Sei sulla pagina 1di 10

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU HIDROLISIS SELULOSA UNTUK

MEMPEROLEH OLIGOSAKARIDA MENGGUNAKAN METODE


HIDROTERMAL DENGAN PRETREATMENT ULTRASONIK

Sumari
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang
Email: sumari_um@yahoo.com

Abstract

The aim of this study is to optimize ultrasound and hydrolysis treatment to produce
oligosaccharide and/or glucose. Slurry of 1 % (w/v) the cellulose was sonicated at different time
periods and temperatures. We proved that ultrasound damages and fragments the cellulose particles
into shorter fibers. The fiber lengths were reduced from in the range of 80-120 µm to 30-
50 µm due to an hour ultrasonication. The acoustic cavitation also generated a decrease in
particle size, crystallinity, and crystallite size of the cellulose along with increasing sonication
time. However, the highest reduction of particle size, crystallite size, and crystallinity of the cellulose
occurred within the first hour of ultrasonication, after which the efficiency was decreased.
The particle diameter, crystallite size, and crystallinity were decreased from 19.88 µm to 15.96 µm,
5.81 Å to 2.98 Å, and 77.7% to 73.9% respectively due to an hour ultrasound treatment at 40 °C.
Ultrasonic pretreatment made the cellulose more susceptible to be hydrolyzed. The highest yield of
oligosaccharides was 6.81% obtained when hydrolysis was carried out at a temperature of 340 ◦C
for 15 seconds and glucose was 33.6 % obtained when it was performed at a temperature of 300 ◦C
for 15 seconds.

Keywords: glucose, oligosaccharide, microcrystalline cellulose, ultrasonication


1. PENDAHULUAN semakin banyak menyebabkan semakin
Oligosakarida merupakan senyawa banyak perusahaan memproduksi
prebiotik yang berperan sangat penting untuk oligosakarida secara komersial baik di asia,
kesehatan. Senyawa ini dapat mendukung amerika, dan eropa. Sebagai contoh Morinaga
bakteri dalam kolon memproduksi bahan milk industry (japan) dan Solvay (Jerman)
farmasi Short-Chain Fatty Acids (SCFAs) memproduksi lactulose, Borculo whey
yang dapat memberikan proteksi jaringan product (Belanda) memproduksi Galakto-
kolon dari kanker dan radang usus besar. oligosakarida, Golden Technology (USA)
Selain itu, adanya oligosakarida mikroba memproduksi fructo-oligosakarida, Nihon
dalam kolon dapat memproduksi vitamin B Shokuhin Kako (Japan) memproduksi malto-
complex (B1, B2, B6 and B12), asam oligosakarida, Suntory (japan) memproduksi
nicotinat, dan asam folat. Beberapa bakteri xylo-oligosakarida dan lain-lain (Crittenden
utama dalam kolon yang memanfaatkan and Playne, 1996). Sementara itu, di
oligosakarida antara lain Bacteroides, Indonesia beberapa contoh industry susu juga
Eubacteria, Bifidobacteria, Clostridia, dan telah memanfaatkan oligosakarida berbagai
Lactobacilli (Mussato and Mancilha, 2007; merk susu balita. Tetapi masalahnya adalah
Rivero and Santamaria, 2001; Qiang dkk, bahan baku produksi oligosakarida yang
2009). Permintaan oligosakarida yang digunakan saat ini adalah starch, laktosa, dan

1
sukrosa. Penggunaan bahan baku tersebut 2. METODE PENELITIAN
yang semakin besar dianggap bisa Langkah pertama penelitian ini adalah
menimbulkan masalah baru karena optimasi sonikasi kemudian dilanjutkan
berkompetisi dengan makanan pokok dan dengan hidrolisis sampel baik dengan atau
harganya masih mahal. Selulosa merupakan tanpa pretreatment sonikasi menggunakan
biopolymer terbarukan yang keberadaannya metode hidrotermal. Sampel penelitian adalah
sangat melimpah. Selulosa tersusun atas selulosa yang diperoleh dari Asahi Kasei
monomer glukosa sehingga memungkinkan Chemicals Corp dan air yang bertindak
untuk didegradasi menjadi oligosakarida sebagai pelarut dan sekaligus reaktan.
sehingga mendorong para ahli/peneliti untuk Perlakuan sonikasi dilakukan pada variasi
melakukan penelitian produksi oligosakarida waktu dan suhu. Efek sonikasi pada sampel
menggunakan bahan baku selulosa. Hal ini dianalisis menggunakan SEM untuk melihat
karena selain tidak berkompetisi dengan perubahan morfologinya, particle size
makanan pokok dimungkinkan biaya produksi analizer (PSA) untuk melihat perubahan
bisa direndahkan lagi. Salah satu metode yang ukuran partikelnya, dan analisis XRD untuk
banyak dikembangkan untuk memperoleh melihat perubahan kristalinitas dan ukuran
oligosakarida dari selulosa adalah metode kristalitnya sebelum dan sesudah sonikasi.
hidrotermal (Minowa dkk, 1998; Sasaki dkk, Sampel dengan sonikasi optimal dihidrolisis
1998; Ehara dan Saka, 2005; Kamio dkk, menggunakan metode hidrotermal. Hidrolisis
2008; Zhao dkk, 2009). Metode ini memiliki dilakukan dengan cara sejumlah sampel
kelebihan ramah lingkungan, prosesnya cepat, selulosa dimasukkan dalam reaktor stainless
dan produk dapat lebih dipastikan memenuhi steel. Gas nitrogen (UHP) dialirkan untuk
kriteria food grade karena pereaksinya hanya menaikkan tekanan dalam reaktor sesuai
air. Tetapi kendalanya adalah proses variabel yang ditentukan. Reaktor kemudian
hidrotermal yang saat ini dikembangkan dimasukkan dalam band heater yang telah
beroperasi pada tekanan dan suhu tinggi serta diisolasi kemudian dipanaskan hingga suhu
yield masih rendah. Oleh karena itu, perlu dan waktu yang telah diatur pada variabel
dilakukan rekayasa untuk mempermudah penelitian. Setelah proses hidrolisis dilakukan,
proses tersebut. Penelitian yang akan produk dikeluarkan dari reaktor dan disimpan
dilakukan ini ingin mengembangkan metode dalam botol sampel. Selanjutnya setiap
yang dilakukan Zhao dkk (2009) yang produk hidrolisis dianalisis dengan HPLC
menggunakan metode hidrotermal dengan (High Performance Liquid Chromatography)
yield tertinggi diperoleh ketika kondisi untuk ditentukan yield glukosa dan/atau
operasi pada tekanan 25 MPa (250 atm) dan oligosakarida yang dihasilkan.
suhu 380 °C yakni 34,9% oligosakarida da%
glukosa. Pada penelitian yang akan dilakukan, 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
struktur selulosa dicoba untuk dibongkar Analisis Morfologi
terlebih dahulu dengan pretreatment Gambar SEM menunjukkan morfologi
ultrasonic baru kemudian dilakukan hidrolisis. sampel secara mikro dimana dapat dilhat
Hal ini didasarkan beberapa hasil penelitian bentuk dan ukuran dari partikel selulosa.
menunjukkan bahwa ultrasonik polimer Gambar SEM selulosa non-ultrasonikasi dan
mampu menurunkan viskositas intrinsic atau yang mendapatkan treatment ultrasonikasi
berat molekulnya (Zhou dkk, 1997; Ostlund selama 1 dan 5 jam pada suhu 40oC ditunjukkan
and Striegel, 2008, Mohod and Gogate, 2010; oleh Gambar 8. Hasil scanning tersebut bahwa
Goodwin, 2010). Dengan demikian ultrasonikasi dapat menyebabkan partikel
pretreatment ultrasonik diharapkan dapat selulosa semakin kecil. Ukuran fiber semakin
meningkatkan efektivitas proses dan kecil. Panjang fiber Misal, ukuran partikel awal
mempermudah dan mempercepat reaksi tanpa sonikasi sekitar 120 mikrometer
hidrolisis serta diperoleh yield yang lebih berkurang menjadi sekitar 30-50 mikrometer
tinggi. setelah sonikasi 1

2
jam dan menjadi 20-30 mikrometer setelah 5
jam. (c)

(a)

(b)

Gambar 8. Hasil SEM selulosa (a) non-


sonikasi, (b) setelah sonikasi pada suhu 40oC
selama 1 jam, dan (c) setelah sonikasi pada
suhu 40oC selama 5 jam.

Efek yang mirip juga ditunjukkan pada


hasil treatment ultrasonik yang dilakukan
pada suhu 60oC (Gambar 9). Terjadinya
penurunan ukuran partikel selulosa dapat
terjadi karena sonikasi menghasilkan energi
lokal yang besar akibat efek dari kavitasi.
Besarnya energi tersebut sebanding dengan
banyaknya intensitas gelembung yang pecah
saat kavitasi. Oleh karena itu, energi kavitasi ini
dapat menyebabkan destruksi pada struktur
material selulosa. Efek yang ditimbulkan
adalah semakin lama partikel selulosa
mendapatkan radiasi ultrasonik menjadikan
semakin besar pula destruksi yang
ditimbulkan. Hal ini dipahami karena semakin
lama sonikasi maka energi kavitasi yang
menghantam partikel juga semakin besar.

3
(c)
(a)

(b)

Gambar 9. Hasil SEM selulosa (a) non-


sonikasi, (b) setelah sonikasi pada suhu 60oC
selama 1 jam, dan (c) setelah sonikasi pada
suhu 60oC selama 5 jam.

Pengaruh suhu sonikasi yang dilakukan


pada suhu 40 dan 60 0C ternyata tidak
menunjukkan perbedaan morfologi selulosa
yang signifikan meskipun pada suhu yang
lebih tinggi air sebagai media hantaran
gelombang ultrasonik seharusnya memiliki
energy kinetic yang lebih besar yang
disebabkan oleh semakin tinggi suhu ketika
collapse yang terjadi (Adewuyi, 2001).

4
Analisis PSA selulosa, ukuran kristal dan d-spacing antar
Hasil analisa PSA dinyatakan pada rantai polyglucose. Pada Gambar 11 dapat
Gambar 10. Analisis PSA dimaksudkan untuk dilihat adanya penurunan kristalinitas selulosa
melihat perubahan ukuran partikel selulosa pada ultrasonikasi suhu 40 oC maupun 60oC.
yang diakibatkan efek ultrasonikasi.
Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa T = 40o C
semakin lama waktu sonikasi mengakibatkan

penurunan ukuran partikel pada setiap suhu. t = 5jam Xc = 63 ,05 %

Laju penurunan ukuran partikel ultrasonikasi t = 4 jam Xc = 6 3,6 0 %

pada suhu 60oC lebih besar dibandingkan t = 3jam Xc = 6 9,0 4 %

Xc = 72 ,89 %
pada suhu 40oC. Hal ini terjadi karena
t = 2jam

t = 1jam Xc = 73,9 5 %
runtuhnya kavitasi menghasilkan gelombang t an pa sonik asi Xc = 77 ,70 %
kejut yang menimbulkan perubahan tekanan
10 20 30 40 50
lokal dan pergeseran liquid sehingga 2[°]
mengakibatkan erosi pada permukaan selulosa Gambar 11. Difraktogram XRD selulosa hasil
dan memiliki efek pengurangan ukuran. Data sonikasi pada suhu 40oC pada variasi waktu 1-
PSA ini mendukung data SEM dimana 5 jam.
destruksi yang ditimbulkan kavitasi semakin
besar pada waktu yang lebih lama sehingga
T = 60oC
menyebabkan semakin kecilnya ukuran

t = 5jam Xc = 64,63 %

t = 4jam Xc = 65,75 %
25 t = 3jam
Xc = 70,1 %
ukuran partikel µm

20 t = 2jam Xc = 74,85 %

15 t = 1jam Xc = 75,5 %

10 tanpa sonikasi Xc = 77,7 %

5 10 20 30 40 50
US-60C 2[°]
0
0 2 4 6
Gambar 12. Difraktogram XRD selulosa hasil
sonikasi pada suhu 60oC pada variasi waktu 1-
waktu sonikasi t (jam) 5 jam.

Gambar 11-14. Analisis XRD dimaksudkan


Gambar 10. Efek waktu dan suhu sonikasi untuk mengetahui perubahan kristalinitas
terhadap ukuran partikel selulosa

Lebih jauh data PSA menunjukkan adanya


perbedaan efek suhu sonikasi terhadap ukuran
partikel produk. Pada suhu yang lebih besar
menyebabkan ukuran partikel semakin kecil.
Data ini menunjukkan pada suhu yang lebih
tinggi energi kavitasi yang besar sehingga
destruksi yang timbul menjadi semakin besar.

Analisis X-Ray Diffraction


Hasil analisis XRD ditunjukkan pada

5
Nampak bahwa semakin lama waktu sonikasi
pada sampel selulosa menyebabkan
kristalinitas sampel semakin menurun. Bila
difraktogram selulosa Gambar 11 dan 12
dibandingkan terlihat bahwa ultrasonikasi
pada lama waktu yang sama maka pada suhu
yang lebih rendah mengakibatkan penurunan
kristalinitas yang lebih besar. Misal pada
waktu ultrasonikasi selama 5 jam, kristalinitas
selulosa mula-mula 77,70% menjadi 63,05%
pada suhu 40oC, sedangkan pada suhu 60oC
menjadi 64,63%. Penurunan kristalinitas ini
dapat terjadi karena sebagian daerah kristalin
berubah menjadi daerah amorf. Hal ini
merupakan dampak dari fenomena hot spot
yang ditimbulkan saat runtuhnya kavitasi.

6
7 40 peak 14,8
7 60 peak 14,8
6
ukuran kristalit rerata L (Å)
40 peak 16,1

d-spacing (Å)
6 5 60 peak 16,1
40 peak 22,5
4 60 peak 22,5
5 40 C 40 peak 34,4
60 C 3 60 peak 34,4
4
2
3 1
2 0

1 0 1 2 3 4 5
w tu t (j )

ak am
0
0 1 2 3 4 5 6 Gambar 14 Ukuran d-spacing sebagai fungsi
Waktu sonikasi t (jam) waktu dan suhu sonikasi.

Gambar 13. Efek lama waktu dan suhu Ukuran Kristal (Crystallite size) selulosa
sonikasi terhadap Crystallite Size (L) selulosa setelah perlakuan ultrasonikasi pada suhu
60oC lebih besar daripada yang terjadi pada
Fenomena hot spot yang menghasilkan suhu 40oC untuk setiap lama waktu treatment
suhu dan tekanan tinggi, menyebabkan yang sama. Data ini juga menunjukkan bahwa
kondisi air sekitar menjadi supercritical-like ukuran kristal berbanding lurus dengan nilai
(Adewuyi, 2001). Sasaki dkk (2004) kristalinitas selulosa. Hasil perhitungan
menjelaskan bahwa degradasi selulosa pada kristalinitas selulosa menunjukkan bahwa
kondisi superkritis air diawali dengan setelah ultrasonikasi pada suhu 60oC
terbentuknya swelling pada permukaan kristalinitas selulosa lebih besar dibandingkan
selulosa. Air yang terdifusi pada permukaan pada suhu 40oC untuk setiap lama waktu
selulosa dapat merenggangkan rantai sonikasi yang sama. Fenomena ini
penyusun sehingga bagian kristalin akan memberikan dugaan bahwa ketika dilakukan
pemanasan terjadi perenggangan pada struktur
berubah menjadi amorf. Gambar 13
kristalin selulosa. Perenggangan rantai
menunjukkan ukuran kristalit (L) selulosa
menurun setelah perlakuan ultrasonikasi. struktur kristalin selulosa pada suhu 60oC
lebih besar daripada yang terjadi pada suhu
akibat lamanya waktu sonikasi. Ukuran kristal
40oC sehingga menyebabkan baik kristalinitas
ini dihitung menggunakan persamaan
dan crystallite size pada sonikasi yang
Scherrer untuk setiap puncak difraksi. dilakukan suhu 60oC lebih besar daripada
Selulosa tersusun atas rantai polyglucose suhu 40oC. Mengacu pada hasil penelitian Yu
dengan daerah kristalin dengan ukuran dan Wu (2010) bahwa bagian amorf selulosa
tertentu dan setiap rantai polyglucose terpisah lebih mudah terdekomposisi maka
dengan jarak d-spacing (Okita dkk, 2010). ultrasonikasi pada suhu 40oC lebih optimal
Data XRD menunjukkan tidak ada perubahan untuk pretreatment hidrolisis menggunakan
yang signifikan terhadap d-spacing tetapi metode hidrotermal.
terjadi penurunan kristalinitasnya seiring
bertambahnya waktu sonikasi (Gambar 14).
Hal ini menandakan bahwa ada rantai Hasil hidrolisis selulosa menggunakan
penyusun dari suatu kristal yang hilang akibat metode hidrotermal
sonikasi. Efek ini dapat dihubungkan dengan Hasil hidrolisis selulosa non-pretreatment
hasil SEM dan PSA, dimana efek kavitasi ultrasonik ditunjukkan pada Gambar 15.
menyebabkan destruksi daerah kristalin Sedangkan hasil hidrolisis selulosa yang
sehingga menyebabkan bertambahnya daerah sebelumnya diberi treatment ultrasonik
amorf pada selulosa Hal ini juga berakibat ditunjukkan pada Gambar 16.
terjadinya penurunan ukuran partikel selulosa.

7
1.6
glukosa memberikan pengaruh positif terhadap hasil
1.4
cellobiosa dari degradasi selulosa menjadi glukosa dan
cellotriosa
1.0 oligosakarida. Hal ini karena ultrasonikasi
Yield (%)

cellotetrosa
0.8 dapat menurunankan kristalinitas dan ukuran
0.6
fiber selulosa. Hal ini sesuai dengan Yu and Wu
0.2 (2010) bahwa struktur amorf menyebabkan
0.0 pereaksi yakni air lebih mudah berpenetrasi ke
300 320 340 360 380 400 dalam struktur selulosa sehingga lebih reaktif
Temperatur Hidrolisis T (°C) dan terhidrolisis dibanding struktur yang
kristalin. Tetapi hasil
Gambar 15. Hasil hidrolisis selulosa non- yang diperoleh masih belum optimal, karena
pretreatment ultrasonik. masih rendah dibandingkan metode batch
menggunakan salt bath yang telah dilakukan
40
Zhao dkk (2009). Bila dicermati dari data

35 cellobiosa yang ditunjukkan pada Gambar 16 dan 17


30 cellotriosa terlihat bahwa ketika sampel dengan
25
Yield(%)

20
cellotetrosa pretreatment ultrasonik kemudian dihidrolisis
15 cellopentosa kecenderungan produk terbanyak adalah
10 glukosa glukosa. Dsamping itu, berdasarkan variasi
5
0
suhu yang dilakukan produk hasil hidrolisis
300 320 340 360 380 400
terbanyak terjadi ketika hidrolisis dilakukan
suhu rendah yaitu pada suhu 300 °C dengan
Temperatur hidrolisis
durasi waktu 15s dimana yield glukosa
mencapai 33,59 % . Sedangkan yield
Gambar 16. Hasil hidrolisis selulosa dengan oligosakarida masih rendah yakni sebesar
pretreatment ultrasonik pada durasi waktu 6,81% yang diperoleh pada kondisi suhu
hidrolisis 30s operasi 340 °C. Produk glukosa dan
oligosakarida terjadi dari reaksi
depolimerisasi selulosa melalui reaksi
40
hidrolisis. Pada suhu dan tekanan tinggi
cellobiosa
35 konsentrasi ion H+ meningkat hingga 100 kali
30 cellopentosa lipat. Ion ini yang berperan untuk
Yield (%)

25 glukosa
20 cellotriosa memutuskan ikatan glikosidik pada rantai
15 selulosa sehingga terdepolimerisasi
10
membentuk molekul-molekul yang lebih kecil
0 yakni glukosa dan oligosakarida. Mekanisme
300 320 340 360 380 400 pemutusan ikatan glikosidik tersebut dapat
Temperatur Hidrolisis digambarkan sebagai berikut.

Gambar 17. Hasil hidrolisis selulosa dengan


pretreatment ultrasonik pada durasi waktu
hidrolisis 15s

Berdasarkan Gambar 15 s.d. 17 dapat


dilihat pengaruh dari sonikasi pada hasil
hidrolisis. Pada sampel yang mengalami
pretreatment ultrasonik dihasilkan produk
hidrolisis dengan total yield yang lebih besar
daripada non-pretreatment ultrasonik. Hal ini Rentang waktu hidrolisis pada penelitian ini
menandakan bahwa pretreatment ultrasonikasi adalah 15 detik. Yang dimaksud 15 detik

8
disini adalah waktu hidrolisis ketika suhu glikosidik selulosa sehingga terfragmentasi
variable tercapai. Sedangkan waktu transient menjadi glukosa dan/atau oligosakarida.
untuk mencapai suhu variable tersebut tidak
diperhitungkan. Jika melihat hasil yang telah
diperoleh ternyata justru pada suhu terendah 5. REFERENSI
diperoleh yield terbesar, maka dapat diduga Adewuyi Y. G.,2001, Sonochemistry:
pada suhu lebih tinggi produk glukosa dan Environmental Science and Engineering
oligosakarida terdegradasi lebih lanjut. Oleh Applications: a review, Ind. Eng. Chem. Res.,
karena itu, penentuan waktu hidrolisis perlu Vol. 40, 4681-4715.
memperhitungkan waktu transient untuk
mencapai variable suhu sebagaimana yang Crittenden R.G. and Playne, M.J., (1996),
telah ditentukan. Berdasarkan data tersebut Production, properties, and applications of
juga diperoleh, informasi bahwa pada food-grade oligosaccharides, Trends in Food
hidrotermal suhu rendah diperoleh Science & Technology, Vol. 7, 353-358.
kecenderungan produk berupa glukosa dan Ehara K. and Saka S., (2005), Decomposition
pada hidrotermal suhu tinggi diperoleh behavior of cellulose in supercritical water,
kecenderungan produk berupa oligosakarida. subcritical water and their combined
Tetapi berapa suhu hidrolisis dan lama durasi treatments. J Wood Sci , Vol.51, 148–153
waktu transient nampaknya masih perlu
dikembangkan untuk memperoleh yield yang Goodwin D.J., Picout D.R., Ross-Murphy
tinggi untuk memperoleh produk glukosa dan S.B., Holland S.J.,.Martini L.G, Lawrence
atau oligosakarida M.J., (Accepted 26 August 2010), Ultrasonic
Degradation for Molecular Weight Reduction
of Pharmaceutical Cellulose Ethers.
4. KESIMPULAN Carbohydrate Polymers.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kamio E., Takahashi S., Noda H., Fukuhara
ultrasonikasi menyebabkan penurunan ukuran Ch., Okamura T., (2008). Effect of Heating
partikel dan kristalinitas selulosa tetapi Rate on Liquefaction of Cellulose by Hot
relative tidak mengubah ukuran d-spacingnya. Compressed Water. Chemical Engineering
Penurunan kristalinitas dan ukuran partikel Journal, Vol. 137, 328–338.
selulose berbanding lurus dengan lama waktu
ultrasonikasi. Laju penurunan kristalinitas, Minowa T., Fangzhen, and Ogi T., (1998),
ukuran kristal dan ukuran partikel terjadi pada Cellulose decompositioan in hot compressed
satu jam pertama perlakuan ultrasonikasi. water with alkali or nickel catalyst, Jurnal of
Pretreatment ultrasonik menjadikan selulosa supercritical fluids”, Vol.13, 253-259.
lebih mudah mengalami hidrolisis. Yield Mohod A. V. and Gogate P. R., (2010),
tertinggi diperoleh ketika selulosa dengan Ultrasonic degradation of polymers: Effect of
pretreatment ultrasonik pada suhu 40°C operating parameters and intensification using
selama 1 jam dihidrolisis pada suhu 300 °C additives for carboxymethyl cellulose (CMC)
selama 15 detik sebesar 33,59% glukosa. and polyvinyl alcohol (PVA). Ultrasonics
Sedangkan yield produk oligosakarida masih Sonochemistry, Accepted 2 November 2010
rendah yakni sebesar 6,81% . Produk
Mussatto S. I. and Mancilha I. M., (2007),
hidrolisis terbesar terjadi pada suhu terendah
Non-digestible oligosaccharides: A review”.
pada penelitian ini, oleh karena itu perlu
Carbohydrate Polymers, Vol. 68 587–590.
dilakukan investigasi lanjutan pada suhu lebih
rendah sehingga diperoleh suhu optimum Okita Y., Saito Ts. and Isogai A., 2010, Entire
proses hidrolisis. Hidrolisis terjadi karena air Surface Oxidation of Various Cellulose
pada tekanan dan suhu tinggi mengandung ion Microfibrils by TEMPO-Mediated Oxidation,
H+ yang lebih tinggi dan ion ini ikatan Biomacromolecules, 11, 1696–1700.

9
Ostlund S. G. and Striegel A. M., (2008), (1998), “Cellulose Hydrolysis in Subcritical
Ultrasonic Degradation of Poly(-Benzyl-L- and Supercritical Water”. Jurnal Supercritical
Glutamate), An Archetypal Highly Extended fluids. Vol.13, 261-268.
Polymer, Polymer Degradation and Stability, Yu Y., Wu H., 2010. “Significant Differences
Vol. 93, 1510–1514 in the Hydrolysis Behaviour of Amorphous
Qiang X., YongLie Ch., QianBing W., (2009), and Crystalline Portions within
Health benefit application of functional Microcrystalline Cellulosed in Hot-
oligosaccharides. Carbohydrate Polymers, Compressed Water.” Ind. Eng. Chem. Res,
Vol. 77, 435–441 49, 3902-3909
Rivero-Urgëll M. and Santamaría-Orleans A., Zhao Y., Lu Wen-Jing, and Wang Hong-Tao,
(2001), Oligosaccharides: application in infant (2009), Supercritical Hydrolysis of Cellulose
food. Early Hum Dev. Vol. 65, 43-52. for Oligosaccharide Production in Combined
Sasaki M., Adschiri T., Arai K., (2004), Technology, Chemical Engineering Journal,
Kinetics of Cellulose Conversion at 25 MPa Vol.150, 411-417.
in Sub-and Supercritical Water, American Zhou X., Lin Q., Dai G., Ji F., (1997),
Institute of Chemical Engineers AIChE J, 50: Ultrasonic Degradation of Polysilane
192–202. Polymer, Polymer Degradation and Stability,
Sasaki M., Kabyemela B., Malaluan R., Vol. 60, 409-413.
Hirose S., Takeda N., Adschiri T., Arai K., .

1
0

Potrebbero piacerti anche