total Media, 2013, hal. 49.
Tata Negara Indonesia, hal. 172. 38
Di Asia, Harun Alrasyid mencatat bahwa pemerintahan
35
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, hal. 32.
republik yang dipimpin oleh seorang presiden dicangkokkan
36
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, hal. 254-255. Sedangkan
Amerika Serikat di Filipina pada 1935. Peristiwa itu
sistem pemerintahan parlementer, dinamakan Alan R.
terjadi ketika Filipina memperoleh kemerdekaan terbatas
Ball dengan sebutan the parliamentary types of government,
dalam bentuk The Commonwealth of the Philippines dari
dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) kepala negara hanya
Amerika Serikat. Sementara di Eropa, masih menurut
memiliki kekuasaan nominal. Hal ini berarti bahwa kepala
Harun Alrasyid, Perancis sejak berakhirnya Perang Dunia
negara hanya sebagai lambang/simbol dengan tugas-tugas
II sampai sekarang juga dipimpin oleh Presiden (juga
yang bersifat formal, sehingga pengaruh politik terhadap
menganut sistem presidensial). Sedangkan di amerika,
kehidupan negara sangat kecil, (2) pemegang kekuasaan
negara-negara di amerika tengah dan Amerika Selatan
eksekutif yang sebenarnya adalah perdana menteri
merupakan kawasan yang paling luas diantara semua
bersama kabinetnya yang dibentuk melalui lembaga
kawasan dunia yang menggunakan sistem pemerintahan
legislatif/parlemen. Dengan demikian, kabinet sebagai
presidensial. Menurut Saldi Isra, salah satu alasannya
pemegang kekuasaan eksekutif riil harus bertanggungjawab
karena secara geografis negara-negara tersebut lebih dekat
kepada badan legislatif/parlemen dan harus meletakkan
dengan Amerika Serikat. Dan di Afrika, juga menurut
jabatannya jika parlemen tidak mendukungnya, dan (3)
Saldi Isra, Presiden Liberia pada 1848 merupakan
badan legislatif dipilih untuk bermacam-macam periode
presiden Afrika pertama yang mendapat pengakuan dunia
yang saat pemilihannya ditetapkan oleh kepala negara
internasional (juga menganut sistem presidensial). Saldi
atas saran dari perdana menteri. [Ibid, hal. 259-260.]
Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, hal. 33-34.

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang... 139


yang memegang fungsi ganda, yaitu sebagai kepala Menurut Robert L. Madex sebagaimana
negara sekaligus kepala pemerintahan.39 Di luar dikutip Saldi Isra, konsekuensinya adalah cabang
fungsi ganda itu, karakter sistem presidensial kekuasaan eksekutif dan cabang kekuasaan
dapat juga dilihat dari pola hubungan antara legislatif tidak membutuhkan hubungan
lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif. kerjasama. Singkatnya, the president has no formal
Pola hubungan itu sudah bisa dilacak dengan relationship with the legislature. Dengan adanya
adanya pemilihan umum yang terpisah untuk pola hubungan yang terpisah itu, setidaknya
memilih presiden dan memilih lembaga legislatif. terdapat empat keuntungan dasar dalam sistem
Sehingga terdapat pemisahan secara jelas antara ini. Pertama, kekuasaan presiden menjadi lebih
pemegang kekuasaan eksekutif dengan pemegang legitimate karena mendapat mandat langsung
kekuasaan legislatif. Akibatnya pembentukan dari para pemilih. Kedua, setiap lembaga negara
pemerintah tidak tergantung pada proses politik terutama antara pemegang kekuasaan eksekutif
di lembaga legislatif.40 dengan pemegang kekuasaan legislatif dapat
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim juga melakukan pengawasan untuk mencegah
mengatakan bahwa dalam sistem presidensial, terjadinya penumpukan dan penyalahgunaan
kedudukan eksekutif tidak tergantung kepada kekuasaan. Ketiga, dengan posisi sentral dalam
badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum jajaran eksekutif, presiden dapat mengambil
dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada kebijakan strategis yang amat menentukan
pemilihan rakyat. Sebagai kepala eksekutif, dengan cepat. Keempat, dengan masa jabatan
presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang yang tetap posisi presiden jauh lebih stabil jika
akan memimpin departemennya masing-masing dibandingkan dengan perdana menteri dalam
dan bertanggungjawab hanya kepada presiden. sistem parlementer yang dapat diberhentikan
Oleh karena itu, pembentukan kabinet tidak setiap waktu.43
tergantung dari badan perwakilan rakyat atau tidak Namun, Penulis lebih dekat dengan
memerlukan dukungan kepercayaan dari badan keyakinan RM. A.B. Kusuma bahwa Trias Politika
perwakilan rakyat. Sehingga para menteri tidak ala Montesquieu yang tidak menghendaki
bisa diberhentikan oleh badan perwakilan rakyat.41 kerjasama antara cabang kekuasaan eksekutif
Selain itu, Ni’matul Huda juga menerangkan dengan cabang kekuasaan legislatif tidak bisa
bahwa dalam sistem presidensial kedudukan
Presiden dan parlemen adalah sama kuat, karena
43
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, hal. 41-42. Arend
Lijphart seperti dikutip Ni’matul Huda juga menilai
baik presiden maupun parlemen memperoleh bahwa sistem presidensial memiliki beberapa kelebihan.
legitimasi masing-masing melalui pemilihan umum Pertama, stabilitas eksekutif yang didasarkan pada masa
yang terpisah. Kedua lembaga tersebut tidak bisa jabatan presiden karena kabinet tidak tergantung pada
saling menjatuhkan atau membubarkan.42 mosi legislatif, sehingga tidak dapat dijatuhkan setiap saat.
Kedua, pemilihan kepala pemerintahan oleh rakyat dapat
dipandang lebih demokratis dari pemilihan tidak langsung.
39
Ibid, hal. 40. Ketiga, pemisahan kekuasaan berarti pemerintahan yang
40
Ibid, hal. 40-41. Pola hubungan antara lembaga eksekutif dibatasi atau perlindungan terhadap kebebasan individu
dengan lembaga legislatif dalam sistem presidensial atas tirani pemerintah. Selain itu, menurutnya sistem
itu sangat berbeda bila dibandingkan dengan sistem presidensial juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama,
parlementer. Menurut Saldi Isra, dalam sistem parlementer dapat terjadi konflik antara eksekutif dengan legislatif
disamping terdapat pemisahan antara jabatan kepala yang bisa berubah menjadi jalan buntu dan kebuntuan
negara dengan kepala pemerintahan, karakter paling pemerintahan. Kedua, masa jabatan Presiden yang pasti
mendasar dalam sistem parlementer adalah tingginya menguraikan periode-periode yang dibatasi secara kaku
tingkat depedensi atau ketergantungan eksekutif kepada dan tidak berkelanjutan. Sehingga tidak memberikan
parlemen. Apalagi eksekutif tidak dipilih langsung oleh kesempatan untuk melakukan berbagai penyesuaian yang
pemilih sebagaimana pemilihan untuk aggota parlemen. dikehendaki oleh keadaan. Ketiga, sistem ini berjalan
Oleh karena itu parlemen menjadi pusat kekuasaan dalam atas aturan pemenang menguasai semua dan cenderung
sistem parlementer. [Ibid, hal. 30-31.] membuat demokrasi sebagai sebuah permainan dengan
41
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum semua potensi konfliknya. [Ni’matul Huda, Ilmu Negara,
Tata Negara Indonesia, hal. 176. hal. 255-257.]
42
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, hal. 265.

140 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015


dilaksanakan. Bahkan, di Amerika Serikat sendiri eksekutif dan lembaga legislatif/parlemen. Hal
separation of powers telah dimodifikasi menjadi yang membedakan antara kedua sistem tersebut
checks and balances agar terjadi pemerintahan adalah pada hubungan antar keduanya dalam
yang efektif. Dengan mengutip Neustadt, RM. kekuasaan membentuk undang-undang. Dalam
A.B. Kusuma melanjutkan bahwa rumusan baru UUD 1945 baik sebelum maupun setelah
sistem pemerintahan di Amerika Serikat adalah a perubahan, kekuasaan membentuk undang-
government of separated institutions sharing power, undang juga dirumuskan menjadi kekuasaan
atau seperti Jones yang mengatakannya sebagai yang dimiliki oleh Presiden dan DPR. Namun,
a government of separated institutions competing of hal yang membedakan antara kedua undang-
shared power.44 undang dasar ini, adalah pada lembaga mana
kekuasaan itu secara dominan dimiliki.
III. ANALISIS Jika dilihat dari sistematika UUD 1945,
Berkenaan dengan fungsi legislasi atau maka baik sebelum maupun setelah perubahan,
membentuk undang-undang, menurut Jimly Pasal 5 yang mengatur kekuasaan membentuk
Asshiddiqie45 terdapat tiga hal penting yang undang-undang masuk dalam Bab III tentang
harus diatur, yaitu (1) pengaturan yang dapat Kekuasaan Pemerintahan Negara. Bab ini jika
mengurangi kebebasan dan hak warga negara, diamati isinya, ternyata berisikan tentang segala
hal tentang kekuasaan Presiden. Sehingga
(2) pengaturan yang dapat membebani harta
substansi Pasal 5 sesungguhnya merupakan
kekayaan warga negara, dan (3) pengaturan kekuasaan membentuk undang-undang yang
mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh dimiliki Presiden di samping DPR. Sebaliknya,
penyelenggara negara. Fungsi tersebut baik sebelum maupun setelah perubahan UUD
berkenaan dengan kewenangan untuk 1945, kekuasaan membentuk undang-undang
menentukan peraturan yang mengikat warga juga diatur dalam Pasal 20 yang masuk pada Bab
negara dengan norma-norma hukum yang VII tentang DPR. Sehingga secara substantif
mengikat dan membatasi. Selain itu, Jimly Pasal 20 sebenarnya juga merupakan kekuasaan
Asshiddiqie juga menjelaskan bahwa fungsi membentuk undang-undang yang dimiliki DPR
legislasi atau membentuk undang-undang juga di samping Presiden.
menyangkut empat kegiatan sebagai berikut:46 Hal yang membedakan antara kedua
a. Prakarsa pembuatan undang-undang. undang-undang dasar tersebut adalah, dalam
b. Pembahasan rancangan undang-undang. UUD 1945 setelah perubahan telah terjadi
c. Persetujuan atau pengesahan rancangan pergeseran kekuasaan dalam membentuk
undang-undang. undang-undang dari ketentuan sebelumnya.
d. Pemberian persetujuan pengikatan atau Pergeseran ini terjadi karena UUD NRI
ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan 1945 menempatkan DPR sebagai pemegang
internasional dan dokumen-dokumen kekuasaan membentuk undang-undang.
hukum yang mengikat lainnya. Penempatan tersebut ditegaskan dalam Pasal
20 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang
Pada dasarnya kekuasaan untuk membentuk
menegaskan bahwa DPR memegang kekuasaan
undang-undang merupakan kekuasaan yang
membentuk undang-undang. Pergeseran
dimiliki Presiden dan DPR. Karena baik dalam
kekuasaan pembentukan undang-undang itu
sistem presidensial maupun parlementer,
juga dapat dibaca dengan adanya perubahan
kekuasaan membentuk undang-undang
radikal Pasal 5 ayat (1) UUD NRI Tahun
menjadi kekuasaan yang dimiliki oleh lembaga
1945 yang sebelumnya dirumuskan bahwa
44
A.B. Kusuma, Sistem Pemerintahan “Pendiri Negara” Presiden memegang kekuasaan membentuk
versus Sistem Presidensiel “Orde Reformasi”, Depok: Badan undang-undang dengan persetujuan DPR;
Penerbit FH UI, 2011, hal. 16.
45
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid
diubah menjadi Presiden berhak mengajukan
II, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hal. 32-33. rancangan undang-undang kepada DPR.
46
Ibid, hal. 34.

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang... 141


Akibat dari pergeseran itu adalah bergantinya Upaya purifikasi sistem pemerintahan
dominanasi presiden menjadi dominasi DPR presidensial sebagaimana kesepakatan dasar
dalam kekuasaan membentuk undang-undang. MPR saat proses perubahan UUD 1945, justru
Perubahan ini penting artinya karena undang- tidak terjadi pada fungsi legislasi. Hal ini
undang adalah produk hukum yang paling dominan sebagaimana tercermin dalam Pasal 20 ayat
untuk menerjemahkan rumusan-rumusan normatif (2) dan (3) tersebut. Dikatakan oleh Saldi
yang terdapat dalam UUD NRI Tahun 1945. Isra, frasa dibahas bersama dan persetujuan
Kemudian perubahan Pasal 5 ayat (1) diikuti bersama meneguhkan bahwa “dalam fungsi
dengan perubahan Pasal 20 UUD 1945 menjadi legislasi tidak ada pemisahan kekuasaan yang
(1) DPR mempunyai kekuasaan membentuk jelas (no clear-cut separation of powers) antara
undang-undang. (2) setiap rancangan undang- cabang kekuasaan eksekutif dan cabang
undang dibahas oleh DPR dan presiden untuk kekuasaan legislatif.”48 Adanya ketentuan ini
mendapat persetujuan bersama. (3) jika sedikit berbeda jika dibandingkan dengan
rancangan undang-undang tidak mendapat Amerika Serikat, sebagai contoh ideal dalam
persetujuan bersama, rancangan undang-undang sistem pemerintahan presidensial sebagaimana
itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan kesimpulan Saldi Isra.49
DPR masa itu. (4) presiden mengesahkan Sebab seperti dikatakan Sri Soemantri
rancangan undang-undang yang telah disetujui bahwa berdasarkan atas asas pemisahan
bersama untuk menjadi undang-undang. (5) kekuasaan, kekuasaan membentuk undang-
dalam hal rancangan undang-undang yang undang di Amerika Serikat diatur oleh
telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan Konstitusinya dalam Article One Section One
oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari yang menegaskan bahwa “All legislative powers
sejak rancangan undang-undang itu disetujui, herein granted shall be vested in a Congress of the
rancangan undang-undang tersebut sah menjadi United States, which shall consist of a Senate and
undang-undang dan wajib diundangkan.47 Agar House of Representatives.”50 Namun meskipun
mudah dipahami, perbedaan-perbedaan ini akan seluruh kekuasaan legislatif ada di tangan
diuraikan dengan tabel berikut: Kongres, Presiden sebagai perumus kebijakan
Tabel 2 Perbedaan Kekuasaan Membentuk publik memiliki peran (kekuasaan) legislatif.
Undang-Undang Peran tersebut ada karena Presiden dapat
Menurut UUD NRI melakukan veto terhadap rancangan undang-
UUD 1945
Aspek Tahun 1945 undang yang dibuat Kongres, kecuali bila dua
Pemegang per tiga dari anggota senat maupun House
Kekuasaan Presiden DPR of Representatives menolak veto tersebut.51
Membentuk [Pasal 5 ayat [Pasal 20 ayat Menurut Penulis dalam hal veto tersebut,
Undang- (1)] (1)] kekuasaan legislatif tetap ada pada Kongres.
Undang
Karena veto itu tidak dilakukan dalam rangka
DPR dan membagi kekuasaan legislatif kepada lembaga
DPR
Persetujuan Presiden eksekutif, seperti dalam sistem pemerintahan
[Pasal 5 ayat
atas Undang- (bersama-sama)
(1) dan Pasal parlementer. Adanya veto hanya merupakan
Undang [Pasal 20 ayat
20 ayat (1)] penjewantahan dari prinsip pengawasan dan
(2)]
Sumber: Diolah oleh Penulis berdasarkan ketentuan dalam
keseimbangan (checks and balances) yang juga
Batang Tubuh UUD 1945 dan Pasal-Pasal UUD NRI 48
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, hal. 224.
Tahun 1945. 49
Ibid, hal. 31.
50
Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia: Pemikiran

47
Sebelum dilakukan perubahan, Pasal 20 UUD 1945 berbunyi
dan Pandangan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014, hal.
(1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan
204.
DPR, dan (2) jika sesuatu rancangan undang-undang tidak 51
Nomensen Sinamo, Perbandingan Hukum Tata Negara,
mendapat persetujuan DPR, maka rancangan tadi tidak
Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010, hal. 137.
boleh dimajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

142 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015


dianut Amerika Serikat selain asas pemisahan b. Formulation, yaitu formulasi dari isi undang-
kekuasaan. undang adalah tanggungjawab para
Sebagai pembanding, adanya ketentuan menteri dan Civil Service.54 Para menteri
Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) justru mirip menekankan pada keseluruhan aspek dari
dengan sistem pemerintahan parlementer yang isi undang-undang, sedangkan Civil Service
meletakkan kekuasaan perundang-undangan bertanggungjawab untuk mengerjakan
dilakukan oleh pemerintah bersama-sama DPR. detilnya. Dalam tahap ini akan diadakan
Hal itu seperti Indonesia ketika berlakunya konsultasi apabila rancangan undang-
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 undang ditetapkan, dan keduanya akan
(UUDS 1950). Usul mengajukan rancangan berkonsultasi dengan para pakar, kelompok
undang-undang dapat berasal dari pemerintah kepentingan, asosiasi-asosiasi, untuk
dan dapat pula berasal dari DPR. Menurut Sri membahas rancangan undang-undang.
Soemantri, kekuasaan perundang-undangan Belum ada pembahasan dengan parlemen
yang dilakukan oleh pemerintah dan badan dalam tahap ini. Ketika rancangan undang-
legislatif juga berlaku pada negara-negara undang sudah dibuat draftnya dan disetujui
lain yang menganut sistem pemerintahan oleh menteri yang bersangkutan, baru
parlementer, seperti Inggris dan Belanda. Hal kemudian diajukan ke parlemen.
ini sesuai dengan ciri yang berlaku pada negara- c. Parliamentary Scrutiny, yaitu tahapan yang
negara yang menganut sistem pemerintahan banyak memberikan kesempatan kepada
parlementer, yaitu antara lain mengandung parlemen dan lembaga negara lainnya
adanya atau berlakunya asas difusi kekuasaan untuk mengemukakan pandangan dan
(fusion of powers) antara eksekutif dengan pertanyaan kepada menteri-menteri secara
legislatif.52 umum dan juga secara rinci dari suatu
Kemiripan juga terlihat jika disandingkan rancangan undang-undang. Puncaknya
dengan sistem parlementer Inggris yang melihat adalah Royal Assent, setelah Act (undang-
kekuasaan legislatif dari proses pembuatan undang baru) diterapkan.
undang-undang yang terdiri dari tiga tahap. Untuk lebih jelasnya, perbandingan dalam
Pada tahapan yang terakhir dapat dilihat bahwa kekuasaan membentuk undang-undang antara
kekuasaan legislatif dilakukan oleh parlemen Indonesia dibawah UUD NRI Tahun 1945
dan menteri-menteri. Bahkan, lembaga negara dengan Amerika Serikat, Indonesia dibawah
lain dapat pula memberikan pertanyaan kepada UUDS 1950 dan Inggris akan disajikan dalam
para menteri tersebut dalam pembahasan tabel 3 berikut:
sebuah rancangan undang-undang. Hal ini Selain itu, pada sisi lain dalam perubahan
menurut Penulis merupakan bukti dari adanya kedua UUD 1945, juga memunculkan ketentuan
penerapan asas fusion of powers dalam sistem baru yang justru semakin memperkokoh posisi
peerintahan parlementer. Menurut Nomensen DPR. Ketentuan itu dirumuskan dalam Pasal
Sinamo, ketiga tahap dalam proses pembuatan 20A UUD NRI Tahun 1945, yaitu (1) DPR
undang-undang tersebut yaitu:53 memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran,55 dan
a. The Inspiration, yaitu ide atau isi undang-
undang bisa berasal dari berbagai sumber
54
Civil Service adalah bentuk yang digunakan untuk
seperti partai politik, departemen
menggambarkan kantor pemerintah yang pekerjaannya
pemerintah, kelompok kepentingan, dalam hal administrasi negara. [Ibid, hlm. 121.]
lembaga penelitian, asosiasi perdagangan 55
Dalam fungsi anggaran, jika diletakkan sebagai fungsi
ataupun lembaga-lembaga lainnya. yang berdiri sendiri, oleh Jimly Asshiddiqie dikritisi
karena APBN itu dituangkan dalam baju hukum undang-
undang. Sehingga penyusunan APBN identik dengan
52
Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia, hal. 203.
pembentukan undang-undang tentang APBN, meskipun
53
Nomensen Sinamo, Perbandingan Hukum Tata Negara,
rancangannya selalu harus datang dari Presiden. [Jimly
hal. 121-122.
Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, hal. 35.]

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang... 143


Tabel 3. Perbandingan Kekuasaan Membentuk Undang-Undang
Indonesia (menurut Indonesa
Negara
UUD NRI Tahun Amerika Serikat (menurut Inggris
Aspek
1945) UUDS 1950)
Pemegang Kekuasaan Kongres Pemerintah
Parlemen dan
Membentuk Undang- DPR (House of Representatives bersama-sama
menteri-menteri
Undang dan Senat) DPR
Kongres Pemerintah
Persetujuan atas DPR dan Presiden Parlemen dan
(House of Representatives bersama-sama
Undang-Undang (bersama-sama) menteri-menteri
dan Senat) DPR
Sumber: Diolah oleh Penulis dari berbagai sumber.

fungsi pengawasan.56 (2) Dalam melaksanakan undang-undang anggaran pendapatan dan


fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal- belanja negara dan rancangan undang-undang
pasal lain UUD ini, DPR mempunyai hak yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
interpelasi, hak angket dan hak menyatakan agama.
pendapat. (3) Selain hak yang diatur dalam Bila ditelisik kembali, Pasal 20A ayat (1)
pasal-pasal lain UUD ini, setiap anggota DPR UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
mempunyai hak mengajukan pertanyaan, DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran
menyampaikan usul dan pendapat serta hak dan pengawasan, tidak hanya berakibat pada
imunitas. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang pelemahan fungsi legislasi Presiden tetapi
hak DPR dan hak anggota DPR diatur dalam memunculkan superioritas fungsi legislasi DPR
undang-undang. terhadap DPD. Oleh karena itu ruang untuk
Khusus mengenai rancangan undang- dapat mengajukan dan membahas rancangan
undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, Undang-undang yang berkaitan dengan
hubungan pusat dan daerah, pembentukan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagaimana dimaksud Pasal 22 D ayat
daerah; dapat diajukan oleh DPD kepada DPR (1) dan (2) tidak cukup untuk mengatakan
dan DPD juga memiliki kekuasaan untuk ikut bahwa DPD mempunyai fungsi legislasi.
membahas rancangan undang-undang tersebut. Bagaimanapun fungsi legilasi harus di lihat
Kemudian setelah rancangan undang-undang secara utuh yaitu dimulai dari proses pengajuan
itu disahkan, DPD juga memiliki kekuasaan sampai menyetujui sebuah rancangan Undang-
untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang. Sebagaimana dikatakan Jimliy
undang-undang tersebut. Kekuasaan untuk Asshiddiqie bahwa fungsi legislasi mencakup
mengajukan, ikut membahas dan mengawasi kegiatan mengkaji, merancang, membahas dan
dimaksud tertuang dalam Pasal 22D ayat (1), mengesahkan Undang-undang.57 Perubahan
(2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945. Dalam Pasal 20 ayat (1) dan kehadiran Pasal 20A ayat
pasal 22D ayat (2) juga disebutkan bahwa (1) memberi garis demarkasi yang tegas bahwa
DPD memiliki kekuasaan untuk memberikan kekuasaan membuat Undang-undang seakan
pertimbangan kepada DPR atas rancangan hanya menjadi monopoli DPR.
Menanggapi kekuasaan minimalis DPD itu,
56
Dalam fungsi pengawasan, secara teoritis lembaga
Muchammad Ali Safa’at menilai bahwa “Paling
perwakilan rakyat diberikan kewenangan untuk
melakukan kontrol dalam tiga hal, yaitu (1) kontrol atas 57
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan
pemerintahan, (2) kontrol atas pengeluaran, dan (3)
Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, hal. 190.
kontrol atas pemungutan pajak. [Ibid, hal. 36.]

144 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015


tidak kekuasaan DPD harus mencerminkan sebagai penyeimbang DPR dapat dilaksanakan
kedudukannya sebagai revising chamber yang dengan lebih efektif. Fungsi pertimbangan
dapat menunda proses pembahasan RUU yang saat ini melekat kepada DPD, dalam hal-
menjadi undang-undang.”58 Sebagai contoh, hal yang berkaitan dengan daerah, sebaiknya
seperti diutarakan oleh Mei Susanto bahwa ditingkatkan. Misalnya, dalam proses legislasi,
“Peningkatan kualitas produk hak budged DPD tidak hanya terbatas memberikan
parlemen dengan diberlakukannya sistem pertimbangan, tetapi turut mempunyai hak
bikameral yang relatif seimbang antara DPR suara untuk menentukan lolos tidaknya RUU.
dan DPD sehingga memungkinkan adanya Sehingga, sistem parlemen Indonesia kedepan
double checks juga akan semakin meningkatkan sebaiknya mengarah pada sistem parlemen
kualitas demokrasi perwakilan.”59 bikameral yang efektif.62
Penilaian itu muncul karena seperti Dari hasil telaah sejumlah konstitusi (baik
dikatakan Slamet Effendy Yusuf yang dikutip dengan sistem pemerintahan presidensial
oleh King Faisal Sulaiman, bahwa secara dan pemerintahan parlementer, maupun
kelembagaan DPD dibentuk untuk menjawab dengan sistem satu kamar dan sistem dua
tantangan agar tidak munculnya hegemoni kamar di negara kesatuan maupun federal)
lembaga eksekutif dengan cara menguatkan membuktikan bahwa presiden masih dapat
peran lembaga legislatif. Hal ini diharapkan mengajukan rancangan undang-undang, namun
akan menciptakan prinsip checks and balances keikusertaan presiden dalam pembahasan
seperti dalam sistem pemerintahan presidensial. rancangan undang dengan lembaga perwakilan
Akan tetapi inkonsistensi justru terjadi terhadap rakyat (parlemen) tidak seperti di Indonesia.
prinsip tersebut, dimana hanya menguatkan Pada semua negara, persetujuan menjadi hak
peran DPR dan bukan dengan ikut pula ekskulsif lembaga perwakilan rakyat (lembaga
memberi fungsi yang seimbang terhadap DPD.60 legislatif). Bahkan di Mauritinia, meski inisiasi
Dengan kekuasaan legislasi DPD yang dapat berasal dari pemerintah dan parlemen,
minimalis, DPD tidak memiliki posisi tawar yang pembahasan (perdebatan) rancangan undang-
kuat dalam menentukan arah legislasi Indonesia. undang dilakukan oleh pemerintah (Council
Substansi keterwakilan daerah melalui DPD of Ministers), namun pesetujuan tetap menjadi
adalah akomodasi kepentingan daerah yang hak ekslusif parlemen.63
dijamin secara konstitusional dan dijabarkan Dengan norma dasar setelah perubahan
dengan peraturan perundang-undangan. Aspek tersebut, prinsip checks and balances sebagai
struktural-fungsional ini cukup layak untuk ekses dari adanya pembagian kekuasaan
mendapat kritik, karena DPD tidak mempunyai antara Presiden dan DPR masih terlihat
otoritas pembuatan peraturan perundang- dalam pembentukan undang-undang, bahkan
undangan yang berimbang. Beberapa anggota melebihi kekuasaan eksekutif berdasarkan
Dewan dan Majelis mengistilahkan realitas ini teori Montesquieu. Sekalipun pendulum
sebagai “keterwakilan setengah hati”.61 kekuasaan pembentukan undang-undang
Kekuasaan pembentukan undang-undang telah digeser menjadi kewenangan yang
DPD sebaiknya dikuatkan, agar fungsinya dimiliki DPR, menurut pertimbangan Saldi
Isra pendapat tersebut hanya dapat dibenarkan
58
Muchammad Ali Safa’at, Parlemen Bikameral: Studi
dari perubahan bunyi teks yang terdapat dalam
Perbandingan di Amerika Serikat, Perancis, Belanda, Inggris,
Austria, dan Indonesia, Malang: UB Press, 2010, hal. 127. UUD 1945 hasil perubahan. Namun jika
59
Mei Susanto, Hak Budged Parlemen di Indonesia, Jakarta: diletakkan dalam pengertian legislation is an
Sinar Grafika, 2013, hal. 246. aggregate, not a simple production, tidak tepat
60
King Faisal Sulaiman, Sistem Bikameral dalam Spektrum
Lembaga Parlemen Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2013, 62
DPD RI, Naskah Akademis Usulan Amandemen
hal. 124. Komprehensif, Jakarta: Sekretariat Jenderal DPD RI, tanpa
61
Janedjri M. Gaffar, et al, Dewan Perwakilan Daerah, Jakarta: tahun, hal. 6.
Sekretariat Jenderal MPR RI, 2003, hal. 4. 63
Ibid, hal. 21.

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang... 145


mengatakan bahwa kekuasaan membentuk adanya mekanisme checks and balances dalam
undang-undang sepenuhnya ada pada DPR hubungan antara lembaga eksekutif dan
atau Presiden bukan lagi pemegang kekuasaan lembaga legislatif. Sehingga mekanisme checks
pembentukan undang-undang. Karena presiden and balances juga perlu dikuatkan dalam
berhak mengajukan rancangan undang-undang lembaga legislatif sendiri dengan meletakkan
kepada DPR, Presiden tetap menjadi bagian proses pembahasan rancangan undang-undang
dari proses legislasi.64 Lebih jelasnya, perubahan kepada DPR dan DPD, yang tidak terbatas hanya
ini menunjukkan bahwa kedudukan Presiden pada pembentukan undang-undang tertentu.
dalam membentuk undang-undang tidak lagi Yaitu terhadap rancangan undang-undang yang
pada posisi yang dominan seperti pada masa terkait dengan otonomi daerah, hubungan
lalu.65 pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya
Oleh karena itu, untuk menata fungsi alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
legislasi political will yang kuat dibutuhkan yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
untuk melakukan purifikasi sistem presidensial. pusat dan daerah.
Presiden tidak lagi dilibatkan dalam proses
pembahasan rancangan undang-undang.
B. Saran
Dengan demikian, mekanisme checks and Sebagai bentuk imbangan atas kekuasaan
balances dalam pembahasan rancangan undang- pembahasan rancangan undang-undang
undang hanya terjadi antara DPR dan DPD. yang berada di tangan DPR dan DPD, dalam
perubahan undang-undang dasar juga perlu
IV. PENUTUP kiranya dimasukkan kekuasaan Presiden untuk
A. Kesimpulan mengajukan suatu rancangan undang-undang
Hubungan antara lembaga eksekutif dengan dan/atau adanya kekuasaan untuk menolak
lembaga legislatif dalam pembentukan undang- pengesahan rancangan undang-undang menjadi
undang, terlihat dari penempatan pendulum undang-undang (hak veto presiden).
kekuasaan membentuk undang-undang yang Melalui perubahan undang-undang dasar
ada di tangan DPR, setelah perubahan UUD kekuasaan untuk membahas dan memberi
1945. Hal ini sudah tepat bila diletakkan persetujuan bersama suatu rancangan undang-
sebagai upaya pemurnian sistem presidensial undang, yang semula dilakukan oleh DPR dan
berdasarkan kajian teoritik pembagian Presiden perlu diubah menjadi kewenangan
kekuasaan. Namun kekuasaan Presiden dalam yang dimiliki DPR dan DPD. Karena kekuasaan
pembahasan dan memberi persetujuan atas Presiden dalam membentuk undang-undang
rancangan undang-undang tidak perlu ada hendak dikembalikan pada khittahnya, yaitu
dalam hubungan antara lembaga eksekutif dan hanya sebatas mengajukan rancangan undang-
legislatif dalam pembentukan undang-undang. undang dan/atau hanya memiliki hak veto
Ketentuan yang menyatakan bahwa rancangan sebagaimana dimaksud dalam konsep pembagian
undang-undang dibahas oleh DPR dan kekuasaan dalam sistem presidensial. Selain itu,
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama dengan adanya dua majelis yang sama kuat di
belum sejalan terhadap semangat pembagian Indonesia memperbesar jaminan berupa produk
kekuasaan dalam sistem pemerintahan legislatif dapat diperiksa dua kali (double check).
presidensial.
Oleh karena itu, pemberian hak veto
Presiden dalam proses pembentukan undang-
undang harus pula diberikan guna menunjukkan
64
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, hal. 323.
65
Pataniari Siahaan, Politik Hukum Pembentukan Undang-
Undang Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Penerbit
Konpress, 2012, hal. 297.

146 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015


DAFTAR PUSTAKA Kusnardi, Moh. dan Bintan R. Saragih. Ilmu
Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama,
2000.
________. Susunan Pembagian Kekuasaan
Buku Menurut Sistem Undang-Undang Dasar
Akbar, Patrialis. Hubungan Lembaga Kepresidenan 1945. Jakarta: Gramedia, 1980.
dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Veto
Presiden. Yogyakarta: Total Media, 2013. Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim.
Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia.
Asshiddiqie, Jimly. Format Kelembagaan Negara Jakarta: Sinar Bakti, 1983.
dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945.
Yogyakarta: FH UII Press, 2004. Kusuma, A.B. Sistem Pemerintahan “Pendiri
Negara” versus Sistem Presidensiel “Orde
________. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Reformasi”. Depok: Badan Penerbit FH UI,
Jilid II. Jakarta: Konstitusi Press, 2006. 2011.
Bakhri, Syaiful. Ilmu Negara dalam Konteks Lubis, M. Solly. Landasan dan Teknik Perundang-
Negara Hukum Modern. Yogyakarta: Total undangan. Bandung: Mandar Maju, 1989.
Media, 2010.
Mahendra, Yusril Ihza. Dinamika Tatanegara
Bentham, Jeremy. Teori Perundang-Undangan Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah
(The Theory of Legislation), diterjemahkan Konstitusi, Dewan Perwakilan dan Sistem
oleh Nurhadi. Bandung: Penerbit Nuansa Kepartaian. Jakarta: Gema Insani Press,
Cendekia dan Nusa Media, 2013. 1996.
Fatwa, A.M. Potret Konstitusi Pasca Amandemen MD, Moh. Mahfud. Demokrasi dan Konstitusi di
UUD 1945. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001.
2009.
Safa’at, Muchammad Ali. Parlemen Bikameral:
Gaffar, Janedjri M., et al. Dewan Perwakilan Studi Perbandingan di Amerika Serikat,
Daerah. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR Perancis, Belanda, Inggris, Austria, dan
RI, 2003 Indonesia. Malang: UB Press, 2010.
Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Siahaan, Pataniari. Politik Hukum Pembentukan
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006. Undang-Undang Pasca Amandemen UUD
________. Ilmu Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 1945. Jakarta: Penerbit Konpress, 2012.
2010. Sinamo, Nomensen. Hukum Tata Negara: Suatu
Isra, Saldi. Pergeseran Fungsi Legislasi: Kajian Kritis tentang Kelembagaan Negara.
Menguatnya Model Legislasi Parlementer Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010.
dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta: _______. Perbandingan Hukum Tata Negara.
PT. RajaGrafindo Persada, 2010. Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010.
Joeniarto. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Soehino. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty,
Negara. Jakarta: Rineka Cipta, 1990. 2004.
John Pieris. Pembatasan Konstitusional Kekuasaan Soemantri, Sri. Hukum Tata Negara Indonesia:
Presiden Republik Indonesia. Jakarta: Pelangi Pemikiran dan Pandangan. Bandung: Remaja
Cendekia, 2007. Rosdakarya, 2014.
Kamis, Margarito. Jalan Panjang ______. Tentang Lembaga-Lembaga Negara
Konstitusionalisme Indonesia. Malang: Setara Menurut UUD 1945. Bandung: Citra
Press, 2014. Aditya Bakti, 1993.

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang... 147


Soeprapto, Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang- Susanto, Mei. Hak Budged Parlemen di Indonesia.
Undangan: Dasar-Dasar Pembentukannya. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Yogyakarta: Kanisius, 1998. Thaib, Dahlan. DPR Dalam Sistem Ketatanegaraan
Strong, C.F. Konstitusi-Konstitusi Politik Modern: Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1994.
Studi Perbandingan tentang Sejarah dan
Bentuk (Modern Political Constitutions: An Dokumen
Introduction to the Comparative Study of Their DPD RI. Naskah Akademis Usulan Amandemen
History and Existing Form), diterjemahkan Komprehensif. Jakarta: Sekretariat Jenderal
oleh Derta Sri Widowatie. Bandung: DPD RI, tanpa tahun.
Penerbit Nusa Media, 2013.
Tim Kerja Sosialisasi MPR RI. Panduan
Subekti, Valina Singka. Menyusun Konstitusi Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar
Transisi: Pergulatan Kepentingan dan Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Pemikiran dalam Proses Perubahan UUD Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
1945. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Republik Indonesia Edisi Revisi. Jakarta:
2008. Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012.
Sulaiman, King Faisal. Sistem Bikameral dalam
Spektrum Lembaga Parlemen Indonesia. Peraturan Perundang-Undangan
Yogyakarta: UII Press, 2013. Undang-Undang Dasar 1945
Sulardi. Menuju Sistem Pemerintahan Presidensiil Undang-Undang Dasar Negara Republik
Murni. Malang: Setara Press, 2012. Indonesia Tahun 1945

148 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015

Potrebbero piacerti anche